BAB I PENDAHULUAN Nyeri merupakan salah satu keluhan yang membuat pasien memutuskan untuk berobat. Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. 1,2 Nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik. Nyeri nosiseptif terjadi bila ujung saraf sensorik pada kulit atau organ menerima rangsangan yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan akibat stimulus mekanis, termal, kekurangan oksigen, dan bahan kimia. Nyeri neuropati merupakan nyeri akibat kerusakan jaringan saraf dapat karena; operasi, trauma, keganasan dan penyakit metabolik (mis. diabetic neuropathy). Nyeri jenis ini dapat menimbulkan gejala nyeri spontan, rasa terbakar atau mati rasa pada daerah tertentu. Nyeri neuropati merupakan nyeri kronik yang bisa menetap selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Sehingga dalam karya tulis ini akan dibahas lebih lanjut mengenai nyeri neuropati tersebut. 1,2,3 Estimasi saat ini, nyeri neuropati menyerang 3% dari populasi umum. Salah satu penelitian di Inggris menyatakan bahwa prevalensi nyeri kronik adalah 48% dan prevalensi nyeri neuropati adalah 8%. Responden nyeri neuropati kronik kebanyakan berjenis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri merupakan salah satu keluhan yang membuat pasien memutuskan untuk berobat.
Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat
terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.1,2
Nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik. Nyeri nosiseptif terjadi bila ujung
saraf sensorik pada kulit atau organ menerima rangsangan yang ditimbulkan oleh kerusakan
jaringan akibat stimulus mekanis, termal, kekurangan oksigen, dan bahan kimia. Nyeri neuropati
merupakan nyeri akibat kerusakan jaringan saraf dapat karena; operasi, trauma, keganasan dan
penyakit metabolik (mis. diabetic neuropathy). Nyeri jenis ini dapat menimbulkan gejala nyeri
spontan, rasa terbakar atau mati rasa pada daerah tertentu. Nyeri neuropati merupakan nyeri
kronik yang bisa menetap selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Sehingga dalam karya
tulis ini akan dibahas lebih lanjut mengenai nyeri neuropati tersebut.1,2,3
Estimasi saat ini, nyeri neuropati menyerang 3% dari populasi umum. Salah satu
penelitian di Inggris menyatakan bahwa prevalensi nyeri kronik adalah 48% dan prevalensi nyeri
neuropati adalah 8%. Responden nyeri neuropati kronik kebanyakan berjenis kelamin perempuan
, dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak memiliki kualifikasi pendidikan dan
merupakan perokok.1,2
Nyeri merupakan masalah yang sering terjadi pada orang yang selalu melakukan aktivitas,
contohnya pada pekerja industri, pekerja yang melakukan gerakan tubuh,seperti tangan, kaki,
dan yang lainnya secara berulang tanpa istirahat, serta penyakit yang timbul akibat proses
penuaan atau degenerasi. Nyeri sangat mengganggu aktivitas seseorang yang melibatkan
gerakan tersebut, sehingga mengalami hambatan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Pada
dasarnya nyeri neuropati yang persisten memiliki hubungan yang bermakna dengan gangguan
tidur, fungsi emosional, suasana perasaan, fungsi fisik, dan fungsi peran sosial. Dampak negatif
nyeri neuropati terhadap berbagai aspek tersebut pada akhirnya akan menimbulkan kondisi
depresi dan gangguan kualitas hidup pada penderitanya.1,4,5,6
Bukti menunjukkan bahwa interaksi neural-imun ikut terlibat dalam perkembangan nyeri
neuropati. Pada makalah ini membahas mengenai penanganan terhadap nyeri neuropatik pada
kasus non diabetik neuropatik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri Neuropati
2.1.1 Definisi
Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association for The Study of Pain
(IASP) adalah “nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dari sistem
saraf dan dapat disebabkan oleh kompresi atau infiltrasi dari nervus oleh suatu tumor, tergantung
di mana lesi atau disfungsi terjadi. Nyeri neuropatik pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
yaitu berdasarkan asalnya yaitu perifer dan sentral, juga berdasarkan waktunya, yakni nyeri
neuropatik akut dan kronik. Ada beberapa masalah dalam bidang kedokteran paliatif yang
menyulitkan dalam mendiagnosis dan menangani nyeri neuropatik, dan tak ada satupun hasil
