Diversifikasi Pangan Lokal Sebagai Upaya Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Teknologi Pengolahan Pangan Lokal oleh: Kelompok 2 Nama Anggota : 1. Farid Firaldi A 121710101090 2. Fatkhur Rohman 121710101086 3. Mila Damanik A. 121710101063 4. Riang Putut 121710101078 5. Nirmala Yulisningati 121710101064
23
Embed
Paper Diversifikasi Pangan Lokal Sebagai Upaya Mencspsi Ketahanan Pangan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Diversifikasi Pangan Lokal Sebagai Upaya Mencapai Ketahanan Pangan Nasional
Teknologi Pengolahan Pangan Lokal
oleh:
Kelompok 2
Nama Anggota :
1. Farid Firaldi A 121710101090
2. Fatkhur Rohman 121710101086
3. Mila Damanik A. 121710101063
4. Riang Putut 121710101078
5. Nirmala Yulisningati 121710101064
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER2014
ABSTRACT
Food severity is very important because food is a basic human need.
Fulfillment of food is rights of every human and even it has been regulated in the
law. Food severity is not only means the availability of enough food, but also the
ability to access food (include buying) and not depend on another country.
Various rule and law can be implemented as an effort to achieve food severity
start from ensuring the availability of fooduntil implement macroeconomic and
trade policies are conducive. Various problems of government that must be
considered for implementation the rule is the high rate of population growth is
not matched with availability of food, the rate of uncontrolled land conversion
and the threat of climate change due to global warming, human resources and
inadequate infrastructure, instability of price and the low efficiency of marketing
system, the dependence of rice consumption in the pattern of food consumption is
still high, the high dependence of imported products, and the efficiency of food
production is not optimal. However, food availability does not guarantee the
achievement of food severity. Therefore we need local food diversification. By
utilizing local food to be processed into food products and innovated alternatives.
Some materials that can be used are coconut, cassava, pumpkins, corn, lamtoro,
and cowpea.
Keywords: local food, food severity, diversification.
I. PENDAHULUAN
Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar (basic need) manusia. Manusia
tidakdapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan, karena itu kebutuhan
atas pangan merupakan hak asasi manusia yang paling dasar. Artinya selain
kebutuhan dasar, panganjuga merupakan hak dasar (basic right)
manusia.Pemenuhannya diatur dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang
Pangan. Indonesia sebagai salah satu negara agraris semestinya dapat memenuhi
sumber kebutuhan pangannya sendiri. Tetapi saat ini Indonesia tidak
sepenuhnya swasembada pangan. Berbagai macam kendala mengakibatkan
produktivitas pangan menurun.
Kebutuhan pangan semakin meningkat tiap tahunnya seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk, namun kenaikan ini tidak diimbangi dengan
produksinya. Selain itu dipicu dengan adanya konversi lahan pertanian menjadi
lahan nonpertanian. Hal ini tentunya akan mengganggu stabilitas ketahanan
pangan di Indonesia. Jika kemampuan produksi bahan pangan domistik tidak
dapat mengikuti peningkatan kebutuhan, maka pada waktu yang akan datang
Indonesia akan tergantung impor. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah
tersebut yaitu diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan untuk memperoleh
keragaman zat gizi sekaligus melepas ketergantungan masyarakat atas satu
jenis pangan pokok tertentu seperti beras. Oleh karena itu, perlu dilakukan
upaya penganekaragaman pangan lokal agar ketahananan pangan tetap stabil.
II. REVIEW LITERATUR
2.1 Pangan Lokal
Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan
kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Baliwati,dkk, 2004). Menurut UU No.
18 Tahun 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air , baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia.
Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi,
berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat
lokal tertentu.Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal,
teknologi lokal, danpengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal
biasanya dikembangkansesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Sehingga
produk pangan lokal iniberkaitan erat dengan budaya lokal setempat (Hariyadi,
2010). Pangan lokal menurut UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah
makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan
kearifan lokal.
