Top Banner
Batak adalah nama sebuah suku di Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukim di Sumatra Utara. Mayoritas orang Batak beragama Kristen dan Islam. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan animisme (disebut Parmalim). SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA 2G / DIII PAJAK 2014 – 2015 Kelompok 2: Andi Mulyana (00) Aulia Putri T. (00) Christine (00) Fatimaharani (00) Reni Dwi W.Tyas (27) Rinda R (00) Wardhana Yudha (00)
62

Paper Kebudayaan Batak

Feb 07, 2016

Download

Documents

FatimaharaniSh

dari kelas budaya nusantara
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Paper Kebudayaan Batak

Batak adalah nama sebuah suku di Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukim di Sumatra Utara. Mayoritas orang Batak beragama Kristen dan Islam. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan animisme (disebut Parmalim).

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA 2G / DIII PAJAK

2014 – 2015

Kelompok 2:

Andi Mulyana (00)Aulia Putri T. (00)Christine (00)Fatimaharani (00)Reni Dwi W.Tyas (27)Rinda R (00)Wardhana Yudha (00)

Page 2: Paper Kebudayaan Batak

KEBUDAYAAN BATAK

I. GAMBARAN UMUM

Batak adalah nama sebuah suku di Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukim di Sumatra Utara. Mayoritas orang Batak beragama Kristen dan Islam. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan animisme (disebut Parmalim).

1. Sejarah Batak

Versi sejarah mengatakan Si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang.

Versi lain mengatakan, dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba.

Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan Si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama Si Raja Buntal adalah generasi ke-20.

Page 3: Paper Kebudayaan Batak

Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus.

Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah Timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.

Dengan memperhatikan tahun dan kejadian di atas diperkirakan, Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun sekarang), dari Selatan Danau Toba (Portibi) atau dari Barat Danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang-orang Tamil di Barus. Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya,Si Raja Batak yang ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah Timur Danau Toba (Simalungun).

Sebutan Raja kepada Si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya.

Demikian halnya keturunan Si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja

Page 4: Paper Kebudayaan Batak

Oloan, dsb. Meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah. Selanjutnya menurut buku TAROMBO BORBOR MARSADA anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu : GURU TETEA BULAN, RAJA ISUMBAON dan TOGA LAUT. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya Marga-marga Batak.

2. Suku Batak

Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku yang berdiam di wilayah Sumatera Utara, Kota Subulussalam, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Subsuku Batak tersebut adalah:

1. Suku Alas2. Suku Karo3. Suku Toba4. Suku Pakpak5. Suku Dairi6. Suku Simalungun7. Suku Angkola8. Suku Mandailing

Dalam tata pemerintahan Republik Indonesia yang mengikuti tata pemerintahan Kolonial Belanda, setiap sub suku berdiam dalam satu kedemangan yang kemudian dirubah menjadi Kabupaten setelah Indonesia merdeka.

Sub suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata (berbatasan dengan Parapat),

Page 5: Paper Kebudayaan Batak

Pulau Samosir, Pakkat, serta Sarulla. Empat tahun terakhir ini, Kabupaten Tapanuli Utara sendiri telah dimekarkan menjadi beberapa Kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara (ibukota Tarutung), Kabupaten Toba Samosir (ibukota Balige), Kabupaten Samosir (ibukota Pangururan), Kabupaten Humbang (ibukota Siborong-borong), Kabupaten Humbang Hasundutan (ibukota Dolok Sanggul).

Sub suku Batak Karo mayoritas berdiam di Kabupaten Karo dengan ibukota Kabanjahe, namun sebagian juga tersebar di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. Mereka yang bermukim di wilayah Kabupaten Karo kerap disebut sebagai Karo Gunung, sementara yang di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang kerap disebut dengan Karo Langkat.

Sub suku Batak Alas bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Populasi mereka meningkat pasca Perang Aceh dimana pada masa perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda, suku Batak Toba selalu mengirimkan bala bantuan. Setelah perang usai, mereka banyak yang bermukim di wilayah Aceh Tenggara.

Sub suku Batak Pakpak terdiri atas lima sub Pakpak yaitu Pakpak Kelasen, Pakpak

Page 6: Paper Kebudayaan Batak

Simsim, Pakpak Boang, Pakpak Pegagan, bermukim di wilayah Kabupaten Dairi yang kemudian dimekarkan pada tahun 2004 menjadi dua kabupaten yakni: Kabupaten Dairi (ibukota Sidikalang) dan Kabupaten Pakpak Bharat (ibukota Salak). Suku Batak Pakpak juga berdomisili di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dan wilayah Manduamas yang merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah.Suku Pakpak yang tinggal diwalayah tersebut menamakan diri sebagai Pakpak Kelasan. Dalam jumlah yang sedikit, suku Pakpak juga bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.

Sub suku Batak Simalungun mayoritas bermukim di wilayah Kabupaten Simalungun(ibukota Pematang Siantar) namun dalam jumlah yang lebih kecil juga bermukim di kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Asahan.

Sub suku Batak Mandailing dan Angkola bermukim di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota Padang Sidempuan) dan Kabupaten Mandailing Natal (sering disingkat dengan Madina dengan ibukota Penyabungan). Kabupaten ini berdiri sejak tahun 1999 setelah dimekarkan dari Kabupaten Tapsel.

Page 7: Paper Kebudayaan Batak

Sementara itu, Kabupaten Tapanuli Tengah (ibukota Sibolga) sejak dulu tidak didominasi oleh salah satu sub suku batak. Populasi Batak Toba cukup banyak ditemui di daerah ini, demikian juga dengan Batak Angkola dan Mandailing. Dalam jumlah yang kecil, Batak Pakpak juga bermukim di daerah ini khususnya Kota Barus. Hal ini dimungkinkan karena Tapanuli Tengah terletak di tepi Samudera Hindia yang menjadikannya sebagai pintu masuk dan keluar untuk melakukan hubungan dagang dengan dunia internasional. Salah3 satu kota terkenal yang menjadi bandar internasional yang mencapai kegemilangannya sekitar abad 5 SM-7 SM adalah Kota Barus.

