KARYA TULIS ILMIAH
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PEMAHAMAN INFORMASI
MEDIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS WOHA BIMA
Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas
Kedokteran
Universitas Mataram
Oleh
Nurfarhati
H1A012043
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2015
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Karya Tulis Ilmiah:Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Pemahaman Informasi Medis pada Pasien Rawat Jalan di
Puskesmas Woha Bima
Nama Mahasiswa :Nurfarhati
Nomor Mahasiswa :H1A012043
Fakultas :Kedokteran
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu syarat
meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram.
Mataram, 6 Desember 2015
Pembimbing Utama
dr. Hamsu Kadriyan, SpTHT.,M.Kes
NIP. 19730525 200112 1 001
Pembimbing Pendamping
dr. Muthia Cenderadewi
NIP. 19850128 201012 2 003
HALAMAN PENGESAHAN
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman Informasi
Medis Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Woha Bima
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama Mahasiswa : Nurfarhati
Nomor Mahasiswa : H1A 012 043
Telah dipertahankan
di depan Dewan Penguji
pada tanggal 14 Desember 2015
Ketua :
dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL, M.Kes
NIP. 19730525 200112 1 001
Anggota :
dr. Muthia Cenderadewi
NIP . 19850128 201012 2 003
Anggota :
dr. Yunita Sabrina, M.Sc,Ph.D
NIP.19760624 2001 12 2 001
Mengetahui,
Dekan FK Universitas Mataram,
dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL, M.Kes
NIP. 19730525 200112 1 001
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
berkat dan rahmat-Nya, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi
salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram untuk meraih gelar Sarjana. Karya tulis ini
berjudul: Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman
Informasi Medis pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Woha Bima
Selama proses penyusunan karya tulis ini, penulis mendapatkan
banyak bimbingan, bantuan dan dukungan dari pihak baik dalam
institusi maupun dari luar institusi Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karuniannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Harta yang sangat berharga Ibu Tercinta Flora dan Bapak
Terhebat Syahlan yang telah membesarkan dan mendidik saya. Saya
berterima kasih kepada beliau berdua karena dengan dukungan beliau
berdualah saya dapat melanjutkan pendidikan hingga perguruan
tinggi. Terima kasih banyak atas cinta, kasih sayang dan doa yang
tiada henti, juga perhatian, nasihat, motivasi, dan support yang
tidak ternilai harganya hingga saya menjadi perempuan mandiri
hingga dititik ini. Saya menyadari bahwa tanpa beliau berdua,
mustahil saya bisa menjadi seperti sekarang.
3. Kedua saudara yang menemani masa kecil saya dengan cinta dan
kasih sayang yang nyata Faisal Rahmah dan Iqhwanul Muslimin. Terima
kasih tanpa kalian berdua saya tidak mungkin sekuat ini menghadapi
semua ini
4. Prof Ir. H. Sunarpi, Ph.D selaku rektor universitas
mataram.
5. dr. Hamsu Kadriyan SpTHT, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian.
6. dr. Hamsu Kadriyan SpTHT, M.Kes selaku pembimbing utama yang
membimbing dan memberi banyak masukan serta saran dengan penuh
kesabaran selama proses penyusunan karya tulis ini.
7. dr. Muthia Cenderadewi selaku pembimbing pendamping yang
selalu memberi bimbingan, petunjuk, dan masukan dengan penuh
kesabaran selama penulisan demi kelancaran proses penyusunan karya
tulis ini.
8. dr. Ganis Kristanto, selaku kepala Puskesmas Woha Bima yang
telah mempermudah perijinan pelaksanaan penelitian ini.
9. Hartini Ahadiyatur Ru’yi dan Maya Farahiya yang merupakan
teman satu tim penelitian dan sahabat seperjuangan dalam menyusun,
menjalani, dan menyelesaikan penelitian ini.
10. Teman seperjuangan “Diskotik” (kk Hul, kk Aten, Mbak may, kk
yan, kk is) yang telah mewarnai kehidupan penulis selama kuliah di
FK Unram
11. Teman sejawat “Dennias” (Dedew, Ana, Nita, Mbak can, Mbak
may, Kk is) yang telah mengajari banyak hal baik secara langung
maupun tidak langsung kepada penulis selama kuliah di FK Unram
12. Teman seperantaun “Bima-Dompu” (Ainun, Uswa, Mbak Ida, Kk
Ardian) yang telah menemani dan mengerti penulis selama kuliah di
FK Unram
13. Lis, Erna, Hatma, Subhi sahabat SMA yang selalu setia
menemani dan mendengarkan keluh kesah saya hingga sekarang.
14. Abang Vito yang telah membantu mengajarkan SPSS pada kami
bertiga
15. Teman-teman seperjuangan FK Unram 2012 MUSKULUS yang telah
memberikan dukungan dan bantuan selama proses perkuliahan.
16. Seluruh dokter dan petugas kesehatan di Puskesmas Woha Bima
yang telah bersedia memberikan bantuan tanpa lelah selama
pengambilan data.
17. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima
kasih atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah
ini masih jauh dari sempurna. Semoga tulisan ini dapat memberikan
sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberikan manfaat
bagi pembaca yang memerlukannya.
Mataram, 6 Desember 2015
Penulis
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Mataram, 6 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
PRAKATA
iv
PERNYATAAN
vii
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
xiv
ABSTRAK……………………………………………………………..
xv
ABSTRACT
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
4
1.3. Tujuan Penelitian
4
1.4. Manfaat Penelitian
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Hubungan Pasien dengan Dokter
6
2.1.1 Komunikasi Efektif Dokter Pasien
6
2.1.2 Komunikasi Efektif dan Hubungan Pasien dengan Dokter
9
2.2 Kewajiban dan Hak Dokter
11
2.2.1 Kewajiban Profesi Dokter
11
2.1.2 Hak-Hak Profesi Seorang Dokter
11
2.3 Kewajiban dan Hak Pasien
12
2.3.1 Kewajiban Pasien
12
2.3.2 Hak-Hak Pasien
12
2.4 Kewajiban dan Hak Puskesmas
13
2.4.1 Kewajiban Puskesmas
13
2.4.2 Hak Puskesmas
15
2.5 Informasi Medis
18
2.5.1 Definisi Informasi Medis
18
2.5.2 Manfaat Informasi Medis
18
2.5.3 Sumber-Sumber Informasi Medis
19
2.5.4 Bentuk-bentuk Informasi Medis
20
2.5.5 Informasi antar dokter-pasien
25
2.5.6 Masalah dalam penympaian informasi
27
2.5.6.1 Faktor Dokter
27
2.5.6.2 Faktor Pasien
28
2.5.6.3 Faktor Lingkungan
28
2.6 Kerangka Konsep
30
2.7 Hipotesis
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
32
3.1 Rancangan Penelitian
32
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
32
3.3 Populasi Penelitian
32
3.4 Sampel
33
3.4.1 Pengambilan Sampel
33
3.4.2 Besar Sampel
33
3.4.3 Kriteria Inklusi
34
3.4.4 Kriteria Eksklusi
34
3.5 Variabel Penelitian
35
3.5.1 Variabel tergantung
35
3.5.2 Variabel bebas
35
3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian
35
3.7 Instrumen Penelitian
45
3.8 Pengumpulan Data Penelitian
46
3.9 Analisis Data
46
3.9.1 Analisis Deskriptif
46
3.9.2 Analisis Bivariat
46
3.9.3 Analisis Multivariat
47
3.10 Alur Penelitian
48
3.11 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
50
4.1 Hasil Penelitian
50
4.1.1 Karasteristik Penelitian
50
4.1.2 Analisis Data
54
4.1.2.1 Presentase Variabel
54
4.1.2.2 Uji Chi-Square
57
4.1.2.3 Uji Regresi Logistik
57
4.1.2.4 Koefisien Regresi Logistik
58
4.1.2.5 Kekuatan Faktor Resiko (EXP B)
58
4.2 Pembahasan
59
4.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman
59
4.2.2 Kelemahan
Penelitian.........................................................
62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
64
5.1 Kesimpulan
64
5.2 Saran
65
5.2.1 Bagi Dokter
65
5.2.2 Bagi Pasien
65
5.2.3 Bagi Peneliti
65
DAFTAR PUSTAKA
67
Lampiran
70
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Teori Komunikasi
6
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
30
Gambar 3.10 Alur Penelitian
48
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.11. Rencana Penelitian
49
Tabel 4.1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
50
Tabel 4.2. Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur
51
Tabel 4.3. Distribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan
51
Tabel 4.4. Distribusi pasien berdasarkan pekerjaan
52
Tabel 4.5. Distribusi tingkat pengetahuan pasien dalam menggali
suatu
informasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik
52
Tabel 4.6. Distribusi kemampuan dokter dalam berkomunikasi
berdasarkan kategori baik dan kurang baik
53
Tabel 4.7. Distribusi keadaan lingkungan berdasarkan kategori
baik dan
kurang baik
53
Tabel 4.8. Distribusi tingkat pemahaman pasien berdasarkan
kategori baik
dan kurang baik
54
Tabel 4.1.2.1. Persentase Variabel
55
Tabel 4.9. Hasil uji variable dengan chi-square
57
Tabel 4.10. Variabel dengan uji regresi logistik
58
Tabel 4.11 Variables in the equation
58
Tabel 4.11. Nilai OR atau EXP(B)
58
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Ijin Ethical Clearence
70
Lampiran 2 Kuesioner
71
Lampiran 3 Hasil input
spss....................................................................79
Lampiran 4 Foto-Foto
99
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan/Lambang
Arti dan Keterangan
NTB
Menkes
Permenkes
UU
CUKB
SPSS
OR
EXP(B)
Nusa Tenggara Barat
Menteri Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan
Undang-Undang
Cara Uji Klinik yang Baik
Statistical Product and Service Solution
Odds Ratio
Exponent (B)
ABSTRAK
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PEMAHAMAN INFORMASI
MEDIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS WOHA BIMA
Nurfarhati, Hamsu Kadriyan, Muthia Cenderadewi
Latar belakang : Komunikasi merupakan salah satu kompetensi yang
harus dikuasai oleh dokter karena komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien.
