SALIN AN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2019 TENTANG PELAKSANA HARlAN DAN PELAKSANA TUGAS DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT JENDERAL OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS JENDERAL OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan struktural dan menunJang kelancaran pelaksanaan tugas serta kelangsungan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia, perlu mengatur tata cara penunjukan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam hal pejabat definitif berhalangan tetap atau berhalangan sementara; b. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan di Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia, perlu pula adanya ketentuan yang mengatur secara jelas dan tegas batasan kewenangan, tugas, serta hak-hak Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas di lingkungan Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Sekretaris Jenderal Ombudsman tentang Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas di Iingkungan Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia;
21
Embed
OMBUDSMAN · Berhalangan Sementara adalah keadaan suatu jabatan struktural yang terisi pejabat defmitif namum karena suatu hal pejabat yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SALIN AN
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2019
TENTANG
PELAKSANA HARlAN DAN PELAKSANA TUGAS
DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT JENDERAL
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SEKRETARIS JENDERAL OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan struktural dan
menunJang kelancaran pelaksanaan tugas serta
kelangsungan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
pemerintahan di lingkungan Sekretariat Jenderal
Ombudsman Republik Indonesia, perlu mengatur tata
cara penunjukan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas
dalam hal pejabat definitif berhalangan tetap atau
berhalangan sementara;
b. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam
pelaksanaan tugas dan kewenangan di Sekretariat
Jenderal Ombudsman Republik Indonesia, perlu pula
adanya ketentuan yang mengatur secara jelas dan tegas
batasan kewenangan, tugas, serta hak-hak Pelaksana
Harian dan Pelaksana Tugas di lingkungan Sekretariat
Jenderal Ombudsman Republik Indonesia;
c . bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Sekretaris Jenderal Ombudsman tentang
Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas di Iingkungan
Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia;
Mengingat
- 2-
1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139,
Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia
Nomor 4899);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5601);
4 . Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037);
5. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2009 tentang
Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia
sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 108 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2009 tentang
Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik Indonesia
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
247);
6. Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2017 ten tang
Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Sekretariat
Jenderal Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 265);
7. Peraturan Sekretaris Jenderal Ombudsman Nomor 1
Tahun 2018 ten tang Susunan Organisasi Dan Tata
Kerja Sekretariat Jenderal Ombudsman Republik
Indonesia;
Menetapkan
- 3 -
MEMUTUSKAN: PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL OMBUDSMAN
TENTANG PELAKSANA HARlAN DAN PELAKSANA TUGAS
DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT JENDERAL OMBUDSMAN
REPUBLIK INDONESIA.
BABI
KETENTUAN UMUM
Pasall
Dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Ombudsman ini yang
dimaksud dengan:
1. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan
U saha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara
serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang
sebagian yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/ atau
anggaran pendapatan belanja daerah.
2 . Aparatur Sipil Negara di lingkungan Ombudsman, yang
selanjutnya disebut Pegawai, adalah setiap Pegawai Negeri
Sipil Ombudsman yang memenuhi syarat yang telah
ditentukan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang
dan diserahi tugas-tugas di lingkungan Ombudsman dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
3. Pelaksana Harlan yang selanjutnya disingkat dengan Plh.
adalah Pegawai yang ditunjuk untuk menduduki jabatan
struktural di lingkungan Ombudsman apabila pejabat
definitifnya berhalangan sementara.
4 . Pelaksana Tugas yang selanjutnya disingkat dengan Pit.
adalah:
- 4-
a. Pegawai yang ditunjuk untuk menduduki jabatan
struktural di lingkungan Ombudsman apabila
pejabat definitifnya berhalangan tetap; atau
b. Pegawai yang memiliki kompetensi untuk
menduduki jabatan struktural di lingkungan
Ombudsman, namun belum memenuhi persyaratan
administrasi sesuai ketentuan yang berlaku, dan
ditunjuk untuk rnelaksanakan tugas pada suatu
jabatan struktural.
