Top Banner
TUGAS INDIVIDU PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA OLEH : LAILY FANDIANTY NINGSIH 105070301111002 GIZI A1.1
43

Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

Jul 31, 2015

Download

Documents

Nila Reswari
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

TUGAS INDIVIDU

PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA

OLEH :

LAILY FANDIANTY NINGSIH

105070301111002

GIZI A1.1

MATA KULIAH PANCASILA

JURUSAN GIZI KESEHATAN FKUB

MALANG

2010

Page 2: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA

Latar Belakang

Kehidupan rakyat Indonesia sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah

kehidupan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat yang sejajar dengan

bangsa, Negara dan budaya manapun di dunia modern. Bangsa Indonesia sungguh

– sungguh secara sadar dengan cita karsa, kepercayaan diri, wawasan kebangsaan

dan kebanggaan nasional bergaul (bersahabat, bekerjasama) dengan antar bangsa

(internasional) untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social bagi seluruh umat di dunia.

Artinya, bangsa Indonesia memelihara dan menggembangkan budaya dan

peradaban bagi kesejahteraan umat manusia. Inilah amanat yang terkandung di

dalam Pembukaan UUD 45, sebagai amanat bangsa, cita karsa rakyat Indonesia

yang bersumber dari ajaran dasar Negara (filsafat Negara) Pancasila sebagai

terumus di dalam UUD 45. Karenanya kewajiban kita semua warganegara untuk

menegakkan filsafat Pancasila dan UUD 45.

Menegakkan filsafat Pancasila sebagai dasar Negara RI sebagaimana

dimaksudkan UUD 45, bagaimana melaksanakannya secara murni dan konsekuen

merupakan cita – cita rakyat Indonesia yang diamanatkan PPKI kepada para

pemimpin dan penjabat Negara, istimewa generasi penerus yang mengelola

Negara Proklamasi, kemudian dikembangkan dan diteruskan dalam tema

perjuangan Orde Baru. Meskipun sejak menjelang reformasi awal 1998,

pemerintah Orde Baru dianggap gagal melaksanakan amanat itu, namun dari

beberapa bidang kehidupan kenegaraan prinsip konstitusional sangat melembaga.

Page 3: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

Artinya, sikap dan budaya berbangsa dan bernegara berpedoman kepada

ketentuan normative konstitusional tetap ditegakkan. 1

Jadi, hanya dengan keunggulan (SDM berkualitas) termasuk keunggulan

iptek, modal, system nasional bahkan juga kesatuan dan integritas yang utuh:

rukun bersatu, senasib dan secita – cita, InsyaAllah akan mampu mengantarkan

bangsa Indonesia mewujudkan cita – cita nasional sebagai terumus di dalam

pembukaan UUD 45. Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar

falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara

Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa

yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang

telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan

muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa

adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara

Indonesia.

Rumusan Masalah

1. Apa landasan filosofis Pancasila?

2. Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara?

3. Apa perbedaan filsafat Pancasila dengan filsafat – filsafat lainnya?

4. Bagaimanakah penegakkan filsafat pancasila (dasar Negara) Republik

Indonesia?

Pembahasan

Landasan Filosofis Pancasila

1 Dr. Mohammad Noor Syam, 2000, Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan konstitusional, Hal 123-124

Page 4: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

a. Definisi Pancasila

Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk

mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu

1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.

2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri

3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah

4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.

5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.

Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri,

Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.

Pengertian Pancasila Secara Etimologis

Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu

dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu

ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila.

Pengertian secara Historis

Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai

rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara . Pada tanggal 17 Agustus 1945

Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18

Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana

didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi

nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang

umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah

Page 5: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah

Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam

rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.

