Top Banner

of 22

Paper Pendekatan Ilmiah dan Evaluasi Penyuluhan Pertanian.doc

Oct 09, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

I. PENDAHULUANA.Latar Belakang

Pendekatan penyuluhan sangat penting dilaksanakan dalam proses pencapaian tujuan. Sejak beberapa dasawarsa yang lewat, berbagai model pendekatan penyuluhan pertanian telah dicoba, dalam rangka pengembangan sistem penyuluhan pertanian yang dilaksanakan di berbagai negara. Selaras dengan itu, kajian terhadap ragam model pendekatan menjadi sangat penting untuk melihat keunggulan dan kelemahan masing-masing.Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang penting, namun sering dikesampingkan dan konotasinya negatif, karena dianggap mencari kesalahan, kegagalan dan kelemahan dari suatu kegiatan penyuluhan pertanian. Sebenarnya evaluasi harus dilihat dari segi manfaatnya sebagai upaya memperbaiki dan penyempurnaan program/kegiatan penyuluhan pertanian sehingga lebih efektif, efisien dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi penyuluhan pertanian dapat digunakan untuk memperbaiki perencanaan kegiatan/program penyuluhan, dan kinerja penyuluhan, mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan, membandingkan antara kegiatan yang dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Manfaat dari hasil evaluasi penyuluhan antara lain: menentukan tingkat perubahan perilaku petani, untuk perbaikan program, sarana, prosedur, pengorganisasian dan pelaksanaan penyuluhan pertanian dan untuk penyempurnaan kebijakan penyuluhan pertanian. Pelaporan hasil kegiatan penyuluhan pertanian sangat penting sebagai penyampaian informasi, sebagai bahan pengambilan keputusan/kebijakan oleh pimpinan/penanggung jawab kegiatan, pertanggungjawaban, pengawasan dan perbaikan perencanaan berikutnya.Untuk mendapatkan hasil evaluasi yang dapat dipercaya perlu adanya prinsip-prinsip sebagai landasan dalam pelaksanaan supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan penyuluhan pertanian yaitu berdasarkan fakta, bagian integral dari proes penyuluhan, berhubungan dengan tujuan program penyuluhan, menggunakan alat ukur yang sahih, dilakukan terhadap proses dan hasil penyuluhan penyuluhan serta dilakukan terhadap kuantitatif maupun kualitatif.II. PEMBAHASAN

2.1.Pendekatan Ilmiah Penyuluhan Pertanian

a.Pendekatan penyuluhan pertanian yang konvensional

Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan yang konvensional, karena merupakan model pendekatan yang telah diterapkan di banyak negara-negara dunia ketiga, meskipun dengan ragam pelaksanaan yang berbeda-beda. Tentang hal ini, gambaran umum tentang model pendekatan konvensonal itu adalah sebagai berikut:

1) Tujuan penyuluhan pertanian. Melalui model pendekatan ini, tujuan utama dari kegiatan penyuluhan diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian secara nasional, baik yang menyangkut tanaman pangan, hasil-hasil peternakan, perikanan, maupun peningkatan produk-produk pertanian linnya untuk keperluan ekspor. Meskipun demikian, kegiatan penyuluhan pertanian juga tetap memperhatikan upaya peningkatan pendapatan petani dan mutu- hidup masyarakat desa pada umumnya.

Berkaitan dengan tujuan penyuluhan, analisis terhadap keragaman tujuan penyuluhan, seringkali menjadi sangat penting, karena adanya perbedaan penekanan kebijaksanaan yang diterapkan akan menimbulkan konflik di kalangan masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh, jika pemerintah memiliki kebijakan untuk menyediakan pangan pada tingkat harga murah (terutama bagi golongan bukan petani di perkotaan) keadaan seperti itu secara langsung pasti akan menggangu upaya peningkatan pendapatan petani. Karena itu, setiap upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi, harus selalu dibarengi dengan upaya untuk tetap memperhatikan kenaikan pendapatan petani sebagai salah satu bagian dari upaya perbaikan mutu hidup masyarakat pada umumnya.

2) Sasaran penyuluhan pertanian. Pada model pendekatan konvensional ini, sasaran penyuluhan pertanian adalah seluruh petani. Meskipun demikian, sebagai akibat terbatasnya jumlah tenaga penyuluh yang terlatih. Sering kali terlihat bahwa sasaran utama dari pendekatan seperti ini diutamakan pada kelompok petani lapisan atas yang relatif lebih progresif dan memiliki kemampuan sumberdaya untuk meningkatkan produksi pertanian, seperti para kontak-tani dan petani-petani demonstrator.Keadaan seperti ini semakin nampak jelas, manakala pmerintah ingin meningkatkan produksi ekspornya, yang hanya mungkin dilaksanakan oleh para petani kaya, sehingga perhatian penyuluhan terhadap petani-petani miskin, wanita-tani dan pemuda-tani menjadi terabaikan.