yang memuaskan yang dapat menyebabkan hilangnya nyeri. Dalam membuat suatu diagnosa
adanya nyeri neuropatik diperlukan anamnesis yang tepat tentang apa yang sedang dirasakan
pasien, baik tipenya maupun derajat dari nyeri tersebut. 1,10,11
2.1.2 Epidemiologi
Epidemiologi nyeri neuropati belum cukup banyak dipelajari , sebagian besar karena
keragaman dari kondisi nyeri ini. Estimasi saat ini, nyeri neuropati menyerang 3% dari populasi
umum. Salah satu penelitian di Inggris menyatakan bahwa prevalensi nyeri kronik adalah 48%
dan prevalensi nyeri neuropati adalah 8%. Responden nyeri neuropati kronik kebanyakan
berjenis kelamin perempuan , dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak memiliki
kualifikasi pendidikan dan merupakan perokok.1,2
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri neuropati terbagi menjadi dua:1,2,3,7
1. Berdasarkan penyakit yang mendahului dan letak anatomisnya:
a) Perifer, dapat diakibatkan oleh neuropati, Radikulopati, neuralgia pasca herpes zoster,
trauma susunan saraf pusat, neoplasma, dan lain-lain.
b) Medulla spinalis, dapat diakibatkan oleh multipel sklerosis, trauma medulla spinalis,
neoplasma, arakhnoiditis, dan lain-lain.
c) Otak, dapat diakibatkan oleh stroke, Nyeri post Stroke, siringomielia, neoplasma, dan
lain-lain.
2. Berdasarkan gejala :
a) Nyeri spontan (independent pain)
b) Nyeri oleh karena stimulus (evoked pain)
c) Gabungan antara keduanya
2.1.4 Etiologi
Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral) atau
kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di sepanjang
perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri
spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi,
iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel neuron.12,13
Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat bertambahnya bukti
bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan lunak, pleksus saraf, dan saraf
itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral nosiseptif melalui proses sensitasi. Sindrom
nyeri thalamus adalah salah satu nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga dapat
ditemukan pada pasien post-strok, multiple sklerosis,spinal cord injury, dan penyakit Parkinson. 12,13,14
Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal dari
perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer yang terkena tetapi
juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh
sindrom yang mungkin dijumpai adalah Radikulopati, neuralgia pascaherpes, neuropati diabetes,
neuralgia trigeminus, kausalgi, phantom-limb pain, kompresi akibat tumor, dan post operasi.12,14
Penyebab Tersering Nyeri Neuropatik
Nyeri Neuropatik Sentral Nyeri Neuropatik Perifer
Nyeri post stroke
Mielopati HIV
Multiple sclerosis
Penyakit Parkinson
Mielopati post iskemik
Mielopati post radiasi
Mielopati kompresif dengan
stenosis spinalis
Nyeri post trauma korda spinalis
Siringomielia
Radikulopati (servikal, thorakal, atau
lumbosakral)
Polineuropati alkoholik
Polineuropati oleh karena kemoterapi
Sindrom nyeri regional kompleks (complex
regional pain syndrome)
Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel
syndrome)
Neuropati sensoris oleh karena HIV
Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri post
mastektomi atau nyeri post thorakotomi)
Neuropati sensoris idiopatik
Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor
Neuropati oleh karena defisiensi nutrisional
Neuropati diabetik
Phantom limb pain
Neuralgia post herpetic
Pleksopati post radiasi
Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi
akut dan kronik
Neuropatik oleh karena paparan toksik
Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex)
Neuralgia post trauma
Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksi, yang paling sering
adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan
low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropatik adalah hal yang paling sering dan
penting dalam morbiditas pasien pasca stroke. Nyeri pada pasien pasca stroke dapat timbul dari
kerusakan jaringan saraf atau kerusakan sistem saraf karena iskemik jaringan.2
Nyeri pasca stroke adalah salah satu penyebab nyeri neuropati. Setiap orang merasa sakit
yang berbeda. Kerusakan otak akibat stroke terkadang bisa membuat rasa sakit bahkan terhadap sentuhan.