Pada umumnya yang mendiami daerah Tapanuli adalah suku Batak. Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis dibagi sbb:

1. Batak Toba (Tapanuli) : mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah mengunakan bahasa Batak Toba.

2. Batak Simalungun : mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli Serdang, dan menggunakan bahasa Batak Simalungun.

3. Batak Karo : mendiami Kabupaten Karo, Langkat dan sebagian Aceh dan menggunakan bahasa Batak Karo

Page 8: Paper Kebudayaan Batak

4. Batak Mandailing : mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, Wilayah Pakantan dan Muara Sipongi dan menggunakan bahasa Batak Mandailing

5. Batak Pakpak : mendiami Kabupaten Dairi, dan Aceh Selatan dan menggunakan bahasa Pakpak.

3. Asal-Usul

Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan sendiri mempunyai 5 (lima) orang putra yakni Raja Uti (Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja. Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang.

Dari keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru daerah di Tapanuli baik ke utara maupun ke selatan sehingga munculah berbagai macam marga Batak. Semua marga-marga ini dapat dilihat kedudukan dari Si Raja Batak di Poritibi.

Legenda mengenai bagaimana Si Raja Batak dapat disebut sebagai asal mula orang Batak masih perlu dikaji lebih dalam. Sebenarnya Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang

Page 9: Paper Kebudayaan Batak

Hasundutan, Tobasa, dan Samosir sekarang tidaklah semuanya Toba. Sejak masa Kerajaan Batak hingga pembagian wilayah yang didiami suku Batak ke dalam beberapa distrik oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), tanah Batak dibagi menjadi 4 (empat) bagian besar, yaitu:

a. Samosir (Pulau Samosir dan sekitarnya) Cth: marga Simbolon,Sagala, dsb

b. Toba (Balige, Laguboti,Porsea, Parsoburan, Sigumpar, dan sekitarnya) Cth: marga Sitorus, Marpaung, dsb

c. Humbang (Dolok Sanggul, Lintongnihuta, Siborongborong, dan sekitarnya) Cth: marga Simatupang Siburian, Sihombing Lumban Toruan, dsb

d. Silindung (Sipoholon, Tarutung, Pahae, dan sekitarnya)Cth: marga Naipospos (Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun), Huta Barat,dsb.

II. SISTEM BUDAYA

Page 10: Paper Kebudayaan Batak

1. Dalihan NatoluSalah

satu

contoh adat istiadat batak adalah “Dalihan Natolu”. “Dalihan Natolu” ini merupakan falsafah yang dimiliki masyarakat Batak, melambangkan sikap hidup orang batak dalam bermasyarakat. Pengertian “Dalihan Natolu” adalah satuan tungku yang terdiri dari 3 batu. Pada zamannya, orang Batak memasak dengan bahan kayu bakar, untuk menahan periuk dipergunakan 3 batu. Keadaan ini dipakai sebagai falsafah orang Batak dalam hidup bermasyarakat yang meliputi:

Marsomba tu Hula-Hula.“Hula-Hula” adalah Orang tua dari

wanita yang dinikahi oleh seorang pria, namun hula-hula ini dapat diartikan secara luas. Semua saudara dari pihak wanita yang dinikahi oleh seorang pria dapat disebut hula-hula. Marsomba tu hula-hula

Page 11: Paper Kebudayaan Batak

artinya seorang pria harus menghormati keluarga pihak istrinya.

Elek marboru.Boru adalah anak perempuan dari

suatu marga, misalnya boru gultom adalah anak perempuan dari marga Gultom. Dalam arti luas, istilah boru ini bukan berarti anak perempuan dari satu keluarga saja, tetapi dari marga tersebut. Elek marboru artinya harus dapat merangkul boru. Hal ini melambangkan kedudukan seorang wanita didalam lingkungan marganya.

Manat mardongan tubuDongan Tubu adalah saudara-

saudara semarga. Manat Mardongan Tubu melambangkan hubungan dengan saudara-saudara semarga. Dalihan Natolu ini menjadi pedoman hidup orang Batak dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Filosofi rumah adat Batak

Makna cicak pada relief rumah adat Batak

Cicak adalah simbol Batak. Orang Batak harus seperti cicak, mampu hidup di rumah

Page 12: Paper Kebudayaan Batak

manapun ia berada, mampu menempel, melekat dan merayap, dan dalam keadaan genting tetap mampu menyelamatkan diri dengan mengecoh musuh memanfaatkan kecerdasannya.

Makna empat bulatan dengan titik di tengah pada relief

Menggambarkan payudara wanita. Lambang ibu, lambang kasih sayang, lambang kehidupan, dan lambang kesuburan. Untuk itulah orang batak selalu menjunjung dan mengikuti kata Inang (Ibu) nya.

Makna rebung dan bambu pada reliefIbarat rebung yang tumbuh tak jauh dari

induknya dan terlindungi dari sang bambu, berkarir bagi orang Batak diutamakan adalah yang dekat dengan karir orangtua dan keluarganya.

Makna ubi jalarIbarat benih ubi jalar yang ditanam yang

walaupun sulur dan daunnya tumbuh dan menjalar kemana-mana, akan tetapi umbinya mengkuat menghujam dan membesar di sini. Berate tanamkan rasa penghormatan kepada suku sendiri pada anak-anak sehingga kemanapun mereka pergi, kecintaannya makin menghujam dan membesar.

Page 13: Paper Kebudayaan Batak

Makna pintu masuk rumah adat Batak sedemikian kecilnya sehingga masuk pun harus dalam kondisi membungkuk

Dalam adat batak, semua orang adalah Raja dan rumah bagi seseorang adalah kerajaannya. Dengan ukuran pintu yang rendah dan tak begitu lebar, siapapun orang yang merasa dirinya ‘tinggi’ bila ingin masuk rumah akan ‘merendah’ dan niat-niat serta kuasa jahatnya pun musnah.

