Top Banner
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar. Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis 1
160

Osteoporosis Finish

Oct 28, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Osteoporosis Finish

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang

ditandai pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur

tulang dan fragilitas tulang yang meningkat, sehingga resiko

fraktur menjadi lebih besar.

Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan

meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan

tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan

terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4% dan

osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun

laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan untuk mengobati

osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan dengan

mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih

dianjurkan.

1

Page 2: Osteoporosis Finish

Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis

adalah pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan

mikroarsitektur dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan

tulang rapuh dan mudah patah. Osteopenia menunjukkan bahwa

telah terjadi penurunan massa tulang.

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan

laki-laki dan merupakan problema pada wanita pascamenopause.

Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problema fraktur

tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun

fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.(1,2)

I.2. Tujuan

Penulisan refrerat ini bertujuan untuk mengetahui tentang

penyakit osteoporosis yang meliputi definisi, etiologi, faktor

risiko, patogenesis, klasifikasi, diagnosis, pemeriksaan radiologis,

pengobatan dan juga pencegahan osteoporosis.

2

Page 3: Osteoporosis Finish

BAB II

OSTEOPOROSIS

2.1. Definisi

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya

tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi,

osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang

mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau

berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan

penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan

kerapuhan tulang.(1,13,21)

Menurut WHO pada International Consensus Development

Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit

dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai

perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas

jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat

meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah

tulang.

3

Page 4: Osteoporosis Finish

Menurut National Institute of Health (NIH), 2001

Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan

tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh

meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang

merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan

kualitas tulang .

Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh.

Tulang mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik.

Bukan hanya memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh

menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan karena

berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran,

perbaikan dan pergantian sel. Untuk mempertahankan

kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses

penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua

akan dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat.

Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan mengalami

kemunduran ketika usia semakin tua.

4

Page 5: Osteoporosis Finish

Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akhil baliq

atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang,

makin tebal, dan makin padat yang akan mencapai puncaknya

pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai

terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah

diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya

usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan

terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada

osteoporosis(1,2,3,14,22).

2.2. Epidemiologi Osteoporosis

Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta

orang usia diatas 50 tahun menderita osteoporosis dan hampir 34

juta dengan penurunan massa tulang yang selanjutnya berkembang

menjadi osteoporosis. Empat dari 5 orang penderita osteoporosis

adalah wanita, tapi kira-kira 2 juta pria di Amerika Serikat

menderita osteoporosis, 14 juta mengalami penurunan massa

tulang yang menjadi risiko untuk osteoporosis. Satu dari 2 wanita

dan satu dari 4 pria diatas usia 50 tahun akan menjadi fraktur yang 5

Page 6: Osteoporosis Finish

berhubungan dengan fraktur selama hidup mereka. Di negara

berkembang seperti Cina, osteoporosis mencapai proporsi

epidemik, terjadi peningkatan 300% dalam waktu 30 tahun. Pada

tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah 16,1%.

Prevalensi di antara pria adalah 11,5%, sedangkan wanita sebesar

19,9%.

Data di Asia menunjukkan bahwa insiden fraktur lebih

rendah dibanding populasi Kaukasian. Studi juga mendapatkan

bahwa massa tulang orang Asia lebih rendah dibandingkan massa

tulang orang kulit putih Amerika, akan tetapi fraktur pada orang

Asia didapatkan lebih sedikit.

Ada variasi geografis pada insiden fraktur osteoporosis.

Osteoporosis paling sering terjadi pada populasi Asia dan

Kaukasia tetapi jarang di Afrika dan Amerika populasi kulit

hitam(2,15,18,23).

6

Page 7: Osteoporosis Finish

2.3. Anatomi

Vertebrae Lumbal

Ukuran tulang vertebrae lumbal semakin bertambah dari L1

hingga L5 seiring dengan adanya peningkatan beban yang harus

disokong. Pada bagian depan dan sampingnya, terdapat sejumlah

foramina kecil untuk suplai arteri dan drainase vena.

Pada bagian dorsal tampak sejumlah foramina yang lebih

besar dan satu atau lebih orificium yang besar untuk vena

basivertebral. Corpus vertebrae berbentuk seperti ginjal dan

berukuran besar, terdiri dari tulang cortex yang padat mengelilingi

tulang medullar yang berlubang-lubang (honeycomb-like).

Permukaan bagian atas dan bawahnya disebut dengan endplate.

End plates menebal di bagian tengah dan dilapisi oleh lempeng

tulang cartilago. Bagian tepi end plate juga menebal untuk

membentuk batas tegas, berasal dari epiphyseal plate yang berfusi

dengan corpus vertebrae pada usia 15 tahun.

Lengkung vertebrae merupakan struktur yang berbentuk

menyerupai tapal kuda, terdiri dari lamina dan pedikel. Dari

7

Page 8: Osteoporosis Finish

lengkung ini tampak tujuh tonjolan processus, sepasang prosesus

superior dan inferior, prosesus spinosus dan sepasang prosesus

tranversus. Pedikel berukuran pendek dan melekat pada setengah

bagian atas tulang vertebrae lumbal. Lamina adalah struktur datar

yang lebar, terletak di bagian medial processus spinosus.

Processus spinosus sendiri merupakan suatu struktur datar, lebar,

dan menonjol ke arah belakang lamina. Processus transversus

menonjol ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan

lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus

berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamen-ligamen yang

menempel kepadanya. Processus articular tampak menonjol dari

lamina. Permukaan processus articular superior berbentuk konkaf

dan menghadap kearah medial dan sedikit posterior. Processus

articular inferior menonjol ke arah lateral dan sedikit anterior dan

permukaannya berbentuk konveks.

8

Page 9: Osteoporosis Finish

Sendi facet disebut juga sendi zygapophyseal. merupakan

sendi yang khas. Terbentuk dari processus articular dari vertebrae

yang berdekatan untuk memberikan sifat mobilitas dan

fleksibilitas. Sendi ini merupakan true synovial joints dengan

cairan sinovial (satu processus superior dari bawah dengan satu

processus inferior dari atas). Manfaat sendi ini adalah untuk

memberikan stabilisasi pergerakan antara dua vertebrae dengan

adanya translasi dan torsi saat melakukan flexi dan extensi karena

bidang geraknya yang sagital. Sendi ini membatasi pergerakan

flexi lateral dan rotasi. Permukaan sendi facet terdiri dari cartilago

hyalin.

Pada tulang belakang lumbal, capsul sendinya tebal dan

fibrosa, meliputi bagian dorsal sendi. Capsul sendi bagian ventral

terdiri dari lanjutan ligamentum flavum.

Ruang deltoid pada sendi facet adalah ruang yang dibatasi

oleh Capsul sendi atau ligamentum flavum pada satu sisi dan

pertemuan dari tepi bulat permukaan Cartilago sendi articuler

superior dan inferior pada sisi lainnya, ruang ini diisi oleh

9

Page 10: Osteoporosis Finish

meniscus atau jaringan fibro adipose yang berupa invaginasi

rudimenter Capsul sendi yang menonjol ke dalam ruang sendi.

Fungsi meniscus ini adalah untuk mengisi kekosongan sehingga

dapat terjadi stabilitas dan distribusi beban yang merata(3,7,17,27).

Gambar 1. anatomi vertebrae

Pembuluh Darah Arteri10

Page 11: Osteoporosis Finish

Vertebra lumbal mendapatkan suplai darah langsung dari

aorta. Empat buah verterbra lumbal pertama suplai darah arterinya

berasal dari empat pasang arteri lumbal yang berasal langsung dari

bagian posterior aorta didepan corpus ke empat vertebrae tersebut.

Setiap arteri segmental atau lumbal bercabang dua sebelum

memasuki foramina sacralis. Pertama, cabang yang pendek

berpenetrasi langsung ke lumbal vertebrae. Kedua, cabang yang

panjang yang membentuk suatu jaringan padat di bagian belakang

dan tepi corpus vertebrae.

Beberapa cabang-cabang ini akan berpenetrasi di dekat

endplate, dan cabang lainnya membentuk jaringan halus diatas

ligamen longitudinal dan annulus. Arteri lumbal pada daerah

sedikit proximal dari foramen terbagi menjadi tiga cabang terminal

(anterior, posterior dan spinal). Cabang anterior memberikan

suplai kepada syaraf yang keluar dari foramen dan otot-otot batang

tubuh. Cabang spinal memasuki foramen dan akan terbagi menjadi

cabang anterior, posterior dan radicular. Cabang posterior akan

berjalan ke belakang, melewati pars interarticularis untuk berakhir

11

Page 12: Osteoporosis Finish

di dalam otot-otot spinal, tetapi sebelumnya memberikan dulu

percabangan pada sendi apophyseal dan berhubungan dengan

bagian posterior lamina. Di dalam canalis spinalis, cabang

posterior spinal membentuk jaringan halus pada permukaan

anterior lamina dan ligamentum flavum sementara cabang anterior

spinal terbagi menjadi cabang naik dan menurun, yang akan

beranastomosis dengan pembuluh yang ada diatas dan dibawahnya

membentuk sistem arcuata reguler. Sistem kiri dan kanan

dihubungkan pada setiap tingkatan dengan anastomosis transversal

yang berjalan dibawah ligamentum longitudinal posterior. Dari

anastomosis transversal, sistem arcuata dan pembuluh darah

external berjalan di bagian depan vertebra, arteri - arteri masuk ke

dalam corpus dan bergabung ke dalam saluran arterial di sentral.