5. Berhalangan Tetap adalah keadaan suatu jabatan
struktural tidak terisi dan menimbulkan lowongan
jabatan, misalnya karena seorang pejabat pensiun,
meninggal dunia, pindah, berhenti, tugas kedinasan di
dalam maupun di luar negeri yang melebihi 6 (enam)
bulan, dan cuti di luar tanggungan negara.
6. Berhalangan Sementara adalah keadaan suatu jabatan
struktural yang terisi pejabat defmitif namum karena
suatu hal pejabat yang bersangkutan tidak dapat
melaksanakan tugas jabatannya, misalnya berhalangan
karena cuti tahunan, cuti besar, cuti bersalin, cuti karena
alasan penting, cuti sakit, pendidikan/pelatihan dan
tugas kedinasan di dalam maupun di luar negeri yang
tidak melebihi 6 (enam) bulan.
7. Surat Perintah adalah naskah dinas yang ditetapkan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang
ditunjuk dan berwenang kepada Pegawai/Pejabat untuk
bertindak sebagai Plh. atau Plt.
8. Kewenangan adalah hak dan kewajiban untuk
melaksanakan tugas serta menetapkan dan/ atau
melakukan keputusan dan/ atau tindakan rutin yang
menjadi wewenang jabatannya sesuru ketentuan
peraturan perundang-undangan.
9. Seleksi adalah proses penilaian terhadap satu a tau lebih
pegawai yang diusulkan untuk ditunjuk sebagai Pit.
- 5 -
BABII
RUANG LINGKUP
Pasal2
Peraturan ini berlaku di lingkungan Sekretariat Jenderal
Ombudsman.
BABIII
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasa13
Maksud dan tujuan pengaturan kewenangan Plh. dan Plt.:
a. menjadi pedoman bagi organisasi dalam melakukan
penunjukan Plh. dan Plt. sehingga proses ke:tja dapat tetap
efektif meskipun pejabat defmitif berhalangan; dan
b. menentukan batas kewenangan, tugas, dan hak yang dapat
dilaksanakan oleh Plh. dan Plt.
BABIV
MEKANISME PENUNJUKAN PLH. DAN PLT.
Pasal4
(1) Penunjukan Plh. dan Pit. sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dilakukan dengan cara:
a. dirangkap oleh pejabat atasan langsung atau atasan
tidak langsung;
b. ditunjuk pejabat yang setingkat;
c. ditunjuk pejabat satu tingkat di bawahnya; atau
d. ditunjuk pelaksana bawahannya.
(2) Selain cara penunjukan Plt. sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Plt. dapat ditunjuk dari Pegawaijpejabat yang
memiliki kompetensi untuk
struktural di lingkungan
menduduki
Sekretariat
jabatan
Jenderal
Ombudsman, namun belum memenuhi persyaratan
administrasi sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan.
- 6 -
(3) Penunjukan Plt. sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan melalui seleksi sebagai Plt. sebagaimana diatur
dalam Peraturan ini.
Pasal5
( 1) Penunjukan Plt. pejabat eselon I a tau Sekretaris Jenderal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Ketua Ombudsman.
(2) Penunjukan Plh. pejabat eselon I atau Sekretaris Jenderal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 1)
menggunakan naskah dinas dalam bentuk Surat Perintah
Sekretaris Jenderal Ombudsman.
(3) Penunjukan Plh. atau Plt. selain pejabat eselon I atau
Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat ( 1) menggunakan naskah dinas dalam bentuk
Surat Perintah.
(4) Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) sesuai format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan ini.
Pasal6
Penandatanganan Surat Perintah Penunjukan Plh. dan Plt. di
lingkungan Sekretariat Jenderal Ombudsman dilakukan
dengan ketentuan:
a. penunjukan Plh. dan Plt . Jabatan Eselon II
ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atau
KetuajWakil Ketua Ombudsman dalam hal Sekretaris
Jenderal berhalangan; dan
b. penunjukan Plh. dan Plt. Jabatan Eselon III dan eselon IV
ditandatangani oleh Pejabat Eselon II atasan Plh. dan Pit.,
atau Sekretaris Jenderal dalam hal Pejabat Eselon II
dimaksud berhalangan.