2.2 Ketahanan Pangan
2.2.1 Pengertian
Menurut UU No. 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin
dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan
pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang
mempunyai akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi
(Salim, 2003).
2.2.2 Kebijakan
Substansi kebijakan umum ketahanan pangan yang terdiri dari 15 elemen
penting yang diharapkan menjadi panduan bagi pemerintah, swasta dan elemen
masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah
tangga, tingkat wilayah dan tingka nasional. Adapun menurut Kebijakan Umum
Ketahanan Pangan 2010-2014 berisi antara lain:
1) Menjamin ketersediaan pangan
2) Menata pertahanan tata ruang dan wilayah
3) Melakukan antisipasi, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim
4) Menjamin cadangan pangan pemerintah dan masyarakat
5) Mengembangkan system distribusi pangan yang adil dan efisien
6) Meningkatkan aksebilitas rumah tangga terhadap pangan
7) Menjaga stabilitas harga panen
8) Mencegah dan menangani keadaan rawan pangan dan gizi
9) Melakukan diversifikasi pangan
10) Meningkatkan keamanan dan mutu pangan
11) Memfasilitasi penelitian dan pengembangan
12) Melaksanakan kerja sama internasional
13) Meningkatkan peran serta masyarakat
14) Mengembangkan sumberdaya manusia
15) Melaksanakan kebijakan makro dan perdagangan yang kondusif
2.2.2 Hambatan dan Tantangan
Permasalahan utama yang dihadapi saat ini dalam mewujudkan ketahanan
pangan di Indonesia adalah bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang
lebihcepat dari pertumbuhan penyediaan.Permintaan yang meningkat
merupakanakibat dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi,
peningkatan daya beli masyarakat, dan perubahan selera. Sementara
itu,pertumbuhan kapasitas produksi pangan nasional cukup lambat dan
stagnan,karena adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air,
sertastagnansi pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian.
Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan
kapasitasproduksi nasional mengakibatkan kecenderungan pangan nasional dari
impormeningkat, dan kondisi ini diterjemahkan sebagai ketidak mandirian
penyediaanpangan nasional.Untuk itu, sektor pertanian menghadapi
tantanganyang cukup kompleks.Tantangan ini juga terus berkembang secara
dinamis seiring dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi dan politik.
2.2.3 Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan
Program peningkatan ketahanan pangan merupakan fasilitasi bagi
terjaminnya masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat
dan halal.pangan. Kegiatan utama Program Peningkatan Ketahanan Pangan
meliputi: peningkatan produksi dan ketersediaan pangan, pengembangan
diversifikasi produksi dan konsumsi pangan yang bertumpu pada sumberdaya
lokal, penyusunan kebijakan dan pengendalian harga pangan, penyusunan dan
penerapan standar kualitas dan keamanan pangan, dan penanggulangan
kasus/kejadian kerawanan pangan.
Rencana tindak program meliputi: peningkatan produksi panganpokok,
koordinasi kebijakan ketersediaan dan distribusi pangan, pengembangan sumber
pangan alternatif berbasis sumberdaya lokal, koordinasi penyusunan kebijakan
harga pangan, koordinasi pengendalian harga pangan, koordinasi penetapan
standar kualitas dan keamanan pangan, pengawasan lalu lintas pertanian dan
hewan serta penerapan GAP dan HACCP produk pangan, dan koordinasi
penanggulangan kasus/kejadian kerawanan pangan.
2.3 Diversifikasi Pangan
Dalam Keppres No. 68 tentang Ketahanan Pangan pasal 9 disebutkan
bahwa diversifikasi pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan
pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya
lokal.Menurut Hanafie (2010) diversifikasi pangan diartikan sebagai pengurangan
konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan
non-beras diiringi dengan ditambahnya makanan pendamping. Diversifikasi
konsumsi pangan juga dapat didefinisikan sebagai jumlah jenis makanan yang
dikonsumsi, sehingga semakin banyak jenis makanan yang dikonsumsi akan
semakin beranekaragam.
Dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada pangan
pokok tetapi juga pangan jenis lainnya, karena konteks diversifikasi tersebut
adalah meningkatkan mutu gizi masyarakat secara kualitas dan kuantitas, sebagai
usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (Hanafie, 2010).
2.3.1 Kebijakan Pemerintah dalam Diversifikasi Pangan
Program diversifikasi pangan dapat diusahakan secara simultan di tingkat
nasional, regional (daerah) maupun keluarga. Upaya tersebut sebetulnya sudah
dirintis sejak awal dasawarsa 60-an, dimana pemerintah telah menyadari
pentingnya dilakukan diversifikasi tersebut (Rahardjo, 1993). Saat itu pemerintah
mulai menganjurkan konsumsi bahan-bahan pangan pokok selain beras. Yang
menonjol adalah anjuran untuk mengkombinasikan beras dengan jagung,
sehingga pernah populer istilah”berasjagung”. Ada dua arti dari istilah itu, yaitu
1) campuran beras dengan jagung, dan 2) penggantian konsumsi beras pada
waktu-waktu tertentu dengan jagung.
Kebijakan ini ditempuh sebagai reaksi terhadap krisis pangan yang terjadi
saat itu. Kemudian di akhir Pelita I (1974), secara eksplisit pemerintah
mencanangkan kebijaksanaan diversifikasi pangan melalui Instruksi Presiden
(Inpres) No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR),
dan disempurnakan melalui Inpres No.20 tahun 1979. Maksud dari instruksi
tersebut adalah untuk lebih menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan
mutu gizi makanan rakyat baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai usaha
untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Namun dalam perjalanannya,
tujuan diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan sebagai usaha untuk
menurunkan tingkat konsumsi beras, dan diversifikasi konsumsi pangan hanya
diartikan pada penganekaragaman pangan pokok, tidak pada keanakeragaman
pangan secara keseluruhan. Sehingga banyak bermunculan berbagai pameran dan
demo masak-memasak yang menggunakan bahan baku nonberas seperti dari sagu,
jagung, ubikayu atau ubijalar, dengan harapan masyarakat akan beralih pada
pangan nonberas.
Setelah sekian lama tidak terdengar gemanya, secara eksplisit baru pada
tahun 1991/1992 pemerintah melalui Departemen Pertanian mulai menggarap
diversifikasi konsumsi melalui Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG).
Berbeda dengan kondisi dasa warsa 60-an yang semata-mata karena terjadi krisis
pangan, DPG dilakukan tatkala Indonesia sudah pernah mencapai swasembada
beras, dan masyarakat tergantung pada beras.
Pada tahun anggaran 1998/1999 dilakukan revitalisasi program DPG
untuk memberikan respon yang lebih baik dalam rangka meningkatkan
diversifikasi pangan pokok. Upaya ini dilaksanakan dengan perubahan orientasi
dari pendekatan sempit (pemanfaatan pekarangan untuk menyediakan aneka
ragam kebutuhan pangan) ke arah yang lebih luas yaitu pemanfaatan
pekarangan/kebun sekitar rumah guna pengembangan pangan lokal alternatif.
2.3.2 Produk Diversifikasi Pangan
Ada berbagai macam sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebagai produk
pangan lain yang lebih bergizi dan bermutu tinggi antara lain sebagai berikut.
1) Kelapa
Industri kecil kelapa dengan penggunaan teknologi tepat guna pemarutan
dan pengeringan akan dihasilkan kelapa parut kering. Dengan pengepresan
yang tepat akan diperoleh minyak kelapa yang berkualitas baik.
Contoh produk: geplak, serundeng.
