Top Banner
1 KINERJA APARATUR PUBLIK DALAM PENINGKATAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, M.Si ABSTRAKS Judul Karya Tulis ini adalah “Kinerja Aparatur Publik dalam Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III). Latar belakang penulisan ini adalah masih adanya penilaian negative terhadap kinerja aparatur dalam memberikan pelayanan. Untuk itu rumusan masalahnya bagaimana kinerja aparatur publik meningkatkan layanan kepada masyarakat ? dan sejauhmana hubungan kinerja aparatur publik dengan budaya kerja ? dengan tujuannya untuk mendiskripsikan kinerja aparatur publik dalam meningkatkan layanan kepada masyarakat dan memaparkan hubungan kinerja aparatur publik dengan budaya kerja. Aparatur publik dalam meningkatkan layanan kepada masyarakat selalu berpijak pada prinsip-prinsip layanan publik dan penentuan standard operasional pelayanan, maka kualitas layanan yang bermutu akan diperoleh. peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat yang diberikan aparatur publik akan nampak cerdas jika menentukan strategi layanan dengan inovasi layanan yang ditetapkan berdasar pada keinginan masyarakat, senyampang keinginannya tidak bertentangan dengan peraturan perundangan di Indonesia. Hubungan antara kinerja aparatur publik dan budaya kerja sangat erat sekali jika dipandang dari kinerja itu adalah performance seseorang yang tercermin dari hasil pekerjaannya. Sedangkan budaya adalah karya dan kebiasaan yang dilakukan aparatur di tempat kerjanya yang dapat berpengaruh pada image Lembaga atau Organisasi dengan citra yang dibentuknya. Adapun rekomendasi yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: (1) kepada aparatur publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat hendaknya berdasar pada standar operasional yang telah ditetapkan dan selalu berorientasi pada pelayanan yang bermutu. (2) kepada masyarakat atau pelanggan hendaknya mengetahui prosedur layanan agar tidak terjadi praktek kecurangan layanan. Kata Kunci: Kinerja Aparatur, Pelayanan kepada Masyarakat
25

OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

Nov 08, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

1

KINERJA APARATUR PUBLIK DALAM PENINGKATAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT

(Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III)

OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, M.Si

ABSTRAKS

Judul Karya Tulis ini adalah “Kinerja Aparatur Publik dalam Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III). Latar belakang penulisan ini adalah masih adanya penilaian negative terhadap kinerja aparatur dalam memberikan pelayanan. Untuk itu rumusan masalahnya bagaimana kinerja aparatur publik meningkatkan layanan kepada masyarakat ? dan sejauhmana hubungan kinerja aparatur publik dengan budaya kerja ? dengan tujuannya untuk mendiskripsikan kinerja aparatur publik dalam meningkatkan layanan kepada masyarakat dan memaparkan hubungan kinerja aparatur publik dengan budaya kerja.

Aparatur publik dalam meningkatkan layanan kepada masyarakat selalu berpijak pada prinsip-prinsip layanan publik dan penentuan standard operasional pelayanan, maka kualitas layanan yang bermutu akan diperoleh. peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat yang diberikan aparatur publik akan nampak cerdas jika menentukan strategi layanan dengan inovasi layanan yang ditetapkan berdasar pada keinginan masyarakat, senyampang keinginannya tidak bertentangan dengan peraturan perundangan di Indonesia.

Hubungan antara kinerja aparatur publik dan budaya kerja sangat erat sekali jika dipandang dari kinerja itu adalah performance seseorang yang tercermin dari hasil pekerjaannya. Sedangkan budaya adalah karya dan kebiasaan yang dilakukan aparatur di tempat kerjanya yang dapat berpengaruh pada image Lembaga atau Organisasi dengan citra yang dibentuknya. Adapun rekomendasi yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: (1) kepada aparatur publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat hendaknya berdasar pada standar operasional yang telah ditetapkan dan selalu berorientasi pada pelayanan yang bermutu. (2) kepada masyarakat atau pelanggan hendaknya mengetahui prosedur layanan agar tidak terjadi praktek kecurangan layanan.

Kata Kunci: Kinerja Aparatur, Pelayanan kepada Masyarakat

Page 2: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi birokrasi yang telah digencarkan dalam rangka penciptaan

Pemerintahan yang baik, kiranya masih dalam proses sebagaimana proses

demokratisasi yang meluas diberbagai negara dan menggeser peran negara

lebih signifikan. Menurut Riant Nugroho (2009) kebutuhan paska

demokratisasi adalah pengembangan kebijakan yang unggul dengan

mengimplementasikan good governance. Peran rakyat yang mengemuka

dan tuntutan akuntabilitas publik serta kecenderungan untuk menempatkan

rakyat dalam posisi yang lebih signifikan, menjadi mainstream artikulasi

publik luas. Kini administrasi publik bekerja dalam sebuah entitas publik

dengan peran negara yang makin menyempit, maka memerlukan kehadiran

publik dalam artian aktor-aktor lain di luar negara menjadi lebih penting.

Aktor-aktor luar negara dapat berupa asosiasi-asosiasi mandiri dari rakyat,

kelompok-kelompok kepentingan, lembaga swadaya masyarakat, dan agen-

agen negara yang kehadirannya lebih bersifat spontan yang sering menjadi

kontrol kinerja aparatur publik dalam memberikan pelayanan pada

masyarakat.

