Top Banner
PAPER FISIOLOGI VETERINER II PENGARUH KERJA DAN LATIHAN TERHADAP OTOT KELOMPOK 3: Edo Leonardo 1209005034 Radhita Andriani 1209005060 Hidayatul Azizah 1209005041 Grace Sophia J Manik 1209005031 Putu Chyntia N M 1209005030 RAC Noorputri AS 1209005067 Bianca Violanda J 1209005069 Ni Made Riska A 1209005010 A.A NGR Indra V N 1209005011 Ade Vinda M S 1209005038
39

Paper Fisio

Apr 08, 2016

Download

Documents

Bianca Junus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Paper Fisio

PAPER FISIOLOGI VETERINER II

PENGARUH KERJA DAN LATIHAN TERHADAP OTOT

KELOMPOK 3:

Edo Leonardo 1209005034 Radhita Andriani 1209005060

Hidayatul Azizah 1209005041 Grace Sophia J Manik 1209005031

Putu Chyntia N M 1209005030 RAC Noorputri AS 1209005067

Bianca Violanda J 1209005069 Ni Made Riska A 1209005010

A.A NGR Indra V N 1209005011 Ade Vinda M S 1209005038

Yusuf Riska A 1209005062 Franky L.H.R Andung 1209005035

Putu Andre W 1209005097 Maria Magdalena D.R.W 1209005057

Michele Chandra 1209005102 Rina Noviyati Ndun 0909005032

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2013

Page 2: Paper Fisio

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

hanya dengan bimbingan dan pertolonganNya paper kami dapat diselesaikan dengan

baik.

Selain untuk memenuhi tugas, kami membuat paper ini agar paper ini dapat

dijadikan referensi bagi orang lain. Terutama bagi mahasiswa di Fakultas Kedokteran

Hewan Universitas Udayana.

Segala kritik dan saran kami harapkan demi kepentingan tulisan ini. Tak lupa

juga kami mengucapkan terimakasih atas perhatiannya.

Denpasar, 17 Mei 2013

Hormat kami,

Penulis

ii

Page 3: Paper Fisio

DAFTAR ISI

COVER.........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1. Latar Belakang...........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................3

1.3. Tujuan.........................................................................................................3

1.4. Manfaat.......................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4

2.1. Kekuatan Otot............................................................................................4

2.2. Ketahanan Otot...........................................................................................9

2.3. Mekanisme Kerja Otot...............................................................................10

2.4. Sifat Kerja Otot..........................................................................................13

2.5. Kerja Otot Rangka......................................................................................14

2.6. Serabut Otot Kontraksi Cepat dan Kontraksi Lambat................................15

2.7. Gangguan pada Otot...................................................................................17

2.8. Pengaruh Latihan pada Sistem Kardiovaskuler.........................................18

BAB III PENUTUP......................................................................................................19

3.1. Kesimpulan.................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................20

iii

Page 4: Paper Fisio

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengaruh kerja dan latihan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan

dalam ukuran dan kekuatan otot, efisiensi, serta ketahanan dalam melakukan

kerja. Saat ini banyak orang, khususnya laki-laki yang melakukan

pembentukan otot sehingga tubuhnya terlihat atletis. Otot dapat terbentuk dan

berkembang baik bila seseorang melakukan olahraga yang rutin dan teratur.

Pada umumnya, otot pria lebih besar dibandingkan pada wanita. Ini

disebabkan karena ukuran rata-rata otot seseorang terutama ditentukan oleh

hereditas ditambah kadar sekresi testosterone, yang pada pria, akan

menyebabkan otot yang lebih besar daripada wanita.

Olahraga merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Dianggap

kebutuhan karena manusia adalah mahluk yang bergerak. Manusia dalam

melakukan aktifitasnya tidak pernah terlepas dari proses gerak, sebab tidak

ada kehidupan tanpa adanya gerakan. Olahraga sendiri bersifat universal.

Dengan kata lain olahraga dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat

tidak memandang suku, ras, agama, latar belakang pendidikan, status ekonomi

maupun gender. Baik laki-laki maupun wanita dapat melakukan aktifitas olah-

raga tanpa pengecualian. Pencapaian prestasi olahraga memiliki beberapa

komponen penting yang perlu menjadi perhatian. Komponen tersebut adalah

kapasitas kerja kardiovaskuler, pulmonal, performa otot, fleksibilitas, agilitas,

dan bebe-rapa aspek psikologi dan sosial. Performa otot sendiri terdiri dari

kekuatan otot, daya tahan otot, dan makroskopik otot.

Otot sebagai salah satu komponen yang dapat menghasilkan gerakan

melalui kontraksinya membutuhkan suatu kekuatan untuk menghasilkan

performance yang tinggi. Kerja otot yang maksimal dapat meningkatkan

kemampuan kerja seseorang yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi

1

Page 5: Paper Fisio

individu dalam berolahraga. Performa otot yang tinggi tersebut ditentukan

oleh kekuatan dan daya tahan otot.

Sesuai aktivitasnya, perubahan adaptif jangka panjang dapat terjadi

pada serat otot yang memungkinkan untuk berespon secara lebih efisien

terhadap berbagai jenis kebutuhan pada otot. Otot skeletal memiliki plastisitas

yang tinggi. Ada dua jenis perubahan yang bisa diinduksi di serat otot, yaitu

perubahan dalam kapasitas sintesis ATP dan perubahan diameternya

(Sherwood L. 2010). Latihan ketahanan akan meningkatkan potensi oksidatif

otot, sedangkan latihan kekuatan (resistance) meningkatkan diameter

myofibrilar otot (Whiting. 2008).