Dari saluran ini, cabang-cabang akan naik dan turun menuju

akhiran permukaan tulang belakang dalam bentuk jaringan yang

halus dari pembuluh darah yang berjalan vertikal ke dalam tepi

vertebral membentuk capillary bed.

12

Page 13: Osteoporosis Finish

Lumbal lima, sacrum dan coccygeus diperdarahi oleh cabang

medial arteri superior gluteal atau hypogastric. Arteri ini akan

mengikuti kontur sacrum dan memberikan percabangannya kepada

setiap foramen sacralis anterior. Arteri ini akan memberikan suplai

pembuluh darah untuk canalis sacralis dan keluar dari foramina

sacralis posterior untuk memberikan percabangannya ke otot

punggung bawah.

13

Page 14: Osteoporosis Finish

Gambar 2. pembuluh darah vertebrae

14

Page 15: Osteoporosis Finish

Persyarafan Lumbosacral

Syaraf sinuvertebral dianggap merupakan struktur utama

syaraf sensoris yang mempersyarafi struktur tulang belakang

lumbal. Berasal dari syaraf spinal yang terbagi menjadi divisi

utama posterior dan anterior. Syaraf ini akan bergabung dengan

cabang symphatis ramus communicans dan memasuki canalis

spinalis melalui foramen intervertebral, yang membelok ke atas di

sekitar dasar pedikel menuju garis tengah pada ligamen

longitudinal posterior.

Syaraf sinuvertebral mempersyarafi ligamen longitudinal

posterior, lapisan superfisial annulus fibrosus, pembuluh darah

rongga epidural, duramater bagian anterior, tetapi tidak pada

duramater bagian posterior (duramater posterior tidak

mengandung akhiran syaraf), selubung dural yang melingkupi akar

syaraf spinal dan periosteum vertebral bagian posterior(3,7,11,16,19).

2.4. Etiologi15

Page 16: Osteoporosis Finish

Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu(3,6,20,30):

1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon

estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu

mengatur pengangkutan calsium kedalam tulang. Biasanya

gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun,

tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon

estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum

menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause.

Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3%

dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.

2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari

kekurangan calsium yang berhubungan dengan usia dan

ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang

(osteoclast) dan pembentukan tulang baru (osteoblastt). Senilis

berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.

Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70

16

Page 17: Osteoporosis Finish

tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering

kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.

3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami

osteoporosis sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain

atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal

kronis dan kelainan hormonal (terutama tyroid, paratyroid, dan

adrenal) serta obat-obatan (misalnya corticosteroid, barbiturat,

antikejang, dan hormon tyroid yang berlebihan). Pemakaian

alkohol yang berlebihan dan merokok dapat memperburuk

keadaan ini.

4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis

yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-

anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon

yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki

penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

2.5. Faktor Risiko Osteoporosis

17

Page 18: Osteoporosis Finish

Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat

dikendalikan.

Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola

hidup.

1. Aktivitas fisik

Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak

terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat

menurunnya kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan

melakukan olahraga teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih

baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat tulang).

2. Kurang calsium

Calsium penting bagi pembentukan tulang, jika calsium tubuh kurang

maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil

calsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.

Kebutuhan akan calsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang

18

Page 19: Osteoporosis Finish

didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D calsium tidak

mungkin diserap usus.

3. Merokok

Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding

bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai

kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun

lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung

dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan

penggunaan calsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis

terjadi lebih cepat.

4. Minuman keras/beralkohol

Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding

lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh

kehilangan calsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan

massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan osteoporosis.

19

Page 20: Osteoporosis Finish

5. Minuman soda

Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan cafein (caffein).

Fosfor akan mengikat calsium dan membawa calsium keluar dari

tulang, sedangkan cafein meningkatkan pembuangan calsium lewat

urin. Untuk menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi

soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi

calsium extra.

6. Stres

Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu cortisol

yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon cortisol yang

tinggi akan meningkatkan pelepasan calsium kedalam peredaran darah

dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga

meningkatkan terjadinya osteoporosis.

7. Bahan kimia

Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan

makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan

20

Page 21: Osteoporosis Finish

bermotor, dan limbah industri seperti organochlorida yang dibuang

sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh

termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan

membuat pengeroposan tulang(3,6,7,19).

2.6. Klasifikasi Osteoporosis

1. Osteoporosis Primer

a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca

menopause. Pada masa menopause, fungsi ovarium

menurun sehingga produksi hormon estrogen dan

progesteron juga menurun. Estrogen berperan dalam

proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi

tulang serta pembentukan osteoclast melalui produksi

sitokin. Ketika kadar hormon estrogen darah menurun,

proses pengeroposan tulang dan pembentukan mengalami

ketidak seimbangan. Pengeroposan tulang menjadi lebih

dominan.

21

Page 22: Osteoporosis Finish

b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis

yang biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun.

Osteopososis terjadi akibat dari kekurangan calsium

berhubungan dengan makin bertambahnya usia.

c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan

osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.

Osteoporosis ini sering menyerang wanita dan pria yang

masih dalam usia muda yang relatif jauh lebih muda.

2. Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit

tertentu yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan

gaya hidup yang tidak sehat. Faktor pencetus dominan

osteoporosis sekunder adalah sepeti di bawah ini:

a. Penyakit endokrin : tyroid, hiperparatyroid, hipogonadisme

b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi

calsium terganggu.

c. Penyakit keganasan ( kanker)

d. Konsumsi obat –obatan seprti corticosteriod

22

Page 23: Osteoporosis Finish

e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang

olahraga(3,11).

2.7. Patogenesis

-Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang

terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang

menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju

pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi

pada cortex

A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Calsium

Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang

terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang

paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta

sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan

Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti

osteoblast, osteosit dan osteoclast dan matrix tulang (98%)

terdiri dari collagen tipe I (95%) dan protein noncollagen (5%)

seperti osteocalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein

morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.

23

Page 24: Osteoporosis Finish

-Tanpa matrix tulang yang berfungsi sebagai rangka,

proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung.

Matrix tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat

anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fixasi

kristal hidroksi apatit pada serabut collagen. Matrix tulang

tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan

hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti

oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal

dan penyesuaian external sesuai dengan hukum matematika.

Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk

akan selalu mengikuti fungsi”.

24

Page 25: Osteoporosis Finish

Gambar 3. Pembentukan tulang

B. Patogenesis Osteoporosis primer

Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat,

terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga

insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal

meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi

berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel

mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan

meningkatkan kerja osteoclast, dengan demikian penurunan

kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi 25

Page 26: Osteoporosis Finish

berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoclast

meningkat.

Untuk mengatasi keseimbangan negatif calsium akibat

menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita

menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada

menopause, kadang - kadang didapatkan peningkatan kadar

calsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume

plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga

meningkatkan kadar calsium yang terikat albumin dan juga

kadar calsium dalam bentuk garam complex. Peningkatan

bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang

respirasi, sehingga terjadi relatif acydosis respiratoric.

26

Page 27: Osteoporosis Finish

Gambar 4. Patogenesis osteoporosis

C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder

Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang

spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar

58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi

ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang

meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau

menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang,

perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko

fraktur.

Defisiensi calsium dan vitamin D juga sering didapatkan

pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan calsium dan

vitamin D yang kurang, anorexia, malabsorpsi dan paparan

sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan

menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan

karboksilasi protein tulang misalnya osteocalsin. Penurunan 27

Page 28: Osteoporosis Finish

kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan

menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah

mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang

mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti

pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia,

kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar

Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.

Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen

dan testosteron membentuk complex yang inaktif.

Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan

massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan

lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, immobilisasi

lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah

resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan

orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan

kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,

gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata(6,7,8).

28

Page 29: Osteoporosis Finish

2.8. Gambaran Klinis

Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa

dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak

menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur

osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian.

Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada

vertebra, pergelangan tangan, panggul, humerus, dan tibia.

Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah

nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang.

Nyeri biasanya terjadi akibat colaps vertebra terutama pada

daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering

menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri

dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya

berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat

meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang

dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga

dapat disertai oleh distensi perut dan ileus

29

Page 30: Osteoporosis Finish

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan

osteoporosis bila didapatkan :

Patah tulang akibat trauma yang ringan.

Tubuh makin pendek, kyphosis dorsal bertambah, nyeri

tulang.

Gangguan otot (kaku dan lemah)

Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang

khas(11).

2.9. Diagnosis

Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai,

karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi

walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita

menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan

30

Page 31: Osteoporosis Finish

sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi

estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981)

yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai

baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa

mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang

menunjang terjadinya osteoporosis seperti

Tinggi badan yang makin menurun.

Obat-obatan yang diminum.

Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,

climakterium.

Jumlah kehamilan dan menyusui.

Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.

Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat

paparan matahari cukup.

Apakah sering minum susu, Asupan calsium lainnya.

Apakah sering merokok, minum alkohol

2.10. Pemeriksaan Fisik

31

Page 32: Osteoporosis Finish

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap

penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita

osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan

osteoporosis sering menunjukkan kyphosis dorsal atau gibbus

dan penurunan tinggi badan.

2.11. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah

penipisan cortex dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini

akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan

gambaran picture-frame vertebra(7,11).