Berdasar penelitian Derajad S.Widhyharto (2008), beberapa

persoalan PNS antara lain adalah penyelewengangan wewenang, gaji

kecil, rekrutmen yang bermasalah, dan munculnya korupsi untuk menambah

gaji. Senada dengan penelitian tersebut, Akhyar Effendi dkk (2008)

menyampaikan bahwa persoalan PNS dapat ditinjau dari tiga perspektif,

yakni perspektif sistem (aturan hukum dan kebijakan), kelembagaan dan

sumber daya manusia. Lebih lanjut Akhyar Effendi dkk (2008)

menyampaikan bahwa kualitas SDM profil PNS masih rendah kualitas dan

Page 3: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

3

mentalitasnya akibat rendahnya rasionalitas dan keterkaitan antara sub

sistem dalam managemen PNS, mulai dari perencanaan sampai

pemberhentian bahkan adanya tumpang tindih menegemen dan urusan

kepegawaian sehingga kurang efektif koordinasi antara instansi. Dari

pernyataan tersebut dapat digambarkan bahwa penilaian negative terhadap

kinerja aparatur dalam memberikan pelayanan masih perlu peningkatan

untuk hal tersebut maka penulis menyajikan karya tulis yang berjudul

“Kinerja Aparatur Publik dalam Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat

(Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan

Golongan III)

B. Identifikasi Masalah

Pembukaan UUD 1945 pada alinea Empat disebutkan “Kemudian

daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum…” Berpijak dari landasan konstitusional

tersebut menciptakan kesejahteraan umum adalah suatu keharusan. Aparatur

Publik yang dalam hal ini adalah pegawai negeri sipil (PNS) dituntut untuk

menjalankan tugas dan fungsinya memberikan layanan terbaik kepada

masyarakat sesuai dengan standar operasional prosedur. Tanggapan yang

disampaikan masyarakat atas layanan aparatur publik melekat erat dengan

kinerja dan budaya kerja dimana aparatur tersebut berada. Untuk hal ini

identifikasi masalah yang penulis kaji adalah bagaimana kinerja aparatur publik

meningkatkan layanan kepada masyarakat, perlukah dirumuskan inovasi layanan

dalam meningkatkan kepuasan pelanggan dan sejauhmana hubungan kinerja

aparatur publik dengan budaya kerja.

Page 4: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

4

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kinerja aparatur publik meningkatkan layanan kepada

masyarakat ?

2. Sejauhmana hubungan kinerja aparatur publik dengan budaya kerja ?

D. Tujuan Penelitian

Selaras dengan perumusan masalah yang telah ditetapkan, maka

penulis dapat merinci tujuan penulisan yang berkaitan dengan judul di atas

sebagai berikut:

1. Untuk mendiskripsikan kinerja aparatur publik dalam meningkatkan

layanan kepada masyarakat.

2. Untuk memaparkan hubungan kinerja aparatur publik dengan budaya

kerja

II. KERANGKA TEORITIK, TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

A.1. Teori New Public Managemen

Konsep New Public Management pada mulanya dikenalkan oleh

Cristopher Hood Tahun 1991 sebagaimana ungkapan Hughes, O.E (1998).

Bahwa munculnya New Public Managemen (NPM) di Eropa pada Tahun 1980-

1990 karena ingin meninggalkan model administrasi publik tradisional atau

model birokrasi klasik menuju pendekatan managemen modern yang lebih

fleksibel dan juga disebut sebagai “Managerialism New Public Management,

Market Based Public Administration, Post Bureaucratic Paradigm” dan

Entrepreneurial Government, namun yang lebih popular dengan sebutan New

Public Managemen, yang dikenalkan oleh Osborne dan Gaebler dengan

Page 5: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

5

Reinventing Government dan lebih memberi perhatian besar kepada

pencapaian kinerja dan akuntabilitas manajer public sehingga organisasi publik

terbuka, fleksibel, ramping efisien dan rasional.

Penetapan tujuan organisasi dan personal sangat diperlukan agar dapat

berdampak pada pengukuran atas prestasi yang dicapai melalui indikator atau

standar kinerja dan ukuran kinerja yang harus dilakukan evaluasi program

secara sistematik. Karakteristik NPM juga menekankan pada pengendalian

output dan outcome dengan menciptakan persaingan di sektor publik dan

penghematan sumber daya serta pemecahan unit kerja di sektor publik. Antara

staf dan senior secara politis lebih commit kepada pemerintah yang berfungsi

tampak berhadapan dengan pasar misalnya tender. NPM merupakan teori

manajemen publik yang beranggapan bahwa praktek managemen swasta lebih

baik daripada managemen sektor publik dan perlu diadopsi oleh organisasi

sektor publik sebagaimana mekanisme pasar dengan adanya tender

(Compulsory Competitive Tendering- CCT) dan adanya privatisasi perusahaan-

perusahaan public (Hughes, 1998, Broadbent & Guthrie, 1992) sejalan dengan

ungkapan Osborne dan Gaebler (1992) yang menyebutkan Catalytic

government; steering rather than rowing” dari NPM menjadi landasan misi

birokrasi, pemerintah dalam hal ini cenderung mengurangi fungsinya dengan

adanya privatisasi dan bentuk lain dari marketisasi. Konsep NPM

memposisikan pengguna layanan sebagai pelanggan yang harus dilayani.

A.2. Birokrasi Pelayanan Publik

Pengertian Birokrasi dikemukakan oleh M de Gournay dalam Albrow,

(1989) pada abad ke – 18, hal itu dilakukan untuk memberikan atribut terhadap

suatu penyakit yang jelas–jelas dapat merusak system pemerintahan di Perancis

yang disebut bureaumania, dalam sejarahnya pemerintah Perancis pada saat itu

Page 6: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

6

dikenal memiliki kinerja yang sangat buruk penarikan pajak yang tinggi untuk

berpesta, perilaku yang kejam kepada mereka yang kritis. Untuk menyindir

kinerja pejabat tersebut dipakei istilah bureaumania yang kemudian muncul

kata bureaucratie (Perancis) burokratie (Jerman), burocrazia (Italia) dan

bureaucracy (Inggris).

Berkaitan dengan hal tersebut menurut Michel Crozier (1964) konsep

birokrasi yang ditandaskan sebagai pemerintah oleh sebuah biro yaitu

pemerintah yang oleh sejumlah departemen diisi staf yang ditunjuk dan bukan

dipilih atau diorganisasikan secara hirarkis, sedangkan keberadaannya

tergantung kepada otoritas yang mutlak. Selain itu birokrasi juga diartikan

sebagai rasionalisasi kegiatan kolektif sebagaimana birokrasi Weber.

