Benjolan Karsinoma Tiroid Farella Kartika Huzna 102011408 A-4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 e-mail: [email protected]Pendahuluan Masalah yang sering dialami seorang pria usia lanjut yang berhubungan dengan sistem perkemihan adalah Benign Prostatic Hyperlasia (BPH). Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli- buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. 1 Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Benjolan Karsinoma Tiroid
Farella Kartika Huzna
102011408
A-4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat penumpukan urin yang
terus menerus. Tekanan di vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan di uretra.
Akibatnya urin dapat keluar sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya
perbedaan antara overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow
incontinentia. Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis musculus
spshincter urtetra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing. Kalau pada
overflow incontinence, pasien merasa ingin kencing (karena vesicanya penuh),
15
namun urin keluar tanpa bisa dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia
paradoxal.
5. Disuria dan hematuria
6. Pengosongan vesica urinaria yang tidak puas
Derajat penyempitan uretra:a. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.b. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.c. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
Etiologi
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen
karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat
sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus
berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Karena proses pembesaran prostat
terjadi secara perlahan, efek perubahan juga terjadi secara perlahan.1,3,5
Etiologi dari BPH belum dimengerti sepenuhnya, tetapi kemungkinan multifaktor dan
hormonal. Prostat tersusun oleh bagian stroma dan epitel, dan masing-masing maupun
keduanya, dapat menjadi nodul hiperplastik dan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan
BPH. .1,3,5
Beberapa penelitian menemukan adanya bukti bahwa BPH diatur oleh sistem
endokrin. Penelitian lanjutan menunjukkan adanya korelasi positif antara kadar testosteron
dan estrogen bebas dengan volume dari BPH. Hubungan antara pertambahan usia dengan
BPH mungkin akibat dari peningkatan kadar estrogen yang merangsang reseptor androgen,
yang selanjutnya meningkatkan sensitivitas kelenjar prostat terhadap testosteron bebas. Ada
beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya hipertrofi prostat ini, yaitu: .1,3,5
Teori dehidrotestosteron (DHT), bahwa aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrotestosteron dalam sel prostat menjadi faktor risiko terjadinya penetrasi
DHT ke dalam inti sel yang dapat menyebabkan inkripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesis protein. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-
reduktase.
16
Teori Hormon, estrogen berperan pada inisiasi dan maintenance pada prostat manusia.
Faktor interaksi stroma dan epitel, hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth Factor.
Basic Fibroblast Growth Factor (β-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan
dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. β-FGF
dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
Teori kebangkitan kembali yaitu reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus urogenital
utuk berprolferasi membentuk jaringan prostat.
Epidemiologi
BPH merupakan tumor jinak paling sering pada laki-laki, dan insidensinya berhubungan
dengan bertambahnya usia. Faktor risiko BPH masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya predisposisi genetik, dan beberapa kasus dipengaruhi oleh ras. Prevalensi
BPH secara histologi pada otopsi didapatkan peningkatan dari sekitar 20% pada pria usia 41-50
tahun, menjadi 50% pada pria usia 51-60 tahun, dan >90% pada pria usia lebih dari 80 tahun. 1,3,5
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia
40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai
pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan cepat dalam ukuran yang
berkelanjutan sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami
perubahan hiperplasia. 1,3,5
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan
pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan
patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun
sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda
klinik1,3,5.
Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi hiperplasia prostat,
mereka melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa remaja sampai ukuran
dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai laki-laki mencapai usianya yang
ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan yang makin lama makin besar. Mereka juga
menetapkan insiden hiperplasia prostat makin meningkat dengan meningkatnya usia dimulai dari
dekade ke-3 kehidupan dan menjadi sangat besar pada waktu usia 80-90 tahun. 1,3,5
Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan
ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di
17
Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria
Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia
yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang berumur 60 tahun
atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita
BPH. 1,3,5
Patofisiologi
BPH berawal dari zona transisi yang mengalami proses hiperplasia akibat peningkatan
jumlah sel. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya pola pertumbuhan nodular yang
tersusun oleh stroma dan epitel. Stroma disusun oleh jaringan kolagen dan otot polos. 1,3,5
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan
daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi. Mukosa
dapat menerobos keluar di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula,
sedangkan yang besar disebut divertikulum. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi
otot dinding. Apabila keadaan berlanjut, detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. 1,3,5
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi
saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes
pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala
iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor yang berarti bertambahnya frekuensi miksi,
nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-
putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering
berkontraksi meskipun belum penuh. 1,3,5
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir
miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita
tidak mampu lagi miksi. 1,3,5
Produksi urin yang terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung
urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi
18
dibanding tekanan sfingter dan obstruksi akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan
ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu
endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. 1,3,5
Obstruksi akibat BPH dapat dibagi menjadi obstruksi mekanik dan dinamik. Saat terjadi
pembesaran prostat, obstruksi mekanik mungkin merupakan akibat adanya penekanan ke lumen
uretra atau leher vesika urinaria, yang menyebabkan tahanan pelepasan kandung kemih yang
lebih tinggi. Sebelum adanya pembagian zona prostat, ahli urologi sering membagi prostat
menjadi 3 lobus yaitu lobus median dan 2 lobus lateral. Ukuran prostat pada pemeriksaan rectal
touche (RT) kurang begitu berhubungan dengan keluhan yang dirasakan pasien. 1,3,5
Komponen dinamik dari obstruksi prostat menjelaskan sifat dari keluhan yang dirasakan
pasien. Stroma prostat, terdiri dari otot polos dan kolagen, yang kaya dengan persarafan
adrenergik. Penggunaan penghambat -adrenergik menurunkan tonus dari uretra pars prostatika,
yang menurunkan tahanan pada kandung kemih. 1,3,5
Obstruksi saluran kandung kemih menyebabkan hipertrofi muskulus detrusor, hiperplasia
serta penumpukan kolagen. Penebalan muskulus detrusor dapat menjadi trabekulasi pada
pemeriksaan sistoskopi. Jika dibiarkan, terjadi herniasi mukosa antara muskulus detrusor,
selanjutnya terrbentuk divertikula (yang tersusun oleh lapisan mukosa dan serosa). 1,3,5
Tatalaksana
Medika mentosa1,3,5,6
Penghambat alfa-adrenergik1,3,5,6
Pada prostat dan basis vesika urinaria mengandung alfa-1-adrenoreseptor, dan
prostat menunjukkan respon kontraksi pada pemberian agonis alfa adrenergik. Fungsi
kontraksi dari prostat dan leher kandung kemih dimediasi oleh reseptor subtipe alfa-1a.
