Top Banner
Gangguan Somatisasi pada Wanita Lansia Singgih Arto* 10-2012-005 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA *Alamat Korespendensi: Singgih Arto Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected] Skenario 7 Seorang perempuan usia 51 tahun datang ke dokter dengan keluhan-keluhan fisik, rasa tidak enak di perut, kembung, terasa naik ke atas sehingga pasien merasa sesak, keluhan lain rasa sakit di dada kiri yang kadang menyebar ke bagian kanan. Keluhan lain ada rasa pegal di leher dan kesemutan di tungkai atas sampai ke dua belah kaki. Keluhan ini sudah berlangsung sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu dan sudah mendapat pengobatan dari beberapa dokter. Ditambahkan bahwa siklus menstruasi pasien normal. Pendahuluan Istilah somatisasi / somatoform berasal dari bahasa yunani , yaitu soma yang berarti bagian tubuh dan gangguan somatoform adalah sekelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai 1
32

Pbl Blok 22 Singgih

Dec 23, 2015

Download

Documents

Singgih Arto

hg
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pbl Blok 22 Singgih

Gangguan Somatisasi pada Wanita Lansia

Singgih Arto*

10-2012-005

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

*Alamat Korespendensi:

Singgih Arto

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected]

Skenario 7

Seorang perempuan usia 51 tahun datang ke dokter dengan keluhan-keluhan fisik,

rasa tidak enak di perut, kembung, terasa naik ke atas sehingga pasien merasa sesak, keluhan

lain rasa sakit di dada kiri yang kadang menyebar ke bagian kanan. Keluhan lain ada rasa

pegal di leher dan kesemutan di tungkai atas sampai ke dua belah kaki. Keluhan ini sudah

berlangsung sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu dan sudah mendapat pengobatan dari

beberapa dokter. Ditambahkan bahwa siklus menstruasi pasien normal.

Pendahuluan

Istilah somatisasi / somatoform berasal dari bahasa yunani , yaitu soma yang berarti

bagian tubuh dan gangguan somatoform adalah sekelompok penyakit yang luas dan memiliki

tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utamanya. Gangguan ini

mencangkup interaksi tubuh dan pikiran ( body-mind ) , yang menurut pemeriksaan fisik dan

laboratorium tidak menunjukan adanya terkekaitan dengan keluhan – keluhan pasien.

Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-

ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti

hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan

yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas

kemungkinan kaitan anatara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan

yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala ansietas dan depresi. Dalam

1

Page 2: Pbl Blok 22 Singgih

rangka untuk memenuhi kriteria untuk gangguan somatoform, gejala fisik harus cukup serius

untuk mengganggu pekerjaan pasien atau hubungan, dan harus gejala yang tidak di bawah

kontrol sukarela pasien.

Anamnesis

Pada anamnesis, anamnesis bisa langsung ditanyakan kepada pasien secara langsung

atau bisa melakukan anmnesis kepada keluarga pasien jika kesadaran pasien sangat

terganggu. Selain data-data pribadi seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan keluhan

utama, perlu ditanyakan riwayat penyakit dulu dan sekarang. Riwayat penyakit dulu meliputi

pertanyaan yang menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit

tertentu yang memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang.

Sedangkan riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis, terinci,

dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien

datang berobat.2

a. Keluhan Utama

Keluhan utama harus dicatat secara lengkap bahkan apabila pasien tidak dapat

berbicara, dan deskripsi mengenai orang yang memberikan informasi harus disertakan.

Penjelasan pasien, tak peduli betapa aneh atau tidak relevan, harus dicatat menggunakan kata-

kata pasien pada bagian keluhan utama. Individu lain yang hadir sebagai sumber informasi

nantinya dapat menceritakan versi mereka tentang kejadian saat itu pada bagian riwayat

penyakit sekarang.2,3

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang memberikan gambaran komprehensif dan kronologis

mengenai kejadian yang mengarahkan ke peristiwa terkini dalam kehidupan pasien. Bagian

riwayat ini mungkin adalah yang paling membantu dalam menegakkan diagnosis: Kapan

awitan episode sekarang, dan apa kejadian pencetus atau pemicu terdekat yang

menimbulkannya? Mengetahui kepribadian pasien yang sebelumnya sehat juga membantu

memberikan perspektif mengenai pasien yang kini sakit.

Evolusi gejala pasien harus ditentukan dan dirangkum dalam susunan yang teratur dan

sistematik. Semakin mendetail riwayat penyakit sekarang, semakin besar kemungkinan

dokter untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Pemicu apa di masa lalu yang menjadi

bagian rantai peristiwa yang mengarahkan ke kejadian yang baru terjadi? Bagaimana

penyakit pasien memengaruhi aktivitas kehidupannya (misalnya pekerjaan, hubungan yang

penting)? Bagaimana sifat disfungsi (misalnya detail mengenai perubahan faktor seperti

