Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Banjir Jakarta akibat kerusakan hutan di hulu Ciliwung menjadi sorotan yang tidak pernah padam sampai saat ini. Penelitian Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memberi gambaran bahwa terdapat 8 daerah aliran sungai (DAS) yang mengalir ke Jabodetabek. Luas kawasan hutan di kedelapan DAS tersebut hanya 12%. Fakta ini menunjukkan bahwa peranan hutan wilayah hulu di 8 DAS termasuk Ciliwung yang membelah Kota Jakarta, dalam pengendalian banjir memang sudah sangat terbatas. Meningkatnya pembangunan di Jakarta mendorong percepatan masuknya penduduk yang berimplikasi pada menjamurnya ribuan perumahan baru untuk pemukiman, pembangunan gedung-gedung pencakar langit, perkantoranm perumahan mewah dan jalan tol. Seluruh faktor tersebut telah mendorong eksploitasi air tanah yang berlebihan, pemukiman kelompok miskin disepanjang bantaran sungai, pembuangan sampah dan limbah pabrik ke sungai, buruknya sistem drainasi dan lain sebagainya. Meluapnya air Ciliwung lebih disebabkan oleh penyempitan dan pendangkalan badan sungai yang disebabkan oleh genangan semua jenis sampah, dan ini merupakan faktor manusia.
30

Paper Ciliwung

Jan 20, 2016

Download

Documents

paper ciliwung dar kacamata lingkungan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Paper Ciliwung

BAB I

PENDAHULUAN

Banjir Jakarta akibat kerusakan hutan di hulu Ciliwung menjadi sorotan yang tidak pernah

padam sampai saat ini. Penelitian Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memberi

gambaran bahwa terdapat 8 daerah aliran sungai (DAS) yang mengalir ke Jabodetabek.

Luas kawasan hutan di kedelapan DAS tersebut hanya 12%. Fakta ini menunjukkan

bahwa peranan hutan wilayah hulu di 8 DAS termasuk Ciliwung yang membelah Kota

Jakarta, dalam pengendalian banjir memang sudah sangat terbatas.

Meningkatnya pembangunan di Jakarta mendorong percepatan masuknya penduduk

yang berimplikasi pada menjamurnya ribuan perumahan baru untuk pemukiman,

pembangunan gedung-gedung pencakar langit, perkantoranm perumahan mewah dan

jalan tol. Seluruh faktor tersebut telah mendorong eksploitasi air tanah yang berlebihan,

pemukiman kelompok miskin disepanjang bantaran sungai, pembuangan sampah dan

limbah pabrik ke sungai, buruknya sistem drainasi dan lain sebagainya. Meluapnya air

Ciliwung lebih disebabkan oleh penyempitan dan pendangkalan badan sungai yang

disebabkan oleh genangan semua jenis sampah, dan ini merupakan faktor manusia.

Page 2: Paper Ciliwung

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Daerah Aliran Sungai

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang teridri atas komponen komponen

yang saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan. Sistem tersebut

mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang

menyusunnya. Ekosistem terdiri atas komponen biotis dan non biotis yang saling

berinteraksi membentuk satu kesatuan teratur. Dengan demikian, dalam suatu

ekosistem, tidak ada stu komponenpun yang berdiri sendiri, maleinkan ia memiliki

keterkaitan dengan komponen lain secara langsung maupun tidak langsung, baik

besar maupun kecil.

Aktivitas suatu ekosistem akan memberikan pengaruh kepada ekosistem lainnya.

Manusia adalah faktor penting didalam interaksi ekositem tersebut. Sebagai

komponen yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktifitasnya seringkalo

mengakibatkan dampak bagi komponen ekosistem lainnya, sehingga mempengaruhi

keseluruhan ekosistem tersebut. Selama hubungan timbale balik anatra ekosistem

dalam keadaan seimbang, selama itu pula ekosistem berada dalam kondisi stabil.

Karenanya, ekosistem harus di lihat bukan secara parsial setiap komponenya tetapi

harus dilihat secara holistic atau menyeluruh, yaitu dengan cara mengidentifikasi

komponen-komponen kunci penyusun ekosistem serta menelaah interaksi antar

komponen-komponen tersebut.

2.1.1. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran sungai merupakan suatu wilayah daratan yang secara

topografikdibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan

menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke kelaut melalui sungai

utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerahntangkapan air (DTA atau

Catchment Area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsure utamanya

terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia

sebagai pemanfaatan sumberdaya alam.

Menurut UU No. 7/2004 Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan

yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan airyang berasal dari curah

hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di daratmerupakan pemisah

topografis dan batas di lautsampai dengan daerah perairan yang masih

terpengaruh aktivitas daratan,

Ekosistem DAS dibagi menjadi 3 daerah yaitu daerah hulu, tengah dan hilir.

Secara biogeofisik ketiganya dapat dicirikan sebagai berikut:

a. Daerah Hulu

Page 3: Paper Ciliwung

Daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan

drainase yang tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan yang besar

yaitu lebih besar dari 15%. Daerah ini bukan merrupan daerah banjir

dengan pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dean

jenis vegetasi umumnya adalah tegakan hutan.

b. Daerah Hilir

Merupakan daerah pemanfaatan sungai, kerapatan drainase lebih kecil

dengan kemiringan kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%).

Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir atau genangan sehingga

pengaturan dan pemakaian air ditentukan oleh bagunan irigasi, dan jenis

vegetasi di dominasi tanaman pertanian kecuali untuk daerah Estuaria

yang di dominasi bakau/gambut.

c. Daerah Tengah

Merupakan bagian transisi daerah aliran sungai Hulu dan Hilir sehingga

memiliki karakteristik yang lebih mirip persambungan antara kedua bagian

sungai tersebut.

Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai

fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini antara lain

dari segi fungsi tata air. Hal ini menjadikan ternjadinya aktifitas di daerah hulu

akan mempengaruhi keadaan dan kondisi dari keseluruhan DAS. Perubahan

lanskap termasuk perubahan tataguna lahan dan/atau pembuatan bangunan

konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu DAS tidak hanya dapat memberikan

dampak di daerah dimana kegiatan tersebut berlangsung (di hulu DAS) tetapi

juga di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transpor sedimen

serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya.