- 7 -
Pasai 7
(1) Penunjukan Pih. atau Pit. yang dirangkap oieh pejabat
atasannya, penandatanganan naskah dinas oleh pejabat
atasannya tetap menggunakan sebutan jabatan yang
menggantikannya tersebut.
(2) Penunjukan Plh. a tau Pit. yang ditunjuk dari pejabat yang
setingkat atau pejabatjpeiaksana bawahannya,
penandatanganan naskah dinas oleh pejabat yang
setingkat atau pejabat/ pelaksana bawahannya tetap
menggunakan sebutan jabatan yang digantikannya
terse but.
BABV
WEWENANG DAN HAK PLH. DAN PLT.
Bagian Kesatu
Wewenang dan Hak Plh.
Pasal8
(1) Plh. memiliki wewenang untuk melaksanakan sebagian
tugas, menetapkan keputusan, dan melakukan tindakan
rutin yang menjadi wewenang jabatan yang berhalangan
sementara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Kewenangan Pih. meliputi:
a . menetapkan cuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b . menetapkan surat penugasan pegawai; dan
c. melaksanakan tugas rutin lainnya, yang menjadi
tugas pejabat yang berhalangan sernentara.
Pasal9
( 1) Pih. tidak berwenang mengambil keputusan dan/ a tau
tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada
perubahan status hukum pada aspek organisasi,
kepegawaian, dan alokasi anggaran.
- 8 -
(2) Perubahan status hukum pada aspek organisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan
perubahan struktur organisasi.
(3) Perubahan status hukum pada aspek kepegawaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a . pengangkatan;
b. pemindahan; dan
c. pemberhentian pegawai.
(4) Plh. tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau
menetapkan keputusan yang mengikat di bidang
kepegawaian, yaitu:
a. sasaran kerja pegawai;
b. pembuatan penilaian prestasi kerja pegawai; dan
c. penjatuhan hukuman disiplin.
(5) Perubahan status hukum pada aspek alokasi anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perubahan
anggaran yang sudah ditetapkan alokasinya.
(6) Dalam hal kewenangan pejabat yang berhalangan tidak
dapat dilaksanakan oleh Plh., kewenangan tersebut
dilaksanakan oleh pejabat satu tingkat lebih tinggi dari
pejabat yang bersangkutan.
Pasal10
(1) Pegawaifpejabat yang ditunjuk sebagai Plh. tidak
mendapat tunjangan struktural padajabatan sebagai Plh.
(2) Pegawai/ pejabat yang ditunjuk sebagai Plh. dengan
jangka waktu menjabat paling sedikit selama 1 (satu)
bulan kalender, diberikan tunjangan kinerja dengan
ketentuan sebagai berikut:
a . pejabat atasan langsung atau atasan tidak langsung
yang merangkap sebagai Plh., menerima tunjangan
kinerja ditambah 20% (dua puluh per seratus) dari
tunjangan kinerja dalam jabatan sebagai Plh. yang
dirangkapnya.
b. pejabat setingkat yang merangkap sebagai Plh.
menerima tunjangan kinerja ditambah 20% (dua
- 9 -
puluh per seratus) dari tunjangan kinerja pada
jabatan definitif atau jabatan yang dirangkapnya.
c. pejabat satu tingkat di bawah pejabat definitif yang
berhalangan tetap dan/ atau berhalangan semen tara
yang merangkap sebagai Plh. menerima tunjangan
kinerja pada jabatan yang dirangkapnya dan tidak
menenma tunjangan kinerja dalam jabatan
definitifnya.
d. pelaksana bawahan dari pejabat definitif yang
berhalangan tetap dan/ a tau berhalangan semen tara,