Page 1
Gangguan Somatisasi pada Wanita Lansia
Singgih Arto*
10-2012-005
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
*Alamat Korespendensi:
Singgih Arto
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected]
Skenario 7
Seorang perempuan usia 51 tahun datang ke dokter dengan keluhan-keluhan fisik,
rasa tidak enak di perut, kembung, terasa naik ke atas sehingga pasien merasa sesak, keluhan
lain rasa sakit di dada kiri yang kadang menyebar ke bagian kanan. Keluhan lain ada rasa
pegal di leher dan kesemutan di tungkai atas sampai ke dua belah kaki. Keluhan ini sudah
berlangsung sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu dan sudah mendapat pengobatan dari
beberapa dokter. Ditambahkan bahwa siklus menstruasi pasien normal.
Pendahuluan
Istilah somatisasi / somatoform berasal dari bahasa yunani , yaitu soma yang berarti
bagian tubuh dan gangguan somatoform adalah sekelompok penyakit yang luas dan memiliki
tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utamanya. Gangguan ini
mencangkup interaksi tubuh dan pikiran ( body-mind ) , yang menurut pemeriksaan fisik dan
laboratorium tidak menunjukan adanya terkekaitan dengan keluhan – keluhan pasien.
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-
ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan
yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas
kemungkinan kaitan anatara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan
yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala ansietas dan depresi. Dalam
1
Page 2
rangka untuk memenuhi kriteria untuk gangguan somatoform, gejala fisik harus cukup serius
untuk mengganggu pekerjaan pasien atau hubungan, dan harus gejala yang tidak di bawah
kontrol sukarela pasien.
Anamnesis
Pada anamnesis, anamnesis bisa langsung ditanyakan kepada pasien secara langsung
atau bisa melakukan anmnesis kepada keluarga pasien jika kesadaran pasien sangat
terganggu. Selain data-data pribadi seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan keluhan
utama, perlu ditanyakan riwayat penyakit dulu dan sekarang. Riwayat penyakit dulu meliputi
pertanyaan yang menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit
tertentu yang memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang.
Sedangkan riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis, terinci,
dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien
datang berobat.2
a. Keluhan Utama
Keluhan utama harus dicatat secara lengkap bahkan apabila pasien tidak dapat
berbicara, dan deskripsi mengenai orang yang memberikan informasi harus disertakan.
Penjelasan pasien, tak peduli betapa aneh atau tidak relevan, harus dicatat menggunakan kata-
kata pasien pada bagian keluhan utama. Individu lain yang hadir sebagai sumber informasi
nantinya dapat menceritakan versi mereka tentang kejadian saat itu pada bagian riwayat
penyakit sekarang.2,3
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang memberikan gambaran komprehensif dan kronologis
mengenai kejadian yang mengarahkan ke peristiwa terkini dalam kehidupan pasien. Bagian
riwayat ini mungkin adalah yang paling membantu dalam menegakkan diagnosis: Kapan
awitan episode sekarang, dan apa kejadian pencetus atau pemicu terdekat yang
menimbulkannya? Mengetahui kepribadian pasien yang sebelumnya sehat juga membantu
memberikan perspektif mengenai pasien yang kini sakit.
Evolusi gejala pasien harus ditentukan dan dirangkum dalam susunan yang teratur dan
sistematik. Semakin mendetail riwayat penyakit sekarang, semakin besar kemungkinan
dokter untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Pemicu apa di masa lalu yang menjadi
bagian rantai peristiwa yang mengarahkan ke kejadian yang baru terjadi? Bagaimana
penyakit pasien memengaruhi aktivitas kehidupannya (misalnya pekerjaan, hubungan yang
penting)? Bagaimana sifat disfungsi (misalnya detail mengenai perubahan faktor seperti
2
Page 3
kepribadian, memori, atau cara berbicara)? Adakah gejala psikofisiologis? Bila ada, harus
dijelaskan lokasi, intensitas, dan fluktuasinya. Adanya hubungan antara gejala fisik dengan
psikologis harus dicatat. Deskripsi mengenai ansietas pasien saat ini, baik menyeluruh dan
nonspesifik (mengambang bebas) atau secara spesifik berkaitan dengan situasi tertentu, akan
sangat membantu. Bagaimana pasien mengatasi ansietas ini? Pasien yang cukup teratur
biasanya mampu menceritakan riwayat secara kronologis, namun pasien yang kacau sulit