Pemahaman informasi medis yang diterima pasien sering kali berbeda
bahkan ada pasien yang tidak mengerti tentang informasi yang
disampaikan tersebut. Oleh sebab itu penelitian ini mencoba mencari
faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman informasi
medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional
analytic, sampel dipilih menggunakan teknik convinience sampling
dari pasien rawat jalan yg memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi,
pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisa
statistik menggunakan analisa deskriptif, analisa bivariat dengan
metode chi square, dan analisis multivariat dengan uji regresi
logistik untuk menguji kekuatan dari faktor dokter, faktor pasien,
dan faktor lingkungan.
Hasil: Persentase pasien dengan tingkat pemahaman baik yang
berobat ke Puskesmas Woha Bima adalah sebanyak 32 orang (61%) dan
persentase pasien dengan tingkat pemahaman kurang baik sebanyak 20
orang (38%). Faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman informasi
medis (p<0,05) pasien rawat jalan di Puskesmas Woha Bima yaitu
faktor variabel pasien.
Kesimpulan: Faktor pasien didapatkan mempengaruhi tingkat
pemahaman pasien terhadap informasi medis. Kata kunci : Informasi
medis, Tingkat pemahaman, Pasien, Dokter, Lingkungan.
ABSTRACT
INFLUENCING FACTORS OF THE UNDERSTANDING LEVEL OF MEDICAL
INFORMATION AT PUSKESMAS WOHA BIMA
Nurfarhati, Hamsu Kadriyan, Muthia Cenderadewi
Background: Communication is one of the competencies that must
be mastered by the doctor because it determine the success in
helping to resolve the patient's health problems. Patients
understending of medical information is often differ from what was
meant to be delivered by medical personnel. Therefore the objective
of this study is to do determine to determine the factors that can
affect the level of understanding in patients at puskesmas Woha
Bima. Methods: The research used a cross sectional study design.
Samples, who fulfill inclusion criteria, were selected by using
convenience sampling technique. Data collected using questionare.
Statistical analysis were performed, which included descriptive
analysis, bivariate analysis (chi square method), and multivariate
analysis (logistic regression) to test the strength of each risk
factors. Results: The percentage of patients with good
understanding of the medical treatment in the Puskesmas Woha Bima
is 61% and the percentage of patients with poor level understending
was 38% respondents. Patient factor was found to be correled with
level of understanding of medical information outpatient in
Puskesmas Woha Bima.
Conclution: Patient factor affect patients level of
understanding for medical information.
Key words: Medical Information, Level of Understanding, Patient,
Doctor, Environment.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Profesi dokter merupakan profesi yang mempunyai tujuan mulia
bagi masyarakat, karena tujuan dasar ilmu kedokteran adalah
meringankan sakit, penderitaan fisik, psikis, dan sosial pada
pasien dan masyarakat. Profesi dokter sangat mulia karena berkaitan
dengan hal yang berharga dalam hidup seseorang yaitu masalah
kesehatan dan kehidupan. Salah satu prinsip dasar etik kedokteran
yaitu primum non necere yaitu yang terpenting adalah tidak
merugikan pasien baik secara sosial maupun ekonomi. Di dalam
pelayanan kedokteran, terdapat dua pihak yang saling berhubungan,
yaitu dokter dan pasien. Jika tidak tercipta hubungan antara dokter
dengan pasien, maka tidak akan terjadi suatu pelayanan kedokteran
(Hanafiah dan amir, 2012).
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan
salah satu kompetensi yang harus dikuasai karena komunikasi
menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah
kesehatan pasien. Selama ini komunikasi dapat dikatakan terabaikan,
baik dalam pendidikan maupun dalam praktik kedokteran/kedokteran
gigi. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang
cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan
tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa
dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior),
sehingga takut
bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan
dokter saja. Tidak mudah bagi dokter untuk mendapat keterangan dari
pasien. Perlu dibangun hubungan saling percaya, keterbukaan,
kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun
kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan ini, pasien
akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat
membantu dokter dalam menegakkan diagnosis dan menentukan
perencanaan dan tindakan lebih lanjut (Konsil Kedokteran Indonesia,
2006).
Salah satu hal yang sangat penting sebelum melakukan pelayanan
kedokteran/ pelayanan kesehatan bagi pasien yaitu informed consent/
persetujuan tindakan medis/ persetujuan tindakan kedokteran.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/Menkes/Per/III/2008, persetujuan tindakan kedokteran adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat
setelah penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien (Permenkes,
2008).
Informed consent memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medis
tidak ada dasar kebenaran yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasiennya serta memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, dan pada setiap tindakan
medis melekat suatu resiko. Menurut Manual Persetujuan Tindakan
Kedokteran yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI),
suatu persetujuan dianggap sah apabila pasien telah diberi
penjelasan/ informasi, pasien atau yang sah mewakilinya dalam
keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan/ persetujuan,
dan persetujuan harus diberikan secara sukarela (Konsil Kedokteran
Indonesia, 2006).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman
pasien, mengingat kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan
informasi medis terus meningkat. Faktor-faktor tersebut antara lain
budaya, kebiasaan dan tingkat pendidikan. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Fong Ha dkk di Royal Perth Australia pada tahun
2010 menunjukan bahwa kebanyakan keluhan tentang dokter terkait
dengan masalah komunikasi bukan kompetensi klinis. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Putra dkk pada tahun 2011 di RSUP NTB
menunjukkan hasil presentase pasien dengan tingkat pemahaman baik
yang berobat ke RSUP NTB adalah sebanyak 78 orang (26%), sedangkan
pasien dengan tingkat pemahaman buruk sebanyak 222 orang (74 %).
Gambaran ini menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk dapat
menurunkan tingkat pemahaman pasien terhadap informasi medis
(Putra, dkk, 2011; Fong Ha, dkk, 2010).
Kabupaten Bima, memiliki perbedaan dengan Kota Mataram dalam hal
demografi, baik dalam hal jumlah penduduk, kepadatan, pendapatan
serta pendidikan. Adapun alasan pemilihan lokasi karena tersedianya
sampel yang memadai dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai
pemahaman informasi medis sebelumnya di Puskesmas wilayah NTB. Oleh
karena berbagai permasalahan tersebut maka peneliti memutuskan
untuk melakukan penelitian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Pemahaman Informasi Medis pada Pasien Di Puskesmas Woha
Bima.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana tingkat pemahaman informasi medis pasien di
Puskesmas Woha Bima?
1.2.2 Bagaimana distribusi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha
Bima?
1.2.3 Bagaimana pengaruh faktor dokter, faktor pasien, dan
faktor lingkungan terhadap tingkat pemahaman informasi medis pada
pasien di Puskesmas Woha Bima?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui tingkat pemahaman informasi medis pada pasien
di Puskesmas Woha Bima
1.3.2 Mengetahui distribusi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di
Puskesmas Woha Bima
1.3.3 Mengetahui pengaruh faktor dokter, faktor pasien dan
faktor lingkungan terhadap tingkat pemahaman informasi medis pada
pasien di Puskesmas Woha Bima
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu
1. Bagi dokter
Dokter dapat lebih memperhatikan pelayanan terhadap pasien
terutama kawajibannya memberikan informasi medis secara jelas,
lengkap, dan dapat dimengerti sepenuhnya oleh pasien
2. Bagi Puskesmas
Memberikan gambaran faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
tingkat pemahaman pasien terhadap informasi medis sehingga
pelayanan kepada pasien dapat diperbaiki atau ditingkatkan.
3. Bagi Peneliti dan Masyarakat
a. Menambah wawasan peneliti dan pembaca tentang factor-faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis
b. Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hubungan pasien dengan dokter
2.1.1 Komunikasi efektif dokter pasien
Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran
atau informasi kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut dapat mengerti dengan baik apa yang
dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi tersebut
(Wasisto, 2008). Proses komunikasi yang baik dan efektif terdiri
dari beberapa elemen penting seperti digambarkan dalam skema
berikut:
Gambar 2.1 (Sumber: David, 1960 dan Wasisto, 2008)
Pesan yang disampaikan pada suatu komunikasi dimulai dari sumber
sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar
manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga
dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga.
yang disampaikan dalam bentuk verbal, tulisan, nonverbal, atau bisa
juga gabungan dari ketiganya. Pesan ini disampaikan melalui saluran
(channel) tertentu yang sesuai dengan kebutuhan saat komunikasi
tersebut (David, 1960 dan Wasisto, 2008).
Dalam komunikasi, media adalah alat yang dapat menghubungkan
antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap
orang bisa melihat, membaca dan mendengarnya. Media dalam
komunikasi dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yakni berupa
media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surat
kabar, majalah, buku, brosur, stiker, buletin, spanduk, poster, dan
sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain: radio, film,
televisi, komputer, dan sebagainya. Penerima pesan (receiver) akan
menerima pesan yang telah disampaikan oleh pengirim pesan dan
menerjemahkan (decoding) pesan tersebut sesuai pesan yang dikirim
oleh pengirim pesan (David, 1960 dan Wasisto, 2008).
Pengaruh atau efek adalah perbedaan terhadap apa yang
dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan
sesudah menerima pesan. Pengaruh tersebut bisa terjadi pada
pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang, karena pengaruh juga
bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan,
sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. Umpan
balik merupakan salah satu bentuk dari pada pengaruh yang berasal
dari penerima. Akan tetapi umpan balik bisa juga berasal dari unsur
lain seperti media dan pesan, meski pesan belum sampai pada
penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan
sebelum dikirim dan alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan
tersebut mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan. Umpan balik
penting sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi
kesalah pahaman (David, 1960 dan Wasisto, 2008).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi
dokter-pasien, antara lain:
1. Faktor Pasien: dapat berupa masalah fisik, faktor psikologis,
pengalaman perawat medis sebelumnya, dan pengalaman perawat medis
saat ini.
2. Faktor Dokter: pelatihan dalam keterampilan berkomunikasi,
percaya diri dalam kemampuan berkomunikasi, kepribadian, faktor
fisik (contoh : kelelahan), dan faktor psikologis (contoh :
cemas).
