Top Banner
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF Referat FAKULTAS KEDOKTERAN April 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN NYERI NEUROPATIK Oleh : Nama : Hardianti Abraham NIM : C111 10 321 Supervisor : Dr. dr. A. Kurnia Bintang, Sp.S(K) M.Kes. Pembimbing : dr. Wahyuni Zubeidi 1
34

nyeri Neuropati

Jan 12, 2016

Download

Documents

Jeremiah Gaines

nyeri neuropati
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: nyeri Neuropati

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF Referat

FAKULTAS KEDOKTERAN April 2015

UNIVERSITAS HASANUDDIN

NYERI NEUROPATIK

Oleh :

Nama : Hardianti Abraham

NIM : C111 10 321

Supervisor : Dr. dr. A. Kurnia Bintang, Sp.S(K) M.Kes.

Pembimbing : dr. Wahyuni Zubeidi

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

1

Page 2: nyeri Neuropati

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Hardianti Abraham

NIM : C111 10 321

Judul Referat : Nyeri Neuropatik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Neurologi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 2015

Mengetahui,

Pembimbing Koas

dr. Wahyuni Zubeidi Hardianti Abraham

Supervisor

Dr. dr. A. Kurnia Bintang, Sp.S(K) M.Kes.

2

Page 3: nyeri Neuropati

DAFTAR ISI

Sampul…………………………………………………………………………………...1

Lembar Pengesahan……………………………………………………………………...2

Daftar Isi…….………………………………………………………….….....................3

Bab I. Pendahuluan ...…...……………………………………………….........................4

Bab II. Pembahasan….......................................................................................................6

A. Definisi…………………………………………………………….........................6

B. Epidemiologi………………………………………………………………………6

C. Etiologi…………………………………………………………..………………...7

D. Klasifikasi………………………………………………………….……………...9

E. Patofisologi……………………………………………………….……………….9

F. Manifestasi………………………………………………………..……………...15

G. Diagnosis……………………………………………………….……………..…15

H. Penatalaksanaan………………………………………………..………………...18

Bab III. Kesimpulan... ….……………….…………...………..…....….........................22

Daftar Pustaka...………………….……………………….…………….………………23

3

Page 4: nyeri Neuropati

BAB I

Pendahuluan

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman , biasanya berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial ( Corwin J.E ). Ketika suatu jaringan

mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan-bahan yang dapat

menstimulus reseptor nyeri, seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin dan

prostaglandin dan substansi yang akan mengakibatkan respon nyeri.

Nyeri seperti didefinisikan oleh International Association for Study of Pain

(IASP), adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam

bentuk kerusakan tersebut. Dari definisi tersebut, nyeri terdiri atas dua komponen

utama, yaitu komponen sensorik (fisik) dan emosional (psikogenik). Nyeri bisa

bervariasi berdasarkan: waktu dan lamaya berlangsung (transien, intermiten, atau

persisten), intensitas (ringan, sedang dan berat), kualitas (tajam, tumpul, dan terbakar),

penjalarannya (superfisial, dalam, lokal atau difus). Di samping itu nyeri pada umumnya

memiliki komponen kognitif dan emosional yang digambarkan sebagai penderitaan.

Selain itu nyeri juga dihubungkan dengan refleks motorik menghindar dan gangguan

otonom yang oleh Woolf (2004) disebut sebagai pengalaman nyeri.

Susunan saraf, baik di pusat atau tulang belakang dapat terjangkiti nyeri yang

datang dan pergi. Nyeri diinformasikan oleh perujungan saraf yang disebut nosiseptor

yang memindai rangsangan gangguan pada tubuh. Dalam tubuh kita sendiri terdapat

banyak perujungan saraf tersebut, dan kesemua nosiseptor memiliki tugas yang berbeda.

Misalnya, merespon rasa terbakar, panas, teriris, infeksi, perubahan struktur kimia,

4

Page 5: nyeri Neuropati

tekanan, dan sensasi lainnya. Nosiseptor menyampaikan pesan ke serabut saraf

kemudian meneruskan pesan pada saraf tulang belakang dan otak pada hitungan

kecepatan cahaya.