2.12. Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)

Densitas massa tulang

Risiko terjatuh dan akibat kecelakaan (trauma) sulit

untuk diukur dan diperkirakan. Definisi WHO mengenai

osteoporosis menjelaskan hanya spesifik pada tulang yang

merupakan risiko terjadinya fraktur. Ini dipengaruhi oleh densitas

32

Page 33: Osteoporosis Finish

tulang. Kelompok kerja WHO menggunakan teknik ini untuk

melakukan penggolongan:

1 Normal : densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi

dibawah rata-rata wanita muda normal (T>-1)

2 Osteopenia : densitas tulang antara -1 standar deviasi dan

2,5 standar deviasi dibawah rata-rata wanita muda normal (-

2,5<T<-1)

3 Osteoporosis : densitas tulang lebih dari 2,5 standar

deviasi dibawah rata-rata wanita muda normal (T>-2,5)

Definisi ini hanya diaplikasikan pada wanita. Review

terbaru menyarankan untuk mengaplikasikannya pada pria

berdasar pada angka pria normal. Sehingga juga akan

memiliki kegunaan yang sama meskipun hal tersebut tidak dapat

diterima secara umum.

T-Skor dan Z-Skor

33

Page 34: Osteoporosis Finish

Pengukuran densitas tulang biasanya dinyatakan dengan

T-skor, dimana angka dari standar deviasi densitas tulang

pasien bervariasi dari rata-rata densitas tulang pada subyek

normal dengan jenis kelamin yang sama. Pengukuran lain dari

densitas tulang adalah Z-skor, dimana angka dari standar deviasi

densitas tulang pasien bervariasi dari rata-rata densitas tulang

pada subyek dengan umur yang sama.

Meskipun berbagai kriteria densitometrik digunakan untuk

mendefinisikan osteoporosis, kriteria yang diajukan oleh WHO,

yang berdasarkan pengukuran masa tulang, umumnya paling

banyak diterima dan digunakan(9,11,12).

34

Page 35: Osteoporosis Finish

Gambar 5. Alat densitometri RS Jakarta

Gambar 6. Hasil pemeriksaan Densitometri Regio Antebrachii

35

Page 36: Osteoporosis Finish

Gambar 7. Hasil pemeriksaan Densitometri Vertebrae Lumbal

Gambar. 8. Hasil pemeriksaan seluruh badan pada anak

36

Page 37: Osteoporosis Finish

BAB III

OSTEOPOROSIS PASCA MENOPOUSE

3.1. Definisi Menopause

Menopause menurut WHO (2005) berarti berhentinya siklus

menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami

menstruasi setiap bulan, yang disebabkan oleh jumlah folikel yang

mengalami atresia terus meningkat, sampai tidak tersedia lagi folikel,

serta dalam 12 bulan terakhir mengalami amenorea, dan bukan

disebabkan oleh keadaan patologis. Kini wanita Indonesia rata-rata

memasuki masa menopause pada usia 50 tahun. Tetapi sebagian ada

yang mengalami pada usia lebih awal atau lebih lanjut. Umur waktu

terjadinya menopause dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum,

dan pola kehidupan.

Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea

sekurang-kurangnya 12 bulan terakhir, kadar FSH > 30 mIU/ml dan

kadar E2 < 30pg/ml. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid

37

Page 38: Osteoporosis Finish

yang lebih panjang, dengan perdarahan yang berkurang. Faktor fisik

dan psikis mempengaruhi kapan terjadinya menopause. Demikian juga

dengan adanya penyakit tertentu, operasi indung telur, stres, obat-

obatan, dan gaya hidup merupakan contoh faktor yang mempengaruhi

cepat lambatnya terjadi menopause.

Menopause rupanya ada hubungannya dengan menarche.

Makin dini menarche terjadi, makin lambat menopause timbul,

sebaliknya, makin lambat menarche terjadi, makin cepat menopause

timbul. Pada abad ini umumnya nampak bahwa menarche makin dini

timbul dan menopause makin lambat terjadi, sehingga masa

reproduksi menjadi lebih panjang. Menopause yang artifisial karena

operasi atau radiasi umumnya menimbulkan keluhan yang lebih

banyak dibandingkan dengan menopause alamiah(14,24).

38

Page 39: Osteoporosis Finish

3.2.  Klasifikasi Menopause

Menopause dapat di bedakan menjadi tiga yaitu (15,22,25):

a. Menopause alami adalah akhir proses biologi yang

dialami wanita berupa penurunan produksi hormone seks

perempuan, yakni estrogen dan progesterone dari indung

telur yang biasanya terjadi di usia 48-56 tahun.

b. Menopause dini adalah menopause sebelum usia 40

tahun, kemungkinan penyebabnya adalah factor

keturunan, penyakit autoimun, dan rokok.

c. Menopause buatan terjadi akibat campur tangan medis

yang menyebabkan berkurangnya pelepasan hormon oleh

ovarium. Campur tangan ini biasa berupa pembedahan

untuk mengangkat ovarium atau untuk mengurangi aliran

darah ke ovarium serta kemoterapi atau terapi penyinaran

pada panggul untuk mengobati kanker.

3.3.  Etiologi Menopause39

Page 40: Osteoporosis Finish

Sejalan dengan pertambahan usia, ovarium menjadi kurang

tanggap terhadap rangsangan oleh LH dan FSH, yang dihasilkan oleh

hipofisis. Akibatnya ovarium melepaskan lebih sedikit estrogen dan

progesterone dan akhirnya proses ovulasi (pelepasan telur) berhenti.

Menopause dini adalah menopause yang terjadi sebelum berusia

40 tahun. Kemungkinan penyebabnya adalah factor keturunan,

penyakit autoimmun dan rokok.

Menopause buatan terjadi akibat intervensi medis yang

menyebabkan berkurangnya atau berhentinya pelepasan hormone oleh

ovarium. Intervensi ini bias merupakan pembedahan untuk

mengangkat ovrium serta kemoterapi atau radioterapi pada kanker.

Histerektomi (pengangkatan rahim) menyebabkan berakhirnya siklus

menstruasi, tetapi selama ovarium tetap ada hal tersebut tidak akan

mempengaruhi kadar hormon dan tidak menyebabkan

menopause(16,25,30).

3.4. Perubahan Metabolisme Hormonal Pada Menopause

40

Page 41: Osteoporosis Finish

Pada wanita dengan siklus haid yang normal, estrogen terbesar

adalah estradiol yang berasal dari ovarium. Di samping estradiol

terdapat pula estron yang berasal dari konversi androstenedion di

jaringan perifer. Selama siklus haid pada masa reproduksi, kadar

estradiol di dalam darah bervariasi. Pada awal fase folikuler kadar

estradiol berkisar 40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler

berkisar 60-100 pg/ml, pada akhir fase folikuler berkisar 100-400

pg/ml dan pada fase luteal berkisar 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata

estradiol selama siklus haid normal 80 pg/ml sedangkan kadar estron

berkisar antara 40-400 pg/ml.

Memasuki masa perimenopause aktivitas folikel dalam ovarium

mulai berkurang. Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum

dan berhenti memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha

merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen, sehingga terjadi

peningkatan produksi FSH. Meskipun perubahan ini mulai terjadi 3

tahun sebelum menopause, penurunan produksi estrogen oleh ovarium

baru tampak sekitar 6 bulan sebelum menopause. Terdapat pula

41

Page 42: Osteoporosis Finish

penurunan kadar hormon androgen seperti androstenedion dan

testosteron yang sulit dideteksi pada masa perimenopause.

Pada pascamenopause kadar LH dan FSH akan meningkat, FSH

biasanya akan lebih tinggi dari LH sehingga rasio FSH/ LH menjadi

lebih besar dari satu. Hal ini disebabkan oleh hilangnya mekanisme

umpan balik negatif dari steroid ovarium dan inhibin terhadap

pelepasan gonadotropin. Diagnosis menopause dapat ditegakkan bila

kadar FSH lebih dari 30 mIU/ml.

Kadar estradiol pada wanita pascamenopause lebih rendah

dibandingkan dengan wanita usia reproduksi pada setiap fase dari

siklus haidnya. Pada wanita pascamenopause estradiol dan estron

berasal dari konversi androgen adrenal di hati, ginjal, otak, kelenjar

adrenal dan jaringan adipose. Proses aromatisasi yang terjadi di perifer

berhubungan dengan berat badan wanita. Wanita yang gemuk

mempunyai kadar estrogen yang lebih tinggi dibandingkan wanita

yang kurus karena meningkatnya aromatisasi di perifer. Pada wanita

pascamenopause kadar estradiol menjadi 13-18 pg/ml dan kadar

estron 30-35 pg/ml(16,26,29).

42

Page 43: Osteoporosis Finish

3.5.  Tahapan Menopause

Pada fase reproduksi, siklus menstruasi bervariasi sampai

regular karena FSH masih normal serta terjadi peningkatan pada fase

lanjut. Fase peralihan menopause dimulai dengan meningkatnya

variabilitas siklus menstruasi yaitu lebih dari 7 hari dengan

meningkatnya FSH. Fase ini berakhir dengan berakhirnya siklus haid.

Perimenopause dini dimulai setelah 5 tahun dari menstruasi terakhir.

Sedangkan posmenopause bervariasi dari lamanya perdarahan,

43

Page 44: Osteoporosis Finish

dimulai 5 tahun setelah menstruasi terakhir dan berlangsung sampai

kematian.