3. Pengaturan suasana saat anamnesis, misalnya: Privasi,
Lingkungan yang nyaman, Pengaturan tempat duduk yang tepat
(Effendy, 2004).
Hal-hal yang dapat menghambat komunikasi antara dokter-pasien
antara lain, penggunaan istilah-istilah medis/ilmiah,
pseudo-komunikasi (tetap berkomunikasi dengan lancar padahal pasien
tidak sepenuhnya mengerti atau mempunyai persepsi yang berbeda
tentang apa yang dibicarakan), komunikasi non verbal (mimik muka,
nada suara, gerakan yang mungkin mempengaruhi pemahaman pesan/
informasi yang diberikan). (Effendy, 2004).
Komunikasi yang baik dilakukan antara dokter dan pasien
merupakan faktor pendukung keberhasilan dari informed consent.
Seorang dokter yang bisa menjelaskan dengan baik dan diterima oleh
pasiennya dengan jelas tentang tindakan medis yang akan dilakukan,
akan memudahkan dokter tersebut dalam memperoleh persetujuan
tindakan medis (Rumanti, 2002).
Efektifitas komunikasi akan terjadi secara maksimal jika dalam
proses tersebut paling tidak harus memenuhi lima komponen
berikut:
1. Adanya kesamaan kepentingan antara komunikator dengan
komunikan
2. Adanya sikap yang saling mendukung dari kedua belah pihak
3. Terdapat sikap positif dari keduanya, yaitu sikap saling
menerima pikiran atau ide yang disampaikan
4. Sikap terbuka antara kedua pihak
5. Masing-masing pihak mencoba menempatkan diri pada mitra
wicaranya (Rumanti, 2002).
2.1.2 Komunikasi efektif dan hubungan pasien dengan dokter
Komunikasi dapat efektif apabila pesan dapat diterima dan
dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan diterima
oleh penerima pesan dan tidak didapatkan hambatan dalam hal itu.
Komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah proses
penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan
efisien bagi keduanya (Hardjana, 2003).
Dalam dunia kedokteran ada 2 pendekatan komunikasi yang
digunakan:
1. Disease centered communication style atau doctor centered
communication style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan
dokter mendiagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik
mengenai tanda dan gejala-gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered
communication style adalah Komunikasi berdasarkan apa yang
dirasakan pasien tentang penyakit yang secara individu merupakan
pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya,
harapannya, yang menjadi kepentingannya serta apa yang
dipikirkannya (Wasisto, 2008).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah menyatukan sudut pandang
pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter dan pasien
(doctor-patient partnership). Keduanya berada dalam level yang
sejajar dan saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah
kesehatan pasien (Wasisto, 2008).
2.2 Kewajiban dan Hak Dokter
2.2.1 Kewajiban – kewajiban Profesi Dokter
Kewajiban-kewajiban dokter (De beroepsplichten van de arts)
dapat dibedakan dalam lima kelompok, yaitu :
a. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial dari
memelihara kesehatan
b. Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis
c. Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran
d. Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan
(proportionaliteits beginsel)
e. Kewajiban yang berhubungan dengan hak pasien (Soerjono dan
Herkunto, 1987).
2.2.2 Hak-hak profesi seorang dokter
a. Hak untuk bekerja menurut standar profesi medis
b. Hak menolak melaksanakan tindakan medis yang ia tidak dapat
pertanggung jawabkan secara profesional
c. Hak untuk menolak suatu tindakan medis yang menurut suara
hatinya (conscienci) tidak baik
d. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika ia
menilai bahwa kerjasama antara pasien dia tidak ada lagi
gunanya
e. Hak atas privacy dokter
f. Hak atas itikad baik dari pasien dalam melaksanakan kontrak
terapeutik
g. Hak atas balas jasa
h. Hak dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadapnya
i. Hak untuk membela diri
j. Hak memilih pasien (Soerjono dan Herkunto, 1987).
2.3 Kewajiban dan Hak Pasien
2.3.1 Kewajiban Pasien
Kewajiban–kewajiban pasien perlu ditaati, Hal ini memang sangat
dibutuhkan dalam transaksi terapeutik sebab jika tidak dilaksanakan
oleh pasien harapan untuk sembuh tidaklah tercapai.
Kewajiban-kewajiban itu harus dipenuhi oleh pasien yakni kesembuhan
atas penyakit yang dideritanya. Adapun kewajiban-kewajiban yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi kepada dokter tentang penyakit yang
dideritanya dengan lengkap
b. Mematuhi petunjuk-petunjuk dokter
c. Mematuhi privacy dokter
d. Memberikan imbalan / honorarium kepada dokter (Soerjono dan
Herkunto, 1987).
2.3.2 Hak-hak Pasien
Hak untuk menentukan diri sendiri adalah dasar dari hak-hak
pasien. Dikenal berbagai hak pasien sebagai berikut :
a. Hak atas pelayanan medis dan perawatan
b. Hak atas informasi dan persetujuan
c. Hak atas rahasia kedokteran
d. Hak memilih dokter dan rumah sakit
e. Hak untuk menolak dan menghentikan pengobatan
f. Hak untuk tidak terlalu dibatasi kemerdekaannya selama proses
pengobatan pasien boleh melakukan hal-hal yang lain asal tidak
membahayakan kesehatannya
g. Hak untuk mengadu dan mengajukan gugatan
h. Hak atas ganti rugi
i. Hak atas bantuan hukum
j. Hak untuk mendapatkan nasehat uintuk ikut serta dalam
eksperimen
k. Hak atas perhitungan biaya pengobatan dan perawatan yang
wajar dan penjelasan perhitungan tersebut (Soerjono dan Herkunto,
1987).
2.4 Kewajiban dan Hak Puskesmas
2.4.1 Kewajiban Puskesmas
Kewajiban puskesmas belum diatur secara jelas dalam
undang-undang. Namun, dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 128
tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, diatur tentang upaya
kesehatan wajib, fungsi dan tugas, dan azas penyelenggaraan
puskesmas yang konteksnya hampir mirip dengan kewajiban puskesmas,
yakni:
1. Menggerakan Pembangunan Kesehatan Berwawasan Kesehatan
a. Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di
wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan
kesehatan,
b. Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya
c. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga
dan masyarakat :
a. Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat.
b. Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk pembiayaan.
c. Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan
program kesehatan.
3. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan mencakup:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
b. Pelayanan kesehatan masyarakat.
4. Melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam pemberian
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Posyandu, Polindes
dan jaringan pelayanan kesehatan lain dan dalam fungsi pembinaan
(Dinkes Kabupaten dan Kantor Kecamatan);
5. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan
masyarakat di wilayah kerjanya;
6. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan
keterjangkauan pemerataan kesehatan yang diselenggarakan;
7. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga
dan masyarakat beserta lingkungannya;
8. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas
agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya
(Permenkes, 2004).
2.4.2 Hak Puskesmas
Hak puskesmas belum di atur secara khusus dalam
perundang-undangan. Namun di dalam Undang-Undang Peraturan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 75 tahun 2004 mengatur
Penyelenggaran Fungsi Puskesmas, Sebagai Berikut:
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat tingkat pertama di
wilayah kerjanya, puskesmas berwenang untuk:
a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah
kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang
diperlukan
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan
masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan
upaya kesehatan berbasis masyarakat
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan
kesehatan
h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap
akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan dan
i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit (Permenkes, 2004).
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan tingkat pertama di
wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk:
a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara
komprehensif, berkesinambungan dan bermutu
b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif
c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung
e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip
koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi
f. melaksanakan rekam medis
g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap
mutu dan akses Pelayanan Kesehatan
h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan
i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya dan
j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis
dan Sistem Rujukan (Permenkes, 2004).
2.5 Informasi Medis
2.5.1 Pengertian Informasi Medis
Informasi Medis merupakan suatu pengelolaan informasi secara
sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan kepada
masyarakat (Sanjoyo R, 2013). Komunikasi kesehatan yang berlangsung
positif memberikan dampak penting bagi pasien, dokter, dan orang
lain. Seorang dokter lebih cenderung melakukan diagnosis yang lebih
akurat dan komprehensif guna mendeteksi tekanan emosional pada
pasien, pasien yang memiliki rasa puas dengan perawatan dan kurang
cemas, dan setuju dengan mengikuti saran yang diberikan (Lloyd dan
Bor, 1996).
Pertukaran informasi (exchange of information) antara dokter dan
pasien sangat penting menurut Ong, (1975), Dari sudut pandang
kedokteran, dokter harus mendapatkan informasi dari pasien untuk
menyakini diagnosis yang tepat dan rencana perawatan. Dari
perspektif lain, pasien harus mengetahui dan memahami dan merasa
dikenal dan dipahami. Dalam rangka untuk memenuhi kedua kebutuhan
ini, perlu bergantian antara pemberian informasi dan bertukar
informasi.
2.5.2 Manfaat Informasi Medis
Informasi sangat beragam, baik dalam jenis, tingkatan maupun
bentuknya. Manfaat informasi bagi setiap orang berbeda-beda. Adapun
manfaat dari informasi menurut Sutanta (2003), adalah:
1. Menambah pengetahuan
Dengan informasi akan menambah pengetahuan bagi penerima yang
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan.
2. Mengurangi ketidakpastian pemakai informasi
Informasi akan mengurangi ketidakpastian terhadap apa yang akan
terjadi dapat diketahui sebelumnya, sehingga kemungkinan
menghindari keraguan pada saat pengambilan keputusan tersebut.
3. Mengurangi resiko kegagalan
Adanya informasi akan mengurangi resiko kegagalan terhadap apa
yang akan terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga
kemungkinan terjadinya kegagalan akan dapat dikurangi dengan cara
pengambilan keputusan yang tepat.
4. Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan
Mengurangi keanekaragaman yang tidak perlu akan menghasilkan
keputusan yang lebih terarah.
5. Memberikan standar, aturan-aturan, keputusan dan
ukuran-ukuran, untuk menentukan pencapaian, sasaran dan tujuan.