Makna dari atap rumah adat Batak dimana ujung belakang lebih tinggi dri ujung depan

Dalam pemahaman leluhur orang Batak agar terjadi kehidupan yang baik, maka generasi berikut harus lebih baik dari generasi kini. Tugas orangtua adalah memastikan agar generasi berikut mendapatkan kondisi sehingga mereka lebih baik dalam keahlian dan karya.

III. SISTEM SOSIAL

Dalam menjelaskan sistem perkawinan dan syarat-syarat perkawinan, tidak hanya menjelaskan tentang perkawinannya saja, namun nuga mencakup sejarah garis keturunan keluarga dan leluhur, yang semuanya penting untuk organisasi sosial. Berbagai macam kelompok keturunan-liage, klen, fratri, dan paruh (moiety)

Page 14: Paper Kebudayaan Batak

merupakan sarana yang luwes untuk memecahkan sejumlah masalah yang biasa dihadapi oleh masyarakat manusia. Sistem kekerabatan menentukan struktur kewajiban dan kepentingan para anggotanya (William A. Haviland, 1985).

Dalam buku Pokok-Pokok Antropologi Budaya, terdapat salah satu chapter yang menarik untuk dibahas, yaitu chapter IX yang berjudul Kerabat dan Bukan Kerabat yang ditulis oleh Edward Bruner. Dalam penelitiannya, ia mencoba mendefinikan orang Tapanuli dan Sumatera Utara dalam hubungan dengan proses penyesuaian yang dialami oleh orang Batak Toba ketika bermigrasi dari daerah asalnya ke kota besar. Bagaimana orang Batak Toba yang awalnya hanya berhubungan dengan orang asl satu suku dengan dia, dan kecuali beberapa stereotip mengenai golongan etnis lainnya seperti stereotip mengenai orang Jawa, orang Minangkabau dan lain-lain, dia tidak mempunyai pengalaman bergaul dengan orang bukan Batak. Dalam situasi kota suatu sistem kategorisasi yang bermakna bagi orang Batak Toba itu perlu dibinanya, dan yang terjadi adalah membedakan semua orang dalam dua kelompok, yaitu “orang kita” dan “bukan orang kita”. “orang kita” yaitu orang Batak Toba, secara potensial adalah kaum kerabat, sehingga dua kelompok besar itu adalah orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat

Page 15: Paper Kebudayaan Batak

dan mereka diluar itu tidak ada kaitan kerabat dengan orang Batak Toba. Namun pada deskripsi ini kita tidak akan menyoroti bagian migrasinya, melainkan lebih kepada sistem perkawinannya.

Sebagai upaya untuk menandai kekerabatannya, semua orang Batak Toba membubuhkan nama marga bapanya di belakang nama kecilnya. Marga adalah kelompok kekerabatan yang meliputi orang-orang yang mempunyai kakek bersama, atau yang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut perhitungan garis patrilineal (kebapaan). Anggota dari satu marga dilarang kawin; marga adlah kelompok yang eksogam. Jadi semua orang yang semarga adlah orang yang berkerabat, dan dengan orang yang lain merganya dapat juga dicari kaitan kekerabatan, karena mungkin saja dia mempunyai hubungan kekerabatan dengan saudaranya yang lain melalui hubungan perkawinan.

Kelompok inti dalam setiap desa Batak adalah sekelompok orang satu keturunan seorang kakek menurut garis keturunan bapa dan yang tinggal bersama di desa itu. Kelompok demikian merupakan sebuah unit sosial dasar, yang dalam antropologi disebut localized patrilineage, yang akan kita salin saja debagai bagian dari marga (submarga). Anggota-anggota

Page 16: Paper Kebudayaan Batak

dari kelompok submarga itu tentu ada yang telah berpindah kemana saja, akan tetapi mereka tetap mempertahankan haknya di kampung asalnya dan tetap mempunyai hak untuk kembali setiap waktu. Dalam kenyataan harta di desa itu lebih mempunyai nilai simbolis daripada nilai ekonomis. Bukan semua penghuni kampung termasuk warga keluarga utama kampung itu. Ada yang merupakan keluarga dari garis keturunan yang lebih jauh atau bahkan dari marga yang berlainan; yang lainnya adalah para pria yang menikahi gadis-gadis dari keluarga inti kampung itu dan mereka bermukim di desa isterinya. Biasanya cara bertempat tinggal matrilokal begitu bersifat sementara saja.

Di seluruh Tapanuli pada umunnya dapat dikatakan bahwa untuk kelompok  keturunan tertentu dapat dipastikan daerah asalnya. Setiap satuan kerabat keturunan satu kakek (submarga)tidak saja mendiami tempat yang telah tertentu, akan tetapi garis keturunan yang lebih besar seperti marga-marga eksogam yang disebutkan juga memiliki daerah asal yang tertentu, dengan memperhatikan  nama marga tertentu melalui penelusuran cabang garis keturunan patrilineal dengan penyebutan nama kakeknya, kebanyakan orang Batak bisa menentukan tempat asal seseorang. Dalam alam pikiran orang Batak keturunan dan

Page 17: Paper Kebudayaan Batak

kampung asal saling berkaitan dan menjadi komponen inti dari sistem sosialnya.

Komponen inti lainnya adalah hubungan karena perkawinan. Setiap perkawinan orang Batak meletakkan dasar bagi hubungan yang permanen antara kelompok keturunan mempelai wanita, yaitu kelompok pemberi isteri atau hula-hula, dan kelompok keturunan mempelai lelaki, kelompok penerima isteri atau boru. Pemberi isteri mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan secara sistematis pada berbagai upacara antara kedua kelompok itu terjadi pertukaran uang, barang, yaitu mempunyai nilai ekonomis maupun simbolis. Kelahiran, perkawinan, dan kematian dari keturunan pasangan suami isteri bersangkutan adalah peristiwa-peristiwa yang paling penting untuk mengadakan upacara dan pertukaran benda antara kelompok pemberi isteri dan kelompok penerima isteri terjadi pada waktu itu

Kalau menurut seorang Batak suatu perkawinannya berhasil, berdasarkan ukuran: banyaknya anak, kesehatan yang baik, umur panjang, serta kemakmuran ekonomis, atau kalau sekiranya ada alasan politis untuk melanjutkan hubungan antara kedua satuan kerabat itu, maka setiap usaha akan diadakan untuk memperbarui hubungan perkawinan itu pada generasi berikutnya. Hal itu akan dilakukan

Page 18: Paper Kebudayaan Batak

melalui perkawinan seorang anak laki-laki dengan anak perempuan saudara pria ibunya atau matrilateral cross cousin.