Pengertian Pancasila Secara Termitologis

Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk

melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada

tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam

bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan

Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar

sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh

Rakyat Indonesia

Pancasila Berbentuk:

1. Hirarkis (berjenjang);

2. Piramid.

A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam

sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:

1. Prikebangsaan;

2. Prikemanusiaan;

3. Priketuhanan;

4. Prikerakyatan;

5. Kesejahteraan Rakyat

Page 6: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945

di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:

1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia;

2. Internasionalisme/Prikemanusiaan;

3. Mufakat/Demokrasi;

4. Kesejahteraan Sosial;

5. Ketuhanan yang berkebudayaan;

Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi

Trisila yaitu:

1. Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme;

2. Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat;

3. Ketuhanan YME.

Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi

Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.

C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945

rumusannya sebagai berikut:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya;

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan

perwakilan;

Page 7: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;

Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah

dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam

Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS

NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang

menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar

Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam

Pembukaan UUD 1945.2

b. Definisi Filsafat

Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya

“philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim

diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada

kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian

bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti

2“wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta

kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat

berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang

nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban

manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh

Herakleitos. 3

Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai

pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang

2 Notonegoro, 1980, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila

3 Jarmanto, 1982, Pancasila Suatu Tinjauan Aspek Historis dan Sosio-Politis, Hal 127.

Page 8: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari

setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan

itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya

(merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau

falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan

merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati

kesempurnaan.

Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah

sebagai berikut:

• Socrates (469-399 s.M.)

Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau

berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia.

Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan

menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau

melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap

diri secara obyektif

• Plato (472 – 347 s. M.)

Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf

adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam

pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak

berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat

spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran.

Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.4

4 Drs. Achmad Fauzi DH, dkk, 1983, Pancasila Ditinjau dari Segi Historis, Segi Yuridis Konstitusional dan Segi Filosofis, Hal 177-178

Page 9: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat

dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:

Pertama : Filasafat sebagai Produk mencakup pengertian

a. Pengertian filsafat yang mencakup arti – arti filsafat sebagai jenis

pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf pada zaman dahulu, teori,

system atau pandangan tertentu, yang merupakan hasil dari proses

berfilsafat dan yang mempunyai ciri – cirri tertentu.

b. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai

hasil dari aktivitas filsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai

cirri – cirri khas tertentu sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada

umumnya proses pemecahan persoalan filsafat ini diselesaikan dengan

kegiatan berfilsafat (dalam pengertian filsafat sebagai proses yang

dinamis).

Kedua : Filsafat sebagai suatu proses mencakup pengertian

Filasafat yang diartikan sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam

proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan

metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Dalam pengertian

ini filsafat merupakan suatu system pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat

dalam pengertian in tidak lagi hanya merupakan sekumpulan dogma yang

hanya diyakiniditekuni dan dipahami sebagai suatu system nilai tertentu, tetapi

lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dan

menggunakan suatu cara dan metode tersendiri.5

Objek Filsafat

5 Prof. Dr. H. Kaelan, M.S., Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, Hal 8

Page 10: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

1. Objek Material filsafat

Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan

pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di oandang atau di sorot oleh suatu

disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang

abstrak.

Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu

yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada

dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :

a. Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu

yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.

b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu

ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia

(antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).

2. Objek Formal filsafat

Yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau

pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.

Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari

sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu

yang mempelajari manusia di antaranya psikologi, antropologi,

sosiologi dan lain sebagainya.6

Sistematika Filsafat

6 Drs. Achmad Fauzi DH,dkk,. . . .op cit, Hal 180

Page 11: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

PHILOSOPHY

AXIOLOGY

Makna dan sumber nilai, wujud, jenis, tingkat, sifat nilai;

hakikat nilai: manusia, materia, etika, estetika, politika, budaya,

agama, posthumous dan Tuhan . . . (Allah Maha Pencipta)

EPISTEMOLOGY

Makna dan sumber pengetahuan, proses, syarat terbentuknya

pengetahuan, validitas, batas dan hakikat pengetahuan;

meliputi: semantika, gramatika, logika, rhetorika, matematika,

meta-teori, philosophy of science, Wissenschaftslehre . . .