Pesan nyeri yang diterima oleh otak dipilah menjadi dua jenis, pertama nyeri

akut yang umumnya disebabkan oleh trauma atau perlukaan yang disebabkan gangguan

fisik. Sementara nyeri kronis dapat disebabkan oleh gangguan dalam sistem persarafan

itu sendiri. Sehingga meski pesan telah diteruskan ke otak, namun penyebab gangguan

pada persarafan tak mudah untuk diketahui sebagai sumber nyeri. Nyeri kronis ini dapat

pula berasal sebagai tambahan nyeri yang dipicu oleh keberadaaan penyakit utama

seperti pada diabetes.

Saat ini nyeri tidak lagi dianggap sebagai suatu gejala tetapi merupakan suatu

penyakit atau sebagai suatu proses yang sedang merusak sehingga dibutuhkan suatu

penanganan dini dan agresif. Proses nyeri merupakan suatu proses fisiologik yang

bersifat protektif untuk menyelamatkan diri menghadapi stimulus noksious.

Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif atau nyeri nosiseptif,

atau nyeri akut dan nyeri maladaptif sebagai nyeri kronik juga disebut sebagai nyeri

neuropatik serta nyeri psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri akut atau nosiseptif yang

diakibatkan oleh kerusakan jaringan, merupakan salah satu sinyal untuk mempercepat

perbaikan dari jaringan yang rusak. Sedangkan nyeri neuropatik disebut sebagai nyeri

fungsional merupakan proses sensorik abnormal yang disebut juga sebagai gangguan

sistem alarm. Nyeri idiopatik yang tidak berhubungan dengan patologi baik neuropatik

maupun nosiseptif dan memunculkan gejala gangguan psikologik memenuhi

somatoform seperti stres, depresi, ansietas dan sebagainya.

5

Page 6: nyeri Neuropati

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik

perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis

(akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes

zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul

spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus atau juga kombinasi.

Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut

atau nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah

nyeri yang sifatnya self-limiting dan dianggap sebagai proteksi biologik melalui signal

nyeri pada proses kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat

kerusakan jaringan itu sendiri dan berlokasi disekitar kerusakan jaringan dan

mempunyai efek psikologis sangat minimal dibanding dengan nyeri kronik. Nyeri ini

dipicu oleh keberadaan neurotransmiter sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor

serabut alfa-delta dan C polimodal yang berlokasi di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan

organ visera. Stimulus ini bisa berupa mekhanik, kimia dan termis, demikian juga

infeksi dan tumor. Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi neurotransmiter seperti

prostaglandin, histamin, serotonin, substansi P, juga somatostatin (SS), cholecystokinin

(CCK), vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related peptide (CGRP) dan

lain sebagainya. Nyeri neuropatik adalah non-self-limiting dan nyeri yang dialami

bukan bersifat sebagai protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung dalam

proses patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan

6

Page 7: nyeri Neuropati

sampai tahun sesudah cedera sembuh sehingga juga berdampak luas dalam strategi

pengobatan termasuk terapi gangguan psikologik.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Menurut Bennet (1978) dan Tollison (1998), di Amerika Serikat terdapat kira-

kira 75-8 juta penderita nyeri kronik, dengan 25 juta diantaranya penderita artrirtis.

Diperkirakan ada 600.000 penderita artritis baru setiap tahunnya. Jumlah penderita nyeri

neuropatik lebih kurang 1% dari total penduduk di luar nyeri punggung bawah. Untuk

nyeri punggung bawah sendiri diperkirakan 15% dari jumlah penduduk (Fordyce,

1995). Insidensi maupun prevalensi nyeri akut belum diketahui, tetapi diperkirakan

operasi dan trauma penyebab utama nyeri akut (Loeser and Melzack, 1999; McQuay

and Moore, 1999).

