Top Banner
2.3 Fisiologi Nyeri Nyeri terutama adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran akan kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Selain itu, simpanan pengalaman yang menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita menghindari kejadian-kejadian yang berpotensi membahayakn di masa mendatang. Tidak seperti modalitas somatosensorik lain, sensasi nyeri disertai oleh respons perilaku termotivasi (misalnya menarik diri atau bertahan) serta reaksi emosional (misalnya menangis atau takut). Juga, tidak seperti sensasi lain, persepsi subyektif nyeri dapat dipengaruhi oleh pengalaman lalu atau sekarang (misalnya, meningkatnya persepsi nyeri yang menyertai rasa takut akan dokter gigi atau berkurangnya persepsi nyeri pada seorang atlet yang cedera ketika sedang bertanding). 2.3.1 Kategori Reseptor Nyeri Terdapat tiga kategori reseptor nyeri, atau nosiseptor. Nosiseptor mekanis berespons terhadap kerusakan mekanis misalnya tersayat, terpukul, atau cubitan; nosiseptor suhu berespons terhadap suhu ekstrim, terutama panas; dan nosiseptor polimodal yang berespons sama kuat terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk bahan kimia iritan yang dikeluarkan oleh jaringan yang cedera. Karena manfaatnya untuk kelangsungan hidup maka nosiseptor juga tidak beradaptasi terhadap rangsangan yang menetap atau berulang.
13

Patofisiologi Nyeri

Jan 26, 2016

Download

Documents

nnj
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Patofisiologi Nyeri

2.3 Fisiologi Nyeri

Nyeri terutama adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran akan

kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Selain itu, simpanan pengalaman

yang menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita menghindari kejadian-kejadian yang

berpotensi membahayakn di masa mendatang.

Tidak seperti modalitas somatosensorik lain, sensasi nyeri disertai oleh respons perilaku

termotivasi (misalnya menarik diri atau bertahan) serta reaksi emosional (misalnya menangis

atau takut). Juga, tidak seperti sensasi lain, persepsi subyektif nyeri dapat dipengaruhi oleh

pengalaman lalu atau sekarang (misalnya, meningkatnya persepsi nyeri yang menyertai rasa

takut akan dokter gigi atau berkurangnya persepsi nyeri pada seorang atlet yang cedera ketika

sedang bertanding).

2.3.1 Kategori Reseptor Nyeri

Terdapat tiga kategori reseptor nyeri, atau nosiseptor. Nosiseptor mekanis berespons

terhadap kerusakan mekanis misalnya tersayat, terpukul, atau cubitan; nosiseptor suhu berespons

terhadap suhu ekstrim, terutama panas; dan nosiseptor polimodal yang berespons sama kuat

terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk bahan kimia iritan yang dikeluarkan

oleh jaringan yang cedera. Karena manfaatnya untuk kelangsungan hidup maka nosiseptor juga

tidak beradaptasi terhadap rangsangan yang menetap atau berulang.

Semua nosiseptor yang ditingkatkan kepekaannya oleh adanya prostaglandin, yang sangat

meningkatkan respons reseptor terhadap rangsangan yang menggangu (yaitu, terasa lebih sakit

jika ada prostaglandin). Prostaglandin adalah kelompok khusus turunan asam lemak yang berasal

dari lapis ganda lemak membran plasma dan bekerja lokal setelah dibebaskan. Cedera jaringan,

antara lain dapat menyebabkan pelepasan lokal prostaglandin. Bahan-bahan kiia ini bekerja pada

ujung perifer nosiseptor untuk menurunkan ambang pengaktifan reseptor. Obat-obatan sejenis

aspirin menghambat pembentukan prostaglandin, yang minimal ikut berperan dalam menentukan

sifat analgetik (penghilang nyeri) obat-obat ini.

2.3.2 Serat Nyeri Aferen Cepat dan Lambat

Page 2: Patofisiologi Nyeri

Impuls nyeri yang berasal dari nosiseptor disalurkan ke SSP melalui salah satu dari dua

jenis serat aferen. Sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan suhu disalurkan melalui serat

