BAB II ISI 2.1. Pengertian Filsafat Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman
akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa
Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa
Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda
itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara
etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari
bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami
bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan,
pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian
filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato
mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu
( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang
berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat
yang sebenarnya.
Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan
asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan
tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all
the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-
ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau
jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari
kebenaran dari seluruh kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang
memikul sekaliannya .
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
4. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya
ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang
penghabisan “.
Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang
segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik
atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu
usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari
bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan
Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan
sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah
yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun,
seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun
otoritas wahyu.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam
dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
2.2. Rumusan Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya adalah sebuah system. Yang
dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian – bagian yang saling berhubungan,
saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang utuh, system lazimnya memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
a. Suatu kesatuan bagian-bagian
b. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c. Saling berhubungan, saling ketergantungan
d. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama
e. Yang terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila, di mana setiap
sila pada hakikatnya merupakan asas tersendiri, yang berfungsi masing-masing dengan
tujuan tertentu yang berbeda. Namun, isi masing-masing sila pada hakikatnya adalah satu
kesatuan dan keutuhan yang sifatnya majemuk tunggal, yaitu saling terkait antara sila yang
satu dengan sila yang lain dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.
Kesatuan Sila – Sila Pancasila
Susunan pancasila adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal. Pengetian ini
untuk menggambarkan hubungan hierarki sila-sila dari pancasila dalam urutan luas
(kwantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kwalitas). Kalau dilihat dari intinya, urut-
urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifat-sifatnya,
merupakan pengkhususan dari sila-sila yang dimukanya. Jika demikian, maka diantara lima
sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain sehingga pancasila merupakan
suatu kesatuan keseluruhan yang bulat.
Sila-sila pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya
saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkis pyramidal diatas.
Tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya.
2.2.1. Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat
menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan
secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan
kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang
mendasar dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa
yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu
sistem (Ruslan Abdul Gani). Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah
yaitu tentang hakikat dari Pancasla (Notonagoro).
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang
dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling
bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling
mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang
manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan
masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan
sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme,
komunisme dan sebagainya.
Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan
kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-
pisah maka itu bukan Pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat
digambarkan sebagai berikut:
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3,
4 dan 5;
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila
4, 5;
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai
sila 5;
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
Inti sila-sila Pancasila meliputi:
1. Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
2. Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
3. Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
4. Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
5. Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi
haknya.
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran
Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada
umumnya.,Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi,
dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.
2.2.2. Pancasila sebagai sistem nilai
Sistem dapat diartikan sebagai rangkaian yang saling berkaitan antara unsur yang satu
dengan yang lain. Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai apa yang
hidup dalam pikiran seseorang. Pancasila sebagai sistem nilai mengandung serangkain nilai yaitu
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Selain itu juga adanya nilai
material dan nilai vital yang bersumber dari dasar ontologis Pancasila.
Yang mengatakan bahwa niai-nilai Pancasila bersifat objektif, yaitu :
1. Rumusan dari nilai-nilai Pancasila sebenarnya hakekat maknanya.
2. Inti nilai-nilai Pancasila berlaku tidak terikat oleh ruang.
3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai pokok
kaidah negara yang fundamental.
Darmodiharjo, mengatakan bahwa Pancasila brsifat subjektif, yaitu :
1. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia itu sendiri.
2. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia.
3. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yangs sesuai dengan hati nurani bangsa
Indonesia.
* Makna Nilai dalam Pancasila
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan
bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang
ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan
rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap
keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga
perwakilan.
e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai
dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan
Makmur secara lahiriah atauun batiniah.
Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan
normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional
dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai
instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
1. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Hukum
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai
dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi
dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar
bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum
nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu
bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila
berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma
fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan
pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada
hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai
dasar pancasila.
Sistem hukum di Indonesia membentuk tata urutan peraturan perundang-undangan.
Tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketetapan MPR
No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan sebagai
berikut.
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
c. Undang-undang
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
e. Peraturan Pemerintah
f. Keputusan Presiden
g. Peraturan Daerah
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu)
c. Peraturan pemerintah
d. Peraturan presiden
e. Peraturan daerah.
Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukannya
sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945
Alinea IV.
2. Nilai Pancasila menjadi Sumber Norma Etik
Upaya lain dalam mewujudkan pancasila sebagai sumber nilai adalah dengan
menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai sumber pembentukan norma etik (norma
moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai
pancasila adalah nilai moral. Oleh karena itu, nilai pancasila juga dapat
diwujudkan kedalam norma-norma moral (etik). Norma-norma etik tersebut
selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam bersikap dan
bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bangsa indonesia saat ini sudah berhasil merumuskan norma-norma etik sebagai
pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma etik tersebut bersumber
pada pancasila sebagai nilai budaya bangsa. Rumusan norma etik tersebut
tercantum dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa,
Bernegara, dan Bermasyarakat.
Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika Kehidupan Berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai pancasila sebagai pedoman dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai
keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat
a. Etika Sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan
kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling
mencintai, dan tolong menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa. Senafas
dengan itu juga menghidupkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan
dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa. Untuk itu, perlu dihidupkan kembali budaya keteladanan yang harus
dimulai dan diperlihatkan contohnya oleh para pemimpin pada setiap tingkat dan
lapisan masyarakat.
b. Etika Pemerintahan dan Politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan
efektif; menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan
keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat; menghargai
perbedaan; jujur dalam persaingan; ketersediaan untuk menerima pendapat yang
lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang; serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika pemerintahan mengamanatkan agar para
pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada
publik, siap mundur apabila dirinya merasa telah melanggar kaidah dan sistem
nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan
negara.
c. Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika ekonomi dan bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik
oleh pribadi, institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat
melahirkan kiondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur,
berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan
kemampuan bersaing, serta terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan
ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama secara berkesinambungan. Hal itu