Top Banner
Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68) 51 Nugroho Nur Susanto Balai Arkeologi Kalimantan Selatan Jalan Gotong Royong IIRT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan; email: [email protected] Diterima 29 Juli 2016 Direvisi 28 September 2016 Disetujui 2 November 2016 PENDAHULUAN Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur merupakan kawasan penting yang lebih dahulu berkembang, dibanding pedalaman karena keberadaannya di daerah aliran Sungai Barito. Pengaruh budaya yang melewati Sungai Barito, menyebar hingga ke anak-anak sungainya. Di daerah ini, pemukiman kuno telah ada dan berkembang sebagai tempat perlintasan budaya. Beberapa daerah masih cukup tangguh, memegang kuat budaya atau tradisi lamanya. Selain itu, Sungai Barito juga dikenal sebagai jalur lalu lintas ekonomi dan memegang peranan penting bagi tumbuh dan kembangnya budaya eksotis. Di masa kemudian wilayah ini terlibat pula dalam situasi perlawanan terhadap imperialisme, yang dikenal dengan Perang Banjar atau disebut pula Perang Barito. Objek penelitian observasi ini adalah data arkeologi dan tradisi sebagai data etnoarkeologi yang terkait religi yang sudah ada dari masa prasejarah. Daerah ini telah berkembang pada masa pra Kesultanan Banjar, masa kesultanan, dan masa pengaruh PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO, KABUPATEN BARITO SELATAN DAN KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ARCHAEOLOGICAL REMAINS AND TRADITIONS ON THE BARITO DRAINAGE BASIN, IN BARITO SELATAN AND BARITO TIMUR REGENCIES, CENTRAL KALIMANTAN PROVINCE Abstrak. Sungai Barito bukan saja menjadi urat nadi perekonomian, tetapi merupakan jalur penetrasi budaya. Tujuan penelitian observasi ini adalah mengemukakan bukti arkeologi dari tradisi yang juga keyakinan dari era pra Kesultanan Banjar, kesultanan, hingga kolonial Belanda di wilayah aliran Sungai Barito. Secara administrasi wilayah penelitian terletak di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur, khususnya yang memiliki akses ke aliran Sungai Barito. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan penalaran induktif. Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan metode survei (terdiri atas wawancara dan observasi). Data hasil observasi ini penting dihadirkan untuk menyusun perkerangkaan berupa sejarah lokal, keragaman tradisi di wilayah aliran Sungai Barito, dan anak-anak sungainya. Jejak budaya dari awal terbentuknya pemukiman, hingga era imperialisme Belanda. Melalui penelitian observasi ini, tradisi, sejarah, penetrasi budaya asing dapat diketahui, khususnya di wilayah administrasi Kabupaten Barito Selatan, dan Kabupaten Barito Timur . Kata kunci: Sungai Barito, tradisi penguburan, tradisi pemujaan, ekspansi, Belanda, komunitas Dayak Abstract. Barito river is not only economic lifeblood of local people, but also a path of cultural penetration. The purpose of this study is to depict archaeological evidence of tradition as belief from pre Banjarese, sultanate, until the Dutch colonial period along the Barito River. The study area is administratively located in Barito Selatan Regency and Barito Timur Regency, especially settlements which have access to the Barito River. This research uses descriptive analytical method with inductive reasoning. Collecting data in the field is conducted by survey (by interview and observation). Data from this important observation are presented to construct the frame of local history, diversity of traditions in the Barito River region and its tributaries. Cultural traces were from the early settlement to the era of Dutch imperialism. Through the study of this observation, it can be informed the tradition, the history, the penetration of foreign culture especially in the Barito Selatan and Barito Timur Regencies. Keywords: Barito River, burial traditions, worship, expansion, Dutch, Dayak community
18

Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten BaritoTimur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68)

51

Nugroho Nur SusantoBalai Arkeologi Kalimantan SelatanJalan Gotong Royong IIRT 03/06,Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan; email:[email protected]

Diterima 29 Juli 2016Direvisi 28 September 2016Disetujui 2 November 2016

PENDAHULUAN

Kabupaten Barito Selatan dan KabupatenBarito Timur merupakan kawasan penting yanglebih dahulu berkembang, dibanding pedalamankarena keberadaannya di daerah aliran SungaiBarito. Pengaruh budaya yang melewati SungaiBarito, menyebar hingga ke anak-anak sungainya.Di daerah ini, pemukiman kuno telah ada danberkembang sebagai tempat perlintasan budaya.Beberapa daerah masih cukup tangguh,memegang kuat budaya atau tradisi lamanya.

Selain itu, Sungai Barito juga dikenal sebagai jalurlalu lintas ekonomi dan memegang perananpenting bagi tumbuh dan kembangnya budayaeksotis. Di masa kemudian wilayah ini terlibat puladalam situasi perlawanan terhadap imperialisme,yang dikenal dengan Perang Banjar atau disebutpula Perang Barito. Objek penelitian observasiini adalah data arkeologi dan tradisi sebagai dataetnoarkeologi yang terkait religi yang sudah adadari masa prasejarah. Daerah ini telahberkembang pada masa pra Kesultanan Banjar,masa kesultanan, dan masa pengaruh

PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI DI DAERAHALIRAN SUNGAI BARITO, KABUPATEN BARITO

SELATAN DAN KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSIKALIMANTAN TENGAH

ARCHAEOLOGICAL REMAINS AND TRADITIONS ONTHE BARITO DRAINAGE BASIN, IN BARITO SELATAN

AND BARITO TIMUR REGENCIES, CENTRALKALIMANTAN PROVINCE

Abstrak. Sungai Barito bukan saja menjadi urat nadi perekonomian, tetapi merupakan jalur penetrasi budaya. Tujuanpenelitian observasi ini adalah mengemukakan bukti arkeologi dari tradisi yang juga keyakinan dari era pra KesultananBanjar, kesultanan, hingga kolonial Belanda di wilayah aliran Sungai Barito. Secara administrasi wilayah penelitian terletakdi Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Barito Timur, khususnya yang memiliki akses ke aliran Sungai Barito. Penelitianini menggunakan metode deskriptif analitik dengan penalaran induktif. Pengambilan data di lapangan dilakukan denganmetode survei (terdiri atas wawancara dan observasi). Data hasil observasi ini penting dihadirkan untuk menyusunperkerangkaan berupa sejarah lokal, keragaman tradisi di wilayah aliran Sungai Barito, dan anak-anak sungainya. Jejakbudaya dari awal terbentuknya pemukiman, hingga era imperialisme Belanda. Melalui penelitian observasi ini, tradisi,sejarah, penetrasi budaya asing dapat diketahui, khususnya di wilayah administrasi Kabupaten Barito Selatan, danKabupaten Barito Timur .