Kekuatan otot adalah kemampuan maksimal dari otot untuk

berkontraksi. Kekuatan otot ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin,

ukuran cross sectional otot, jenis serabut otot, tipe kontraksi otot, ketersedian

energi dalam aliran darah, hubungan antara panjang dan tegangan otot pada

waktu kontraksi dan recruitmen motor unit (footnote).

Daya tahan otot adalah kemampuan otot untuk mengulangi kontraksi

dalam jumlah tertentu. Daya tahan otot sendiri dipengaruhi oleh sistem energi

yang digunakan oleh otot tersebut. Secara umum serabut otot terbagi atas

serabut otot cepat dan serabut otot lambat. Kedua serabut otot tersebut dikenal

dengan nama slow twicht muscle dan fast twicht muscle. Pada otot tipe slow

twitch (tipe 1) ketahanan terhadap kelelahan tinggi sehingga otot tersebut

relatif memiliki daya tahan yang lebih baik. Sedangkan otot tipe fast twicth

(tipe 2) memiliki ketahanan terhadap kelelahan rendah sehingga relatif lebih

lemah.

Pada suatu latihan kekuatan otot, peningkatan kekuatan otot awalnya

disebabkan oleh perbaikan kontrol sistem saraf motorik seperti penyelarasan

rekrutmen motor unit, penurunan penghambatan autogen Golgi tendon organ,

koaktivasi otot agonis dan antagonis serta frekuensi impuls motorik yang

2

Page 6: Paper Fisio

menuju motor unit. Perubahan struktur dapat terjadi sebagai akibat latihan

kekuatan, baik di neuromuscular junction maupun di serat otot.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa pengaruh kerja dan latihan terhadap otot?

1.2.2. Apa yang dimaksud dengan kekuatan otot dengan ketahanan otot?

1.2.3. Bagaimana pengaruh latihan yang berlebihan pada otot?

1.2.4. Apa manfaat yang dapat dirasakan jika secara rutin dan teratur

melakukan olahraga (latihan terhadap otot)?

1.3. Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui pengaruh kerja dan latihan terhadap otot.

1.3.2. Untuk mengetahui kekuatan otot dengan ketahanan otot.

1.3.3. Untuk mengetahui pengaruh latihan yang berlebihan pada otot.

1.3.4. Untuk mengetahui manfaat yang dapat dirasakan jika secara rutin dan

teratur melakukan olahraga (latihan terhadap otot).

1.4. Manfaat

1.4.1. Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas

Udayana, khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih

mengenai fisiologi otot, khususnya yang berkaitan dengan pengaruh

kerja dan latihan terhadap otot.

1.4.2. Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk

mengerjakan tugas yang berhubungan dengan materi kuliah Fisiologi

Veteriner II khususnya mengenai fisiologi otot.

1.5.

3

Page 7: Paper Fisio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kekuatan Otot

Kekuatan otot adalah istilah umum yang mempunyai pengertian yang

bermacam-macam, antara lain; kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup

otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara

dinamis maupun statis. Kekuatan otot dapat juga berarti kekuatan maksimal otot

yang ditunjang oleh cross-sectional otot yang merupakan kemampuan otot untuk

menahan beban maksimal pada aksis sendi. Otot skeletal manusia dewasa secara

keseluruhan dapat menghasilkan kekuatan otot kurang lebih 22000 kg. Otot

dalam berkontraksi dan menghasilkan tegangan memerlukan suatu tenaga/

kekuatan. Kekuatan otot selain dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor biomekanik, faktor

neuromuscular, faktor metabolisme dan faktor psikologis (Lesmana. 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan otot:

1. Usia dan jenis kelamin

Kekuatan otot mulai timbul sejak lahir sampai dewasa dan terus

meningkat terutama pada usia 20 sampai 30-an dan secara gradual menurun

seiring dengan peningkatan usia. Pada umumnya, pria lebih kuat

dibandingkan dengan wanita. Kekuatan otot pria muda hampir sama

dengan wanita muda sampai menjelang usia puber, setelah itu pria akan

mengalami peningkatan kekuatan otot yang signifikan dibanding wanita,

dan perbedaan terbesar timbul selama usia pertengahan (antara usia 30

sampai 50). Peningkatan kekuatan ini berkaitan dengan peningkatan massa

otot setelah puber, karena setelah masa puber massa otot pria 50% lebih

besar dibandingkan dengan massa otot wanita (Lesmana. 2012).

2. Ukuran cross sectional otot.

Semakin besar diameter otot maka akan semakin kuat. Suatu hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara

4

Page 8: Paper Fisio

fisiologis cross sectional area dan tegangan maksimal pada otot ketika

dilakukan stimulasi elektrik. “Kekuatan otot skeletal manusia dapat

menghasilkan kekuatan kurang lebih 3-8 kg/cm2 pada cross sectional area

tanpa memperhatikan jenis kelamin”. Namun variabilitas cross sectional

area pada suatu otot akan berbeda setiap saat karena pengaruh latihan dan

inaktifitas (Lesmana. 2012).