2) Singkong
Singkong sebagai salah satu jenis bahan makanan sumber karbohidrat
yang dapat tumbuh subur di Indonesia dan relatif murah harganya. Melalui
pengeringan sederhana misalnya dengan diparut kasar, dicuci dikeringkan
dan kemudian digiling yang selanjutnyadapat dibuat beraneka macam produk
makanan basah maupun kering .Contoh produk: criping, lanthing, pathilo,
BB = Berat Badan (dapat digunakan actual weight atau BB ideal/normal
tergantung tujuan)
2.4 Keterkaitan Pangan Lokal dan Ketahanan Pangan Nasional
Sejarah menunjukkan bahwa ketahanan pangan (food security) sangat erat
kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik, bahkan
ketahanan nasional (national security) secara keseluruhan.Bagi Indonesia
pembangunan ketahanan pangan harus berakar pada keragaman sumber daya
bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal.
Ketahanan pangan di tingkat nasional merupakan prakondisi penting
dalam memupuk ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.Ketahanan pangan
nasional selama ini dicapai melalui kebijaksanaan swasembada pangan dan
stabilitas harga.Secara umum pemerintah berupaya menjaga stabilitas pangan
(khususnya beras) yang diindikasikan dengan adanya kemampuan menjamin
harga dasar (floor price) dan harga langit-langit (ceiling price) yang ditetapkan
melalui pengadaan pangan dan operasi pasar dan terhadap tingkat harga pedagang
besar yang jauh lebih stabil lagi dari harga beras di pasaran internasional.
Ketahanan pangan yang kokoh dibangun pada tingkat rumah tangga yang
bertumpu pada keragaman sumberdaya lokal.Sejalan dengan dinamika
pemantapan ketahanan pangan dilaksanakan dengan mengembangkan sumber-
sumber bahan pangan, kelembagaan pangan dan budaya pangan yang dimiliki
pada masyarakat masing-masing wilayah. Keunggulan dari pendekatan ini antara
lain adalah bahwa bahan pangan yang diproduksi secara lokal telah sesuai dengan
sumberdaya pertanian dan iklim setempat, sehingga ketersediaannya dapat
diupayakan secara berkesinambungan.Dengan kemampuan lokal tersebut maka
ketahanan pangan masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh masalah atau gejolak
pasokan pangan yang terjadi di luar wilayah atau luar negeri.
III. KESIMPULAN
Pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat
sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Pemanfaatan pangan lokal sebagai
diversifikasi pangan telah dilakukan oleh pemerintah untuk melepas
ketergantungan atas satu jenis pangan tertentu dan kestabilan ketahanan pangan
nasional. Berbagai kebijakan pemerintah dalam diversifikasi pangan telah banyak
dilakukan mulai dari awal 60-an hingga tahun 1999. Kebijakan tersebut lebih
ditekankan untuk menurunkan tingkat konsumsi beras sehingga banyak muncul
produk pangan non beras. Berbagai pangan lokal yang dikembangkan adalah
kelapa, singkong, jagung, labu kuning, dan koro-koroan. Keragaman produk lokal
dapat dibangun hingga pada tingkat rumah tangga, sehingga sejalan dengan
dinamika pemantapapan ketahanan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, S. 2005. Gambaran Konsumsi Makanan dan Status Gizi Baduta (0-24 bulan) di Kelurahan Tanjung Leidong Kecamatan Kualah Leidong Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara. Skripsi, FKMUSU.
Ariani, M. 2004. Analisis Perkembangan Konsumsi Pangan dan Gizi. ICASERD Working Paper No. 67.
Baliwati,dkk , 2004 Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan I. Jakarta: Penerbit Swadaya. Hal. 89
Hanafie.Briawan. 2010. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.Institut Pertanian Bogor.
Hariyadi, P. 2010. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi Lokal (Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian Pangan).Jurnal PANGAN, Vol. 19 No. 4. Jakarta
Rahardjo, M. Dawam. 1993. Perekonomian Indonesia Pertumbuhan dan Krisis. Jakarta: LP3ES
Salim, H.P., S. Mardiyanto dan P. Simatupang. 2003. Perkembangan dan Prospek Kemandirian Pangan Nasional. Analisis Kebijakan Pertanian I(2) :123 – 142. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial EkonomiPertanian. Badan Litbang Departemen Pertanian