Penghambat alfa-adrenergik menunjukkan adanya perbaikan keluhan objektif maupun
subjektif pada pasien BPH.
5--reduktase inhibitor
Finasteride merupakan penghambat 5--reduktase yang mencegah perubahan
testosteron menjadi dihidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel dari
19
prostat, yang menyebabkan berkurangnya ukuran kelenjar prostat dan perbaikan gejala.
Terapi selama 6 bulan diperlukan untuk mendapatkan efek maksimal obat terhadap
ukuran prostat (berkurang 20%) dan perbaikan keluhan. Namun, perbaikan keluhan
hanya terlihat pada pasien dengan ukuran prostat > 40 cm3.
Efek samping obat antara lain penurunan libido, penurunan volume ejakulasi,
dan impotensi. Kadar serum PSA berkurang menjadi sekitar 50% pada pasien yang
diterapi dengan finasteride (bervariasi pada masing-masing individu). 20,21,22
Dutasteride berbeda dari finasteride karena menghambat isoenzim dari 5--
reduktase. Mirip dengan finasteride, dutasteride mengurangi kadar serum PSA dan
ukuran prostat. Efek samping utamanya antara lain disfungsi ereksi, penurunan libido,
ginekomastia, dan kelainan ejakulasi.
Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat
aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti.
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen, antiandrogen,
menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme
prostaglandin, efek antiinflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil
volume prostat. Di antara fito-terapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
Terapi Pembedahan
Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi,
diantaranya sebagai berikut :
Retensi urine karena BPO
Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat
Hematuria makroskopik
Batu buli-buli karena obstruksi prostat
Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan
20
Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi
Transurethral resection of the prostate (TURP) 1,3,5,6
95% prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi. Sebagian besar
prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di
rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi
lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%),
impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%).
TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan
memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat
memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%.
Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur pada
leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kondisi
berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik dan
hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat hipotonis. Manifestasi klinis
sindroma TUR antara lain nausea, muntah, hipertensi, bradikardi, confusing, dan
gangguan penglihatan. Risiko terjadinya sindroma TUR meningkat pada reseksi yang
lebih dari 90 menit. Penatalaksanaan meliputi diuresis dan pada kondisi berat diberikan
larutan hipertonis.
Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) 1,3,5,6
Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil sering
didapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung kemih).
Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat.
Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP.
Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai
di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah verumontanum.
Prostatektomi Terbuka Sederhana1,3,5,6
Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi, enukleasi
terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g biasanya merupakan
21
indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan pada pasien dengan
disertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin dilakukan.
Non-medika mentosa
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain: 1,3,5,6
1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan
2. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut),
vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
4. Berolahraga secara rutin
5. Pertahankan berat badan ideal
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat hipertrofi prostat jinak adalah :1,3,5,7
1. Perdarahan (Gross hematuria).
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
5. Batu buli-buli
6. Retensi urin yang dapat menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter (ureter yang
melebar), hidronefrosis (ginjal yang melebar), hingga penurunan fungsi ginjal sampai
gagal ginjal.
7. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi saat miksi.
8. Insufisiensi ginjal
9. Infeksi saluran kemih berulang
10. Inkontinensia (akibat sumbatan total urin sehingga isi vesika urinaria terlalu penuh).
11. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan
ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin.
Prognosis
22
Prognosis BPH tidak selalu sama dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun
gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditanggulangi memiliki
prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.1,3,7
Penutup
Pasien laki – laki 60 tahun dengan keluhan sering BAK tertutama pada malam hari, dan
slalu merasa tidak lampias setelah selesai BAK dan pancaran urinnya melemah diduga menderita
BPH ( Benign prostat hyperplasia) dimana terjadi pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya
usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi
Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke
dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat.
Daftar pustaka1. Purnomo B.B ; ‘Dasar-dasar Urologi’. 2000. Jakarta : CV.Infomedika. h. 200-2142. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga ;
2003. h. 150-1.3. Sjabani Mochammad. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Batu Saluran Kemih.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009.h.1025-31.4. Rani aziz, Soegondo sidartawan, Uyaninah anna, Nasir, Wijaya prasetya, Mansjoer arif.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Batu saluran kemih. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006.h.179.
5. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta : EGC ; 2005.
6. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. H.782-6.7. Lepor H dan Lowe FC. Evaluation and nonsurgical management of benign prostatic
hyperplasia. Dalam: Campbell’s urology, edisi ke 7. editor: Walsh PC, Retik AB, Vaughan ED, dan Wein AJ. Philadelphia: WB Saunders Co ; 2002. h.1337-1378