Kata kunci: Sungai Barito, tradisi penguburan, tradisi pemujaan, ekspansi, Belanda, komunitas Dayak

Abstract. Barito river is not only economic lifeblood of local people, but also a path of cultural penetration. The purposeof this study is to depict archaeological evidence of tradition as belief from pre Banjarese, sultanate, until the Dutch colonialperiod along the Barito River. The study area is administratively located in Barito Selatan Regency and Barito TimurRegency, especially settlements which have access to the Barito River. This research uses descriptive analytical methodwith inductive reasoning. Collecting data in the field is conducted by survey (by interview and observation). Data from thisimportant observation are presented to construct the frame of local history, diversity of traditions in the Barito River regionand its tributaries. Cultural traces were from the early settlement to the era of Dutch imperialism. Through the study of thisobservation, it can be informed the tradition, the history, the penetration of foreign culture especially in the Barito Selatanand Barito Timur Regencies.

Keywords: Barito River, burial traditions, worship, expansion, Dutch, Dayak community

Page 2: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Kindai Etam Vol. 2 No. 1 November 2016-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan52

kolonialisme, yang mengakibatkan perlawanan.Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi datasejarah dari sisi arkeologi, pada periode awalperadaban, masa konsolidasi hingga periodeakhir Perang Banjar yang berkobar di aliranSungai Barito. Pada masa lebih tua tradisi kunotelah ada. Pada perkembangannya Kota Ampahkemudian sebagai kota yang ramai secaraekonomi, Kota Buntok yang terletak di tepi SungaiBarito menjadi ibukota Kabupaten Barito Selatan.Ibukota Kabupaten Barito Timur dipilih di TamiangLayang, di sini mengalir Sungai Sirau yang masihterkait dengan aliran Sungai Barito.

Penelitian situs-situs peninggalan masa laludan berkaitan dengan keyakinan masyarakat asliKalimantan, terutama di daerah aliran sungai,diharapkan dapat memperkaya pemahamantentang budaya tradisi dan keyakinan masasebelum terkena pengaruh luar atau masaprasejarah. Kita menyadari bahwa arkeologisebagai disiplin ilmu yang cakupannya sangatluas, dalam usaha memahami kebudayaansekelompok manusia secara lengkap,memerlukan alat atau instrumen material danmental. Arkeologi membutuhkan banyakspektrum ilmu pengetahuan. Pada tingkateksplanasi selain didasarkan pada temuan, danmemahami asosiasinya sesuai dengan relevansikebutuhan. Untuk melakukan studi-studi khusus,diperlukan kriteria-kriteria tertentu dalampenerapannya (Simanjuntak 2008: 175). Studiarkeologi di sini dihadirkan dalam bentuk tradisiyang sekarang masih berlangsung, di saatmodernisasi dan pengaruh luar telah dan sedangmendatanginya. Studi etnoarkeologi adalah suatucabang ilmu arkeologi yang memanfaatkan dataetnografi sebagai analogi, dalam membantumemecahkan masalah-masalah arkeologi. Studietnografi ini juga sekedar menyampaikankemungkinan awal atau menilai kelayakan suatuhipotesis (Simanjuntak 2008: 188). Tradisi dankeyakinan masa lampau, kadangkala mampubertahan, walaupun kemajuan zaman terusberkembang.

Semangat menjelajahi dunia luar dankemajuan teknologi pelayaran bangsa Barat yangterus berkembang sekitar abad 17 membawa

Pulau Kalimantan atau Borneo lebih dikenal.Motivasi memasuki Pulau Kalimantan ada yangdidorong oleh faktor ekonomi atau berdaganguntuk mendapatkan bahan-bahan kebutuhanyang lebih murah, ada pula didasarkan atassemangat menyiarkan agama Kristen. Perkenalanbangsa Barat dengan situasi dan kondisipedalaman Kalimantan tidak lepas dari kondisigeografi yang dihubungkan dengan sungai-sungaibesar seperti Sungai Barito, Kapuas, danMahakam. Untuk wilayah selatan Kalimantan,Sungai Barito, Sungai Kahayan dan sungai–sungailain yang lebih kecil, dapat menembus sampaike wilayah pedalaman. Tak dipungkiri SungaiBarito menjadi jalur lalu lintas utama yang ramai,ditopang dengan keberadaan anak–anaksungainya.

Kedatangan dan hegemoni Belanda di bumiKalimantan ditandai dengan kontrol Belandamelalui VOC, di Benteng Tatas di KotaBanjarmasin, pada tahun 1747 (Lindblad 2013: 9).Pengawas VOC di Batavia/Jakarta menilaiperdagangan lada kurang memuaskan, sehinggaBelanda mengirim armada untuk mendapatkanhak bermukim dan melakukan monopoliperdagangan. Lokasi peninggalan Benteng Tatastersebut saat ini sudah tidak dapat dikenali lagikarena pada bekas lokasinya telah berdiri megahMasjid Sabilal Muktadiin. Belanda kemudianmeluaskan pengaruhnya, dengan berupayamempengaruhi dan ikut campur dalam KerajaanBanjar. Sebagai tonggak sejarah penguasaanekonomi yang lain, maka pada tahun 1789Belanda membangun pula Benteng Tabuneo dipinggir pantai selatan Kalimantan yang tidak jauhdari tempat mengalirnya Sungai Tabuneo, yangsecara administratif sekarang berada di wilayahKecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut,Provinsi Kalimantan Selatan (Ideham 2007: 243).Menurut catatan sejarah, tambang batu baraOranje Nassau di Pengaron diresmikan olehGubernur Jenderal Rochussen pada tanggal 28September 1849, sebagai tonggak eksploitasibatu bara awal, sekaligus sebagai pemicukemarahan rakyat Banjar sehingga di tahun 1859pecahlah “Perang Banjar” (Ideham 2007: 252-257).Dalam situasi damai, sektor perekonomian lebih

Page 3: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten BaritoTimur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68)

53

menguntungkan. Perang Banjar atau perang Baritoini berperan bagi sejarah lokal di daerah. Parapengikut Pangeran Antasari mundur ke daerahHulu-Dusun dan ada perlawanan walaupun tidakbegitu besar. Pada tahun 1870-an Residen J.J.Meijer menyebarkan citra imperialisme tanpakekerasan sebagai suatu cara menjaga ketertibandi daerah pedalaman. Perubahan terjadi, di awaltahun 1880-an ketika Residen W. Broers berkuasaperlawanan berkobar kembali, yaitu ditandaidengan tenggelamnya kapal (Onrust) Belanda diSungai Barito (Lindblad 2013: 121).

Penelitian arkeologi Daerah Aliran SungaiBarito pernah dilakukan pada tahun 1998/1999 olehBalai Akeologi Kalimantan Selatan yang diketuaioleh Gunadi Niti Haminoto, tetapi penelitian inimasih perlu dikembangkan karena belummencakup periode sejarah yang beragam.Peristiwa Perang Banjar telah membawa konflikmeluas dan konsekuensi terhadap suku-suku diKalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Hasilpenelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untukpenelitian lebih lanjut dan berguna dalammenemukan nilai penting cagar budaya di wilayahini.