2

Page 3: Pbl Blok 22 Singgih

kepribadian, memori, atau cara berbicara)? Adakah gejala psikofisiologis? Bila ada, harus

dijelaskan lokasi, intensitas, dan fluktuasinya. Adanya hubungan antara gejala fisik dengan

psikologis harus dicatat. Deskripsi mengenai ansietas pasien saat ini, baik menyeluruh dan

nonspesifik (mengambang bebas) atau secara spesifik berkaitan dengan situasi tertentu, akan

sangat membantu. Bagaimana pasien mengatasi ansietas ini? Pasien yang cukup teratur

biasanya mampu menceritakan riwayat secara kronologis, namun pasien yang kacau sulit

untuk diwawancara, karena kronologi peristiwa membingungkan. Dalam hal ini,

menghubungi sumber informasi lain, seperti anggota keluarga dan teman, dapat berguna

untuk memperjelas cerita pasien.2,3

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Episode penyakit terdahulu baik medis maupun psikiatri dijelaskan di sini. Idealnya,

catatan mendetail mengenai kelainan psikologis maupun biologis yang mendasari dan yang

telah ada sebelumnya dijelaskan pada poin ini. Gejala pasien, derajat ketidakmampuan, jenis

tatalaksana yang diterima, nama rumah sakit tempat dirawat, durasi tiap kali sakit, efek

pengobatan sebelumnya, dan derajat kepatuhan, semuanya harus digali dan dicatat secara

kronologis. Penyebab, keluhan, dan tatalaksana penyakit serta efek penyakit apapun yang

pernah dialami pasien harus dicatat.2,3

d. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga mencakup deskripsi kepribadian dan tingkat intelegensi berbagai

orang di rumah, apakah ada penyalahgunaan alkohol atau perilaku anti sosial dalam keluarga,

apakah pasien menggangap anggotanya bersifat suportif, acuh tak acuh, atau destruktif.2

e. Riwayat Pribadi

Selain mempelajari penyakit dan situasi kehidupan pasien saat ini, pemeriksa perlu

memahami secera menyeluruh masa lalu pasien dan hubungannya dengan masalah emosional

yang ada sekarang. Riwayat pribadi biasanya dibagi menjadi periode perkembangan utama,

masa kanak-kanak akhir, dan masa dewasa. Emosi dominan yang berkaitan dengan berbagai

periode kehidupan (contohnya yang menyakitkan, menyebabkan stress, atau menimbulkan

konflik) harus dicatat.2

f. Pemeriksaan Status Mental

Pemeriksaan status mental merupakan bagian dari pengkajian klinis yang

mendeskripsikan keseluruhan observasi yang dilakukan oleh pemeriksa dan kesan yang

didapatkan dari pasien psikatri saat dilakukan wawancara. Walaupun riwayat pasien tetap

stabil, status mental pasein dapat berubah. Pemeriksaan status mental adalah gambaran

penampilan pasien, cara bicara, tindakanm dan pikiran selama wawancara. Bahkan bila

3

Page 4: Pbl Blok 22 Singgih

pasien membisu, inkoheren, atau menolak menjawab pertanyaa, dokter dapat memperoleh

segudang informasi berdasarkan pengamatan yang cermat.2,3

Kriteria pemeriksaan status mental meliputi : 2,3

1. Penampilan

2. Gaya bicara

3. Mood

4. Pikiran

5. Persepsi

6. Sensorium

a. Kewaspadaan

b. Orientasi

c. Konsentrasi

d. Ingatan

e. Kemampuan berhitung

f. Dasar pengetahuan

g. Penelaran abstrak

7. Tilikan

8. Penilaian

Pemeriksaan Fisik

Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu

pemeriksaan fisik lengkap. Keluhan dimasukkan ke dalam tiga kategori yaitu fisik, jiwa, dan

interaksi sosial.2

Pemeriksaan Psikiatri ( Keadaan Mental ): 2,3

Perilaku umum : penampilan , perilaku di bangsal sejak awal masuk rumah sakit,

sikap terhadap rumah sakit, dokter, perawat, pasien lain, kegiatan makan, tidur, dsb.

Berbicara : uraikan cara pasien bicara, bukan apa yang dibicarakan. Banyak atau

sedikit, berbicara spontan atau hanya menjawab pertanyaan. Kecepatan dan koherensi.

Afek: tidak hanya kegembiraan atau kesedihan, tetapi iritabilitas, kebingungan ,

ketakutan, ansietas, . datar atau berubah-ubah, penyebab perubahan, sesuai atau tidak

sesuai. Ikap terhadap masa depan, masa lalu, dan masa sekarang. Pikiran untuk bunuh

diri.

4

Page 5: Pbl Blok 22 Singgih

Pola Pikir : mampu berpikir dalam bentuk abstrak (ujilah dengan berbagai pepatah

dan catat jawabannya ) secara konstan dengan alur bicara yang tidak terputus-putus.

Apakah pasien mengalami bloking, tekanan atau kekosongan pikiran.

Isi Pikir : uraikan dengan lengkap isi piker , problem dan preokupasi.

Waham dan salah interpetasi : keraguan terhadap lingkungan , ideas of reference,

persecution. Apakah ada wahan nihilistic , kebesaran , bersalah, hipokondriasis dsb.

Halusinasi dan kelainan persepsi lainnya : apakah ada gangguan dalam penglihatan,

pendengaran , taktil yang pasien terima berdasarkan sumber dan sifatnya, atau

khayalan yang timbul pada diri sendiri .