3. Hubungan antara panjang dan tegangan otot pada waktu kontraksi.

Otot menghasilkan tegangan yang tinggi pada saat terjadi sedikit

perubahan panjang otot ketika berkontraksi. “Tenaga kontraktil otot yang

terbesar adalah ketika otot dalam keadaan ekstensi penuh karena pada saat

full ekstensi, otot dalam keadaan 1/3 kali lebih panjang daripada saat

istirahat“. Tenaga pada otot dapat terus berkurang ketika otot berkontraksi

(memendek). Ketika otot dalam kontraksi penuh maka tenaga kontraktil

yang dihasilkan dapat berkurang sampai nol. Dan yang harus menjadi

catatan adalah selama pemanjangan otot tenaga kontraktil tidak

menghasilkan proporsi yang sama (Lesmana. 2012).

4. Recruitmen motor unit.

Peningkatan recruitment motor unit akan meningkatkan kekuatan otot.

Motor unit adalah unit fungsional dari sistem neuromuscular yang terdiri

dari anterior motor neuron (terdiri dari axon, dendrit dan cell body) dan

serabut otot (terdiri dari slow twitch fiber dan fast twitch fiber). Kontraksi

otot dengan tenaga kecil akan mengaktifkan sedikit motor unit, tetapi

kontraksi dengan tenaga besar akan mengaktifkan banyak motor unit.

Tidak semua motor unit pada serabut otot aktif pada saat yang sama. Hal

itu berarti pada kontrol neural fast twitch fiber dan slow twitch fiber akan

memodulasi secara selektif jenis serabut yang akan digunakan sesuai

dengan karakteristiknya. Jenis latihan akan mempengaruhi motor unit yang

aktif, pada resistance exercise atau latihan untuk meningkatkan kekuatan

otot akan mengaktifkan fast twitch fiber sedangkan pada latihan untuk

5

Page 9: Paper Fisio

meningkatkan endu-rance akan mengaktifkan slow twitch fiber (Lesmana.

2012).

5. Tipe kontraksi otot.

Otot mengeluarkan tenaga paling besar ketika kontraksi eksentrik

(memanjang) melawan tahanan. Dan otot juga mengeluarkan tenaga lebih

sedikit ketika kontraksi isometrik serta mengeluarkan tenaga yang paling

sedikit ketika kontraksi konsentrik (memendek) melawan beban (Lesmana.

2012).

6. Jenis serabut otot.

Karakteristik tipe serabut otot memiliki peranan pada sifat kontraktil

otot seperti kekuatan, endurance, power, kecepatan dan ketahanan terhadap

kelelahan/ fatigue. Tipe serabut II A dan B (fast twitch fiber) memiliki

kemampuan untuk menghasilkan sejumlah tegangan tetapi sangat cepat

mengalami kelelahan/ fatigue. Tipe I (slow twitch fiber) menghasilkan

sedikit tegangan dan dilakukan lebih lambat dibandingkan dengan tipe

serabut II tetapi lebih tahan terhadap kelelahan/ fatigue (Lesmana. 2012).

7. Ketersediaan energi dan aliran darah.

Otot membutuhkan sumber energi yang adequat untuk berkontraksi,

menghasilkan tegangan, dan mencegah kelelahan/ fatigue. Tipe serabut otot

yang predominan dan suplai darah yang adequat, serta transport oksigen

dan nutrisi ke otot, akan mempengaruhi hasil tegangan otot dan

kemampuan untuk melawan kelelahan/ fatigue (Lesmana. 2012).

8. Kecepatan kontraksi.

Torsi yang besar dihasilkan pada kecepatan yang lebih rendah.

Kecepatan berarti rata-rata gerakan dalam arah tertentu. Kecepatan

pemendekan atau pemanjangan otot secara substansial akan mempengaruhi

tegangan otot yang terjadi selama kontraksi. Penurunan tegangan kontraksi

terjadi ketika peningkatan kecepatan, saat pemen-dekan otot merupakan

dasar penjelasan jumlah links yang terbentuk perunit waktu antara filamen

6

Page 10: Paper Fisio

aktin dan miosin. Pada kecepatan lambat, jumlah maksimum cross-bridge

dapat terbentuk. Semakin cepat filamen aktin dan miosin slide terhadap

satu dengan yang lain, semakin kecil jumlah links yang terbentuk antara

filamen-filamen dalam satu unit waktu dan semakin kecil tegangan yang

terjadi. Kecepatan kontraksi berbanding terbalik dengan besar beban pada

otot atau dengan kata lain berarti semakin cepat kontraksi maka tegangan

yang dihasilkan semakin kecil (Lesmana. 2012).

9. Motivasi.

Motivasi yang tinggi akan mempengaruhi kemampuan untuk

menghasilkan kekuatan yang maksimal. Oleh karena itu Testi harus mau

melakukan usaha yang maksimal agar menghasilkan kekuatan maksimal

(Lesmana. 2012).

