REFERAT
Palatoplasty dengan Metode Pushback
Diajukan guna memenuhi tugas dalam menembuh Program Pendidikan
Profesi Dokter
Disusun oleh:Nabila Nurul Hasanah20110710095Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan
Pembimbing:Drg. Denny Sidiq H., SpBM
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN GIGI DAN MULUTRSPAD GATOT
SOEBROTO JAKARTAPERIODE 27 JULI - 7 AGUSTUS 2015KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan referat
dengan judul Palatoplasty dengan Metode Pushback ini tepat pada
waktunya. Presentasi ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas
kepaniteraan klinik dan sebagai syarat untuk mengikuti ujian di
Departemen Gigi dan Mulut RSPAD Gatot Soebroto. Pada kesempatan ini
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada drg.
Denny Sidiq H., SpBM selaku pemmbimbing dalam referat ini ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih pada dokter-dokter gigi
lainnya, rekan-rekan dokter muda dan pihak-pihak lainnya yang ikut
membantu memberikan dorongan semangat serta moril.Penulis menyadari
bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga referat ini
ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang gigi dan
mulut khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.
Jakarta, Juli 2015
Penulis
BAB IABSTRAK
Celah langit-langit atau sumbing mempengaruhi hampir seluruh
fungsi dari wajah kecuali pengelihatan (visus). Ini berimplikasi
pada estetika dan fungsi dari pasien untuk berinteraksi sosial,
terutama dalam kemampuan berkomunikasi secara efektif dan
penampilan wajah dengan atau tanpa sumbing bibir. Saat ini
pembedahan dari bibir sumbing telah mencapai tingkat kepuasan yang
tinggi. Terdapat persetujuan bahwa palatoplasti harus dilakukan
antara umur 6-12 bulan. Palatoplasti adalah teknik pembedahan yang
dilakukan untuk memperbaiki atau rekonstruksi palatum seseorang
dengan bibir sumbing. Tujuan utamanya adalah untuk menutup bukaan
abnormal antara hidung dan mulut agar membantu pasien dalam
kemampuan berbicara, membantu menelan, bernapas, dan perkembangan
dari struktur-struktur di wajah.
Secara umum, teknik palatoplasti terbagi menjadi tiga grup.
Pertama grup untuk perbaikan palatum durum, kedua perbaikan palatum
molle, dan ketiga berdasarkan jadwal pembedahan. Teknik pembedahan
untuk palatum durum yaitu Wardill-Kilner V-Y, Von Langenbeck,
two-flap, palatoplasti ekstensi alveolar, vomer flap, raw area free
palatoplasty, dan sebagainya. Teknik untuk pembedahan palatum molle
adalah veloplasti intravelum, double opposing Z-plasty, diseksi
otot radikal, primary pharyngeal flap, dan sebagainya. Dan teknik
yang berdasarkan dengan protocol adalah Schweckendieks, Maleks,
whole in one, modifikasi jadwal dengan palatoplasti sebelum
perbaikan bibir, dan lain-lain. Perlu diketahui pengaruh dari
setiap teknik terhadap pertumbuhan maksilofasial dan kemampuan
berbicara. Teknik yang ideal dari palatoplasti adalah yang
memberikan kemampuan bicara baik tanpa mempengaruhi pertumbuhan
maksilofasial dan pendengaran. Teknik-teknik ini masih terus
dikembangkan karena belum mencapai perancangan yang ideal.
Sangatlah baik untuk mengetahui berbagai teknik dan variasi yang
ada agar hasil yang terbaik dapat tercapai. Setiap ahli bedah
memiliki penggabungan teknik yang menjadikan modifikasi
tersendiri.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
PendahuluanPalatoskisis adalah kelainan bawaan yang terjadi oleh
karena tidak adanya penyatuan secara normal dari palatum pada
proses embrional, dimana terjadi kegagalan penutupan penonjolan
frontonasal, maksilaris dan mandibularis baik secara sebagian atau
sempurna. Akibat palatoskisis menyebabkan kelainan pada wajah, gigi
tidak teratur, pengunyahan tidak sempurna dan rasa rendah diri
karena suaranya sengau.
Embriologi Ketiga penonjolan utama pada wajah (hidung, bibir,
dan alatum) secara embriologi berasal dari penyatuan processus
fasialis bilateral.
Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu
pembentukan palatum primer yang akan diikuti dengan pembentukan
palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai pada hari ke-35
kehamilan atau minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan
pembentukan processus fasiali. Penyatuan processus nasalis medialis
dengan processus maxilaris, dilanjutkan dengan penyatuan processus
nasalis lateralis dengan processus nasalis medialis, menyempurnakan
pembentukan palatum primer. Kegagalan atau kerusakan yang terjadi
pada proses penyatuan processus ini menyebabkan terbentuknya celah
pada palatum primer.
Pembentukan palatum sekunder dimulai setelah palatum primer
terbentuk sempurna, kira-kira minggu ke 9 kehamilan. Palatum
sekunder terbentuk dari sisi bilateral yang berkembang dari bagian
medial dan processus maxilaris. Kemudian kedua sisi ini akan
bertemu di midline dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi
tersebut berkembang kea rah superior, proses penyatuan dimulai.
Kegagalan penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya celah pada
palatum sekunder.
Gambar 1. Skematik sistem klasifikasi dalam anatomi bibir dan
palatum
Anatomi PalatumPalatum dibentuk oleh palatum durum pada bagian
anterior dan palatum molle pada bagian posterior yang membentuk
rongga mulut dan lantai rongga hidung. Palatum molle merupakan
suatu jaringan fibromuskular yang dibentuk oleh beberapa otot yang
melekat pada bagian posterior palatum durum. Strukturnya dinamis
yang berfungsi sebagai katup antara orofaring dan nasofaring.
Palatum mole yang intak dan berfungsi baik esensial untuk kemampuan
bicara dan makan.
Palatum durum terdiri dari tulang-tulang langit-langit dan
mukosa yang menempel pada periosteum. Sepasang processus os maxilla
dan lamina horizontal dari os palatine membentuk tulang
langit-langit. Daerah alveolar dari maksila menandakan batas
anterior dan lateral dari palatum durum.
Terdapat enam yang melekat pada palatum durum yaitu m. levator
veli palatine, m. constrictor pharyngeus superior, m. uvula, m.
palatopharyngeus, m. palatoglosus dan m. tensor veli palatini.
Palatum molle melekat erat pada tepi posterior dari tulang- tulang
palatum dengan adanya palatal aponeurosis. Terdapat tiga otot yang
memiliki kontribusi besar terhadap velopharyngeal: m. uvula, m.
levator veli palatine, dan m. constrictor pharyngeus superior. M.
levator veli palatine mendorong velum kearah superior dan posterior
untuk melekatkan velm ke dinding faring posterior. Pergerakan
dinding faring ke medial, dilakukan oleh m. constrictor pharyngeus
superior yang membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk
membentuk sfingter yang kuat. M. palatopharyngeus berfungsi
menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial. M.
palatoglossus terutama sebagai depressor palatum, yang berperan
dalam pembentukan venom nasal dengan membiarkan aliran udara yang
terkontol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir adalah m.
tensor veli palatine yang mengitari processus hamuli dari os
sphenoidalis. Otot ini tidak berprean dalam pergerakan palatum.
Fungsi utama otot ini menyerupai fungsi m. tensor timpani yaitu
menjamin ventilasi dan drainase tuba auditiva. Inervasi dari m.
levator palati adalah meliputi plexus pharyngeus. M. Tensor
palatini dipersarafi oleh cabang mandibulare dari n. Trigemini.
Meskipun mukosa dari palatum durum sangat tipis, tetapi pembuluh
darah palatum durum nasal spine posterior sangat mudah di
identifikasi.
Vaskularisasi utama dari palatum datang melalui foramen
palatinum major terutama dari a. palatina mayor. Vaskularisasi yang
lain, yang lebih kecil melalui foramen palatinum minus, yaitu a.
palatina minor dan m. palatina minor dan dari sisi nasal dari
palatum molle mengikuti nervus palatinum posterior. Innervasi
palatum berasal dari n. trigeminus cabang maxilla yang membentuk
pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum
juga mendapat innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang
berjalan di sebelah posterior dari pleksus.
