SKENARIO 1 PERDARAHAN PERSALINAN Seorang wanita usia 29 tahun (G4P3A0) aterm, melahirkan bayi laki laki , ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis , BB 2900 gr , PB 48 cm. Pasca persalinan ibu mengalami perdarahan sehingga bidan merujuk ibu dan bayi ke rumah sakit terdekat . Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter laki laki yang sedang bertugas di UGD terhadap ibu didapatkan : TD 90/60 mmHg ; N 120x/mnt ; RR 24x/mnt ; suhu 36,5 C. Ibu didiagnosis mengalami HPP (Haemorragic Post Partum ) ec atonia uteri . Pemeriksaan bayi didapatkan suhu 36 C . Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning. Kadar bilirubin total 15 gr/dl , bilirubin indirek 14,2 gr/dl , sehingga dilakukan fototerapi . 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKENARIO 1
PERDARAHAN PERSALINAN
Seorang wanita usia 29 tahun (G4P3A0) aterm, melahirkan bayi laki laki , ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis , BB 2900 gr , PB 48 cm. Pasca persalinan ibu mengalami perdarahan sehingga bidan merujuk ibu dan bayi ke rumah sakit terdekat . Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter laki laki yang sedang bertugas di UGD terhadap ibu didapatkan : TD 90/60 mmHg ; N 120x/mnt ; RR 24x/mnt ; suhu 36,5 C. Ibu didiagnosis mengalami HPP (Haemorragic Post Partum ) ec atonia uteri . Pemeriksaan bayi didapatkan suhu 36 C . Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning. Kadar bilirubin total 15 gr/dl , bilirubin indirek 14,2 gr/dl , sehingga dilakukan fototerapi .
1
I. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
1. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500 – 600 cc
dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir ( Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998
).
Perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir disebut perdarahan postpartum
yang lambat, biasanya disebabkan oleh jaringan plasenta yang tertinggal.
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian
ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa,
solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh
perdarahn postpartum
Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2. Late postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15% dari seluruh persalinan.
Bedasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri ( 50 – 60% ).
2. Retensio plasenta ( 16 – 17% ).
3. Sisa plasenta ( 23 – 24% ).
4. Laserasi jalan lahir ( 4 – 5% ).
5. Kelainan darah ( 0,5 – 0,8% ).
2
2. Klasifikasi
Perdarahan pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pascapersalinan primer dan sekunder.
1. Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan pascapersalinan segera).
Perdarahan pascapersalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep)
Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.
3. Etiologi
1. Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ).
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian plasenta
dari rahim dan sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena
atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama ; pembesaran
rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar ;
persalinan yang serin ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat
terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan mendorng rahim ke bawah
sementara plasenta belum epas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui.Tapi bila
ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya.Pada perdarahan atonia uteri,
rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan.Anemia pada kehamilan harus diobati
karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah
mengalami anemia.Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum,
persalinan berikutnya harus di rumah sakit.Pada persalinan yang lama diupayakan
3
agar jangan sampai terlalu lelah.Rahim jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum
plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan supaya penghentian
perdarahan sepecap mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang
disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam
pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat
dilakukan kompresi baimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero
vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi
penuh.Pada perdarahan postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh
nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
postpartum.Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.Perdarahan
postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
serviks atau vagina.
a. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga serviks seorang
multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.Robekan serviks
yang luas menimbulakn perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus.Apabila terjadi perdarahan yang tidak mau berhenti, meskipun plasenta sudah
lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan
jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
b. Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai.Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam.Terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
c. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
panggul yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi
perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan
lahir adalah :
1) Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar (fundus uteri masih tinggi).
a. Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar ( fundus uteri masih tinggi ).
b. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi
yang lemah tersebut menjadi kuat.
2) Atonia uteri ( robekan jaringan lunak )
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
8
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus menerus,
penangnanannya : ambil speculum dan cari robekan.
c. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika langsung uterus
mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
5. Manifestasi klinis
1. Atonia uteri
Gejala dan tanda yang selalu ada:a. Uterus tidak berkontraksi dan lembekb. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Syok (tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual,dan lain-lain).
2. Robekan jalan lahir
Gejala dan tanda yang selalu ada:a. Perdarahan segerab. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahirc. Uterus kontraksi baikd. Plasenta baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Pucatb. Lemahc. Menggigil
3. Retensio plasenta
Gejala dan tanda yang selalu ada:a. Plasenta belum lahir setelah 30 menitb. Perdarahan segerac. Uterus kontraksi baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Tali pusat putus akibat traksi berlebihanb. Inversio uteri akibat tarikanc. Perdarahan lanjutan
4. Inversio uterus
9
Gejala dan tanda yang selalu ada:a. Uterus tidak terabab. Lumen vagina terisi massac. Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)d. Perdarahan segerae. Nyeri sedikit atau berat
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Syok neurogenikb. Pucat dan limbung
Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah – pembuluh darah yang melebar
tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi tterus menerus. Trauma
jalan lahir seperti epiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah
ibu misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab
dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan shock hemoragik.
6. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
a. Pemerikasan tanda – tanda vital
1. Pemeriksaan suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari
suhu akan kembali normal ( 36 – 370C ), terjadi penurunan akibat
hipovolemia.
2. Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia
yang semakin berat.
3. Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.
4. Pernafasan
10
:
Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.
Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda – tanda komplikasi
dengan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi
1. Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus ( fragmen – fragmen plasenta tertahan ).
2. Sistem vaskuler
a. Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap jam
berikutnya.
b. Tensi diawasi setiap 8 jam.
c. Apakah ada tanda – tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.
d. Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek koagulasi
congenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum, kemudian tiap
8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta
konsistensinya.
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan
bau.
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda – tanda infeksi, luka
jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas.
d. Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak.
e. Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum.
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum
kehamilan ( sub involusi ).
4. Traktus urinarus
Diobservasi tiap 2 jam hari pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak, spontan dan
lain – lain.
5. Traktur gastro intestinal.
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.
6. Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.
Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
11
Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ), melihat
adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi
2. Menentukan adanya gangguan kongulasi
Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial Tromboplastin Time
( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time
( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.
Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada
miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.
7. Komplikasi
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia.
Penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi.
8. Tata laksana
Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta.
Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada
12
perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, dengan segera dilakukan massage uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intravena.
Tiga tindakan ini tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, perlu dilakukan:
a. Kompresi bimanual pada uterusCaranya:Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam vagina dan sambil membuat kepalan letakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari didepan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Sekarang corpus uteri terpegang antara dua tangan; tangan kanan melakukan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri.Kelemahannya:Kompresi bimanual melelahkan penolong sehingga jika tidak lekas mberi hasil, perlu diganti dengan perasat lain.
b. Perasat DickinsonPerasat Dickinson mudah dilakukan pada seorang multipara dengan dinding perut yang sudah lembek.Caranya:Tangan kanan diletakkan melintang pada bagian-bagian uterus, dengan jari kelingking sedikit diatas symphisis pubis melingkari bagian tersebut sebanyak mungkin, dan mengangkatnya ke atas. Tangan kiri memegang corpus uteri dan sambil melakukan massage,menekannya kebagian bawah kearah tangan kanan dan ke belakang kearah peritonium. Akhirnya masih dapat dilakukan tamponade uterovaginal.Kelemahannya:Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnya tanpa usaha-usaha tersebut diatas perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagipula dikhawatirkan bahwa tamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan perdarahan dalam uterus belakang tampon.
c. Teknik lainDengan seorang pembantu memegang dan menahan fundus uteri, tangan kiri penolong diletakkan di vagina dengan ujung-ujung jari untuk sebagian masuk ke serviks uteri. Tangan kanan dengan petunjuk tangan kiri memasukkan tampon kasa panjang kedalam uterus sampai cavum uteri terisi penuh. Untuk menjamin bahwa tampon benar-benar mengisi cavum uteri dengan padat, kadang-kadang usaha memasukkan tampon dihentikan sebentar untuk memberi kesempatan kepada tangan dalam uterus untuk menekan tampon pada dinding cavum uteri. Dengan mengisi cavum uteri secara padat, dapat dihindarkan terjadinya perdarahan di belakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada myometrium untuk berkontraksi. Sesudah uterus diisi, tampon dimasukkan juga ke dalam vagina. Tampon diangkat 24 jam kemudian.
13
Pada perdarahan diatas masih ada kemungkinan dilakukannya laparotomi yaitu melakukan ikatan arteria hipogastrika kanan dan kiri atau histrektomi. Sedangkan terapi terbaik terhadap perdarahan yang disebabkan oleh hipofibrinogenemia ialah transfusi darah segar, ditambah dengan pemberian fibrinogen jika ada persediaan.
Jadi tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri dibagi dalam tiga tahap:
Tahap I: Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian uterotonika, mengurut rahim (massage), dan memasang gurita.Tahap II: Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan transfusi darah dan dapat dilakukan:a. Perasat Zangemeisterb. Perasat Fritchc. Kompresi bimanuald. Kompresi aortae. Tamponade utero-vaginalf. Jepitan arteri uterina dengan cara HenkelTamponade utero-vaginal walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya masih memuaskan, terutama di daerah pedesaan di mana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak ada.Tahap III: Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.