Masa peralihan menopause dapat dibagi menjadi beberapa tahap:

1) Premature menopause atau menopause dini

Adalah menopause yang terjadi sebelum usia 40 tahun, baik secara

alamiah ataupun induksi oleh karena tindakan medis. Wanita dengan

premature menopause mempunyai gejala yang mirip dengan

menopause alami, seperti

Hot flashes

Gangguan emosi

Kekeringan pada vagina

Penurunan gairah seksual

Untuk beberapa wanita dengan premature menopause, keluhan

ini dialami sangat berat. Disamping itu, wanita juga cenderung

mengalami kejadian keropos tulang lebih besar dibandingkan dengan

wanita yang mengalami menopause lebih lambat. Hal inilah yang

44

Page 45: Osteoporosis Finish

meningkatkan terjadinya osteoporosis, yang merupakan faktor resiko

patah tulang.

2) Perimenopause

Perimenopause ditandai dengan terjadinya perubahan ke arah

menopause, yang berkisar antara 2-8 tahun, ditambah dengan 1 tahun

setelah menstruasi terakhir. Tidak diketahui secara pasti untuk

mengukur berapa lama fase perimenopause berlangsung. Hal ini

merupakan keadaan alamiah yang dialami seorang wanita dalam

kehidupannya yang menandai akhir dari masa reproduksi. Penurunan

fungsi indung telur selama masa perimenopause berkaitan dengan

penurunan estrogen dan progesteron serta hormon androgen.

3) Menopause

Menopause adalah perubahan alami yang dialami seorang wanita saat

siklus menstruasi terhenti. Keadaan ini sering disebut “change of

life”. Selama menopause, biasa terjadi antara usia 45-55 tahun, tubuh

wanita secara perlahan berkurang menghasilkan hormon estrogen dan

progesteron. Dikatakan menopause, jika dalam 12 bulan terakhir tidak

45

Page 46: Osteoporosis Finish

mengalami menstruasi dan tidak disebabkan oleh hal patologis. Kadar

estradiol 10-20 pg/ml yang berasal dari konversi androstenedion.

4) Postmenopause

Masa setelah mencapai menopause sampai senium yang dimulai

setelah 12 bulan amenore serta rentan terhadap osteoporosis dan

penyakit jantung.

3.6. Patofisiologi Menopause

Pada wanita menopause, hilangnya fungsi ovarium secara

bertahap akan menurunkan kemampuannya dalam menjawab

rangsangan hormon-hormon hipofisis untuk menghasilkan hormon

steroid. Saat dilahirkan wanita mempunyai kurang lebih 750.000

folikel primordial. Dengan meningkatnya usia jumlah folikel tersebut

akan semakin berkurang. Pada usia 40-44 tahun rata-rata jumlah

folikel primordial menurun sampai 8300 buah, yang disebabkan oleh

adanya proses ovulasi pada setiap siklus juga karena adanya apoptosis

yaitu proses folikel primordial yang mati dan terhenti

46

Page 47: Osteoporosis Finish

pertumbuhannya. Proses tersebut terjadi terus-menerus selama

kehidupan seorang wanita, hingga pada usia sekitar 50 tahun fungsi

ovarium menjadi sangat menurun. Apabila jumlah folikel mencapai

jumlah yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem pengaturan

hormon yang berakibat terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus

haid anovulatorik dan pada akhirnya terjadi oligomenore.

Perubahan-perubahan dalam sistem vaskularisasi ovarium

sebagai akibat proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem

pembuluh darah ovarium diperkirakan sebagai penyebab gangguan

vaskularisasi ovarium. Apabila folikel sudah tidak tersedia berarti

wanita tersebut telah memasuki masa menopause. Pada usia

menopause berat ovarium tinggal setengah sampai sepertiga dari berat

sebelumnya. Terjadinya proses penuaan dan penurunan fungsi

ovarium menyebabkan ovarium tidak mampu menjawab rangsangan

hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid(16,27).

47

Page 48: Osteoporosis Finish

3.7. Gejala klinis Menopause

A. Perubahan pola haid

a) Siklus menjadi pendek (2-7 hari) :

- Siklus memanjang - Haid tak teratur

b) Perubahan bentuk perdarahan

- Mula-mula banyak (akibat siklus anovulatoar) kemudian menjadi

sedikit

- Spotting

- Perdarahan yang banyak, lama atau perdarahan intermenstrual

B. Ketidakstabilan vasomotor

- Hot flushes - Keringat malam - Gangguan tidur

C. Gangguan psikologis/kognitive

- Depresi - Irritabilitas

- Perubahan mood - Kurang konsentrasi, pelupa.

48

Page 49: Osteoporosis Finish

D. Gangguan seksual

Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause

bervariasi dan meningkat dengan bertambahnya umur.

Berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya libido, dispareuni

dan vaginismus.

E. Gejala-gejala somatik

- Sakit kepala - Pembesaran mammae dan nyeri

- Palpitasi - Pusing

Tanda-tanda Fisik.

1. Indeks maturasi

Penilaian terhadap defisiensi estrogen vagina adalah evaluasi terhadap

indeks pematangan epitel vagina. Prosedur ini dilakukan dengan cara

pengambilan sel pada batas atas dan sepertiga tengah dinding samping 49

Page 50: Osteoporosis Finish

vagina menggunakan sikat. Dibuat slide dan dilakukan pengecatan

dengan tehnik Papanicolaou kemudian persentase dari sel parabasal,

intermediat dan superfisialis dihitung. Meskipun indeks maturasi

berubah secara bermakna setelah terapi pengganti estrogen, diagnosis

tidak dapat membandingkan indeks maturasi dengan karakteristik

siklus haid.

2. pH vagina

Beberapa peneliti mengatakan bahwa peningkatan pH vagina (6,0-7,5)

dimana tidak ditemukan bakteri patogen menjadi alasan adanya

penurunan kadar estradiol serum. Uji ini dilakukan secara langsung

dengan kertas pH pada dinding lateral vagina. Perubahan pH dapat

diakibatkan oleh berubahnya komposisi dari sekresi vagina yang

menyertai atropi.

3. Ketebalan kulit

50

Page 51: Osteoporosis Finish

Estrogen menstimulasi pertumbuhan epidermal dan promotes

pembentukan kolagen dan asam hialuronik sehingga turgor dan

vaskularisasi kulit bertambah. Selama klimakterik, berkurangnya

kadar estrogen mengakibatkan epidermis menjadi tipis dan atropi(17,29).

Uji laboratorium

a) Pengukuran FSH

Pengukuran kadar plasma FSH telah dilakukan untuk mencoba

mengidentifikasi wanita perimenopause dan postmenopause. Kadar

FSH yang tinggi menunjukkan telah terjadi menopause yang terjadi

pada ovarium. Ketika ovarium menjadi kurang responsif terhadap

stimulasi FSH dari kelenjar pituitari (produksi estrogen sedikit),

kelenjar pituitari meningkatkan produksi FSH untuk mencoba

merangsang ovarium menghasilkan estrogen lebih banyak.

Bagaimanapun, banyak klinikus dan peneliti meragukan nilai klinik

dari pengukuran FSH pada wanita perimenopause dimana kadar FSH

51

Page 52: Osteoporosis Finish

berfluktuasi considerably setiap bulan yang tergantung pada adanya

ovulasi.

b) Estradiol

Penelitian longitudinal akhir-akhir ini melaporkan bahwa wanita

dengan early perimenopause (perubahan dalam frekuensi siklus)

kadar estradiol premenopause terjaga sedangkan pada perimenopause

lanjut (tidak haid dalam 3-11 bulan sebelumnya) dan wanita

postmenopause terjadi penurunan secara bermakna dari kadar

estradiol. Estradiol dapat diukur dari plasma, urine dan saliva. Seperti

halnya FSH, kadar estradiol mempunyai variasi yang tinggi selama

perimenopause.

c) Inhibin

Inhibin A dan inhibin B disekresikan oleh ovarium dan seperti

estradiol, exert umpan balik negatif terhadap kelenjar pituitari,

menurunkan sekresi FSH dan LH. Kurangnya inhibin menyebabkan

peningkatan FSH yang terjadi pada ovarium senescence. Kadar

52

Page 53: Osteoporosis Finish

inhibin B menurun pada perimenopause sedangkan inhibin A tidak

mengalami perubahan. Inhibin A akan menurun pada saat sekitar haid

akan berhenti. Kadar inhibin biasanya diukur dari plasma. Ovarium

menghasilkan inhibin B lebih sedikit karena hanya sedikit folikel yang

menjadi matang dan sejumlah folikel berkurang karena umur(19).

3.8 Patofisiologi Osteoporosis Pasca Menopause

Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam

remodeling tulang sehingga mengakibatkan kerapuhan tulang.

Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah

dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel

osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan

penurunan massa tulang.

Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran

dengan pertumbuhan linier dan dengan aposisi dari jaringan tulang

baru pada permukaan luar korteks.

Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama : 53

Page 54: Osteoporosis Finish

1. Untuk memperbaiki kerusakan mikro di dalam tulang

rangka untuk mempertahankan kekuatan tulang rangka.

2. Untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk

mempertahankan kalsium serum.

Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang

sebagai hasil dari kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut

kalsium melibatkan resorpsi yang dimediasi-osteoklas sebagaimana

juga transpor kalsium oleh osteosit. Kebutuhan kronik kalsium

menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder, peningkatan remodeling

tulang, dan kehilangan jaringan tulang secara keseluruhan.

Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang

bersirkulasi, termasuk estrogen, androgen, vitamin D, dan hormon

paratiroid (PTH), demikian juga faktor pertumbuhan yang diproduksi

lokal seperti IGF-I dan IGF–II, transforming growth factor (TGF),

parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), ILs, prostaglandin,

dan anggota superfamili tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor

ini secara primer memodulasi kecepatan dimana tempat remodeling

baru teraktivasi, suatu proses yang menghasilkan resorpsi tulang oleh

54

Page 55: Osteoporosis Finish

osteoklas, diikuti oleh suatu periode perbaikan selama jaringan tulang

baru disintesis oleh osteoblas. Sitokin bertanggung jawab untuk

komunikasi di antara osteoblas, sel-sel sumsum tulang lain, dan

osteoklas telah diidentifikasi sebagai RANK ligan (reseptor aktivator

dari NF-kappa-B; RANKL). RANKL, anggota dari keluarga TNF,

disekresikan oleh oesteoblas dan sel-sel tertentu dari system imun.

Reseptor osteoklas untuk protein ini disebut sebagai RANK. Aktivasi

RANK oleh RANKL merupakan suatu jalur final umum dalam

perkembangan dan aktivasi osteoklas. Umpan humoral untuk

RANKL, juga disekresikan oleh osteoblas, disebut sebagai

osteoprotegerin. Modulasi perekrutan dan aktivitas osteoklas

tampaknya berkaitan dengan interaksi antara tiga faktor ini. Pengaruh

tambahan termasuk gizi (khususnya asupan kalsium) dan tingkat

aktivitas fisik.

Ekspresi RANKL diinduksi di osteoblas, sel-T teraktivasi,

fibroblas sinovial, dan sel-sel stroma sumsum tulang. Ia terikat ke

reseptor ikatan-membran RANK untuk memicu diferensiasi, aktivasi,

dan survival osteoklas. Sebaliknya ekspresi osteoproteregin (OPG)

55

Page 56: Osteoporosis Finish

diinduksi oleh faktor-faktor yang menghambat katabolisme tulang dan

memicu efek anabolik. OPG mengikat dan menetralisir RANKL,

memicu hambatan osteoklastogenesis dan menurunkan survival

osteoklas yang sebelumnya sudah ada. RANKL, aktivator reseptor

faktor inti NBF; PTH, hormon paratiroid; PGE2, prostaglandin E2;

TNF, tumor necrosis factor; LIF, leukemia inhibitory factor; TP,

thrombospondin; PDGF, platelet-derived growth factor; OPG-L,

osteoprotegerin-ligand; IL, interleukin; TGF-, transforming growth

factor.

Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh

jumlah yang seimbang jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap

konstan setelah massa puncak tulang sudah tercapai pada masa

dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan formasi

menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi.

Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan

bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda; ketidakseimbangan

ini terlebih-lebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa

tulang yang berlebih dapat disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas

56

Page 57: Osteoporosis Finish

dan atau suatu penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan rekrutmen

lokasi remodeling tulang membuat pengurangan reversibel pada

jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan jaringan

tulang dan kekuatan biomekanik tulang panjang(20,28).

3.9. Penatalaksanaan Osteoporosis Pasca Menopause

Pasien osteoporosis yang memerlukan pengobatan umumnya

telah mengalami kehilangan massa tulang yang cukup berat

sehingga pada umumnya telah mengalami satu atau beberapa kali

fraktur tulang. Dengan demikian tujuan utama pengobatan

osteoporosis simtomatik adalah mengurangi rasa nyeri dan

berusaha untuk menghambat proses resorpsi tulang sampai di

atas ambang fraktur. Jika hal ini tidak dapat dicapai dengan

regimen terapeutik yang tersedia, maka harus selalu diusahakan

agar intervensi pengobatan yang diberikan sekurang-kurangnya

dapat menahan progresi kehilangan massa tulang sehingga

fraktur yang mungkin terjadi kemudian dapat dicegah.

57

Page 58: Osteoporosis Finish

Beberapa jenis hormon dan agen farmakologi yang umum

digunakan dalam pengobatan osteoporosis saat ini akan dibahas

di bawah ini(23,27,30).

Terapi Pengganti Hormonal

1. Estrogen

Istilah terapi pengganti hormonal atau hormon replacement

therapy (HRT) digunakan untuk terapi estrogen baik secara

tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan progestogen.

Estrogen memiliki sifat anti resorptif yang kuat pada sel

tulang dan penurunan kadar estrogen pada saat menopause

merupakan penyebab utama kehilangan massa tulang pada

wanita. Bagaimana mekanisme estrogen menghambat resorpsi

tulang hingga kini masih belum dapat dijelaskan dengan pasti.

Diduga hal ini terjadi karena:

1. Estrogen menurunkan sensitivitas tulang terhadap hormon

paratyroid (PTH).58

Page 59: Osteoporosis Finish

2. Estrogen meningkatkan produksi kalsitonin.

3. Estrogen meningkatkan produksi kalsitriol.

Walaupun memiliki sifat anti resorptif yang kuat, estrogen

tidak memiliki efek stimulatif terhadap proses formasi tulang.

Dengan demikian walaupun estrogen memiliki peran penting

dalam pencegahan kehilangan massa tulang, akan tetapi estrogen

tidak dapat memperbaiki gangguan arsitektur tulang yang telah

terjadi.

Respons peningkatan massa tulang pada penggunaan HRT

bergantung pada dosis dan lamanya pemberian estrogen. Pada

umumnya pengaruh estrogen baru dapat  terlihat setelah

diberikan selama 5 tahun. Dalam pengobatan osteoporosis pasca

menopause estrogen harus diberikan selama 10 tahun atau

sampai usia 70 tahun, bergantung pada mana yang tercapai lebih

dahulu. Setelah 10 tahun HRT harus dievaluasi kembali untuk

menentukan apakah pengobatan selanjutnya akan tetap

bermanfaat dan aman untuk diteruskan. Pada wanita pasien

59

Page 60: Osteoporosis Finish

osteoporosis dengan kehilangan massa tulang yang berat,

estrogen sedapat mungkin harus diberikan seumur hidup selama

masih efektif dan tidak menimbulkan efek samping. Hal ini

disebabkan karena estrogen dapat menurunkan risiko fraktur

yang akan terus meningkat jika kehilangan massa tulang

berlangsung terus-menerus.

Efek samping estrogen meliputi retensi cairan, nyeri tekan

payudara dan sakit kepala. Efek samping ini umumnya jarang

dijumpai jika estrogen digunakan bersama progestogen. Efek

samping lainnya adalah nausea, kejang otot tungkai, dyspepsia

dan perdarahan uterus disfungsional.

2. Kombinasi Estrogen dan Progestogen

Walaupun dalam dosis yang amat tinggi progestogen dapat

menghambat resorpsi dan merangsang formasi tulang, akan tetapi

penggunaan kombinasi progestogen siklik pada HRT

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya efek samping estrogen

60

Page 61: Osteoporosis Finish

terutama perdarahan disfungsional uterus dan menekan

proliferasi atau keganasan endometrium.

Progestogen yang digunakan dalam HRT dapat

diklasifikasikan sebagai derivate 17-hidroksi progestogen seperti

medroksiprogesteron asetat serta derivate 19-nortestosteron

seperti noretisteron. Derivate 19-nortestosteron umumnya lebih

disukai untuk digunakan dalam HRT karena golongan ini

memiliki efek samping yang lebih ringan terhadap metabolisme

lipid dan fungsi hati. Efek samping progestogen sangat bervariasi

dan bergantung pada dosis, androgenisitas dan lama

penggunaannya.

Efek samping yang sering kali dijumpai pada wanita yang

menggunakan progestogen siklik adalah gangguan metabolisme

lipoprotein plasma, retensi cairan, nyeri payudara, sakit kepala,

perubahan mood dan akne vulgaris.

61

Page 62: Osteoporosis Finish

Kontra Indikasi HRT

Terdapat beberapa kontra indikasi penggunaan HRT pada

osteoporosis. Kontra indikasi ini dapat dibedakan menjadi kontra

indikasi absolut dan kontra indikasi relatif.

Kontra Indikasi Absolut

o Keganasan payudara aktif

o Keganasan endometrium aktif

o Kehamilan

o Perdarahan uterus idiopatik

o Penyakit hati berat dan aktif

Kontra Indikasi Relatif

o Hipertensi tidak terkontrol

o Migren

o Riwayat thrombosis vena

o Riwayat emboli paru

62

Page 63: Osteoporosis Finish

o Tromboflebitis superficial

o Varises

o Obesitas

o Diabetes mellitus

o Riwayat kelainan jantung iskemik

o Osteosklerosis

o Batu empedu

o Penyakit hati menahun

o Endometriosis

o Tumor fibroid

o Riwayat keganasan payudara

o Perokok berat

Pada keadaan dimana terdapat kontra indikasi absolut,

penggunaan HRT harus dihindarkan. Walaupun demikian HRT

masih dapat diberikan pada keadaan terdapatnya kontra indikasi

relatif jika pasien dapat mengerti risiko yang akan dihadapi dan

bersedia untuk mencobanya.

63

Page 64: Osteoporosis Finish

Testosteron

Testosteron merupakan hormon yang sangat penting untuk

memelihara integritas tulang pada pria sebagaimana halnya

estrogen pada wanita, karena sindroma hipogonadisme juga

dapat merupakan penyebab terjadinya osteoporosis baik pada

pria maupun pada wanita. Pada pria pasien sindroma

hipogonadisme pemberian testosteron terbukti dapat

meningkatkan massa tulang dengan merangsang proses formasi

tulang. Walaupun testosteron nyata dapat meningkatkan formasi

tulang, penggunaan testosteron pada wanita pasien osteoporosis

umumnya akan menimbulkan banyak efek samping androgenik.