3) Organisasi penyuluhan pertanian dan cakupannya. Di semua negara dunia-ketiga, kegiatan penyuluhan pertanian pada umumnya diorganisasikan oleh Departemen Pertanian dan bahkan seringkali juga dipecah-pecah untuk setiap sub-sektornya.

Keadaaan seperti itu, berakibat pada semakin banyaknya jumlah penyuluh yang diperlukan, dan di lain pihak sering merepotkan petani yang menjadi sasarannya. Karena itu, disamping sering terjadinya tumpang tindih kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan, model endekatan seperti ini juga dinilai terlalu boros.

4) Pendekatan yang dilakukan. Di banyak negara yang menekan model pendekatan seperti ini, sebagian besar penyuluhnya melaksankaan kegiatan penyuluhan dengan menerapkan metoda pendekatan penyuluhan dengan menerapkan metoda pendekatan individual, baik dalam bentuk: anjangsana. Anjangkarya, atau mengundang petani-petani ke kantor-kator mereka. Disamping itu, ada pula yang sudah menggunakan radio dan dilengkapi dengan bahan-bahan penyuluhan yang tercetak. Lebih lanjut, karena terbatasnya bahan-bahan penyuluhan yang dapat diproduksi untuk kegiatan pendidikan dan penyuluhan kelompok, metoda ini jarang diterapkan dalam pendekatan konvensional.5) Peran penyuluah. Keadaan yang sangat memprihatinkan dari pendekatan semacam ini adalah, para penyuluh lebih berfungsi sebagai aparat atau perwakilan Menteri Pertanian di wilayah kerjanya, yang bertugas untuk menyampaikan dan melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan atasannya.

Karena itu, seorang penyuluh menjadi lebih sering berperan sebagai administrator dibanding sebagai pendidik atau komunikator yang seharusnya lebih diperhatikan. Sehingga tujuan pembanguna pertanian seringkali tidak dapat dicapai, karena penyuluhnya tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik atau komunikator bagai masyarakat sasarannya.

b.Pendekatan latihan dan kunjungan

Bertolak dari pengalaman model pendekatan konvnsional yang mengakibatkan para penyuluh harus memainkan peran ganda sebagai administrator/perwakilan Departemen Pertanian dan sebagai pendidik/komunikator, sejak dasawarsa 1970an mulai dikembangkan model pendekatan Latihan dan Kunjungan yang mendapat dukungan dana dari Bank Dunia, dengan maksud untuk lebih mengefektifkan kegiatan penyuluhan pertanian di banyak negara dunia ketiga.1) Tujuan penyuluhan pertanian. Melalui model pendekatan ini, tujuan penyuluhan pertanian lebih diarahkan kepada upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani secara individual. Jika setiap petani dapat meningkatkan produksi dan pendapatannya, niscaya produksi dan pendapatan nasional maupun kesejahteraan masyarakat pedesaan akan dapat dicapai pula. Model pendekatan ini, merupakan perombakan model konvensional yaitu untuk memecahkan masalah-masalah yang seringkali menghambat kegiatan penyuluhan pertanian yang mencakup (Bennor dan Harisson, 1977):

a) Upaya pengembangan organisasi penyuluhan pertanian melalui jalur tunggal yang secara langsung akan memberikan dukungan teknis maupun pengawasan administrasi;b) Upaya mengubah peran-ganda penyuluh menjadi penyuluh yang hanya bertanggungjawab untuk melaksanakan tugas-tugas pendidikan dan kegiatan komunikasi.

c) Upaya mengembangkan penyuluhan pertanian yang menjangkau seluruh keluarga petani, dengan membatasi jumlah keluarga petani yang harus dikunjungi oleh seorang penyuluh;

d) Upaya meningkatkan mobilitas penyuluh untuk mengunjungi petaninya, dengan perlengkapan transportasi yang memadai;

e) Upaya peningkatan pengetahuan dan ketrampilanpenyuluh melalui kegiatan latihan yang teratur dan berkelanjutan;

f) Upaya mempererat jalina penyuluh dan peneliti, melalui penambahan jumlah Penyuluh Pertanian Spesialis yang selalu mengadakan kontak yang teratur dengan para peneliti.

g) Upaya peningkatan status penyuluh di mata masyarakat, dengan pemberian tugas yang jelas, sekaligus juga peningkatan rasa percaya diri mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.

h) Upaya mengurangi kegiatan tumpang-tindih yang dilakukan banyak penyuluh yang berasal dari sub-sektor yang berbeda, sekaligus juga mengupayakan peninkatan pengembangan beragam komoditi di suatu wilayah secara seimbang.