ONTOLOGY

Makna dan sumber ada; proses, jenis, sifat dan tingkat ada:

ada umum, terbatas, manusia, kosmologia; Ada tidak terbatas,

ADA mutlak . . . metafisika, posthumous.7

Cabang – cabang Filsafat

Berikut ini pengertian ari cabang-cabang filsafat yang utama:

- Logika, adala cabang filsafat yang menyelildiki lurus tidaknya

pemikran kita. Lapamngan dalam logika adlah asa-asas yang menentukan

pemikiran yang lurus, tepat dan sehat. Dengan mempelajari logika

diharapkan dapat menerapkan asas bernalar sehingga dapat menaarik

kesimpulan dengan tepat.

7 Ibid, Halaman 191

Page 12: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

- Epistemologi, adlah bagian filasfat yang membicarakan tentang

terjadinya pengetauan, sumber pengetahuan, asla mula pengetahuan, batas-

batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan.

- Etika, adlah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku

atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik buruk.

- Estetika, adlah cabang filsafat yang membicarakan tentang

keindahan

- Metafisika, adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang

yang ada atau membicarakan sesuatu di sebalik yang tampak. Persoalan

metafisis di bedakan menjadi tiga yaitu ontologi, kosmologi dan

antropologi.8

Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara

Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita

temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan

negara Indonesia seperti di bawah ini :

1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni

1945 Oleh Ir. Soekarno

Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk

pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan

tata urutannya sebagai berikut :

v Kebangsaan Indonesia.

v Internasionalisme atau Prikemanusiaan.

8 Drs. A. W. Widjaja, 1991, Pedoman Pokok – Pokok dan Materi Perkuliahan Pancasila pada Perguruan Tinggi, Hal 120-121

Page 13: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

v Mufakat atau Demokrasi.

v Kesejahteraan sosial.

v Ketuhanan.

2. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang

Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)

Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya

Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu :

a. Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah

berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama

Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang

ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.

b. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno

yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh

Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-

RI.

c. Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.

d. Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.

Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara

dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata

urutan sebagai berikut :

v Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya.

v Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Page 14: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan / perwakilan.

v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945

Sesudah BPPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan)

merampungkan tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9

Agustus 1945, sebagai penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia).

Pada tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta

yang disaksikan oleh PPKI tersebut.

Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan

sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting :

a. Mensahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945.

b. Mensahkan dan menetapkan UUD 1945.

c. Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua PPKI yaitu Ir.

Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan

Wakil Presiden RI.

Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah

badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19

Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8

propinsi dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga

menetapkan pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan.

Page 15: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh

PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara

resmi, autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI,

dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :

v Kemanusiaan yang adil dan beradab.

v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan / perwakilan.

v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi

RIS 1949

Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23

Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi

Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleH Drs. Mohammad Hatta,

delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid

Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen.

Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan

persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang

adil dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada

RIS (Republik Indonesia Serikat).

Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa

pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa

syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu

selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.

Page 16: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda,

Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS.

Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota

Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku

pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah

berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi

RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian

Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah

pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai

berikut :

v Ketuhanan Yang Maha Esa.

v Prikemanusiaan.

v Kebangsaan.

v Kerakyatan.

v Keadilan Sosial.

5. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD

Sementara RI (UUDS-RI 1950)

Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki

bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat

(federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi.

Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap

membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia

sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian

Page 17: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu

Bangsa dan Satu Bahasa.

Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan

pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam

bentuk negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI.

Sesuai KOnstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat

pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara

kesatuan Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi

RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu :

1. RI Yogyakarta.

2. Negara Sumatera Timur (NST).

3. Negara Indonesia Timur (NIT).

Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung

mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah

Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang

berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat).

Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo

mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147

Pasal).

Perubahan bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar

falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI

1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam

Mukadimah Konstitusi RIS yaitu :

Page 18: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

v Ketuhanan Yang Maha Esa.

v Prikemanusiaan.

v Kebangsaan.

v Kerakyatan.

v Keadilan Sosial.

6. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945

Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang

Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang

akan menyusun UUD baru.

Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia

dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November

1956.

Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal

membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.

Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950

Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi

pernyatan :

a. Pembubaran Konstuante.

b. Berlakunya kembali UUD 1945.

c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.

d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.

Page 19: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap

menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945

alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut :

v Ketuhanan Yang Maha Esa.

v Kemanusiaan yang adil dan beradab.

v Persatuan Indonesia.

v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/perwakilan.

v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal

13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi,

yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan

sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan

Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya.

Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan

yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum

positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku

sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang

tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan,

walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut. 9

a. Rumusan Pancasila (Pokok – Pokok Ajaran Pancasila)

Sistem filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur yang

memiliki identitas dan integritas keunggulan universal sebagai sistem filsafat

9 Notonegoro, . . . .loc cit

Page 20: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

theisme-religious. Sistem filsafat demikian memancarkan keunggulan karena

sesuai dengan potensi kodrati martabat kepribadian manusia yang dianugerahi

integritas-kerokhanian yang memancarkan akal dan budinurani; yang potensial

mengembangkan budaya dan peradaban: sebagai subyek budaya (termasuk

subyek hukum dan subyek dalam negara) dan subyek moral.

Dapat disarikan dalam skema berikut:

T

SK

AS P SB

SM

Penjelasan ringkas:

1. T = Abstraksi makna dan nilai Tuhan Yang Maha Esa, yang kita

yakini sebagai Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Berdaulat, Maha Pengatur

dan Maha Pengayom semesta dalam kodrat kekuasaan Maha Pencipta.

Kesemestaan berkembang dalam harmoni dan kesejahteraan berkat

pengayoman abadi Yang Maha Berdaulat melalui ikatan fungsional-integral-

universal (imperatif, mutlak) dalam tatanan hukum:

a. hukum alam yang bersifat obyektif, fisis, kausalitas, mutlak, abadi,

dan universal;

Page 21: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

b. hukum moral yang bersifat obyektif-subyektif, psiko-fisis,

sosial-subyektif, mutlak, teleologis, abadi dan universal ---tercermin dalam

budinurani dan kesadaran keagamaan---.

2. AS = Alam Semesta, makro-kosmos yang meliputi realitas

eksistensial-fenomenal dan tidak terbatas dalam keberadaan ruang dan waktu

sebagai prakondisi dan wahana kehidupan semua makhluk (flora, fauna,

manusia dsb); misalnya: cahaya dan panas matahari, udara, air, tanah (untuk

pemukiman dan cocok-tanam), tambang (berbagai zat tambang dalam bumi:

mineral, gas, logam, permata), flora dan fauna. Semua potensi dan realitas

kesemestaan menentukan keberadaan semua yang ada dan hidup di dalam alam

semesta, sebagai prawahana kehidupan (yang dikembangkan manusia menjadi

wujud budaya dan peradaban, termasuk ipteks). AS berkembang dan bernilai

bagi kehidupan semesta, termasuk sebagai “maha sumber” ipteks yang terpadu

dalam hukum alam, integral-fungsional-universal.

3. SM = Subyek Manusia sebagai umat manusia keseluruhan di dalam

alam semesta. Subyek manusia dengan potensi, harkat-martabatnya

mengemban amanat Ketuhanan (keberagamaan), kebudayaan dan peradaban

berwujud kesadaran hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia

(KAM). Penghayatan dan pengamalan manusia atas HAM secara normatif

berlangsung dalam asas keseimbangan HAM dan KAM dalam antar hubungan

sesama, dengan negara, budaya, dengan alam semesta dan kehadapan Tuhan

Maha Pencipta. Potensi kepribadian manusia berkembang dalam asas

teleologis (motivasi luhur, cita-karsa) untuk menegakkan cinta-kasih dan

kebajikan. Pribadi manusia berkembang (berketurunan, berkarya,

Page 22: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

berkebajikan) sebagai pancaran keunggulan dan kemuliaan martabat

kepribadian manusia.