2.5.3 Sumber-sumber informasi
Sumber informasi sangat penting bagi seseorang dalam menentukan
sikap atau keputusan bertindak. Sumber informasi itu ada di
mana-mana, di pasar-pasar, sekolah, rumah, lembaga-lembaga
kesehatan dan lain lainnya, buku-buku, majalah, surat kabar,
perpustakaan. Intinya dimana suatu benda atau peristiwa berada, di
sana bisa tercipta informasi yang kemudian direkam dan disimpan
melalui media elektronik ataupun media cetak (Sutanta, 2003).
Menurut Yusup (2009) sumber-sumber informasi banyak jenisnya.
Majalah, buku, radio, surat kabar, tape recorder, CD-ROM, disket
komputer, brosur, pamplet, dan media rekaman informasi lainnya
merupakan tempat terdapatnya informasi.
Menurut WHO 2010, sistem informasi kesehatan merupakan salah
satu dari 6 komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara.
Keenam komponen sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan)
2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis,
vaksin, dan teknologi kesehatan)
3. Health worksforce (tenaga medis)
4. Health system financing (system pembiayaan kesehatan)
5. Health information system (sistem informasi kesehatan)
6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)
2.5.4 Bentuk-bentuk Informasi
2.5.4.1 Informasi Verbal
Informasi verbal merupakan Infromasi yang menggunakan kata-kata,
lisan maupun tulisan. Infromasi ini paling banyak digunakan dalam
hubungan antar manusia. Melalui beberapa kata-kata, mereka
mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud
mereka, menyampaikan data, fakta, dan informasi serta
menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling
berdebat, dan bertengkar (Sutanta, 2003).
Contoh komunikasi verbal yang sering digunakan oleh tenaga
kesehatan adalah melakukan diagnosis penyakit, melakukan
pemeriksaan fisik seperti inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi,
melakukan injeksi terhadap pasien, observasi pasien dan lain-lain
(Sutanta, 2003).
2.5.4.2 Informasi Non-Verbal
Informasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain. Dokter perlu menyadari pesan verbal dan
non-verbal yang disampaikan oleh pasien (Sutanta, 2003).
Beberapa contoh komunikasi non-verbal adalah sebagai
berikut:
1.Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi terhadap
hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi
adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan
antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan
sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar.
2. Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan suatu hal pertama yang
diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul
antara 20 detik sampai 5 menit pertama. Delapan puluh empat persen
dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli
Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara
berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial,
pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Dokter yang memperhatikan
penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional
yang positif.
3.Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti
pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Dokter harus menyadari emosinya ketika
sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan
rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada
suara Pasien
4.Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang
tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik,
bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar
penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat
penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan
kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang
dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik.
Dokter sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara
dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk
sehingga Dokter tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien
dilakukan dalam keadaan sejajar.
5. Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri
dan keadaan fisik. Dokter dapat mengumpilkan informasi yang
bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah
dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau
fraktur.
6. Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan
melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam
hubungan dokter-pasien, namun harus mnemperhatikan norma sosial.
Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992)
menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika
membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan
sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus
dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.
7. Kontak Mata
Kontak mata merupakan alat komunikasi nonverbal paling penting.
Hal ini memungkinkan Anda untuk berhubungan dengan audiens dalam
memproyeksikan kesungguhan dan keterbukaan, dan menjaga
perhatiannya. Kontak mata memberikan informasi sosial terhadap
orang yang Anda ajak mendengarkan dan berbicara. Terlalu banyak
kontak mata akan dipandang sebagai seseorang yang agresif, kontak
mata Anda yang terlalu sedikit, dapat dipandang sebagai seseorang
yang tidak memiliki kepentingan didepan lawan bicara Anda.
9. Paralanguage
Merupakan suara-suara/vokal nonverbal yang merupakan aspek-aspek
dari percakapan, seperti kecepatan berbicara: volume, ritme;
bentuk-bentuk vokal: tertawa, pekikan, rintihan, uh, ahh, dan
sebagainya.
10.Diam
Diam bukan berarti tidak melakukan komunikasi. Diam sapat
diartikan sebagai berikut:
a. Memberi kesempatan berpikir
b. Menyakiti
c. Mengisolasi diri sendiri
d. Mencegah komunikasi
e. Mengkomunikasikan perasaan
f. Tidak menyampaikan sesuatupun (Sutanta, 2003).
2.5.5 Informasi antar Dokter-Pasien
Hak atas informasi disebut dengan The Right of Information.
Dalam hal ini, pihak yang bertanggung jawab memberikan informasi
mengenai pasien adalah dokter. Artinya bahwa dokter berkewajiban
menyampaikan informasi medis kepada pasien baik diminta maupun
tidak. Informasi yang harus diberikan dokter kepada pasien tersebut
antara lain :
a. Hasil Pemeriksaan atau Diagnosis
Yaitu pengenalan keadaan atau gejala-gejala penyakit. Diagnosa
ini harus disusun berdasarkan keterangan dan keluhan yang
disampaikan pasien mengenai penyakitnya pada dokter. Setelah itu
pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan
selanjutnya berada di tangan pasien.
b. Terapi, atau Cara-cara Pengobatan dan Alternatif Lain
Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter akan menentukan terapi
yang sesuai dengan keluhan penyakit pasien tersebut. Selain itu,
dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses
diagnosis dan terapi. Dokter harus menjelaskan prosedur,
keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
c. Resiko
Resiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan
disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya
hal tersebut. Hal-hal yang dijadikan pedoman adalah sifat risiko,
berat ringannya risiko, dan kapan risiko tersebut akan terjadi.
Selain itu dokter juga harus menjelaskan risiko jika pasien menolak
salah satu atau seluruh pengobatan yang ditawarkan oleh dokter.
d. Penderitaan Sakit dan Ketidaknyamanan
Apabila dalam menjalani pengobatan, kemungkinan pasien akan
mengalami suatu perasaan sakit atau perasaan yang lain. Untuk
inilah dokter juga harus menjelaskan kemungkinan-kemungkinan
tersebut kepada pasien.
e. Prognosis
Merupakan penjelasan atas jalannya penyakit agar pasien
benar-benar mengetahui keadaan yang sebenarnya dan apa yang terjadi
padanya. Pasien berhak mengetahui
semua prognosis, komplikasi, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan
dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan
atau tidak mendapat tindakan apapun.
f. Keuntungan Pengobatan
Pengobatan yang dianjurkan oleh dokter kepada pasien diharapkan
agar terwujud kesembuhan atau setidaknya mengurangi rasa sakit
pasien. Maka dari itu jalannya pengobatan tersebut harus memberikan
keuntungan, sehingga pasien dapat menentukan tindakan medis apa
yang akan dijalani.
Penyampaian informasi pada pasien harus diberikan dengan bahasa
yang dapat diterima, dipahami, dimengerti dan sejelasjelasnya oleh
pasien (PerMenkes, 2008).
2.5.6 Masalah dalam penyampaian informasi antar
Dokter-Pasien
2.5.6.1 Faktor Dokter
Kendala yang umunnya terjadi dalam penyampaian informasi antara
lain heterogennya tingkat pengetahuan pasien tentang istilah medis,
kondisi pasien yang tidak mendukung terjadinya proses diskusi yang
tidak lancar. Faktor dokter juga terdapat kendala yaitu informasi
yang diberikan oleh dokter secara tidak lengkap, dan terdapat
bagian yang tidak diinformasikan kepada pasien.
Masalah lain yang ditemukan dalam penyampaian informasi yaitu
sering terjadi salah tafsir dari dokter bila dalam penyampaiaan
informasi seakan-akan beranggapan bahwa:
b. Sudah sepenuhnya memberikan informasi kepada pasien
c. informasi menjadi adekuat setelah memperoleh tanda tangan
dari pasie tersebut
d. Menganggap informasi sebagai pelindung dari sentuhan pasien.
(Biben, 2005).
2.5.6.2 Faktor Pasien
Kendala yang umumnya terjadi dalam penyampaian informasi adalah
tingkat pengetahuan pasien tentang istilah medis, kondisi pasien
yang tidak mendukung, proses diskusi yang tidak lancar.
Kendala-kendala seperti itu akan mempengaruhi pemahaman pasien atas
informasi yang diberikan sehingga pasien sulit memberikan jawaban
yang relevan untuk penanganan yang diberikan (Biben, 2005).
Usia juga berpengaruhi terhadap penyampaian infromasi. Sebagian
besar pada usia lanjut mempengaruhi tingkat penyerapan dan ingatan
informasi yang diterima sehingga akan mengganggu penerimaan
informasi yang diberikan. Pada orang dengan usia lanjut paling
sering terjadi depresi karena pada usia ini orang akan merasa
kehilangan cinta kasih dari orang-orang yang berarti disekitarnya
selain itu pada usia tua pasien sudah mulai mengalami gangguan
dalam proses komunikasi baik mendengar atau pun mengingat sesuatu .
Emosi juga akan tidak stabil karena status sosialnya berubah,
misalnya yang biasa dihormati karena jabatannya kini tidak lagi
setelah dia sudah pension (Biben, 2005).
2.5.6.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi penyampaian informasi
seperti sosial budaya, dimana hal ini ditandai masalah adat
istiadat seperti harga diri yang tinggi, rasa malu bertanya
sehingga penyampaian informasi tidak maksimal. Hal yang sering
menjadi kendala juga karena ramainya pasien yang berkunjung
sehingga waktu untuk memberikan informasi kurang dan bisa juga oleh
karena tempat peraktik yang tidak mendukung seperti tempat yang
terlalu sempit, dipinggir jalan yang ramai, atau tempat yang kotor
(Soewono, 2005).
2.7 Kerangka Konsep
Keterangan : = variabel yang diteliti ----- = variabel yang
tidak diteliti
2.7 Hipotesis
H0 : Tidak terdapat pengaruh masing-masing faktor terhadap
tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha
Bima
H1: Terdapat pengaruh masing-masing faktor terhadap tingkat
pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian analitik
observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional analytic
pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Woha Bima. Metode
penelitian cross-sectional dipilih karena sampel diambil dalam satu
waktu yang kemudian dilakukan analisis. Setiap pasien yang datang
ke Puskesmas Woha Bima akan dilakukan wawancara dan ditanya
mengenai beberapa hal sesuai dengan pertanyaan yang telah
disediakan pada kuesioner.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yaitu di Puskesmas Woha Bima. Waktu penelitian
dilakukan dari bulan Juni hingga Juli 2015
3.3 Populasi Penelitian
Pasien yang datang di Puskesmas Woha Bima yang termasuk dalam
kriteria inklusi. Populasi penelitian ini dianggap sebagai suatu
populasi terjangkau.