Contoh aktifitas lainnya yang dapat memperlihatkan keterkaitan biogeofisik

antra daerah hulu dan hilir adalah Kegiaran Reboisasi dan pembalakan hutan

(logging) atau deforestrasi (pengurangan areal tegakan hutan) di daerah hulu.

Kegitan reboisasi pada luasan tertentu di daerah hulu dapat menurunkan hasil air

(water yield) akan tetapi kegiatan tersebut dapat meningkatkan kuatias air

permukan dan air tanah. Sedangkan aktifitas pembalakan hutan dan deforestasi

dalam luasan tertentu dapat memberikan dampak meningkatkan hasil air serta

menyebabkan peningkatan erosi tanah pada daerah-daerah pembukaan hutan.

Aktifitas aktifitas ini akan menjadi lebih buruk dampaknya jika pada saat

melakukan aktifitas trsebut mengabaikan kaidah-kaidah konservasi di daerah

hulu. Kegiatan-kegiatan di daerah hulu tersebut akan menimbulkan dampak pada

DAS bagian tengah dalam bentuk penurunan kapasitas waduk yang pada

gilirannya akan menurunkan dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air irigasi.

2.1.2. Komponen-Komponen Ekosistem DAS

Page 4: Paper Ciliwung

Ekologi sistem DAS bagian hulu umunya memiliki empat komponen utama

yaitu, desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Namun demikian tidak semua

bagian DAS memiliki komponen yang sama. Pada bagian tengan DAS misalnya

terdapat komponen lain seperti perkebunan sementara di hilir terdapat komponen

hutan bakau atau daerah pantai.

Sebagai sebuah sistem, masing masing komponen yang ada dalam ekosistem

DAS memiliki keterkaitan dan hubungan timbal balik antara komponen komponen

pembentunya. Hal ini menjadikan pabila terjadi perubahan pada salahsatu

komponen lingkungan maka ia akan mempengaruhi komponen lainnya.

Perubahan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi keseluruhan sistem

pada DAS tersebut.

Hasal degradasi lingkungan merupak salah satu masalah lingkungan yang

dapat memperlihatkan hubungan timbal balik yang terjadi antara komponen-

komponen dalam sistem ekologi DAS. Pada dasarnya permasalahan yang terjadi

pada terjadinya degradasi lingkungan berpangkal pada komponen desa.

Pertumbuhan manusia yang cepat menyebabkan perbandingan antara jumlah

pernduduk dan lahan pertanian semakin tidak seimbang. Hal ini menyebabkan

kepemilikan lahan pertanian semakin sempit. Keterbatasan lapangan pekerjaan

dan kendala keterampilan yang terbatas menyebabkan rendahnya nilai

pendapatan petani yang beujung pada terjadinya perambahan hutan dan lahan

tidak produktif lainnya sebagai prluasan daerah pertanian. Lahan yang kebanyakn

marjinal, apabila diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah

konservasi tanah akan rentan terhadap erosi dan tanah longsor. Hal ini kemudian

akan meningkatkan erosi di daerah tangkapan air kemudian akan meningkatkan

muatan sedimen di bagian hilir sungai. Perambahan hutan yang terjadi juga akan

Page 5: Paper Ciliwung

meningkatkan koefisien air larian sehingga meningkatkan debit sungai. Hal ini

juga dapat menyebabkan hilangnya seresah dan humus yang dapat menyerap air

hujan. Dalam skala yang besar dampaknya terlihat pada prilaku aliran sungai,

pada musim hujan debit air sungai meningkat sementara pada musim kemarau

debit air sangat rendah. Dengan demikian resiko banjir pada musim hujan dan

kekeringan pada musim kemarau meningkat.

2.2. Konservasi Daerah Aliran Sungai

Tindakan konservasi daerah aliran sungai tidak terlepas dari tindakan konservasi

terhadap tanah dan air yang merupakan komponen dari sistem ekologi DAS. Tanah

sendiri menurut pengertian sehari-hari ialah tempat berpijak makhluk hidup di darat,

fondasi tempat tinggal, dan sebagainya. Secara ilmiah, tanah merupakan media

tempat tumbuh tanaman. Menurut Simmonson (1957), tanah adalah permukaan

lahan yang kontiniu menutpi kerak bumi kecuali di tempat-tempat berlereng terjal,

puncak-puncak pegunungan, daerah salju abadi. Sedangkan menurut Soil Survey

Staff (1973), tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat

berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi bahan

organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman.

Menurut Sitanala Arsyad (1989), konservasi tanah adalah penempatan setiap

bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut

dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak

terjadi kerusakan tanah. Kerusakan tanah akibat pengabaian kaidah konservasi yang

paling umum terjadi adalah terjadinya erosi. Menurut Hakim et.al. (1986) ada tiga

cara pendekatan dalam mengendalikan erosi di lahan pertanian yaitu:

1. Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar tahan terhadap penghancuran

agregat dan pengangkutan.

2. Menutup tanah dengan tanaman atau sisa-sisa tanaman agar terlindung dari daya

perusak butir-butir hujan yang jatuh.

3. Memperlambat aliran permukaan sehingga mengalir dengan kekuatan yang tidak

merusak.

Dengan melakukan tindakan konservasi pada suatu lahan maka kita telah

berusaha untuk mengendalikan erosi pada lahan tersebut. Usaha pengendalian erosi

seharusnya didasarkan pada prinsip memperbesar resistensi permukaan tanah

sehingga lapisan permukaan tanah tahan terhadap pengaruh tumbukan butir-butir

hujan dan memperkecil aliran permukaan dengan memperbesar kapasitas infiltrasi

sehingga daya kikis terhadap tanah yang dilalui dapat diperkecil (Kartasapoetra dan

Sutedjo, 1986).

Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Tanah

sebagai komponen utama usaha tani yang harus dipelihara, dimodifikasi bila perlu,

sangat mempengaruhi produksi dan penampilan tanaman. Menurut Arsyad (2006)

Page 6: Paper Ciliwung

konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah

untuk pertanian seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi

banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Setiap

perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada

tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan

konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali; berbagai tindakan

konservasi tanah adalah merupakan juga tindakan konservasi air.

Usaha konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan menggunakan dua

metode yaitu :

1. Metode vegetatif, menggunakan tanaman sebagai sarana

2. Metode mekanik, menggunakan tanah, batu dan lain-lain sebagai sarana.

Metode vegetaif dapat dilakukan dengan caraa memperbaiki dan menjaga tanah

agar tahan terhadap penghancuran agregat dan pengangkutan dapat dilakukan

dengan menanam tanaman penutup tanah, karena dapat mengendalikan bahaya

erosi, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi temperatur

tanah (Sarief, 1986).

Kemiringan lahan dan panjang lereng sangat berpengaruh terhadap laju aliran

permukaan. Makin panjang lereng itu maka lajunya aliran air permukaan akan makin

cepat, daya kikis dan daya angkutnya makin besar sehingga pengikisan dan

penghanyutan tanah akan berlangsung semakin besar pula. Oleh karena itu panjang

lereng harus dibatasi dengan membangun terras-terras atau tanggul-tanggul yang

berbentuk bidang-bidang tanah yang disesuaikan dengan keadaaan tanah dan

kemiringannya (Kartasapoetra, 1985). Hal inilah yang merupakan salah satu metode

mekanik yang dapat dilakukan untuk mengupayakan konservasi tanah.

Pembuatan terras itu sendiri berfungsi untuk mengurangi panjang lereng,

mengurangi lajunya aliran permukaan, mengalirkan air ke saluran pembuangan

dengan mereduksi penghanyutan-penghanyutan lapisan top soil tanah dan untuk

meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah.

Selanjutnya, pengusahaan konservasi air dapat dilakukan dengan cara membuat

evaluasi terhadap neraca air dari suatu tempat menjuruskan pada kesimpulan bahwa

air dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dari pada sekarang. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa perubahan cara pengelolaan tanah dan lahan menyebabkan

terjadinya perubahan dalam besarnya bagian air hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah. Penelaahan terhadap neraca air menunjukkan bahwa konservasi

air dapat dilakukan melalui cara-cara mengendalikan evaporasi, transpirasi dan aliran

permukaan. Meskipun demikian konservasi air sulit untuk diterapkan. Oleh karena

konservasi air merupakan komponen yang dinamik dari ekosistem.

2.3. Kondisi Wilayah Penelitian

Page 7: Paper Ciliwung

Daerah Aliran Sungai (DAS) ciliwung merupakan salah satu wilayah yang penting

bagi Ibu Kota Jakarta. Keberadaannya sebagai salah satu penyangga kota dan

sumber air bagi warga kota, saat ini telah banyak dilupakan. Saat ini keberadaan

sungai ciliwung lebih dapat dikatakan sebagai sebuah pembuangan limbah

dibandingkan dengan fungsi DAS sebenarnya yaitu sebagai daerah resapan untuk air

tanah. Karenanya keadaan sungai yang semakin lama semakin menyedihkan,

membuat pengelolaan dan pemanfaatan das dengan kaidah konservasi perlu

dijadikan sebagai agenda penting didalam pembangunan kota Jakarta.

2.3.1. Bentuk dan Wilayah DAS

DAS Ciliwung dari mulai hulu sampai hilirnya di Teluk Jakarta meliputi areal

seluas 347 km2. Dengan panjang sungai utamanya mencapai 117 km. DAS

Ciliwung dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: hulu, tengah dan hilir, yang

pada masing-masing bagian terdapat stasiun pengamatan arus sungai yaitu

terdapat di Bendung Katulampa Bogor, Ratujaya Depok, dan Pintu Air Manggarai

Jakarta Selatan (Pawitan, 2002). Masing-masing bagian tersebut mempunyai

karakteristik fisik, penggunaan lahan, dan sosial ekonomi masyarakat yang sedikit

banyak berbeda.

Distribusi penutupan lahan di DAS Ciliwung dapat dilihat pada Gambar berikut

yang diperoleh berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat ETM tahun 2001

oleh Fakultas Kehutanan IPB.

Page 8: Paper Ciliwung

Sumber : Citra Landsat RTM, 2001

Gambar 3.1. Keadaan Penutupan Lahan DAS Ciliwung tahun 2001

Berdasarkan wilayah administrasi, DAS Ciliwung (dari hulu sampai hilir)

melingkupi Kab. Bogor, Kodya Bogor, Kotif Depok, dan Propinsi DKI Jakarta

dengan deliniasi wilayah sebagai berikut :

Bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten

Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua dan Ciawi) dan sebagian kecil

Kota Madya Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan).

Bagian tengah DAS Ciliwung termasuk wilayah Kabupaten Bogor

(Kecamatan Sukaraja, Cibinong, Bojonggede dan Cimanggis), Kota Madya

Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur, Kota Bogor Tengah, Kota Bogor

Page 9: Paper Ciliwung

Utara, dan Tanah Sareal) dan Kota Administratif Depok (Kecamatan

Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji).

Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai termasuk wilayah

administrasi pemerintahan Kota Madya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat,

lebih ke hilir dari Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal

Barat, Sungai Ciliwung ini melintasi wilayah Kota Madya Jakarta Pusat,

Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

2.3.2. Karakteristik Topografi dan Curah Hujan

Bagian Hulu DAS

Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas 146 km2 yang merupakan

daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 m dpl. Di bagian

hulu paling sedikit terdapat 7 Sub DAS, yaitu: Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus,

Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Bagian hulu dicirikan oleh sungai

pegunungan yang berarus deras, variasi kemiringan lereng yang tinggi, dengan

kemiringan lereng 2-15% (70,5 km2 ), 15-45% (52,9 km2), dan sisanya lebih dari

45%. Di bagian hulu masih banyak dijumpai mata air yang bergantung pada

komposisi litografi dan kelulusan batuan.

Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 3.636 mm

dengan

rata-rata hujan bulanan 303 mm. Batas musim kemarau dengan musim

penghujan di bagian hulu tidak jelas, kecuali daerah Citeko dimana musim

kemarau terjadi pada bulan Juni sampai dengan September, dan musim

penghujan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Mei (Antoro dan Fahmiza,

2002).

Bagian Tengah DAS

Bagian tengah mencakup areal seluas 94 km2 merupakan daerah

bergelombang dan berbukit-bukit dengan variasi elevasi antara 100 m sampai

300 m dpl. Di bagian Tengah erdapat dua anak sungai, yaitu: Cikumpay dan

Ciluar, yang keduanya bermuara di sungai iliwung. Bagian tengah Ciliwung

didominasi area dengan kemiringan lereng 2-15%.

Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 3.910 mm

dengan rata-rata hujan bulanan 326 mm. Batas musim kemarau dengan musim

penghujan di bagian tengah lebih tidak jelas (Antoro dan Fahmiza, 2002). Hujan di

Depok jauh lebih rendah dibandingkan dengan hujan di tiga stasiun hujan lainnya

yang ada di bagian tengah DAS Ciliwung. Secara umum hujan di bagian tengah

lebih tinggi dibandingkan dengan hujan di bagian hilir, kecuali pada musim

penghujan (Januari-Maret) hujan di hilir lebih tinggi.

Page 10: Paper Ciliwung

Bagian Hilir DAS

Bagian hilir sampai stasiun pengamatan Kebon Baru/Manggarai pada elevasi

PP+8 m mencakup areal seluas 82 km2 merupakan dataran rendah bertopografi

landai dengan elevasi antara 0 m sampai 100 m dpl. Bagian hilir didominasi area

dengan kemiringan lereng 0-2 %, dengan arus sungai yang tenang. Bagian lebih

hilir dari Manggarai dicirikan oleh jaringan drainase, yang sudah dilengkapi

dengan Kanal Barat sebagai penangkal banjir berupa saluran kolektor. Dalam

kondisi demikian batas DAS menjadi tidak tegas.

Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 2.126 mm

dengan rata-rata hujan bulanan 177 mm. Di daerah hilir yang umumnya berada di

Jakarta dan Tangerang batas antara musim kemarau dan musim penghujan

tampak jelas. Musim penghujan mulai jatuh pada bulan Desember dan berakhir

pada bulan Maret. Secara umum hujan di bagian hilir ini paling kering

dibandingkan dengan hujan di bagian tengah dan hulu DAS.

2.3.3. Karakteristik Hidrologi dan Hidrogeologi

2.3.3.1. Hidrologi

Berdasarkan analisis curah hujan deras didapatkan bahwa untuk daerah hilir

Ciliwung terjadi dengan rerata 5 kejadian hujan deras pada bulan Januari dan

hanya 0.2 kejadian pada bulan Juli. Rerata intensitas hujan deras bervariasi

antara 8 mm/jam sampai 20 mm/jam dengan lama kejadian 3 sampai 5 jam.

Sedangkan untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian lebih dari

50 mm dan hujan 3-harian melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai hujan

deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah hilirnya. Sifat hujan deras ini

dapat dianggap sama untuk wilayah hulu, tengah, maupun hilir DAS Ciliwung.

Hasil analisis frekuensi untuk data hujan maksimum harian untuk stasiun

Katulampa (1972-1997) menghasilkan nilai curah hujan maksimum harian. Untuk

stasiun Katulampa (1972-1997) menghasilkan nilai curah hujan maksimum harian

untuk periode ulang 5-tahunan sebesar 164 mm; 10-tahunan sebesar 189 mm;

25-tahunan sebesar 220 mm; 50-tahunan sebesar 243 mm; dan 100-tahunan

sebesar 266 mm (Pawitan, 2002).

Berdasarkan pengukuran lapang infiltrasi di DAS Ciliwung Hulu dan prediksi

infiltrasi DAS diperoleh dugaan infiltrasi kumulatif tahunan sebesar 70 sampai 74

persen dari total curah hujan. Prediksi erosi di Ciliwung Hulu didapatkan masih

lebih tinggi dari erosi yang diperbolehkan (sebesar antara 20 – 43 ton/ha/tahun)

yang terutama terjadi pada lahan tegalan, semak dan perkebunan, yang meliputi

lebih dari 50 persen dari luas Ciliwung Hulu. Limpasan permukaan dari DAS

Ciliwung juga menunjukkan nisbah yang berlebihan sebagaimana diperoleh untuk

nilai bulanan, harian, maupun jam dengan variasi antara 10 sampai 100 persen.

Page 11: Paper Ciliwung

Diperkirakan andil dari ai rbumi perlu diperhitungkan dengan mempertimbangkan

batas aquifer yang kemungkinan tidak sama dengan batas DAS.

Satu episode banjir dapat dicirikan berlangsung selama 10 sampai 20 hari,

dan dapat terjadi antara Agustus sampai April dengan mode pada Januari-

Februari. Nisbah banjir antara 16% sampai 51 %. Untuk bagian tengah dan hilir

dapat diharapkan bahwa nisbah banjir ini akan lebih tinggi dari bagian hulu

karena terjadinya penurunan kapasitas infiltrasi di bagian tengah dan hilir DAS

(Pawitan, 1989 dalam Pawitan, 2002). Perhitungan waktu pemusatan juga

menunjukkan variasi yang besar, yaitu: 0,4 sampai 3 jam untuk Ciliwung Hulu; 0,9

sampai 7,1 jam untuk Ciliwung Tengah; dan 1,6 sampai 15,5 jam untuk Ciliwung

Hilir. Waktu pemusatan 10 jam dinilai wajar untuk pintu air Manggarai.