Nyeri dapat terjadi akibat hal-hal seperti sesak otot atau kelemahan. Nyeri dapat memperlambat
pemulihan dari penyakit atau cedera dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, dapat
menyebabkan kualitas hidup yang rendah, mengganggu aktivitas rutin seperti mengemudi, berbelanja, atau
memeluk anak atau cucu. Kabar baiknya adalah bahwa rasa sakit yang disebabkan oleh stroke
dapat diobati. Perawatan yang tepat membutuhkan keterlibatan dokter dan mungkin pendekatan
pengobatan integratif, yang bisa berarti menggabungkan obat-obatan dengan obat komplementer,
seperti terapi fisik atau pembedahan.
Nyeri Radikulopati salah satu penyebab nyeri neuropati. Definisi nyeri radikulopati adalah
suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses
patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat
dermatomal.
2.1.5 Patofisiologi15
Central Post Stroke Pain
Patofisiologi CPSP tidak dipahami dengan baik tapi pusat disinhibisi, ketidakseimbangan
rangsangan dan sensitisasi sentral telah diperkirakan sebagai patofisiologi dari CPSP. Head dan
Holmes, pada tahun 1911, mengajukan teori disinhibisi, yang menurutnya lesi pada thalamus
lateral yang membuat thalamus medial lepas kontrol. Kemudian ditemukan bahwa lesi di mana
saja di jalur spinotalamokortikal menyebabkan aktivitas berlebihan thalamus lateral. Dalam
situasi lain, CPSP dikaitkan dengan gangguan sensasi yang ditimbulkan oleh kapas Whisp,
getaran, kekasaran, panas dan dingin. Komponen penting dari hipotesis ini adalah bahwa defisit
sensorik diskriminatif di CPSP menghasilkan disinhibisi, yang menimbulkan nyeri spontan atau
allodynia. Hiperalgesia atau allodynia diperkirakan sebagai komponen integral dari CPSP.
Mekanisme yang paling mungkin untuk hiperalgesia dan gangguan sensorik parsial di bagian
tubuh dengan fungsi somatosensori normal di wilayah tubuh nonpainful adalah sensitisasi sentral
dari neuron tingkat ketiga yang sebagian telah deafferented. Dalam pengaturan klinis, sensitisasi
sentral dapat dinilai dengan pemetaan daerah hipersensitif, pengukuranambang
bataspsikofisiologikal yang berbeda, dan respon terhadap berbagai rangsangan. Populasi saraf
tertentu yang peka di CPSP tidak diketahui, namun inti thalamus tertentu mungkin bertanggung
jawab. Neuron thalamus dapat dibagi menjadi dua kelompok utama:
1. sel Relay yang berproyeksi ke korteks serebral dan
2. GABAergic antar-neuron yang menghasilkan penghambatan lokal.
Jenis sel ini memiliki dua pola penembakan: (a) meledak ketika membran sel saraf
terhiperpolarisasi dan (b) lonjakan aktivitas tunggal ketika neuron tidak terpolarisasi. Nukleus
retikuler sekitar dorsal dan lateral thalamus menghasilkan penghambatan GABAergic sel relay.
Akson kortikothalamus melintasi melalui nukleus retikuler dan menginervasi sel ini
dengankolateral; karenanya, lesi kortikal juga dapat mempengaruhi pola penembakan neuron
retikular. Di nyeri neuropatik, aktivitas neuron spontan ditemukan di mediodorsal, centrolateral,
centromedian, dan inti parafascicular serta pokok inti sensorik (ventralis caudalis). Sebuah studi
tomografi emisi positron (PET) pada sukarelawan juga menegaskan peran thalamus dalam
pengolahan nociceptive normal. Aktivitas metabolisme thalamus meningkat setelah rangsangan
nosiseptive. Di CPSP, hipoperfusi thalamuspada emisi foton tunggal tomografi terkomputerisasi
dan hipometabolisme dalam studi PET telah dilaporkan. Pada satu pasien, PET Scan
mengungkapkan hipometabolisme dari thalamus di sisi yang sesuai. Emisi foton tunggal
computerized tomography pada pasien CPSP dengan allodynia telah mengungkapkan hipoperfusi
di thalamus kontralateral. Aktivitas metabolik di talamus membaik dengan prosedur penghilang
rasa sakit. Resolusi spasial PET tidak membedakan berbagai nukleus, namun keterbatasan ini
diatasi dengan studi MRI fungsional. Pada pasien dengan CPSP dengan nukleus thalamus VPL
dan infark kapsula interna pada bagian tungkai posterior, MRI fungsional mengungkapkan
perubahan sinyal pain yang spesifik di gyrus cingulate anterior dan asosiasi korteks parietal.