Adapun perspektif klasik yang diajukan oleh Sosiolog Jerman Max Weber

tentang birokrasi disebut juga dengan organisasi yang ideal meski menurut

Stephen P. Robbins (1994) model birokrasi weber lebih berupa gambaran yang

hipotesis dari pada tentang yang sebenarnya bagaimana kebanyakan organisasi

itu distruktur menurutnya sebagai berikut:

1. Pembagian kerja, dalam hal ini pekerjaan dari setiap orang dipecah-pecah

atau dibagi sampai pada pekerjaan-pekerjaan yang sederhana, rutin dan

ditetapkan dengan jelas.

2. Hierarki kewenangan yang jelas adalah sebuah struktur multi tingkat yang

formal, dengan posisi hierarki atau jabatan yang memastikan bahwa setiap

jabatan yang lebih rendah berada di bawah supervise dan control dari yang

lebih tinggi.

3. Formalisasi yang tinggi yaitu ketergantungan kepada peraturan dan

prosedur yang formal untuk memastikan adanya keseragaman dan untuk

mengatur perilaku pemegang pekerjaan.

Page 7: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

7

4. Bersifat tidak pribadi (impersonal) yakni sanksi-sanksi yang diterapkan

secara seragam dan tanpa perasaan pribadi untuk menghindari keterlibatan

dengan kepribadian individual dan preference pribadi para anggota.

5. Pengambilan keputusan mengenai penempatan pegawai yang didasarkan

atas kemampuan. Keputusan seleksi dan promosi berdasar atas kualifikasi

teknis, kemampuan dan prestasi para calon.

6. Jejak karier bagi para pegawai, hal ini dimaksudkan bagi para pegawai

untuk mengejar karier dalam sebuah organisasi dan sebagai imbalan atas

komitmen terhadap karier tersebut. Para pegawai mempunyai masa

jabatan, artinya mereka akan dipertahankan walaupun mereka kehabisan

tenaga atau kepandaiannya tidak terpakai lagi.

7. Kehidupan organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari kehidupan pribadi.

Maksudnya adalah kebutuhan dan minat pribadi dipisahkan sepenuhnya

agar keduanya tidak mencampuri sikap impersonal pada aktifitas organisasi

yang bersifat rasional.

Berkaitan dengan pernyataan tersebut di atas birokrasi tidak terlepas

dari administrasi publik, karena di dalam birokrasi terjadi hubungan antara

kepentingan manusia yang dijalankan secara rutinitas, terus menerus setiap hari

dengan adanya wewenang dan kekuasaan serta beberapa pengambilan

keputusan. Pengambilan keputusan sebuah birokrasi harus berorientasi pada

prisip pelayanan publik yaitu sesuatu kegiatan yang harus dilaksanakan oleh

penyelenggara negara sebagaimana ungkapan Riant Nugroho (2009) bahwa

tugas pelayanan publik adalah tugas memberikan pelayanan kepada umum

tanpa membeda-bedakan dan diberikan secara cuma-cuma atau sedemikian

rupa sehingga kelompok paling tidak mampu juga bisa mendapat pelayanan.

Tugas ini diemban oleh negara yang dilaksanakan melalui ekskutif.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No.

Page 8: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

8

63 Tahun 2003 sebagai penyempurnaan keputusan MENPAN No. 81 Tahun

1993 mengidentifikasikan pelayanan umum adalah pelayanan sebagai segala

bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di Pusat dan di

Daerah dan lingkungan BUMN atau BUMD dalam bentuk barang atau jasa, baik

dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

A.3. Tipologi Dan Budaya Birokrasi

Menurut Ramli Haris (2009) tipologi birokrasi dapat dilihat dari berbagai

sudut pandang, dari perspektif otoritasnya, dikenal dengan adanya birokrasi

tradisional, karismatik dan birokrasi legal-rasional. Dari perspektif derajat

keterbukaan, lebih lanjut Ramli Haris menyampaikan bahwa Lee (1971)

mengklasifikasikan ke dalam birokrasi terbuka, campuran dan tertutup. Derajad

keterbukaan birokrasi dapat dilihat dari aksesibilitas masyarakat untuk

berhubungan dengan birokrasi, luasnya pelaksanaan recruitment, kebebasan

kelompok lain untuk memasuki jajaran eselon birokrasi tingkat menengah dan

tingkat tinggi serta derajad kesediaan birokrasi untuk mendistribusikan

kekuasaannya kepada kelompok lain.

Berkaitan dengan hal birokrasi menurut Riant Nugroho (2009) konsep

awal yang mendasari gagasan moderen tentang birokrasi berasal dari tulisan-

tulisan Max Weber, seorang Sosiolog Jerman, dengan karyanya The Theory of

Social and Economic Organization yang mengetengahkan ciri-ciri pokok dari

birokrasi idial sebagai berikut:

1. Para anggotanya (staf) secara pribadi bebas dan hanya melakukan tugas-

tugas impersonal dari jabat-jabatannya.

2. Ada hirarki jabatan yang jelas.

Page 9: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

9

3. Fungsi-fungsi jabatan diperinci dengan jelas.

4. Para pejabat diangkat berdasarkan kontrak.

5. Mereka diseleksi berdasarkan atas kualifikasi profesional yang secara ideal

diperkuat dengan diploma yang diperoleh melalui ujian.

6. Mereka digaji dengan uang dan mendapat pensiun.

7. Pekerjaan pejabat adalah pekerjaan yang satu-satunya.

8. Ada struktur karier dan kenaikan pangkat yang mungkin baik melalui

senioritas maupun pretasi dan sesuai dengan penilaian para atasan.

9. Pejabat tidak boleh mengambil kedudukannya sebagai miliknya pribadi begitu

pula sumber yang menyertai kedudukannya itu.