2.3.3.2. Hidrogeologi

Hasil studi terakhir yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan DKI Jakarta dan

LPM ITB(2001) menunjukkan bahwa batuan-batuan sedimen di daerah DKI Jakarta

dan sekitarnya membentuk sistem akifer yang sangat heterogen dan kompleks

(Hutasoit, 2002). Keheterogenan dan ke-kompleksan sistem akifer di daerah ini

ditandai oleh interfingering antara akifer dan akitar, variasi ketebalan, dan

terdapatnya sesar/patahan. Dari hasil studi tersebut diperoleh beberapa

penemuan penting (Hutasoit, 2002), yaitu:

a. Diketahuinya sistem akifer-akitar di di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Secara umum, untuk penampang utara-selatan, sistem ini menebal ke

utara; untuk penampang barat-timur, sistem ini menebal ke tengah.

Adapun lapisan akifernya, secara umum, untuk penampang utara-selatan,

juga menebal ke utara; untuk penampang barat timur, lapisan akifer ini

menebal ke utara dan tengah. Kedalaman lapisan akifer ini berkisar dari 0

– (-300) m dpl.

b. Terjawabnya pertanyaan mengenai daerah resapan air tanah Jakarta.

Pemahaman umum selama ini adalah daerah Bopunjur merupakan daerah

resapan untuk air tanah di wilayah DKI Jakarta. Daerah-daerah resapan

tersebut adalah:

sebelah selatan : Parung, Depok, Ciangsana/Cileungsir, dan Cibubur

sebelah utara : Tongkol, Kayu Besar (Cengkareng), Muara Angke,

Tongkol, dan Kebonwaru

sebelah tengah : Kuningan, Pekayon, Dukuh Atas, dan Pulomas

sebelah barat : Serpong dan Rawa Bokor (Multi Bintang/Tangerang)

sebelah timur : Bekasi

c. Akifer di daerah ini dapat terkekang atau tidak terkekang.

Page 12: Paper Ciliwung

Untuk Kondisi muka air tanah di DAS ini, berdasarkan hasil studi yang

dilakukan oleh Dinas Pertambangan DKI dan DGTL (1995), Dinas

Pertambangan DKI dan LPM ITB (1996), dan Asseggaf (1998), dalam

Hutasoit (2002) diketahui bahwa kondisi muka air tanah di wilayah DKI

Jakarta dan sekitarnya adalah sebagai berikut:

Akifer pada kedalaman 0 – 40 m dpl

Pada periode sebelum 1950 yang dianggap sebagai kondisi alami, muka

air tanah berada pada kedudukan sekitar 5 mdpl. Pada periode 1992

muka air tanah telah mencapai kedudukan -2,49 m dpl. Periode 1993

menunjukkan bahwa muka air tanah mencapai kedudukan -3,5 m dpl.

Sedangkan hasil pengukuran pada tahun 1994 menunjukkan bahwa

muka air tanah telah mencapai kedudukan -3,9 m dpl.

Page 13: Paper Ciliwung

sumber : Hutasoit, L (2002)

Muka Air Tanah pada Akifer Kedalaman 0 – 40 m Tahun 1994

Akifer pada kedalaman 40 – 140 m dpl

Muka air tanah pada kondisi alami berada pada kedudukan antara 1 – 10

m dpl. Periode 1992 muka air tanah mencapai kedudukan (-18,64) – (-35,

50) m dpl. Pada periode 1994 muka air tanah mencapai kedudukan (-20,

80) – (-43,70) m dpl.

Page 14: Paper Ciliwung

sumber : Hutasoit, L (2002)

Muka Airtanah pada Akifer Kedalaman 40 – 140 m Tahun 1994

Page 15: Paper Ciliwung

Akifer pada kedalaman 140 – 250 m dpl

Muka air tanah pada kondisi alami berada pada kedudukan 2 m dpl,

sementara pada periode 1992 muka air tanah telah berada pada

kedudukan (-20) – (-29,30) m dpl. Periode 1994 muka air tanah

mengalami penurunan lagi sehingga mencapai kedudukan -49.5 m dpl.

Sumber: Hutasoit, L (2002)

Muka Air Tanah pada Akifer Kedalaman 140 - 250 m Tahun 1994

Page 16: Paper Ciliwung

2.4. Karakteristik Lahan dan Tata Ruang Wilayah DAS Ciliwung

2.4.1. Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan

Penguasaan lahan di bagian hulu dapat dikelompokkan menjadi lahan negara,

hak milik dan hak guna usaha. Lahan negara dalam bentuk kawasan hutan

dikelola oleh pemerintah c.q Balai Taman Nasional Gede-Pangrango (Kawasan

Taman Nasional), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (Kawasan Hutan Cagar Alam

Telaga Warna) Departemen Kehutanan, dan Perum Perhutani (Kawasan Lindung

dan Produksi). Lahan dalam bentuk situ dan badan sungai dikelola oleh Pemda

dan pemerintah c.q Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Departemen Pemukiman

dan Prasarana Wilayah. Lahan milik umumnya digunakan untuk kebun, sawah

tadah hujan dan teknis, tegalan/ladang, pemukiman dan tempat rekreasi.

Sedangkan lahan dalam bentuk hak guna usaha digunakan sebagai kebun (PT

Gunung Mas dan PT Ciliwung). Lahan milik umumnya dimiliki oleh orang yang

bertempat tinggal di luar lahan milik tersebut.

Penguasaan lahan di bagian tengah seperti halnya di bagian hulu dapat

dikelompokkan menjadi lahan negara, hak milik dan hak guna usaha. Lahan

negara dalam bentuk kawasan hutan dikelola oleh pemerintah c.q. Perum

Perhutani (Kawasan Lindung dan Produksi). Lahan dalam bentuk situ dan badan

sungai dikelola oleh Pemda dan pemerintah c.q Balai Pengelolaan Sumberdaya

Air, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Lahan milik umumnya

digunakan untuk kebun, sawah tadah hujan, dan teknis, tegalan/ladang,

pemukiman dan tempat rekreasi. Sedangkan lahan dalam bentuk hak guna usaha

digunakan sebagai kebun. Penggunaan lahan di bagian hilir didominasi oleh lahan

hunian (build up areas), jaringan jalan, badan sungai dan saluran drainase

lainnya, sedikit lahan hijau dalam bentuk taman (Soetarto, 2002).