Gambar 2. Gambaran normal dari palatum
Gambar 3. Gambaran tulang normal dari palatum
Gambar 4. Potongan sagital dari palatum pada orang dewasa
Celah atau sumbing biasanya mengikuti garis fusi sedemikian rupa
sehingga pada sebelah depan dari foramen insisivum, celah terletak
antara maxilla dan premaxilla, dan melalui alveolus antara gigi
taring dan gigi seri. Celah yang melalui garis median pada struktur
depan (kasus yang jarang) adalah suatu perkecualian. struktur di
sebelah depan dari foramen insisivum (meliputi alveolus, bibir,
nasala floor, dan cartilago alaris) dinamakan struktur prepalatal
atau struktur palatum primer. Struktur yang terletak di sebelah
belakang dari foramen insisivum dinamakan struktur palatal atau
struktur palatum sekunder. Dua daerah ini secara embriologis adalah
berbeda.
Gambar 5. Tampilan superolateral untuk anatomi normal palatum
danpalatoskisis. (A) anatomi palatum pada bayi baru lahir
yangnormal (B) palatoskisis komplet yang mengenai palatum primer
dan sekunder
EtiologiEtiologi palatoschisis bersifat multifaktorial yaitu
faktor herediter dan faktor lingkungan yang terlibat dalam
pertumbuhan dan perkembangan processus. Sekitar 25% pasien yang
menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga dan penyakit yang
sama. Faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah obat-obatan yang
dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid, dan
steroid. Infeksi selama kehamilan trimester pertama seperti infeksi
rubella dan cytomegalovirus, serta alcohol, keadaan yang
menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti
defisiensi asam folat).
KlasifikasiVeau membagi cleft menjadi 4 kategori yaitu:1. Cleft
palatum molle, terkadang bias teraba sebuah notch pada palatum
durum2. Cleft palatum molle dan palatum durum, atau disebut juga
complete cleft termasuk anterior sampai foramen incisive3. Cleft
lip dan palatum unilateral komplit4. Cleft lip dan palatum
bilateral komplit
Gambar 6. Berbagai kelainan palatoskisis
Gambar 7. Klasifikasi dari clefts yang tersering (A) Cleft hanya
pada soft palate, (B) complete cleft, (C) Unilateral palatal dan
prepalatal cleft, (D) complete bilateral cleft
Kode LAHSAL berdasarkan pada klasifikasi diagram Y disebelah
ini.Bagian-bagian yang relevan pada mulut dibagi atas 6
bagian:Right lipRight alveolusHard palateSoft palateLeft
alveolusLeft lipKode kemudian ditulis ketika melihat pasien.
Karakteristik pertama dimulai dari right lip dan terakhir pada left
lipKode LAHSAL mengindikasikan adanya celah yang komplet dengan
huruf yang capital dan celah yang inkomplet dengan huruf kecil dan
tanpa celah ditandai dengan titik.Sebagai contoh:Labiopalatoskisis
komplet bilateral LAHSALLabioskisis kanan kompletL..Celah bibir dan
alveolus kiri inkomplet.al
Gambar 8. Diagram sistem LAHSAL untuk klasifikasi celah bibir
dan/atau palatum
PatofisiologiTerjadinya palatoskisis karena terganggunya
penggabungan tiga komponen embrio palatum mulut. Celah
langit-langit juga akan terbentuk apabila pengangkatan daun-daun
palatum tertunda dari posisi vertikal ke horizontal.
Palatoskisis dapat terjadi secara unilateral atau bilateral,
anterior dan atau posterior. Kelainan tersebut termasuk celah
antara palatum primer dan sekunder, celah uvula. Pada kasus
palatoskisis yang berat septum nasal tidak bergabung dengan
daun-daun palatum kanan dan kiri.Beberapa implikasi dalam
terbentuknya palatoskisis yaitu:1. Palatum dibentuk dari prosessus
palatal dari penonjolan maksilaris2. Celah (cleft) pada palatum
menjadi lebih berat dari belakang ke depan3. Secara klasik ini
diasumsikan bahwa palatoskisis dihubungkan sebagai hasil dari
labioskisis melalui adanya labioskisis dan distorsi atau
abnormalitas dalam rahang atas primitif yang meninggi karena
labioskisis. Penjelasan sederhana ini tidak menjelaskan secara
keseluruhan mengapa celah pada palatum molle terjadi pada kasus
labioskisis ketika alveolus dan palatum durum intak dan ini lebih
mendekati kegagalan umum fusi epithelial dan konsolidasi mesenkimal
dapat dipersalahkan4. Celah submukosa pada palatum mungkin terjadi
karena tidak adekuatnya perkembangan mesenkimal yang diikuti fusi
epithelial palatum dan secara klasik tampak berupa uvula yang
bifida, tukikan pada belakang palatum durum dan suatu garis jernih
disepanjang palatum dengan misalignment pada otot-otot palatum5.