untuk diwawancara, karena kronologi peristiwa membingungkan. Dalam hal ini,
menghubungi sumber informasi lain, seperti anggota keluarga dan teman, dapat berguna
untuk memperjelas cerita pasien.2,3
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Episode penyakit terdahulu baik medis maupun psikiatri dijelaskan di sini. Idealnya,
catatan mendetail mengenai kelainan psikologis maupun biologis yang mendasari dan yang
telah ada sebelumnya dijelaskan pada poin ini. Gejala pasien, derajat ketidakmampuan, jenis
tatalaksana yang diterima, nama rumah sakit tempat dirawat, durasi tiap kali sakit, efek
pengobatan sebelumnya, dan derajat kepatuhan, semuanya harus digali dan dicatat secara
kronologis. Penyebab, keluhan, dan tatalaksana penyakit serta efek penyakit apapun yang
pernah dialami pasien harus dicatat.2,3
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga mencakup deskripsi kepribadian dan tingkat intelegensi berbagai
orang di rumah, apakah ada penyalahgunaan alkohol atau perilaku anti sosial dalam keluarga,
apakah pasien menggangap anggotanya bersifat suportif, acuh tak acuh, atau destruktif.2
e. Riwayat Pribadi
Selain mempelajari penyakit dan situasi kehidupan pasien saat ini, pemeriksa perlu
memahami secera menyeluruh masa lalu pasien dan hubungannya dengan masalah emosional
yang ada sekarang. Riwayat pribadi biasanya dibagi menjadi periode perkembangan utama,
masa kanak-kanak akhir, dan masa dewasa. Emosi dominan yang berkaitan dengan berbagai
periode kehidupan (contohnya yang menyakitkan, menyebabkan stress, atau menimbulkan
konflik) harus dicatat.2
f. Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental merupakan bagian dari pengkajian klinis yang
mendeskripsikan keseluruhan observasi yang dilakukan oleh pemeriksa dan kesan yang
didapatkan dari pasien psikatri saat dilakukan wawancara. Walaupun riwayat pasien tetap
stabil, status mental pasein dapat berubah. Pemeriksaan status mental adalah gambaran
penampilan pasien, cara bicara, tindakanm dan pikiran selama wawancara. Bahkan bila
3
Page 4
pasien membisu, inkoheren, atau menolak menjawab pertanyaa, dokter dapat memperoleh
segudang informasi berdasarkan pengamatan yang cermat.2,3
Kriteria pemeriksaan status mental meliputi : 2,3
1. Penampilan
2. Gaya bicara
3. Mood
4. Pikiran
5. Persepsi
6. Sensorium
a. Kewaspadaan
b. Orientasi
c. Konsentrasi
d. Ingatan
e. Kemampuan berhitung
f. Dasar pengetahuan
g. Penelaran abstrak
7. Tilikan
8. Penilaian
Pemeriksaan Fisik
Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu
pemeriksaan fisik lengkap. Keluhan dimasukkan ke dalam tiga kategori yaitu fisik, jiwa, dan
interaksi sosial.2
Pemeriksaan Psikiatri ( Keadaan Mental ): 2,3
Perilaku umum : penampilan , perilaku di bangsal sejak awal masuk rumah sakit,
sikap terhadap rumah sakit, dokter, perawat, pasien lain, kegiatan makan, tidur, dsb.
Berbicara : uraikan cara pasien bicara, bukan apa yang dibicarakan. Banyak atau
sedikit, berbicara spontan atau hanya menjawab pertanyaan. Kecepatan dan koherensi.
Afek: tidak hanya kegembiraan atau kesedihan, tetapi iritabilitas, kebingungan ,
ketakutan, ansietas, . datar atau berubah-ubah, penyebab perubahan, sesuai atau tidak
sesuai. Ikap terhadap masa depan, masa lalu, dan masa sekarang. Pikiran untuk bunuh
diri.
4
Page 5
Pola Pikir : mampu berpikir dalam bentuk abstrak (ujilah dengan berbagai pepatah
dan catat jawabannya ) secara konstan dengan alur bicara yang tidak terputus-putus.
Apakah pasien mengalami bloking, tekanan atau kekosongan pikiran.
Isi Pikir : uraikan dengan lengkap isi piker , problem dan preokupasi.
Waham dan salah interpetasi : keraguan terhadap lingkungan , ideas of reference,
persecution. Apakah ada wahan nihilistic , kebesaran , bersalah, hipokondriasis dsb.
Halusinasi dan kelainan persepsi lainnya : apakah ada gangguan dalam penglihatan,
pendengaran , taktil yang pasien terima berdasarkan sumber dan sifatnya, atau
khayalan yang timbul pada diri sendiri .
Fenomena obsesi : isi obsesi dan seberapa kuat dia mempertahankannya . kesadaran
terhadap keanehan yang dia lakukan. Hubungannya dengan keadaan emosi .
hubungannya dengan tindakan konfulsif dan keagamaan.
Orientasi : mengetahui nama, identitas, tempat waktu, tanggal , orang lain ,
lingkungan rumah sakit.
Daya ingat ; dapat dinilai dari kemampuan pasien menjelaskan riwayatnya. Tes daya
ingat pasien terhadap kejadian yang baru terjadi dan kejadian masa lalu , daya ingat
terhadap daftar angka, nama dan alamat.