Penelitian etnografi yang mendasarkan padakepentingan etnoarkeologi pernah dilakukan diDAS (Daerah Aliran Sungai) dan daerah datarantinggi terhadap komunitas Dayak, misalnya, yangdilakukan oleh Hartatik, terhadap masyarakatDayak di Tabalong yang masih memegang kuattradisi Kaharingan. Lebih lanjut, disebutkan bahwaemosi keagamaan lama cenderung bertahan,meskipun agama dari luar mempengaruhinya.Upacara Kaharingan hingga kini masihdipertahankan meskipun agama-agama relatifbaru seperti, Hindu, Kristen atau Katolik telahdianut sebagian masyarakatnya. Sebagianmasyarakat berusaha mengembalikan eksistensiajaran Kaharingan ke bentuk semula (Hartatik2003: 79-80). Masyarakat Dayak dapatdigolongkan ke dalam suatu masyarakat tribe,suatu golongan masyarakat kecil yangmendasarkan sistem perekonomian yangsubsistence. Artinya suatu pola masyarakat yang

kehidupannya mendasarkan pada kepercayaanyang dipengaruhi oleh prinsip-prinsippenyesuaian diri terhadap lingkungannya. Hanyamelalu tradisi lisan yang menggunakan mitologisebagai penyampai ideologi keagamaannya(Zainab 2004: 54-55). Pada akhirnya penelitianhubungan antara kebudayaan, yangdiaktualisasikan dengan tradisi, atau budayaterkait pula dengan kondisi dan situasi geografisuatu komunitas. Penelitian dan observasi iniperlu dikemukakan di sini.

Penelitian tradisi, budaya dan capaian yangada di daerah aliran sungai ini diharapkan puladapat mengungkap fenomena-fenomena dangambaran sekilas tentang tradisi pada masa lalu.Bertolak dari latar belakang di atas, makapermasalahan yang akan diangkat adalahsebagai berikut1. Apa ragam peninggalan arkeologi di DAS

Barito yang berada di wilayah KabupatenBarito Selatan dan Kabupaten Barito Timur?

2. Bagaimana gambaran aspek budaya dantradisi yang berkembang di keduakabupaten dalam kaitannya dengan sejarahlokal dan regional?

METODE

Penelitian menggunakan metode deskriptif-analitis dengan penalaran induktif. Pengumpulandata di lapangan dilakukan melalui survei,wawancara kepada penduduk setempat, danstudi pustaka. Sasaran penelitian ini ditujukankepada peninggalan arkeologi berupa benda,bangunan, serta tradisi di wilayah KabupatenBarito Selatan dan Kabupaten Barito Timur.Adapun objek-objek yang akan diteliti berupasitus, bangunan yang berkaitan dengan tradisi,makam kuno, sisa-sisa peninggalan era masaimperialisme Belanda, atau sisa peninggalan lainyang tersimpan oleh masyarakat.Pendokumentasian terhadap objek-objektersebut perlu dilakukan untuk menggambarkansituasi dan kondisi yang terkait dengan tradisiyang masih berlangsung di masyarakat.

Page 4: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Kindai Etam Vol. 2 No. 1 November 2016-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan54

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Barito Selatan

Kabupaten Barito Selatan merupakankabupaten lama yang kini memiliki batas–bataswilayah administrasi baru, setelah ditetapkanUndang-undang Otonomi Daerah tentangpemekaran pada tahun 2001. Sebelumnya,Kabupaten Barito Selatan juga meliputi wilayahKabupaten Barito Timur. Perubahan terjadi ketikadilaksanakan pemekaran wilayah pada tahun2001. Nama Kabupaten Barito Selatan secararesmi telah ditetapkan sebagai daerah otonomisejak tahun 1959. Sebelum tahun tersebut, daerahini disebut dengan nama Barito Hilir yangmembawahi pula wilayah Barito Timur. Pada saatini Kabupaten Barito Timur membawahi daratansebelah timur Sungai Barito1.

Kabupaten Barito Selatan terletak pada posisiastronomi antara 01º 20’ s.d 02 º 35’ LintangSelatan, pada 114 º s.d. 115º Bujur Timur. Saat inidiperkirakan luas wilayah Kabupaten BaritoSelatan 8.287,57 km², yang daerahnya beradasepanjang kiri dan kanan aliran Sungai Barito.Wilayahnya berbatasan langsung denganKabupaten Barito Utara di sebelah utara, sebelahselatan Kabupaten Kapuas dan ProvinsiKalimantan Selatan, sebelah timur KabupatenBarito Timur (di kemudian hari), dan sebelah baratKabupaten Kapuas.

Sebagian besar wilayah Barito Selatanmerupakan dataran rendah, ketinggian berkisar0 s.d 40 m dari permukaan air laut. KecamatanGunung Bintang Awai merupakan daerahperbukitan. Luas wilayah Kabupaten BaritoSelatan tercatat 8.830 km² meliputi enam (6)kecamatan, yaitu: Kecamatan Dusun Hilir (2.065km²), Kecamatan Gunung Bintang Awai (1.933

km²), Dusun Utara (1.196 km² ), Dusun Selatan(1.829 km²), Karau Kuala (1.099 km²) danKecamatan Jenamas (708,8 km²).

Di wilayah Kabupaten Barito Selatan danBarito Timur secara demografis dihuni olehberagam komunitas, mayoritas warga Dayakdengan berbagai sub etnisnya, seperti DayakMa’anyan, Lawangan, dan Dusun. Banyakpendatang dari berbagai suku dari Nusantara,bermukim di tempat tersebut.

Situs Arkeologi di Kabupaten Barito Selatan

Pangantuhu di KalahienSecara geografis, objek penghormatan

nenek moyang berupa pangantuhu terletak didesa lama di pinggir Sungai Barito. Secaraadministratif, pangantuhu berada Desa KalahienRT. 01/ RW. 01 Kecamatan Dusun Selatan,Kabupaten Barito Selatan. Dari segi maknapengentuhu atau pangantuhu berfungsi sebagai“penjaga desa”. Bangunan pangantuhu ini terdiriatas bangunan rumah kecil, yang di dalamnyadisemayamkan objek utama pangantuhu yangberupa tulang tengkorak manusia. Pangantuhu diKalahien ini memiliki dua tengkorak yang diyakinioleh masyarakat sebagai pasangan suami istriyang paling dituakan di kampung tersebut.

Menurut penuturan Ibu Arsiah, yang sekaligussebagai juru kunci pangantuhu, bahwapembukaan rumah pangantuhu dilakukan secaraperiodik setiap tahun, tepatnya sehabis panenpadi, atau pada saat tertentu apabila terjadi hal-hal yang luar biasa. Pada saat dibuka, objekkeramat ini perlu diberi sesaji. Pada masa laluobjek pemujaan hanya berupa bangunan kecildengan ruang yang sangat sederhana, tetapikarena kemauan para peziarah bangunan lamayang semula terbuat dari bahan semi permanen

1 Mendasarkan pada pembagian wilayah administrasi sebelum tahun 1959, Kabupaten Barito Selatan merupakan manifestasi wilayah

Kawedanan Barito Hilir, dan Kawedanan Barito Timur. Kawedanan Barito Timur kemudian menjadi kabupaten tersendiri bernama BaritoTimur. Kedua kawedanan ini dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Barito yang pusat pemerintahannya di Muara Teweh. Jadi, keduakawedanan ini memisahkan diri dari kabupaten induk yang dahulu berpusat di Muara Teweh. Cikal bakal dua wilayah kabupaten yang

sekarang eksis, adalah Kawedanan Barito Hilir, ibukota di Buntok, ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Barito Selatan, dan KawedananBarito Timur, beribukota di Tamiang Layang, yang merupakan kabupaten tersendiri, Kabupaten Barito Timur. Kilas balik kepada tahun-tahunawal, bahwa pemekaran berdasar pada tuntutan masyarakat yang terus berkembang. Maka keluarlah Surat Gubernur Kepala Daerah Tk.