Kondisi penggunaan lahan, dalam hal ini tingkat penutupan lahan (land

cover)-merupakan indikator penting dalam mengenali kondisi keseluruhan DAS.

Hal ini berkaitan dengan terpeliharanya daerah resapan air, pengurangan aliran

permukaan serta pengendalian erosi saat musim penghujan dan mencegah

kekeringan saat musim kemarau.

2.4.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Tata Ruang Wilayah DAS

Berdasarkan hasil kajian Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah,

Ditjen RRL, Dephut (1997), pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung

bagian hulu dan bagian tengah secara garis besar dibedakan menjadi 4 (empat)

jenis pemanfaatan lahan yaitu hutan, pertanian, pemukiman (termasuk

diantaranya industri, perdagangan, dll), dan lain-lain (termasuk situ). Baik DAS

bagian hulu maupun bagian tengah masih didominasi oleh kawasan pertanian

yaitu masing-masing sebesar 63,9% dan 72,2%. Akan tetapi, DAS bagian hulu

Page 17: Paper Ciliwung

masih terdapat kawasan hutan sekitar 25 % sedangkan DAS bagian tengah sudah

tidak mempunyai kawasan hutan sama sekali.

Kawasan hutan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu sebagian besar

merupakan hutan lindung yang berstatus hutan negara. Kawasan hutan ini

didominasi oleh vegetasi hasil suksesi alami dan menurut data pada BRKLT

Ciliwung-Cisadane (1986), kerapatan vegetasi pada hutan lindung tersebut makin

lama makin berkurang. Pada wilayah hutan lindung, penyebaran vegetasinya

tidak merata, sehingga terdapat daerah gundul (tanah kosong) yang perlu segera

direhabilitasi. Sekitar 30 % kawasan hutan di DAS bagian hulu merupakan hutan

produksi yang didominasi oleh tanaman Pinus sp. yang banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat setempat dan tanpa pengelolaan yang baik sehingga keberadaan

tanaman Pinus makin berkurang, penutupan hutan tersebut sebesar 25 % dari

total DAS bagian hulu.

Kawasan pertanian di DAS Ciliwung bagian hulu, didominasi oleh persawahan

(25,4 %) yang hampir seluruhnya menggunakan sistem pengairan (baik teknis,

maupun pengairan sederhana) dan hanya sekitar 5 % yang menggunakan sistem

tadah hujan. Perkebunan yang ada di wilayah ini (16,2 %) didominasi oleh

perkebunan teh dan cengkeh. Untuk DAS Ciliwung bagian tengah, lahan pertanian

yang paling banyak dijumpai adalah kebun campuran (31 %) yang merupakan

kebun yang dimiliki oleh perorangan yang fungsinya selain untuk pertanian juga

sebagai tempat hunian. Meskipun demikian, lahan pertanian untuk persawahan

juga masih cukup luas (24,8 %).

Data pemilikan/penguasaan tanah pertanian di Ciliwung menunjukkan adanya

kecenderungan ke arah menyempitnya luas lahan yang dikuasai oleh petani.

Perubahan yang paling mencolok dalam hal penggunaan lahan di wilayah hulu

dan tengah adalah pada proporsi lahan yang digunakan untuk kawasan

pemukiman. Areal pemukiman di wilayah tengah mencapai luasan sebesar 29,6

% sedangkan di DAS Ciliwung bagian hulu hanya sekitar 7,4 %. Pola penggunaan

lahan di wilayah DAS Ciliwung hulu dan tengah disajikan pada Tabel berikut ini.

Page 18: Paper Ciliwung

Pola pemukiman di wilayah hulu berbeda dengan pola yang ada di kawasan

tengah. Pola pemukiman di DAS Ciliwung bagian tengah membentuk akumulasi-

akumulasi hunian yang cenderung terpusat di Kotamadya Bogor, di Cibinong

(sebagai ibukota Kabupaten Tk. II Bogor) dan di Kota Administratif Depok (sebagai

pusat kota baru terdekat dengan Jakarta). Pemukiman di kawasan tengah jauh

lebih tertata dan memang berfungsi sebagai tempat tinggal. Selain untuk hunian,

penggunaan lahan pemukiman di wilayah DAS Ciliwung bagian tengah juga

banyak berubah fungsi menjadi kawasan industri dan kawasan perdagangan

maupun perkantoran.

Di wilayah DAS bagian tengah ini terdapat akumulasi industri yang terletak di

sepanjang jalan Raya Bogor dan di sebagian pinggir Sungai Ciliwung. Berbeda

dengan DAS Ciliwung bagian tengah, pemukiman di bagian hulu cenderung

menyebar meskipun ada juga kecenderungan memusat ke arah sepanjang jalan

raya Ciawi - Cisarua.

Kawasan pemukiman di daerah hulu ini cenderung meningkat pesat dari

tahun ke tahun baik jumlah maupun jenisnya, akan tetapi kecenderungan

tersebut mengarah pada berkembangnya daerah ini menjadi kawasan wisata.

Kawasan pemukiman di wilayah DAS Ciliwung bagian hulu tidak hanya berfungsi

sebagai tempat tinggal (hunian) tapi juga berfungsi sebagai tempat peristirahatan

yang hanya dihuni pada saat-saat tertentu saja. Selain itu, sebagian pemukiman

Page 19: Paper Ciliwung

penduduk setempat masih mencerminkan tipe pemukiman pedesaan yaitu

tempat tinggal yang digabung dengan kebun.

Dari pola penggunaan lahannya, dapat dikatakan bahwa DAS Ciliwung tengah

sudah lebih mengalami proses urbanisasi dibandingkan dengan DAS Ciliwung

hulu. Pola penggunaan lahan di Ciliwung hulu masih dapat dikatagorikan wilayah

pertanian dengan fungsi khusus sebagai daerah pariwisata dan konservasi.

Perkembangan ini dapat terjadi karena adanya pengaruh urbanisasi dari Jakarta

ke arah Bogor yang dipercepat oleh jalan tol Jagorawi (hingga Gadok). Selain itu,

adanya akumulasi industry di Ciliwung bagian tengah ini juga mempercepat

terjadinya urbanisasi.