Fenomena obsesi : isi obsesi dan seberapa kuat dia mempertahankannya . kesadaran

terhadap keanehan yang dia lakukan. Hubungannya dengan keadaan emosi .

hubungannya dengan tindakan konfulsif dan keagamaan.

Orientasi : mengetahui nama, identitas, tempat waktu, tanggal , orang lain ,

lingkungan rumah sakit.

Daya ingat ; dapat dinilai dari kemampuan pasien menjelaskan riwayatnya. Tes daya

ingat pasien terhadap kejadian yang baru terjadi dan kejadian masa lalu , daya ingat

terhadap daftar angka, nama dan alamat.

Perhatian dan kosentrasi : mudah dialihkan, preokupasi. Ujilah kemampuan pasien

untuk menyebutkan tanggal , dan bulan berurutan dari belakang secara berurutan.

Ujilah kemampuan pasien untuk menyebutkan angka pengurangan 7 dari 100, missal

100, 93, 86, dan seterusnya.

Pengetahuan umum : ujilah berdasarkan pengalaman dan pendidikan pasien , gunakan

peristiwa yang baru terjadi nama , nama mentri , presiden, ibu kota, dan lain

sebagainya.

Insight dan Judgement : sikap terhadap keadaan saat ini. Merasa sakit? Perlu

pengobatan? Rencana masa depan ? sikap terhadap keuangan, keluarga ataupun etika.

Selain itu, gejala fisik seperti nyeri kepala, palpitasi memerlukan pemeriksaan medis

yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari proses somatic, bila ada, yang berperan

menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang sama dapat digunakan pada gejala mental

misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham yang bisa jadi merupakan ekspresi dari

proses somatic. Jika masalahnya jelas-jelas terbatas pada lingkungan sosial mungkin tidak

ada indikasi khusus untuk melakukan pemeriksaan fisik.3

5

Page 6: Pbl Blok 22 Singgih

Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu menunda pemeriksaan medis lengkap.

Misalnya, pasien dengan waham atau panic dapat menunjukkan perlawanan atau sikap

bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis harus diperoleh daru anggota

keluarganya bila memungkinkan, namun kecuali ada alasan yang mendesak untuk

melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai pasien menurut.3

Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan apabila pemeriksa ingin mengungkapkan

asimetri fungsi motorik, persepsi, dan reflex pada kedua sisi tubuh yang disebabkan oleh

penyakit hemisferik fokal.3

Pemeriksaan Penunjang

Uji laboratorium merupakan bagian dari pengkajian dan penatalaksanaan psikiatri.

Namun, pada umumnya psikiater lebih mengandalkan pemeriksaan klinis dan gejala pasien

dibandingkan dengan uji laboratorium. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan dalam membantu diagnosa adalah sebagai berikut :4

a. Uji Fungsi Tiroid

Uji ini digunakan untuk menyingkirikan hipotiroidisme yang dapat menimbulkan

gejala depresi. Pada sejumlah studi hingga 10 persen pasien yang mengeluh depresi serta

kelelahan terkait ternyata mengalami penyakit hipotiroidisme insipient. Tanda dan gejala

terkait lain yang umum terdapat pada baik depresi maupun hipotiroidisme meliputi

kelemahan, kekakuan, tidak nafsu makan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, bicara

melambat, apati, memori terganggu, dan bahkan halusinasi serta waham.

b. Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal dilakukan pada pasien yang mendadak memiliki manifestasi gejala

psikiatri baru, khususnya perubahan kognisi. Dokter harus sangat waspada jika terjadi demam

atau gejala neurologis seperti kejang. Pungsi lumbal juga berguna untuk mendiagnosis infeksi

susunan saraf pusat (misalnya meningitis).

c. Uji Urine untuk Penyalahgunaan Obat

Sejumlah zat dapat terdeteksi dalam urine pasien bile urine tersebut diuji dalam waktu

spesifik setelah ingesti. Uji laboratorium ini digunakan untuk mendeteksi zat yang mungkin

berperan menimbulkan gangguan kognitif.

6

Page 7: Pbl Blok 22 Singgih

Working Diagnosis

Gangguan Somatisasi

Gangguan somatisasi adalah gangguan-gangguan neurotic yang khas bercirikan

emosionalitas yang ekstrem , dan beruba menjadi simtom-simtom fisik. Simtom-simtom fisk

itu mungkin berupa kelumpuhan anggota-anggota tubuh, rasa sakit dan nyeri luar biasa, buta

tuli, tidak bisa bicara, muntah terus-menerus, kepala dan tangan gemetar, dan lain

sebagainya. Penderita yang mengalami gangguan somatoform itu mungkin mengalami

anesthesia dimanaia tidak peka terhadap rasa sakit .1,4,5

Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak dapat

dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini

biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali sebagai

“kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan

somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan

banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan

ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial

dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.1,4,5

Epidemiologi

Prevalensi gangguan somatisasi dalam populasi umum diperkirakan 0,1 sampai 0.2

persen walaupun beberapa kelompok riset yakin bahwa angka sebenarnya dapat lebih

mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki

5 hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak

mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laki-laki. Meskipun demikian, gangguan ini

adalah gangguan yang lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5

banding 1. Di antara pasien yang ditemui di tempat praktik dokter umum dan dokter keluarga,

sebanyak 5 sampai 10 persen dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan somatisasi.

Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling sering pada pasien

yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah.4-6,9

Etiologi dan Patofisiologi

Faktor Psikososial.

Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi sosial,

akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya harus pergi ke tempat kerja yang tidak

disukai), mengekspresikan emosi (contohnya marah kepada pasangan), atau menyimbolkan

suatu perasaan atau keyakinan (contohnya nyeri di usus). Di samping itu, sejumlah pasien

7

Page 8: Pbl Blok 22 Singgih

dengan gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak stabil dan mengalami

penyiksaan fisik.4

Faktor Biologis dan Genetik.

Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian yang khas dan

hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian input somatosensorik yang salah.

Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih, ketidakmampuan menghabituasi stimulus

berulang, pengelompokan konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan parsial

dan sirkumstansial, serta kurangnya selektivitas, seperti yang ditunjukkan sejumlah studi

potensial bangkitan.4

Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki komponen

genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga dan terjadi pada 10

hingga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien dengan gangguan somatisasi. Di

dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan

gangguan kepribadian antisosial.4

Penelitian sitokin, dapat relevan dengan gangguan somatisasi dan gangguan soma-

toform lain. Sitokin adalah molekul pembawa pesan yang digunakan sistem imun untuk

berkomunikasi di dalam dirinya dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Beberapa percobaan

pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan sejumlah gejala

nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti hypersomnia, anoreksia, lelah, dan depresi.

Walaupun belum ada data yang menyokong hipotesis, pengaturan abnormal sistem sitokin

dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang ditemukan pada gangguan somatoform.4

Manifestasi Klinis

Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat

medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain selama kehamilan), kesulitan

menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek tidak berkaitan dengan olahraga,

amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi adalah gejala yang paling lazim ditemui.

Pasien sering meyakini bahwa telah sakit selama sebagian besar hidup mereka. gejala

pseudoneurologis mencakup gangguan koordinasi atau keseimbangan, kesulitan menelan atau

benjolan di tenggorok, afonia, retensi urine, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri,

penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hilang kesadaran selain pingsan.1,4

Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada gangguan ini;

ansietas dan depresi adalah keadaan psikiatri yang paling sering. Ancaman bunuh diri lazim

ada tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang terjadi. Jika terjadi bunuh diri biasanya

8

Page 9: Pbl Blok 22 Singgih

sering terkait penyalahgunaan zat. Riwayat medis pasien sering berbelit-belit, samar, tidak

pasti, tidak konsisten, dan kacau.4,6

Pasien menggambarkan keluhannya dengan cara yang dramatik, emosional dan

berlebihan, dengan bahasa yang jelas dan berwarna; mereka dapat bingung dengan urutan

waktu dan tidak dapat membedakan dengan jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien

perempuan dengan gangguan somatisasi dapat berpakaian dengan cara yang ekshibisionistik.

Pasien dapat dianggap sebagai seseorang yang tidak mandiri, terpusat pada diri sendiri, haus

pemujaan, dan manipulatif.4-7

Klinis harus selalu menyingkirkan keadaan medis nonpsikiatri yang dapat

menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukkan kelainan yang

sementara dan nonspesifik pada kelompok usia yang sama. Gangguan medis ini mencakup

sklerosis multipel (MS), miastenia gravis, systemic lupus erythematosus (SLE), acquired

immune deficiency syndrome (AIDS), hiperparatiroidisme dan hipertiroidisme.4,5

Banyak gangguan jiwa dipertimbangkan dalam diagnosis banding, yang dipersulit

pengamatan bahwa sedikitnya 50 persen pasien dengan gangguan somatisasi juga memiliki

gangguan jiwa lain bersamaan. Pasien dengan gangguan depresif berat, gangguan ansietas

menyeluruh dan skizofrenia semuanya dapat memiliki keluhan awal yang berpusat pada

gejala somatik. Walaupun pasien dengan gangguan panik dapat mengeluhkan banyak gejala

somatik yang berkaitan dengan serangan paniknya, mereka tidak terganggu oleh gejala

somatik di antara serangan panik.4

Di antara semua gangguan somatoform, hipokondriasis. gangguan konversi, dan

gangguan somatisasi nyeri, pasien dengan hipokondriasis memiliki keyakinan salah bahwa

mereka memiliki penyakit tertentu, sedangkan pasien dengan gangguan somatisasi

mengkhawatirkan banyak gejala. Gejala gangguan konversi terbatas pada satu atau dua

sistem neurologis bukannya gejala gangguan somatisasi yang sangat beragam. Gangguan

nyeri terbatas pada satu atau dua keluhan gejala nyeri.4,7

Penatalaksanaan

Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu dokter yang

diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinis terlibat, pasien memiliki

kesempatan lebih untuk mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat

pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan.