I Kalimantan Tengah tertanggal 10 Juni 1958, dan pada tanggal 21 Septembar 1959 secara resmi di Buntok berdiri pemerintah DaerahKabupaten Barito Selatan yang upacara penetapannya dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri, mewakili Pemerintah Pusat.

Page 5: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten BaritoTimur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68)

55

semenjak tahun 2007 dibuat permanen, dengantiang beton, atap multiroof dan terus diperbaharui,misalnya dengan mengecatnya (Arsiah, 69 tahun).Pangantuhu saat ini dicat warna merah, demikiandengan kain pelindung dan bendera jugaberwarna merah (lihat Gambar 1).

Barito Selatan. Bangunan keririrng ini ditopangdengan dua tiang, yang bercat warna merah (lihatGambar 2). Peninggalan sisa tulang yangtersimpan dalam keriring, umumnya berupatengkorak nenek moyang. Dalam keriringTumenggung Jaya Sakti terdiri dari tujuh kepalaatau tujuh orang individu. Tumenggung Jaya Saktisebagai tokoh utama merupakan seorang tokohDayak Dusun yang paling disegani, masahidupnya sekitar abad ke-18 Masehi. PangkatTumenggung diberikan oleh Belanda sebagaipengakuan atas kedudukan yang tinggi dimasyarakat. Upacara pembukaan ataupersembahan dilakukan setiap tahun, tepatnyasetelah masa panen, atau pada saat tertentuketika terjadi hal-hal yang luar biasa (SendolKalie, 71 thn).

Lebih lanjut diceritakan oleh Sendol Kaliebahwa tokoh Djaya Pangkalima TumenggungJaya Sakti merupakan anak dari Runeh yang

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 1. Rumah dan tempat peziarahPangantuhu, Kalahien

Gambar 2. Keriring Temanggung Jaya Sakti /Pangeran Sapi

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Lebih lanjut, menurut penuturan ibu Arsiah,upacara dilakukan secara rutin pada setiappascapanen. Sesaji yang dipersembahkan antaralain ayam merah, kue atau makanan tradisionalyang khas di antaranya lemang. Adapunpendukung budaya ini adalah Dayak Dusun. Lebihlanjut dikemukakan tokoh utama yang kepalanyatersimpan adalah Kantan, seorang laki-laki yangberistrikan Aluh. Kedua tokoh ini dianggapsebagai nenek moyang yang rohnya dipercayasebagai penjaga kampung. Nama pasangan ini,tidak boleh disebut sembarangan dan dianggapsebagai pantangan. Tokoh suami-isteri inimemiliki keturunan bernama Lamari, seorang laki-laki, dan Janis, anak perempuan. Keturunanketiga, bernama Denses dan Ersal. Ersalmerupakan orangtua ibu Arsiah, juru kuncipangantuhu ini.

Keriring Tumenggung Jaya Sakti / Pangeran Sapidi Kalahien

Secara geografis objek keriring TumenggungJaya Sakti atau Pangeran Sapi terletak di pinggirSungai Barito, tepatnya di RT. 03 RW. 01 DesaKalahien, Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten

Page 6: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Kindai Etam Vol. 2 No. 1 November 2016-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan56

berasal dari suku Bantian (Tanah Dato Lino),ibunya bernama Latipah dari Desa Kalahien.Perkawinan antara Runeh dan Latipah mempunyaianak bernama Sapi (Djaya Pangkalima/JayaSakti), Uda, Manggala, dan Raya. PangkalimaSapi (Djaya Pangkalima) kemudian menetap diKahalien dan beristrikan Rintu. Dari perkawinanini mempunyai empat anak, yaitu Laris, Rikap,Riyai, dan Bingkai. Saat Djaya Pangkalimamenjabat sebagai Damang Kepala adat, KepalaKampung (Pembakal) dijabat oleh Wayang, yaitusaudara angkat Temanggung Djaya Karti, yangberteman akrab dengan Panglima Batur. DjayaPangkalima meninggal pada tahun 1885. Anakpertama Djaya Pangkalima, Laris memilikiketurunan tiga orang, yaitu Linsar, Linggang, danLadar. Linsar beranakkan Kalie Lingsar, dan KalieLinsar beranakkan Sendol Kalie. Tokoh-tokohinilah yang sisa-sisa tulangnya diperkirakandisimpan di keriring ini. Pada tahun 1888 KeriringJaya Pangkalima dibuat dan gelar nama Sapi(artinya bulat) diresmikan secara adat Dayak Witu.Upacara yang diselenggarakan, yaitu wara napingjabing salimat dengan dipimpin oleh wadian wara/kanong. Tokoh Djaya Pangkalima diangkatmenjadi Nanyu dengan nama Nanyu Ronu TimangJani. Keriring ini dinamakan Kariring Usang TabalaOla. Masa hidup Jaya Pangkalima diabadikankarena berjuang bertempur melawan Belanda,khususnya dalam memimpin masyarakat Dusunmempertahankan benteng Melawing BerasKuning, di Dekat Muara Untu bagian dari wilayahKabupaten Barito Utara.

Sisa Sampung Perahu Pantjantoho di MangkatipSecara geografis, objek pemujaan sisa lunas

atau sampung perahu terletak di pinggir SungaiBarito, tepatnya di Desa Mangkatip, KecamatanDusun Hilir, Kabupaten Barito Selatan. Menurutpenuturan juru kunci yang bernama Doyan Nibung(91 tahun), letak pantjantoho ini telah mengalamipemindahan. Tempat semula ketika ditemukanterletak di Tanjung Paku, kemudian dibawa keujung Desa Mangkatip, yang ditandai denganpohon Jangkang, sekitar 0,8 Km ke arah hulu dariposisi sekarang. Masyarakat mempercayaibahwa sisa lunas perahu ini berasal dari abad

ke- 15 M. Mereka menuliskan tanggal, bulan dantahun (terjadi 20-11- 1987) pada papan sandaransampung, 20-11-1538 (lihat Gambar 3).Pantjantoho Patjaka Dajak Badjajoe (PangantuhuPusaka Dayak Badjajo).

Lebih lanjut Nibung menuturkan, situsPantjantoho (Pangantuhu) ini dipercayai sebagaipusaka leluhur Dayak Bajaju (Biaju). Dianggappusaka kerena berguna untuk melindungikampung Mangkatip dari mara bahaya. Merekapun percaya objek penting ini telah ada sejakKerajaan Banjar berdiri. Sisa sampung perahu inidipercaya sebagai bagian dari jukung milikKerajaan Banjar (sultan pertama). Peninggalansampung perahu, pertama kali ditemukan olehnelayan di Desa Tanjung Paku, wilayah Jenamas.