10. Pejabat tunduk pada pengendalian dan system disipliner.

Birokrasi dengan ciri-ciri tersebut di atas adalah birokrasi yang dapat

meningkatkan efisiensi organisasi untuk itulah hal demikian di sebut

birorasionalitas dan biroefisiensi yang tidak efisien disebut pemborosan atau

biropatologi. Menurut Yates (1982) model dominan birokrasi pemerintah itu ada

dua yaitu: demokrasi pluralis (pluralist democracy) dan Efisiensi administratif

(administrative efficiency). Pembagiannya untuk pluralis demokrasi adalah: (1)

adanya beraneka ragam kepentingan kelompok dan proses politik yang saling

bersaing, (2) pemerintah harus memberi tawaran kepada beraneka ragam

kelompok tersebut untuk mendapatkan butir-butir masalah dan sarana

partisipasi, (3) pemerintah harus memiliki pusat-pusat kekuasaan yang banyak

dan menyebar baik vertikal maupun horizontal untuk menjamin persaingan

ambisi dan menghasilkan perimbangan kekuasaan, (4) pemerintah dan politik

lebih baik difahami sebagai persaingan diantara kepentingan-kepentingan

minoritas, (5) dalam proses pengambilan keputusan dimungkinkan bahwa

kelompok yang aktif dan sah dari penduduk membuat mereka mendengar secara

efektif, (6) persaingan antara lembaga pemerintah dan kelompok-kelompok

Page 10: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

10

kepentingan diharapkan tidak adanya tawar menawar kompromi dan

menghasilkan keseimbangan kekuasaan umum di masyarakat.

B. Temuan Dan Pembahasan

B.1. Kinerja Aparatur Publik Dalam Meningkatkan Layanan Kepada Masyarakat

Kinerja pelayanna publik pada umumnya adalah dapat memuaskan

masyarakat tanpa memandang apapun. Untuk itu dalam penyelenggaraan

pelayanan publik dituntut kualitas prima yang tercermin dari prinsip-prinsip

pelayanan publik sebagaimana Sutopo dan Adi Suryanto (2006) menyebutkan

antara lain:

1. Kesederhanaan, prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah

difahami dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan yang dalam hal ini jelas untuk hal berikut:

a. Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik.

b. Unit kerja/ pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam

memberikan pelayanan.

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

3. Kepastian waktu, pelaksanaan pelayanan publik dengan menentukan

kepastian waktu penyelesaian.

4. Akurasi yaitu produk pelayanan publik yang diterima dengan benar, tepat

dan sah.

5. Keamanan, proses dan produk pelayanan memberi rasa aman dan

kepastian hukum.

6. Tanggungjawab adalah pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau

pejabat yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan.

7. Kelengkapan sarana dan prasarana menyangkut kelengkapan sarana dan

prasarana yang memadai.

Page 11: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

11

8. Kemudahan akses, tempat dan lokasi sarana pelayanan yang mudah

dijangkau.

9. Kedisiplinan, keramahan dan kesopanan dalam hal ini pemberi pelayanan

harus bersikap disiplin, ramah dan santun.

10. Kenyamanan yaitu lingkungan pelayanan yang tertib, nyaman, bersih dan

rapi.

Lebih lanjut Ratminto dan Atik Winarsih (2007) mengatakan

bahwa penyelenggaraan pelayanana publik dituntut dengan kualitas

pelayanan prima sebagai berikut:

1. Transparansi yaitu pelayanan bersifat terbuka, mudah diakses dan

disediakan secara memadai dan mudah untuk dimengerti.

2. Akuntabilitas yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-udangan yang ditetapkan.

3. Kondisional yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan

kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang

pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

4. Partisipatif yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta

masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan

memperhatikan aspirasi masyarakat.

5. Persamaan hak yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban yaitu pelayanan yang

mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima

pelayanan publik.

Teori New Publik Management sebagai cara untuk mengelola

organisasi sektor publik yang menjadi tuntutan masyarakat agar sektor publik

menghasilkan produk barang atau jasa yang berkualitas tinggi atau sama

Page 12: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

12

dengan yang dihasilkan sektor swasta. Pada intinya organisasi publik perlu

belajar pada organisasi privat dan bisnis. Tapi bagi yang menolak atau kontra

terhadap teori tersebut beralasan bahwa praktek managemen sektor swasta

tidak selamanya baik dan jika diadopsi berarti mengadopsi keburukan sektor

swasta kesektor publik, NPM bertentangan dengan prinsip demokrasi juga

model lama dengan standar etika yang tinggi dan sebagai kapitalisme yang

masuk pada sektor publik, NPM dianggapnya sebagai swasta sentries.

Pelayanan publik tidak selamanya bisa dikatakan bahwa publik adalah

konsumen akan tetapi publik adalah warga negara yang berhak

mendapatkan pelayanan dari pemerintah dan mempunyai wewenang untuk

memberikan pelayanan, sedangkan pelayanan prima dalam swasta terjadi

jika ada transaksi jual beli dan tawar menawar harga.

New Publik Management sebagai reformasi total sektor publik pada

dasarnya tidak hanya di Negara maju saja tapi juga pada Negara

berkembang yang dipengaruhi oleh Inggris, Amerika Serikat, Kanada, New

Zealand dan juga dipengaruhi oleh peran World Bank, UNDP dan IMF.

Selain itu NPM tergantung pada factor kontingensi local (localized

contingency) faktor korupsi dan lemahnya administrasi sangat berpengaruh

pada kinerja pemerintah tetapi localized contingency lebih besar menentukan

berhasil dan gagalnya upaya reformasi. Berkaitan dengan hal tersebut karya

David Osborne dan Ted Gaebler yang berjudul “Reinventing Government”

(1992) sebagaimana yang dikutip oleh Wayne Persons (2006) bahwa

Reinventing Government sangat berpengaruh dalam reformasi pemerintahan

dan mendesak agar pemerintah ditata ulang (reinvented) dengan semangat

entrepreneurship lebih terdesntralisasi dan lebih responsif pada bentuk

organisasi public, adapun 10 prinsip penataan ulang pemerintahan

(reinventing government) adalah: (1) pemerintah harus lebih banyak menata

Page 13: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

13

daripada berdebat, (2) pembuatan kebijakan harus mengedepankan

pemberdayaan komunitas, bukan sekedar memberikan pelayanan, (3)

pemerintah mendorong kompetisi dalam memberikan pelayanan bukan

monopoli (4) organisasi publik harus digerakkan oleh sense of mission dari

pada aturan, (5) pendanaan harus difokuskan pada hasil daripada input, (6)

organisasi publik harus berkonsentrasi bukan hanya pada pengembangan

tapi pada pemasukan juga, (7) kebutuhan masyarakat harus menjadi

prioritas, bukan kebutuhan birokrat, (8) lebih baik mencegah daripada

mengobati, (9) otoritas harus didesentralisasikan, (10) pemecahan problem

dengan melibatkan pasar bukan hanya dengan menciptakan program publik

semata.