Umumnya testosteron hanya digunakan pada wanita pasien

osteoporosis pasca menopause yang menunjukkan gejala

penurunan libido yang gagal diatasi dengan pemberian estrogen.

64

Page 65: Osteoporosis Finish

Steroid Anabolik

Steroid anabolik telah banyak digunakan dalam pengobatan

osteoporosis. Pemberian nandrolon dekanoat intramuscular

terbukti dapat meningkatkan massa tulang yang diduga terjadi

akibat stimulasi proses formasi tulang. Selain itu steroid anabolik

juga memiliki efek pencegahan resorpsi tulang. Karena steroid

anabolik memiliki efek samping androgenik yang tinggi,

umumnya obat ini jarang digunakan untuk wanita.

Penggunaan steroid anabolik jangka panjang juga diketahui

dapat menyebabkan gangguan fungsi hati sampai terbentuknya

keganasan hepatoselular. Karena itu penggunaan steroid anabolik

baik pada pria maupun wanita hanya dilakukan jika pasien tidak

menunjukkan perbaikan yang memuaskan dengan obat-obatan

yang lain dan sebaiknya dilakukan oleh ahli yang telah

berpengalaman

65

Page 66: Osteoporosis Finish

Terapi Non-hormonal

Selain HRT, terdapat pula terapi non-hormonal yang dapat

digunakan untuk mencegah dan memperbaiki osteoporosis. Saat

ini telah diketahui beberapa agen farmakologis yang dapat

berpengaruh pada metabolisme tulang dan memperbaiki

osteoporosis seperti kalsitonin, bifosfonat dan calsium. Obat-

obatan ini dapat mencegah atau sekurang-kurangnya dapat

menghambat kecepatan kehilangan tulang pada pasien

osteoporosis senilis maupun pasca menopause.

Kalsitonin

Peran fisiologis kalsitonin dalam mencegah resorpsi tulang

dan regulasi homeostatis calsium pada manusia masih belum

diketahui dengan jelas. Diduga kalsitonin bekerja dengan

menghambat aktivitas, lama hidup,recruitment dan pembentukan

sel osteoclast baru.

66

Page 67: Osteoporosis Finish

Kalsitonin menghambat tesorpsi tulang sehingga menurunkan

kadar calsium plasma dengan cepat sehingga menyebabkan

terjadinya hiperparatyroidisme sekunder transien. Karena itu,

untuk mencegah terjadinya respons homeostatic tersebut,

kalsitonin umumnya diberikan bersama suplementasi calsium

dan vitamin D.

Kalsitonin diduga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan

massa tulang, dengan menyebabkanuncoupling antara proses

resorpsi dan formasi tulang terutama selama masa dini

pengobatan. Kemungkinan hal ini disebabkan karena walaupun

resorpsi tulang telah terhambat akan tetapi formasi tulang masih

terus berlangsung pada lokasi resorpsi sebelumnya, sehingga

dapat diharapkan terjadinya peningkatan massa tulang.

Pengaruh kalsitonin pada osteoporosis tidak berlangsung

selamanya. Setelah tahun pertama pengaruh kalsitonin akan

menurun secara bertahap sampai akhir tahun kedua.

Berkurangnya efek kalsitonin pada penggunaan jangka panjang

67

Page 68: Osteoporosis Finish

diduga disebabkan karena terbentuknya atibodi terhadap

kalsitonin atau penurunan fungsi reseptor kalsitonin.

Kalsitonin terbukti dapat memberikan efek analgesik akibat

osteoporosis terutama pada fraktur kompresi vertebral. Efek

analgesik ini umumnya timbul segera dalam 1 atau 2 hari setelah

kalsitonin digunakan.

Efek samping kalsitonin yang paling sering dijumpai

adalah nausea yang umumnya terjadi segera setelah suntikan

diberikan. Nausea dapat diatasi dengan pemberian antiemetik

bersama kalsitonin yang keduanya diberikan pada waktu tidur.

Efek samping lainnya adalah flushing, muntah, diare dan nyeri

lokal pada lokasi suntikan.

Kalsitonin agaknya merupakan obat yang sangat aman dan

tidak berinteraksi dengan obat-obat lain yang diketahui. Selama

ini tidak terbukti bahwa kalsitonin bersifat toksik pada manusia.

68

Page 69: Osteoporosis Finish

Bifosfonat

Penggunaan bifosfonat pada pasien osteoporosis akan

menyebabkan penurunan resorpsi tulang. Hal ini sebagian

disebabkan karena bifosfonat akan terikat pada Kristal

hidroksiapatit dan mineral tulang lainnya, sehingga Kristal

tersebut menjadi lebih resisten terhadap proses hidrolisis

enzimatik. Hambatan resorpsi tulang pada penggunaan bifosfonat

juga terjadi akibat pengaruh bifosfonat pada sel osteoclast yang

dapat menyebabkan terjadinya:

Perubahan morfologi sel osteoclast.

Penurunan jumlah dan fungsi sel osteoclast.

Penurunan recruitment sel osteoclast ke arah

lokasi remodeling sehingga menurunkan kedalaman

kavitas yang terbentuk akibat erosi.

Penggunaan bifosfonat intermitten pada osteoporosis akan

menurunkan kecepatan turn over tulang dan mungkin dapat

menyebabkan terjadinya sedikit peningkatan massa tulang

terutama pada tulang trabekular. Secara klinis hal ini dapat 69

Page 70: Osteoporosis Finish

terlihat dari penurunan insidens fraktur vertebra dan peningkatan

kekuatan torsional tulang panjang pada pasien yang

menggunakan kalsitonin secara intermitten.

Pengaruh bifosfonat pada tulang dapat bertahan sampai 1

atau 2 tahun walaupun penggunaannya telah dihentikan. Belum

diketahui apakah penggunaan klodronat secara terus-menerus

akan memiliki khasiat yang lebih baik.

Efek samping bifosfonat yang paling sering dijumpai adalah

intoleransi intestinal. Hal ini dapat dicegah dengan membagi

dosis total hariannya dalam beberapa kali pemberian.

Calsium

70

Page 71: Osteoporosis Finish

Walaupun hubungan antara asupan calsium diet dan

kecepatan kehilangan massa tulang begitu jelas, akan tetapi

asupan calsium yang dalam jumlah yang dianjurkan akan dapat

meningkatkan kadar calsium plasma yang selanjutnya akan

meningkatkan sekresi kalsitonin, menurunkan kadar PTH,

kalsitriol serta menurunkan turn overdan kecepatan resorpsi

terutama pada tulang kortikal baik pada masa pra atau pasca

menopause. Pengaruh calsium akan tampak lebih jelas bila

pemberian suplementasi calsium juga disertai dengan

peningkatan aktivitas fisik.

Dengan demikian, walaupun manfaat calsium tidak sebaik

estrogen, calsium penting untuk diberikan kepada pasien yang

tidak dapat atau menolak untuk menggunakan estrogen karena

faktor umur, kontra indikasi atau efek sampingnya. Pada

osteoporosis yang telah berlangsung lama tanpa suplementasi

calsium, risiko fraktur terutama pada panggul akan meningkat

dengan bermakna setelah terjadinya fraktur yang pertama. Pada

71

Page 72: Osteoporosis Finish

pasien seperti itu suplementasi calsium sangat penting untuk

mencegah terjadinya fraktur berikutnya.

Efek samping calsium dalam dosis fisiologis seperti

meteorismus dan konstipasi umumnya jarang dijumpai dan dapat

diabaikan. Walaupun demikian, calsium sebaiknya tidak

diberikan pada pasien dengan peningkatan absorbsi calsium

intestinal, gangguan ginjal sedang atau berat, nefrolitiasis

hiperkalsiurik atau sarkoidosis.

Vitamin D dan Metabolitnya

Metabolit vitamin D, kalsitriol bekerja dengan meningkatkan

absorbsi calsium dan fosfat usus, kalsitriol juga meningkatkan

resorpsi calsium dari tulang. Selain itu, kalsitriol juga berperan

secara langsung pada sel osteoblast dalam sintesis osteocalsin

yang dibutuhkan dalam proses mineralisasi tulang melalui

regulasi pertumbuhan Kristal hidroksiapatit. Kalsitriol juga

72

Page 73: Osteoporosis Finish

diketahui dapat menurunkan sensitivitas osteoclast terhadap

PTH.

Defisiensi vitamin D akan menyebabkan terjadinya

hiperparatyroidisme sekunder yang meningkatkan turn

over tulang dan kehilangan massa tulang kortikal, menghambat

mineralisasi osteoid sehingga juga dapat menimbulkan

osteomalasia.

Pasien usila seringkali mengalami defisiensi vitamin D

ringan karena keengganan mereka untuk terpajan oleh sinar

matahari, menurunnya asupan makanan yang mengandung

vitamin D serta penurunan absorpsi intestinal vitamin D. Selain

itu pada usila, penurunan fungsi ginjal diduga menyebabkan

terjadinya hambatan sekresi enzim 1 α-hidroksilase ginjal,

sehingga terjadi hambatan pada konversi kalsitriol menjadi

kalsitriol.

Penggunaan kalsitriol sangat bermanfaat pada pasien

osteoporosis dengan malabsorpsi calsium, osteoporosis akibat

73

Page 74: Osteoporosis Finish

penggunaan corticosteroid jangka panjang, osteodistrofi ginjal

dan mungkin juga pada osteoporosis pasca menopause.