Palatum durum dan molle bersama-sama kadang-kadang membentuk
palatum sekunder
Gambar 9. Embriologi struktur fasial(a,b) dalam perkembangan
embrio, penonjolan lateral nasal dari alae dan sisi hidung,
sementara penonjolan medial nasal berasal dari segmen intermaksila,
membentuk piltrum bibir atas, palatum primer dan 4 gigi insisivus.
Penonjolan maksilaris berasal dari sisa sebagian bibir atas dan
palatum sekunder, terdiri atas palatum durum dan berhubungan dengan
denitition secara anterior da.n posterior dan palatum molle.
Berikut berbagai macam tipe celah orofasial. (c) labioskisis
unilateral; (d) labioskisis bilateral; (e) labioskisis unilateral
dan palatum primer; (f) labioskisis bilateral dan palatum primer;
(g) labiopalatoskisis unilateral komplet; (h) labiopalatoskisis
komplet bilateral; (i) celah terisolasi pada palatum sekunder; (j)
celah terisolir pada palatum molle; (k) celah submukosa pada
palatum molle
DiagnosaTerbentuknya celah pada palatum biasanya terlihat selama
pemeriksaan bayi pertama kali. Satu pengecualian adalah celah
submukosa dimana terdapat celah pada palatum, namun tertutupi oleh
garis mulut yang lembut dan kokoh.
Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal,
namun tidak terdapat screening sistemik untuk celah orofasial.
Diagnosa antenatal untuk celah bibir, baik unilateral maupun
bilateral, dapat dimungkinkan dengan menggunakan USG pada usia
gestasi 18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa
pada pemeriksaan USG antenatal. Ketika diagnosa antenatal
dipastikan, rujukan kepada ahli bedah plastik tepat dilakukan dalam
upaya untuk konseling dalam usaha menghilangkan ketakutan.
Setelah lahir, tes genetik mungkin membantu menentukan perawatan
terbaik untuk seorang anak, khususnya jika celah tersebut
dihubungkan dengan kondisi genetik. Pemeriksaan genetik juga
memberi informasi pada orangtua tentang resiko mereka untuk
mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum.
Temuan Klinis Gejala patologis pada cleft palate dapat berupa
masalah pada airway (jalan napas), kesulitan ketika makan dan
penyerapan nutrisi, perkembangan berbicara yang abnormal, infeksi
telinga yang berulang, gangguan pendengaran dan distorsi
pertumbuhan wajah. Masalah Jalan Pernapasan Bayi dengan Pierre
Robin atau kondisi lain dimana cleft palate yang diamati dalam
hubungannya dengan micrognathia atau retrognathic mandibula mungkin
dapat menjadi sangat rentan terhadap terjadinya obstruksi jalan
napas. Posisi tengkurap merupakan langkah awal dalam mengantisipasi
terjadinya obstruksi jalan napas.
Kesulitan MakanBayi dengan celah bibir saja biasanya tidak
memiliki banyak masalah ketika makan. Bagaimanapun, bayi dengan
celah bibir dan palatum dan bayi dengan celah palatum tersendiri
biasanya memiliki masalah. Celah pada atap mulut membuat bayi
kesulitan menghisap cukup susu melalui puting. Beberapa bayi juga
memiliki masalah dengan tersumbat, tersedak atau susu keluar dari
hidung ketika diberi makan. Namun, kini sudah ada dot dan botol
yang khusus dibuat untuk mempermudah pemberian makan pada bayi
dengan celah.Adanya hubungan antara cavum oris dan cavum nasi dapat
mengganggu mekanisme menghisap dan menelan yang terjadi secara
normal pada bayi dengan cleft palate, sehingga dapat terjadi
refluks partikel makanan ke cavum nasi. Meskipun anak dengan cleft
palate dapat membuat gerakan menghisap dengan mulut, namun adanya
cleft palate mencegah anak dari menghisap secara adekuat. Walaupun
demikian, secara umum mekanisme menelan masih dalam batas normal.