3.4 Sampel
3.4.1 Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan
secara acak sehingga setiap kasus dalam populasi memiliki
kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian.
Sampel yang diambil adalah semua pasien rawat jalan yang datang
memeriksakan diri di Puskesmas Woha Bima setiap hari sesuai dengan
kriteria inklusi.
3.4.2 Besar sampel
Untuk pengambilan minimal jumlah pasien dalam penelitian ini,
digunakan konsensus (role of thumb):
a. Hitung besar sampel yang diperkirakan mengalami dengan efek
positif yaitu 10 kali jumlah variabel bebas yang diteliti
b. Hitung besar sampel total dengan melakukan koreksi tehadap
nilai yang didapatkan pada langkah sebelumnya dengan daktor
insiden,dengan menggunakan rumus:
· N’ = besar sampel penelitian prognostik
· N = besar sampel sebelum koreksi
· I = insidensi
Jumlah sampel pada penelitian dengan jumlah variabel 3 dan
perkiraan nilai insidensi (I) pada penelitian sebelumnya sebesar
74%
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu 40
orang.
3.4.3 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi sampel adalah:
a. Pasien rawat jalan yang datang memeriksakan diri atau
melakukan pengobatan di Puskesmas Woha Bima.
b. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian dan diwawancarai
c. Setidaknya berumur 17 tahun dan tidak lebih dari 65
tahun.
3.4.4 Kriteria Eksklusi
Yang termasuk dalam kriteria eksklusi sampel :
a. Pasien yang memiliki keterbatasan dalam melakukan
komunikasi
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah tingkat pemahaman
pasien dari informasi medis.
3.5.2 Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor dokter,
pasien, dan lingkungan.
3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Tingkat pemahaman informasi medis
Pemahaman pasien dikatakan baik jika pasien mengerti dan dapat
menjelaskan sedikitnya 4 dari informasi medis tersebut serta
dikatakan pasien tidak paham jika kurang dari 4 informasi medis
tersebut. Tingkat pemahaman informasi medis adalah tingkat
pemahaman pesien terhadap 6 informasi yang meliputi Tindakan
dokter, Penyakit yang diderita, Resiko tindakan, Tujuan tindakan,
prognosis, serta komplikasi dari tindakan medis. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan skala pengukuran
menggunakan skala nominal.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman
pasien tentang informasi medis yang berasal dari pasien, dokter,
dan lingkungan
a. Faktor dokter
Hal-hal yang berperan penting dalam proses penyampaian informasi
medis meliputi Persiapan penyampaian berita, persiapan fisik,
berbicara kepada pasien dan merespon apa yang disampaikan, feed
back dan memberikan informasi seperti yang terangkum dalam 20
pertanyaan kuesioner. Dokter yang baik adalah dokter yang mendapat
penilaian positif dari pasien minimal 11 pertanyaan yang diajukan
dari kuesioner. Dokter yang tidak baik adalah dokter yang mendapat
penilaian positif dari pasien kurang dari 11 pertanyaan yang
diajukan kuesioner. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
kuesioner dan skala pengukuran dengan skala nominal.
Faktor resiko dokter yang ditanyakan dalam kuesioner yaitu:
1) Dokter memperkenalkan diri
Menanyakan diri memiliki arti yang sangat besar pengaruhnya
dalam percakapan sehari-hari, seperti menandakan kesopanan dan rasa
percaya pasien terhadap dokter.
2) Dokter menanyakan nama pasien
Menayakan nama pasien merupakan suatu kewajiban dokter guna
melengkapi identitas medis pasien. Selain itu juga merupakan salah
satu bentuk sambung rasa dokter dengan pasien.
3) Dokter menanyakan umur pasien
Umur pasien merupakan sesuatu yang penting untuk mengetahui
pemahaman, pengetahuan dan untuk kelengkapan informasi medis yang
harus ditanyakan oleh dokter
4) Dokter menanyakan pekerjaan pasien
Pekerjaan pasien ditayakan untuk menentukan status sosial serta
pada beberapa kasus dapat membantu untuk menjelaskan proses dari
penyakit yang diderita oleh pasien.
5) Dokter menanyakan alamat
Alamat pasien dapat digunakan untuk melengkapi identitas dari
pasien.
6) Dokter menanyakan keluhan pasien
Keluhan yang dialami pasien merupakan sesuatu yang harus
ditanyakan oleh seorang dokter untuk, mengetahui penyebab,
melakukan tindakan dan memberikan obat terhadap Diagnosis penyakit
yang diderita pasien tersebut.
7) Dokter mendengarkan dengan baik setiap keluhan pesien
Mendengarkan keluhan pasien dengan baik dapat mengarahkan dokter
menuju suatu diagnosis yang tepat. Selain itu dokter yang
mendengarkan dengan baik keluhan pasien merupakan dokter yang
memiliki rasa empati yang baik terhadap pasien.
8) Dokter menjelaskan mekanisme yang mendasari penyakit
pasien
Menjelaskan penyebab dan mekanisme gejala dilakukan untuk
memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyebab penyakit yang
dialami.
9) Dokter menjelaskan diagnosis dari penyakit yang diderita
pasien
Penjelasan tentang diagnosis dari penyakit pasien merupakan
kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang dokter.
10) Dokter menjelaskan tatacara tindakan yang akan dilakuakan
kepada pasien
Penjelasan tatacara tindakan merupakan kewajiban seorang dokter
dan hak pasien.
11) Dokter menjelaskan alternatif tindakan medis yang akan
dilakukan
Menjelaskan alternatif tindakan merupakan kewajiban dari dokter
ketika penyakit yang diderita oleh pasien tersebut memiliki
alternatif tindakan lain.
12) Dokter menjelaskan risiko dari tindakan alternatif yang akan
dilakukan kepada pasien
Menjelaskan resiko dari setiap tindakan merupakan kewajiban dari
seorang dokter kepada pasien.
13) Dokter menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi
Penjelasan komplikasi dari suatu penyakit merupakan kewajiban
dari dokter kepada pasien agar pasien mengetahui jika terjadi
kemungkinan buruk yang terjadi pada penyakit yang dialami.
14) Dokter menjelaskan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan
Penjelasan prognosis kepada pasien perlu diberikan oleh dokter
kepada pasien untuk mengetahui kemungkinan presentase kesembuhan
dan perburukan dari penyakit yang diderita pasien
15) Dokter menggunakan istilah-istilah medis yang tidak pasien
pahami
Hal ini penting untuk membentuk suatu komunikasi yang efektif
antara pasien dengan dokter dan Untuk mengetahui apakah dokter
telah menggunakan bahasa yang mudah pahami pasien atau tidak.
16) Dokter menjelaskan istilah-istilah medis tersebut
Penjelasan tentang istilah medis yang digunakan oleh dokter
untuk mengetahui apakah dokter tersebut menggunakan bahasa yang
mudah pahami pasien atau tidak.
17) Dokter menjelaskan istilah kedokteran yang berkaitan dengan
penyakit pasien
18) Dokter menjelaskan istilah kedokteran yang tidak dimengerti
tanpa penjelasan lebih lanjut
19) Dokter memberikan umpan balik atau menanyakan kembali kepada
pasien akan sesuatu yang belum dimengerti oleh pasien
Umpan balik merupakan salah satu bentuk komunikasi efektif
dimana kedua pihak melakukan komunikasi dua arah.
20) Dokter melakukan kontak mata atau melihat kearah pasien saat
pasien berbicara
Kontak mata Merupakan salah satu sikap profesional dokter dalam
menerapkan komunikasi efektif antara pasien dengan dokter yang
harus ditunjukkan seorang dokter.
b. Faktor pasien
Karakteristik pasien yang berperan penting dalam proses
penyampaian informasi medis meliputi tingkat pendidikan, usia, tipe
pasien, dan pengetahuan tentang alat-alat kedokteran yang terangkum
dalam pertanyaan kuesinoer. Pasien dikatakan baik jika pasien
menilai positif dirinya sendiri minimal 5 pertanyaan yang diajukan
dari kuesioner. Pasien dikatakan tidak baik jika menilai positif
dirinya sendiri kurang dari 5 pertanyaan yang diajukan dari
kuesioner. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
skala pengukuran dengan menggunakan skala nominal.
Faktor resiko pasien yang ditanyakan dalam kuesioner yaitu:
1) Pasien memiliki televisi (TV)
Televisi merupakan media elektronik yang mempunyai efek yang
paling besar terhadap khalayak dibanding dengan media elektronik
lainnya seperti radio, karena televisi merupakan media audiovisual
yang bersifat informatif, hiburan, pendidikan, dan juga alat
kontrol sosial. Pasien yang mempunyai televisi akan memiliki
informasi yang lebih dari orang yang tidak memiliki televisi.
2) Pasien berlangganan koran
Koran merupakan media cetak yang memberitakan kejadian
sehari-hari dalam kehidupan manusia. Sering dijadikan masyarakat
untuk mencari informasi. Pasien yang berlangganan koran akan
memiliki informasi yang lebih dari orang yang tidak membaca
koran.
3) Pasien mengakses internet
Internet merupakan media elektronik yang menyediakan informasi
yang sangat luas. Informasi yang kita inginkan dapat segera kita
ketahui sesuai dengan keinginan kita. Pasien yang mengakses
internet akan memiliki informasi yang lebih dari pasien yang tidak
mengakses internet.
4) Aktivitas membaca, menonton, atau mengakses tema
kesehatan
Aktivitas ini akan menjelaskan kebiasaan dan tingkat pengetahuan
pasien tentang suatu tema kesehatan. Pasien yang pernah membaca,
menonton, atau mengakses tema kesehatan akan memiliki pengetahuan
lebih banyak dari pasien yang tidak pernah membaca, menonton, atau
mengakses tema kesehatan.