Pengadopsian terhadap NPM dari Barat ke Negara-negara

berkembang sangat bervariasi sebagaimana Malaysia yang menerapkan

Total Qualiy Management (TQM) yang sukses dalam penerapannya namun

tidak untuk Bangladesh dan beberapa negara di Afrika yang banyak

mengalami kegagalan dalam implementasinya. Adapun beberapa

permasalahan yang timbul dalam penerapan NPM di Negara-negara

berkembang antara lain; (1) NPM didasarkan pada penerapan prinsip

mekanisme pasar atas kebijakan publik dan managemennya terkait dengan

pengurangan peran pemerintah yang digantikan oleh pengembangan pasar

yakni dari pendekatan pemerintah sentries (state centered) menjadi pasar

sentries (market centered approach) negara berkembang pengalaman

pasarnya masih sangat sedikit dan lebih dikuasai oleh perusahaan asing dan

bukan perusahaan local. Sementara itu pasar di Negara berkembang tidak

efektif karena tidak ada kepastian hukum. (2) karena pasar di Negara

berkembang belum kuat maka privatisasi akan dipegang oleh perusahaan

asing atau kalangan tertentu yang bisa membahayakan karena memunculkan

Page 14: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

14

keretakan sosial (3) sistem mekanisme birokrasi yang berubah menjadi

sistem mekanisme pasar, jika tidak dilakukan secara hati-hati bisa

menumbuhkembangkan korupsi. (4) lemahnya penegakan hukum, Sumber

Daya Manusia dan kapabilitas warga negara bukan pelanggan.

Pernyataan tersebut di atas juga dikenal dengan New Public

Management, paradigma ini menganggap bahwa paradima terdahulu tidak

mampu menyelesaikan masalah dalam memberikan pelayanan. Adapun

dalam New Public Management terdiri dari 7 komponen sebagai berikut :

1. Pemanfaatan managemen professional dalam sektor publik.

2. Adanya standard kinerja dan ukuran kinerja.

3. Penekanan yang lebih besar pada control out put.

4. Pergeseran perhatian kepada unit yang lebih kecil.

5. Pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi.

6. Penekanan gaya sektor swasta pada praktek management.

7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam

penggunaan Sumber Daya.

Dalam teori NPM tersebut terdapat standard dan ukuran kinerja

sedangkan layanan kepada masyarakat dituntut untuk memberi

pelayanan yang bermutu. Adapun pelayanan dikatakan bermutu

apabila memenuhi beberapa dimensi, baik waktu, kualitas, biaya

maupun moral. Untuk mengetahui bahwa pelayanan itu bermutu

dengan standard ukuran yang telah ditetapkan, dimensi waktu yang

menjadi salah satu ukuran adalah bagaimana aparat birokrasi dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya dalam memberi pelayanan kepada

para pelanggan memastikan kapan dan berapa waktu yang dibutuhkan

dalam pemberian pelayanan tersebut. Untuk itu perlu adanya

Page 15: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

15

perencanaan dalam membuat agenda kerja. Sedangkan perencanaan

itu menurut Tjokroamidjojo (1994) suatu proses untuk mempersiapkan

secara sistematis kegiatan yang dilakukan dalam mencapai tujuan

tertentu. Perencanaan dalam sebuah organisasi adalah pendahuluan

yang harus dilakukan, sebelum kegiatan pokok dilaksanakan.

Perencanaan diperlukan karena adanya keterbatasan sumber daya

dan sumber dana agar tidak menyulitkan dalam menentukan suatu

kegiatan.

B.2. Hubungan Kinerja Aparatur Publik Dengan Budaya Kerja

Budaya kerja adalah pola tingkah laku dan nilai yang disepakati

karyawan dalam menjalankan tugas, karier, dan promosi. Sedangkan menurut

Budi Paramita dalam Taliziduhu Ndraha (2005) budaya kerja dibagi dua yaitu: (1)

sikap terhadap pekerjaan yang ditunjukkan dengan suka pada pekerjaan

daripada santai dan semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan

pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk

kelangsungan hidupnya, (2) perilaku pada saat bekerja seperti rajin, berdedikasi,

bertanggungjawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk

mempelajari tugas dan kewajibannya dan suka membantu sesama karyawan

atau sebaliknya.

Mentalitas aparatur birokrasi di Indonesia belum menampakkan indikasi

perwujudan nyata dalam nilai-nilai demokrasi sistem pemerintahan yang

menjunjung nilai-nilai kesejajaran yang digerakkan visi dan misi, Mereka belum

menunjukkan tanda-tanda perwujudan aksinya. Kesulitan menterjemahkan

kerangka baru atau aturan dalam aktivitasnya ini dikarenakan rule driven

penggeraknya belum berubah secara total. Kenyataan ini melahirkan dilema

dalam pengimplementasiannya. Fenomena yang dialami aparat pemerintah

Page 16: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

16

dalam menjalankan tugasnya disamping sangat rendahnya motivasi, kemauan

kerja serta inisiatip aparat birokrasi, karena berbagai keterbatasan yang

dimilikinya. Survey Pelayanan Publik Tahun 2001 pada 3 (tiga) tempat sebagai

sample wilayah Indonesia yaitu Sulawsi Selatan, Sumatra Barat dan Yogyakarta

oleh PSKK UGM (Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan), terlihat 59%

responden penggunaan jasa pelayanan publik menyatakan kinerja pelayanan

publik adalah buruk. Kesimpulan dari penelitian tersebut mengatakan bahwa hal

itu terjadi karena pelayanan publik masih dilaksanakan dan digerakkan oleh

peraturan (rule driven) serta anggaran, dan bukan oleh misi.