2) Sasaran penyuluhan pertanian. Berbeda dengan model pendekatan konvensional, sasaran penyuluhan pertanian terbatas pada setiap keluarga petani yang berada dalam wilayah kerja penyuluh-lapangan yang bersangkutan, yang dikelompokkan dalam kelompok-kelompok tani yang dipimpin oleh seorang petani-maju yang jumlahnya sebanyak 10% dari jumlah petani yang ada di desanya. Karena itu, setiap penyuluh diinstruksikan untuk menunjuk kontak-tani yang bertindak sebagai ketua dan perwakilan para petani-maju di desanya. Melalui cara ini, dimaksudkan agar penyuluhan pertanian dapat diterima oleh setiap kategori petani di setiap komunitas petani.3) Pengorganisasian dan cakupannya. Melalui pendekatan latihan dan kunjungan, seluruh petani diorganisasikan dalam kelompok-kelompok tani yang dilayani oleh penyuluh-lapangan.

4) Pendekatan yang dilakukan. Dalam model ini, kegiatan penyuluhan dilakukan dengan mengutamakan pada pendekatan kunjungan ke lahan usahatani secara berkelompok. Di samping itu, juga dilaksanakan kegiatan-kegiatan latihan bagi Kontak-tani/Tani-maju, atau pertemuan-pertemuan kelompok di luar lahan usahatani mereka

5) Peran penyuluh. Pada pendekatan ini, peran penyuluh sudah tegas, yaitu untuk mengunjungi kelompok-kelompok tani guna membantu mereka dalam menunjang kegiatan usahataninya melalui:

a) Penyuluhan teknologi yang murah dengan resiko kecilb) Pemecahan masalah yang dihadapi petaninya

c) Pemberian rekomendasi tekni untuk pelaksanaan usahatani

d) Merancang demostrasi-demonstrasi usahatani

6) Kritik terhadap pendekatan latihan dan kunjungan

a) Pendekatan seperti ini lebih bersifat Top-Down dan kurang mengikutertakan partisipasi masyarakat dalam perencanaan program penyuluhan, meskipun menurut konsepnya, program tersebut disusun bersama petaninya.

b) Pendekatan ini terlalu kaku dengan menerapkan jadwal 2 mingguan yang telah ditetapkan . Padahal kesibukan petani sangat beragam tergantung pada musim.

c) Pendekatan seperti ini terlalu banyak memerlukan tenaga penyuluh, yang tidak selalu dapat dipenuhi (baik jumlah maupun mutunya) untuk dapat melaksanakan penyuluhan dengan baik.

d) Karena harus menepati aturan yang ada, seringkali pendekatan ini menjadi kurang memanfaatkan media massa secara efektif.

e) Karena kelemahan (jumlah dan mutu) Penyuluh Pertanian Spesialis, hubungan antara penyuluh dan peneliti seringkali juga tidak seakrab yang diharapkan, terutama untuk mengantisipasi masalah-masalah teknis yang sering dihadapi penyuluh di lapangan.

f) Karena kegiatan penyuluhan pertanian tetap berada dibawah Departemen Pertanian yang pada umumnya merupakan organisasi yang bersifat otoriter, kegiatan supervisi lebih sering bersifat pengawasan (bukan pembinaan) dan seringkali mengakibatkan hal-hal yang tidak diharapkan bagi efektivitas penyuluhan pertanian itu sendiri.c.Penyuluhan pertanian yang diorganisasikan perguruan tinggi

Pendekatan penyuluhan pertanian seperti ini, dikembangkan di Amerika Serikat sejak tahun 1914, yang merupakan bentuk kerjasama pemerintah federal dengan beberapa perguruan tinggi setempat dalam kaitannya dengan pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi yang mencakup: pendidikan, penelitian dan penyuluhan.

1) Tujuan penyuluhan pertanian. Tujuan penyuluhan disini, lebih diutamakan pada pengembangan program-program pendidikan yang terpilih dalam rangka membantu masyarakat (sasarannya) untuk memecahkan beragam masalah sosial demi pencapaian kepuasan mereka, termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan: peningkatan efisiensi usahatani, pendapatan-petani dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Program pendidikan tersebut, juga diarahkan untuk membiasakan generasi muda untuk belajar dari pengalaman, memanfaatkan sumberdaya yang tersedia, serta bekerja bersama masyarakat untuk mengembangkan wilayah pedesaan sebagai tempat-tinggal dan tempat berusaha yang menyenangkan.

2) Sasaran penyuluhan. Sasaran penyuluhanyang diorganisasikan oleh Perguruan Tinggi ini, terbatas pada warga masyarakat yang memang menaruh minat untuk mengikuti program-program pendidikan yang ditawarkan (seperti: ketrampilan hortikultura, pendidikan kesejahteraan masyarakat keluarga, dll). Di samping itu, kegiatan penyuluhan yang dirancang itu juga melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga swasta yang bergerak di bidang pelayanan kegiatan pertanian.