Gambar 3. Sisa Sampung perahu (Pantjantoho) diMangkatip

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Keriring di MangkatipSelain peninggalan Pantjantoho di Mangkatip,

di desa ini juga tersimpan peninggalan berupakeriring. Keriring atau peti kubur ini kondisinyadalam keadaan kurang terawat. Secaraadministratif terletak di RT. 6 RW. 2, DesaMangkatip. Inskripsi dan data lain tidak ditemukanpada peninggalan keriring tersebut. Menurutpenduduk (Ngaju), keriring ini merupakan tempatmenyimpan delapan pahlawan Dayak Ngaju saatterjadi Perang Banjar atau Perang Barito (lihatGambar 4). Informasi lain menyebutkan bahwaupacara tiwah berlangsung pada tahun 1855.Secara fisik ada ciri khusus, berupa penutup padasalah satu ujung keriring ada penutup dari logam/seng.

Page 7: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten BaritoTimur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68)

57

Toga, Pemujaan Terhadap Nenek Moyang(Penunggu Desa)

Situs tradisi pangantuhu atau toga (bentenggaib) terletak di Desa Pemangka, KecamatanDusun Selatan, Kabupaten Barito Timur. Bangunanini dibuat semi permanen untuk melindungi objekdihormati, yaitu sembilan tokoh desa yangdipercaya sebagai penjaga kampung. Dalampengertian masyarakat tradisional Dayak, togaadalah roh-roh gaib para sahabat orang leluhur,yang mampu melindungi, dan sakti.

Kesembilan nama-nama leluhur DesaPemangka adalah Panglima Nunan bin MatagunPanglima Sampu, Panglima Ginap, PanglimaNyunre, Panglima Natan, Panglima Wadjuh,Panglima Ginro, Panglima Hendrik, dan PanglimaBane (lihat Gambar 5). Biasanya kesembilantokoh ini akan datang apabila dipanggil, misalnyaterjadi keadaan darurat atau peperangan besar.Prinsipnya mereka minta bantuan karena beradadi posisi yang benar. Pada tahun 1949 didirikanbenteng pertahanan di Desa Sambu, untukmemperkuat posisi dan supaya meraihkemenangan dalam mempertahankankemerdekaan RI, masyarakat memohon bantuankepada toga (Pangantuhu Desa Pemangka).

Tradisi Lewu di Tabak KanilanPeninggalan tradisi adat dapat kita temukan

di Desa Tabak Kanilan, Kecamatan Tabak Kanilan,sekitar Sungai Ayuh, wilayah administrasiKabupaten Barito Selatan. Penghormatan nenek

moyang dan tradisi menyimpan tengkorak masihsering kita temui di daerah ini. Ada dua objekpangantuhu yang tim kunjungi, yaitu LewuPangantuhu Dambung Daharu, yang terletak diJalan Kayumbang, RT.2, dan Lewu PangantuhuDamung Rajun di RT .7, di Desa Tabak Kanilan.Kedua lewu letaknya tidak jauh dari Sungai Ayuh.Pendukung budaya ini adalah komunitasMa’anyan.

Lewu Pangantuhu Dambung Daharu terletakdi Jalan Kayumbang, RT.2 Desa Tabak Kanilan.Adapun pendukung budaya ini Dayak Dusun,yang mendiami sekitar Sungai Ayuh. Lewu inidahulu terletak di muka rumah, atau pinggir SungaiAyuh. Bekas tempat awal lewu tertulis angka tahunpemindahan 1967 dan 1974. Tetapi setelahdilaksanakan upacara tiwah, tulang-tulang yangterdiri dari tujuh orang ini dipindahkan ke sebuahrumah kecil, yang bentuk dan desainnya sudahmodern. Ukuran rumah-rumahan 60 x 90 cm.

Lewu Pangantuhu Damung Rajun beruparumah yang ukurannya lebih besar, 4 x 3 m, adaruangan untuk menyimpan peti mati yangditempatkan di atas meja. Setiap tahun, setelahpanen diadakan upacara penghormatan/persembahan (lihat Gambar 6).

Kota Buntok pada Masa Penjajahan BelandaSekarang ini di Kota Buntok hampir tidak

tersisa lagi peninggalan bangunan masa kolonial.Pada masa imperialisme Belanda, di Buntok adasebuah bangunan kontrolir, gudang garam, danbangunan fasilitas militer. Bangunan-bangunantersebut dapat dipandang sebagai penanda kotayang dikuasai oleh Belanda. Hal yang masih bisakita saksikan hanya beberapa toponim dan sisabangunan, yang saat ini sudah dibangun fasilitasbaru. Pelabuhan Lama, merupakan prasaranatransportasi penting, saat ini lokasi tersebut masihdipertahankan. Peninggalan masjid awal Buntokmisalnya, sekarang berubah total menjadibangunan baru, bernama Masjid Besar AlMunawaroh, di jalan Sudirman, yang dibanguntahun 1990-an. Adapun sarana umum yang saatini masih dipertahankan baik fungsi dan sebagaitoponimi adalah fasilitas Darmaga Lama, Buntok.Lokasi ini dari dahulu memang dipergunakan

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 4. Keriring di Desa Mangkatip

Page 8: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Kindai Etam Vol. 2 No. 1 November 2016-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan58

sebagai pelabuhan untuk bongkar muat barangmaupun pelabuhan untuk penumpang.

Peninggalan GKE (Gereja Kristen Evangelis)Buntok

Pada tahun 1930-an di Buntok sudah adabeberapa penganut Kristen, bahkan pada tahun1931 di bulan November telah ada pembaptisanyang dilakukan oleh Pendeta Jeschawitz. Lebihlanjut dituturkan oleh Pendeta Rahmadi, (46 tahun)bahwa pada tahun 1936, Willem Samat memimpinjamaat yang berkembang di Buntok. Atas prakarsaPdt Saloh dibangun rintisan gereja yang berupaBivak/bangsal bekas bangunan BPM sebagaitempat ibadah. Bermula dari Bivak inilah GKEgereja berkembang menjadi gerejasebagaimana sekarang yang telah berdiri megah.

Kabupaten Barito Timur

Kabupaten Barito Timur adalah kabupatenbaru yang wilayah administrasinya merupakanpemekaran dari Kabupaten Barito Selatan, yangterbentuk sejak tahun 1959. Kabupaten BaritoTimur ini baru terbentuk berdasarkan Undang-Undang RI No. 5 tahun 2002 tentang PembentukanKabupaten-Kabupaten Baru di ProvinsiKalimantan Tengah. Pembentukan KabupatenBarito Timur bersamaan dengan pembentukanKabupaten Seruyan, Sukamara, Lamandau,Gunung Mas, Pulang Pisau, dan Murung Rayadi Kalimantan Tengah.