Perhatian dan kosentrasi : mudah dialihkan, preokupasi. Ujilah kemampuan pasien
untuk menyebutkan tanggal , dan bulan berurutan dari belakang secara berurutan.
Ujilah kemampuan pasien untuk menyebutkan angka pengurangan 7 dari 100, missal
100, 93, 86, dan seterusnya.
Pengetahuan umum : ujilah berdasarkan pengalaman dan pendidikan pasien , gunakan
peristiwa yang baru terjadi nama , nama mentri , presiden, ibu kota, dan lain
sebagainya.
Insight dan Judgement : sikap terhadap keadaan saat ini. Merasa sakit? Perlu
pengobatan? Rencana masa depan ? sikap terhadap keuangan, keluarga ataupun etika.
Selain itu, gejala fisik seperti nyeri kepala, palpitasi memerlukan pemeriksaan medis
yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari proses somatic, bila ada, yang berperan
menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang sama dapat digunakan pada gejala mental
misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham yang bisa jadi merupakan ekspresi dari
proses somatic. Jika masalahnya jelas-jelas terbatas pada lingkungan sosial mungkin tidak
ada indikasi khusus untuk melakukan pemeriksaan fisik.3
5
Page 6
Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu menunda pemeriksaan medis lengkap.
Misalnya, pasien dengan waham atau panic dapat menunjukkan perlawanan atau sikap
bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis harus diperoleh daru anggota
keluarganya bila memungkinkan, namun kecuali ada alasan yang mendesak untuk
melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai pasien menurut.3
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan apabila pemeriksa ingin mengungkapkan
asimetri fungsi motorik, persepsi, dan reflex pada kedua sisi tubuh yang disebabkan oleh
penyakit hemisferik fokal.3
Pemeriksaan Penunjang
Uji laboratorium merupakan bagian dari pengkajian dan penatalaksanaan psikiatri.
Namun, pada umumnya psikiater lebih mengandalkan pemeriksaan klinis dan gejala pasien
dibandingkan dengan uji laboratorium. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan dalam membantu diagnosa adalah sebagai berikut :4
a. Uji Fungsi Tiroid
Uji ini digunakan untuk menyingkirikan hipotiroidisme yang dapat menimbulkan
gejala depresi. Pada sejumlah studi hingga 10 persen pasien yang mengeluh depresi serta
kelelahan terkait ternyata mengalami penyakit hipotiroidisme insipient. Tanda dan gejala
terkait lain yang umum terdapat pada baik depresi maupun hipotiroidisme meliputi
kelemahan, kekakuan, tidak nafsu makan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, bicara
melambat, apati, memori terganggu, dan bahkan halusinasi serta waham.
b. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal dilakukan pada pasien yang mendadak memiliki manifestasi gejala
psikiatri baru, khususnya perubahan kognisi. Dokter harus sangat waspada jika terjadi demam
atau gejala neurologis seperti kejang. Pungsi lumbal juga berguna untuk mendiagnosis infeksi
susunan saraf pusat (misalnya meningitis).
c. Uji Urine untuk Penyalahgunaan Obat
Sejumlah zat dapat terdeteksi dalam urine pasien bile urine tersebut diuji dalam waktu
spesifik setelah ingesti. Uji laboratorium ini digunakan untuk mendeteksi zat yang mungkin
berperan menimbulkan gangguan kognitif.
6
Page 7
Working Diagnosis
Gangguan Somatisasi
Gangguan somatisasi adalah gangguan-gangguan neurotic yang khas bercirikan
emosionalitas yang ekstrem , dan beruba menjadi simtom-simtom fisik. Simtom-simtom fisk
itu mungkin berupa kelumpuhan anggota-anggota tubuh, rasa sakit dan nyeri luar biasa, buta
tuli, tidak bisa bicara, muntah terus-menerus, kepala dan tangan gemetar, dan lain
sebagainya. Penderita yang mengalami gangguan somatoform itu mungkin mengalami
anesthesia dimanaia tidak peka terhadap rasa sakit .1,4,5
Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak dapat
dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini
biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali sebagai
“kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan
somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan
banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan
ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial
dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.1,4,5
Epidemiologi
Prevalensi gangguan somatisasi dalam populasi umum diperkirakan 0,1 sampai 0.2
persen walaupun beberapa kelompok riset yakin bahwa angka sebenarnya dapat lebih
mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki
5 hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak
mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laki-laki. Meskipun demikian, gangguan ini
adalah gangguan yang lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5
banding 1. Di antara pasien yang ditemui di tempat praktik dokter umum dan dokter keluarga,
sebanyak 5 sampai 10 persen dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan somatisasi.
Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling sering pada pasien
yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah.4-6,9
Etiologi dan Patofisiologi
Faktor Psikososial.
Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi sosial,
akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya harus pergi ke tempat kerja yang tidak
disukai), mengekspresikan emosi (contohnya marah kepada pasangan), atau menyimbolkan
suatu perasaan atau keyakinan (contohnya nyeri di usus). Di samping itu, sejumlah pasien
7
Page 8
dengan gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak stabil dan mengalami
penyiksaan fisik.4
Faktor Biologis dan Genetik.
Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian yang khas dan
hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian input somatosensorik yang salah.
Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih, ketidakmampuan menghabituasi stimulus
berulang, pengelompokan konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan parsial
dan sirkumstansial, serta kurangnya selektivitas, seperti yang ditunjukkan sejumlah studi
potensial bangkitan.4
Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki komponen
genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga dan terjadi pada 10
hingga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien dengan gangguan somatisasi. Di
dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan
gangguan kepribadian antisosial.4
Penelitian sitokin, dapat relevan dengan gangguan somatisasi dan gangguan soma-
toform lain. Sitokin adalah molekul pembawa pesan yang digunakan sistem imun untuk
berkomunikasi di dalam dirinya dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Beberapa percobaan
pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan sejumlah gejala
nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti hypersomnia, anoreksia, lelah, dan depresi.
Walaupun belum ada data yang menyokong hipotesis, pengaturan abnormal sistem sitokin
dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang ditemukan pada gangguan somatoform.4
Manifestasi Klinis
Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat
medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain selama kehamilan), kesulitan
menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek tidak berkaitan dengan olahraga,
amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi adalah gejala yang paling lazim ditemui.
Pasien sering meyakini bahwa telah sakit selama sebagian besar hidup mereka. gejala
pseudoneurologis mencakup gangguan koordinasi atau keseimbangan, kesulitan menelan atau
benjolan di tenggorok, afonia, retensi urine, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri,
penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hilang kesadaran selain pingsan.1,4
Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada gangguan ini;
ansietas dan depresi adalah keadaan psikiatri yang paling sering. Ancaman bunuh diri lazim
ada tetapi bunuh diri yang sesungguhnya jarang terjadi. Jika terjadi bunuh diri biasanya
8
Page 9
sering terkait penyalahgunaan zat. Riwayat medis pasien sering berbelit-belit, samar, tidak
pasti, tidak konsisten, dan kacau.4,6
Pasien menggambarkan keluhannya dengan cara yang dramatik, emosional dan
berlebihan, dengan bahasa yang jelas dan berwarna; mereka dapat bingung dengan urutan
waktu dan tidak dapat membedakan dengan jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien
perempuan dengan gangguan somatisasi dapat berpakaian dengan cara yang ekshibisionistik.
Pasien dapat dianggap sebagai seseorang yang tidak mandiri, terpusat pada diri sendiri, haus
pemujaan, dan manipulatif.4-7
Klinis harus selalu menyingkirkan keadaan medis nonpsikiatri yang dapat
menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukkan kelainan yang
sementara dan nonspesifik pada kelompok usia yang sama. Gangguan medis ini mencakup
sklerosis multipel (MS), miastenia gravis, systemic lupus erythematosus (SLE), acquired
immune deficiency syndrome (AIDS), hiperparatiroidisme dan hipertiroidisme.4,5
Banyak gangguan jiwa dipertimbangkan dalam diagnosis banding, yang dipersulit
pengamatan bahwa sedikitnya 50 persen pasien dengan gangguan somatisasi juga memiliki
gangguan jiwa lain bersamaan. Pasien dengan gangguan depresif berat, gangguan ansietas
menyeluruh dan skizofrenia semuanya dapat memiliki keluhan awal yang berpusat pada
gejala somatik. Walaupun pasien dengan gangguan panik dapat mengeluhkan banyak gejala
somatik yang berkaitan dengan serangan paniknya, mereka tidak terganggu oleh gejala
somatik di antara serangan panik.4
Di antara semua gangguan somatoform, hipokondriasis. gangguan konversi, dan
gangguan somatisasi nyeri, pasien dengan hipokondriasis memiliki keyakinan salah bahwa
mereka memiliki penyakit tertentu, sedangkan pasien dengan gangguan somatisasi
mengkhawatirkan banyak gejala. Gejala gangguan konversi terbatas pada satu atau dua
sistem neurologis bukannya gejala gangguan somatisasi yang sangat beragam. Gangguan
nyeri terbatas pada satu atau dua keluhan gejala nyeri.4,7
Penatalaksanaan
Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu dokter yang
diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinis terlibat, pasien memiliki
kesempatan lebih untuk mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat
pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan.
Kunjungan ini harus relatif singkat walaupun pemeriksaan fisik parsial harus dilakukan untuk
memberikan respon terhadap keluhan somatik baru. Prosedur laboratorium dan diagnostik
tambahan umumnya harus dihindari. Ketika diagnosis gangguan somatisasi telah ditegakkan
9
Page 10
dokter yang merawat harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi empati bukan
sebagai ekspresi emosi, bukan sebagai keluhan medis. Meskipun demikian pasien dengan
gangguan somatisasi juga dapat memiliki penyakit fisik yang sesungguhnya. Oleh sebab itu,
dokter harus selalu menilai gejala mana yang harus diperiksa dan sampai seberapa jauh.