Oleh karena itu, jika susu atau susu formula dapat dikirim ke
bagian belakang tenggorokan anak, proses makan akan tetap berjalan
etektii. Pemberian ASI biasanya tidak berhasil kecuali jika
produksi ASI banyak.Oleh karena itu, anak-anak dengan cleft palate
mungkin perlu untuk memakai palatum buatan agar dapat membantu
mereka mendapatkan nutrisi yang adekuat sampai tindakan pembedahan
dilakukan.
Masalah PendengaranBayi dengan celah palatum lebih sering
memiliki infeksi telinga berulang dibanding anak-anak lainnya.
Masalah anatomi yang dihubungkan dengan celah dapat menambah cairan
didalam telinga tengah. Jika cairan terinfeksi, bayi menjadi demam
dan telinganya sakit. Cairan yang bertambah di dalam telinga tengah
juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran ringan sampai
sedang.
Jika diterapi dengan tepat pada masa bayi dan anak-anak,
kehilangan pendengaran tidak perlu menjadi permanen. Jika tidak
ditangani dengan baik, perkembangan berbicara mungkin dipengaruhi
oleh hilangnya pendengaran, dan kehilangan pendengaran dapat
menjadi permanen.
Semua anak dengan celah palatum seharusnya memeriksakan telinga
mereka setidaknya setahun sekali. Jika cairan di telinga
terdeteksi, selalu dapat diterapi dengan obat-obatan atau, pada
beberapa kasus, dengan prosedur bedah minor untuk mengalirkan
cairan keluar. Pada kasus yang persisten, dokter dapat memasukkan
tabung kecil kedalam gendang telinga untuk mengalirkan cairan dan
membantu mencegah infeksi. Kebanyakan anak-anak dengan celah
palatum membutuhkan tabung telinga.
Masalah BerbicaraAnak-anak dengan cleft lip atau cleft palate
dapat juga memiliki kesulitan dalam berbicara. Anak-anak ini
memiliki suara yang tidak jelas, dimana suara yang dikeluarkan
berasal dari suara hidung (sengau), dan kata-katanya mungkin sukar
untuk dimengerti. Tidak semua anak-anak memiliki masalah seperti
ini dan pembedahan mungkin dapat memperbaiki masalah ini secara
keseluruhan, untuk beberapa kasus. Untuk beberapa kasus yang lain,
seorang dokter spesialis, yang disebut speech pathologist, akan
bekerja sama dengan anak tersebut untuk mengatasi kesulitan dalam
berbicara.
Masalah GigiAnak-anak dengan celah (cleft) lebih rentan terhadap
ukuran gigi yang lebih besar dari rata-rata dan lebih sering
hilang, jumlahnya lebih, terjadi malformasi, atau terjadi perubahan
letak sehingga memerlukan perawatan gigi dan ortodontik. Selain
itu, anak-anak dengan cleft palate sering mengalami defek pada
alveolar. Alveolar adalah tulang yang berada diatas gusi sebagai
tempat melekat gigi. Suatu defek yang terjadi pada alveolus dapat
(1) menggeser atau memutar gigi permanen, (2) menghalangi munculnya
gigi permanen, dan (3) mencegah terjadinya pembentukan alveolar.
Masalah-masalah ini biasanya dapat di perbaiki dengan melakukan
tindakan bedah mulut.
Untungnya, dokter gigi umumnya dapat mengatasi masalah ini
dengan sukses. Anak biasanya akan menerima perawatan berkelanjutan
dari tim ahli, termasuk dokter gigi anak (untuk perawatan rutin),
spesialis ortodonti (untuk reposisi gigi menggunakan pesawat gigi)
dan seorang bedah mulut (untuk mereposisi segmen rahang atas, jika
dibutuhkan, dan memperbaiki celah pada gusi).
PenatalaksanaanPenanganan ini melibatkan ahli bedah plastik,
ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah timbulnya otitis media dan
kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk
fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak
tumpang-tindih tapi saling melengkapi dalam menangani penderita.Ada
tiga tahap dalam penanganan cleft orofacial, yaitu tahap sebelum
operasi, tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi. 17 Pada
tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari
keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai.
Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan
lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr %
dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai rule of ten
ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar
kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah.
Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot
dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang
optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak
atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak
cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi
cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam
posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu
melewati langit-langit yang terbelah. Tahapan selanjutnya adalah
tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal
kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya
bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah. Operasi untuk
langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 - 20 bulan
mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk
sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti
dengan tindakan speech terapi karena jika tidak, setelah operasi
suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah
terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme
kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi
juga terbelah (gnatoschisis) kelainannya menjadi
labiognatopalatoschisis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat
usia 8 - 9 tahun bekerjasama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
Selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya
tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya
dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang
tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas
operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot
khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir
sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal
untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja
sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap
terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak
sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.
1. Terapi Non-Bedaha. Intake makananIntake makanan pada
anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena
ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat
melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak
berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan bila susu
dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada
bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat
lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika
dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang
optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi
tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi
tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu
dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah
regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan
obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap
susu, atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk
mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot
lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang
yang panjang untuk mencegah aspirasi.
b. Pemeliharaan jalan nafasPernafasan dapat menjadi masalah anak
dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi (dagu pendek,
mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus
genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga
menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre
Robin Sindrom)
c. Gangguan telinga tengahOtitis media merupakan komplikasi yang
biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada anak-anak
yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering
menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang
menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat
perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran
tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami
gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama
adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah
gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.
2. Terapi PembedahanTujuan palatoplasty adalah memisahkan rongga
mulut dan hidung, membentuk katup velofaringeal yang kedap air dan
kedap udara serta memperoleh tumbuh kembang maksilofasial yang
mendekati normal. Tantangan daripada palatoplasty ini bukanlah
bagaimana menutup defek celah palatum, namun juga bagaimana
didapatkan fungsi bicara yang optimal tanpa mengganggu pertumbuhan
maksilofasial.
Waktu yang paling tepat untuk dilakukan palatoplasty masih tetap
menjadi kontroversi. Sebagian ahli bedah mendukung waktu
palatoplasty sebelum usia 18 bulan karena lebih menguntungkan
terhadap perkembangan bicara pasien, sebab proses belajar bicara
dimulai pada usia 18 bulan. Penundaan palatoplasti lebih
menguntunkan untuk perkembangan maksilofasia, namun lebih merugikan
untuk perkembangan bicara pasien. Waktu yang paling optimal belum
terbukti secara ilmiah, namun telah disepakati harus dilakukan
sebelum usia 2 tahun. Ada dua pendekatan untuk penentuan waktu
perbaikan celah langit-langit di Amerika Utara: (a) perbaikan dua
tahap dengan perbaikan palatum durum dan veloplasty pada saat
adhesi bibir atau perbaikan bibir primer dan palatum durum
diperbaiki sebelum usia 18 bulan, atau ditunda dengan penggunaan
anobturator, (b) perbaikan satu tahap dilakukan pada saat usia 11
sampai 12 bulan.a. Teknik Operasi Veau-Wardill-Kilner atau VY
Pushback PalatoplastyVelofaringeal inkompeten merupakaan keadaan
yang relatif umum pada palatoplasty, hal ini disebabkan karena
terjadinya suatu kegagalan mobilitas dari palatum lunak atau
perpanjangan palatum yang telah diperbaiki tidak adekuat untuk
mencapai dinding faringeal posterior. Teknik Veau-Wardill-Kilner
atau V-Ypush back ini merupakan modifikasi dari teknik von
Langenbeck. Bisa digunakan untuk menambah panjang palatum. Bisa
dipakai untuk celah inkomplit dari palatum durum. Teknik ini
mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum
unipedikel dengan dasarnya di sebelah anterior. Flap anterior
dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior
dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang
palatum yang diperbaiki. Keuntungan lainnya dari teknik ini adalah
reposisi dari m. levator lebih baik. Namun, modifikasi ini
melibatkan diseksi yang ekstensif atau luas. Kekurangan lain dari
operasi ini adalah tulang palatum yang dihabiskan dari
mucoperiosteal flap berefek buruk terhadap pertumbuhan midfasial
pada pasien. Selain itu, juga berisiko lebih besar terhadap fistula
pada celah komplit langit-langit karena hanya menyediakan mukosa
hidung tunggal lapisan anterior.