Perubahan sistem neuromuscular dalam peningkatan kekuatan otot

a. Hypertropi

Kapasitas kekuatan otot secara langsung berhubungan dengan fisiologi

cross sectional area pada serabut otot. Dengan desain latihan yang spesifik

dapat meningkatkan kekuatan otot, dan ukuran serabut otot skeletal yang

disebut hypertropi. Faktor yang berperan pada hypertropi meliputi;

peningkatan jumlah protein pada serabut otot, peningkatan kepadatan kapiler,

perubahan biokimia pada serabut otot. Walaupun masih dalam tanda tanya,

diduga bahwa kekuatan otot juga dapat ditingkatkan dengan resistance

exercise yang menyebabkan terjadinya hyperplasia yaitu peningkatan jumlah

serabut otot. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh gerak longitudinal serabut

otot. Hal ini belum bisa dipastikan karena gerak serabut otot tersebut baru

dilakukan penelitian pada binatang (Lesmana. 2012).

b. Recruitmen

Faktor lain yang penting yang mempengaruhi kapasitas otot untuk

meningkatkan kekuatan otot adalah peningkatan jumlah recruitmen motor

7

Page 11: Paper Fisio

unit. Banyaknya jumlah motor unit yang aktif akan menghasilkan kekuatan

otot yang besar (Lesmana. 2012).

c. Perubahan pada jaringan nonkon-traktil

Program latihan yang didesain untuk meningkatkan kekuatan otot

dapat juga meningkatkan kekuatan pada jaringan non-kontraktil seperti;

tulang, tendon dan ligamen (Lesmana. 2012).

Latihan Kekuatan Otot – Hipertrofi Otot

Ukuran rata-rata otot seseorang terutama ditentukan oleh hereditas

ditambah kadar sekresi testosterone, yang pada pria, akan menyebabkan otot

yang lebih besar daripada wanita. Akan tetapi dengan latihan otot dapat

mengalami hipertrofi, sekitar 30-60%. Kebanyakan hipertrofi disebabkan oleh

peningkatan diameter serabut otot daripada oleh peningkatan jumlah serabut,

walapun tidak hal ini tidak sepenuhnya benar karena beberapa serabut otot yang

sangat membesar diyakini memisah di tengah, di seluruh panjang otot untuk

membentuk serabut-serabut yang seluruhnya baru, sehingga sedikit

meningkatkan jumlah serabutnya (Guyton AC. 2007).

Pada suatu latihan kekuatan otot, peningkatan kekuatan otot awalnya

disebabkan oleh perbaikan kontrol sistem saraf motorik seperti penyelarasan

rekrutmen motor unit, penurunan penghambatan autogen Golgi tendon organ,

koaktivasi otot agonis dan antagonis serta frekuensi impuls motorik yang menuju

motor unit. Perubahan struktur dapat terjadi sebagai akibat latihan kekuatan,

baik di neuromuscular junction maupun di serat otot.

Perubahan yang terjadi di dalam serabut otot yang hipertrofi itu sendiri

meliputi:

1. Peningkatan jumlah miofibril, filamen aktin dan miosin, sarkoplasma, serta

jaringan penunjang lainnya; sebanding dengan derajat hipertrofi.

2. Peningkatan enzim-enzim mitokondria sampai dengan 120%.

8

Page 12: Paper Fisio

3. Peningkatan komponen sistem metabolisme fosfagen, termasuk ATP dan

fosfokreatin sebanyak 60-80%.

4. Peningkatan cadangan glikogen sebanyak 50%.

5. Peningkatan cadangan trigliserida (lemak) sebanyak 75-100%.

Akibat semua perubahan ini, kemampuan sistem metabolik aerob dan

anaerob meningkat, terutama meningkatkan kecepatan oksidasi maksimum dan

efisiensi sistem metabolisme oksidatif sebanyak 45% (Guyton AC. 2007).

2.2. Ketahanan Otot

Daya tahan otot adalah kemampuan otot untuk mengulangi kontraksi

dalam jumlah tertentu. Daya tahan otot sendiri dipengaruhi oleh sistem energi

yang digunakan oleh otot tersebut. Secara umum serabut otot terbagi atas serabut

otot cepat dan serabut otot lambat. Kedua serabut otot tersebut dikenal dengan

nama slow twicht muscle dan fast twicht muscle. Pada otot tipe slow twitch (tipe

1) ketahanan terhadap kelelahan tinggi sehingga otot tersebut relatif memiliki

daya tahan yang lebih baik. Sedangkan otot tipe fast twicth (tipe 2) memiliki

ketahanan terhadap kelelahan rendah sehingga relatif lebih lemah (Lesmana.

2012).

Dalam melakukan fungsinya otot tidak hanya memiliki kekuatan untuk

dapat bergerak. Gerak akan menjadi fungsional bila gerakan tersebut dapat

dilakukan berulang ulang. Kapasitas untuk dapat terus melakukan pengu-langan

aktifitas otot, seperti ketika melakukan push up dan sit up secara terus menerus

dikenal dengan istilah daya tahan otot (Lesmana. 2012).

Daya tahan otot dapat ditingkatkan melalui peningkatan kekuatan otot,

juga dapat ditingkatkan dengan perubahan pada lokal metabolisme dan fungsi

sirkulasi. Sesuai dengan serabut otot, maka serabut otot tipe 1 atau serabut slow

twicht yang lebih banyak memiliki aliran darah dan berwarna merah memiliki

daya tahan otot yang lebih baik.

9

Page 13: Paper Fisio

Latihan Daya Tahan

Akibat latihan daya tahan, otot juga akan mengalami sedikit hipertrofi

namun adaptasi terbesar terjadi pada proses biokimiawi di dalam otot.

Mitokondria otot meningkat jumlahnya, disertai peningkatan jumlah dan aktivitas

enzim oksidatif yang ditunjang oleh perubahan struktur lain yang menunjang

peningkatan kerja otot seperti peningkatan mikrosirkulasi otot. Penelitian

selanjutnya memperlihatkan bahwa otot yang terlatih daya tahannya (endurance-

trained) dapat lebih efektif menggunakan trigliserida, glukosa dan asam lemak

bebas sebagai sumber energi sedemikian rupa sehingga sumber energi utama otot

tersebut pada waktu exercise berubah dari karbohidrat menjadi lemak (Guyton

AC. 2007).

