Top Banner
BAB II ISI 2.1. Pengertian Filsafat Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan
32

Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

Jun 26, 2015

Download

Documents

Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

BAB II

ISI

2.1. Pengertian Filsafat

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman

akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa

Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa

Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.

Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda

itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara

etimologi dan secara terminologi.

Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari

bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami

bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan,

pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.

Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian

filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato

mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan

kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu

( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika,

logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang

berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat

yang sebenarnya.

Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:

Page 2: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.

Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan

asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan

tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all

the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )

Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-

ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau

jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari

kebenaran dari seluruh kenyataan.

Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak

menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang

memikul sekaliannya .

Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan

pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.

1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )

2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )

3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )

4. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )

Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang

mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.

Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya

ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang

penghabisan “.

Page 3: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang

segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.

Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap

kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik

atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu

usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari

bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan

Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan

sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah

yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun,

seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun

otoritas wahyu.

Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat

adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam

dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.

Page 4: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

2.2. Rumusan Pancasila Sebagai Suatu Sistem

Pancasila Sebagai Suatu Sistem

Pancasila yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya adalah sebuah system. Yang

dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian – bagian yang saling berhubungan,

saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu

kesatuan yang utuh, system lazimnya memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

a. Suatu kesatuan bagian-bagian

b. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri

c. Saling berhubungan, saling ketergantungan

d. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama

e. Yang terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila, di mana setiap

sila pada hakikatnya merupakan asas tersendiri, yang berfungsi masing-masing dengan

tujuan tertentu yang berbeda. Namun, isi masing-masing sila pada hakikatnya adalah satu

kesatuan dan keutuhan yang sifatnya majemuk tunggal, yaitu saling terkait antara sila yang

satu dengan sila yang lain dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.

Kesatuan Sila – Sila Pancasila

Susunan pancasila adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal. Pengetian ini

untuk menggambarkan hubungan hierarki sila-sila dari pancasila dalam urutan luas

(kwantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kwalitas). Kalau dilihat dari intinya, urut-

urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifat-sifatnya,

merupakan pengkhususan dari sila-sila yang dimukanya. Jika demikian, maka diantara lima

sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain sehingga pancasila merupakan

suatu kesatuan keseluruhan yang bulat.

Page 5: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

Sila-sila pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya

saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkis pyramidal diatas.

Tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya.

2.2.1. Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat

Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat

menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan

secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan

kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang

mendasar dan menyeluruh.

Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa

yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu

sistem (Ruslan Abdul Gani). Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah

yaitu tentang hakikat dari Pancasla (Notonagoro).

Page 6: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang

dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling

bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan

organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling

mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang

manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan

masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan

sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme,

komunisme dan sebagainya.

Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:

1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan

kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-

pisah maka itu bukan Pancasila.

2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat

digambarkan sebagai berikut:

Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;

Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3,

4 dan 5;

Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila

4, 5;

Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai

sila 5;

Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

Inti sila-sila Pancasila meliputi:

1. Tuhan, yaitu sebagai kausa prima

2. Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial

Page 7: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

3. Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri

4. Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong

5. Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi

haknya.

Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran

Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada

umumnya.,Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi,

dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.

2.2.2. Pancasila sebagai sistem nilai

Sistem dapat diartikan sebagai rangkaian yang saling berkaitan antara unsur yang  satu

dengan yang lain. Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai apa yang

hidup dalam pikiran seseorang. Pancasila sebagai sistem nilai mengandung serangkain nilai yaitu

ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Selain itu juga adanya nilai

material dan nilai vital yang bersumber dari dasar ontologis Pancasila.

Yang mengatakan bahwa niai-nilai Pancasila bersifat objektif, yaitu :

1.      Rumusan dari nilai-nilai Pancasila sebenarnya hakekat maknanya.

2.      Inti nilai-nilai Pancasila berlaku tidak terikat oleh ruang.

Page 8: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

3.      Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai pokok

kaidah negara yang fundamental.

Darmodiharjo, mengatakan bahwa Pancasila brsifat subjektif, yaitu :

1.      Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia itu sendiri.

2.      Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia.

3.      Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yangs sesuai dengan hati nurani bangsa

Indonesia.

* Makna Nilai dalam Pancasila

a. Nilai Ketuhanan

Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan

bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini

menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang

ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk

memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak

berlaku diskriminatif antarumat beragama.

b. Nilai Kemanusiaan

Page 9: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan

perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan

hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.

c. Nilai Persatuan

Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan

rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap

keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..

d. Nilai Kerakyatan

Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh

rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga

perwakilan.

e. Nilai Keadilan

Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai

dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan

Makmur secara lahiriah atauun batiniah.

Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan

normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional

dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai

instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan

Page 10: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai

instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.

1. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Hukum

Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai

dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi

dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar

bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum

nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu

bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila

berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma

fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.

Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan

perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan

pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada

hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai

dasar pancasila.

Sistem hukum di Indonesia membentuk tata urutan peraturan perundang-undangan.

Tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketetapan MPR

No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan sebagai

berikut.

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

c. Undang-undang

d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)

e. Peraturan Pemerintah

Page 11: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

f. Keputusan Presiden

g. Peraturan Daerah

Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan

perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan

perundang-undangan sebagai berikut:

a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu)

c. Peraturan pemerintah

d. Peraturan presiden

e. Peraturan daerah.

Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pancasila merupakan

sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukannya

sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945

Alinea IV.

2. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Etik

Upaya lain dalam mewujudkan pancasila sebagai sumber nilai adalah dengan

menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai sumber pembentukan norma etik (norma

moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai

pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila juga dapat

diwujudkan kedalam norma-norma moral (etik). Norma-norma etik tersebut

Page 12: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam bersikap dan

bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bangsa indonesia saat ini sudah berhasil merumuskan norma-norma etik sebagai

pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma etik tersebut bersumber

pada pancasila sebagai nilai budaya bangsa. Rumusan norma etik tersebut

tercantum dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa,

Bernegara, dan Bermasyarakat.

Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika Kehidupan Berbangsa, bernegara, dan

bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai pancasila sebagai pedoman dalam

berpikir, bersikap, dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai

keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat

a. Etika Sosial dan Budaya

Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan

kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling

mencintai, dan tolong menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa. Senafas

dengan itu juga menghidupkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan

dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya

bangsa. Untuk itu, perlu dihidupkan kembali budaya keteladanan yang harus

dimulai dan diperlihatkan contohnya oleh para pemimpin pada setiap tingkat dan

lapisan masyarakat.

b. Etika Pemerintahan dan Politik

Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan

efektif; menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan

keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat; menghargai

perbedaan; jujur dalam persaingan; ketersediaan untuk menerima pendapat yang

lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang; serta

menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika pemerintahan mengamanatkan agar para

Page 13: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada

publik, siap mundur apabila dirinya merasa telah melanggar kaidah dan sistem

nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan

negara.

c. Etika Ekonomi dan Bisnis

Etika ekonomi dan bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik

oleh pribadi, institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat

melahirkan kiondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur,

berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan

kemampuan bersaing, serta terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan

ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama secara berkesinambungan. Hal itu

bertujuan menghindarkan terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli,

kebijakan ekonomi yang bernuansa KKN ataupun rasial yang berdampak negatif

terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan keadilan; serta menghindarkan perilaku

menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.

d. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Etika penegakan hukum dan berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan keasadaran

bahwa tertib sosial, ketenangan, dan keteraturan hidup bersama hanya dapat

diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada.

Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi hukum sejalan dengan

menuju kepada pemenuha rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam

masyarakat.

e. Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan

Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tingghi nilai-nilai ilmu pengetahuan

dan teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis dan objektif. Etika

ini etika ini ditampilkan secara pribadi dan ataupun kolektif dalam perilaku

gemar membaca, belajar, meneliti, menulis, membahas, dan kreatif dalam

Page 14: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

menciptakan karya-karya baru, serta secara bersama-sama menciptakan iklim

kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan adanya etika maka nilai-nilai pancasila yang tercermin dalam norma-norma

etik kehidupan berbangsa dan bernegara dapat kita amalkan. Untuk berhasilnya

perilaku bersandarkan pada norma-norma etik kehidupan berbangsa dan bernegara,

ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai berikut.

a. Proses penanaman dan pembudayaan etika tersebut hendaknya menggunakan bahasa

agama dan bahasa budaya sehingga menyentuh hati nurani dan mengundang simpati

dan dukungan seluruh masyarakat. Apabila sanksi moral tidak lagi efektif,

langkah-langkah penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan konsisten.

b. Proses penanaman dan pembudayaan etika dilakukan melalui pendekatan

komunikatif, dialogis, dan persuasif, tidak melalui pendekatan cara

indoktrinasi.

c. Pelaksanaan gerakan nasional etika berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat

secara sinergik dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh potensi bangsa,

pemerintah ataupun masyarakat.

d. Perlu dikembangkan etika-etika profesi, seperti etika profesi hukum, profesi

kedokteran, profesi ekonomi, dan profesi politik yang dilandasi oleh pokok-pokok

etika ini yang perlu ditaati oleh segenap anggotanya melalui kode etik profesi

masing-masing.

e. Mengkaitkan pembudayaan etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan

bermasyarakat sebagai bagian dari sikap keberagaman, yang menempatkan

nilai-nilai etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di samping

tanggung jawab kemanusiaan juga sebagai bagian pengabdian pada Tuhan Yang Maha

Esa.