Pasien dalam posisi supinasi. Kepala pasien dalam posisi
hiperekstensi dengan cara menyanggah bantal di punggung sehingga
posisi palatum tampak datar. Kemudian dilakukan desinfeksi dan
pemasangan rink. Dengan menggunakan tinta pewarna, digambarkan
rencana insisi flap. Gunakan retractor untuk bibir dan lidah, buka
rahang dan menjaga endotracheal tube dari daerah operasi. Jangan
sampai menstrangulasi lidah dan membuat lidah menjadi memar. Rongga
hidung dan mulut dibersihkan dengan normal saline dan balut kecil
untuk kerongkongan dimasukan. Hard dan soft palates dan septum
nasal diinfiltrasi dengan lidocaine dan epinefrin, hindari injeksi
direk pada pedikel a. palatina mayor.
Tindakan selanjutnya adalah menginsisi menggunakan pisau no. 15
di bagian lateral pada garis yang dibuat sampai menembus
periosteum. Flap diangkat dan tulang dengan respatoriuni ke arah
medial. Dibuat irisan di tepi medial lalu mukosa dibebaskan dengan
gunting mengarah ke permukaan nasal. Kemudian dilakukan pembebasan
flap mukoperiosteal dengan mendorong ke belakang sehingga tampak
arteri palatina keluar dan foramen palatina. Perlekatan mukosa oral
di dekat foramen palatina dibebaskan dan arteri palatina mayor
menggunakan gunting yang dilakukan sampai flap dapat bergerak ke
medial tanpa tegangan. Perlu berhati-hati agar arteri palatina
mayor tidak putus. Ujung otot yang melekat padasisi posterior
tulang palatum dibebaskan dan mukosa nasal dan oral sehingga dapat
digeser sampai posterior dan otot tersebut dipertemukan di tengah.
Mukosa nasal dilepas dan perlekatannya dengan tulang palatum
menggunakan respatonium dan posterior ke arah anterior sampai
mukosa tersebut dapat bebas ke medial.
Penjahitan dimulai daridaerah uvula kemudian mukosa nasal dengan
simpul ke arah nasal. Otot dijahit dengan ujung simpul pendek.
Mukosa dijahit denganmatras horisontal dan simpulnya intraoral.
Pada palatum durum, jahitan dipertautkan ke mukosa nasal agar flap
tersebut melekat dan tidak jatuh mengikuti lidah. Sisi lateral dan
flap yang terbuka diberi surgicel atau spongostan untuk membantu
hemostasis.
Gambar 10. Veau-Wardill-Kilner atau VY pushback palatoplasty.
(A) Menandakan untuk insisi. (B) Pengangkatan oral mucoperiosteal
flaps dengan preservasi dari a. palatina mayor pada kedua sisi. (C)
Retroposisi dan perbaikan dari m. levator veli palatini (intravelar
velopasty) setelah penyelesaian dari perbaikan nasal
mucoperiosteal. (D) Gambaran akhir setelah penutupan dari oral
mucoperiosteal flaps.
KomplikasiAnak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita
flu, otitis media, tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan
gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial. Komplikasi
post operatif yang biasa timbul yakni:a. Obstruksi jalan
nafasSeperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post
operatif merupakan komplikasi yang paling penting pada periode
segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul sebagai hasil
dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan
oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura
lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas
bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada
dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang
kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari
trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna.
b. PerdarahanPerdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang
potensil terjadi. Karena kayanya darah yang diberikan pada paltum,
perdarahan intraoperatif adalah komplikasi yang mungkin terjadi.
Perlu dilakukan transfusi karena pasokan pembuluh darah yang cukup
banyak. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang
total volume darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah
hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin
sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari
oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang
bisa terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif,
area palatum yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene
atau agen hemostatik lainnya.
c. Fistel palatumFistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi
pada periode segera setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut
dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum
dapat timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah
dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-ringannya
cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan
resiko timbulnya fistula. Fistula cleft palate post operatif bisa
ditangani dengan dua cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan
gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup defek yang ada
dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk
terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke
anterior merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari fistula.
Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior yang
persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah
operasi. Saat ini, banyak centre menunggu sampai pasien menjadi
lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki
fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan
seperti flap lidah anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan
penutupan.
d. Midface abnormalitiesPenanganan Cleft palate pada beberapa
instansi telah fokus pada intervensi pembedahan terlebih dahulu.
Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan
maksilla pada beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada
usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi anterior dan
posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya yang
abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena
penyebab dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan
ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan
sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan
cleft palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa
membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I osteotomies dapat
digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang menghasilkan
suatu maloklusi dan deformitas dagu.
e. Wound expansionWound expansion juga merupakan akibat dari
ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan
berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana
pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa
membutuhkan anestesi yang terpisah.
f. Wound infectionWound infection merupakan komplikasi yang
cukup jarang terjadi karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup
besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi,
trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada
bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang
dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.
g. Malposisi PremaksilarMalposisi Premaksilar seperti kemiringan
atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.
h. Whistle deformityWhistle deformity merupakan defisiensi
vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi sepanjang garis
koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari
segmen lateral otot orbikularis.
i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibirHal ini dapat dihindari
dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang
penting lengkung.
PrognosisMeskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap
menderita gangguan bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang
bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak berbicara lambat atau
hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.BAB
IIIKESIMPULAN
Palatoplasti adalah teknik pembedahan yang dilakukan untuk
memperbaiki atau rekonstruksi palatum seseorang dengan bibir
sumbing. Tujuan utamanya adalah untuk menutup bukaan abnormal
antara hidung dan mulut agar membantu pasien dalam kemampuan
berbicara, membantu menelan, bernapas, dan perkembangan dari
struktur-struktur di wajah.
Terdapat berbagai macam teknik palatoplasti. Veau-Wardill-Kilner
atau VY Pushback Palatoplasty merupakan teknik yang sering
digunakan pada penanganan palatoskisis. Setiap teknik memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kelebihan dari teknik
ini adalah dapat memperpanjang palatum serta reposisi m. levator
yang lebih baik, namun kekurangannya adalah melibatkan diseksi yang
ekstensif ,berefek buruk terhadap pertumbuhan midfasial pada
pasien, juga berisiko lebih besar terhadap fistula pada celah
komplit langit-langit. Setiap teknik memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Pemilihan teknik dalam operasi
disesuaikan dengan kemampuan dan kenyamanan dari masing-masing ahli
bedah sehingga dapat mencapai hasil yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agrawal K. Cleft palate repair and variations. Indian Journal
of Plastic Surgery. 2009;42(3):102. 2. Tessier P (June 1976).
Anatomical classification facial, cranio-facial and latero-facial
clefts. J Maxillofac Surg 4 (2): 6992.3. Kim EK, Khang SK, Lee TJ,
Kim TG (May 2010). Clinical features of the microform cleft lip and
the ultrastructural characteristics of the orbicularis oris muscle.
Cleft Palate Craniofac. J. 47 (3): 297302.4. Yuzuriha S, Mulliken
JB (November 2008). Minor-form, microform, and mini-microform cleft
lip: anatomical features, operative techniques, and revisions.
Plast. Reconstr. Surg.122 (5): 148593.5. Tosun Z, Honuter M, Sentrk
S, Savaci N (2003). Reconstruction of microform cleft lip. Scand J
Plast Reconstr Surg Hand Surg 37 (4): 2325. 6. Tollefson TT,
Humphrey CD, Larrabee WF, Adelson RT, Karimi K, Kriet JD (2011).
The spectrum of isolated congenital nasal deformities resembling
the cleft lip nasal morphology.Arch Facial Plast Surg 13 (3):
15260.7. Thorne C, Grabb W, Smith J. Grabb and Smith's plastic
surgery. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams
& Wilkins; 2007. 8. Sloan GM (2000). Posterior pharyngeal flap
and sphincter pharyngoplasty: the state of the art. Cleft Palate
Craniofac. J. 37(2): 11222.9. Costello BJ, Edwards SP, Clemens M
(October 2008). Fetal diagnosis and treatment of
craniomaxillofacial anomalies. J. Oral Maxillofac. Surg. 66 (10):
198595.10. Dudas M, Li WY, Kim J, Yang A, Kaartinen V (2007).
Palatal fusion where do the midline cells go? A review on cleft
palate, a major human birth defect. Acta Histochem. 109 (1):
114.11. Beaty TH, Ruczinski I, Murray JC, et al. (May 2011).
Evidence for gene-environment interaction in a genome wide study of
isolated, non-syndromic cleft palate. Genet Epidemiol 35 (6):
46978. 12. Lydiatt DD, Yonkers AJ, Schall DG (November 1989). The
management of the cleft lip and palate patient. Nebr Med J 74 (11):
3258; discussion 3289.13. Leow A, Lo L. Palatoplasty: Evolution and
Controversies. Chang Gung Med J. 2008;31(4):335-45.