2.3. Mekanisme Kerja Otot

Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam

keadaan yang relatif dari filamen-filamen aktin dan myosin. Selama kontraksi

otot, filamen-filamen tipis aktin terikat pada dua garis yang bergerak ke Pita A,

meskipun filamen tersebut tidak bertambah banyak.Namun, gerakan pergeseran

itu mengakibatkan perubahan dalam penampilan sarkomer, yaitu penghapusan

sebagian atau seluruhnya garis H. selain itu filamen myosin letaknya menjadi

sangat dekat dengan garis-garis Z dan pita-pita A serta lebar sarkomer menjadi

berkurang sehingga kontraksi terjadi. Kontraksi berlangsung pada interaksi

antara aktin miosin untuk membentuk komplek aktin-miosin.

Suatu stimulus tunggal (yang menimbulkan potensial aksi) bila dikenakan

pada suatu serabut otot, akan menghasilkan suatu kontraksi otot tunggal pada

serabut otot tersebut. Bila potensial aksi kedua diberikan setelah otot mencapai

relaksasi penuh, maka akan terjadi kontraksi tunggal kedua dengan kekuatan

sama dengan kontraksi pertama. Namun bila potensial aksi kedua itu diberikan

belum mencapai relaksasi penuh, maka akan terjadi kontraksi tambahan pada

puncak kontraksi pertama kondisi ini dinamakan penjumlahan kontraksi. Bila

10

Page 14: Paper Fisio

suatu otot diberi stimulus dengan sangat cepat namun diantara dua stimuli masih

ada sedikit relaksasi, maka akan terjadi tetanus tidak sempurna. Bila tidak ada

kesempatan otot untuk relaksasi diantara dua stimuli, maka akan terjadi kontraksi

dengan kekuatan maksimum yang disebut tetanus sempurna.

Sliding Filament Theory

Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan

difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (l955) mengemukkan teori kontraksi otot

yang disebut model sliding filaments. Model ini menyatakan bahwa kontraksi

didasarkan adanya dua set filamen di dalam sel otot kontraktil yang berupa

filament aktin dan filamen miosin.. Rangsangan yang diterima oleh asetilkolin

menyebabkan aktomiosin mengerut (kontraksi). Kontraksi ini memerlukan

energi.

Pada waktu kontraksi, filamen aktin meluncur di antara miosin ke dalam

zona H (zona H adalah bagian terang di antara 2 pita gelap). Dengan demikian

serabut otot menjadi memendek yang tetap panjangnya ialah ban A (pita gelap),

sedangkan ban I (pita terang) dan zona H bertambah pendek waktu kontraksi.

Ujung miosin dapat mengikat ATP dan menghidrolisisnya menjadi ADP.

Beberapa energi dilepaskan dengan cara memotong pemindahan ATP ke miosin

yang berubah bentuk ke konfigurasi energi tinggi. Miosin yang berenergi tinggi

ini kemudian mengikatkan diri dengan kedudukan khusus pada aktin membentuk

jembatan silang. Kemudian simpanan energi miosin dilepaskan, dan ujung

miosin lalu beristirahat dengan energi rendah, pada saat inilah terjadi relaksasi.

Relaksasi ini mengubah sudut perlekatan ujung myosin menjadi miosin ekor.

Ikatan antara miosin energi rendah dan aktin terpecah ketika molekul baru ATP

bergabung dengan ujung miosin. Kemudian siklus tadi berulang Iagi.

Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam

keadaan yang relatif dari filamenfilamen aktin dan myosin. Selama kontraksi

otot, filamen-filamen tipis aktin terikat pada dua garis yang bergerak ke Pita A,

11

Page 15: Paper Fisio

meskipun filamen tersebut tidak bertambah banyak.Namun, gerakan pergeseran

itu mengakibatkan perubahan dalam penampilan sarkomer, yaitu penghapusan

sebagian atau seluruhnya garis H. selain itu filamen myosin letaknya menjadi

sangat dekat dengan garis-garis Z dan pita-pita A serta lebar sarkomer menjadi

berkurang sehingga kontraksi terjadi. Kontraksi berlangsung pada interaksi

antara aktin miosin untuk membentuk komplek aktin-miosin.

Cross Bridge Hyphothesis

Suatu filamen tebal tersusun atas molekul-molekul myosin yang

merupakan suatu molekul besar seperti batang tipis (lebih kurang 200 nm) yang

tersusun atas 2 spiral peptida yang saling berpilin. Setiap molekul myosin pada

salah satu ujungnya memiliki 2 bulatan (kepala) yang panjangnya 20nm dan

lebar 2nm bagian ini disebut jembatan silang (cross bridge) myosin yang

menonjol keluar filamen tebal.

Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran-filamen. Pada

mulanya, kita mengasumsikan jika cross-bridges miosin memiliki letak yang

konstan tanpa berpindah-pindah, maka model ini tak dapat dibenarkan.

Sebaliknya, cross-bridges itu harus berulangkali terputus dan terkait kembali

pada posisi lain namun masih di daerah sepanjang filamen dengan arah menuju

disk Z.