A-delta halus bermielin dengan kecepatan hingga 30m/dtk (jalur nyeri cepat). Impuls dari

nosiseptor polimodal disalurkan oleh serat C halus tak bermielin dengan kecepatan jauh lebih

rendah (12m/dtk); jalur nyeri lambat). Ingatlah ketika jari tangan anda terakhir kali terpotong

atau tersendut. Anda akan merasakan sentakan tajam nyeri pada awal yang segera diikuti oleh

nyeri yang lebih difus. Nyeri biasanya pertama kali dirasakan sebagai sensasi tertusuk tajam

yang singkat yang mudah diketahui lokasinya; ini adalah jalur nyeri cepat yang berasal dari

nosiseptor mekanis atau panas spesifik. Perasaan ini diikuti oleh sensasi pegal tumpul yang

lokalisasinya tidak jelas dan menetap lebih lama disertai rasa tidak nyaman; ini adalah jalur nyeri

lambat, yang diaktifkan oleh bahan-bahan kimia, terutama bradikinin, suatu bahan yang

normalnya inaktif dan menjadi aktif oleh enzim-enzim yang dikeluarkan kedalam CES dari

jaringan yang rusak. Bradikinin dan senyawa-senyawa terkait tidak saja memicu nyeri, mungkin

dengan merangsang nosiseptor polimodal, tetapi juga berperan dalam respons peradangan

terhadap cedera jaringan.

Yang menarik, reseptor perifer serat C aferen diaktifkan oleh kapsaisin, bahan dalam

cabai yang menimbulkan rasa pedas. (Selain mengikat reseptor nyeri, kapsaisin berikatan dengan

reseptor suhu yang normalnya diaktifkan oleh panas karena itu timbul rasa panasketika kita

makan cabai pedas). Yang ironis, aplikasi lokal kapsaisin malah dapat mengurangi nyeri klinis,

kemungkinan besar dengan merangsang secara berlebihan dan merusak nosiseptor yang

berikatan dengannya.

2.3.3 Pemrosesan Masukan Nyeri di Tingkat yang Lebih Tinggi

Banyak struktur yang berperan dalam pemrosesan sensasi nyeri. Serat-serat nyeri aferen

primer bersinaps dengan antar neuron ordo kedua spesifik ditanduk dorsal medulla spinalis.

Sebagai respons terhadap potensial aksi yang dipicu oleh serangan, serat-serat nyeri aferen

mngeluarkan neurotransmitter yang mempengaruhi neuron-neuron berikutnya. Dua

neurotransmitter yang paling banyak diketahui adalah substansi P dan glutamate. Substansi P

mengaktifkan jalur-jalur asendens yang menyalurkan sinyal nosiseptif ke tingkat yang lebih

tinggi untuk pemrosesan lebih lanjut. Jalur-jalur nyeri asendens memiliki tujuan yang berbeda-

beda di korteks, thalamus, dan formasio retikularis. Daerah pemrosesan somatosensorik

Page 3: Patofisiologi Nyeri

dikorteks menentukan lokasi nyeri, sementara daerah-daerah korteks lain ikut serta dalam

komponen sadar pengalaman nyeri lainnya, misalnya refleksi tentang kejadian penyebab. Nyeri

tetap dapat dirasakan tanpa adanya korteks, mungkin ditingkat thalamus. Formasio retikularis

meningkatkan derajat kewaspadaan yang berkaitan dengan rangsangan yang mengganggu.

Interkoneksi dari thalamus dan formasio retikularis ke hipotalamus dan sistem limbic memicu

respons perilaku dan emosi yang menyertai pengalaman yang menimbulkan nyeri. Sistem limbic

tampaknya sangat penting dalam mempersepsikan aspek yang tidak menyenangkan dari nyeri.

Glutamate, neurotransmitter lain yang dikeluarkan dari terminal nyeri aferen primer,

adalah neurotrasmiter eksitatorik utama. Glutamat bekerja pada dua reseptor membrane plasma

berbeda di neuron-neuron tanduk dorsal, dengan dua efek berbeda. Pertama, pengikatan

glutamate dengan reseptor AMPA-nya menyebabkan perubahan permeabilitas yang akhirnya

menyebabkan pembentukan potensial aksi disel tanduk dorsal. Potensial aksi ini menyalurkan

pesan nyeri ke pusat-pusat yang lebih tinggi. Kedua, pengikatan glutamate denganreseptor

NMDA-nya menyebabkan masuknya Ca2+ ke dalam sel tanduk dorsal. Jalur ini tidak terlibat

dalam transmisi pesan nyeri. Ca2+ malah memicu sistem pembawa pesan kedua yang membuat

neuron tanduk dorsal lebih peka dari pada biasanya. Hipereksitabilitas ini ikut berperan

meningkatkan sensitivitas daerah yang cedera terhadap pajanan berikutnya rangsangan nyeri atau

bahkan rangsangan normal yang tak nyeri, misalnya sentuhan ringan. Bayangkanlah betapa

peka-nya kulit anda yang mengalami luka bakar, bahkan terhadap pakaian. Mekanisme lain

diluar hipereksitabilitas neuron tanduk dorsal yang ditimbulkan oleh glutamate juga berperan

menyebabkan supersensitivitas suatu daerah yang cedera. Sebagai contoh, responsivitas reseptor

perifer pendeteksi nyeri dapat ditingkatkan sehingga reseptor tersebut bereaksi lebih kuat

terhadap rangsangan berikutnya. Kepekaan yang berlebihan ini mungkin bertujuan untuk

mengurangi aktivitas yang dapat semakin merusak atau mengganggu penyembuhan daerah yang

cedera. Hipersensitivitas ini biasanya mereda setelah cedera sembuh.