2.3ETIOLOGI

Nyeri neuropatik dapat timbul dari kondisi yang mempengaruhi sistem saraf tepi

atau pusat. Gangguan pada otak dan korda spinalis, seperti multiple sclerosis, stroke,

dan spondilitis atau mielopati post traumatik, dapat menyebabkan nyeri neuropatik.

Gangguan sistem saraf tepi yang terlibat dalam proses nyeri neuropatik termasuk

penyakit pada saraf spinalis, ganglia dorsalis, dan saraf tepi. Kerusakan pada pada saraf

tepi yang dihubungkan dengan amputasi, radikulopati, carpal tunnel syndrome, dan

sindrom neuropati jebakan lainnya, dapat menimbulkan nyeri neuropatik. Aktivasi

nervus simpatetik yang abnormal, pelepasan katekolamin, dan aktivasi free nerve

endings atau neuroma dapat menimbulkan sympathetically mediated pain. Nyeri

neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksius, yang paling sering

adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat

menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropati adalah hal

yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien kanker. Nyeri pada pasien

kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau kerusakan sistem

saraf karena radiasi atau kemoterapi.

Penyebab nyeri neuropatik yang paling sering :

7

Page 8: nyeri Neuropati

Nyeri neuropatik perifer

Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi akut dan kronik

Polineuropati alkoholik

Polineuropati oleh karena kemoterapi

Sindrom nyeri regional kompleks (complex regional pain syndrome)

Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel syndrome)

Neuropati sensoris oleh karena HIV

Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri post mastektomi atau nyeri post

thorakotomi)

Neuropati sensoris idiopatik

Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor

Neuropati oleh karena defisiensi nutrisional

Neuropati diabetic

Phnatom limb pain

Neuralgia post herpetic

Pleksopati post radiasi

Radikulopati (servikal, thorakal, atau lumbosakral)

Neuropati oleh karena paparan toksik

Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex)

Neuralgia post traumatic

Nyeri neuropatik sentral

Mielopati kompresif dengan stenosis spinalis

8

Page 9: nyeri Neuropati

Mielopati HIV

Multiple sclerosis

Penyakit Parkinson

Mielopati post iskemik

Mielopati post radiasi

Nyeri post stroke

Nyeri post trauma korda spinalis

Siringomielia

2.4 KLASIFIKASI

Nyeri neuropatik diklasifikasikan berdasarkan:

a) Letak lesi, yaitu terbagi atas:

1) Nyeri neuropatik perifer, letak lesi pada sistem aferen perifer di saraf

tepi, ganglion radiks dorsalis, atau pada radiks dorsalis. Contoh:

polineuritis, polineuropati diabetic, neuralgia pascaherpes, neuralgia

trigeminal.

2) Nyeri neuropatik sentral, letak lesi di medulla spinalis, batang otak,

thalamus, atau korteks serebri. Contoh: nyeri spinal pascatrauma,

nyeri sentral pascastroke.

b) Waktu, yaitu terbagi atas:

1) Nyeri neuropatik akut, nyeri yang dialami dalam waktu 3 bulan.

Contoh: iskhialgia pada HNP (hernia nucleus pulposus), neuralgia

trigeminal.

2) Nyeri neuropatik kronik, nyeri yang dialami dalam waktu lebih dari 3

bulan, atau nyeri yang masih ditemukan setelah jaringan cedera

sembuh. Ada 2 jenis nyeri neuropatik kronis:

Nyeri malignan, seperti: nyeri kanker, nyeri pascaradiasi, nyeri

pascaoperatif, nyeri pascakemoterapi.

9

Page 10: nyeri Neuropati

Nyeri nonmalignant, seperti: neuropati diabetic, sindrom

terowongan kapal (carpal tunnel syndrome), neuropati toksik,

nyeri sentral pascastroke, nyeri spinal pascatrauma.

3) Intensitas, berdasarkan intensitas, terbagi atas ringan, sedang, dan

berat.

2.5 PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer,

ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan

distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan

eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab

terhadap munculnya nyeri neuropatik spontan (Woolf, 2004).

Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor

disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik

serabut saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di

jaringan akan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator

inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya. Mediator

inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri spontan,

atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara langsung maupun tidak

langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau lesi

serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling atau

hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan

badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-

tunas baru ini, ada yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan sebagian lainnya

tidak mencapai organ target dan membentuk semacam pentolan yang disebut neuroma.

Pada neuroma terjadi akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+ channel.

Akumulasi Na+ channel menyebabkan munculnya ectopic pacemaker. Di samping ion

channel juga terlihat adanya molekul-molekul transducer dan reseptor baru yang

semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge, abnormal

mechanosensitivity, thermosensitivity, dan chemosensitivity (Devor and Seltzer, 1990).

Ectopic discharge dan sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal, chemical)

dapat menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan evoked pain.

10

Page 11: nyeri Neuropati

Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan

hilang. Akan tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis

dibanjiri potensial aksi yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensisitasi neuron-

neuron tersebut. Sensitisasi neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya

alodinia dan hiperalgesia sekunder. Dari keterangan di atas, secara sederhana dapat

disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif baik

perifer maupun sentral.

Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron

sebagai stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini

dimulai dari kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum

dorsalis (untuk viseral), sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan

korteks insula. Karakteristik sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas

neuron; rendahnya ambang batas stimulus terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya

terhadap stimulus yang nonnoksious, dan luasnya penyebaran areal yang mengandung

reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan dari berbagai neuron.

Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan terjadinya denervasi jaringan saraf

akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus dan inpuls aferen baik yang

berasal dari perifer maupun sentral dan juga bergantung pada aktivasi kanal ion di akson

yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA. Sejalan dengan

berkembangnya penelitian secara molekuler maka ditemukan beberapa kebersamaan

antara nyeri neuropatik dengan epilepsi dalam hal patologinya tentang keterlibatan

reseptor misalnya NMDA dan AMPA dan plastisitas disinapsis, immediate early gene

changes. Yang berbeda hanyalah dalam hal burst discharge secara paroksismal pada

epilepsi sementara pada neuropatik yang terjadi adalah ectopic discharge. Nyeri

neuropatik muncul akibat proses patologi yang berlangsung berupa perubahan

sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem inhibitorik

serta gangguan interaksi antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan

gambaran umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropatik

adalah menyangkut terapi yang berkaitan dengan kerusakan neuron dan sifatnya

ireversibel. Pada umumnya hal ini terjadi akibat proses apoptosis yang dipicu baik

melalui modulasi intrinsik kalsium di neuron sendiri maupun akibat proses inflamasi

sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian inilah yang mendasari konsep nyeri kronik yang

11

Page 12: nyeri Neuropati

ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini jugalah maka nyeri neuropatik harus secepat

mungkin di terapi untuk menghindari proses mengarah ke plastisitas sebagai nyeri

kronik. Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian lamina paling superfisial dari

medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang rendah (raba, tekanan,

vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam. Penelitian eksperimental

pada tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini setelah cedera pada saraf.

Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting affreen

dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum

diketahui benar apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati.

Hal ini menjelaskan mengapa banyak kasus nyeri intraktabel terhadap terapi. Rasa nyeri

akibat sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon

sentral abnormal serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat

disebabkan oleh faktor sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi

(Woolf, 2004).

Nyeri neuropati merupakan nyeri yang dikarenakan adanya lesi pada sistem

saraf perifer maupun pusat. Nyeri ini bersifat kronik dan mengakibatkan penurunan

kualitas hidup penderita. Nyeri neuropati melibatkan gangguan neuronal fungsional

dimana saraf perifer atau sentral terlibat dan menimbulkan nyeri khas bersifat epikritik

(tajam dan menyetrum) yg ditimbulkan oleh serabut Aδ yg rusak, atau protopatik seperti

disestesia, rasa terbakar, parestesia dengan lokalisasi tak jelas yang disebabkan oleh

serabut C yang abnormal. Gejala-gejala ini biasa disertai dengan defisit neurologik atau

gangguan fungsi lokal.