Sejak era orde baru telah berkembang berbagai variasi dari birokrasi di

Indonesia. Paradigma birokrasi klasik misalnya, memandang aparat sebagai

faktor produksi (model “economic man”) yang dapat dimanipulasi. Evaluasi

merupakan alat untuk menentukan jenis manipulasi yang pantas diberikan

(model “tell and sell”) baik berupa insentif maupun hukuman. Sedangkan

paradigma human relations melihat aparat sebagai makhluk sosial (model “social

man”) yang kebutuhan sosialnya perlu dipenuhi, sehingga evaluasi kinerja

merupakan alat untuk mendengarkan keluhan mereka (model “tell and listen”).

Disamping itu, paradigma Sumber Daya Manusia memandang aparat sebagai

Sumber Daya (model “human resources”) yang harus dikembangkan untuk

meningkatkan martabatnya sekaligus pencapaian tujuan organisasi. Dalam hal

ini kegiatan evaluasi kinerja bertujuan untuk memecahkan masalah (model

“problem-solving”) baik menyangkut perbaikan metode dan teknik yang

digunakan dan optimalisasi hasil yang dicapai. Di era Reformasi berkembang

paradigma manajemen publik baru (lihat Hughes, 1994) dengan mengoreksi

paradigma terdahulu yang kurang efektif dalam memecahkan masalah,

memberikan pelayanan publik, termasuk membangun masyarakat.

Page 17: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

17

Gerakan “reinventing government” atau “post-bureaucratic management”

merupakan wujud nyata dari paradigma tersebut. managemen publik baru ini

telah mengalami berbagai perubahan orientasi atau model, seperti model

pertama adalah “the efficiency drive”, model kedua adalah “downsizing and

decentralization”, model ketiga yaitu “in search of excellence” dan model terakhir

yaitu “public service orientation”. Pada model terakhir menekankan pada kualitas,

misi, dan nilai-nilai yang hendak dicapai organisasi publik, perhatian yang lebih

besar kepada aspirasi, kebutuhan, dan partisipasi user dan warga masyarakat,

memberikan otoritas yang lebih tinggi kepada pejabat yang dipilih masyarakat,

termasuk wakil-wakil mereka, menekankan “societal learning” dalam pemberian

pelayanan publik, dan penekanan pada evaluasi kinerja secara

berkesinambungan, partisipasi masyarakat dan akuntabilitas.

Banyak contoh yang dapat diidentifikasi yakni: (1) pelayanan bidang

pendidikan, 2) kesehatan, (3) transportasi, (4) fasilitas sosial, dan berbagai

pelayanan di bidang jasa yang dikelola pemerintah tidak memuaskan kebutuhan

masyarakat, bahkan kalah bersaing dengan pelayanan yang dikelola oleh pihak

swasta. Dikemukakan oleh Norman Flyn (1990) pelayanan publik yang dikelola

pemerintah secara hierarkis cenderung bercirikan over bureaucratic, bloated,

wasteful, dan under performing. Selama ini terdapat kecenderungan bahwa

penentuan kualitas pelayanan publik adalah sangat ditentukan oleh pemerintah

atau lembaga yang memberikan pelayanan (provider), bukan ditentukan secara

bersama-sama antara provider dengan user, customer, client, atau citizen

sebagai komunitas masyarakat pengguna jasa pelayanan dan pencerminan

demokrasi dalam kemandirian. Padahal pelayanan yang diberikan seharusnya

mencerminkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana diungkapkan oleh Burns,

Hambleton, dan Hogget (1994 : xiv) :

Page 18: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

18

“It suggests that change in local government cannot be divorced from wider national and international socioeconomic forces which shape the contextfor local political action. Three major reform strategies public services : the extension of market, new managerialism, and the extension of democracy are considered”.

Dari kutipan singkat di atas menunjukkan bahwa pelayanan publik adalah

salah satu unsur yang mendorong perubahan kualitas pemerintah daerah yang

sangat dipengaruhi oleh faktor perluasan/ terwujudnya mekanisme pasar,

managemen baru yang berkualitas, dan perluasan makna demokrasi.

Birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih

profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan

adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti

meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan

masa depannya sendiri. Sedangkan arah pembangunan kualitas manusia adalah

memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang

memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan

krativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.

Selain hal tersebut dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis, birokrasi

publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam

memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah

berubah menjadi suka melayanai, dari yang suka menggunakan pendekatan

kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel

kolaboratis dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja

yang realistik pragmatis. Dengan revitalitas birokrasi publik aparatur pemerintah

dalam pelayanan publik yang lebih baik dan profesional dalam menjalankan

tugas dan kewenagan yang diberikan kepadanya dapat terwujud. Secara teoritis

sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa

memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service

Page 19: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

19

function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan

(protection function).

Pelayanan publik sebagai suatu proses kinerja organisasi (birokrasi),

keterikatan dan pengaruh budaya organisasi sangatlah kuat. Dengan kata lain,

apapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pelayanan publik haruslah

berpedoman pada rambu-rambu aturan normatif yang telah ditentukan oleh

organisasi publik sebagai perwujudan dari budaya organisasi publik. Oleh karena

itu Dennis A.Rondinelli (1981) mengingatkan bahwa penyebab kegagalan utama

dalam melaksanakan orientasi pelayanan publik karena kurangnya tenaga kerja

yang terlatih dan trampil dalam unit lokal, kurangnya sumber dana untuk

melaksanakan tugas dan tanggung jawab, adanya sikap keengganan untuk

melakukan delegasi wewenang, dan kurangnya infrastruktur teknologi serta infra

struktur fisik dalam menunjang pelaksanaan tugas pelayanan publik.