2.4.3. Kecenderungan Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung Hulu

Pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung masih didominasi oleh lahan

pertanian dan perkebunan, yaitu 61% dari luas DAS Ciliwung hulu dan 73% dari

luas DAS Ciliwung tengah. Kawasan hutan yang terdapat di DAS Ciliwung hulu

seluas 5.310 ha, sebagaimana disajikan secara lengkap pada Tabel berikut ini

untuk kondisi tahun 1981 dan 1999.

Perbedaan total luas antara dua tahun pengamatan tersebut dikarenakan

pengukuran luas diperoleh dari dua peta yang berbeda, yang masing-masing

diperoleh sebagai hasil interpretasi citra Landsat. Perubahan penggunaan lahan

dari kondisi dua tahun pengamatan ini menunjukkan penurunan luas hutan di

Ciliwung Hulu seluas dua ha, perkebunan seluas 35 ha, sawah seluas 62 ha, dan

lahan tegalan/ladang seluas 152 ha, penurunan penggunaan lahan serupa

didapati juga pada kawasan tengah. Peningkatan yang mencolok terjadi pada luas

kawasan pemukiman, baik di Ciliwung Hulu maupun Tengah, masing-masing

meningkat dari 255 ha menjadi 506 ha untuk Ciliwung Hulu dan dari 1.147 ha

Page 20: Paper Ciliwung

menjadi 1.961 ha untuk Ciliwung Tengah, atau peningkatan masing-masing

sebesar 98% dan 71%, yang diperoleh terutama dari pengurangan luas sawah

dan tegalan, baik di kawasan hulu maupun tengah.

Perubahan mendasar dalam pola penggunaan lahan di bagian hulu selama 10-

15 tahun terakhir terjadi terutama karena kebutuhan lahan untuk pemukiman

termasuk pertumbuhan tempat peristirahatan (hotel, motel, vila dan bungalau)

yang tersebar di kawasan hulu tersebut.

Perbedaan urutan luasan ini menunjukan bahwa telah terjadi perubahan

penggunaan lahan yang relatif cepat dan mengarah ke penggunaan non

pertanian. Hal tersebut jelas akan memberikan pengaruh terhadap kelestarian

dan produktivitas sumberdaya lahan, baik sebagai areal pertanian maupun yang

berkaitan dengan fungsi hidrologis karena merupakan bagian hulu dari DAS

Ciliwung sebagai daerah tangkapan air.

Page 21: Paper Ciliwung

BAB III

PEMBAHASAN

4.1Pengelolaan DAS CiliwungProgram-program pengelolaan DAS Ciliwung seperti salah satunya program

penanggulangan banjir ataupun rehabilitasi lahan/penghijauan sering gagal dan

menghadapi hambatan karena adanya beberapa permasalahan yang dihadapi baik

ditingkat institusi maupun pada tingkat masyarakat, seperti :

a. Kelembagaan pengelolaan DAS Ciliwung lemah

b. Fungsi kontrol tidak berjalan dan penegakan hukun yang lemah dan tidak

konsisten

c. Koordinasi antar lembaga terkait kurang berjalan

d. Kurang sosialisasi program kepada masyarakat

e. Peran serta masyarakat masih relatif rendah.

Pengelolaan DAS Ciliwung merupakan upaya pengelolaan sumberdaya yang

menyangkut berbagai pihak yang memiliki kepentingan berbeda-beda, sehingga

keberhasilannya sangat ditentukan banyak pihak, tidak semata-mata oleh pelaksana

langsung di lapangan. Masyarakat merupakan unsur pelaku utama, sedangkan

pemerintah sebagai unsur pemegang otoritas kebijakan dan fasilitator.

Kegiatan-kegiatan pengelolaan DAS Ciliwung dimasa yang akan datang dapat

dilaksanakan secara swakarsa, swadaya, swadana dan swakelola tanpa mengandalkan

dana dari pemerintah. Untuk itu kegiatan-kegiatan harus digerakkan oleh suatu

mekanisme intensif-disentif agar dapat melibatkan pihak-pihak terkait secara aktif

terutama masyarakat sebagai pelaku utama.

DAS Ciliwung mencakup lebih dari tiga pemerintahan daerah, yang masing-masing

mempunyai otonomi tersendiri sehingga diperlukan koordinasi yang lebih intensif

sehingga pengambilan keputusan tidak hanya parsial saja. Namun, seringkali adanya

kepentingan dan agenda tertentu dari setiap pemerintahan daerah menjadi salah satu

penghambat program pengelolaan DAS Ciliwung.

Permasalahan utama yang sering mengemuka di DAS Ciliwung adalah bagaimana

menanggulangi kelebihan air di badan air yang dapat menyebabkan banjir di DAS

Ciliwung. beberapa pendekatan teknologi yang memungkinkan dilakukan, yaitu :

1. Pendekatan dengan membangun bangunan-bangunan pencegah banjir (structural

measure)

2. Pendekatan dengan tidak membangun bangunan pencegah banjir (non structural

measure)

Upaya teknis yang dilakukan untuk mengatur kelebihan air di badan sungai dapat

dilakukan dengan penerapan prinsip pengaturan jumlah air di badan sungai dan

mencegah air sampai di badan sungai. Pendekatan konservasi air dengan cara

Page 22: Paper Ciliwung

memasukan sebanyak mungkin jumlah curah hujan ke dalam tanah merupakan

pendekatan yang ramah lingkungan dan murah. Konsep pengaturan air di dalam suatu

DAS dapat dilakukan pada 3 tahap proses yaitu:

1. Kelebihan air hujan di tahan oleh pohon/vegetasi (intersepsi, stem flow dan

evapotranspirasi)

2. Kelebihan air hujan di tahan oleh tanah (melalui proses infiltrasi dan perkolasi dan

ditampung di aquifer)

3. Kelebihan air hujan di tahan oleh badan air (mengendalikan jumlah aliran

permukaan/run off, bendungan, cekdam, sumur resapan, dll)

Penerapan teknologi dalam pencegahan dan penurunan laju dan jumlah aliran

permukaan dapat dilakukan dengan kegiatan:

1. pengaturan tata guna lahan (land use mangement)

2. pengaturan dan pemanfaatan air (water management).