Kombinasi kelompok keturunan setempat (submarga) digabungkan dengan hubungan-hubungan pemberi dan penerima isteri menghasilkan suatu jaringan sistem kekerabatan yang menjalin semua orang Batak Toba. Setiap dua orang yang tepat bisa menelusuri hubungan kekerabatannya secara vertikan melalui garis keturunan dan secara horizontal melalui hubungan perkawinan. Upacara memasukkan ke dalam marga juga dilaksanakan bila seorang pria Batak yang pindah ke kota kawin dengan wanita Jawa, atau wanita Cina, atau wanita dari kelompok etnis manapun. Yang paling sering dilakukan adalah membawa isteri bukan Batak itu ke Tapanuli dan dia diterima menjadi puteri marga dari ibu suaminya, seolah-olah pria itu kawin dengan puteri saudara pria ibunya (matrilateral cross cousin). Semua orang desa Batak sadar bahwa Indonesia sebagai suatu bangsa terdiri dari golongan-golongan etnis yang berbeda-beda (suku bangsa) yang masing-masingnya memiliki adat-istiadatnya sendiri. Menurut pandangan orang Tanpanuli, golongan-golongan etnis dalam bangsa Indonesia itu dapat dibandingkan dengan kelompok-kelompok orang Batak Toba, berhubung semua sama asal-usulnya dan sama tempat asalnya, dan masing-

Page 19: Paper Kebudayaan Batak

masing memiliki logat dan adat yang berbeda (cf. Skinner, 1959).

IV. KEBUDAYAAN FISIK

a) Bahasa

Bahasa yang digunakan oleh orang Batak adalah bahasa Batak. Tapi sebagian juga ada yang menggunakan bahasa Melayu. Setiap puak memiliki logat yang berbeda-beda. Orang Karo menggunakan Logat Karo, sementara logat Pakpak dipakai oleh Batak Pakpak, logat Simalungun dipakai oleh Batak Simalungun, dan logat Toba dipakai oleh orang Batak Toba, Angkola dan Mandailing.

Suku Batak hanya memiliki satu bahasa yakni bahasa Batak karena satu sama lain pada Batak memiliki banyak persamaan. Perbedaan pada setiap puak di Batak terletak pada dialek-

Page 20: Paper Kebudayaan Batak

dialek yang digunakan. Secara garis besar, dialek bahasa Batak dibagi menjadi dua yaitu Batak Karo (Utara) dan Batak Toba (Selatan). Makanya, kadang tidak memungkinkan adanya komunikasi antara kedua kelompok tersebut.

Adapun bahasa yang dipakai di bagian Utara selaian Batak Karo juga digunakan dialek Alas (kelompok non-Batak), dialek Batak Pakpak-Dairi, serta pelbagai dialek turunannya.

Begitu pula di bagian selatan, dialek selatan digunakan pula oleh Batak Angkola dan Mandailing, sehingga disebut juga dengan Angkola-Mandailing. Hal ini karena bahasa Toba, Angkola, dan Mandaling tidak banyak berbeda. Bahasa Angkola dan Mandaling merupakan dua bahasa yang mempunyai sedemikian banyak persamaan.

Persamaan tersebut karena secara geografis letaknya berdekatan. Tetapi Bahasa Angkola lebih halus penuturan dan intonasinya dibandingkan Bahasa Batak Toba. Bahasa Batak Angkola meliputi daerah Padangsidempuan, Batang Toru, Sipirok, dan seluruh bagian kabupaten Tapanuli Selatan. Sementara Bahasa Mandailing dengan pengucapannya lebih lembut lagi dari bahasa Angkola, bahkan dari bahasa Batak Toba.

Page 21: Paper Kebudayaan Batak

Banyak penulisan dan pembacaan pada Bahasa Batak Toba tidak sama dalam pembacaannya dengan penulisan. Misalnya:

- /k+h/ => /kk/ : ribakhon dibaca /ribakkon/

-. /m+b/ => /bb/ : somba / sobba/

-. / m+h/ => /pp/ : paasomhu / paasoppu/ dll

Sementara itu, dialek Batak Simalungun berbeda dengan dialek utara maupun selatan. Hal ini karena dialek Simalungun berada pada posisi antara utara dan selatan.

Namun secara historis bahasa simalungun merupakan cabang dari rumpun selatan, berpisah dari cabang Batak Selatan sebelum bahasa Toba dan bahasa Angkola-Mandailing terbentuk. Kemungkinan besar usianya lebih tua dari cabang wilayah selatan.

Sebagai akibat dari penjajahan Belanda pada abad ke-19—setelah sebelumnya berkobar perang antara rakyat Batak dengan pihak kolonial—banyak orang Batak Toba pindah ke Dairi, Simalungun, dan Alas. Kini, bahasa Toba

Page 22: Paper Kebudayaan Batak

banyak digunakan di wilayah Pematangsiantar dan Sidikalang.

Semua dialek bahasa Batak berasal dari suatu bahasa purba (proto language) yang dianggap telah menurunkan beberapa bahasa yang ada. Sebagian kosa katanya melalui linguistic historis komparatif sampai sekarang diwariskan oleh rumpun batak Utara. Dalam hal ini, rumpun utara lah yang melesarikan bentuk aslinya. Misalnya kata untuk bilangan tiga dalam bahasa Batak Purba adalah tělu. Bentuk ini sampai sekarang diwariskan oleh rumpun Batak Utara, sedangkan rumpun Batak Selatan mengalami pergeseran dari [ě] menjadi [o], sehingga tělu berubah menjadi tolu. Namun banyak contoh lainya pula di mana bentuk aslinya dipertahankan oleh rumpun selatan.