Pasal 10 UU RI No. 5 Tahun 2002menyebutkan bahwa Kabupaten Barito Timurberasal dari sebagian wilayah Kabupaten BaritoSelatan, yang terdiri dari Kecamatan PematangKarau, Dusun Tengah, Petangkep Tutui, BanuaLima, Dusun Timur, dan Awang. Jauh sebelumterbentuknya Kabupaten Barito Timur dandipilihnya Tamiang Layang sebagai pusat kota,diketahui bahwa sebelum tahun 1959 wilayahBarito Hilir dan Barito Timur adalah setingkatkawedanan dari Kabupaten Barito yang pusatpemerintahannya di Muara Teweh. KeduaKawedanan itu adalah (1) Kawedanan Barito Hilir,beribukota di Buntok, menjadi Kabupaten BaritoSelatan dan (2) Kawedanan Barito Timur,beribukota di Tamiang Layang yang sejak tahun2002 ditetapkan menjadi Kabupaten Barito Timur.Wilayah kabupaten yang tergolong baru iniberbatasan langsung dengan Kabupaten BaritoSelatan (Kecamatan Dusun Selatan, KecamatanGunung Bintang Awai) di sebelah utara, sebelahselatan Kabupaten Barito Timur merupakanwilayah Kabupaten Tabalong, Provinsi KalimantanSelatan, sebelah timurnya juga wilayah KabupatenTabalong. Sebelah baratnya berbatasan denganKabupaten Barito Selatan, wilayah kecamatanDusun Hilir, Kurau Kuala dan Kecamatan DusunSelatan.

Sebagian besar wilayah Kabupaten BaritoTimur merupakan dataran rendah, ketinggianberkisar 0 s.d 40 m dari permukaan air laut.Sedangkan untuk Kecamatan Patangkep Tutuimerupakan daerah perbukitan. Luas wilayah

Gambar 5. Toga (Penjaga Kampung) di DesaPamangka

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 6. Lewu Dambung Rajun

Page 9: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten BaritoTimur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68)

59

Kabupaten Barito Timur tercatat 3.834 km² meliputisembilan kecamatan, yaitu Kecamatan Paju Epat,Kecamatan Dusun Tengah, Kecamatan Awang,Kecamatan Patengkep Tutui, Kecamatan BenuaLima, Kecamatan Dusun Timur, KecamatanKarosen Janang, Kecamatan Karen Batuah, danKecamatan Pematang Karau. Di Kabupaten BaritoTimur selain Sungai Barito sebagai urat nadipereokonomian dan lalu lintas, mengalir sungai-sungai lain yang pada akhirnya bermuara keSungai Barito, di antaranya Sungai Karau, SungaiPaku, Sungai Tabalong/Sungai Tutui, dan SungaiAyuh.

Situs-situs di Kabupaten Barito Timur, ProvinsiKalimantan Tengah

Situs Tumenggung GuntumSitus Rumah Keramat Tumenggung Guntum

terletak di Dusun Bantai Karau, RT. 13 RW. 5Kelurahan Ampah Kota, Kecamatan DusunTengah, Kabupaten Barito Timur. Objek pemujaanini berada di kebun Bapak Syahrani bin Awal (68tahun), seorang Penghulu adat Dayak Ma’anyan.Di dalam rumah kecil yang merupakan tempatpemujaan terhadap arwah leluhur terdapattengkorak mendiang Tumenggung Guntum.Setiap tahun diadakan upacara persembahan,yaitu waktunya masa panen. Menurut cerita rakyat,tokoh ini merupakan orang yang sangat sakti,bahkan dipercaya bersekutu dengan hantu ataujin sakti. Dipercaya kepala Tumenggung Guntumtersebut, merupakan hasil penukaran denganhantu atau jin sakti tersebut. Konon, mulut tokohini bisa mengeluarkan api (lihat Gambar 7).

Hasil dari wawancara diperoleh informasibahwa tokoh Tumenggung Guntum merupakanpendatang dari daerah Lunyau, Ketap, PematangKarau. Keberadaan tokoh legendaris ini dipercayasekitar masa Sultan Suriansyah, sultan pertamaKesultanan Banjar. Tokoh adat Syahrani mengakusebagai keturunan ke-16. Legenda singkatTumenggung Guntum menyebutkan, bahwa iapada awalnya seorang biasa, yang memiliki istri

yang sangat cantik, sehingga banyak pemudayang menginginkan kematiannya. Ia mengalamibeberapa percobaan pembunuhan, di antaranyadiracun, akan dibakar dan dijebak dengansengatan lebah/wanyi. Atas penderitaan danpenganiayaan ini, ia kemudian bersekutu denganmakhluk gaib atau hantu dan keduanya bertukarkepala. Berkat kesaktiannya, maka tokohTumenggung Guntum diangkat sebagai penjagakampung. Setiap tahun, sehabis panen adaupacara persembahan berupa seekor ayam,lemang dan makanan khas lainnya. Di sekitarrumah tetua adat ini, masih dapat kita temukanantara lain balontang, keriring dan tabela2.

Situs Mariang JanggutSitus Mariang Janggut terletak di Desa Ipu

Mea, Kecamatan Kandris, Kabupaten Barito Timur.Situs ini merupakan tempat pemujaan terhadaparwah leluhur, dan secara periodik diperingatisetiap tanggal 20 Agustus. Objek pemujaanberupa dua tulang kepala suami istri tokohlegendaris.

Dari informasi Bapak Yuliantoni (juru kuncisitus Mariang Janggut), tokoh yang mempunyaigelar Mariang Janggut adalah salah seorang tokohyang dihormati, yang merupakan satu dari TujuhPangkalima, yang hidup pada masa KerajaanNansarunai masih berdiri. Tokoh mitos Mariang

sumber : dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 7. Rumah Karamat Tumenggung Guntum,di Bantai

2 Balontang adalah patung figur manusia dibuat dari kayu, umumnya kayu ulin. Keriring tempat peti kubur dari kayu yang memiliki tiangpenyangga. Adapun tabela adalah peti kubur kayu yang tidak bertiang.

Page 10: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Kindai Etam Vol. 2 No. 1 November 2016-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan60

Janggut menurut riwayat berasal dari Desa BatuNyiwuh, Kuala Kurun. Mariang Janggut ini memilikinama asli Pangkalima Uria Pundeh (Gambar 8).Tokoh ini dikenal memiliki kesaktian yang lebihdan memiliki daerah/benteng yang tidak jauh dariSungai Paku. Keberadaan Sungai Paku menjadipenghubung dunia luar, karena sungai inibermuara ke Sungai Barito. Di altar pemujaan iniada dua tengkorak manusia yang merupakansuami istri. Menurut informasi Yuliantoni,tengkorak Pangkalima Uria Pundeh agak kecil,sedang tengkorak yang ukurannya lebih besarmilik istrinya.

Sebelum bermukim di Tadekat atau Ipu Mea,ia pernah menjelajahi Witu/Barito sekitar Paju Epatdi Jawang, dan berpindah ke Tuang. Ia beristrikananak raja Belawa yang bernama Uria DambungNapu3. Pada bagian dagu/janggut tengkoraktumbuh kawat berwarna merah dengan keanehanini tokoh ini diberi nama mariang janggut, sedang

nama asli menurut kepercayaan tidak bolehdisebut sembarangan, kecuali saat anakketurunannya mengalami kesulitan dan memintakehadirannya.