3) Pengorganisasian dan cakupannya. Kegiatan penyuluhan pertanian, sepenuhnya diorganisasikan oleh Perguruan Tinggi (baik yang mencakup tenaga-tenaga penyuluh dan pembantu penyuluh di lapangan, penyuluh pertanian spesialis, maupun para administratr dan supervisornya), yang dikaitkan dengan pembinaan karir mereka baik di bidang: pendidikan, penelitian maupun penyuluhan. Khusus tentang Penyuluh Pertanian Spesialis, semuanya terdiri dari para staf pengajar yang jumlahnya sekitar 20-100% dari staf pengajar yang ada di Perguruan Tinggi yang bersangkutan. 4) Pendekatan penyuluhan yang diterapkan. Dalam model ini, pendekatan penyuluhan dilaksanakan dengan mengggunakan multimedia (media-massa maupun interpersonil) secara efektif, tergantung pada program pendidikan yang dirancang maupun tingkat pengetahuan para pesertanya. Karena itu, pendekatan yang diterapkan lebih bersifat bottom-up dibanding top-down.

5) Peran penyuluh. Para model ini, peran penyuluh adalah untuk menyebar-luaskan informasi dan meyakinkan bahwa informasi yang disampaikan itu mampu membantu mereka untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Di dalam praktek, kegiatan penyuluhan juga dapat memainkan perannya untuk mengkoordinasikan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang diperlukan. Penyuluhan tidak sekadar menyampaikan informasi kepada masyarakat (sasarannya) tetapi juga memberikan umpan-balik perusahaan-perusahaan (produsen sarana produksi) dan bersama-sama mereka mencari pemecahan masalahnya; atau merancang pengembangan lembaga-lembaga pelayanan yang dibutuhkan baik bagi masyarakat maupun bagi lembaga-lembaga (pemerintah dan swasta) yang memerlukannya.d.Pendekatan pengembangan komoditi dan sistem produksi

Pendekatan ini dilandasi oleh upaya untuk memadukan semua aspek yang berkaitan dengan penerapan teknologi (baik yang mencakup penyediaan input dan pelayanan pertanian yang lainnya), yang memiliki kaitan erat dengan peneliti dan para petani. Karena pendekatan ini hanya mencakup salah satu komoditi yang diorganisasikan secara penuh dalam setiap tahapan proses penerapan teknologi, maka pendekatan ini juga sering disebut dengan pendekatan sistem produksi yang dipadukan secara vertikal.

1) Tujuan penyuluhan. Dalam model ini, tujuan penyuluhan dipusatkan pada upaya untuk meningkatkan produk-produk yang memiliki nilai ekonomi tingi dan memiliki permintaan pasar yang menarik, sefifien dan sefektif mungkin. Yang termasuk dalam kelompok komoditi ini adalah, komoditi-komoditi ekspor maupun yang memiliki pangsa pasar dalam negeri yang masih luas. Sebab, perdagangan komoditi-komoditi tersebut sangat mempengaruhi jumlah devisa. Pendekatan penyuluhan seperti ini, seringkali sangat diperlukan oleh pemerintah, baik untuk membayar hutang luar negeri ataupun untk persediaan konsumsi dalam negeri.2) Sasaran penyuluhan Sasaran penyuluhan dalam pendekatan seperti ini, pada umumnya hanya terbatas di kalangan petani-petani yang memiliki kondisi ekologi dan agro-klimat yang sesuai bagi pengembangan komoditi yang bersangkutan. Pada masa-masa lalu, pengembangan komoditi seperti ini dilaksanakan oleh perkebunan-perkebunan yang memiliki hak guna usaha luas. Tetapi, akhir-akhir ini dilaksanakan oleh pekebun-pekebun kecil. Sebab, di samping beberapa perkebunan telah terbagi-bagi melalui proses land-reform setelah masa kemerdekaan, maupun adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan pemeratan pendapatan msyarakat melalui proyek-proyek PIR.3) Pengorganisasiandan cakupannya. Kegiatan penyuluhan yang menggunakan pendekatan seperti ini, umumnya diorganisasikan oleh BUMN yang bersifat semi-otonom, yang mengendalikan kegiatan produksi maupun pemasaran produk sekaligus. Dengan kata lain, aparat penyuluhan terdiri atas personel-personel BUMN tersebut.

4) Pendekatan penyuluhan yang dilakukan. Pendekatan penyuluhan dalam model ini, dilaksanakan dengan melaksanakan pengendalian mutu produk secara cermat. Termasuk dalam pengendalian produk ini, adalah pengendalian mengenai sarana produksi yang digunakan (baik macam maupun dosis dan cara penggunaannya) serta pengendalian mutu selama pengolahannya (termasuk di dalamnya: pemilihan/sortasi, penyeragaman/grading, dan pembungkusan/packing). Karena itu, pendekatannya sering disebut sebagai kontrak penyuluhan, dimana petani harus melaksanakan kegiatan berproduksi sesuai dengan rekomendasi, di lain pihak, BUMN yang bersangkutan terikat kontrak untuk membeli produk yang dihasilkan.5) Peran penyuluh. Karena pendekatan penyuluhan merupakan pendekatan kontrak, maka peran penyuluh terpusat pada penyampaian pesan-pesan penyuluhan yang berupa rekomendasi-rekomendasi yang harus dipatuhi oleh semua petani sasaran yang terlibat dalam sistem produksi tersebut. Dalam keadaan tertentu, seorang penyuluh juga harus memainkan peran-gandanya, baik sebagai penyampai pesan (rekomendasi) teknis dan sekaligus juga penyedia/penyalur input yang diperlukan. Karena kegiatan penyuluhan yang dilakukan lebih terpusat pada upaya pengendalian mutu-produk, maka kualifikasi penyuluh lebih diutamakan yang memiliki keahlian di bidang komoditi tertentu, dibanding yang memiliki keahlian penyuluhan pertanian. e. Pendekatan pembangunan pertanian terpadu