Tiasid

Tiasid telah diketahui dapat menurunkan ekskresi calsium

urin. Tiasid harus diberikan pada pasien dengan hiperkalsiuria.

Juga telah diketahui bahwa pasien usila yang menggunakan tiasid

memikiki risiko yang lebih rendah bagi terjadinya  fraktur

femoral. Suatu penelitian pada pasien hipertensi pria yang

menggunakan hidroklorotiasid juga menunjukkan peningkatan

massa tulang jika dibandingkan dengan pasien yang tidak diobati

dengan tiasid.

Pengobatan Osteoporosis Eksperimental

Saat ini sedang berjalan penelitian tentang manfaat beberapa

jenis obat dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis.

74

Page 75: Osteoporosis Finish

Beberapa obat yang masih dalam penelitian tersebut adalah

tibolon, fluorida, PTH, tamoksifen dan raloksifen.

Pendekatan Terapi Hormonal dan Farmakologis Osteoporosis

Saat ini terdapat bebagai pendekatan terapi hormonal dan

farmakologis bagi pasien osteoporosis yang telah terbukti

bermanfaat. Pada gambar 1 digambarkan pendekatan terapeutik

dari berbagai obat dan hormon yang digunakan dalam

pengobatan osteoporosis.

Terapi Pengganti Hormonal

Beberapa preparat yang umum digunakan dalam HRT adalah:

3.5. Estrogen

Estrogen terkonjugasi (Premarin, Wyeth Ayerst, tablet

0.625 mg dimulai dari ½ tablet yang kemudian

ditingkatkan secara bertahap setelah 2 atau 3 minggu

menjadi ¾ tablet sehari sampai mencapai 1 tablet/hari.75

Page 76: Osteoporosis Finish

Estradiol transdermal [Estraderm TTS, 25 (2mg), TTS

50 (4 mg) dan TTS 100 (8 mg), Ciba] dalam dosis 25

sampai 50 mg/hari yang dapat dicapai dengan

menggunakan Estraderm TTS patch 25 atau 50 setiap 3

atau 4 hari sekali.

Estradiol valerat (Progynova, Schering AG, tablet 2

mg), ½ sampai 1 tablet/hari.

Estimilestradiol (Lynoral, Organon, tablet 50 mg) ½ 

sampai 1 tablet /hari.

Dalam menentukan kecepatan peningkatan dosis, harus selalu

diperhatikan keluhan pasien. Jika peningkatan dilakukan terlalu

cepat, pasien akan mengalami nyeri pada payudara. Jika nyeri

payudara timbul, peningkatan dosis harus ditunda sementara atau

dosis diturunkan kembali ke dosis semula.

3.6. Progestogen

76

Page 77: Osteoporosis Finish

Pada wanita pasca histerektomi, estrogen dapat diberikan

secara terus-menerus, akan tetapi pada wanita yang masih

memiliki uterus umumnya estrogen diberikan bersama

progestogen. Jika progestogen dihentikan, umumnya wanita akan

mengalami withdrawal bleeding. Beberapa preparat progestogen

yang umum digunakan dalam hal ini adalah:

Noretisteron (Primolut N, Schering AG, tablet 5 mg).

Untuk perdarahan disfungsional uterus, noretisteron

diberikan dalam dosis ½ sampai 1 tablet sehari selama

3 minggu untuk kemudian dihentikan selama 1

minggu.

Medroksiprogesteron asetat (Provera, Upjohn, tablet

2,5 mg). Obat ini diberikan 2 atau 3x1 tablet selama

10, 12 atau 13 hari untuk setiap 21 atau 28 hari

estrogen.

3.7. Testosteron

77

Page 78: Osteoporosis Finish

Untuk mengatasi osteoporosis akibat sindroma

hipogonadisme, umumnya diberikan:

Ester testosteron (Sustanon, Organon, ampul 250

mg/ml), diberikan dengan suntikan intramuskular

dalam dosis 100-250 mg setiap 3 minggu.

Terapi Non-Hormonal

Agen farmakologis yang digunakan dalam pengobatan non-

hormonal pada osteoporosis adalah:

a. Steroid Anabolik

Nandrolon decanoat (Deca Durabolin, Organon, ampul

25 mg/ml). Untuk pengobatan osteoporosis umumnya

digunakan dalam dosis 50 mg setiap 2 atau 3 minggu.

b. Kalsitonin

78

Page 79: Osteoporosis Finish

Kalsitonin (Miacalcic, Sandoz, ampul 50 dan 100

IU, metered nasal spray 50 IU dan 100 IU/spray).

Dosis efektif kalsitonin SCT parenteral untuk

pengobatan osteoporosis berkisar 100 IU/hari, akan

tetapi efek analgesik SCT sudah dapat tercapai dalam

dosis yang lebih rendah. Kalsitonin umumnya

diberikan dalam dosis 50 sampai 100 mg sc/im selama

14 hari untuk kemudian dilanjutkan dengan

penggunaannasal spray 50 sampai 100 IU 3 kali

seminggu.

c. Bifosfonat

Klodronat (Ostac-Boehringer Manheim, Bonefos-

Leiras, kapsul 400 mg disodium klodronate, ampul

konsentrat untuk infuse 300 mg disodium klodronate).

Dalam pengobatan osteoporosis, dosis klodronat oral

umumnya adalah 400 mg selama 14 hari setiap 3

bulan. Pemberian klodronat harus disertai dengan

79

Page 80: Osteoporosis Finish

suplementasi calsium elemental dalam dosis 800

sampai 1200 mg/hari yang diberikan setiap hari.

d. Calsium

Calsium laktat glukonat + calsium karbonat

(Calcium, Sandaz Forte, mengandung 400 mg calsium

elemental.

Ossopan (Kenrose, mengandung 176 mg calsium

elemental). Sebagai suplemen nutrisi, calsium

elemental dalam dosis 800-1200 mg/hari umumnya

dapat menurunkan frekuensi fraktur pada wanita

dengan osteoporosis vertebral yang jelas.

e. Vitamin D

Alphacalcidol (One-Alpha, Kenrose/Leo, kapsul 0,25

mg dan 1 mg).

Rocaltrol (Kalsitriol, Roche, kapsul 0,25 dan 0,50 mg).

80

Page 81: Osteoporosis Finish

Untuk memelihara massa tulang dan mencegah fraktur pada

osteoporosis diperlukan alfakalsidol 1 mg/hari atau kalsitriol

dalam dosis antara 0.25 mg sampai 1 mg/hari yang diberikan

bersama calsium elemental 800 sampai 1200 mg/hari.

.

3.10. Pencegahan Osteoporosis

Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada

usia muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang

dapat mencegah osteoporosis, yaitu(22,26,30):

1. Asupan calsium cukup

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat

dilakukan dengan mengkonsumsi calsium yang cukup. Minum 2

gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan

kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya

tidak mendapatkan cukup calsium. Sebaiknya konsumsi calsium

setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah

1000 mg calsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per

81

Page 82: Osteoporosis Finish

hari. Kebutuhan calsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-

hari yang kaya calsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu,

keju dan kacang-kacangan.

2. Paparan sinar matahari

Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh

mengaktifkan pro vitamin D dibawah kulit yang dibutuhkan oleh

tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah

sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya

berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari

sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan

vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan

massa tulang.

3. Melakukan olahraga dengan beban

82

Page 83: Osteoporosis Finish

Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan

sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat

meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya

senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang

teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan

gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan,

kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah

melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau

olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga

untuk mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak boleh

dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah sebagai berikut:

• Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan

pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah

risiko patah tulang punggung karena ruas tulang punggung yang

lemah tidak mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan

berupa lompatan, senam aerobik.

83

Page 84: Osteoporosis Finish

• Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk

kedepan dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya

karena dapat mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga

tidak boleh melakukan sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.

• Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan

kaki kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga

meningkatkan risiko patah tulang, karena tulang panggul dalam

kondisi lemah.

Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita

osteoporosis :

• Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam

selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk

mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam)

akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.

84

Page 85: Osteoporosis Finish

• Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat

”dumbble” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan

dan bahu.

• Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

• Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat

dilakukan dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini

dapat menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak,

mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung.

Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah

latihan fisik yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang

mempunyai risiko tinggi terjadi osteoporosis dan patah tulang. Jangan

lakukan senam segera sesudah makan. Beri waktu kira-kira 1 jam

perut kosong sebelum mulai dan sesudah senam. Dianjurkan untuk

berlatih senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit dan maksimal 60

menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan secara

85

Page 86: Osteoporosis Finish

bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari

ketiga senam, hari keempat jalan kaki, hari kelima senam, hari

keenam dan hari ketujuh istirahat. Jalan kaki merupakan olahraga

yang paling mudah, murah dan aman, serta sangat bermanfaat.

Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan salah satu kaki

kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki 20-

30 menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih

cepat dari biasa, disertai ayunan lengan. Setiap latihan fisik harus

diawali dengan pemanasan untuk:

• Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan

mantap sehingga mencegah terjadinya cedera.

• Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi

sedikit.

• Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan

gerak dan Menimbulkan rasa santai.