Bahasa Karo dan Simalungun sering disebut sebagai dua bahasa yang begitu berbeda, sehingga sulit berkomunikasi satu sama lain. Akan tetapi, di daerah-daerah perbatasan Karo-Simalungun tidak ada maslah komunikasi karena di situ masing-msaing bahasa memiliki banyak kata dipinjam dari sebrang pembatas mereka.

Hal demikian terjadi bukan bukan saja dari segi bahasa, dari segi budaya pula tidak ada perbedaan yang begitu mencolok di antara

Page 23: Paper Kebudayaan Batak

kampung-kampung Simalungun dan karo di daerah perbatasan. Demikian juga halnya di daerah perbatasan antara bahasa atau budaya Karo dan Pakpak atu Pakpak dan Toba sekalipun.

Secara umum dapat dikatakan bahwa ada lima varian surat Batak, yakni; Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, dan Angkola-Mandaling. Namun, kita harus mengingat bahwa baik dari segi bahasa, budaya maupun tulisan tidak selalu ada garis pemisah yang jelas antara kelima suku Batak tersebut, karena kelima suku Batak itu mempunyai induk yang sama.

Dalam sistem aksara, aksara Batak memiliki kesamaan dengan aksara Kaganga yang meliputi aksara Rencong (disebut pula aksara Kerinci), aksara Rejang, aksara Lampung. Kemungkinan besar, aksara Batak dengan aksara Kaganga bernenek moyang sama. Akan tetapi, aksara Batak belum pernah digunakan pada tulisan-tulisan permanen seperti pada batu (prasasti) atau pun lempengan—atau mungkin belum ditemukan? Kebanyakan, aksara Batak ditorehkan pada tabung bamboo, kulit kayu, dan kertas.

Ada pun aksara Batak adalah aksara semisilabisyang terdiri atas 19 huruf (induk huruf) dan, tergantung pada dialeknya, 5 sampai 7 tanda diakritik untuk menandai vokal dan

Page 24: Paper Kebudayaan Batak

beberapa konsonan akhir (anak huruf). Silabis adalah tanda untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau silabis. Selain aksara vokal dan konsonan, dalam sistem aksara Batak dikenal adanya tanda baca yang disebut pangolat dan saringar. Pangolatadalah tanda yang digunakan untuk mematikan aksara konsonan. Sedangkan saringar berfungsi untuk membuat membuat bunyi vokal dan nasal (-ng) pada huruf konsonan seperti i, o, e, u, ng, ing, dan ong.

Banyak ahli berpendapat bahwa aksara Batak berasal dari aksara Semit Kuno; lalu menurun ke Semit Utara, Aramea, masuk ke Brahmi (India Selatan), lalu Pallawa, kemudian Sumatra. Dasar penulisan Batak terdiri dari dua perangkat huruf, Ina Ni Surat dan Anak Ni Surat. Sistem tulisan seperti ini biasanya dipakai di India. Tradisi penulisan aksara Batak Toba diduga telah berkembang pada abad ke-13.

b) Sistem Organisasi Sosial

Orang Batak menganut sistem kekerabatan yang menghitung garis keturunan secara patrilineal, yaitu memperhitungkan anggota keluarga menurut garis keturunan dari ayah. Orang-orang yang berasal dari satu ayah disebut paripe (satu keluarga), pada orang Karo dinamakan sada bapa (satu keluarga), sedangkan pada orang Simalungun disebut

Page 25: Paper Kebudayaan Batak

sepanganan (satu keluarga). Bermula mereka hidup dalam perkauman yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan yang mengusut garis keturunan dari ayah, dan mendiami satu kesatuan wilayah permukiman yang dikenal dengan huta atau lumban. Biasanya kesatuan kerabat itu berpangkal dari seorang kakek yang menjadi cikal bakal dan pendiri pemukiman, karenanya juga disebut saompu. Kelompok-kelompok kerabat luas terbatas saompu yang mempunyai hubungan seketurunan dengan nenek moyang yang nyata maupun yang fiktif membentuk kesatuan kerabat yang dikenal dengan nama marga.

Hubungan sosial dengan sesama marga diatur melalui hubungan perkawinan, terutama antara marga pemberi pengantin wanita (boru) dengan marga penerima pengantin wanita (hula-hula). Untuk mempertahankan kelestarian kelompok kerabat yang patrilineal, marga-marga tersebut tidak boleh tukar menukar mempelai. Karena itu hubungan perkawinan satu jurusan mamaksa setiap marga menjalin hubungan perkawinan dengan sekurang-kurangnya dua marga lain, yaitu dengan marga pemberi dan marga penerima mempelai wanita.

Marga-marga atau klen patrilineal secara keseluruhan mewujudkan sub-suku daripada sukubangsa Batak. Pertumbuhan penduduk dan

Page 26: Paper Kebudayaan Batak

persebaran mereka di wilayah pemukiman yang semakin luas serta pengaruh-pengaruh dari luar menyebabkan perkembangan pola-pola adaptasi bervariasi dan terwujud dalam keanekaragaman kebudayaan Batak dan sub-suku yang menggunakan dialek masing-masing.

Berlandaskan pada hubungan perkawinan yang tidak timbal-balik itulah masyarakat Batak mengatur hubungan sosial antarmarga dengan segala hak dan kewajibannya dalam segala kegiatan sosial mereka. Organisasi itu dikenal sebagai dalihan na tolu atau tiga tungku perapian. Marga pemberi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam upacara maupun kegiatan adat terhadap marga penerima mempelai wanita. Dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan dengan kelompok yang menganut garis keturunan kebapakan. Walaupun seorang wanita yang menikah akan kehilangan segala hak dan kewajibannya dari hak marga asal dan berpindah mengikuti kelompok kerabat suami, namun marga asal tetap mendapat kehormatan sebagai pemberi mempelai wanita yang amat penting artinya sebagai penerus generasi.