5) Tema kesehatan yang pernah dibaca, ditonton, atau diakses
Tema kesehetan yang pernah dibaca, ditonton, atau diakses oleh
pasien digunakan untuk mengetahui tema apa saja yang pernah
diperoleh oleh pasien.
6) Aktivitas pasien mengikuti penyuluhan kesehatan
Pasien yang pernah mengikuti penyuluhan kesehatan akan memiliki
pengetahuan lebih banyak dari pasien yang tidak pernah mengikuti
penyuluhan kesehatan.
7) Tema penyuluhan kesehatan yang pernah diikuti
Tema penyuluhan kesehetan yang pernah diikuti pasien digunakan
untuk mengetahui tema apa saja yang pernah diperoleh oleh
pasien.
8) Pasien menyampaikan keluhan kepada dokter
Pasien yang menyampaikan keluhannya kepada dokter akan
memudahkan dalam proses komunikasi dengan dokter dan dalam
menentukan suatu diagnosis
9) Pasien menanyakan penyebab keluhan
Pasien yang menanyakan penyebab keluhannya kepada dokter adalah
pasien tersebut memiliki rasa ingin tahu pada penyakit yang
dialami.
10) Paien menanyakan komplikasi kepada dokter
Pasien menanyakan komplikasi kepada dokter adalah pasien
memiliki rasa ingin tahu bagaimana dampak dari penyakit yang
dialami.
11) Pasien menanyakan prognosis kepada dokter
Pasien yang ingin mengetahui kemungkinan sembuh atau tidak
terhadap penyakitnya
c. Faktor lingkungan
Karakteristik lingkungan yang penting menurut Soewono (2005)
dalam proses penyampaian informasi medis meliputi keadaan tempat
pemeriksaan, ketersediaan media dalam penyampaiaan informasi,
jumlah kunjungan pasien tiap harinya, dan budaya setempat yang
terangkum dalam 10 pertanyaan kuesioner. Lingkungan dikatakan baik
jika pasien menilai positif pada kondisi lingkungan minimal 6
pertanyaan yang diajukan dari kuesioner. Lingkungan dikatakan tidak
baik jika kurang dari 6 pertanyaan yang diajukan dari kuesioner.
Pengukuran menggunakan kuesioner dengan skala nominal.
Faktor resiko lingkungan yang ditanyakan dalam kuesioner
yaitu:
1) Ruang pemeriksaan yang nyaman
Ruang pemeriksaan yang nyaman dan bersih akan memberikan rasa
aman dan nyaman kepada pasien dalam menyampaikan atau menerima
informasi dari dan kepada dokter.
2) Suhu ruang pemeriksaan
Suhu ruangan akan memepengaruhi rasa nyaman kepada pasien dalam
menyampaikan atau menerima informasi dari dan kepada dokter.
3) Luas ruang pemeriksaan
Luas ruang pemeriksaan akan mempengaruhi kenyamanan pasien saat
dilakukan pemeriksaan. Ruangan yang cukup luas akan memberikan rasa
nyaman kepada pasien dibandingkan dengan ruangan yang sempit.
4) Penerangan ruang pemeriksaan
Penerangan yang baik dalam ruang pemeriksaan akan mempermudah
dokter dalam melakukan komunikasi dan pemeriksaan.
5) Ruang pemeriksaan yang terlihat dari luar atau tidak
Ruangan pemeriksaan yang tidak terlihat dari luar akan lebih
membuat pasien nyaman saat dilakukan pemeriksaan dibandingkan
ruangan yang terlihat dari luar.
6) Lingkungan yang berisik atau tidak
Lingkungan yang berisik akan mengganggu proses komunikasi dokter
dengan pasien. Penyampaian informasi dari pasien ke dokter atau
sebaliknya akan maksimal dalam kondisi yang nyaman atau tidak
berisik.
7) Kebersihan ruangan
Kebersihan ruangan akan mempengaruhi kenyaman pasien. Lingkungan
yang bersih akan membuat pasien lebih nyaman berkomunikasi dengan
dokter bagitu juga sebaliknya.
8) Ruang pemeriksaan berbau atau tidak
Ruangan pemeriksaan yang berbau tidak enak akan mempengaruhi
kenyaman pasien. Lingkungan yang berbau tidak enak akan membuat
pasien tidak nyaman begitu juga sebaliknya.
9) Terdapat media untuk informasi pasien (buku, gambar, poster,
dll)
Ketersediaan media informasi seperti buku, gambar, atau poster
untuk menjelaskan kepada pasien akan membuat pasien lebih mengerti
penjelasan dari dokter.
10) Lama pasien menunggu
Pasien yang lama menunggu giliran pemeriksakan cenderung akan
membuat pasien merasa bosan dan akan mempengaruhi kenyamanan
pasien.
3.7 Alat Penelitian
Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian
ini sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan realibilitas.
Uji validitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengukur sah
atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut dan mengukur apakah pertanyaan dalam
kuesioner yang disusun benar-benar dapat mengukur apa yang akan
diukur.
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisiten atau stabil dari waktu ke waktu.
3.8 Pengumpulan Data Penelitian
Sumber-sumber data penelitian adalah data primer dimana
data-data yang dikumpulkan diperoleh secara langsung dari
pasien.
Sebelum dilakukan analisis, data yang diperoleh terlebih dahulu
dilakukan editing, coding, dan entry data dengan menggunakan
program SPSS.
3.9 Analisis Data
3.9.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui:
a. Persentase faktor resiko ditampilkan dalam bentuk tabel
b. Persentase tingkat pemahaman ditampilkan dalam bentuk
tabel
3.9.2.Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis Chi Square. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel dokter, pasien, dan lingkungan terhadap
tingkat pemahaman pasien.
3.9.3.Analisis Multivariat
Analisis multivariate digunakan untuk mengetahui besarnya faktor
resiko, dokter, pasien, dan lingkungan terhadap tingkat pemahaman
yang dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik.
3.10 Alur Penelitian
3.11 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Rencana kegiatan dan waktu pelaksanaan penelitian
Rencana Kegiatan
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agt
Sept
Penyusunan proposal dan kuesioner
Persiapan penelitian dan pembuatan Ethical Clearance
Pengambilan data
Analisis data
Penyusunan
Laporan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Karakteristik Pasien
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel pasien rawat
jalan yang datang untuk memeriksakan diri ke Puskesmas Woha Bima.
Oleh karena keterbatasan populasi, sampel dipilih berdasarkan
teknik consecutive sampling dimana semua subyek data yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi masuk dalam sampel penelitian sampai
jumlah subyek terpenuhi. Penelitian menggunakan kuesioner yang
terdiri dari beberapa kelompok pertanyaan dan sampel penelitian
dipilih secara acak berdasarkan kriteria inklusi dan didapatkan
jumlah sampel sebanyak 52 orang. Berdasarkan hasil penelitian
dengan menggunakan kuesioner dapat dibuat tabel karakteristik
sampel berdasarkan jenis kelamin, umur, perkerjaaan, dan tingkat
pendidikan.
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Laki-laki
19
36,5
Perempuan
33
63,5
Total
52
100,0
Dari tabel 4.1. terlihat bahwa distibusi pasien laki-laki
(36,5%) lebih sedikit dibandingkan dengan pasien perempuan
(63,5%).
Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur
Tabel 4.2. Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur
Umur
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
17-25
18
34,6
26-35
13
25,0
36-45
8
15,4
46-55
5
9,6
56-65
8
15,4
Total
52
100
Tabel 4.2 mengggambarkan ditribusi umur sampel terbanyak yang
datang memeriksakan diri yaitu kelompok usia 17-25 tahun (34,6%)
dan disusul dengan kelompok umur 26-35 tahun (25,0%)
Ditribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 4.3. Distribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Tidak pernah bersekolah
0
0,0
Tidak tamat SD atau sederajat
2
3,8
Tamat SD atau sederajat
7
13,5
Tamat SMP atau sederajat
5
9,6
Tamat SMA atau sederajat
24
46,2
Tamat Perguruan Tinggi atau sederajat
14
26,9
Total
52
100
Tingkat pendidikan yang terbanyak dalam penelitian ini yaitu
sampel berpendidikan terakhir SMA yaitu 24 orang (46,2%) dan
perguruan tinggi 14 orang (26,9%).
Tabel 4.4. Distribusi pasien berdasarkan pekerjaan
Pekerjaaan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Tidak bekerja/IRT
15
28,8
Petani
9
17,3
Buruh
0
0
PNS
9
17,3
Wiraswasta
12
23,1
Lain-lain
7
13,5
Total
52
100
Mayoritas pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini tidak
bekerja/IRT sebanyak 15 orang (28,8%) dan wiraswasta 12 orang
(23,1%).
Distribusi pasien berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Tabel 4.5. Distribusi tingkat pengetahuan pasien dalam menggali
suatu informasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Kurang baik
12
23,1
Baik
40
76,9
Total
52
100
Mayoritas pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini masuk
dalam kategori pasien baik yaitu sebanyak 40 orang (76,9%) dan
diikuti oleh kategori pasien kurang baik sebanyak 12 orang
(23,1%).
Distribusi dokter berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Tabel 4.6. Distribusi kemampuan dokter dalam berkomunikasi
berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Kurang baik
Baik
33
19
63,5
36,5
Total
52
100
Distribusi dokter yang menjadi sampel dalam penelitian ini
sebanyak 19 orang (36,5%) termasuk dalam kategori baik sedangkan
sebanyak 33 orang (63,5%) termasuk dalam kategori dokter kurang
baik.
Distribusi lingkungan berdasarkan kategori baik dan kurang
baik
Tabel 4.7. Distribusi keadaan lingkungan berdasarkan kategori
baik dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
kurang baik
29
55,8
Baik
23
44,2
Total
52
100
Mayoritas responden dalam penelitian ini 29 orang (55,8%)
menganggap lingkungan pemeriksaan sebagai keadaan kurang baik dan
diikuti oleh kategori pasien baik sebanyak 23 orang (44,2%).