Strategi jangka panjang yang beralasan untuk dokter di tempat pelayanan primer yang
merawat pasien dengan gangguan somatisasi adalah meningkatkan kesadaran pasien akan
kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala sampai pasien mampu menemui
klinis kesehatan jiwa.4,6,7
Prognosis
Gangguan somatisasi adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering membuat tak
berdaya. Menurut definisi, gejala harus dimulai sebelum usia 30 tahun dan harus ada selama
beberapa tahun. Episode meningkatnya keparahan gejala dan timbulnya gejala yang baru
dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan dipisahkan periode yang tidak terlalu
simtomatik selama 9 hingga 12 bulan. Meskipun demikian. pasien dengan gangguan
somatisasi jarang selama lebih dari satu tahun tidak mencari perhatian medis. Sering terdapat
hubungan antara periode meningkatnya stres dan memberatnya gejala somatik.4,6,7
Differential Diagnosis
1. Hipokondriasis
Hipokondriasis didefinisikan sebagai preokupasi seseorang mengenai rasa takut
menderita, atau yakin memiliki penyakit berat. Rasa takut atau keyakinan ini muncul ketika
seseorang salah menginterpretasikan gejala atau fungsi tubuh. Istilah hipokondriasis berasal
dari istilah medis kuno hipokondrium (“di bawah rusuk'’) dan mencerminkan keluhan
abdomen yang lazim ada pada banyak pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis terjadi
akibat interpretasi yang tidak realistik atau tidak akurat mengenai gejala atau sensasi fisik,
walaupun tidak ada penyebab medis diketahui yang ditemukan. Preokupasi pasien
mengakibatkan distres yang signifikan pada mereka dan mengganggu kemampuan mereka
berfungsi dalam peran pribadi, sosial, maupun pekerjaan.1,4-6
Etiologi dan Patofisiologi
Hipokondriasis menunjukkan gejala yang mencerminkan adanya kesalahan
interpretasi gejala tubuh. Sejumlah data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis
memperkuat sensasi somatiknya, mereka memiliki ambang yang lebih rendah daripada
biasanya dan toleransi yang lebih rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Contohnya, yang
orang normal anggap sebagai tekanan abdomen, orang dengan hipokondriasis merasakannya
10
Page 11
sebagai nyeri abdomen. Mereka dapat berfokus pada sensasi tubuh. salah menginterpretasi,
dan menjadi waspada terhadapnya karena skema kognitif yang salah.
Ada teori lain yang mengemukakan gejala hipokondriasis dipandang scbagai
permintaan untuk masuk ke dalam peran sakit yang diciptakan seseorang yang menghadapi
masalah yang tampaknya tidak dapat diselesaikan dan terlalu berat. Peranan sakit
menawarkan pelarian yang memungkinkan pasien menghindari kewajiban yang tidak
menyenangkan, menunda tantangan yang tidak diinginkan, dan dibebaskan dari tugas dan
kewajiban. Perkiraan 80 persen pasien dengan hipokondriasis dapat memiliki gangguan
ansietas atau depresif secara bersamaan.
Teori lain mengenai hipokondriasis menyatakan bahwa keinginan agresif dan
permusuhan terhadap orang lain dirubah (melalui represi dan displacement) menjadi keluhan
fisik. Kemarahan pasien dengan hipokondriasis berasal dari kekecewaan, penolakan, dan
kehilangan yang dialami di masa lalu, tetapi pasien mengekspresikan kemarahan mereka saat
ini dengan meminta tolong dan perhatian orang Iain. Hipokondriasis juga dipandang sebagai
pertahanan melawan rasa bersalah. rasa keburukan alami, dan ekspresi rendahnya harga diri,
serta tanda kepedulian diri yang berlebihan. Nyeri dan penderitaan somatik kemudian
menjadi cara pertobatan atau penebusan dan dapat dialami sebagai hukuman yang pantas
untuk kesalahan di masa lalu serta untuk rasa berdosa dan kejahatan seseorang.4
Manifestasi Klinis
Kriteria diagnostic hipokondriasis mengharuskan pasien memiliki preokupasi dengan
keyakinan yang salah bahwa mereka mengalami penyakit berat dan keyakinan yang salah
tersebut didasarkan pada kesalahan interpretasi tanda dan sensasi fisik. Keyakinan tersebut
harus ada selama sedikitnya 6 bulan. walaupun tanpa adanya temuan patologis pada
pemeriksaan neurologis atau medis. Gejala hipokondriasis harus memiIiki intensitas yang
menyebabkan distres emosional atau mengganggu kemampuan pasien untuk berfungsi di
dalam area penting kehidupan. Klinisi dapat merinci adanya tilikan buruk; pasien secara
konsekuen tidak menyadari bahwa kekhawatiran mereka mengenai penyakit berlebihan, serta