Selain hal tersebut di atas kegagalan pelayanan publik juga disebabkan

karena aparat (birokrasi) tidak menyadari adanya perubahan dan pergeseran

yang terjadi dalam budaya masyarakatnya dari budaya yang bersifat hierarkis,

budaya yang bersifat individual, budaya yang bersifat fatalis, dan budaya yang

bersifat egaliter.

Kegiatan pelayanan publik seharusnya sesuai dengan Local Good

Governance Index (LGGI) yang digunakan saat ini dalam pengukuran kinerja

sistem pemerintah sebagai wujud efektifitas dan efisiensi. Keterkaitan antara

konsep good-governance (tata pemerintahan yang baik) dengan konsep public

service (pelayanan publik) tentu sudah cukup jelas logikanya. PNS sebagai

aparatur birokrasi yang berfungsi sebagai penyedia layanan publik dituntut untuk

memiliki kapasitas unggul dalam kinerjanya sebab kinerja mereka yang

menentukan keberhasilan birokrasi pemerintah dalam meningkatkan

kesejahteraan rakyat dengan melakukan tindakan kerja yang profesional.

Page 20: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

20

Berkaitan dengan etika kerja perlu penjabaran tentang konsep kerja.

Konsep yang menurut George Thomason (1992:24) : An activity which demands

the expenditure of energy or effort to create from ‘raw matrials’ those products or

services which people value

Etika kerja berhubungan dengan kesadaran etik tentang kerja dan

kesadaran etik itu merupakan peristiwa rokhani yang terjadi dalam kalbu

manusia ketika dihadapkan pada beberapa pilihan dan bertanggungjawab atas

pilihannya tersebut. Menurut Taliziduhu Ndraha ( 2005 h. 209-210) etika kerja

identik dengan etos kerja sebagai berikut:

1. Kerja adalah rahmat . Aku bekerja tulus penuh syukur 2. Kerja adalah amanah. Aku bekerja benar penuh tanggungjawab. 3. Kerja adalah panggilan. Aku bekerja tuntas penuh integritas. 4. Kerja adalah aktualisasi. Aku bekerja keras penuh semangat. 5. Kerja adalah ibadah. Aku bekerja serius penuh kecintaan 6. Kerja adalah seni. Aku bekerja kreatif penuh suka cita. 7. Kerja adalah kehormatan. Aku bekerja tekun penuh keunggulan. 8. Kerja adalah pelayanan. Aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati.

Dalam pola kerja terjadi hubungan antara pemerintah dan masyarakat,

pada saat ini hubungan tersebut terlihat kurang harmonis. Indikasi utama dari

fenomena itu adalah sering terjadinya protes terhadap berbagai kebijakan

pemerintah maupun perilaku aparatnya. Aksi protes itu sendiri dilakukan dengan

cara yang sangat santun melalui saran di berbagai media sampai dengan tindak

kekerasan (violance) berupa penjarahan, perusakan serta terorisme. Inti dari

semua itu sesungguhnya bermuara pada satu hal, yakni terjadinya krisis

kepercayaan masyarakat terhadap aparatnya.

Sebagaimana tersebut di atas di mata masyarakat aparat tidak lagi

memperjuangkan kepentingan dan mengusahakan kesejahteraan rakyat. Secara

menyolok justru terjadi semacam lomba atau pamer kekayaan di kalangan

pejabat tinggi yang jelas sangat menyinggung rasa keadilan masyarakat.

Akibatnya gap antara pejabat dengan rakyat semakin menganga lebar, dan pada

Page 21: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

21

suatu ketika tidak terjalin sama sekali titik singgung diantara keduannya. Dalam

kondisi demikian antara pejabat dengan rakyat seolah-olah menjadi dua pihak

yang saling berhadapan secara konfrontatif.

Dalam era demokratisasi, dilema dalam hubungan antara penjabaran

nilai-nilai demokrasi dan realitas managemen organisasi birokrasi di masyarakat

menjadi hal yang rumit serta problematik. Realitas sosial masyarakat yang

dilahirkan serba tidak teratur dan transisi, yang terdiri dari berbagai kelompok

majemuk, tampil dengan topeng liberal demokrasi yang menuntut lahirnya

sebuah citra perfect dari birokrasi yang berwujud demokratis dalam

perspektifnya. Untuk hal tersebut perlu adanya penetapan ukuran dalam

pemberian pelayanan minimum sebagaimana dalam Riant Nugroho (2009)

dengan indikator sebagai berikut:

1. Meletakkan pelayanan minimum komitmen politik dari pemerintah.

2. Membuat evaluasi kebutuhan pelayanan minimum.

3. Menyusun rancangan strategis pelayanan umum.

4. Melaksanakan pelayanan minimum dalam konteks sektor dan area.

5. Melakukan pendampingan dalam pelayanan minimum.

6. Melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pelayanan minimum.

Kegiatan pelayanan publik seharusnya sesuai dengan kepentingan

masyarakat sebagai wujud efektifitas dan efisiensi, terutama untuk anggaran

yang akuntabel. Masyarakat mendapat respons Advokasi nilai atas pelayanan

yang diterimanya dari kelompok-kelompok intelektual yang dipengaruhi

lingkungan pendidikan, NGO, civil society yang menjadi agen demokrasi dalam

masyarakat. Dilema yang ditimbulkan adalah keinginan mengimplementasikan

paradigma pelayanan secara total kepada masyarakat sesuai tuntutan

demokratisasi. Sementara birokrasi dihadapkan kepada keterbatasan supra dan

infra struktur.