Kunjungan ini harus relatif singkat walaupun pemeriksaan fisik parsial harus dilakukan untuk

memberikan respon terhadap keluhan somatik baru. Prosedur laboratorium dan diagnostik

tambahan umumnya harus dihindari. Ketika diagnosis gangguan somatisasi telah ditegakkan

9

Page 10: Pbl Blok 22 Singgih

dokter yang merawat harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi empati bukan

sebagai ekspresi emosi, bukan sebagai keluhan medis. Meskipun demikian pasien dengan

gangguan somatisasi juga dapat memiliki penyakit fisik yang sesungguhnya. Oleh sebab itu,

dokter harus selalu menilai gejala mana yang harus diperiksa dan sampai seberapa jauh.

Strategi jangka panjang yang beralasan untuk dokter di tempat pelayanan primer yang

merawat pasien dengan gangguan somatisasi adalah meningkatkan kesadaran pasien akan

kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala sampai pasien mampu menemui

klinis kesehatan jiwa.4,6,7

Prognosis

Gangguan somatisasi adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering membuat tak

berdaya. Menurut definisi, gejala harus dimulai sebelum usia 30 tahun dan harus ada selama

beberapa tahun. Episode meningkatnya keparahan gejala dan timbulnya gejala yang baru

dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan dipisahkan periode yang tidak terlalu

simtomatik selama 9 hingga 12 bulan. Meskipun demikian. pasien dengan gangguan

somatisasi jarang selama lebih dari satu tahun tidak mencari perhatian medis. Sering terdapat

hubungan antara periode meningkatnya stres dan memberatnya gejala somatik.4,6,7

Differential Diagnosis

1. Hipokondriasis

Hipokondriasis didefinisikan sebagai preokupasi seseorang mengenai rasa takut

menderita, atau yakin memiliki penyakit berat. Rasa takut atau keyakinan ini muncul ketika

seseorang salah menginterpretasikan gejala atau fungsi tubuh. Istilah hipokondriasis berasal

dari istilah medis kuno hipokondrium (“di bawah rusuk'’) dan mencerminkan keluhan

abdomen yang lazim ada pada banyak pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis terjadi

akibat interpretasi yang tidak realistik atau tidak akurat mengenai gejala atau sensasi fisik,

walaupun tidak ada penyebab medis diketahui yang ditemukan. Preokupasi pasien

mengakibatkan distres yang signifikan pada mereka dan mengganggu kemampuan mereka

berfungsi dalam peran pribadi, sosial, maupun pekerjaan.1,4-6

Etiologi dan Patofisiologi

Hipokondriasis menunjukkan gejala yang mencerminkan adanya kesalahan

interpretasi gejala tubuh. Sejumlah data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis

memperkuat sensasi somatiknya, mereka memiliki ambang yang lebih rendah daripada

biasanya dan toleransi yang lebih rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Contohnya, yang

orang normal anggap sebagai tekanan abdomen, orang dengan hipokondriasis merasakannya

10

Page 11: Pbl Blok 22 Singgih

sebagai nyeri abdomen. Mereka dapat berfokus pada sensasi tubuh. salah menginterpretasi,

dan menjadi waspada terhadapnya karena skema kognitif yang salah.

Ada teori lain yang mengemukakan gejala hipokondriasis dipandang scbagai

permintaan untuk masuk ke dalam peran sakit yang diciptakan seseorang yang menghadapi

masalah yang tampaknya tidak dapat diselesaikan dan terlalu berat. Peranan sakit

menawarkan pelarian yang memungkinkan pasien menghindari kewajiban yang tidak

menyenangkan, menunda tantangan yang tidak diinginkan, dan dibebaskan dari tugas dan

kewajiban. Perkiraan 80 persen pasien dengan hipokondriasis dapat memiliki gangguan

ansietas atau depresif secara bersamaan.

Teori lain mengenai hipokondriasis menyatakan bahwa keinginan agresif dan

permusuhan terhadap orang lain dirubah (melalui represi dan displacement) menjadi keluhan

fisik. Kemarahan pasien dengan hipokondriasis berasal dari kekecewaan, penolakan, dan

kehilangan yang dialami di masa lalu, tetapi pasien mengekspresikan kemarahan mereka saat

ini dengan meminta tolong dan perhatian orang Iain. Hipokondriasis juga dipandang sebagai

pertahanan melawan rasa bersalah. rasa keburukan alami, dan ekspresi rendahnya harga diri,

serta tanda kepedulian diri yang berlebihan. Nyeri dan penderitaan somatik kemudian

menjadi cara pertobatan atau penebusan dan dapat dialami sebagai hukuman yang pantas

untuk kesalahan di masa lalu serta untuk rasa berdosa dan kejahatan seseorang.4

Manifestasi Klinis

Kriteria diagnostic hipokondriasis mengharuskan pasien memiliki preokupasi dengan

keyakinan yang salah bahwa mereka mengalami penyakit berat dan keyakinan yang salah

tersebut didasarkan pada kesalahan interpretasi tanda dan sensasi fisik. Keyakinan tersebut

harus ada selama sedikitnya 6 bulan. walaupun tanpa adanya temuan patologis pada

pemeriksaan neurologis atau medis. Gejala hipokondriasis harus memiIiki intensitas yang