4. SB = Sistem Budaya, sebagai prestasi cipta-karya manusia, wahana

komunikasi, perwujudan potensi dan martabat kepribadian manusia, berpuncak

sebagai peradaban dan moral!

Sistem budaya warisan sosio-budaya: lokal, nasional dan universal

menjadi bahan/isi pembinaan (kependidikan) manusia masa depan melalui

kependididikan dan ipteks.

Sistem budaya merupakan wujud cita dan citra martabat manusia;

sekaligus menampilkan kualitas kesejahteraan umat manusia. Sistem budaya

memberikan fasilitas dan kemudahan baik dalam komunikasi (mulai: bahasa,

sampai transportasi, komunikasi, informasi) maupun ipteks yang supra

canggih, pancaran keunggulan dan kemuliaan martabat kepribadian manusia .

5. SK = Sistem Kenegaraan sebagai perwujudan dan prestasi

perjuangan dan cita nasional; wujud kemerdekaan dan kedaulatan bangsa;

pusat kesetiaan dan kebanggaan nasional warganegara.

Sistem kenegaraan sebagai pusat dan puncak kelembagaan dan

kepemimpinan nasional, pusat kesetiaan dan pengabdian warga negara. SK

sebagai pengelola kesejahteraan rakyat warga negara; penegak kedaulatan dan

keadilan; dan pusat kelembagaan kepemimpinan nasional dalam fungsi

pengayom rakyat warga negara. SK berkembang dalam kejayaan berkat

integritas manusia waganegara dengan menegakkan kemerdekaan, kedaulatan,

keadilan demi kesejahteraan dan perdamaian antar bangsa.

Page 23: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

6. P = Pribadi, subyek manusia mandiri yang keberadaan dan

perkembangannya di dalam dan untuk antarhubungan kondisional-fungsional

semua komponen horizontal (cermati garis diagonal: antar AS – SM – SB –

SK) antar semua eksistensi sebagai nampak dalam antarhubungan P- garis

diagonal horizontal, dan vertikal. Pribadi sebagai subyek mandiri berkembang

(berketurunan, berkarya, berkebajikan) dengan asas teleologis (vertikal),

menuju ideal-self (cita-pribadi) dengan motivasi cita-karsa keseimbangan hak

asasi dan kewajiban asasi demi cinta-kasih, keadilan dan kebajikan; sebagai

pancaran nilai dan martabat kerokhanian manusia yang unggul, agung dan

mulia. Pribadi manusia berkembang berkat cinta dalam (wujud) keluarga dan

berketurunan; berkarya dan berbakti kepada sesama (pengabdian kepada

bangsa negara): sosial kultural dan moral. . . yang dijiwai kesadaran theisme-

religious.

Sebagai integritas kepribadian manusia P berkembang secara kualitatif

dalam makna integritas martabat kepribadiannya dengan khidmat mengabdi

dan menuju (asas teleologis) Maha Pencipta, Maha Pengayom demi

tanggungjawab moral manusia sebagai penunaian amanat kewajiban asasi

manusia.

Pribadi dengan harkat-martabat kepribadiannya memelihara

antarhubungan harmonis dengan semua eksistensi horizontal berdasarkan

wawasan vertikal (theisme- religious). Artinya, antarhubungan pribadi manusia

dengan alam, sesama, budaya dan dengan kenegaraan dijiwai kesadaran

tanggung jawab dan kewajiban moral Ketuhanan-keagamaan. Asas demikian

Page 24: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

mengandung makna bahwa filsafat Pancasila memancarkan identitas dan

integritas moral theisme-religious (sila I).10

Perbedaan Filsafat Pancasila dengan Filsafat – Filsafat Lainnya

a. Aliran – Aliran Filsafat

1. Aliran Materialisme

2. Aliran Idealisme

3. Aliran Realisme

4. Filsafat Islam

a. Ya'qub bin Isaq Alkindi

b. Abu Hamid Muhammad Al Ghozali

c. Abu Al Wahid Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Rosyid

b. Perbedaan Filsafat Pancasila dengan Filsafat – Filsafat Lainnya

Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa

Indonesia pada hakikatnya suatu nilai-nilai yang bersifat sistematik

fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatua

kesatuan yang bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis. Dalam inilah maka sila-

sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila

bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki

esensi serta makna yang utuh.