Kerusakan pada serat parietal nociceptive thalamus lateral, bersama-sama dengan pelepasan
aktivitas cingulate anterior dan daerah parietal posterior, telah diusulkan sebagai mekanisme
CPSP.
Neurotransmitter dan Modulasinya
Pergeseran aktivitas neuron thalamic dari ledakan berirama hingga lonjakan aktivitas
tunggal ditentukan oleh serotonergik, noradrenergik, dan masukan kolinergik neuron thalamic.
Noradrenalin yang berasal dari lokus seruleus dan jalur serotonergik dari nukleus raphe dorsal
memediasi aktivitas thalamus dengan bekerja melalui reticular dan nukleus relay. Efek
menguntungkan dari amitriptyline dan duloxetine dapat dimediasi melalui mekanisme yang
disebutkan di atas. Rangsangan aminoacids, seperti N-metil-d-aspartat, dapat memediasi
nociceptive atau masukan nonnociceptive ke inti thalamic. Studi PET 11C-diprenorphine di
CPSP telah digunakan untuk mengevaluasi distribusi reseptor opioid; Penelitian ini telah
menunjukkan penurunan yang signifikan dalam ikatan reseptor opioid, tidak hanya di thalamus
kontralateral terhadap rasa sakit, tetapi juga dalam insula, cingulate anterior dan korteks sensorik
sekunder.Penurunan ikatan reseptor opioid mungkin disebabkan oleh peningkatan pelepasan
endogen, internalisasi atau peraturan reseptor dan hilangnya neuron pembawa reseptor ini.
Manifestasi Klinis16
Rasa sakit di CPSP bisa spontan atau terprovokasi.Dysaesthesia spontan dilaporkan dari
85% pasien. Pada skala dari 0 sampai 10, rata-rataintensitas nyeri bervariasi antara 3 dan 6.
Dalam beberapa studi, intensitas nyeri yang lebih tinggi telah dilaporkan saat lesi terletak di
batang otak atau thalamusdibandingkan di daerah lain; Namun, dalam sebuah studi baru-baru ini,
gejala dan keparahan CPSP di thalamus dibandingkan stroke yang ekstra thalamic tidak
berbeda.intensitas nyeri spontan sering berfluktuasi dan dapat ditingkatkan dengan rangsangan
internal atau eksternal, seperti stres atau dingin, dan diatasi dengan, misalnya, istirahat atau
gangguan. Nyeri biasanya masalah besar untuk pasien, meskipun intensitasnya rendah. Sakit
spontan berkelanjutan digambarkan sebagai rasa "terbakar", "sakit", "tertusuk", "beku", dan
"terikat", sedangkan nyeri intermiten dijelaskan sebagai rasa seperti "laserasi" atau "shooting".
Deskripsi afektif rasa sakit termasuk "merepotkan", "mengganggu", dan "Melelahkan" dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, CPSP dapat mengurangi kualitas hidup pada pasien
yangmengalami stroke,kompromi rehabilitasi, mengganggu tidur, menyebabkanmelukai diri
sendiri, dan bahkanmendorongpasien untukbunuh diri. Distribusinyeridapat berkisar daridaerah
kecil(misalnya, tangan) kedaerah yang luas(misalnya, salah satusisi tubuh).
Daerahbesaryangpalingsering terkena, dengan atau tanpaketerlibatanbadandan wajah. Pada