Umumnya, lesi saraf tepi maupun sentral berakibat hilangnya fungsi seluruh atau

sebagian sistim saraf tersebut, ini sering disebut sebagai gejala negatif. Akan tetapi,

pada bagian kecil penderita dengan lesi saraf tepi, seperti pada penderita stroke, akan

menunjukkan gejala positif yang berupa disestesia, parestesia atau nyeri. Nyeri yang

terjadi akibat lesi sistem saraf ini dinamakan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah

nyeri yang didahuluhi atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf.

Iskemia, keracunan zat tonik, infeksi dan gangguan metabolik dapat

menyebabkan lesi serabut saraf aferen. Lesi tersebut dapat mengubah fungsi neuron

sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan

12

Page 13: nyeri Neuropati

antara neuron dengan lingkungannya. Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan

keseimbangan neuron sensorik, melalui perubahan molekular, sehingga aktivitas serabut

saraf aferen menjadi abnormal (mekanisme perifer) yang selanjutnya menyebabkan

gangguan nosiseptik sentral.

Pada nyeri inflamasi maupun nyeri neuropatik sudah jelas keterlibatan reseptor

NMDA dalam proses sensitisasi sentral yang menimbulkan gejala hiperalgesia terutama

sekunder dan alodinia. Akan tetapi di klinik ada perbedaaan dalam terapi untuk kedua

jenis nyeri inflamasi sedangkan untuk nyeri neuropatik obat tersebut kurang efektif.

Banyak teori telah dikembangkan untuk menerangkan perbedaan tersebut.

Prinsip terjadinya nyeri adalah gangguan keseimbangan antara eksitasi dan

inhibisi akibat kerusakan jaringan (inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Eksitasi

meningkat pada kedua jenis nyeri tersebut pada neyeri neuropatik dari beberapa

keterangan sebelumnya telah diketahui bahwa inhibisi menurun yang sering disebut

dengan istilah disinhibisi. Disinhibisi dapat disebabkan oleh penurunan reseptor opioid

di neuron kornu dorsalis terutama di presinap serabut C.

Gambar 1. Patomekanisme dasar yang mempengaruhi saraf perifer.

Dari kerusakan jaringan (sebagai sumber stimuli nyeri) sampai dirasakan sebagai

persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologik yang secara kolektif

13

Page 14: nyeri Neuropati

disebut sebagai nosisepsi (nociception). Ada empat proses yang jelas yang terjadi pada

suatu nosisepsi, yakni ;

1) Proses Transduksi (Transduction), merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri

(noxious stimuli) di rubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima

ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik

(tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).

2) Proses Transmisi (Transmison), dimaksudkan sebagai penyaluran impuls

melalui saraf sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan

oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke

medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum

diteruskan ke thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari

thalamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks

serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan

dirasakan sebagai persepsi nyeri.

3) Proses Modulasi (Modulation), adalah proses dimana terjadi interaksi antara

sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan imput nyeri

yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Jadi merupakan proses

ascenden yang di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi

enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat

menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini

dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri

tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses

modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif

orang per orang.

4) Persepsi (perception), adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks

dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada

gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal sebagai

persepsi nyeri.

14

Page 15: nyeri Neuropati

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Nyeri neuropatik sering memiliki sering memiliki kualitas terbakar, perih atau, seperti

tersengat listrik. Secara umum nyeri neuropatik mempunyai manifestasi klinis seperti

berikut ini:

a. Nyeri Spontan (spontaneous pain, stimulus-independent pain).

Nyeri persisten (kontinyu, konstan, terus menerus)

Nyeri paroksismal, rasa: panas, dingin, menyayat, menusuk,

menikam, kesetrum, kausalgia, disestesia, parestesia.

b. Nyeri dengan stimulus (stimulus-dependent/stimulus-evoked pain)

Alodonia

Hiperalgesia

Hiperpatia

c. Defisit sensorik

Hipoestesia

Hipoalgesia

d. Gejala penyerta, seperti: insomnia, cemas, depresi, berat badan menurun,

kualitas hidup menurun.