TINDAKAN UNTUK MENGHENTIKAN PERDARAHAN
1. Kompresi bimanual dan masase uterus 2. Kuretase 3. Tampon uterus 4. Uterotonik 5. Tranfusi 6. Tindakan operatif ( di rumah sakit rujukan )
Ligasi arteri uterina Ligasi arteri iliaca interna Embolisasi pelvik Jahitan dengan metode B-lynch Histerektomi
Yang dimaksud pencegahan dengan obat adalah pemberian obat uterotonika setelah lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala III dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu, pemberian pencegahan dapat diberikan pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu.
Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.2. Grande multipara (lebih dari empat anak).3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).4. Bekas operasi Caesar.5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
Bila terjadi riwayat persalinan kurang baik, ibu seyogyanya melahirkan dirumah sakit, dan jangan di rumah sendiri.
hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,
forsep.2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak
besar.3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.4. Uterus yang lembek akibat narkosa.5. Inersia uteri primer dan sekunder.
Obat-obatan yang dipakai untuk pencegahan adalah Oksitosin dan Ergometrin. Caranya, disuntikkan intra muskuler atau intravena (bila diinginkan kerja cepat), setelah anak lahir.
9. Prognosis
”Perdarahan pascapersalinan tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin”. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri.
Pada perdarahan pascapersalinan, Mochtar R.ddk, melaporkan angka kematian ibu 7,9% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.
II. HIPOTERMI PADA BAYI
1. Definisi
1. Definisi
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak).
2. Klasifikasi
Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C.
a. Gejala Hipotermi Bayi Baru Lahir- Bayi tidak mau minum atau menetek- Bayi tampak lesu atau mengantuk saja- Tubuh bayi teraba dingin- Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras(Skleremia)b. Tanda-Tanda Hipotermi Sedang (Stress Dingin)- Aktifitas berkurang, letargis- Tangisan lemah- Kulit berwarna tidak rata- Kemampuan menghiisap lemah- Kaki teraba dingin
16
c. Tanda-Tanda Hipotermi Berat (Cedera Dingin)- Sama dengan hipotermi sedang- Bibir dan kuku kebiruan- Pernafasan lambat- Pernafasan tidak teratur- Bunyi jantung lambat- Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemi dan asidosis metabolic
d. Tanda-Tanda Stadium Lanjut Hipotermi- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang- Bagian tubuh lainnya pucat- Kulit memgeras dan timbul kemerahan pada punggung, kaki dan tangan (Sklerema)
3. Etiologi
1)Jaringan lemak subkutan tipis.
2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
3)Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.
5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi.
4. Faktor resiko
Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir
- Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir- Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur- Tempat melahirkan yang dingin- Umur bayi belum cukup saat dipindahkan / dikirim untuk rujukan- Suhu badan tidak terjaga selama perjalanan Rujukan- Asfiksia,hipoksia atau penyakit-penyakit pada bayi
5. PatofisiologiMekanisme terjadinya Hipotermia: Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena penurunan suhu tubuh yang dapat terjadi melalui:1. Radiasi : Yaitu panas tubuh bayi memancar kelingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, misal : BBL diletakkan ditempat yang dingin.2. Evaporasi : Yaitu cairan/air ketuban yang membasahi kulit bayi menguap, misal : BBL tidak langsung dikeringkan dari air ketuban.3. Konduksi : Yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin, misal : popok/celana basah tidak langsung diganti.
17
4. Konveksi : Yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi, misal : BBL diletakkan dekat pintu/jendela terbuka.
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pengukuran suhu tubuh.
Gejala hipotermia:1. Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi kurang aktif, letargis, hipotonus, tidak kuat menghisap ASI dan menangis lemah.2. Pernapasan megap-megap dan lambat, denyut jantung menurun.3. Timbul sklerema : kulit mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian punggung, tungkai dan lengan.4. Muka bayi berwarna merah terang5. Hipotermia menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung, perdarahan terutama pada paru-paru, ikterus dan kematian.
7. PenatalaksanaanPenanganan hipotermi
Menangani Hipotermi(1)Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.(2)Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap, yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat.(3)Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.(4)Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
Pencegahan dan Penanganan Hipotermi Pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual).