Selain itu Pancasil adalah suatu sistem filsafat, maksudnya yaitu suatu

keseluruhan sistem harus memenuhi lima persyaratan sebagai berikut :

1. Merupakan satu kesatuan,

10 Dr. Mohammad Noor Syam, . . . .op cit, Hal 128-129

Page 25: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

2. Merupakan tata yang konsisten dan koherens, tidak memandang

konktradiksi,

3. Ada kaitan antara bagian satu dengan lainnya,

4. Ada kerjasama yang serasi dan seimbang,

5. Segala sesuatunya mengabdi kepada tujuan bersama yaitu tujuan yang satu.

Secara Filosofis, Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki

dasar ontologis, dasar epistimologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat

yang lainnya, misalnya materilisme liberalisme, pragmatisme, idealisme dan

paham lain filsafat di dunia.11

Menegakkan Filsafat Pancasila (Dasar Negara) Republik Indonesia

a. Rasional (Alasan) bahwa Pancasila adalah Sistem Filasafat

1) Secara material-substansial dan intrinsik nilai Pancasila adalah filosofis;

misal hakikat Kemanusiaan yang adil dan beradab, apalagi Ketuhanan

Yang Maha Esa adalah metafisis/filosofis.

2) Secara prktis-fungsional, dalam tata-budaya masyarakat Indonesia pra-

kemerdekaan nilai Pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau pandangan

hidup yang dipraktekkan.

3) Secara formal-konstitusional, bangsa Indonesia mengakui Pancasila dalah

dasar negara (filsafat negara) RI.

4) Secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya Indonesia sederajat

dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar bangsa Indonesia

sebagaimana bangsa-bangsa lain (Cina, India, Arab, Eropa) mewarisi

11 Slamet Sutrisno, 1986, Pancasila sebagai Metode, Hal 27

Page 26: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

sistem filsafat dalam budayanya. Jadi, Pancasila adalah filsafat yang

diwarisi dalam budaya Indonesia.

5) Secara potensial, filsafat Pancasila akan berkembang bersama dinamika

budaya; filsafat Pancasila akan berkembang secara konsepsional, kaya

konsepsional dan kepustakaan secara kuantitas dan kualitas. Filsafat

Pancasila merupakan bagian dari khasanah dan filsafat yang ada dalam

kepustakaan dan peradaban modern. 12

b. Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional

Terjabar dalam sistem kenegaraan Pancasila yang melembaga dalam

NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45, dengan berbagai fungsi sistem