2.7 DIAGNOSIS

A. Anamnesis

15

Page 16: nyeri Neuropati

Dalam penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha yang cermat

untuk memahami pengalaman nyeri pasien dan mengidentifikasi kausa sehingga kausa

tersebut dapat dihilangkan, apabila mungkin, hal yang pertama harus dilakukan adalah

anamnesis yang teliti untuk mengenal jenis nyeri yang dialami oleh pasien. Berikut

adalah data yang diperlukan untuk menilai nyeri ;

Tabel. 1. Data Esensial yang Perlu dikumpulkan untuk menilai Nyeri

Karateristik Nyeri Pertanyaan untuk pasien

Lokasi Dimana terasa nyeri?

Apakah nyeri menyebar?

Apakah nyeri di permukaan atau didalam?

Cara awitan Kapan nyeari dimulai?

Apakah nyeri timbul mendadak atau perlahan?

Apakah ada kejadian tertentu yang tampaknya

menimbulkan nyeri saat nyeri tersebut dimulai?

Pola

(penentuan waktu,

frekuensi, durasi)

Kapan nyeri timbul (pagi, siang, malam)?

Seberapa sering nyeri timbul?

Apakah nyerinya terus menerus atau hilang timbul?

Seberapa lama nyeri menetap?

Faktor yang

memperberat dan

memper ringan.

Apa yang kira-kira memicu nyeri?

Apa yang menyebabkan nyeri bertambah parah? (misalnya

pergerakan atau perubahan posisi, batuk atau mengejan,

minum atau makan)

Apa yang menyebabkan nyeri berkurang (misalnya

beridtirahat, tidur, merubah posisi misalnya berdiri, duduk,

berbaring atau membungkuk, makanan atau antasid)

Kualitas Seperti apa nyeri terasa? (misalnya berdenyut, tumpul,

pegal, tajam, seperti tertusuk, perih, speerti terbakar.)

Intensitas Seberapa hebat nyerinya? (minta pasien mengukur nyeri

menggunakan skala analog visual atau verbal, sebelum dan

sesudah pengbatan)

Gejala terkait Apakah ada masalah lain yang ditimbulkan oleh nyeri ?

16

Page 17: nyeri Neuropati

(misalnya anoreksia, mual, muntah, insomnia)

Efek pada gaya

hidup

Apakah nyaeri mengganggu aktifitas anda di rumah,

pekerjaan, atau interaksi sosial normal?

Apakah nyeri mengganggu keseharian hidup anda?

(misalnya, makan, tidur, aktivitas seksual, menyetir)

Metode untuk

mengurangi nyeri

Apa yang pernah dapat menolong mengurangi nyeri anda?

Apa yang tidak bermanfaat untuk mengurangi nyeri anda?

Setelah mendapatkan data dari anamnesis untuk menilai nyeri, untuk nyeri neuropatik

kita dapat melakukan pemeriksaan dengan menggunkan DN4 (Deouleur neuropatique 4

Question) atau LANSS Scoring (Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and

Signs pain scale).

Berikut adalah LANSS Scoring (Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and

Signs pain scale):

17

Page 18: nyeri Neuropati

Jika skor yang diperoleh lebih dari 12 berarti mengarah ke nyeri neuropatik.

A. Pemerikasaan Fisik, meliputi:

Pemeriksaan fisik umum

Pemeriksaan neurologis, seperti: kesadaran, saraf-saraf cranial, motorik,

sensorik, otonom, fungsi kortikal luhur.