Nyeri kronik, yang kadang-kadang sangat mengganggu, kadang terjadi tanpa disertai

kerusakan jaringan. Berbeda dari nyeri yang menyertai cedera jaringan perifer, yang berfungsi

sebagai mekanisme protektif normal untuk memberi tahu tubuh akan kerusakan yang terjadi atau

akan terjadi, keadaan nyeri kronik abnormal terjadi akibat kerusakan jalur-jalur nyeri di saraf

perifer atau SSP. Nyeri dirasakan karena terbentuknya sinyal abnormal di dalam jalur-jalur nyeri

Page 4: Patofisiologi Nyeri

tanpa adanya cedera dijaringan perifer atau rangsangan nyeri khas. Sebagai contoh, stroke yang

merusak jalur-jalur asendens dapat menyebabkan sensasi nyeri yang menetap dan abnormal.

Nyeri kronik abnormal kadang-kadang digolongkan sebagai nyeri neuropatik.

Selain rangkaian neuron yang menghubungkan nosiseptor perifer dengan struktur-

struktur SSP yang lebih tinggi untuk persepsi nyeri, SSP juga mengandung sistem analgetik

penekan nyeri inheren yang menekan penyaluran impuls dijalur nyeri sewaktu impuls tersebut

masuk ke medulla spinali. Dua region diketahui menjadi bagian dari jalur analgesic asendens ini.

Rangsangan listrik pada substansia grisea periakuaduktus (substansia grisea yang mengelilingi

akuafuktus serebral, suatu saluran sempit yang menghubungkan rongga ventrikel ketga dan

keempat) menghasilkan analgesia kuat, demikian juga stimulasi formasio retikularis didalam

batang otak. Sistem analgesik ini menekan nyeri dengan menghambat pelepasan substansi P dari

ujung serat nyeri aferen.

Secara spesifik, sistem analgesik bergantung pada keberadaan reseptor opiate. Orang

telah lama mengetahui bahwa morfin, suatu komponen dlam tanaman opium, adalah suatu

analgesik kuat. Para peneliti beranggapan bahwa kecil kemungkinannya bahwa tubuh

dianugerahi reseptor opiate hanya untuk berinteraksi dengan bahan kimia yang berasal dari

sejenis bunga. Karenanya mereka mulai melakukan penelitian untuk mencari bahan yang secara

normal berikatan dengan reseptor opiate ini. Hasilnya adalah penemuan opiate ini endogen

(bahan mirip morfin)-endorfin, enkefalin, dan dinorfin- yang penting dalam sistem analgesik

alami tubuh. Opiate-opiat endogen ini berfungsi sebagai neurotransmitter analgesik; mereka

dibebaskan dari jalur analgesik desendens dan berikatan dengan reseptor opiate di ujung serat

nyeri aferen. Pengikatan ini menekan pelepasan substansi P melalui inhibisi prasinaps, sehingga

transmisi lebih lanjut sinyal neri dihambat. Morfin berikatan dengan reseptor opiate yang sama,

yang menjelaskan sifat analgesiknya.

Belum jelas bagaimana mekanisme penekan nyeri alami ini diaktifkan dalam keadaan

normal. Faktor-faktor yang diketahui memodulasi nyeri adalah olahraga, stress, dan akuounktur.

Para peneliti percaya bahwa endorphin dibebeaskan selama olahraga berkepanjangan dan

mungkin menimbukan “runner’s high” (“rasa nkmat” yang dialami pelari jarak jauh). Beberapa

jenis stress juga menyebabkan analgesia. Dalam keadaan tertentu, mengemukakan reaksi normal

terhadap nyeri oleh organism yang sedang mengalami stress akan merugikan. Sebagai contoh,

Page 5: Patofisiologi Nyeri

ketika dua singa jantan sedang berkelahi untuk mendominasi kelompoknya, menarik diri, lari,

atau beristirahat ketika mengalami cedera jelas mengisyarakatkan kekalahan.

Sensasi somatic dideteksi oleh reseptor yang tersebar luas yang member informasi

tentang interaksi tubuh dengan lingkungan secara umum. Di lain pihak, masing-masing dari

indera khusus memiliki reseptor yang sangat spesialistik dan terlokalisasi yang berespons

terhadap rangsangan lingungan tertentu. Indera khusus mencakup penglihatan, pendengaran,

pengecapan, dan penciuman.