Pada awal dasawarsa 1970an, mulai disadari bahwa pembangunan pertanian harus dilaksanakan dengan memadukan kegiatan semua lembaga yang terkait di dalam pembangunan pertanian itu sendiri. Karena itu, mulai dikembangkanproyek-proyek terpadu di wilayah tertentu untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan pertanian.

1) Tujuan penyuluhan. Tujuan penyuluhan ini lebih berorientasi pada upaya peningkatan produksi (terutama pangan) di wilayah proyek yang bersangkutan; dan sekaligus untuk mendemonstrasikan tingkat keberhasilan proyek yang dilaksanakan secara terpadu.

2) Sasaran penyuluhan. Karena kegiatan pembangunan hanya dilaksanakan pada wilayah-wilayah proyek yang sangat terbatas, maka sasaran penyuluhan juga terbatas pada semua petani di wilayah proyek itu juga. Di dalam praktek, sasaran penyuluhan lebih dibatasi lagi pada petani-petani kaya yang lebih progresif, yang mau dan mampu memanfaatkan input, kredit dan pelayanan pemasaran yang ditawarkan oleh proyek.3) Pengorganisasian dan cakupannya. Pada umumnya, penyuluhan diorganisasikan sendiri oleh proyek yang bersangkutan. Karena itu, setiap proyek akan berupaya untuk menciptakan lingkungan baru melalui pengangkatan tenaga-tenaga penyuluh yang dinilai akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, dengan dilengkapi sarana transportasi yang cukup serta gaji yang cukup tinggi agar mampu memadukan semua kegiatan yang terkait demi keberhasilan proyek tersebut.

4) Pendekatan penyuluhan. Dalam banyak kasus, pelaksanan proyek seperti ini diasumsikan telah diterapkan teknologi baru secara baik oleh masyaraka yang bersangkutan. Sehingga, yang diperlukan adalah, bagaimana memadukan kegiatan-kegiatan yang ditangani atau menjadi tugas banyak lembaga sebaik-baiknya. Karena itu, pendekatan penyuluhan yang dilakukan adalah dengan membentuk pusat pelayanan terpadu, yang memadukan semua kegiatan yang menyangkut persediaan sarana produksi, kredit, penyuluhan, pemasaran dan pelayanan pertanian lainnya: yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (petani) di wilayah proyek yang bersangkutan sebaik-baiknya, tepat jenis, tepat ukuran, tepat waktu dan tepat harga.

5) Peran penyuluh. Di dalam proyek pembanguna pertanian terpadu, peran penyuluh dapat beragam, tergantung kepada prioritas pelayan yang diperlukan masyarakat peserta proyek, yang harus memperoleh perhatian proyek. Karenanya, penyuluh dapat berperan sebagai pendidik, penyampai informasi tentang teknologi, pemberi pelayanan pemasaran produk atau kegiatan lain yang benar-benar diperlukan masyarakat/proyek demi keberhasilan proyek tersebut.

f.Pendekatan pembangunan pedesaan terpadu

Pendekatan seperti ini, mulai dikembangkan di Afrika pada dasawarsa 1950 sampai awal 1960-an, sebagai langkah kegiatan untuk membangun pedesaan secara terpadu, baik yang mencakup masalah-masalah ekonomi (peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani) maupun masalah-masalah sosial (untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program-program pembangunan).1) Tujuan penyuluhan. Tujuan utama dari penyuluhan pertanian yang dilaksanakan, mencakup baik tujuan ekonomi maupun tujuan-tujuan sosial.

2) Sasaran penyuluhan. Sasaran penyuluhan dalam program seperti ini, adalah seluruh waraga masyarakat yang dikategorikan miskin, terutama kalangan elite nya, baik elite-formal, informal maupun para officer (Holdcroft, 1982).

3) Pengorganisasian dan cakupannya. Holdcroft (1982) mengemukakan, masalah utama dalam upaya pembangunan pedesaan adalah, bagaimana memadukan kelompok-kelompok generalis dan spesialis yang biasanya selalu bertentangan dalam upaya mereka untuk membangun pedesaan.4) Pendekatan penyuluh. Salah satu upaya untuk melakukan penyuluhan pembangunan pedesaan terpadu adalah, dengan melaksanakan proyek-proyek panduan (pilot project) yang menerapkan suatu paket teknologi (de sektor pertanian) dengan dibarengi oleh pelaksanaan program-program latihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan/permintaan masyarakat setempat.