Melalui pengamatan dengan sinar X terhadap struktur filamen dan

kondisinya saat proses hidrolisis terjadi, Rayment, Holden, dan Milligan

mengeluarkan postulat bahwa tertutupnya celah aktin akibat rangsangan (berupa

ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan konformasional (yang

menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi otot. Postulat ini

selanjutnya mengarah pada model “perahu dayung” untuk siklus kontraktil yang

telah banyak diterima berbagai pihak. Pada mulanya, ATP muncul dan

mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai

akibatnya, kepala S1 melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua, celah

12

Page 16: Paper Fisio

aktin akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang

menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan

molekul dengan energi tinggi (jelas-jelas memerlukan energi). Pada tahap ketiga,

kepala S1 mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang

posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin

sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan

tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin membesar.

Keadaan itu disebut keadaan transien. Selanjutnya, pada tahap kelima, hentakan-

daya terjadi dan suatu geseran konformasional yang turut menarik ekor kepala S1

tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP

dilepaskan oleh kepala S1 dan siklus berlangsung lengkap.

2.4. Sifat Kerja Otot

Menurut sifat kerjanya, otot terbagi dua :

1. Antagonis

Antagonis adalah cara kerja otot yang kontraksinya menimbulkan

efek gerak berlawanan, contohnya adalah :

a. Ekstensi (meluruskan) dan fleksi (membengkokan),misalnya otot trisep

dan otot bisep.

b. Abduksi (menjauhi badan) dan adduksi (mendekati badan) misalnya

gerak tangan sejajar bahu dan sikap sempurna.

c. Depresi (ke bawah) dan elevasi (ke atas),misalnya gerak kepala

merunduk dan menengadah.

d. Supinasi (menengadah) dan pronasi (menelungkup),misalnya gerak

telapak tangan menengadah dan gerak telapak tangan menelungkup.

2. Sinergis

Sinergis juga adalah otot-otot yang kontraksinya menimbulkan gerak

searah. Contohnya pronator teres dan pronator kuadratus (Aditiyo, 2012).

13

Page 17: Paper Fisio

Otot sinergis adalah dua otot atau lebih yang bekerja bersama – sama

dengan tujuan yang sama. Jadi, otot – otot itu berkontraksi bersama dan

berelaksasi bersama. Misalnya, otot – otot antar tulang rusuk yang bekerja

bersama ketika kita menarik napas, atau otot pronator, yaitu otot yang

menyebabkan telapak tangan menengadah atau menelungkup.

Gerakan pada bagian tubuh, umumnya melibatkan kerja otot, tulang,

dan sendi. Apabila otot berkontraksi, maka otot akan menarik tulang yang

dilekatinya sehingga tulang tersebut bergerak pada sendi yang dimilikinya.

Otot yang sedang bekerja akan berkontraksi sehingga otot akan

memendek, mengeras, dan bagian tengahnya menggembung. Karena

memendek, tulang yang dilekati otot tersebut tertarik atau terangkat.

Kontraksi satu macam otot hanya mampu untuk menggerakan tulang ke

satu arah tertentu. Agar tulang dapat kembali ke posisi semula, otot

tersebut harus mengadakan relaksasi. Namun relaksasi otot ini saja tidak

cukup. Tulang harus ditarik ke posisi semula. Oleh karena itu, harus ada

otot lain yang berkon traksi yang merupakan kebalikan dari kerja otot

pertama. Jadi, untuk menggerakan tulang dari satu posisi ke posisi yang

lain, kemudian kembali ke posisi semula, diperlukan paling sedikit dua

macam otot dengan kerja berbeda. Berdasarkan tujuan kerjanya tadi, otot

dibedakan menjadi otot antagonis dan otot sinergis.

2.5. Kerja Otot Rangka

Otot rangka memperlihatkan kemampuan berubah atau plastisitas yang

besar dalam memberi respon terhadap berbagai bentuk perlatihan. Plastisitas ini

berupa adaptasi aktivitas kontraksi yang berbeda akibat bentuk latihan yang

berbeda, yang dalam hal ini adalah latihan kekuatan (strength) dan daya tahan

(endurance). Di tingkat seluler, adaptasi latihan dapat terlihat sebagai akumulasi

sejumlah protein yang penyebab utamanya adalah perubahan ekspresi gen. Di

14

Page 18: Paper Fisio

tingkat organ, perbedaan ini tampak sebagai otot rangka yang berbeda

karakteristiknya (Sudarsono. 2006).

Dalam suatu latihan otot, beban kerja diberikan dalam bentuk massa yang

harus dilawan atau dipindahkan oleh gaya kontraksi otot. Dengan memperhatikan

besar beban (resistance/intensity) dan ulangan kontraksi otot (repetitions),

pembebanan terhadap otot dapat diatur. Secara umum, peningkatan kekuatan otot

dapat dicapai dengan latihan beban besar untuk kurang dari 6 kontraksi otot

(higher resistances (high intensity) and lower repetitions) sedangkan daya tahan

otot meningkat pada latihan beban ringan untuk kontraksi otot lebih dari 20 kali

(lower resistances and higher repetitions). Perhatikan bahwa setiap jenis latihan

tersebut merupakan rangsang yang sifatnya spesifik yang akan menghasilkan

suatu bentuk adaptasi otot yang juga bersifat spesifik. Sifat spesifik dari

perangsangan ini juga berlaku khusus pada otot/ kelompok otot yang diaktifkan

sehingga analisis kerja otot, khususnya otot penggerak utama (prime mover) pada

berbagai bentuk latihan harus diperhatikan agar latihan otot dapat mencapai

tujuan (Sudarsono. 2006).