86

Page 87: Osteoporosis Finish

Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan

kepala, bahu, siku dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian

lakukan peregangan selama kira-kira 5 menit. Latihan peregangan

akan menghasilkan selama kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan

menghasilkan kelenturan otot dan kemudahan gerakan sendi. Latihan

ini dilakukan secara berhati-hati dan bertahap, jangan sampai

menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan peregangan otot-otot

lengan, dada, punggung, tungkai atas dan bawah, serta otot-otot kaki

Latihan inti, kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak yang

bersifat ritmis atau berirama agak cepat sehingga mempunyai nilai

latihan yang bermanfaat. Utamakan gerakan, tarikan dan tekanan pada

daerah tulang yang sering mengalami osteoporosis, yaitu tulang

punggung, tulang paha, tulang panggul dan tulang pergelangan

tangan.Kemudian lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan

bantal pasir, dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam dengan

berat 300-1000 gram untuk 1 tangan, mulai dengan beban ringan

untuk pemula, dan jangan melebihi 1000 gram. Beban untuk tulang

belakang dan tungkai sudah cukup memadai dengan beban dari tubuh

87

Page 88: Osteoporosis Finish

itu sendiri. Setelah latihan inti harus dilakukan pendinginan dengan

memulai gerakan peregangan seperti awal pemanasan dan lakukan

gerakan menarik napas atau ambil napas dan buang napas secara

teratur. Jika masih memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10

menit.

Latihan ini merupakan gabungan peregangan, penguatan dan

koordinasi. Lakukan dengan lembut dan perlahan dalam posisi

nyaman, rilex dan napas yang teratur.

4. Hindari rokok dan minuman beralkohol

Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting

dalam mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu

banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang.

5. Deteksi dini osteoporosis

Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya

tidak diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam

mencegah dan mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini

88

Page 89: Osteoporosis Finish

untuk mengetahui apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum,

sehingga dari pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya.

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan

mineral tulang adalah sebagai berikut:

a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua

sinar-X berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang

belakang dan pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada

bagian tulang dan jaringan lunak yang dibandingkan dengan bagian

yang lain. Tulang yang mempunyai kepadatan tulang tertinggi hanya

mengizinkan sedikit sinar-X yang melewatinya. DEXA merupakan

metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral tulang.

DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang yang hilang tiap

tahun.

Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi

dengan dosis yang rendah tetapi lebih mahal dibandingan dengan

metode ultrasounds.

89

Page 90: Osteoporosis Finish

b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA),

merupakan hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan

tulang anggota badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat

mengukur kepadatan tulang yang berisiko patah tulang seperti tulang

belakang atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang belakang dan

pangkal paha sudah diukur maka pengukuran dengan P-DEXA tidak

diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi

sinar-X dengan dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan

konvensional dibandingkan DEXA.

c. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif

untuk menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral

tulang belakang dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar

dengan dosis yang sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang

cukup lama.

d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika

hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka

90

Page 91: Osteoporosis Finish

dianjurkan untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan

gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya

pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara

melalui udara dan sebagian lagi melalui air.

Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak

menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan

Ultrasounds tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral tulang yang

berisiko patah tulang karena osteoporosis. Penggunaan Ultrasounds

juga lebih terbatas dibandingkan DEXA.

e. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari

CT-scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu

model dari QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat

mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan

tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan

karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan

kurang akurat dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau

DPA(1,2,3,7,10,11,12).

91

Page 92: Osteoporosis Finish

BAB IV

KESIMPULAN

1. Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang

secara nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang.

2. Dua penyebab osteoporosis adalah pembentukan massa

puncak tulang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya

pengurangan massa tulang setelah menopause.

3. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik,

lingkungan dan faktur panggul.

4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder.

Osteoporosis primer adalah osteoporosis pasca menopause dan

sekunder biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.

5. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada

vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia.

6. Terapi osteoporosis memepertimbangkan 2 hal, yaitu

menghambat hilangnya massa tulang dan peningkatan massa

tulang.

92

Page 93: Osteoporosis Finish

7. Pencegahan osteoporosis adalah mengkonsumsi calsium yang

cukup, olahraga beban dan mengkonsumsi obat contohnya

estrogen.

93

Page 94: Osteoporosis Finish

DAFTAR PUSTAKA

1. Broto, R. 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan

Osteoporosis. Dexa Media No. 2 Vol 17: 47 – 57

2. Dalimartha, S, 2002. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita

Osteoporosis. Penebar Swadaya. Jakarta.

3. Djokomoeljanto R, 2003. Postmenopausal osteoporosis.

Patofisiologi dan dasar pengobatan. Simposium Osteoporosis

Postmenopausal. Semarang: p.1-12

4. Hammett, Stabler CA, 2004. Osteoporosis from

pathophysiology to treatment. In: Washington American

Assosiation for Clinical Chemistry Press.p. 1-86

94

Page 95: Osteoporosis Finish

5. Hortono, M, 2000. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis.

Puspa Swara. Jakarta.

6. Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003, Penanda Biokimia untuk

Osteoporosis.Forum Diagnosticum Prodia Diagnostics

Educational Services. No 1: hal. 1–18

7. Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

8. Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006.

Analisis KadarOsteocalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis.

Dalam Indonesian Journal of clinical pathology and medical

laboratory, Vol.12, No.2: hal 49-52

9. Tesar R, 2011. Perosi – ISCD Bone Densitometry Course For

Technologist With ISCD Certification. Editor: Tesar R, Caudill

J, Colquhon A, Krueger D. International Society for Clinical

Densitometry.

95

Page 96: Osteoporosis Finish

10.Sinnathamby, Hemanath. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan

Dan Sikap Terhadap Osteoporosis Dan Asupan Calsium Pada

Wanita Premenopause Di Kecamatan Medan Selayang Ii.

Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

11.Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. 2006. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI.

12.Wirakusmah, E.S., 2007. Mnecegah Osteoporosis Lengkar

Dengan 39 Jus dan 38 Resep. Available at url :

http://books.google.co.id/books?

id=voPEmYEwjXwC&pg=PA1&dq=osteoporosis#PPP1M1.

[Diskses 23 Juni 2013]

13.Macdonald HM NS, Campbell MK, Reid DM. Influence of

weight and weight change on bone loss in perimenopausal and

early postmenopausal Scottish women. 2005:163–71.

96

Page 97: Osteoporosis Finish

14.Haussler B GH, Gol D, Glaeske G, Pientka L, Felsenberg D.

Epidemiology, treatment and costs of osteoporosis in Germany-

the BoneEVA Study. 2007:77–84.

15.Macdonald HM NS, Golden MH, Campbell MK, Reid DM.

Nutritional associations with bone loss during the menopausal

transition: evidence of a beneficial effect of calcium, alcohol,

and fruit and vegetable nutrients and of a detrimental effect of

fatty acids. 2004:155–65.

16.The Jakarta Post. How to Avoid the brittle bone problem. 2003;

Available from: http://the jakartapost.com.

17.Ross PD. Osteoporosis frequency, consequences and risk

factors: Arch. Internal Med.; 1996; 156(13):1399-411.

97

Page 98: Osteoporosis Finish

18.Johnell. Advances in osteoporosis: Better identification of risk

factors can reduce morbidity and mortality: J. Internal Med.;

1996. 239(4): 299–304.

19.T.V. Nguyen DS, P.N. Sambrook and J.A. Eisman. Mortality

after all major types of osteoporotic fracture in men andwomen:

An observational study. 1999:878-82.

20.Buttros Dde A N-NJ, Nahas EA, Cangussu LM, Barral AB,

Kawakami MS. Risk factors for osteoporosis in postmenopausal

women from southeast Brazilian. 2011. Juni; 33(6):295-302.

21.Fatmah. Osteoporosis dan Faktor Risikonya pada Lansia Etnis

Jawa. 2008;43(2):57-67.

98

Page 99: Osteoporosis Finish

22.Tebé C DRL, Casas L, Estrada MD, Kotzeva A, Di Gregorio S,

Espallargues M. Risk factors for fragility fractures in a cohort

of Spanish women. 2011. 25(6):507-12 58

23.Lindsay R CFOIFA, Braunwald e, Kasper DL, Hauser SL,

Longo DL, Jameson JL. Osteoporosis. In: Fauci AS Be, Kasper

DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al., editor.

Harrison’s principle of internal medicine 17 ed: Mc Grow-Hill

USA; 2008. p. 2397-408.

24.Cyrus Cooper SG, Robert Lindsay. Prevention and Treatment of

Osteoporosis: a Clinician’s Guide. New York: Taylor and

Francis; 2005.

25.Age Venture News Service. 2004; Available from:

http://www.demko.com.

99

Page 100: Osteoporosis Finish

26.Journal CM. Prevalence rate of osteoporosis in the mid- aged

and elderly in selected parts of China. 2002; 115: 773-5.

27.H M. Osteoporosis pada usia lanjut tinjauan dari segi geriatri.

Rachmatullah P GM, Hirlan, Soemanto, Hadi S, Tobing ML,

editor. Semarang (Indonesia): Badan Penerbit Universitas

Diponegoro; 2007. p. 126.

28.Juliet C. Disease of Skeleton: Osteoporosis. Oxford Text Book

of Medicine; 2003. P. 36-41.

29.Setiyohadi B. Osteoporosis. In: Aru W. Sudoyo BS, Idrus Alwi,

Marcellinus Simadibrata, Siti Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. 5 ed. Jakarta: Interna Publishing; 2010. p.

2650-76.

100

Page 101: Osteoporosis Finish

30.American Association of Clinical Endocrinologist Medical

Guidelines for Clinical Practice for the Prevention and

Treatment of Post Menopausal Osteoporosis: 2001 Editio, with

selected updates for 2003. Endocr Pract .Nov-Des

2003;9(6):544-64

101