Pengelolaan hipotermi
18
(1)Bayi cukup bulan -Letakkan BBL pada Radiant Warner. -Keringkan untuk menghilangkan panas melalui evaporasi. -Tutup kepala. -Bungkus tubuh segera. -Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir bayi dapat disusukan.(2)Bayi sakit -Seperti prosedur di atas. -Tetap letakkan pada radiant warmer sampai stabil. Bayi kurang bulan (prematur) -Seperti prosedur di atas. -Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan servo controle.(3)Bayi yang sangat kecil -Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit 36,5 °C. Tutup kepala. Kelembaban 40-50%. Dapat diberi plastik pada radiant warner. Dengan servo controle suhu kulit abdomen 36, 5°C. Dengan dinding double. – Kelembaban 40-50% atau lebih (bila kelembaban sangat tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas berlebihan). Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. Temperatur lingkungan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi. Tabel 2.1 Temperatur yang dibutuhkan menurut umur dan berat badan neonatus Umur Berat Badan Neonatus <1200 gr 1201-1500 gr 1501-2500 gr > 2500 gr 0-24 jam 34-35,4 33,3-34,4 31,8-33,8 31-33,8 24-48 jam 34-35 33-34,2 31,4-33,6 30,5-33 48-72 jam 34-35 33-34 31,2-33,4 30,1-33,2 72-96 jam 34-35 33-34 31,1-33,2 29,8-32,8 4-14 hari 32,6-34 31-33,2 29 2-3 minggu 32,2-34 30,5-33 3-4 minggu 31,6-33,6 30-32,2 4-5 minggu 31,2-33 29,5-32,2 5-6 minggu 30,6-32,3 29,31,8
Pencegahan bayi hipotermi(1)Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini merupakan salah satu dari 7 rantai hangat ;a.Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih.b.Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah lahir dengan handuk yang kering dan bersih.c.Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu dengan keduanya diselimuti (Metode Kangguru).d.Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat merangsang pooting reflex dan bayi memperoleh kalori dengan : -Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI diberikan dengan sendok atau pipet. -Selama memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu agar tetap hangat.e.Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu rujukan.f.Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri.g.Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan. Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh normal
Memandikan bayi baru lahirUntuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi.a.Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat < 2500 gram, langsung menangis kuat, memandikan bayi ditunda 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memandikan bayi, gunakan air hangat.b.Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan umum bayi lemah atau bayi dengan berat lahir 2000 gram sebaiknya jangan dimandikan. Tunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik.
Langkah Pertama1. Siapkan bak mandi yang telah diisi air hangat untuk membilas kira-kira 1/3 bagian dan dua baskom berisi air (boleh hangat atau biasa) untuk membasahi kepala dan badan. Lengkapi bak mandi dengan alas antislip.
19
2. Siapkan handuk lebar membentang yang kering dan bersih, juga waslap kepala dan waslap tubuh, sabun, sampo, serta perlengkapan pembersih tali pusat di dekat bentangan handuk.3. Siapkan baju dengan kancing di bagian depan. Buka kancingnya dan bentangkan di atas kasur atau perlak salin.4. Gelar selembar popok di atas pakaian, kira-kira menutupi 1/3 bagian bawah baju. Jangan lupa, bagian tali popok diletakkan di atas.5. Siapkan sarung tangan dan kaki kalau perlu dan letakkan pada salah satu sisinya.6. Sediakan kosmetik bayi seperti minyak telon, losion, bedak, dan krem antiruam di dekat bentangan baju.
Langkah keduaa. Letakkan bayi di atas perlak. Buka seluruh pakaiannya, juga kasa pembungkus tali pusat (jika belum puput). Jangan dipaksa apabila pembungkus tali pusat sulit dibuka. Itu terjadi karena adanya perlengketan antara kain kasa dengan tali pusat. Biarkan pembungkus tali pusat itu terlepas dengan sendirinya setelah terkena air.Jika akan dikeramasi, bungkus tubuh bayi dengan handuk kering atau kain bedongan agar tak kedinginan. Sangga punggung dan lehernya dengan tangan kiri sementara ibu jari dan telunjuk menutup telinga kanan dan kiri bayi agar tak kemasukan air. Basuh kepalanya dengan waslap, lalu usapkan sampo secukupnya. Lakukan perlahan karena ubun-ubunnya masih lunak. Usahakan jangan sampai busa sampo mengenai mata bayi meski pada kemasannya tertulis tidak pedih di mata. Bilas kepala bayi dengan waslap yang telah dicelupkan ke dalam air. Lakukan hingga bersih.b. Masih di atas perlak, buka