tetap mempertahankan kelainan walau telah diberitahu atau dibujuk bahwa ia tidak memiliki
kelaianan seperti yang dialaminya. Pendirian mereka bertahan walaupun hasil laboratorium
negatif, tetapi keyakinan mereka tidak sekuat seperti pada waham. Hipokondriasis sering
disertai gejala depresi dan ansietas, dan sering timbul bersamaan dengan gangguan ansietas
serta gangguan depresif.1,4
Keadaan hipokondriak singkat dapat terjadi setelah adanya stres berat, paling sering
adalah kematian atau penyakit berat seseorang yang penting bagi pasien, atau suatu penyakit
11
Page 12
berat (mungkin mengancam nyawa) yang telah sembuh tetapi membuat pasien untuk
sementara hipokondriak. Keadaan tersebut yang ada kurang dari 6 bulan harus didiagnosis
sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan. Respons hipokondriak singkat
terhadap stres eksternal umumnya membaik ketika stresnya hilang, tetapi bisa menjadi kronis
jika diperkuat oleh orang di dalam sistem sosial pasien atau oleh profesional kesehatan.4
Secara singkat kriteria diagnostiknya dapat diringkas sebagai berikut :1,4
a. Preokupasi dengan rasa takut atau gagasan bahwa sesorang memiliki penyakit serius
berdasarkan pada kesalah interpretasi seseorang terhadap gejala tubuh.
b. Preokupasi tetep ada walaupun telah dilakukan evaluasi dan penjelasan medis yang
sesuai.
c. Preokupasi ini menimbulan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di
dalam fungsi social, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.
d. Durasi gangguan sedikitnya 6 bulan.
e. Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguang ansietas menyeluruh,
gangguan obsesif kompulsif, gangguan panic, episode depresif berat, ansietas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Penatalaksanaan
Pasien dengan hipokondriasis biasanya resisten terhadap terapi psikiatri. walaupun
beberapa pasien menerima terapi ini jika dilakukan dalam lingkup medis dan berfokus pada
pengurangan stres dan edukasi untuk menghadap penyakit kronis. Psikoterapi kelompok
sering menguntungkan bagi pasien seperti ini. sebagian karena psikoterapi kelompok
memberikan dukungan sosial dan interaksi sosial yang tampaknya mengurangi ansietasnya.
Bentuk psikoterapi lain, seperti psikoterapi berorientasi tilikan individual, terapi perilaku,
terapi kognitif dan hipnosis dapat berguna bagi pasien.4,6
Pemeriksaan fisik yang terjadwal rutin sering berguna untuk meyakinkan pasien
bahwa dokter tidak mengabaikan mereka dan keluhan mereka dianggap serius. Meskipun
demikian, prosedur diagnostik dan prosedur terapeutik yang invasif sebaiknya dilakukan jika
bukti objektif mengharuskannya. Jika memungkinkan, klinisi harus berhenti menatalaksana
temuan hasil pemeriksaan fisik yang tidak jelas atau kurang penting.4,7
Farmakoterapi meringankan gejala hipokondriak hanya jika pasien memiliki keadaan
yang berespons terhadap obat yang mendasarinya, seperti gangguan ansietas atau gangguan
depresif berat. Jika hipokondriasis terjadi sekunder akibat gangguan jiwa primer lain,
gangguan tersebut juga harus ditangani. Jika hipokondriasis merupakan reaksi situasional
12
Page 13
yang singkat, klinisi harus membantu pasien menghadapi stres tanpa mendukung perilaku
penyakit dan manfaat peran sakit sebagai solusi masalah mereka.6,7
Prognosis
Perjalanan gangguan hipokondriasis biasanya episodik. Episodenya berlangsung
bulanan hingga tahunan dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjangnya. Mungkin
terdapat hubungan yang jelas antara eksaserbasi gejala hipokondriasis dan stresor psikososial.
Menurut perkiraan sepertiga hingga setengah pasien dengan hipokondriasis akhirnya
membaik secara bermakna. Prognosis yang baik dikaitkan dengan status sosio-ekonomik
yang tinggi, depresi atau ansietas yang responsif terhadap terapi, awitan gejala yang
mendadak, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya keadaan medis nonpsikiatri
terkait. Sebagian besar anak dengan hipokondriasis membaik di masa remaja akhir atau masa
dewasa awal.4
2. Gangguan Ansietas
Gangguan cemas merupakan keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang
disertai dengan keluhan somatik yang diperlihatkan dengan hiperaktifitas sistem syaraf
otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali
merupakan suatu emosi yang normal. Gangguan cemas dan ketakutan sering disalahartikan.