Orang Batak selalu merasa bersatu dengan negerinya yaitu tanah Batak yang disebut dengan istilah bona pasogit atau bona ni pinasa. Mengenai sistim nilai yang merupakan

Page 27: Paper Kebudayaan Batak

warisan para leluhur sangat dijunjung tinggi. Adat adalah pusaka yang tidak kunjung usang. Adat haruslah selalu dilestarikan dan dijunjung tinggi ini terlukis dari ungkapan atau pepatah berikut: raja na di jolo, martungkot siala gundi, adat pinungka ni na parjolo, siihut honon ni parpudi, yang artinya raja yang di depan bertongkat siala gundi  adat yang diciptakan orang dahulu harus diikuti orang yang kemudian.

Selain itu adat merupakan norma hukum yang didukung rasa kemanusiaan yantg tinggi. Adat harus ditegakkan dan dijunjung tinggi seperti dalam peri bahasa, jongjong hau na so sitabaun, peak na so sigulingon artinya berdiri kayu jangan ditebang tumbang pun jangan diguling.

c) Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan Batak terbagi menjadi tiga (3) yaitu sekitar manusia, alam flora, dan alam fauna.

1. Alam sekitar manusia

Pengetahuan tentang alam sekitar manusia adalah berupa pengetahuan tentang musim- musim, tentang sifat- sifat gejala alam, tentang binatang- binatang, pencipta alam, asal mula gerhana, dongeng- dongeng, mitos- mitos,

Page 28: Paper Kebudayaan Batak

folklore (cerita rakyat), kesususastraan, dan sebagainnya. Pengetahuan tentang alam sekitar menusia ini banyak diketahui masyarakat Batak pada zaman sebelum abad ke-20 ini. Mereka mengetahui musim hujan dan kemarau, sifat- sifat alam, dan ilmu binatang. Masyarakat suku Batak juga mengenal system gotong royong kuno, terutama dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut Raron oleh orang Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaanya sangat suka rela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya. Dalam gotong royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat) bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.

3. Alam flora

Disebabkan masyarakat Batak umumnya masyarakat petani tetap juga hidup dari berternak, menangkap ikan dan berburu, tetapi mereka tidak dapat mengabdikan pengetahuan tentang alam flora di sekitarnya. Sebagai hasil pulungan diambil dari sana sini untuk obat menyembuhkan bermacam- macam penyakit disamping sebagai rempah-rempah. Alam flora ini penting sekali untuk ilmu hadatuon (ilmudukun) dan upacara- upacara adat yang mempergunakan daun beringin, daun pohon

Page 29: Paper Kebudayaan Batak

enau, sirih, pohon pinang, tebu, batang padi, pisang dan sebagainya.

4. Alam fauna

Disamping daging binatang merupakan unsure penting dalam makanan masyarakat petani, berburudan perikanan, masyarakat batak juga banyak mengetahu tentang kelakuan binatang dan suara- suara binatang untuk bisa menjaga tumbuh- tumbuhan di ladangdan di sawah terhadap gangguan- gangguan binatang itu. Demikian pula tentang menangkap ikan dan berburu, mereka mengetahui kapan saat yang baik untuk melaksanakanya ,sebab ada musim ikan turun ke tepi pantai dan ada dua musim binatang buruan berkumpul dan beristirahat.

d) Sistem Teknologi

Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dan bekerja dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani, sekin, rawit, ketam, tarah-tarah. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang

Page 30: Paper Kebudayaan Batak

panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

a. Sekin (perang)

b. Rawit ( pisau )

c. Sabi-sabi ( arit)

Page 31: Paper Kebudayaan Batak

d. Ketam ( alat pemotong padi )

e. Cuan (cangkul )

f. Tarah-tarah (sejenis parang )

g. Kapak ( kampak )

h. piso surit (sejenis belati)

Page 32: Paper Kebudayaan Batak

i. piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang)

j. hujur (sejenis tombak)

k. podang (sejenis pedang panjang)

l. Tenggala

Page 33: Paper Kebudayaan Batak

e) Sistem Ekonomi

Mata pencaharian hidup suku Batak dapat dikategorikan:

a. Bercocok tanam disawah atau diladang Alat alat utama dalam bercocok tanam: 1. Cangkul 2. Bajak (tenggala), juda sapi atau kerbau

untuk menarik bajak 3. Tongkat tunggal 4. Sabit untuk memotong padi

b. PeternakanKerbau, sapi, babi, kambing, ayam dan bebek

c. Menangkap ikan Pekerjaan dilakukan secara eksklusif oleh orang laki- laki dalam perahu dengan jala, pancing, dan perangkap ikan.

Page 34: Paper Kebudayaan Batak

f) Sistem Religi - Masuknya Islam

Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak.

Page 35: Paper Kebudayaan Batak

Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur

- Misionaris Kristen

Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak. Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.

Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.

Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada

Page 36: Paper Kebudayaan Batak

tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.

Selanjutnya Misi Katolik di Tanah Batak terhitung sejak Pastor Misionaris pertama yakni Pastor Sybrandus van Rossum, OFM.Cap masuk ke jantung Tanah Batak, yakni Baligetanggal 5 Desember 1934.

Masyarakat Toba dan sebagian Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya. Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melakukan perlawanan lagi dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.

Page 37: Paper Kebudayaan Batak

- Gereja HKBP

Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.

- Gereja Katolik di Tanah Batak

Misi Katolik masuk ke Tanah Batak setelah Zending Protestan berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah Misi Katolik masuk ke Tanah Batak.

- Kepercayaan

Page 38: Paper Kebudayaan Batak

Sebuah kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari abad ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis.

Walaupun sebagian besar orang Batak telah menganut agama Islam. Protestan dan Katholik, namun banyak konsep-

konsep agama aslinya masih hidup terutama di pedesaan. Hal ini dapat diketahui lewat buku-buku kuno yang berisi silsilah Batak dan dunia makhluk halus.

Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi na Bolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.

Orang Batak punya konsepsi bahwa alam ini beserta segala isinya diciptakan oleh Debata (Ompung) Mulajadi na Bolon. Dia berada di atas langit dan mempunyai nama-nama lain sesuai dengan tugas dan tempat kedudukannya. Selain sebagai pencipta, Debata Mulajadi na Bolon juga menciptakan dan mengatur kejadian gejala-gejala alam, seperti hujan, kehamilan dsb.