Keriring di Sekitar Ampah KotaTerdapat dua keriring di sekitar Kota Ampah,

yaitu1. Keriring Berobot

Peninggalan keriring, tempat menyimpantulang kepala nenek moyang terletak diDusun Berobot, Kelurahan Ampah Kota,Kecamatan Dusun Tengah, letaknya tidakjauh dari lokasi Jembatan Belanda. Keriringini menjulang tinggi dengan satu tiangpenyangga, pada bagian ujung keriringberbentuk kepala kerbau, sedang bagianbelakang berbentuk ekor (lihat Gambar 9).Dari tulisan yang dipahatkan pada sisi timurkeriring menginformasikan nama pemilik atauorang yang diupacarai dan waktu upacara:“T. K. Sahadian yang bertanggal 14-10-1940“.Tulisan lain menyebutkan “Jang poenyakeriring ini nama Soerat 14-10-40”; pada sisibarat keriring: “No. 01 Wara Rakes K.G.Tongkoel” dan nama Kilat K.G. Ampah 14-10-40. Adapun pada keriring dengan tulisanNo.02 tertulis Wara nama Tangking K.G.Pailaan.

2. Keriring di BrohongKeriring terletak di Gang Bhakti, RT. 33 RW.IX Kelurahan Ampah Kota, Kecamatan DusunTengah. Lokasi keriring (tempelak dengantiang penyangga 2 buah) ini kira-kira 90 mpinggir sungai Pematang Karau/atau sebelahhilir jembatan Belanda. Ukuran panjangkeriring 4,54 m, posisi tiang penyanggakeriring miring pada bagian tiang tertinggi 1,9m dan sisi yang lain memiliki tinggi 1,3 m.Pada badan keriring ada inskripsi yangterpahat tahun 1929, diinformasikan namatokoh yang disemayamkan bernamaTumanggung Brohong (lihat Gambar 10) .

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 8. Pemujaan Mariang Janggut di Ipu Mea

3 Keanehan terjadi saat diadakan upacara Ijambe di Belawa, tengkorak dimasukkan ke perapian 6 kali, 6 kali meloncat keluar dari tungkuperapian. Pada saat usaha ke-7 kalinya tengkorak menghilang, berpindah ke balai/rumah sekitar 2 Km dari lokasi pembakaran. Pada saatupacara tersebut banyak tetua-tetua adat yang kesurupan, sehingga tengkorak dibawa kembali ke Ipu Mea. Mulai saat itu tengkorak tokohini dipercayai dapat menjadi pelindung desa (Tupak Natat) bahkan untuk perantara meminta terkabulnya suatu hajat. Masa hidup tokoh inimenurut informasi masyarakat sekitar tahun 1600-an.

Page 11: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten BaritoTimur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68)

61

Makam Putri Mayang Sari dan LegendaTumanggung Uria Mapas

Situs Makam Putri Mayang terletak di DesaJaar, Kecamatan DusunTimur yang dahulu seringdisebut sebagai Desa Pagerwesi. Penyebutannama Jaar baru dimulai sejak masa penjajahanBelanda. Tokoh yang dimakamkan adalah seorangputri dari Kerajaan Banjar yang bernama PutriMayang Sari. Menurut legenda putri ini masihkerabat (Raja Banjar), ia adalah anak PangeranSamudra yang beribu Putri Intan. Sedangkan UriaMapas adalah panglima perang Kesultanan Banjardari etnis Ma’anyan yang sangat dipercaya kerenakesaktiannya. Hubungan tokoh Putri Mayang Saridan Uria Mapas adalah sebagai saudara angkat(Iyat Uung, 81). Sumber lain menyebutkan merekaadalah suami istri, informasi kedua ini dianggaplemah, karena tidak didukung oleh legenda yangruntut. Adapun legenda yang mayoritar dipercayabahwa hubungan keduanya antara ratu denganpunggawanya4.

Saat ini di Desa Jaar, ada makam Putri MayangSari, sedang tokoh Uria Mapas dipercayaimenghilang/mati secara gaib. Adapun perkiraanmasa hidup kedua tokoh tertulis dibuat tahun 1978.Saat ini makam Putri Mayang Sari dilakukanpemagaran, pada saat membuat fondasi pagar

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 9. Keriring Berobot

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 10. Keriring Grohong

4 Putri Mayangsari adalah keturunan Sultan Syuriansyah, penguasa Banjar yang pusat kekuasaannya di Kuin. Ia bertempat tinggal diPagerwesi diawali oleh peristiwa sebagai berikut. Pada jaman dahulu, Sultan Syuriansyah berkeinginan membuat kandang untuk binatanghasil buruan berupa kijang. Kayu ulin dan pengerjaan kandang tersebut dibawa dari komunitas Maanyan di Pagerwesi/Jaar. Maka UriaMapas mengutus Uria Rinyan adiknya beserta delapan bersaudara lainnya berangkat untuk melaksanakan titah sultan tersebut. Darikesembilan bersaudara ini antara lain Uria Rinyan, Sima Gamal, Matanring, dan Makaruang. Saat mengantar dan pengerjaan rupanyasangat lama, sehingga ketika selesai Uria Rinyan bersaudara tidak memohon ijin sultan, apalagi saat itu sultan sedang meninjau ke huluBarito di daerah Tukak, sekitar Puruk Cahu sekarang. Pada saat sultan menuju Banjar, rupanya perahu Uria Rinyan berpapasan di saatmereka akan pulang ke Sanggarwesi. Sultan dan rombongan saat itu menghirup minyak wangi yang tidak lain hanya dipakai olehpermaisuri raja atau anak-anak putri sultan. Minyak wangi ini rupanya menempel pada pakaian Uria Rinyan salah satu rombongan yangpaling rupawan. Bergejolaklah rasa cemburu Sang Sultan. Saat rombongan Uria Rinyan bersaudara sudah mencapai Pagerwesi, maka adautusan ke Uria Rinyan yang memerintah mereka untuk kembali ke Banjar untuk mendapat perintah sultan yang baru. Singkat cerita,kesembilan bersaudara tersebut menghadap Sultan Banjar. Setelah mereka bermalam maka kesembilan bersaudara ini satu persatudiperintahkan menghadap sultan. Pertama Uria Rinyan sebagai kepala rombongan, kedua Sima Gamal, ketiga Matanring hingga kedelapanbersaudara menghadap sultan. Saat itu Kamaruang rupanya curiga di mana kedelapan saudara mereka, apalagi di bawah kolong rumahpertemuan banyak bersimbah darah. Maka Ia pun melarikan diri supaya tidak bernasib sama, dibunuh oleh sultan dan melaporkan semuakejadian ini kepada Uria Mapas sebagai kakak tertua yang telah mengirimnya. Setelah mendapat laporan dari Makaruang, Uria Mapassegera menghimpun kekuatan dan berunding dengan teman atau saudara-saudaranya untuk menuntut balas. Di antara teman Uria Mapasyang akan membantu antara lain dari Haringen bernama Uria Warung, di Dayu Uria Biring, di Serabun/Hayaping didukung oleh DamungSanan, Uria Pulang Iwa dari Jangkang, Pati Sabak dari Kelua, Urua Nampu Langit dari Paju Epat, Pati Uwai dari Benua Lima. Merekamenunjukkan solidaritas yang tinggi, namun Uria Mapas segera berkesimpulan ia sendiri yang akan membalas kematian Uria Rinyan dansaudara-saudaranya. Uria Mapas berangkat menyusuri sungai, saat di Negara rupanya waktu sudah siang dan ia mengira telah sampaidi Banjar, segera ia mengamuk dan membabat segala yang ditemui, separo pemukiman di Negara diamuk, rumah-rumah banyak yangroboh, mayat-mayat bergelimpangan. Kejadian ini segera dilaporkan ke Sultan Banjar, saat itu juga sultan mengirim utusan bahwa sultanbersedia membayar denda adat yang berlaku dan mengirim utusan untuk berunding. Untuk menggantikan Uria Rinyan, maka PutriMayangsari diserahkan kepada Uria Mapas. Karena Putri Mayangsari berkedudukan sebagai bangsawan sekaligus saudara Uria Mapas,maka mereka berdua bersama-sama memerintah di Pagerwesi, untuk menjadi pemimpin komunitas Ma’anyan.