nasional ---sebagai jabaran dan fungsionalisasi sistem filsafat dan atau sistem

ideologi nasional (Pancasila), yang secara konsepsional mendesak untuk

dikembangkan dalam rangka ketahanan ideologi dan ketahanan nasional untuk

menghadapi tantangan neo-liberalisme, neo-ultraimperialisme yang makin

dinamis dalam era globalisasi-liberalisasi, dan postmodernisme. Dinamika

demikian digerakkan sebagai rekayasa politik global dari negara adidaya yang

berjuang merebut supremasi politik melalui issue: atas nama HAM

(individualisme, liberalisme dan liberalisasi), ekonomi liberal (privatisasi,

ekonomi pasar) yang pada gilirannya melahirkan supremasi ekonomi (= neo-

ultraimperialisme) bangsa-bangsa berkembang (under develop, developing

countries) melalui berbagai investasi multi national corporations, dan "fatwa

12 Dr. Mohammad Noor Syam, . . . .op cit, Hal 126-127

Page 27: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

IMF" dalam upaya mengatasi krisis ekonomi negara-negara ketiga (belahan

selatan). 13

c. Pembudayaan Filsafat dan Ideologi Pancasila

Ajaran filsafat Pancasila memancarkan keunggulan sistem filsafat dan

kultural NKRI; melengkapi keunggulan natural dan (potensial) SDM

Indonesia. Integritas keunggulan ini ditegakkan dalam sistem kenegaraan

Pancasila secara konstitusional berdasarkan UUD Proklamasi (yang juga

memancarkan keunggulan konstitusional); sebagai terpancar dari nilai

fundamental:

1. NKRI sebagai negara kesatuan berbentuk republik;

2. NKRI menegakkan sistem kedaulatan rakyat (demokrasi);

3. NKRI menegakkan sistem negara hukum (Rechtsstaat);

4. NKRI adalah negara bangsa (nation state: sebagai jabaran

wawasan nasional dan wawasan nusantara); dan

5. NKRI menegakkan asas kekeluargaan (yang menjiwai dan

melandasi: wawasan nasional, dan wawasan nusantara)…. yang ditegakkan

dalam N-sistem nasional.

Sistem kenegaraan NKRI demikian mengalami degradasi filosofis-

ideologis dan konstitusional mulai era reformasi; karena visi-misi reformasi

cenderung mempraktekkan: demokrasi liberal, ekonomi liberal; bermuara

kepada praktek negara federal, bahkan anarchisme…yang mengancam

integritas NKRI dan wawasan nasional Indonesia.

13 Drs. A. W, . . . .op cit, Hal 125

Page 28: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

Keprihatinan demikian terus mengupayakan pelurusan reformasi, supaya

bangsa dan NKRI tidak terjerumus ke dalam kebangkrutan dan cengkeraman

neo-imperialisme yang terus meningkat dalam era postmodernisme.14

Kesimpulan

Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Pengertiannya dapat dibagi

menjadi beberapa, yaitu:

a) Pengertian Pancasila secara etimologi

b) Pengertian Pancasila secara historis

c) Pengertian Pancasila secara Termitologis

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata yaitu “philos” dan

“shopia” yang berarti “cinta kearifan”.

Sistematika filasat terdiri dari : axiology, epistemology dan ontology.

Pokok – pokok ajaran Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur

yang memiliki identitas dan integritas keunggulan universal sebagai sistem

filsafat theisme-religious.

Ada beberapa alasan Pancasila sebagai system filsafat

Pembudayaan filsafat dan ideology Pancasila telah diupayakan dan

diperbarui pada era Reformasi.

Saran

Sebaiknya kita sebagai warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di

tanah air Indonesia, hendaknya mengetahui tentang Pancasila sebagai dasar

filosofis Negara. Sehingga kita dapat membudayakan dan memperbarui

penegakkan filsafat Pancasila di Indonesia.

14 Dr. Mohammad Noor Syam, . . . .op cit, Hal 130

Page 29: Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Negara (Laily, 21)

Daftar Pustaka

Fauzi, Achmad dkk, 1983, Pancasila Ditinjau dari Segi Historis, Segi Yuridis

Konstitusional dan Segi Filosofis, Malang: Lembaga Penerbitan

Universitas Brawijaya Malang.

Jarmanto, 1982, Pancasila Suatu Tinjauan Aspek Historis dan Sosio-Politis,

Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Kaelan, dan Achmad Zubaidi, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan untuk

Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta.

Notonegoro, 1980, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Jakarta:

Pantjoran Tujuh.

Sutrisno, Slamet, 1986, Pancasila sebagai Metode, Yogyakarta: Liberty

Yogyakarta.

Syam, Mohammad Noor, 2000, Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia

Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional, Malang:

Laboratorium Pancasila Universitas Negeri Malang.

Widjaja, 1991, Pedoman Pokok – Pokok dan Materi Perkuliahan Pancasila pada

Perguruan Tinggi, Jakarta: Akademika Pressindo.