Page 22: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

22

Berkaitan dengan etika birokrasi untuk kepentingan masyarakat maka

harus diupayakan penerapan pendekatan yang bersifat teleologis maupun

deontologis. Kita menginginkan birokrasi yang terdiri atas manusia yang

berkarakter. Karakter yang dilandasi sifat-sifat kebajikan akan menghasilkan

kebijakan yang menguntungkan masyarakat dan mencegah tujuan menghalalkan

segala cara. Karakter ini harus ditunjukkan bukan hanya dengan menghayati

nilai-nilai kebenaran dan kebajikan yang mendasar, tetapi juga nilai-nilai

kejuangan. Hal terakhir ini penting karena dengan semangat kejuangan seorang

birokrat, meskipun dengan imbalan tidak terlalu memadai akan sanggup

bertahan dari godaan untuk tidak berbuat yang bertentangan dengan nilai-nilai

kebenaran dan kebajikan. Seperti yang dicita-citakan oleh kaum “Administrasi

Negara Baru”, kinerja birokrasi kita hendaknya memiliki pula semangat keadilan

sosial yang akan tercermin dalam keberpihakan kepada yang lemah dalam

kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakannya. Selanjutnya seperti dianjurkan

oleh pandangan regime value, kinerja birokrasi kita harus berpegang teguh

kepada konstitusi dan segenap ketentuan pelaksanaannya. Sebaliknya, kinerja

birokrasi harus menentang setiap upaya yang tidak konstitusional apalagi yang

bertentangan dengan konstitusi. Selain itu, kinerja birokrasi kita juga harus

berorientasi pada hasil (result oriented). Kebijakan dan tindakannya harus

menjamin bahwa hasilnya adalah yang terbaik untuk masyarakat, dengan

mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingannya sendiri. Dari kajian

tersebut di atas dapat didiskripsikan bahwa kinerja aparatur publik sangat erat

hubungannya dengan budaya kerja dimana aparat tersebut mekukan tugas dan

fungsinya.

Page 23: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

23

III. PENUTUP

A. Simpulan

Kesejahteraan sosial akan terwujud jika pelayanan yang prima dapat

dilakukan oleh aparatur publik, dengan berpijak pada prinsip-prinsip layanan

publik dan penentuan standard operasional prosedur layanan publik maka

kualitas layanan yang bermutu akan diperoleh. Kepuasan dapat dirasakan

oleh pelanggan yang dalam hal ini adalah pelanggan eksternal yaitu

masyarakat dan kepuasan juga dapat dirasakan oleh pemberi layanan yaitu

aparatur publik. Dalam rangka peningkatan kualitas layanan kepada

masyarakat tentunya aparatur publik akan Nampak cerdas jika menentukan

strategi layanan dengan inovasi layanan yang ditetapkan berdasar pada

keinginan masyarakat senyampang keinginannya tidak bertentangan dengan

peraturan perundangan di Indonesia.

Hubungan antara kinerja aparatur publik dan budaya kerja sangat erat

sekali jika dipandang dari kinerja itu adalah performance seseorang yang

tercermin dari hasil pekerjaannya. Sedangkan budaya adalah karya dan

kebiasaan yang dilakukan aparatur di tempat kerjanya yang dapat

berpengaruh pada image Lembaga atau Organisasi dengan citra yang

dibentuk sebagai budaya kerja yang baik atau buruk tergantung pada

Aparatur Publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

B. Rekomendasi

Dari diskripsi yang telah penulis paparkan di muka dapat

direkomendasikan hal sebagai berikut:

1. Kepada aparatur publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

hendaknya berdasar pada standar operasional yang telah ditetapkan dan

Page 24: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

24

selalu berorientasi pada pelayanan yang bermutu agar kepuasan atas

produk layanan dapat dirasakan

2. Kepada masyarakat atau pelanggan hendaknya mengetahui prosedur

layanan yang diinginkan tanpa harus mengotori sebuah produk layanan

dengan beberapa kecurangan.

DAFTAR PUSTAKA

Albrow, Martin. 1989. Birokrasi. PT. Tiara Wacana. Yogyakarta.

Almond, Gabriel & Bingham Powel. 1996. Comparative Politics Development Approach. Little Brown Company. Bombai. India.

Burns, Danny; Robin Hambleton and Paul Hoggett. 1994. The Politics of

Decentralization Revitalizing Local Democracy. London McMillan.

Broadbent, J. And Guthrie, J. 1992. “Changes In The Public Sctor: A Review Of Recent “Alternative’ Accounting Research. Accounting, Auditing & Accountability Journal. 5 (2): 3-31

Crozier, Michel. 1964. The Bureaucratic Phenomenon. University Press. Chicago Effendi Akhyar. Dkk. 2008. Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang Efektif.

Flyn, Norman. 1990. Public Sector Management Harvester Wheatsheaf. London.

Hughes, O, E. 1998. Public Management. 2nd ed., London Mac Milan Press.

London. Haris, Ramli. 2009. Kepemimpinan yang Efektif di Era Globalisasi. Fakta Nyata.

Jakarta.

Nugroho, Riant. 2009. Public policy. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Rineka Cipta. Jakarta

Osborne, David, dan Ted Gaebler. 1992. Reinventing Government: How the Enterpreneurial Spirit is Transforming The Public Sector. Plume. New York.

Persons, Wayne. 2006. Public Policy Pengantar dan Teori & Praktek Analisis Kebijakan. Dialih Bahasakan Tri Wibowo Budi Santoso. Kencana. Jakarta.

Page 25: OLEH: Dr. Rofikatul Karimah, Mbdksurabaya-kemenag.id/p3/data/uploaded/dokumen/... · (Kajian Pengembangan Materi Pelayanan Prima pada Diklat Prajabatan Golongan III) OLEH: Dr. Rofikatul

25

Rondinelli. Dennis, A. 1981. Government Decentralization in Comparative

Perspectivve: Theory and Practice in Developing Countries, International Review of Administrative Science XLVII (2)

Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2007. Managemen Pelayanan. Cetakan Kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sutopo, Adi Suryanto. 2006. Pelayanan Prima, LAN. Jakarta.

Stephen P. Robbins, 1994.Teori Organisasi: Struktur Desain dan Aplikasi, Alih Bahasa Jusuf Udaya. Arcan. Jakarta.

Tjokroamidjojo. 1994. Perencanaan Pembangunan. CV. Haji Masagung. Jakarta.

Thomason, George. 1992. A Textbook of Human Resource Management. Institute Of Personnel Management. London.

Yates, Douglas. 1982. Bureaucratic Democracy: The Search For Democracy and Efficiency in American Government. Harvard University Press eambridge