Tabe. 1. Karakteristik nyeri

Nyeri Cepat Nyeri Lambat

Terjadi pada stimulasi nosiseptor mekanis

dan suhu

Disalurkan oleh serat A-delta halus

bermielin

Menimbulkan sensasi tajam menusuk

Mudah diketahui lokalisasinya

Muncul pertama kali

Terjadi pada stimulasi nosiseptor

polimodal

Disalurkan oleh serat C halus tak bermielin

Menimbulkan sensai tumpul, panas, pegal

Lokalisasinya tidak jelas

Muncul berikutnya; menetap lebih lama;

lebih tidak menyenangkan

Page 6: Patofisiologi Nyeri

Gambar 1. Perbandingan kemampuan diskriminatif daerah dengan medan reseptif kecil

versus besar.

Ketajaman taktil relatif suatu bagian dapat ditentukan denganuji ambang diskriminasi dua titik.

Jika dua ujung dari sebuah jangka ditempelkan ke permukaan kulit merangsang dua medan

reseptif yang berbeda, maka akan dirasakan adanya dua titik terpisah. Jika kedua ujung

mnyentuh medan reseptif yang sama, maka keduanya dirasakan sebagai satu titik. Dengan

menyesuaikan jarak antara kedua ujung jangka, kita dapat menentukan jarak minimal dimana

dua titik tetap dapat dibedakan sebagai dua titik bukan satu, yang mencerminkan ukuran medan

reseptif di bagian tersebut. Denganteknik ini, kita dapat menentukan kemampuan diskriminatif

permukaan tubuh. Ambang dua titik berkisar dari 2 mm diujung jari tangan (memungkinkan

seseorang membaca huruf Braille, dimana titik-titik menonjol terpisah 2,5 mm satu sama lain)

hingga 48 mm dikulit betis yang diskriminasinya palig rendah. (a) Regio dengan medan reseptif

sempit. (b) Regio dengan medan reseptif luas

Page 7: Patofisiologi Nyeri

Gambar 2. Inhibisi lateral.

Page 8: Patofisiologi Nyeri

(a) Resptor di tempat stimulasi paling kuat diaktifkan hingga maksimal. Reseptor-resptor

disekitar juga terangsang tetapi dengan derajat yang lebih rendah. (b) Jalur reseptor yang paling

teraktifkan tersebut menghambat transmisi impuls dijalur-jalur yang stimulasinya kurang melalui

inhibisi lateral. Proses ini mempermudah lokalisasi tempat rangsangan.

Gambar 3. Jalur nyeri substansi P dan jalur analgesik.

(a) Jalur nyeri substansi P. Ketika diaktifkan oleh rangsangan yang menganggu, sebagian jalur

nyeri aferen mengeluarkan substansi P, yang mengaktifkan jalur-jalur nyeri asendens yang

member masukan kepada berbagai bagian otak untuk pemrosesan beragam aspek dari

pengalaman nyeri tersebut. (b) Jalur analgesik. Opiat endogen yang dibebaskan dari jalur-jalur

analgesik (pereda nyeri) desendens berikatan dengan reseptor opiate di synaptic knob serat nyeri

Page 9: Patofisiologi Nyeri

aferen. Pengikatan ini mengahambat pelepasan substansi P sehingga transmisi impuls nyeri

sepanjang jalur nyeri asendens terhambat.

Dafpus : Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6.Jakarta;EGC. Hal

207-11

2.4 Patofisiologi Nyeri Kepala

Nyeri kepala terjadi karena perangsangan terhadap struktur-struktur di daerah kepala dan

tengkuk yang peka terhadap nyeri. Perangsangan ini dapat berupa inflamasi (proses radang, zat

kimia dan toksik), kontraksi otot dari struktur peka nyeri.

Struktur peka nyeri ekstrakranium adalah: kulit kepala, periosteum, arteria (frontalis,

temporalis superfisialis, oksipitalis), saraf-saraf (frontalis, aurikulotemporalis, oksipitalis mayor,

oksipitalis minor) dan otot-otot (frontalis, temporalis, oksipitalis)

Sedangkan struktur intracranial yang peka nyeri adalah: duramater (sepanjang arteria

meningeal, sekitar sinus venosus, dibasis kranii dan tentorium serebeli), leptomeninges (sekitar

arteria besar dibasis kranii), bagian proksimaldan basal dari arteria dan ven aotak, serta saraf-

saraf tertentu (trigeminus, fasialis, glosofaringeus, vagus, servikalis).

Dafpus : Sastrodiwijo S, Kusuma P, Markam S. Nyeri Kepala Menahun. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 2-3