Date post: | 07-Aug-2018 |
Category: | Documents |
View: | 215 times |
Download: | 0 times |
8/20/2019 Paper Evaluasi Penggunaan Glass Bubble Sphere Pada
1/14
JTM Vol. XVIII No. 4/2011
197
EVALUASI PENGGUNAAN GLASS BUBBLE SPHERE PADA
SUMUR-X
Bonar Tua Halomoan Marbun 1 , Peter Benson
1 , Satria Kumala Putra
2 , Samuel Zulkhifly
2
Sari
Jenis baru fluida pemboran untuk pemboran underbalance telah berhasil dikembangkan dan telah berhasil digunakandi lapangan. Fluida pemboran ini memanfaatkan hollow glass sphere (HGS), biasanya dikenal dengan glass bubble
yang digunakan untuk mereduksi densitas supaya berada di bawah densitas base mud dan menjaga kompresibilitas dari fluida pemboran. Dari hasil uji lapangan glass bubble dapat diaplikasikan dan dicampur pada kondisi normal dari pemboran, juga cocok dengan fluida pemboran dan peralatan konvensional, bit, dan perlengkapan pengatur
kadar padatan dengan sedikit sekali efek negatif. Keuntungan lain menggunakan fluida ini adalah tingginya kecepatan penetrasi pemboran, mengurangi kerusakan pada formasi dan menanggulangi loss circulation. Jika dibandingkan dengan pemboran aerasi maka kita dapat mengeliminasi kompresor sehingga hal ini akan membuat glass bubble lebih murah selain itu penggunaan lumpur ini juga memungkinkan dilakukannya MWD. Pada paper ini akan dibahas mengenai fungsi dari glass bubble sebagai materi yang mereduksi densitas dalam kaitannya dengan penanggulangan
loss circulation pada Sumur X-05 dan X-06 yang berada dalam satu cluster. Dari data yang ada, akan dibandingkan
performance dari fluida pemboran dengan menggunakan indeks Mud Quality Index (MQI) yang terbaru dimana metode ini akan membandingkan performa dari masing-masing sumur dengan perlkuan yang berbeda. Di masa depan diperlukan penelitian lebih lanjut agar loss yang terjadi dapat diminimalkan.
Kata kunci: glass bubble, loss circulation, indeks kualitas lumpur
Abstract A new class of underbalanced drilling fluid has been developed and was recently field tested. The fluid utilizes hollow
glass sphere (HGS), also known as glass bubble, to decrease the fluid density to below that of the base mud while maintaining incompressibility. The field tests demonstrated that glass bubble drilling fluids can be easily and safety mixed under field operating conditions, compatible with conventional drilling muds and rig equipment, and can be circulated through conventional mud motors, bits, and solid control equipment with little detrimental effect on either
mud or equipment. Potential benefit of using this fluid include higher penetration rate, decrease formation damage,
and lost circulation mitigation. When used in place of aerated fluid they can eliminate compressor usage and allow mud pulse MWD tools. This paper will mainly discuss about the used of glass bubble in well X-05 and X-06 in case to overcome total loss circulation that exist in the same cluster. From the data given, the lattest Mud Quality Index (MQI) method will be used to compare diffrent well and diffrent treatment. In fact, it will need research to minimizing fluid loss as low as we can achieve.
Keywords: total loss circulation, glass bubble, mud quality index
1) Kelompok Keahlian Teknik Pemboran, Produksi dan Manajemen Migas, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp : +62-22-2504955, Fax.: +62- 22-2504955, Email: [email protected]
2) Pertamina Upstream Technology Center, Jl. Prof. Dr. Satrio No. 16 Jakarta 12950
I. PENDAHULUAN
Total loss circulation sering terjadi pada formasi karbonat, diantaranya adalah Formasi mid mean
carbonat. Hal ini akan sangat merugikan sekali ketika formasi sedang menembus formasi ini. Sebagai contoh, waktu yang diperlukan untuk
menanggulangi total loss circulation dan akibat yang muncul akibat total loss circulation (misalnya: reaming, trip, stuck pipe, fishing job).
Selain waktu yang cukup lama untuk menanggulangi total loss circulation, dibutuhkan juga biaya yang banyak akibat dari pemakaian
loss circulating material (LCM), semen, biaya untuk penyemenan, biaya tambahan untuk sewa peralatan maupun jasa seperti rig, MLU, Mud
Eng, dan Top Drive.
Penggunaan glass bubble diharapkan sekali dapat meningkatkan performa dari fluida pemboran sekaligus mengeliminasi biaya yang tidak produktif. Setelah mengaplikasikan glass bubble ini di lapangan bukan berarti tugas kita telah selesai sebagai engineer, tetapi lebih
daripada itu diharapkan terus dilakukan evaluasi yang mendalam terhadap performance sumur yang digunakan sehingga ke depannya pemboran
akan berjalan efektif dan dapat menghemat biaya. Salah satu metode untuk mengevaluasi kinerja dari lumpur pemboran yang kita gunakan
adalah metode mud quality index (MQI) yang terbaru, di mana dengan metode ini kita dapat membandingkan kinerja dari lumpur yang kita
gunakan dengan lapangan lain yang berbeda jauh ataupun berbeda lokasi tanpa terhalang oleh faktor kompleksitas dari sumur.