5) Peran penyuluh. Karena di dalam kegiatan ini terlibat para spesialis dan generalis yang memiliki kemampuan, minat dan pola berpikir berbeda, amak peran penyuluh yang terlibat dalam proyek ini juga beragam.

Berkaitan dengan pendekatan penyuluhan pertanian tersebut, Axinn (1988) mengemukakan adanya delapan macam pendekatan penyuluhan pertanian dengan memperhatikan karakteristik-karakteristik:

1) Masalah utama yang memerlukan pemecahan,

2) Tujuan yang ingin dicapai,

3) Perencanaan kegiatan,

4) Pelaksana lapang,

5) Sumberdaya yang diperlukan,

6) Pelaksana Kegiatan, dan

7) Ukuran keberhasilannya.

2.2Evaluasi Penyuluhan Pertanian

a.Pengertian EvaluasiBeberapa hal yang merupakan pokok-pokok pengertian tentang evaluasi (Totok Mardikanto, 1991), yang mencakup:

a) Kegiatan pengamatan dan analisis terhadap sesuatu keadaan, peristiwa, gejala alam atau sesuatu obyek.

b) Membandingkan segala sesuatu yang kita amati dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah kita ketahui dan atau kita miliki

c) Melakukan penilaian, atas segala sesuatu yang diamati, berdasarkan hasil perbandingan atau pengukurn yang kita lakukan.

Sehubungan dengan itu, Frutchey (1973) mengemukakan bahwa kegiatan evaluasi selalu mencakup kegiatan : (a) observasi (pengamatan), (b) membanding-bandingkan antara hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman yang ada, dan (c) pengambilan keputusan atau penilaian atas obyek yang diamati. Pengertian seperti itu juga dikemukakan oleh Soumelis (1983) yang mengartikan evaluasi sebagai proses pengambilan keputusan melalui kegiatan membanding-bandingkan hasil pengamatan terhadap sesuatu obyek. Sedang Seepersad dan Henderson (1984) mengartikan evaluasi sebagai kegiatan sistematis yang dimaksudkan untuk melakukan pengukuran dan penilaian terhadap sesuatu obyek berdasarkan pedoman yang ada. b.Ragam Evaluasi

1. Evaluasi formatif dan evaluasi sumatif

Taylor (1976) mengemukakan adanya dua macam evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan terhadap program atau kegiatan yang telah dirumuskan, sebelum program atau kegiatan itu sendiri dilaksanakan. Sedang, evaluasi sumatif merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan setelah program selesai dilaksanakan.2. On-going evaluation dan ex-post evaluationPemisahan evaluasi dalam dua mcam evaluasi juga dikemukakan oleh Cernea dan Tepping (1977) yang membedakan adanya on-going evaluation dan ex-post evaluation. On-going evaluation adalah evaluasi yang dilaksanakan pada satu program atau kegiatan itu masih/sedang dilaksanakan. Berbeda dengan on-going evaluation, ex-post evaluationI sebenarnya hampir sama dengan evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan yang direncanakan telah selesai dikerjakan.

3. Evaluasi intern dan evaluasi ekstern

Pada evaluasi intern, pengambil inisiatif diadakannya evaluasi maupun pelaksana kegiatan evaluasi adalah orang-orang atau aparat yang terlibat langsung dengan program yang bersangkutan (administrator program, penganggungjawab program, pelaksana program) atau orang-orang atau aparat di dalam organisasi pemilik/pelaksana program, yang memang memiliki fungsi atau tugas untuk melakukan evaluasi dalam organisasi pemilik/pelaksana program tersebut (aparat Inspektorat, aparat biro/bagian pengawasan, aparat biro/bagian pemantauan dan evaluasi). Sedang evaluasi ekstern adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak luar (di luar organisasi pemilik/pelaksana program) meskipun inisiatif dilakukannya evaluasi dapat muncul dari kalangan orang luar tesebut atau justru diminta oleh organisasi pemilik/pelaksana program yang bersangkutan. 4. Evaluasi teknis dan evaluasi ekonomi

Evaluasi teknis (fisik) adalah kegiatan evaluasi yang sasaran dan ukurannya menggunakan ukuran-ukuran teknis (fisik). Sedang evaluasi ekonomi atau keuangan, sasarannya adalah pengelolaan keuangan dan menggunakan ukuran-ukuran ekonomi, seperti: seberapa jauh administrasi keuangan telah dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, berapa % realisasi pengeluaran yang telah dilaksanakan, berapa nilai manfaat yang diperoleh dari program yang telah dilaksanakan dibanding dengan besarnya biaya yang dikeluarkan dan lainnya.