Page 39: Paper Kebudayaan Batak

Sahala raja lebih kuat daripada sahala orang biasa, sahala kelompok hula-hula lebih kuat daripada kelompok boru. Sedangkan begu adalah tondinya orang meninggal. Semua tingkah laku begu adalah seperti tingkah laku manusia, tetapi berlaku secara kebalikannya. Begu ada yang baik dan ada yang jahat. Bagi orang Batak Toba, begu yang terpenting adalah sumongol ni ompu, yaitu begu nenek moyangnya.

Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:

Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.

Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

Page 40: Paper Kebudayaan Batak

Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.

Di wilayah Batak telah dipengaruhi oleh beberapa agama, yaitu agama Islam dan Kristen Protestan. Agama Islam masuk di Minangkabau sejak tahun 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar dari orang Batak selatan (Mandailing dan Angkola). Sedangkan agama Kristen disiarkan ke daerah Toba dan Simalungun dan oleh misionaris dari Jerman sejak tahun 1863 dan ke daerah Karo oleh misionaris dari Belanda. Di samping itu juga ada agama-agama lain dan agama pribumi.

Walaupun sebagian besar orang Batak telah menganut agama Islam. Protestan dan Katholik, namun banyak konsep-konsep agama aslinya masih hidup terutama di pedesaan. Hal ini dapat diketahui lewat buku-buku kuno yang berisi silsilah Batak dan dunia makhluk halus.

Page 41: Paper Kebudayaan Batak

Orang Batak punya konsepsi bahwa alam ini beserta segala isinya diciptakan oleh Debata (Ompung) Mulajadi na Bolon. Dia berada di atas langit dan mempunyai nama-nama lain sesuai dengan tugas dan tempat kedudukannya. Selain sebagai pencipta, Debata Mulajadi na Bolon juga menciptakan dan mengatur kejadian gejala-gejala alam, seperti hujan, kehamilan dsb.

Dalam hubungan dengan jiwa dan roh, orang Batak mengenal 3 konsep yaitu tondi, sahala dan begu. Tondi adalah jiwa atau roh orang itu sendiri dan sekaligus merupakan kekuatannya. Sahala adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Tidak semua memiliki sahala, dan beberapa orang yang memiliki sahala itu jumlah dan kualitasnya berbeda-beda.

Sahala raja lebih kuat daripada sahala orang biasa, sahala kelompok hula-hula lebih kuat daripada kelompok boru. Sedangkan begu adalah tondinya orang meninggal. Semua tingkah laku begu adalah seperti tingkah laku manusia, tetapi berlaku secara kebalikannya. Begu ada yang baik dan ada yang jahat. Bagi orang Batak Toba, begu yang terpenting adalah sumongol ni ompu, yaitu begu nenek moyangnya.

g) Kesenian

Page 42: Paper Kebudayaan Batak

Seni tradisional adalah unsur kesenian yang hidup di tengah masyarakat dan menjadi tradisi yang melekat dalam kehidupan dalam suatu suku tertentu. Misalnya kesenian Batak.Indonesia memiliki beragam kesenian tradisional, namun banyak di antaranya yang hidup dalam ancaman. Ancaman dari kepunahan, ancaman dari pembajakan dan ancaman dari pembusukan. Oleh karenanya setiap usaha yang dilakukan untuk mengenalkan, melestarikan dan memajukan kesenian tradisional harus didukung sepenuh hati.

Salah satu daerah di Nusantara yang kaya akan kesenian tradisionalnya adalah Sumatra Utara. Beragam kesenian dengan bermacam latar budaya, seperti Melayu, Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Mandailing, dan Angkola tumbuh subur di sana. Di antaranya adalah ragam seni suara dan gerak dalam kesenian tradisional batak lama, yang telah lama melekat seperti joting, tumbas, oing, angguk, dan andung.

Kesenian Batak: Joting dan TumbasJoting adalah seni suara yang dipadukan

dengan gerak tarian dengan syair beraturan. Permainan joting biasanya ramai pada saat bulan purnama, usai panen raya.Pesertanya akan duduk dalam sebuah lingkaran, lalu satu persatu mereka akan bernyanyi bergantian dengan

Page 43: Paper Kebudayaan Batak

diiringi irama koor kelompok sehingga terdengar seperti suara gendang dan gong

.Di daerah pesisir Danau Toba ada joting yang dilakukan sambil mendayung sampan besar (Joting Solu Bolon). Dalam Joting Solu Bolon satu sampan berisi 12 orang, dan bila seorang bernyanyi maka semua pengayuh akan menyambutnya sambil mengayunkan dayungnya.

Tujuan kesenian Batak ini adalah agar rasa lelah yang mendera mereka dapat dikesampingkan, selain untuk membangun kekompakan. Joting biasanya menggunakan syair bersambung yang bercerita tentang kehidupan. Ada juga joting yang dikhususkan bagi kawula muda.

Biasanya dalam joting ini peserta dibagi menjadi dua kelompok, pria dan wanita. Masing-masing kelompok akan berusaha untuk saling menjatuhkan (maralo alo) dengan menggunakan bahasa pujian, sanjungan, ejekan, atau sindiran sepanjang tidak menghinakan dan merendahkan.

Tumbas mirip dengan joting, cuma saja pemainnya semua berdiri. Mereka menyanyi dan menari bergerak bersama dalam satu gerakan. Biasanya gerakannyan adalah gerakan tortor, yang ditambahkan dengan hentakan kaki dan ayunan serta menepuk lutut dengan kedua tangan, dilanjutkan tepukan tangan, sangat dinamis dan menawan.

Page 44: Paper Kebudayaan Batak

Kesenian Batak: OingOing adalah lagu yang dinyanyikan

dengan perlahan, penuh perasaan dan dalam kesendirian. Banyak yang mengatakan oing ini mirip dengan sinden dalam kesenian Jawa. Pelantunnya biasanya adalah orang yang telah lanjut usianya yang menyanyikannya sambil ‘manirat’ (bertenun) ulos, atau, saat merajut ‘hirang’ (keranjang) di tengah malam.