B. Pemeriksaan Penujang, dilakukan berdasarkan atas indikasi.

18

Page 19: nyeri Neuropati

2.7 PENATALAKSANAAN

Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti

depresan trisiklik dan anti konvulsan karbamasepin

.

i. Anti depresan

Dari berbagai jenis anti depresan, yang paling sering digunakan untuk terapi

nyeri neuropati adalah golongan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin, maprotilin,

desipramin. Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu

memodulasi transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik

menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor

presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-

HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-

HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi

norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik

menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi aktivitas

adenilsiklasi. Penurunan aktivitas adenilsiklasi ini akan mengurangi siklik adenosum

monofosfat dan mengurangi pembukaan Si-Na. Penurunan Si-Na yang membuka berarti

depolarisasi menurun dan nyeri berkurang.

ii. Anti konvulsan

Anti konvulsan merupakan gabungan berbagai macam obat yang dimasukkan

kedalam satu golongan yang mempunyai kemampuan untuk menekan kepekaan

abnormal dari neuron-neuron di sistem saraf sentral. Seperti diketahui nyeri neuropati

timbul karena adanya aktifitas abnormal dari sistem saraf. Nyeri neuropati dipicu oleh

hipereksitabilitas sistem saraf sentral yang dapat menyebabkan nyeri spontan dan

paroksismal. Reseptor NMDA dalam influks Ca2+ sangat berperan dalam proses

kejadian wind-up pada nyeri neuropati. Prinsip pengobatan nyeri neuropati adalah

penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan blok Si-Na atau pencegahan

sensitisasi sentral dan peningkatan inhibisi.

iii. Karbamasepin dan Okskarbasepin

19

Page 20: nyeri Neuropati

Mekanisme kerja utama adalah memblok voltage-sensitive sodium channels

(VSSC). Efek ini mampu mengurangi cetusan dengan frekuensi tinggi dari neuron.

Okskarbasepin merupakan anti konvulsan yang struktur kimianya mirip karbamasepin

maupun amitriptilin. Dari berbagai uji coba klinik, pengobatan dengan okskarbasepin

pada berbagai jenis nyeri neuropati menunjukkan hasil yang memuaskan, sama, atau

sedikit diatas karbamazepin, hanya saja okskarbasepin mempunyai efek samping yang

minimal.

iv. Lamotrigin

Merupakan anti konvulsan baru untuk stabilisasi membran melalui VSCC,

merubah atau mengurangi pelepasan glutamat maupun aspartat dari neuron presinaptik,

meningkatkan konsentrasi GABA di otak. Khusus untuk nyeri neuropati penderita HIV,

digunakan lamotrigin sampai dosis 300 mg perhari. Hasilnya, efektivitas lamotrigin

lebih baik dari plasebo, tetapi 11 dari 20 penderita dilakukan penghentian obat karena

efek samping. Efek samping utama lamotrigin adalah skin rash, terutama bila dosis

ditingkatkan dengan cepat.

v. Gabapentin

Akhir-akhir ini, penggunaan gabapentin untuk nyeri neuropati cukup populer

mengingat efek yang cukup baik dengan efek samping minimal. Khusus mengenai

gabapentin, telah banyak publikasi mengenai obat ini diantaranya untuk nyeri neuropati

diabetika, nyeri pasca herpes, nyeri neuropati sehubungan dengan infeksi HIV, nyeri

neuropati sehubungan dengan kanker dan nyeri neuropati deafferentasi. Gabapentin

cukup efektif dalam mengurangi intensitas nyeri pada nyeri neuropati yang disebabkan

oleh neuropati diabetik, neuralgia pasca herpes, sklerosis multipel dan lainnya.

Dalochio, Nicholson mengatakan bahwa gabapentin dapat digunakan sebagai terapi

berbagai jenis neuropati sesuai denngan kemampuan gabapentin yang dapat masuk

kedalam sel untuk berinteraksi dengan reseptor α2β yang merupakan subunit dari Ca2+-

channel.

Pengobatan Step-Ladder WHO ;

1) OAINS efekif untuk nyeri ringan – sedang, opioid efektif untuk nyeri sedang-berat.