5. Evaluasi program, pemantauan, dan evaluasi dampak program

Evaluasi program adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji kembali draft/usulan program yang sudah dirumuskan. Pemantauan program diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data, fakta) dan pengambilan keputusan-keputusan yang terjadi selama proses pelaksanaan program dengan maksud untuk menghindari terjadinya keadaan-keadaan kritis yang akan mengganggu pelaksanaan program, sehinga program tersebut tetap dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Cernea dan Tepping, 1977). Evaluasi dampak program hanya dapat dilakukan jika tujuan program benar-benar dirumuskan secara jelas dan telah disediakan cara pengukurannya, baik yang menyangkut perubahan perilaku, atau ukuran-ukuran lain seperti: tingkat produktivitas, tingkat kelahiran/kematian dan lainnya.6. Evaluasi proses dan evaluasi hasilEvaluasi proses yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi seberapa jauh proses kegiatan yang telah dilaksanakan itu sesuai (dalam arti kuantitatif maupun kualitatif) dengan proses kegiatan yang seharusnya dilaksanakan sebagaimana telah dirumuskan di dalam programnya. Evaluasi hasil yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi tentang seberapa jauh tujuan-tujuan yang direncanakan telah dapat dicapai, baik dalam pengertian kuantitatif maupun kualitatif.7. Pendekatan sistem dalam evaluasi

Sehubungan dengan hal ini, Soumelis (1983) mengenalkan pendekatan sistem dalam evaluasi program-program pendidikan (penyuluhan), yakni suatu kegiatan evaluasi yang tidak hanya dilakukan terhadap proses kegiatan dan atau evaluasi terhadap hasil kegiatan saja, melainkan kegiatan evaluasi yang diarahkan untuk mengevaluasi keseluruhan unsur (sub-sistem) ari sistem penyuluhan itu.

c. Derajat Keilmiahan Evaluasi

Frutchey (1967) mengenalkan suatu model kontinum evaluasi tentang derajat keilmiahan evaluasi, yaitu dari: evaluasi sehari-hari di satu kutub dan penelitian ilmiah di kutub yang lain. Berkaitan dengan model kontinum tersebut, lebih lanjut dokemukakan adanya 5 (lima) jenjang keilmiahan evaluasi yang terdiri atas: evaluasi sehari-hari, mawas diri, mengevaluasi sendiri, kajian yang luas dan penelitian ilmiah.d.Tujuan Evaluasi

Stufflebeam (1971) mengemukakan bahwa pada dasarnya tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai atau menyimpang dari pedoman yang ditetapkan atau untuk mengetahui tingkat kesenjangan (diskrepansi) antara keadaan yang telah dicapai dengan kedaan yang dikehendaki atau seharusnya dapat dicapai, sehingga dengan demikian akan dapat diketahui tingkat efektivitas dan efisiensi kegiatan yang telah dilaksanakan; untuk selanjutnya, dapat segera diambil langkah-langkah guna meningkatkan tingkat efektivitas dan efisiensi kegiatan seperti yang dikehendaki.

e. Kegunaan Evaluasi

1) Kegunaan bagi kegiatan penyuluhan itu sendiri, yakni untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan telah dicapai, untuk mencari bukti apakah seluruh kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan, untuk mengetahui segala masalah yang muncul yang berkaitan dengan tujuan yang diinginkan, untuk mengukur efektivitas dan efisiensi sistem kerja dan metoda-metoda penyuluhan yang telah dilaksanakan serta untuk menarik simpati para aparat dan warga masyarakat.2) Kegunaan bagi aparat penyuluhan, yang meliputi adanya kegiatan evaluasi membuat penyuluh merasa diperhatikan dan tidak dilupakan, melalui evaluasi dapat dilakukan penilaian terhadap aktivitas atau mutu kegiatan penyuluh itu sendiri serta dengan adanya kegiatan evaluasi maka setiap penyuluh akan selalu mawas diri dan selalu berusaha agar kegiatannya dapat dinilai baik.

3) Kegunaan bagi pelaksana evaluasi, yaitu berupa kebiasaan untuk mengemukakan pendapat berdasarkan data atau fakta, kebiasaan bekerja sistematis dan memperoleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan.f.Landasan Evaluasi

Setiap pelaksanaan evaluasi harus selalu memperhatikan tiga landasan evaluasi yang mencakup:

1) Evaluasi dilandasi oleh keinginan untuk mengetahui sesuatu,

2) Menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, dan

3) Obyektif, atau dapat diterima semua pihak dengan penuh keyakinan dan kepercayaan.

g.Prinsip-prinsip Evaluasi

Kegiatan evaluasi harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang terdiri atas:

1) Kegiatan evaluasi harus merupakan bagian internal yang tak terpisahkan dari kegiatan perencanaan program

2) Setiap evaluasi harus memenuhi persyaratan: obyektif, menggunakan pedomen yang telah dibakukan, menggunakan metoda pengumpulan data yang tepat dan teliti serta menggunakan alat ukur yang tepat dan dapat dipercaya

h.Kualifikasi evaluasi yang baikSesuai dengan landasan dan prinsip-prinsip evaluasi, maka untuk memperoleh hasil evaluasi yang baik, setiap evaluasi harus dilaksanakan agar memenuhi persyaratan:

1) Memiliki tujuan yang jelas dan spesifik2) Menggunakan instrumen yang tepat dan teliti

3) Memberikan gambaran yang jelas tentang perubahan perilaku sasarannya

4) Evaluasi harus praktis

5) Obyektif

i.Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi

1) Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi program

Salah satu prinsip terpenting dalam penyusunan program adalah harus mencerminkan kebutuhan masyarakat sasarannya. Karena itu, di dalam pelaksanaan evaluasi terhadap program yang telah disusun, harus sebanyak mungkin diperoleh data yang baik dari kelompok sasaran program yaitu masyarakat yang akan menjadi sasaran program itu sendiri. Pendekatan ini terbagi atas: pendekatan informan-kunci, pendekatan forum masyarakat, pendekatan indikator serta survei dan sensus.