2.6. Serabut Otot Kontraksi Cepat dan Kontraksi Lambat

Pada manusia, semua otot mempunyai persentase yang bervariasi antara

serabut otot kontraksi cepat (otot putih) dan serabut otot kontraksi lambat (otot

merah). Contohnya, otot gastrocnemius.

Tabel 1. Perbedaan serat otot merah dan putih

Otot Merah (Serat

Oksidatif)

Otot Putih (Serat

Glikolitik)

Mioglobin +++++ ++

Diameter Kecil Besar (sekitar 2X serat

15

Page 19: Paper Fisio

otot merah)

Kapiler darah Banyak Sedikit

Enzim Fosfagen-

Glikogen

Bekerja lambat Bekerja cepat (sekitar 2-

3X lebih cepat)

Sifat Kontraksi Lambat Cepat

Individu Pelari marathon Pelari sprinter

Pada beberapa orang, jumlah otot merahnya lebih banyak daripada otot

putihnya, sedangkan beberapa lainnya mengalami yang sebaliknya yang mana

keadaan ini dapat menenetukan seberapa jauh kemampuan atletik dari individu

yang berbeda. Latihan atletik tidak dapat mengubah proprosi relatif dari serat

otot merah dan otot putih. Sebaliknya keadaan ini dipengaruhi oleh warisan

genetik yang bisa membantu jenis olahraga apa yang sesuai (Guyton AC. 2007).

Tabel 2. Persentase jumlah otot putih dan otot merah pada otot kuadriseps

pada tipe atlet yang berbeda

Otot Merah Otot Putih

Pelari marathon 82 18

Perenang 74 26

Pria rata-rata 45 55

Atlet angkat berat 45 55

Sprinter 37 63

Pelompat 37 63

Pada pemicu, laki-laki tersebut adalah sprinter, yang berarti memiliki

proporsi otot putih yang lebih besar. Sistem energi yang digunakan pada sprinter

adalah hampir seluruhnya sistem fosfagen yang menggunakan ATP sebagai

16

Page 20: Paper Fisio

energi utama (setiap ATP melepaskan 1 gugus fosfatnya, energi yang dilepaskan

sebesar 7300 kalori). ATP hanya bisa mempertahankan daya otot selama 3 detik,

atau pada lari sekitar 50 m (Guyton AC. 2007).

2.7. Gangguan pada Otot

Berikut beberapa gangguan yang sering dialami pada otot :

1. Atrofi Otot, berupa penurunan fungsi otot karena otot mengecil atau karena

kehilangan kemampuan berkontraksi atau lumpuh. Atrophia terjadi karena

tidak digunakannya atau kurangnya latihan fisik. Pada kebanyakan orang,

atrofi otot disebabkan oleh tidak menggunakan otot secara cukup. Orang

yang berpindah-pindah pekerjaan, kondisi medis yang membatasi gerakan

mereka, atau penurunan tingkat aktivitas dapat mengalami gangguan ini.

Selain itu, orang yang terbaring di tempat tidur orang falam jangka waktu

tertentu dapat mengalami penurunan kekuatan otot. Demikian juga dengan

para astronot yang jauh dari gravitasi bumi dapat mengalami gangguan ini.

2. Hipertrofi adalah pembesaran atau pertambahan massa total suatu otot.

Semua hipertrofi adalah akibat dari peningkatan jumlah filamen aktin dan

miosin dalam setiap serat otot, jadi menyebabkan pembesaran masing-

masing serat otot, yang secara sederhana disebut hipertrofi serat. Peristiwa

ini biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang

berlangsung pada kekuatan maksimal atau hampir maksimal.

3. Hernia Abdominal, terjadi apabila dinding otot abdominal sobek dan

menyebabkan usus melorot masuk kerongga perut.

4. Kelelahan Otot, karena kontraksi secara terus-menerus dan bisa terjadi kram

atau kejang-kejang.

5. Stiff (kaku leher), terjadi karena hentakan atau kesalahan gerak sehingga

leher menjadi kaku dan sakit jika digerakkan.

6. Tetanus, merupakan penyakit yang menyebabkan otot menjadi kejang karena

Clostridum tetani (bakteri tetanus) berbentuk basil yang masuk melalui luka.

17

Page 21: Paper Fisio

7. Distrofi otot, merupakan penyakit kronis pada otot sejak anak-anak dan

diperkirakan merupakan penyakit genetis (bawaan).

8. Miastenia Gravis, otot berangsur-angsur menjadi lemah dan menyebabkan

kelumpuhan sampai kematian. Penyebabnya belum jelas, kemungkinan

berkaitan dengan penurunan kekebalan tubuh.

2.8. Pengaruh Latihan pada Sistem Kardiovaskuler

Pada latihan, aliran darah (curah jantung) ke otot yang berkerja

meningkat, bahkan bisa mencapai 25 kali lipatnya yang diakibatkan vasodilatasi

intramuskular yang disebabkan pengaruh langsung kenaikan metabolisme otot.

Kenaikan lainnya yang terjadi yaitu kenaikan tekanan darah arteri kira-kira 30%

yang juga akan meningkatkan aliran darah (Guyton AC. 2007).