bedongan lalu sabuni bagian depan tubuhnya. Tak perlu khawatir bila tali pusatnya yang belum puput terkena air atau sabun. Miringkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan sambil memegangi kepala dan bahunya secara lembut tapi mantap. Lalu, sabuni bagian belakang tubuhnya. Terakhir, sabuni tangan kanan dan kiri dari ketiak hingga ujung jari secara bergantian dan diteruskan dengan kedua kakinya mulai dari bagian selangkangan hingga ujung jari.c. Ambil waslap, celupkan ke dalam air, lalu basuhlah tubuh bayi sampai busa sabun bersih. Kemudian, masukkan bayi ke dalam bak mandi yang telah diisi air hangat kira-kira 1/3 bagian.d. Sangga punggung dan lehernya dengan lengan kiri sementara telapak tangan menyangga ketiak bayi. Basuh kepala dan tubuhnya dengan air hingga kulitnya tak lagi terasa licin oleh sampo dan sabun. Jangan terlalu lama agar bayi tidak kedinginan.e. Letakkan bayi di atas handuk kering dan bersih, keringkan tubuh dan kepalanya. Perhatikan lipatan paha dan tangan, agar bagian itu betul-betul kering. Lalu, pindahkan si kecil ke atas susunan pakaian yang telah disiapkan.Bersihkan tali pusat yang belum puput, bungkus dengan kain kasa yang telah dicelup dengan alkohol 70 persen atau betadin cair.f. Olesi bagian perut dan punggung bayi dengan minyak telon agar hangat.Kalau perlu pakaikan bedak dengan cara menaburkannya di permukaan puff ataupun telapak tangan kita, baru setelah itu dioleskan ke lipatan kulit seperti leher, ketiak, dan paha agar gesekan di daerah itu tak mengiritasi kulitnya. Fungsi ini dapat digantikan oleh losion bayi. Hindari mengoleskan bedak di bagian organ kelamin dan anus bayi karena kerak bedak dapat menjadi tempat perkembangbiakan mikroba. Untuk mencegah ruam popok, olesi lipatan paha dan pantatnya dengan krim antiruam.g. Letakkan bayi dengan posisi kepala tepat di bagian leher baju. Pakaikan popoknya terlebih dahulu, kemudian bajunya. Masukkan tangan bayi ke lubang lengan baju
20
secara bergantian dan kancingkan bajunya. Bila bayi tampak kedinginan, pakaikan sarung tangan dan sarung/kaus kaki. Kemudian, bedong bayi selama kurang lebih 1 jam. Setelah itu, bedong, sarung tangan dan sarung kaki dilepas.
III. HIPERBILIRUBINEMIA PADA BAYI
1. Definisi
Suatu keadaan dimana:Kadar bilirubin total sewaktu > 12 mg% pada bayi preterm atauKadar bilirubin total sewaktu lebih dari 15 mg% pada bayi aterm atauIkterus yang terjadi pada hari pertama kehidupan atauPeningkatan bilirubin > 5 mg% per 24 jam atauPeningkatan kadar bilirubin direk > 1 ½ sampai 2 mg% atauIkterus berlangsung lebih dari 2 minggu.
2. Klasifikasi
a. bilirubin direkBilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah.
b. bilirubin indirekBilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung.
Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.
c. Ikterus Fisiologis (ringan)
Timbul kuning pada umur >24 jam sampai <14 hari Kuning tidak sampai telapak tangan / telapak kaki
Ikterus fisiologis tidak berbahaya, penanganannya bayi dijemur setiap pagi antara jam 7 - 9 pagi selama 30 - satu jam. Tingkatkan frekuensi pemberian ASI, minimal 8 - 12 kali sehari. Jika dirasakan sudah cukup menyusuinya, sebaiknya perhatikan apakah bayi benar-benar menghisap atau hanya mengempeng saja. Bila dirasakan ada masalah dalam menyusui segera lakukan konsultasi di klinik laktasi terdekat. Bila gejala masih tampak hingga >14 hari segera periksakan ke dokter.
d. Ikterus Patologis (berat) Timbul kuning pada hari pertama (<24 jam) setelah lahir, atau Kuning ditemukan pada umur lebih dari 14 hari, atau Kuning sampai telapak tangan / telapak kaki, atau Tinja berwarna pucat
Jika tidak segera ditangani, kadar bilirubin terus meningkat sehingga dapat meracuni otak, terjadinya kerusakan saraf yang dapat menyebabkan cacat seperti tuli, pertumbuhan terhambat atau kelumpuhan otak besar atau bahkan dapat menyebabkan kematian. Jika mengalami salah satu gejala tersebut di atas segera periksakan bayi anda ke dokter.
3. Etiologi
Hiperbilirubinemia indirek
1. Timbulnya ikterus pada hari 1 kehidupan:Inkompatibilitas golongan darah (Rh, ABO)Infeksi intra uterin (TORCH / Toxoplasma, Rubela, Sitomegalo dan Herpes)
2. Timbulnya ikterus pada hari ke dua atau 3 :Inkompatibilitas golongan darah,InfeksiPolisitemiaDarah ekstravasasi (Hematom sefal, perdarahan intra kranial)Kelainan morfologi SDM (Sel darah merah)Defisiensi enzim G6PD,SGNN
3. Timbulnya pada hari ke 4 atau 5:Breast feeding jaundice,SGNNInfeksi
4. Timbulnya setelah hari ke 7:Breast milk jaundice,InfeksiNeonatal hepatitisPeningkatan sirkulasi entero-hepatik (Stenosis pilorik, obstruksi usus).