II.
MID MEAN CARBONATE
Sebelum kita beranjak lebih jauh dalam pembahasan evaluasi penggunaan glass bubble pada sumur X, kita akan mengawalinya dengan
pokok persoalan yang menyebabkan penggunaan glass bubble di lapangan. Pada kenyataannya formasi ini sangat merugikan karena kemungkinan terjadi total loss circulation ketika
menembus formasi ini cukup besar. Berdasarkan proses pembentukannya batuan karbonat
8/20/2019 Paper Evaluasi Penggunaan Glass Bubble Sphere Pada
2/14
Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly
198
termasuk kedalam batuan sedimen, dimana batuan ini terbentuk sebagai akibat pengendapan
material-material dari batuan beku. Selain itu batuan karbonat juga termasuk kedalam batuan sedimen non klastik yang merupakan batuan
yang terbentuk dari proses kimiawi yaitu
material yang larut dalam air, terutama air laut. Lingkungan pengendapan dari mid main
carbonat ini pada low energy edge shelf sampai dengan outer energy edge shelf . Hal ini berarti bahwa batuan mid main carbonate terbentuk
pada lingkungan marine dimana daerah low energy shelf merupakan daerah lautan dalam sedangkan high energy shelf merupakan daerah
batas benua dengan daerah marine. Batuan ini memiliki karakteristik berupa porositas intergranular dan juga vuggy (Gambar 1). Hal ini
akan membuat batuan karbonat memiliki saluran-saluran dan gerowong-gerowong yang
apabila dilalui oleh fluida pemboran maka akan menyebabkan sebagian atau banyak fluida pemboran yang mengalir pada daerah tersebut.
Gambar 1. Porositas pada batuan karbonat
III. LUMPUR PEMBORAN
Keberhasilan operasi pemboran sangat bergantung pada fluida dari pemboran.
Sehubungan dengan pengaplikasian glass bubble sebagai aditif non reaktif ke dalam
base mud yang kita gunakan, penting bagi kita untuk mengenal aditif dan komponen yang terdapat dalam lumpur pemboran. Fungsi utama dari fluida pemboran ini antara lain mengimbangi tekanan formasi, melumasi bit, dan media pengangkatan cutting ke permukaan. Secara umum
lumpur pemboran dapat dipandang
mempunyai empat komponen atau fasaantara lain: a.
Fasa cair Ini dapat berupa minyak atau air. Air dapat
pula dibagi dua, tawar dan asin. Tujuh puluh lima persen lumpur pemboran menggunakan
air. Sedang pada air dapat pula dibagi menjadi air asin tak jenuh dan jenuh. Istilah
oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%. Invert emulsions mempunyai komposisi minyak 50 -70% (sebagai fasa kontinu) dan
air 30 - 50% (sebagai fasa terdispersi).
b. Reactive solids Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite menghisap
(absorp) air tawar dan membentuk lumpur. Istilah "yield" digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan
dari satu to clay agar viskositas lumpurnya 15 cp. Untuk bentonite, yieldnya kira-kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonit mengabsorp
air tawar pada permukaan partikel- partikelnya, hingga kenaikan volumenya
sampai 10 kali atau lebih, yang disebut "swelling" atau "hidrasi". Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik diair tawar atau di air asin dan karenanya
digunakan untuk pemboran dengan "salt water muds". Baik bentonite ataupun attapulgite akan memberi kenaikan viskositas
pada lumpur. Untuk oil base mud, viskositas dinaikkan dengan penaikan kadar air dan penggunaan aspal.
c.
Inert solids (zat padat yang tidak bereaksi)
Biasanya berupa barit (BaSO4) yang
digunakan untuk menaikkan densitas lumpur, ataupun galena atau bijih besi. Inert solids dapat pula berasal dari formasi-formasi yang
dibor dan terbawa lumpur seperti rijang, pasir atau lempung non swelling , dan padatan- padatan seperti ini secara tidak sengaja
memberikan kenaikan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (bisa menyebabkan abrasi, kerusakan pompa dll).
d.
Fasa kimia
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat-sifat
lumpur, misalnya dalam dispersion (menyebarnya partikel-partikel lempung) atau flocculation (berkumpulnya partikel- partikel lempung). Efeknya terutama tertuju pada peng "koloid"an lempung yang
bersangkutan. Banyak sekali zat kimia yang digunakan untuk menurunkan viskositas, mengurangi water loss, dan mengontrol fas