menyebabkan distres emosional atau mengganggu kemampuan pasien untuk berfungsi di

dalam area penting kehidupan. Klinisi dapat merinci adanya tilikan buruk; pasien secara

konsekuen tidak menyadari bahwa kekhawatiran mereka mengenai penyakit berlebihan, serta

tetap mempertahankan kelainan walau telah diberitahu atau dibujuk bahwa ia tidak memiliki

kelaianan seperti yang dialaminya. Pendirian mereka bertahan walaupun hasil laboratorium

negatif, tetapi keyakinan mereka tidak sekuat seperti pada waham. Hipokondriasis sering

disertai gejala depresi dan ansietas, dan sering timbul bersamaan dengan gangguan ansietas

serta gangguan depresif.1,4

Keadaan hipokondriak singkat dapat terjadi setelah adanya stres berat, paling sering

adalah kematian atau penyakit berat seseorang yang penting bagi pasien, atau suatu penyakit

11

Page 12: Pbl Blok 22 Singgih

berat (mungkin mengancam nyawa) yang telah sembuh tetapi membuat pasien untuk

sementara hipokondriak. Keadaan tersebut yang ada kurang dari 6 bulan harus didiagnosis

sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan. Respons hipokondriak singkat

terhadap stres eksternal umumnya membaik ketika stresnya hilang, tetapi bisa menjadi kronis

jika diperkuat oleh orang di dalam sistem sosial pasien atau oleh profesional kesehatan.4

Secara singkat kriteria diagnostiknya dapat diringkas sebagai berikut :1,4

a. Preokupasi dengan rasa takut atau gagasan bahwa sesorang memiliki penyakit serius

berdasarkan pada kesalah interpretasi seseorang terhadap gejala tubuh.

b. Preokupasi tetep ada walaupun telah dilakukan evaluasi dan penjelasan medis yang

sesuai.

c. Preokupasi ini menimbulan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di

dalam fungsi social, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.

d. Durasi gangguan sedikitnya 6 bulan.

e. Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguang ansietas menyeluruh,

gangguan obsesif kompulsif, gangguan panic, episode depresif berat, ansietas

perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Penatalaksanaan

Pasien dengan hipokondriasis biasanya resisten terhadap terapi psikiatri. walaupun

beberapa pasien menerima terapi ini jika dilakukan dalam lingkup medis dan berfokus pada

pengurangan stres dan edukasi untuk menghadap penyakit kronis. Psikoterapi kelompok

sering menguntungkan bagi pasien seperti ini. sebagian karena psikoterapi kelompok

memberikan dukungan sosial dan interaksi sosial yang tampaknya mengurangi ansietasnya.

Bentuk psikoterapi lain, seperti psikoterapi berorientasi tilikan individual, terapi perilaku,

terapi kognitif dan hipnosis dapat berguna bagi pasien.4,6

Pemeriksaan fisik yang terjadwal rutin sering berguna untuk meyakinkan pasien

bahwa dokter tidak mengabaikan mereka dan keluhan mereka dianggap serius. Meskipun

demikian, prosedur diagnostik dan prosedur terapeutik yang invasif sebaiknya dilakukan jika

bukti objektif mengharuskannya. Jika memungkinkan, klinisi harus berhenti menatalaksana

temuan hasil pemeriksaan fisik yang tidak jelas atau kurang penting.4,7

Farmakoterapi meringankan gejala hipokondriak hanya jika pasien memiliki keadaan

yang berespons terhadap obat yang mendasarinya, seperti gangguan ansietas atau gangguan

depresif berat. Jika hipokondriasis terjadi sekunder akibat gangguan jiwa primer lain,

gangguan tersebut juga harus ditangani. Jika hipokondriasis merupakan reaksi situasional

12

Page 13: Pbl Blok 22 Singgih

yang singkat, klinisi harus membantu pasien menghadapi stres tanpa mendukung perilaku

penyakit dan manfaat peran sakit sebagai solusi masalah mereka.6,7

Prognosis

Perjalanan gangguan hipokondriasis biasanya episodik. Episodenya berlangsung

bulanan hingga tahunan dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjangnya. Mungkin

terdapat hubungan yang jelas antara eksaserbasi gejala hipokondriasis dan stresor psikososial.

Menurut perkiraan sepertiga hingga setengah pasien dengan hipokondriasis akhirnya

membaik secara bermakna. Prognosis yang baik dikaitkan dengan status sosio-ekonomik

yang tinggi, depresi atau ansietas yang responsif terhadap terapi, awitan gejala yang

mendadak, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya keadaan medis nonpsikiatri

terkait. Sebagian besar anak dengan hipokondriasis membaik di masa remaja akhir atau masa

dewasa awal.4

2. Gangguan Ansietas

Gangguan cemas merupakan keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang

disertai dengan keluhan somatik yang diperlihatkan dengan hiperaktifitas sistem syaraf

otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali

merupakan suatu emosi yang normal. Gangguan cemas dan ketakutan sering disalahartikan.