Page 15: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

2.3. Susunan kesatuan Pancasila yang bersifat Organis

Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan, peradaban, dalam arti, setiap

sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila

merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri

sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan lainnya

tidak saling bertentangan.

Kesatuan sila-sila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filisofis bersumber pada

hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu

hakikat manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani-rohani, sifat

kodrat individu-mahluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk

Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis

harmonis.

2.4. Susunan kesatuan Pancasila yang bersifat Hirarkhis dan berbentuk Piramidal.

Hirarkis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis yang digunakan

untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal urut-urutan luas (kuantiítas) dan

juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan

luas dan isi sifatnya dari sila-sila sebelumnya atau diatasnya.

Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan yang kuat pada

setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat.

Oleh karena itu, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila-sila

Pancasila berikutnya.

Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada landasan, yaitu :

Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan

dengan sifat dan hakikat negara Indonesia. Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat dan

keadaaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus

sesuai dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu-sila keempat

Page 16: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila kelima adalah sifat

dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat

2.5. Kesatuan dasar Pancasila

Kesatuan sila-sila pancasila pada hakikatnya bukan hanya kesatuan yang bersifat formal

logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar

aksiologis.

1. Dasar Antropologis Pancasila

Dasar Antropologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memilki

hakikat mutlak monopluralis. Subyek pendukung pancasila adalah manusia itu sendiri,

Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang diatur dalam pancasila adalah manusia.

2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada dasarnya adalah suatu sistem

pengetahuan. Dalam kehidupan, pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa

Indonesia dalam memandang realitas alam smesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan

negara tentang makna hdup serta sebagai dasar bagi manusia menyelesaikan masalah

yang dihadapi dalam kehidupan.

Page 17: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

Hal mendasar dalam epistemologis yaitu;

a. Sumber pengetahuan pancasila, yakni bangsa indonesia sendiri

b. Teori kebenaran pengetahuan manusia

c. Watak pengetahuan Indonesia

Sebagai suatu faham epistemologis maka pancasila mendasarkan pada pandangannya

bahwa ilmu pengethuan pada hakikatnya tidak bebbas nilai karena harus diletakkan pada

kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk

mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila

Dasar aksiologis pancasila adalah nila-nilai yang terkandung dalam pancasila

pada hakikatnya juga merupakan kesatuan atau bisa juga diartikan sebagai nilai-nilai

yang digunakan manusia untuk mengukur hakikat pancasila. Terdapat berbagai macam

teori tentang nilai dan hal ini sangat bergantung pada titik tolak dan sudut pandang

masing-masing dalam menentukan pengertian nilai dan hierarkinya.

Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokkan pada dua

macam sudut pandang yaitu pandangan subjektif yang menganggap sesuatu itu bernilai

karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai yaitu manusia. Yang kedua pandangan

objektif yang mengatakan bahwa hakikatnya sesuatu itu pada dirinya sendiri memang

bernilai.

 

Page 18: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

2.6. Pancasila sebagai dasar Fundamental Negara Indonesia

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD

1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas

nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu

disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR

No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila

sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.

Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara

(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea

keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18

Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat

Indonesia yang merdeka.

Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu ( le desir

d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila

merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung

tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.

Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam

masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila

sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum

semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka

“Bhinneka Tunggal Ika”.

Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan

Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka

Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak

mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak

mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan

dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”

Page 19: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara

Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk

kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal

itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang

didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan

mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang

adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan

dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan

kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan

kehidupan bangsa (keadilan sosial).”

Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga

merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan

dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak

azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan

itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah

manusia sesuai dengan principium identatis-nya.

Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman

sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-

piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu

sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari

pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus

dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha

memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan

Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.

Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan

utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara

tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal

Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid

Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang

Page 20: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI

Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada

Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang

4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha

Esa.”

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar Fundamental negara

sesungguhnya berisi:

1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-

Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-

Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang

adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/

perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan

beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang

ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/

perwakilan.

 

Page 21: Pancasila Sebagai Filsafat Negara RI