2) Pendekatan dalam pelaksanaan pemantauan (monitoring)

Seperti telah diketahui, pemantauan tau monitoring merupakan kegiatan evaluasi yang dilaksanakan pada asaat kegiatan pelaksanaan program sedang dilakukan. Karena itu, di dalam kegiatan monitoring lebih banyak diperlukan data yang berupa laporan dari pelaksana kegiatan atau hasil pengamatan langsung terhadap proses kegiatan yang dilakukan dan atau hasil-hasil kegiatan yang sudah dicapai. Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan untuk melaksanakan pemantauan, yaitu: penggunaan catatan-catatan atau rekaman data, survei terhadap peserta program serta survei terhadap seluruh warga masyarakat. 3) Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi dampak program

Pelaksanaan evaluasi terhadap dampak program, seperti telah diketahui, bertujuan untuk menilai seberapa jauh tingkat efektivitas program dan dampaknya terhadap masyarakat sasaran. Beberapa pendekatan untuk melakukan evaluasi dampak program terdiri atas: kajian tindak lanjut pasca program, penggunaan tenaga ahli, kajian oleh peserta (sasaran) program dan kajian oleh Administrator Program.

j.Tahapan pelaksana evaluasi

Sebagai suatu proses ilmiah, evaluasi yang baik harus dirancang sebagai suatu proses kegiatan bertahap yang mencakup tahapan-tahapan (Chitambar, 1961):

1) Perumusan tujuan evaluasi

2) Perumusan indikator dan parameter

3) Pengukuran indikator/parameter

4) Penetapan metode evaluasi, yang meliputi:

a) Perancangan evaluasi,

b) Perumusan populasi dan contoh (sampel),

c) Perincian data yang diperlukan,

d) Teknik pengumpulan data,

e) Perumusan instrumen,

f) Uji coba instrumen untuk uji ketepatan (validitas) dan ketelitian (reliabilitas) instrumen,

g) Teknik analisis data

5) PelaporanIII. PENUTUP3.1Kesimpulan

Sejak beberapa dasawarsa yang lewat, berbagai model pendekatan penyuluhan pertanian telah dicoba, dalam rangka pengembangan sistem penyuluhan pertanian yang dilaksanakan di berbagai negara. Selaras dengan itu, kajian terhadap ragam model pendekatan menjadi sangat penting untuk melihat keunggulan dan kelemahan masing-masing. Evaluasi merupakan suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai sesuatu obyek, keadaan, peristiwa atau kegiatan tertentu yang sedang diamati. Beberapa hal yang merupakan pokok-pokok pengertian tentang evaluasi (Totok Mardikanto, 1991), yang mencakup:

d) Kegiatan pengamatan dan analisis terhadap sesuatu keadaan, peristiwa, gejala alam atau sesuatu obyek.

e) Membandingkan segala sesuatu yang kita amati dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah kita ketahui dan atau kita miliki

f) Melakukan penilaian, atas segala sesuatu yang diamati, berdasarkan hasil perbandingan atau pengukurn yang kita lakukan.DAFTAR PUSTAKABenor, D. And J.Q. Harrison, 1977, Agricultural Extension, The Training and Visit System Washington, D.C.: World Bank.

Cernea, M.M. and B.J. Tepping, 1977. A System of Monitoring and Education of Agricultural Extension Project World Bank Staff Working Paper. No. 272.

Chitambar, J.B., 1961. Evaluation of Training Programmes in M.G. Kammath (e), Extension Education in Community Development, 426-449 p.

Frutchey, F.P., 1973. Evaluation in Extensionin D. Byrn (ed), Evaluation in Extension 1-9 p.

Seepersad, J. And T.H. Henderson, 1984. Evaluating Extension Programmes in B.E. Swanson (ed), Agricultural Extension. A Refrence Manual. 161-183 p.

Soumelis. C.G., 1981. Project Evaluation Methodologies and Techniques. Paris: UNESCO.Totok Mardikanto, 1991. Penyuluhan Pembanguan Pertanian. Surakarta: UNS Press. PERENCANAAN & EVALUASI PROGRAM PENYULUHAN PERTANIANPENDEKATAN ILMIAH & EVALUASI PENYULUHAN PERTANIAN"

DISUSUN OLEH :

Nama:Yetty Novita Br Sebayang

NIM:H0812193

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2014