Ketakutan biasanya timbul akibat adanya ancaman yang spesifik, sedangkan gangguan cemas

timbul akibat adanya ancaman yang belum jelas. Perasaan tidak berdaya dan tidak adekuat

dapat terjadi, disertai perasaan terasing dan tidak aman. Intensitas perasaan ini dapat ringan

atau berat dan kadang bisa menimbulkan kepanikan.1,4

Teori tentang gangguan cemas dibedakan menjadi dua, yaitu :1,4,5

1. Teori Psikologis

a. Teori Psikoanalitik

Freud menyatakan bahwa kecemasan sebagai sinyal, yang menyadarkan ego untuk

mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam diri misal dengan

menggunakan mekanisme represi, bila berhasil maka terjadi pemulihan

keseimbangan psikologis tanpa adanya gejala cemas. Jika represi tidak berhasil

sebagai suatu pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang lain,

misalnya konversi, regresi.

b. Teori Perilaku

Teori ini mengatakan bahwa kecemasan merupakan suatu respon terhadap stimuli

lingkungan keluarga.

c. Teori Eksistensial

13

Page 14: Pbl Blok 22 Singgih

Suatu konsep dan teori, bahwa bila seseorang sadar akan adanya kehampaan yang

menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu daripada penerimaan

tentang kenyataan kehilangan/ kematian seseorang yang tidak dapat dihindari.

Kecemasan adalah respons seseorang terhadap kehampaan eksistensi tersebut.

2. Teori Biologis

a. Sistem Saraf Otonom

Stimuli sistem saraf otonom menimbulkan gejala-gejala tertentu, seperti takikardi,

nyeri kepala, diare dan sebagainya.

b. Neuro transmiter

Tiga neurotrasmiter utama yang berperan dalam gangguan cemas yaitu:

norepinefrin, serotonin dan gamma-aminobutyric acid.

c. Penelitian Genetika

Menurut liasil penelitian genetika, hampir sebagian besar penderita gangguan

panik memiliki paling sedikit satu saudara yang juga menderita gangguan

tersebut.

Etiologi

Gangguan cemas merupakan pikiran-pikiran negatif yang dialami seseorang yang

semakin lama semakin kuat. Hal ini terjadi akibat :4

a. Kurangnya pengetahuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan

dan perkembangan lingkungan sosial.

b. Kurangnya dukungan dari orang tua, teman sebaya atau lingkungan masyarakat

sekitar.

c. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tekanan yang ada.

Klasifikasi gangguan cemas dibedakan menjadi :

a. Gangguan Panik

Dua kriteria gangguan panik: gangguan panik tanpa agoraphobia dan gangguan panik

dengan agoraphobia. Kedua gangguan panik ini harus ada serangan panik.

Gambaran Klinis:

- Serangan panik pertama seringkali spontan

- Ketakutan berlebihan

- Tidak mampu menjelaskan sumber ketakutannya

- Bingung, sulit konsentrasi

- Takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat

b. Gangguan Fobia

14

Page 15: Pbl Blok 22 Singgih

Fobia adalah ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran secara

sadar terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Ada dua jenis fobia, yaitu

fobia spesifik. fobia sosial. Pedoman diagnostic fobia yaitu rasa takut yang jelas,

menetap dan berlebihan atau tidak beralasan.

c. Gangguan Obsesif-Kompulsif

Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak

dikehendaki. Kompulsif adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan

dan tidak dikehendaki.

d. Reaksi Stres Akut

Gangguan sementara yang cukup parah, terjadi pada seseorang tanpa adanya

gangguan jiwa lain muncul respons tcrhadap stres fisik maupun mental dan biasanya

menghilang dalam bcberapa jam atau hari. Stresornya dapat bcrupa pengalaman

traumatik yang luar biasa. Gejala stressnya dapat menghilang dengan cepat.

e. Gangguan Anxictas Menyeluruh

Kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan terhadap aktivitas atau pcristiwa

tcrtentu, bcrlangsung hampir setiap hari selama 6 bulan atau lebih. Gambaran esensial

pada gangguan ini adalah adanya anxietas yang menyeluruh dan menetap (bertahan

lama). Gejala-gejala ini biasanya mencakup kecemasan tentang masa depan,

ketegangan motorik, over aktivitas otonomik.

f. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi

Kategori campuran ini harus digunakan bilamana terdapat gejala anxietas maupun

depresi, di mana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup

berat untuk menegakkan diaognosis tersendiri.

Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala dari gangguan cemas dibedakan menjadi :4,6,7

a. Keluhan Kognitif dan Psikologis

- Perasaan cemas, khawatir

- Ragu-ragu untuk bertindak atau memutuskan sesuatu

- Takut mati, takut menjadi gila

- Insomnia, sulit untuk memulai tidur (early insomnia)

- Mudah marah (iritable)

b. Keluhan Fisik

- Neurologik dan Vaskuler: sakit kepala, pusing, dizziness, pandangan kabur

- Kardiovaskuler: palpitasi, nyeri dada

15

Page 16: Pbl Blok 22 Singgih

- Respirasi: napas pendek, dispnoe, hiperventilasi (frekuensi napas sering)