Hiperbilirubinemia direk:Neonatal hepatitis,Sepsis neonatalInfeksi intra uterinObstruksi saluran empeduAtresia biliaris.
4. Faktor resiko
Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain: Faktor Maternal
22
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASI Faktor Perinatal Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa) Faktor Neonatus Prematuritas Faktor genetic Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia
5. Patofisiologi
- Pemecahan eritrosit berlebihan → Produksi bilirubin meningkat- Gangguan proses transportasi bilirubin ke hati → peningkatan bilirubin indirek- Gangguan konjugasi bilirubin di hari → peningkatan bilirubin indirek- Gangguan ekresi oleh hati→ peningkatan bilirubin direk
6. Diagnosis
Penilaian Ikterus Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain.
Pemeriksaan PenunjangBila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :1. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran2. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan3. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran
7. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :1. Menghilangkan anemia
23
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi3. Meningkatkan badan serum albumin 4. Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.a. FototherapiFototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
Bayi lahir kurang bulan perlu fototerapi jika:Usia (jam) Berat lahir < 1500 g kadar bilirubin BL 1500 – 2000 g kadar bilirubin BL >2000 g
b. Transfusi PenggantiTransfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
24
Transfusi pengganti digunkan untuk:1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)3. Menghilangkan serum ilirubin4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubinPada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil
c. Therapi ObatPhenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika
Pencegahan
1. Primer
AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.
Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.
AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.
2. Sekunder
Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.
Pemeriksaan Golongan Darah
25
Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.
8. Komplikasi
Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
IV. SYOK PADA PERDARAHAN POST PARTUM
1. Definisi
Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang kedalamannya tidak sesuai dengan perdarahan yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa syok yang terjadi karena kombinasi:• akibat perdarahan,• akibat nyeri.
Syok adalah ketidakseimbangan antara volume darah yang beredar dan ketersediaan sistem vascular bed sehingga menyebabkan terjadinya:1. Hipotensi.2. Penurunan atau pengurangan perfusi jaringan atau organ.3. Hipoksia sel.4. Perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob.
2. Klasifikasi
1. Syok hipovolemik
a Syok akibat Perdarahan:Pada obstetri disebabkan oleh:• Perdarahan pada abortus
• Syok akibat pengeluaran cairan asites yang terIalu banyak dan mendadak
c. Supine hypotensive syndrome• Syok berkaitan dengan kompresi uterus pada vena cava inferior sehingga aliran darah yang menuju atrium kanan berkurang.
d. Syok berkaitan dengan disseminated intravascular coagulation.• Emboli air ketuban• Syok karena terdapat IUF dead
2. Syok sepsis (endatoxin shock)a. Infeksi dengan masuknya endotoksin yang berasal dari dinding bakteri gram-negatif.b. Endotoksin dapat menimbulkan mata rantai gangguan pada berbagai organ sehingga menimbulkan sindrom Syok sepsis.c. Komplikasi yang paling sering berkaitan dengan syok sepsis:• Abortus infeksius• Korioamnionitis• Pielonefritis• Endometritis postpartum
3. Syok kardiogenika. Kegagalan ventrikel kiri• Akibat cardiac arrest atau ventrikel fibrilasi• Infark miokard
b. Kegagalan pengisian ventrikel kiri:• Tamponade jantung–akibat emboli pada jantung• Emboli paru- Lepasnya embolus dari flebitis interna.- Pada operasi ekstensif pelvis–operasi radikal.
4. Syok neurogenika. Akibat zat kimia–aspirasi dari cairan atau isi lambung.b. Akibat obat-obatan–anestesi spinal.c. Inversio uteri—kolaps vasomotor.d. Gangguan eiektrolit–hiponatremia–kekurangan ion Na.
27
3. Etiologi
Hipovolemik syok sering dijumpai dalam klinis, secara etiologi adalah akibat hilangnya volum sirkulasi, misal: pasien luka tusuk dan trauma tumpul, perdarahan saluran cerna dan perdarahan saat kehamilan. Tubuh sebenarnya punya mekanisme kompensasi terhadap kehilangan ini dalam batas tertentu melalui mekanisme neuronal dan humoral. Dengan pengetahuan tatalaksana trauma terkini memungkinkan pasien bisa diselamatkan disaat mekanisme kompensasi tubuh tidak memadai.
4. Faktor resiko
Pasien anak yang memiliki volum darah yang lebih sedikit dibandingkan orang dewasa sehingga secara proporsional persentase kehilangan darah dan volum sirkulasi juga akan jauh lebih besar. Anak dibawah 2 tahun pun fungsi ginjalnya belum sempurna. Sehingga produksi konsentrat urin belum baik. Anak usia muda dalam mempertahankan volum sirkulasinya belum seefektif anak besar. Hati-hatilah akan bahaya kogulopati karena proporsi luas pemukaan tubuh yang akan meningkat sesuai berat badannya dan membuat mudah kehilangan air lewat panas dan terjadinya hipotermia dini.