Curah jantung pada pria muda tidak terlatih (23 l/menit) bisa ditingkatkan

menjadi 30 l/menit bila melakukan latihan intensif layaknya pelari maraton. Pada

pelari maraton, curah jantungnya lebih besar sekitar 40% lebih besar daripada

yang dicapai orang tidak terlatih. Hal ini disebabkan terutama karena fakta ruang

jantung membesar 40% atau lebih, sekaligus dengan massa jantungnya. Oleh

karena itu, bukan hanya otot rangka saja yang mengalami hipertrofi selama

latihan atletik, tetapi juga jantung. Akan tetapi, pembesaran jantung dan kenaikan

kapasitas pompa hampir seluruhnya terjadi pada latihan atletik jenis daya tahan,

bukan pada jenis lari cepat pada latihan atletik (Guyton AC. 2007).

18

Page 22: Paper Fisio

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kerja dan latihan dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot,

dengan melatih otot secara teratur menyebabkan sel otot membesar (hipertropi)

yang membuatnya lebih efisien dalam memanfaatkan oksigen dan zat lainnya

sehingga mampu menghasilkan energi yang lebih banyak dan optimal serta dapat

bekerja mengulangi kontraksinya berkali-kali lebih banyak dibandingkan dengan

tanpa latihan.

Namun perlu diketahui bahwa latihan yang berlebihan, terutama jika

dilakukan secara tiba-tiba dapat menyebabkan masalah pada otot seperti kram,

kejang otot dan lainnya. Sehingga dalam upaya melatih otot tetaplah harus

disesuaikan dengan kemampuan dan waktu yang tepat.

Latihan otot secara langsung akan menyehatkan seluruh organ tubuh,

karena latihan otot rangka juga akan melatih otot jantung dalam kontraksi

sehingga apabila dilatih dengan baik maka kebutuhan oksigen dan nutrisi di

jaringan akan dengan mudah tercukupi karena jantung menjadi sehat.

19

Page 23: Paper Fisio

DAFTAR PUSTAKA

Aditiyo, Martin. 2012. Mekanisme Gerak dan Sifat Kerja Otot. http://martinaditiyo .blogspot.com/2012/11/mekanisme-gerak-dan-sifat-kerja-otot.html. Diakses tanggal 16 Mei 2013.

Aminudin. 2009. Cedera Otot Pada Olahraga Futsal. Http://mediascastore.com. Diakses pada tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.

Anonim. 2012. Olahraga Berlebihan Bisa Membahayakan Jantung. http://www.updaterus.com/article/health-and-sex/olahraga-berlebihan-bisa-membahayakan-jantung/. Diakses tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.

Bawono, M.N. 2008. Adaptasi Latihan Aerobic Terhadap Stress Oksidatif dan Antioksidan. Jurnal Ilmu Keolahragaan. 5(2): 102-110.

Brilin, Andi. 2011. Definisi Otot Rangka dan Pengaruh Latihan Terhadap Kerja Otot Rangka. http://andibrilinunm.blogspot.com/2011/04/definisi-otot-rangka-dan-pengaruh.html. Diakses tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.

Claudius. 2009. Pengertian Fisiologi Olahraga. http://ikorsportscience.blogspot.com. Diakses padatanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.

Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC, p. 1112-1121.

Lesmana, Syahmirza Indra. 2012. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Beban Terhadap Kekuatan Dan Daya Tahan Otot Biceps Brachialis Ditinjau Dari Perbedaan Gender (Studi Komparasi Pemberian Latihan Beban Metode Delorme dan Metode Oxford Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fisioterapi. Universitas Esa Unggul. Jakarta.

Maidah, Erika Nur. 2012. Mekanisme Kontraksi Otot. http://duniakurika.blogspot .com/2012/07/mekanisme-kontraksi-otot.html?m=1. Diakses tanggal 17 Mei 2013.

Nani. 2009. Kram Otot Pada Olahraga. http://Nani.Kramp-otot-pada-olahraga.html./. Diakses pada tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.

Pardjiono, 2008. Hipertropi Otot Skelet Pada Olahraga. Jurnal ilmu keolahragaan. 5(2):111-119.

20

Page 24: Paper Fisio

Rachman, Taufikkur. 2010. Adaptasi Latihan Olahraga Terhadap Fisiologi Otot Skelet. http://taufikkurrachman.blogspot.com/2010/05/adaptasi-latihan-olahraga -terhadap. Diakses pada tanggal 15 mei 2013 jam 22.00 WITA.

Sumosarjuno, Sadoso.1996. Sehat dan Bugar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sumosarjuno, Sadoso. 1990. Petunjuk Praktis Kesehatan dan Olahraga 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tjaliek. 1992. Ilmu Faal. Jakarta. Depaetemen Pendidikan dan Kebudayaan.Thibodeau,G.U. and Patton, K.T. 1996. Anthoni’s tex book ofanatomy andphisiology,15Th.Ed. St Louis Mosby year Book inc.

Sudarsono, Nani Cahyani. Pengantar Pengaruh Latihan Terhadap Kerja Otot Rangka. Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Sherwood L. Human Physiology from Cells to System : Muscle Physiology. 7ed. Canada : Books/ Cole Cengage Learning, 2010. P. 279-81.

Whiting WC, Zernicke. Biomechanis of Muskuloskeletal Injury : Tissue Biomechanics and Adaptation. 2nd Ed. United States of America : Sheridan Books, 2008. P.118-21.

21