Distribusi tingkat pemahaman berdasarkan kategori baik dan
kurang baik
Tabel 4.8. Distribusi tingkat pemahaman pasien berdasarkan
kategori baik dan kurang baik
Kategori
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
Tingkat pemahaman kurang baik
20
38,5
Tingkat pemahaman baik
32
61,5
Total
52
100
Mayoritas responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini
memiliki tingkat pemahaman kurang baik yaitu sebanyak 20 orang
(38,5%) dan diikuti oleh kategori tingkat pemahaman baik sebanyak
32 orang (61,5%).
4.1.2. Analisis Data
Variabel dalam penelitian ini masing telah dipecah kedalam
sekelompok pertanyaan dimana pertanyaan tersebut akan dilakukan
pengujian untuk menilai seberapa besar kekuatan faktor tersebut
mempengaruhi tingkat pemahaman dari pasien. Dalam penelitian ini
terdapat tiga variabel bebas terbagi menjadi variabel pasien (9
pertanyaan), dokter (20 pertanyaan), lingkungan(10 pertanyaan), dan
satu variabel terikat yaitu tingkat pemahaman (6 pertanyaan) dengan
total pertanyaan menjadi 45 buah pertanyaan.
4.1.2.1. Persentase Variabel
a. Variabel Pasien
Variabel Pasien
No
Pertanyaan
Ya
Tidak
1.
Apakah Sdr/I memiliki televisi (TV) di tempat tinggal Sdr/I?
90,4%
9,6%
2.
Apakah Sdr/I berlangganan Koran?
5,8%
94,2%
3.
Apakah Sdr/I sering mengakses internet?
38,5%
61,5%
4.
Apakah Sdr/i sering menonton/membaca tema kesehatan tentang
penyakit yang Anda alami sekarang?
61,5%
38,5%
5
Apakah Sdr/i pernah mengikuti penyuluhan kesehatan yang
berhubungan dengan penyakit Anda alami sekarang?
44,2%
55,8%
6.
Apakah Sdr/I menjelaskan kepada dokter tentang keluhan dan
gejala yang dirasakan?
98,1%
1,9%
7.
Apakah Sdr/I menanyakan penyebab keluhan yang dirasakan kepada
dokter?
82,7%
17,3%
8.
Apakah Sdr/i menanyakan kepada dokter mengenai komplikasi
penyakit yang timbul dari penyakit sekarang?
71,2%
28,8%
9
Apakah Sdr/I menanyakan kepada dokter mengenai prognosa (bias
sembuh atau tidak) mengenai penyakit yang anda alami?
80,8%
19,2 %
Mayoritas responden dalam penelitian ini yang memiliki poin
tertinggi yaitu yang menjelaskan kepada dokter tentang keluhan dan
gejala yang dirasakan (98,1%), memiliki televisi di tempat tinggal
(90,4%), dan yang menanyakan penyebab keluhan yang dirasakan kepada
dokter.
b. Variabel Lingkungan
Variabel Lingkungan
No
Pertanyaan
Ya
Tidak
1
Apakah Ruang pemeriksaan menggunakan AC (Air Conditioner)?
11,5%
88,5%
2
Apakah ruangan terasa sejuk ?
98,1%
1,9%
3
Apakah ruangan pemeriksaan luas bagi pasien?
40,4%
59,6%
4
Apakah penerangan dalam ruang pemeriksaan cukup?
98,1%
1,9%
5
Apakah ruang pemeriksaan tidak bisa dilihat dari luar?
34,6%
65,4%
6
Apakah lingkungan tempat pemeriksaan tidak berisik?
11,5%
88,5%
7
Apakah ruang pemeriksaan bersih ?
92,3%
7,7%
8
Apakah ruang tempat pemeriksaan tidak berbau?
90,4%
9,6%
9
Apakah dokter memiliki media untuk menjelaskan pertanyaan
pasien? (seperti buku, gambar,poster, dll)
28,8%
71,2%
10
Apakah Sdr/I lama menunggu giliran untuk diperiksa oleh
dokter?
63,5%
36,5%
Pada variabel lingkungan yang memiliki point tinggi yaitu,
Pasien yang merasa ruangan sejuk (98,1%), penerangan dalam ruangan
pemeriksaan cukup (98,1%),
Variabel Dokter
Variabel dokter
No Pertanyaan
Ya
Tidak
1.
Apakah dokter memperkenalkan diri kepada Sdr/I?
34,6%
65,4%
2.
Apakah dokter menanyakan nama Sdr/I?
50,0%
50,0%
3.
Apakah dokter menanyakan umur Sdr/I?
44,2%
55,8%
4.
Apakah dokter menanyakan pekerjaan Sdr/I?
30,8%
69,2%
5.
Apakah dokter menanyakan alamat Sdr/I?
38,5%
61,5%
6.
Apakah dokter menanyakan apa yang menjadi keluhan Sdr/I?
98,1%
1,9%
7.
Apakah dokter mendengarkan dengan baik setiap keluhan yang Sdr/I
sampaikan?
96,2%
3,8%
8.
Apakan dokter menjelaskan mekanisme gejala dan keluhan yang
Sdr/I keluhkan?
59,6%
40,4%
9.
Apakah dokter menjelaskan diagnosis dari penyakit yang diderita
oleh Sdr/I?
53,8%
46,2%
10.
Apakah dokter menjelaskan tatacara tindakan yang akan dilakuakan
kepada Sdr/I?
38,5%
61,5%
11.
Apakah dokter menjelaskan alternatif tindakan medis yang akan
dilakukan kepada Sdr/I?
Jika Ya,sebutkan:
34,6%
65,4%
12.
Apakah dokter menjelaskan risiko dari tindakan alternatif yang
akan dilakukan kepada Sdr/I?
Jika Ya, sebutkan:
23,1%
76,9%
13.
Apakah dokter menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi?
38,5%
61,5%
14.
Apakah dokter menjelaskan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan?
28,8%
71,2%
15.
Apakah dokter menggunakan istilah-istilah medis/kedokteran yang
tidak Sdr/I pahami?
11,5%
88,5%
16.
Apakah dokter menjelaskan istilah-istilah medis/kedokteran
tersebut?
15,4%
84,6%
17.
Apakah dokter menjelaskan istilah kedokteran yang berkaitan
dengan penyakit Sdr/I?
19,2%
80,8%
18.
Apakah ada istilah kedokteran yang tidak dimengerti tanpa
penjelasan lebih lanjut ?
28,8%
71,2%
19.
Apakah dokter memberikan timbal balik atau menanyakan kembali
kepada pasien akan sesuatu yang belum dimengerti oleh pasien?
55,8%
44,2%
20.
Apakah dokter melakukan kontak mata atau melihat kearah pasien
saat pasien berbicara?
94,2%
5,8%
Pada variabel dokter yang memiliki point tinggi yaitu dokter
yang menanyakan keluhan (98,1%), dokter mendengarkan dengan baik
setiap keluhan yang disampaikan (96,2%), dan dokter yang melakukan
kontak mata terhadap pasien ketika berbicara (94,2%).
4.1.2.2. Uji Chi-Square
Masing-masing varibel bebas (pasien, dokter, dan lingkungan)
diatas kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode
chi-square untuk menilai signifikansi masing-masing variabel.
Analisis dengan menggunakan metode chi-square ini didapatkan hanya
1 variabel yang memiliki signifikansi atau nilai p<0,05 seperti
pada tabel barikut:
Tabel 4.9. Hasil uji variable dengan chi-square
No
Faktor Resiko
Signifikansi (p)
1
Variabel pasien
0,022
2
Variabel dokter
0,682
3
Variabel lingkungan
0,930
4.1.2.3. Uji Regresi Logistik
Hasil uji regresi logistik dari 3 variabel tersebut menghasilkan
1 variabel seperti pada tabel 4.10.:
Tabel 4.10. Variabel dengan uji regresi logistic
No
Variabel
Koefisisen
1
Variabel Pasien (P)
1,540
Nilai Konstanta
-0,693
4.1.2.4. Koefisien Regresi Logistik
B
S.E.
Wald
Df
Sig.
Exp(B)
95% C.I.for EXP(B)
Lower
Upper
Step 3a
NewPasien(1)
1,540
0,703
4,803
1
0,028
4,667
1,177
18,506
Constant
-0,693
0,612
1,281
1
0,258
0,500
a. Variable entered on step 1: Newpasien(1)
Tabel 4.4. variables in the equation
4.1.2.5. Kekuatan Faktor Resiko (EXP B)
Kekuatan dari variabel pasien tersebut dinilai dengan
memperhatikan nilai OR atau EXP(B) pada lembar SPSS.
Tabel 4.11. Nilai OR atau EXP(B)
Nomor
Variabel
OR atau EXP(B)
1
Variabel Pasien (P)
4,667
Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki
kecenderungan lebih paham sebesar 4,667 kali lipat dibandingan
pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik.
4.2 Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian di Puskesmas Woha Bima yang
dilakukan terhadap 52 orang responden di dapatkan sebanyak 32 orang
(61,5%) memiliki tingkat pemahaman baik dan sebanyak 20 orang
(38,5%) memiliki tingkat pemahaman yang kurang baik. Terdapat satu
faktor resiko yang mempengaruhi tingkat pemahaman pasien yaitu
variabel pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh
Zulkarnain dkk (2012) di Rumah Sakit Umum Gerung yang dilakukan
terhadap 48 orang pasien didapatkan sebanyak 25 orang (52,1%)
memiliki tingkat pemahaman baik dan sebanyak 23 orang (47,9%)
memiliki tingkat pemahaman kurang baik.