Usia lanjut memiliki penurunan kondisi fisik dan kesehatan dalam mempertahankan kehilangan volum sirkulasi. Penyakit ateroskelrosis dan penurunan elastin menyebabkan fungsi dinding arteri menurun, akan menyulitkan kompensasi kehilangan volum sirkulasi. Menurunnya arteriolar kardiak karena vasodilatasi dan penyakit angina atau infark akan membutuhkan oksigenasi tinggi otot jantung. Pada usia lanjut mekanisme takikardi untuk respon peningkatan stroke volume melemah karena turunnya rangsang beta-adrenergik dalam memacu miosit di nodul sinoatrial. Penggunaan obat-obat jantung juga akan mengurangi respon normal tubuh mengkompensasi syok. Terutama penggunaan obat golongan beta-bloker, nitrogliserin, ca-bloker, dan obat anti aritmia.
Penurunan fungsi ginjal juga berkorelasi dengan bertambahnya usia dan bersihan kreatinin turun pada usia lanjut dibanding nilai keratin normalnya. Kemampuan mengkonsentrat urinpun menurun karena sensitifitas terhadap ADH menurun. Semua gangguan pada jantung, pembuluh darah dan ginjal ini secara keseluruhan membuat tubuh gagal menjalankan mekanisme kompensasinya di saat kehilangan darah. Faktor komorbid lainnyapun perlu dipertimbangkan saat tatalaksana perdarahan pada usia lanjut.
5. Patofisiologi
dapat terjadi kompensasi peningkatan detak jantung akibat menurunnya tekanan darah menuju jaringan.Jika ketidakseimbangan tersebut terus berlangsung, akan terjadi:
1. Semakin menurunnya aliran 02 dan nutrisi menuju jaringan.
2. Ketidakmampuan sistem sirkulasi unruk mengangkut CO2 dan hasil maabolisme lainnya sehingga terjadi timbunan asam laktat dan asam piruvat di jaringan tubuh dan menyebabkan asidosis metabolik.
28
3. Rendahnya aliran 02 menuju jaringan akan menimbulkan metabolisme anaerob yang akan menghasilkan produk samping:a. Timbunan asam laktatb. Timbunan asam piruvat81
Dampak gagalnya siklus Kreb adalah hipoksia sel yang terlalu lama yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sistem enzim sel dan metabolisme sel.
6. Diagnosis
Pemeriksaan klinis pasien syok hemoragik dapat segera langsung berhubungan dengan penyebabnya. Asal sumber perdarahan dan perkiraan berat ringannya darah yang hilang bisa terlihat langsung. Bisa dibedakan perdarahan pada pasien penyakit dalam dan pasien trauma. Dimana kedua tipe perdarahan ini biasanya ditegakkan dan ditangani secara bersamaan.
Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh, seperti: hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh. Kumpulan gejala tkarena mekanisme kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia dan penggunaan obat tertentu, kadang dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya dalam batas normal. Oleh karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan dilepas pakaiannya harus tetap dilakukan.
Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat dan dengan diaphoresis. Pasien bingung, agitasi dan tidak sadar.
Pada fase awal nadi cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas normal karena kompensasi.
Conjunctiva pucat, seperti anemia kronik. Inspeksi Hidung, pharyinx dari kemungkinan adanya darah
Auskultasi dan perkusi dada untuk mengevaluasi gejala hemothorax. Dimana suara nafas akan turun, suara perkusi tumpul diarea dekat perdarahan.
Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal : distensi, nyeri palpitasi, dan perkusi tumpul. Periksa panggul apakah ada ekimosis yang mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Kejadian yang sering dalam klinis adalah pecahnya aneurysma aorta yang bisa menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis yang bisa mengarahkan kita adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut, pembesaran scrotum karena terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan ekstremitas bawah dan lemahnya denyut femoralis.
Lakukan pemeriksaan rectum. Bila ada darah segar curiga hemoroid internal atau external. Pada kondisi sangat jarang curigai perdarahan yang signifikan terutama pada pasien dengan hipertensi portal.
Pasien dengan riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap. Dan lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.
Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat perhatian khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti syok neurogenik.
Lakukan inspeksi awal dengan cepat untuk identifikasi hal yang mengancam jiwa pasien.
29
Nilai jalan nafas, dengan menanyakan nama pasien. Bila artikulasi baik, pasti jalan nafas bersih.