Ketakutan biasanya timbul akibat adanya ancaman yang spesifik, sedangkan gangguan cemas
timbul akibat adanya ancaman yang belum jelas. Perasaan tidak berdaya dan tidak adekuat
dapat terjadi, disertai perasaan terasing dan tidak aman. Intensitas perasaan ini dapat ringan
atau berat dan kadang bisa menimbulkan kepanikan.1,4
Teori tentang gangguan cemas dibedakan menjadi dua, yaitu :1,4,5
1. Teori Psikologis
a. Teori Psikoanalitik
Freud menyatakan bahwa kecemasan sebagai sinyal, yang menyadarkan ego untuk
mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam diri misal dengan
menggunakan mekanisme represi, bila berhasil maka terjadi pemulihan
keseimbangan psikologis tanpa adanya gejala cemas. Jika represi tidak berhasil
sebagai suatu pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang lain,
misalnya konversi, regresi.
b. Teori Perilaku
Teori ini mengatakan bahwa kecemasan merupakan suatu respon terhadap stimuli
lingkungan keluarga.
c. Teori Eksistensial
13
Page 14
Suatu konsep dan teori, bahwa bila seseorang sadar akan adanya kehampaan yang
menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu daripada penerimaan
tentang kenyataan kehilangan/ kematian seseorang yang tidak dapat dihindari.
Kecemasan adalah respons seseorang terhadap kehampaan eksistensi tersebut.
2. Teori Biologis
a. Sistem Saraf Otonom
Stimuli sistem saraf otonom menimbulkan gejala-gejala tertentu, seperti takikardi,
nyeri kepala, diare dan sebagainya.
b. Neuro transmiter
Tiga neurotrasmiter utama yang berperan dalam gangguan cemas yaitu:
norepinefrin, serotonin dan gamma-aminobutyric acid.
c. Penelitian Genetika
Menurut liasil penelitian genetika, hampir sebagian besar penderita gangguan
panik memiliki paling sedikit satu saudara yang juga menderita gangguan
tersebut.
Etiologi
Gangguan cemas merupakan pikiran-pikiran negatif yang dialami seseorang yang
semakin lama semakin kuat. Hal ini terjadi akibat :4
a. Kurangnya pengetahuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan
dan perkembangan lingkungan sosial.
b. Kurangnya dukungan dari orang tua, teman sebaya atau lingkungan masyarakat
sekitar.
c. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tekanan yang ada.
Klasifikasi gangguan cemas dibedakan menjadi :
a. Gangguan Panik
Dua kriteria gangguan panik: gangguan panik tanpa agoraphobia dan gangguan panik
dengan agoraphobia. Kedua gangguan panik ini harus ada serangan panik.
Gambaran Klinis:
- Serangan panik pertama seringkali spontan
- Ketakutan berlebihan
- Tidak mampu menjelaskan sumber ketakutannya
- Bingung, sulit konsentrasi
- Takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat
b. Gangguan Fobia
14
Page 15
Fobia adalah ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran secara
sadar terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Ada dua jenis fobia, yaitu
fobia spesifik. fobia sosial. Pedoman diagnostic fobia yaitu rasa takut yang jelas,
menetap dan berlebihan atau tidak beralasan.
c. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak
dikehendaki. Kompulsif adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan
dan tidak dikehendaki.
d. Reaksi Stres Akut
Gangguan sementara yang cukup parah, terjadi pada seseorang tanpa adanya
gangguan jiwa lain muncul respons tcrhadap stres fisik maupun mental dan biasanya
menghilang dalam bcberapa jam atau hari. Stresornya dapat bcrupa pengalaman
traumatik yang luar biasa. Gejala stressnya dapat menghilang dengan cepat.
e. Gangguan Anxictas Menyeluruh
Kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan terhadap aktivitas atau pcristiwa
tcrtentu, bcrlangsung hampir setiap hari selama 6 bulan atau lebih. Gambaran esensial
pada gangguan ini adalah adanya anxietas yang menyeluruh dan menetap (bertahan
lama). Gejala-gejala ini biasanya mencakup kecemasan tentang masa depan,
ketegangan motorik, over aktivitas otonomik.
f. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Kategori campuran ini harus digunakan bilamana terdapat gejala anxietas maupun
depresi, di mana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup
berat untuk menegakkan diaognosis tersendiri.
Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari gangguan cemas dibedakan menjadi :4,6,7
a. Keluhan Kognitif dan Psikologis
- Perasaan cemas, khawatir
- Ragu-ragu untuk bertindak atau memutuskan sesuatu
- Takut mati, takut menjadi gila
- Insomnia, sulit untuk memulai tidur (early insomnia)
- Mudah marah (iritable)
b. Keluhan Fisik
- Neurologik dan Vaskuler: sakit kepala, pusing, dizziness, pandangan kabur
- Kardiovaskuler: palpitasi, nyeri dada
15
Page 16
- Respirasi: napas pendek, dispnoe, hiperventilasi (frekuensi napas sering)
- Gastrointestinal: mulut kering, nausea, vomitus, diare
- Genitourinarius: sering berkemih, nyeri saat berkemih
- Sistem Muskuloskeletal: nyeri otot leher
- Kulit: keringat berlebihan, telapak tangan dan kaki basah dan terasa dingin
Penatalaksanaan
Penanganan gangguan cemas :4,6,7
a. Non Farmakologi
- Pendekatan psikologis
- Pendekatan psikodinamika
- Pendekatan humanistik
- Pendekatan biologis
- Pendekatan belajar
- Penerapan pola hidup sehat
b. Farmakologi
- Antiansietas
- Golongan Benzodiazepin
- Buspiron
- Antidepresi
- Golongan Serotonin Norepinephrin Reuptake Inhibitors (SNRI)
3. Gangguan Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri. Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh
hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah
keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari
isi emosional saat itu.1,4
Etiologi
Faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor
genetik, dan faktor psikososial.4,5
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik,
seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5
16
Page 17
methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien
gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan
epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri,
beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Selain itu aktivitas dopamin pada depresi
adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi
dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti
parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin,
seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi.
b. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota
keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2
sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum.
c. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan
objek yang dicintai, hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, penurunan kesehatan,
peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif .
Manifestasi Klinik
Perubahan Fisik :4,6,7
- Penurunan nafsu makan
- Gangguan tidur
- Kelelahan dan kurang energi
- Agitasi
- Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisik
Perubahan Pikiran :4
- Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit
mengingat informasi
- Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar
- Kurang percaya diri
- Merasa bersalah dan tidak mau dikritik
- Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi
- Adanya pikiran untuk bunuh diri
Perubahan Perasaan :4
- Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan melakukan hubungan
suami istri
17
Page 18
- Merasa bersalah, tak berdaya
- Tidak adanya perasaan
- Merasa sedih
- Sering menangis tanpa alas an yang jelas
- Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif
Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari :4
- Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan
- Menghindari membuat keputusan
- Menunda pekerjaan rumah
- Penurunan aktivitas fisik dan latihan
- Penurunan perhatian terhadap diri sendiri
- Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang
Gejala Utama :4
- Perasaan depresif
- Hilangnya minat dan semangat
- Mudah lelah dan tenaga hilang
- Konsentrasi dan perhatian menurun
- Harga diri dan kepercayaan diri menurun
- Perasaan bersalah dan tidak berguna
- Pesimis terhadap masa depan
- Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri
- Gangguan tidur
- Gangguan nafsu makan
- Menurunnya libido
Penatalaksanaan
Dalam mengatasi depresi dalam diri seseorang diperlukan adanya dukungan sosial
yang terdiri dari 4 jenis :4,6,7
a. Dukungan emosional
Dukungan ini meliputi ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian baik dari teman
maupun keluarga. Kehangatan dan kepedulian yang diberikan oleh orang lain, akan
memungkinkan orang yang mengalami stres, menghadapinya lebih tenang.
b. Dukungan Penghargaan
18
Page 19
Dukungan penghargaan yang umumnya diberikan melalui ungkapan penghormatan
(penghargaan) akan hal – hal yang positif yang dimiliki seseorang, dukungan untuk
maju atau persetujuan atas gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif
orang itu dengan orang lain.
c. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental meliputi penyediaan dukungan material seperti pelayanan,
bantuan finansial atau barang. Hubungan antara dukungan instrumentral dan
kesehatan dapat diterangkan dengan jelas melalui satu pengertian yaitu seseorang
mempunyai kebutuhan instrumental tertentu dan orang lain dapat menolongnya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
d. Dukungan Informatif
Dukungan informatif ini mencakup pemberian nasihat-nasihat, petunjuk, saran, atau
umpan balik. Keluarga atau teman dapat memberikan dukungan informatif dengan
memberikan saran tentang apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun penunjang, wanita usia
51 tahun ini diduga menderita penyakit gangguan somatisasi karena pada pemeriksaan semua
hasilnya ditemukan normal, sudah berobat ke beberapa dokter tetapi tidak kunjung sembuh,
sakit yang dirasakan hampir seluruh tubuh dan menjalar dari satu daerah ke daerah lagi, oleh
karena itu dapat disimpulkan pasien menderita gangguan somatisasi.
Daftar Pustaka
1. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas ppdgj-III. Jakarta : PT. Nuh Jaya;
2003. h. 72-86.
2. Soegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta : Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
h.35-7.
3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2010. h. 104-6, 230-
1.
4. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta :
EGC; 2010. h. 1-323.
5. Semiun Y. Kesehatan mental 2. Yogyakarta : Kanisius; 2010 .h. 374-90.
6. Hibbert A, Godwin A, Dear F. Rujukan cepat psikiatri. Jakarta : EGC; 2009. h. 156.
7. Residen Bagian Psikiatri UCLA. Psikiatri. Jakarta: EGC; 1997. h. 223-34.
19