Isi syair lagunya berkisar tentang suka, duka, dan harapan. Kesenian Batak oing mirip dengan andung, hanya saja, nadanya agak rendah dan sering menjadi selipan pada seni `marturiturian` (bercerita).Oing banyak mengisahkan tentang suka duka dan pengharapan. Biasanya, dinyanyikan perlahan dalam kesendirian.

Kesenian Batak: Angguk dan AndungAngguk berbeda dengan andung walaupun

sama-sama seni bertutur dengan nuansa kesedihan. Angguk adalah ratapan kesedihan dengan diselingi teriakan histeris. Sedangkan andung adalah seni yang memancing orang untuk ikut meneteskan air mata, biasanya karena orang yang mendengarnya menjadi terpana dan terbawa kesedihan.

Orang yang membawakan andung disebut pangandung. Dalam menjalankan tugasnya,

Page 45: Paper Kebudayaan Batak

pengandung akan melengkapi kain ulos, yang akan digunakan untuk menutupi kepalanya sehingga tidak dapat diketahui mimik wajahnya.

Kesenian Batak ini merupakan perpaduan antara oing dan tangisan dengan menggunakan bahasa khusus yang jarang diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ciri lainnya yang membedakan andung dengan oing adalah adanya jeritan di antara kalimat andung. 

Kesenian Batak: Tari Tor-Tor

Inilah

dibicarakan media karena diaku-aku oleh negara

Page 46: Paper Kebudayaan Batak

tetangga. Tari tor-tor merupakan jenis tarian yang gerakannya senada seirama dengan iringan musiknya. Iringan musik tari tor-tor biasanya mempergunakan berbagi alat musik tradisional seperti suling, terompet Batak, dan gondang.

Awalnya, tarian ini digunakan sebagai media ritual yang berkaitan dengan pemanggilan roh leluhur. Roh-roh tersebut kemudian ‘merasuki’ patung-patung batu simbol leluhur sehingga patung-patung tersebut menari-nari dengan gerakan yang kaku. Bagian yang biasanya bergerak adalah tangan dan kaki patung.

Ada beberapa jenis tari tor-tor, tergantung pada fungsinya. Salah satu jenis tari tor-tor adalah tari tor-tor pangurason, yaitu sebuah tari pembersihan. Tarian tor-tor pangurason biasanya ditampilkan di sebuah pesta besar, tempat pesta tersebut dibersihkan dahulu dengan jerut purut untuk menolak mara bahaya sebelum pestanya dimulai.

Selain itu, ada juga tari tor-tor sipitu cawan atau tari tujuh cawan. Tari tor-tor jenis ini biasanya ditampilkan pada acara penobatan seorang raja. Konon, tarian ini merupakan tarian 7 putri khayangan yang mandi di telaga di puncak Gunung Pusuk Buhit.

Jenis tari tor-tor yang lainnya adalah tari tor-tor tunggal panaluan. Tari ini biasanya ditampilkan saat sebuah desa dilanda musibah.

Page 47: Paper Kebudayaan Batak

Dukun adat setempat akan mendapatkan solusi untuk mengatasi musibah tersebut setelah tari tor-tor tunggal panaluan selesai dipentaskan.

Seiring berjalannya waktu, tari tor-tor bertransformasi menjadi sebuah tarian kesenian Batak. Tari tor-tor tidak hanya digelar saat upacara-upacara ritual kepercayaan, tetapi juga pada acara-acara tertentu dengan maksud untuk menghibur penonton.

Kesenian Batak: Uning-Uningan

Uning-uningan adalah sebuah bentuk kesenian tradisional instrumental dari Batak Toba. Uning-uningan merupakan media komunikasi manusia dan Penciptanya. Kata

Page 48: Paper Kebudayaan Batak

Uning-uningan sendiri berasal dari kata ‘un’ dan ‘ing’. ‘Un’ artinya ‘suara rendah’ dan ‘ing’ artinya ‘suara tinggi’. Oleh karena itu, uning-uningan dapat dimaknai sebagai suara rendah dan suara tinggi yang bersahut-sahutan.

Kesenian Batak uning-uningan memanfaatkan beberapa alat musik tradisional dalam menciptakan musik. Ada alat musik tiup berupa sulim, tulila, sarune na met-met, salung, along-along, dan tataloat. Ada juga alat musik petik berupa hasapi, sidideng, mengmong, dan tanggetong. Ada juga alat musik pukul berupa jeggong, hesek, dan saga-saga. Terakhir, ada alat musik dari kulit binatang berupa gardap.

Alat-alat musik tersebut bisa digunakan seluruhnya, bisa juga tidak. Pemain terkadang memilih alat-alat musik mana saja yang akan digunakan dalam pertunjukan uning-uningan.

Dahulu, uning-uningan digunakan sebagai media pemanggilan roh seseorang yang sudah meninggal. Karena fungsinya yang mistis, tentu saja peran seorang dukun sangat penting dalam sebuah pertunjukan uning-uningan. Sang dukun akan mempersiapkan sesajen dan membatasi jumlah orang yang hadir. Saat uning-uningan dimainkan, dukun akan menari mengikuti irama dan pada akhirnya ia akan kerasukan roh yang memang sengaja diundang.

Selain itu, uning-uningan juga memiliki fungsi sebagai pengiring pembacaan doa.

Page 49: Paper Kebudayaan Batak

Biasanya, doa yang diiringi uning-uningan adalah doa untuk meminta kesembuhan atas seseorang yang sedang sakit atau dia untuk memperoleh keturunan. Upacara permohonan doa yang diiringi uning-uningan biasanya berlangsung khidmat dan diiringi oleh pembacaan umpasa oleh penatua kampung.

Penggunaan uning-uningan yang erat kaitannya dengan ritual keagamaan animisme dan dinamisme membuatnya sulit berkembang kini. Semakin banyak orang Batak yang menganut agama lain, seperti Kristen, menyebabkan uning-uningan semakin jarang dipergunakan dalam berbagai ritual. Jika terus seperti ini, dikhawatirkan kesenian Batak uning-uningan ini akan punah suatu saat nanti.