20

Page 21: nyeri Neuropati

2) Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan 2 ) dengan

pemberian intermiten (pro renata ) opioid yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

3) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang – berat, dapat

ditingkatkan menjadi 3 (ganti dengan opioid kuat dan analgesik dalam kurun waktu 24

jam setelah langkah 1 )

4) Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering digunakan adalah

morfin, kodein

5) Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan opioid ringan.

6) Jika fase nyeri akut pasien telah terlewat, lakukan pengurangan dosis secara bertahap

Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid Oral: antikonvulsan, antidepresan,

antihistamin, anxiolytie, kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol

Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin, Topical: lidokain patch,

EMLA Subkutan : opioid, anestesi lokal

21

Page 22: nyeri Neuropati

BAB III

KESIMPULAN

Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik

perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis

(akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes

zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul

spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus atau juga kombinasi.

Klasifikasi nyeri neuropati terbagi menjadi 2, yakni berdasarkan penyakit yang

mendahului dan letak anatomisnya, dan berdasarkan gejala. Berdasarkan penyakit yang

mendahului dan letak anatomisnya, nyeri neuropati terbagi menjadi

Perifer, dapat diakibatkan oleh neuropati, nueralgia pasca herpes zoster,

trauma susunan saraf pusat, radikulopati, neoplasma, dan lain-lain

Medula spinalis, dapat diakibatkan oleh multiple sclerosis, trauma medula

spinalis, neoplasma, arakhnoiditis, dan lain-lain

Otak, dapat diakibatkan oleh stroke, siringomielia, neoplasma, dan lain-lain.

Berdasarkan gejala, nyeri neuropati terbagi menjadi :

Nyeri spontan (independent pain)

Nyeri oleh karena stimulus (evoked pain)

Gabungan antara keduanya.

Obat-obatan yang banyak digunakan sebagai terapi nyeri neuropati adalah anti

depresan trisiklik dan anti konvulsan karbamasepin22

Page 23: nyeri Neuropati

DAFTAR PUSTAKA

1. Purba JS. Penggunaan Obat Antiepilepsi sebagai terapi Nyeri Neuropatik. [serial online] Oktober 2006 [cited 2008 February 8] : [3 screens]. Available from: URL: http://www.dexa-medica.com

2. Meliala L, Pinzon R. Breakthrough in Management of Acute Pain. [serial online] Oktober 2007 [cited 2008 February 2008] : [4 screens]. Available from: URL : http://www.dexa-medica.com

3. Argoff CE. Managing Neuropathic Pain: New Approaches For Today's Clinical Practice. [online] 2002 [cited 2008 February 8] : [31 screens]. Available from: URL : http://www.medscape.com/viewprogram/2361.htm

4. Richeimer S. Understanding neuropathic pain. [online] 2007 [cited 2008 February 8] : [6 screens]. Available from URL : http://www.spineuniverse.com

5. Beydoun A. Symptomatic treatment of neuropathic pain: a focus on the role of anticonvulsants. [online] April 2001 [cited 2008 Februari 2008] : [20 screens]. Available from: URL : http://www.medscape.com/viewprogram/220.htm

6. Zeltzer L. The use of topical analgesics in the treatment of neuropathic pain:mechanism of action, clinical efficacy, and psychologic correlates. [online] 2004 [cited 2008 Februari 8] : [2 screens]. Available from: URL: http://www.medscape.com

7. Kasper, Dennis et al. 2005. Harrison’s Principles of internal Medicine 16 th

edition. McGraw-Hill.

8. Ropper, A and Brown, R. 2005. Pain. Adams And Victor’s Principles Of Neurology. Eight Edition. McGraw-Hill. New York

9. Baron, Ralf, et al. 2010. Neuropathic Pain: diagnosis, pathophysiological mechanism, and treatment. Lancelot Neural; 9: 807-19.

10. Baron, Ralf. 2006. Mechanism of Disease: neuropathic pain-a clinical perspective. Nature Publishing Group.

23

Page 24: nyeri Neuropati

11. Cohen SP, Jianen M. 2014. Neuropathic Pain : Mechanism and Their Clinical Implication. USA : BMJ. PP; 348-60.

24