4.2 Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan DAS Ciliwung

Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, terdapat beberapa komponen yang

harus diimplementasikan dalam perencanaan pembangunan, yaitu prinsip dasar bumi

(normatif, sistem nilai), kesepakatan global (partisipatif, lintas pelaku) dan sistem

pengelolaan pembangunan (proses perencanaan-pembiayaan-pelaksanaan dan

pengendalian pembangunan).

Dalam rencana pengelolaan DAS Ciliwung, selain memanfaatkan potensi ekonomi

baik dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan maupun sumberdaya air, sebaiknya

juga menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pemanfaatannya. Sebagai

contoh, ketika Sungai Ciliwung dimanfaatkan sebagai wadah pembuangan limbah,

seharusnya para pemangku kepentingan memperhatikan daya tampung dan daya

dukung Sungai Ciliwung dalam mengencerkan limbah tersebut. Selain itu, penggunaan

lahan dan aktivitas mengkonversi lahan hutan di sekitar DAS Ciliwung menjadi lahan

pertanian, perkebunan ataupun pemukiman seharusnya memperhatikan daya dukung

lingkungannya.

Namun pada kenyataannya, penggunaan lahan di sekitar bantaran Sungai Ciliwung

serta pemanfaatan Sungai Ciliwung sebagai tempat buangan limbah telah mengabaikan

prinsip ekologi. Sungai Ciliwung semakin tercemar oleh limbah industri dan rumah

tangga. Masalah pencemaran ini disebabkan juga karena masih rendahnya kesadaran

masyarakat ataupun para pelaku dunia usaha untuk hidup bersih dan sehat dengan

kualitas lingkungan yang baik.

Pada dasarnya program-program pengelolaan Sungai Ciliwung yang dicanangkan

oleh Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung dan Kementerian Kehutanan sesuai dengan

Prinsip menjaga ekologi, namun jarang dikomunikasikan kepada pihak lain sehingga

terkesan parsial dan seringkali tidak berkelanjutan bahkan sebelum diperoleh hasil yang

memadai.

Page 23: Paper Ciliwung

Pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan DAS Ciliwung yang harus

dilakukan pertama kali adalah pelaksanaan program pembersihan sungai dari sampah-

sampah rumah tangga dengan melakukan pemilahan sampah organik dan non-organik.

Jika program ini dapat dilaksanakan, maka secara ekonomi sangat bermanfaat bagi

masyarakat. Program pemilahan sampah ini akan menghasilkan produk akhir yaitu

pupuk kompos yang akan memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar,

dan tentunya memiliki peran dalam pemberantasan kemiskinan. Peran serta aktif

masyarakat disekitar DAS Ciliwung dan para pelaku usaha menjadi poin penting

sehingga program ini dapat berhasil. Apabila DAS Ciliwung sudah terbebas dari

penumpukan sampah-sampah rumah tangga, akan lebih mudah untuk menerapkan

program-program selanjutnya.

Program selanjutnya adalah pengolahan air tercemar dengan teknologi lahan basah

(constructed wetland) yang tujuan utamanya adalah menjaga keutuhan ekologi melalui

minimalisasi limbah yang masuk ke Sungai Ciliwung. teknologi ini bermanfaat bagi

masyarakat sekitar Sungai Ciliwung sehingga dapat terus menikmati sumberdaya

perairan Sungai Ciliwung.

Pencegahan banjir disekitar DAS Ciliwung dapat dilakukan dengan pembuatan

hutan rakyat.

Page 24: Paper Ciliwung

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

Beberapa cara pemecahan masalaha yang dapat diusulkan adalah :

a. Penegakan hukum melalui penerapan aturan hukum yang tegas, peningkatan

pemahaman peraturan oleh masyarakat, operasi penertiban, memperkuat

lembaga penegakan hukum, perbaikan produk-produk hukum, menghidupkan

kembali budaya malu atas pelanggaran hukum.

b. Peningkatan fungsi koordinasi dan fungsi kontrol melalui sosialisasi aturan

aturan, dibentuk team kontrol independen dan lembaga pengaduan, sistem

atau mekanisme yang jelas, adanya pengawasan melekat, koordinasi yang

transparan, dan adanya insentif yang memadai bagi pelaku kontrol.

c. Kegiatan sosialisasi program pengelolaan DAS, khususnya rehabilitasi

lahan/penghijauan melalui berbagai upaya seperti penerapan metode

sosialisasi yang tepat (seperti sosialisasi dengan memfungsikan tokoh

masyarakat dan agama, ujicoba lapangan dan pembuatan demplot),

memperhatikan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat, pendanaan

yang cukup untuk program sosialisasi, dibentuknya kelompok-kelompok yang

dapat membantu sosialisasi (misalnya Kelompok Pencinta Alam), materi

sosialisasi mudah dicerna oleh masyarakat.

d. Peningkatan peran serta masyarakat melalui berbagai insentif langsung

maupun tidak langsung yang dapat memberikan rangsangan kepada

masyarakat untuk lebih berperan dalam rehabilitasi lahan/penghijauan.

Berbagai insentif dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat diusulkan

dengan berbagai cara seperti memberikan subsidi bagi masyarakat (subsidi

masal, subsidi bibit, kredit program), akses terhadap modal dan pasar, serta

jenis tanaman unggul sesuai keinginan masyarakat. Adapun bentuk-bentuk

insentif yang tidak langsung (bukan uang) yang diusulkan antara lain dengan

cara meningkatkan pengetahuan dan kesadaran kepada masyarakat

pentingnya lingkungan (melalui kegiatan studi banding, penyuluhan, pelatihan

dan pendidikan), pelibatan masyarakat dalam setiap tahapan pengambilan

keputusan dan kegiatan rehabilitasi lahan/penghijauan.

Page 25: Paper Ciliwung