- Gastrointestinal: mulut kering, nausea, vomitus, diare

- Genitourinarius: sering berkemih, nyeri saat berkemih

- Sistem Muskuloskeletal: nyeri otot leher

- Kulit: keringat berlebihan, telapak tangan dan kaki basah dan terasa dingin

Penatalaksanaan

Penanganan gangguan cemas :4,6,7

a. Non Farmakologi

- Pendekatan psikologis

- Pendekatan psikodinamika

- Pendekatan humanistik

- Pendekatan biologis

- Pendekatan belajar

- Penerapan pola hidup sehat

b. Farmakologi

- Antiansietas

- Golongan Benzodiazepin

- Buspiron

- Antidepresi

- Golongan Serotonin Norepinephrin Reuptake Inhibitors (SNRI)

3. Gangguan Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan

alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan

nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak

berdaya, serta bunuh diri. Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh

hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah

keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari

isi emosional saat itu.1,4

Etiologi

Faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor

genetik, dan faktor psikososial.4,5

a. Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik,

seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5

16

Page 17: Pbl Blok 22 Singgih

methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien

gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan

epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri,

beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Selain itu aktivitas dopamin pada depresi

adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi

dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti

parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin,

seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi.

b. Faktor Genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota

keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2

sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum.

c. Faktor Psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan

objek yang dicintai, hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, penurunan kesehatan,

peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif .

Manifestasi Klinik

Perubahan Fisik :4,6,7

- Penurunan nafsu makan

- Gangguan tidur

- Kelelahan dan kurang energi

- Agitasi

- Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisik

Perubahan Pikiran :4

- Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit

mengingat informasi

- Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar

- Kurang percaya diri

- Merasa bersalah dan tidak mau dikritik

- Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi

- Adanya pikiran untuk bunuh diri

Perubahan Perasaan :4

- Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan melakukan hubungan

suami istri

17

Page 18: Pbl Blok 22 Singgih

- Merasa bersalah, tak berdaya

- Tidak adanya perasaan

- Merasa sedih

- Sering menangis tanpa alas an yang jelas

- Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif

Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari :4

- Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan

- Menghindari membuat keputusan

- Menunda pekerjaan rumah

- Penurunan aktivitas fisik dan latihan

- Penurunan perhatian terhadap diri sendiri

- Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang

Gejala Utama :4

- Perasaan depresif

- Hilangnya minat dan semangat

- Mudah lelah dan tenaga hilang

- Konsentrasi dan perhatian menurun

- Harga diri dan kepercayaan diri menurun

- Perasaan bersalah dan tidak berguna

- Pesimis terhadap masa depan

- Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri

- Gangguan tidur

- Gangguan nafsu makan

- Menurunnya libido

Penatalaksanaan

Dalam mengatasi depresi dalam diri seseorang diperlukan adanya dukungan sosial

yang terdiri dari 4 jenis :4,6,7

a. Dukungan emosional

Dukungan ini meliputi ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian baik dari teman

maupun keluarga. Kehangatan dan kepedulian yang diberikan oleh orang lain, akan

memungkinkan orang yang mengalami stres, menghadapinya lebih tenang.

b. Dukungan Penghargaan

18

Page 19: Pbl Blok 22 Singgih

Dukungan penghargaan yang umumnya diberikan melalui ungkapan penghormatan

(penghargaan) akan hal – hal yang positif yang dimiliki seseorang, dukungan untuk

maju atau persetujuan atas gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif

orang itu dengan orang lain.

c. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental meliputi penyediaan dukungan material seperti pelayanan,

bantuan finansial atau barang. Hubungan antara dukungan instrumentral dan

kesehatan dapat diterangkan dengan jelas melalui satu pengertian yaitu seseorang

mempunyai kebutuhan instrumental tertentu dan orang lain dapat menolongnya untuk

memenuhi kebutuhan tersebut.

d. Dukungan Informatif

Dukungan informatif ini mencakup pemberian nasihat-nasihat, petunjuk, saran, atau

umpan balik. Keluarga atau teman dapat memberikan dukungan informatif dengan

memberikan saran tentang apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun penunjang, wanita usia

51 tahun ini diduga menderita penyakit gangguan somatisasi karena pada pemeriksaan semua

hasilnya ditemukan normal, sudah berobat ke beberapa dokter tetapi tidak kunjung sembuh,

sakit yang dirasakan hampir seluruh tubuh dan menjalar dari satu daerah ke daerah lagi, oleh

karena itu dapat disimpulkan pasien menderita gangguan somatisasi.

Daftar Pustaka

1. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas ppdgj-III. Jakarta : PT. Nuh Jaya;

2003. h. 72-86.

2. Soegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta : Pusat Penerbit

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.

h.35-7.

3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2010. h. 104-6, 230-

1.

4. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta :

EGC; 2010. h. 1-323.

5. Semiun Y. Kesehatan mental 2. Yogyakarta : Kanisius; 2010 .h. 374-90.

6. Hibbert A, Godwin A, Dear F. Rujukan cepat psikiatri. Jakarta : EGC; 2009. h. 156.

7. Residen Bagian Psikiatri UCLA. Psikiatri. Jakarta: EGC; 1997. h. 223-34.

19