Periksa oral pharynx dari adanya darah dan benda asing lainnya. Periksa daerah leher, adakah hematom atau deviasi trachea. Auskultasi dan perkusi dada dari tanda pneumothorax atau hemothorax. Palapasi kekuatan dan frekuensi pulsa radialis and femoralis. Periksa dengan cepat adanya perdarahan eksternal. Periksa tanda neurologi dengan menyuruh pasien mengangkat kedua tangan
bergantian, refleks dorsal kaki dengan penekanan. (ATLS) sangat menganjurkan pemeriksaan nerologi sederhana ini, karena bisa menilai tingkat kesadaran pasien apakah pasien sadar penuh, respon terhadap perintah, respon terhadap nyeri, atau tidak ada respon sama sekali. (misal AVPU).
Jaga suhu pasien dengan baik, dengan selimut atau alat penghangat luar lainnya. Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, yang
bisa mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa adakah perdarahan dikulit kepala. Dan bila dijumpai perdarahan aktif harus
segera diatasi bahkan sebelum pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah di mulut dan pharynx. Inspeksi dan Palpasi abdomen. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan ekimosis
mengindikasikan adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasil kestabilan tulang pelvis, bila ada krepitus atau instability indikasikan
terjadinya fraktus pelvis dan ini bisa mengancam jiwa karena perdarahan ke retroperitoneum.
Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitus saat palpasi didekat fraktur. Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk mencegah perdarahan di sisi fraktur. Terutama fraktur Femur karena bisa hilang darah dalam jumlah banyak, sehingga harus segera diimobilisasi dan ditraksi.
Tes diagnostic lebih jauh perlu dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang mungkin terjadi di intratorakal, intra-abdominal,atau retroperitoneal.
• Syok ringan.takikardi minimal,hipotensi sedikit,vasokonstriksi tepi ringan: kulit dingin,pucat,basah. Urin normal/sedikit berkurang.keluhan merasa dingin
• Syok sedang.takikardi 100-120/m.hipotensi: sistolik 90-100 mmHg,oliguria/anuria.keluhan has
1. Atasi perfusi jaringan 2. Baringkan terlentang dengan kaki ditinggikan 3. Bebaskan jalan napas 4. Beri O2 5-10 l/m
Resusitasi cairan
30
1. Pasang abocath no 16 G dan ambil contoh darah dan pasang kateter vena sentral 2. Berikan RL atau Nacl fisiologis sebanyak 2-3 x darah yg keluar dgn tetesan cepat
selama 20-30 menit 3. Pertahankan tekanan vena sentral 3-8 cmH2O4. Pada syok hemoragik berat dapat diberika cairan koloid seperti dekstran sebanyak 10-
20 ml/kgbb
Obat obatan
• Sodium bikarbonat, bila pH arteri <7,2,diberikan dgn rumus base excess x BB x 1/3, separuh diberikan bolus iv, sisanya melalui infus
• Vasokonstriktor,cth dopamin, diberikan sudah diberikanresusitasi cairan • Kortikosteroid • Antibiotika,dosis tinggi dan kombinasi cth clindamisin 600 mg/6jam dan garamisin
2mg/kg bb/8 jam• Heparin bila terjadi DIC
Keberhasilan terapi syok
• Tekanan cvp 3-8 cm H2O• Produksi urin 0,5 ml/kg bb/jam• Kesadaran membaik • Perfusi jaringan meningkat • Curah jantung meningkat > 3,5 L/m
V. AGAMA
PEMERIKSAAN OLEH LAWAN JENIS DALAM ISLAM
Ketikah Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya mengenai hukum berobat kepada dokter yang berlawan jenis, beliau menjelaskan,“Seorang wanita tidak dilarang berobat kepada dokter pria, terlebih lagi ia seorang spesialis yang dikenal dengan kebaikan, akhlak dan keahliannya. Dengan syarat, bila memang tidak ada dokter wanita yang setaraf dengan dokter pria tersebut. Atau karena keadaan si pasien yang mendesak harus cepat ditolong, (karena) bila tidak segera, penyakit (itu) akan cepat menjalar dan membahayakan nyawanya.
“Dalam masalah ini, perkara yang harus diperhatikan pula, dokter tersebut tidak boleh membuka sembarang bagian tubuh (aurat) pasien wanita itu, kecuali sebatas yang diperlukan dalam pemeriksaan. Dan juga, dokter tersebut adalah muslim yang dikenal dengan ketakwaannya. Pada situasi bagaimanapun, seorang muslimah yang terpaksa harus berobat kepada dokter pria, tidak dibolehkan memulai pemeriksaan terkecuali harus disertai dengan salah satu mahramnya.”
Allah Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An’am ayat 119:
(padahal) sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu. Kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.
31
DAFTAR PUSTAKA
Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
Prawirodiharjo, Sarwono. 2009. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
http://www.penyakithepatitis.com/Bilirubin.htm
Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.
Schwart, M.W. 2005. Pedoman Klilik Pediatrik. Jakarta : EGC.