4.2.1. Faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman
Pada penelitian ini terdapat tiga faktor yang diuji yaitu faktor
dokter, faktor pasien dan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil uji
Chi Square didapatkan bahwa variabel pasien memiliki signifikasi
atau nilai p<0,05 sehingga variabel pasien berpengaruh terhadap
tingkat pemahaman. Menurut Locke (2000), Pemahaman yang baik dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya pengalaman, sarana dan
informasi. Pengetahuan tidak hanya didapat secara formal melainkan
juga melalui pengalaman selain itu pengetahuan juga didapat melalui
sarana informasi yang tersedia di rumah seperti televisi.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan pada variabel pasien yang
mampu menjelaskan keluhan ke dokter yaitu 98,1%, selain itu
didapatkan 94,1% pasien memiliki televisi sebagai media informasi
tentang kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Zulkarnain dkk (2012) di Rumah Sakit
Umum Gerung dengan menggunakan kuisioner yang sama dengan
penelitian ini yang mendapatkan bahwa variable pasien mempengaruhi
tingkat pemahaman. Pada penelitian Zulkarnain dkk (2012) didapatkan
hasil yakni 100% pasien sudah mampu menjelaskan keluhan ke dokter,
dan 87,5% didapatkan pasien yang memiliki televisi sebagai media
informasi tentang kesehatan. Jadi pada penelitian ini menunjukan
bahwa tidak didapatkan adanya hambatan yang berasal dari responden
yang dapat menganggu proses terjadinya komunikasi. Proses
komunikasi yang berlangsung baik dapat membantu seorang dokter
untuk melakukan diagnosis yang tepat.
Menurut Hasan (2010), yang menjadi hambatan dalam berkomunikasi
yaitu:
a. Faktor Bahasa
Bahasa yang digunakan seseorang verbal maupun nonverbal (bahasa
tubuh) ikut berpengaruh dalam proses komunikasi seperti perbedaan
arti kata, perbedaan istilah, bahasa tertentu dan komunikasi
nonverbal.
b. Sikap pada waktu berkomunikasi
Hal ini ikut berperan karena sikap seseorang dapat mempengaruhi
komunikasi seperti, kurang percaya diri, gaya bicara/nada suara,
pengaruh faktor emosional, dan bukan pendengar yang baik.
c. Lingkungan
Lingkungan dan tempat dalam berkomunikasi dapat menentukan
proses maupun hasil dari komunikasi tersebut, hal yang mempengaruhi
seperti, faktor tempat dan faktor situasi/waktu.
Adapun data tentang pendidikan terakhir responden pada
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan
terakhir SMA sebanyak 24 orang (46,2%), kemudian yang berpendidikan
terakhir perguruan tinggi yaitu 14 orang (26,9%). Dari 52 responden
yang berpendidikan terakhir paling sedikit adalah tidak tamat SD
yaitu 2 orang (3,8%). Pasien di Puskesmas mempunyai latar belakang
pendidikan yang berbeda-beda dengan adanya perbedaan tingkat
pendidikan, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
pola pikir, sudut pandang, penerimaan terhadap tindakan-tindakan
pengobatan dan berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya (Adhanari,
2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekarini D (2011),
dengan fokus penelitian yang berbeda yaitu tentang “Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Klien Hipertensi Dalam
Menjalani Pengobatan di Puskesmas Gondangrejo Karanganyar” bahwa
dari 75 responden, yang berpendidikan terakhir perguruan tinggi
sebanyak 28 orang dan SMA 27 orang. Didapatkan 82% memiliki
kepatuhan dalam menjalani pengobatan sedangkan 18% tidak patuh
dalam menjalani pengobatan. Jadi, dalam hal ini semakin tinggi
pendidikan seseorang maka akan semakin sadar terhadap pentingnya
kesehatan. Meskipun responden dengan pendidikan tinggi cenderung
mempunyai kepatuhan yang tinggi, akan tetapi tidak semuanya patuh
dalam menjalani pengobatan. Hal ini disebabkan oleh karena individu
adalah sosok yang unik yang memiliki beranekaragam kepribadian,
sifat, budaya, maupun kepercayaan (Donggori, 2012).
Menurut Sadeli (2001) pada penelitiannya tentang “Hubungan
karakteristik petugas kesehatan dengan lama waktu yang dibutuhkan
pasien di unit rawat jalan di rumah sakit semen padang 2001” yaitu
Pasien rawat jalan biasanya hanya melakukan kontak yang
sedikit/singkat dengan petugas kesehatan. Jadi tingkat kepuasaannya
berbeda dengan pasien rawat inap dimana mungkin terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahamannya.
4.2.2. Kelemahan Penelitian
Beberapa hal yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini,
adalah:
a. Rencana penelitian ini awalnya menggunakan teknik pengambilan
sampel yaitu simple random sampling tetapi pada kenyataan saat
melakukan penelitian yang digunakan adalah convinience sampling
karena peneliti tidak dapat megelempokkan kemudian mengacak
disebabkan pasien yang datang setiap hari sedikit.
b. Penelitian ini hanya berlaku untuk pasien rawat jalan di
Puskesmas Woha Bima dan tidak dilakukan pada pasien rawat inap di
Puskesmas tersebut sehingga tidak menyangkut penyakit berat yang
dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan dan pada
pasien rawat jalan hanya melakukan kontak yang sedikit/singkat
terhadap petugas kesehatan, jadi tingkat kepuasaannya berbeda
dengan pasien yang dirawat inap dimana faktor lingkungan dan
petugas kesehatan sangat mempengaruhi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis data, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Persentase pasien rawat jalan yang berobat ke Puskesmas Woha
Bima dengan tingkat pemahaman baik adalah 32 orang (61,5%) dan 20
orang (38,5%) memiliki tingkat pemahaman yang kurang baik.
2. Persentase setiap faktor resiko yang dapat mempengaruhi
tingkat pemahaman informasi medis, yaitu kategori pasien kurang
baik sebesar 23,1%, kategori pasien baik 76,9%, kategori dokter
kurang baik sebesar 63,5%, kategori dokter baik sebesar 36,5%, dan
kategori lingkungan kurang baik sebesar 55,8%, lingkungan baik
sebesar 44,2%.
3. Terdapat satu faktor resiko yang berpengaruh terhadap tingkat
pemahaman informasi medis pasien rawat jalan di Puskesmas Woha
Bima, yaitu faktor pasien.
4. Pasien dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki
kecenderungan lebih paham sebesar 4,667 kali lipat dibandingan
pasien dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi dokter
1. Bagi dokter diharapkan untuk memberikan informasi yang
lengkap kepada pasien seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang
Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 yaitu diagnosis, tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan
lain dan resikonya, komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan.
2. Dokter diharapkan untuk selalu menjalin sambung rasa dengan
pasien untuk membentuk rasa saling percaya dan menghargai antara
pasien dengan dokter. Sambung rasa antara dokter dengan pasien
dapat dilakukan dengan memperkenalkan diri, mendengarkan dengan
baik keluhan pasien serta berempati terhadap pasien.
5.2.2 Bagi pasien
1. Dari hasil penelitian didapatkan faktor yang mempengaruhi
yaitu variabel pasien. Oleh karena itu, pasien diharapkan lebih
aktif menambah informasi mengenai masalah kesehatan khususnya
penyakit yang sedang diderita baik melalui media seperti TV,
internet, surat kabar, artikel kesehatan, dll.
5.2.3 Bagi peneliti
1. Penelitian ini hanya terbatas pada tiga faktor besar yaitu
dokter, pasien, dan lingkungan saja. Diharapkan kepada peneliti
berikutnya dapat memperluas lagi faktor lain seperti tingkat
pendidikan, pekerjaan, budaya, dan faktor-faktor lainnya.
2. Penelitian ini hanya berlaku pada pasien rawat jalan di
Puskesmas Woha Bima. Diharapkan kepada peneliti berikutnya dapat
melakukan penelitian pada pasien rawat inap.
3. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah convenience sampling sehingga tidak sesuai dengan rencana
penelitian yaitu dengan teknik simple random sampling. Diharapkan
kepada peneliti berikutnya dapat menyesuaikan teknik pengambilan
sampel dengan jumlah responden yang datang berobat di suatu tempat
tertentu.
4. Melakukan pengujian ulang terhadap kuisoner untuk menilai
validitas dan realibilitas terhadap tingkat pemahaman informasi
medis pasien
DAFTAR PUSTAKA
Biben, A., (2005). Alternatif : Bentuk Informed Consent Dalam
Praktik dan Penelitian Kedokteran. Unit Penerbit Fakultas
Kedokteran Unpad: Bandung; 45-48
David, B., (1960). “The Process of Communication: An
Introduction to Theory and Practice”. Available from:
http://gauss.unh.edu/~mss/gss/description.html (Diakses tanggal 19
Maret 2015).
Dinas Kesehatan, (2012). Profil dinas kesehatan provinsi Nusa
Tenggara Barat tahun 2012. Available from:
www.depkes.go.id.Profil_Kes.Prov.NTB_2012.pdf (Diakses tanggal 1
November 2015).
Dirjen Pelayanan Medik, (1999). Implikasi hukum penolakan
tindakan medis. Available from:
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-4641-Zulhasmar.pdf.
(Diakses tanggal 20 Maret 2015).
Donggori, R.I., (2012), Hubungan Akses Media Massa dengan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja. Skripsi, Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Effendy, O.U., (2004). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja
Rosdakarya: Bandung; 21
Ekarini, D., (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat kepatuhan klien hipertensi dalam menjalani pengobatan di
puskesmas gondangrejo karanganyar. Skripsi, Stikes Kusuma Husada
Surakarta.
Fong, H.J., Anat, D.S., Longncker, N., (2010). Doctor-Patient
Communication: A Review. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3096184/. The Ochsner
Journal. 10(1): 38-43
Hanafiah, J., Amir, A., (2007). Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan. Jakarta.
Hardjana, A.M., (2003). Komunikasi intrapersonal &
Komunikasi Interpersonal. Kanisius: Yogyakarta; 15
Konsil Kedokteran Indonesia, (2006). Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia No.17/KKI/Kep/VIII/2006 Tentang Pedoman Penegakan
Disiplin Profesi Kedokteran. Konsil Kedokteran Indonesia:
Jakarta.
Konsil Kedokteran Indonesia, (2004). Praktik kedokteran tahun
2004 pasal 45 ayat 1-5. Available from
http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/SewinduKKI.pdf (Diakses
tanggal 1 April 2015)
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan
Mentri Kesehatan no 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Manual
Persetujuan Tindakan Kedokteran tahun 2008. Peraturan Mentri
Kesehatan: Jakarta.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). “Pe