Page 12: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Kindai Etam Vol. 2 No. 1 November 2016-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan62

tersebut ada beberapa temuan fragmen porselindan cupu dari bahan logam.

Jembatan Belanda di AmpahLokasi jembatan di atas Sungai Karau, tidak

jauh dari pusat kota Ampah. Hingga saat ini masihdifungsikan, walau tidak secara maksimal.Jembatan ini dibuat pada masa kolonialismeBelanda dan terbuat dari bahan yang didominasikayu ulin, yang diperkuat dengan besi. Kinijembatan baru sudah dibangun, sekitar tahun 1990-an yang lebih kokoh dan kuat dari bahan besidan beton cor. Saat ini bangunan jembatan lamahanya untuk pejalan kaki atau kendaraan roda dua.Menurut informasi jembatan ini dibangun padatahun 1928-an (Dosingo Munge,74), sebagaiinfrastruktur yang menghubungkan Banjarmasindengan wilayah di utara, seperti Muara Teweh danPuruk Cahu.

Ukuran Jembatan panjang 26 m, lebarkeseluruhan 5,7 m, bahu jembatan 4,3 m sedangatap jembatan ditambahkan pada periodeberikutnya. Konstruksi jembatan didominasi kayuulin dengan bentuk segi empat dengan konstruksiutama rata-rata penampang 40 cm. Diperkuatdengan penguat tambahan berupa kayu ulin besarbentuk segi empat dengan lebar penampang 24cm. Ditambah lagi penguat lain dengan batanganbesi yang berfungsi sebagai penyeimbang ataumengatur konstruksi (lihat Gambar 11).

Tiang Bendera Belanda di LampeongKayu ulin sebagai tiang bendera, yang

menjulang tinggi terdapat di Desa Lampeong,terletak sekitar 3 Km dari Ampah menuju Buntok.Lokasi objek ini tidak jauh dari tepi SungaiPematang Karau. Tiang ini berdiri tegak,menjulang kira-kira berukuran tinggi delapanmeter, dengan penampang segi enam, diameterkira-kira 15 cm makin ke atas semakin kecil (lihatGambar 12). Diperkirakan objek ini sebagaipenanda kantor Belanda (markas) yangmengawasi lalu lintas sungai di sekitar Ampah.Tidak jauh dari objek ini ditemukan sumur Belandadan sisa-sisa bangunan yang konon terbuat dariahan yang kurang permanen.

Lapangan Terbang Oak/di KanrisLapangan terbang Oak di Kanris, dibangun

untuk menembus Kalimantan lewat udara olehBPM (Bataviasf Petrolium Maatschappij)perusahaan perminyakan Belanda yangberoperasi di Tanjung. Lapangan terbang ini kira-kira berjarak 40 km dari Tanjung. Secaraadministratif lokasi bekas lapangan terbang ini diDesa Kanris, Kecamatan Karosen Janang,Kabupaten Barito Timur. Landasan pacu

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 11. Jembatan Belanda di Ampah, di atasSungai Pematang Karau

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 12. Tiang Bendera Belanda

Page 13: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten BaritoTimur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68)

63

membentang dari timur-barat, dengan lebarkurang lebih 40 m dan panjang 900 m. Saat inibekas lapangan terbang masih tampak rata danditumbuhi ilalang serta tumbuhan rendah lainnya.Lapangan terbang Oak ini dianggap masihberbahaya, diperkirakan masih banyak ranjau ataubom-bom Jepang yang masih aktif tersimpan disini. Ranjau dan bom ini digunakan saat Jepangmelumpuhkan pertahanan Belanda untuk merebutKota Tanjung, salah satu sumber minyak terpentingdi Kalimantan. Karena lapangan Kanris hinggasaat ini dianggap masih berbahaya dan belumada upaya pembersihan, maka sejak tahun 1960-an lapangan udara Tanjung dipindahkan keWarukin. Selain lebih dekat dengan pusat kotaTanjung, lapangan terbang ini dirasa lebih aman.

Liang Ulu’ (Gua Tengkorak)Situs yang dapat dihubungkan dengan tradisi

penguburan sekunder terdapat di Liang Ulu, yangsecara leksikon berarti Gua Tengkorak.Masyarakat Lowangan menyebutnya GunungTangga Liang, sedangkan bagi masyarakat DayakDusun, Liang Ulu’ disebut sebagai Liang Utok.Lokasi administratif gua ini terletak di KampungKutam, Desa Mawani Kecamatan Tetangkep Tutui.Lokasi ini secara administratif termasuk wilayahperbatasan antara wilayah Kabupaten Tabalong,Kalimantan Selatan, dan wilayah ProvinsiKalimantan Tengah, di Kabupaten Barito Timur.

Lokasi kubur sekunder ini terletak di cerukgua yang tak begitu dalam, atau berada padalereng pegunungan yang memiliki ruang padadinding gua. Untuk menjangkau tempat kerangkadan bekal kubur berupa tempayan kita dapatmerayap pada lereng bukit atau tangga kayu. Adalima buah kepala, satu fragmen tulang paha(femur) dan fragmen tulang yang tak teridentifikasi.Ada tiga tajau yang relatif utuh dan bagian kayutabela yang jatuh dari tempat penyimpanan.

Menurut Dumalik Intil (88 Tahun), makamsekunder ini merupakan tradisi Dayak Lowanganyang berasimilasi dengan Dayak Deah.Pemukiman mereka terletak di sekitar SungaiMawani atau kira-kira 1 km ke arah lembah dariBukit Liang Ulu. Menurut informasi Dumalik, dahulujumlah tengkorak mencapai ratusan (lihat Gambar

13). Penguburan ini berawal dari nenek moyangpertama mereka bernama Marempe, yangmemiliki 3 anak, yaitu Maksungkai, Suek, danNyelur. Pada saat Marempe meninggal iadikuburkan di pinggir Sungai Mawani. Pada saatupacara wara atau aruh dengan penyembelihanhewan korban pemotongan 2 kerbau, 10 babi, 5kambing, beberapa puluh ayam maka dilakukanpengangkatan kerangka yang kemudiantengkoraknya ditempatkan di Liang Ulu. Tradisiini terus berlanjut kepada keturunan-keturunannyadan ditandai dengan membawa bekal kubur.

Adapun alasan mengapa mereka memilikitradisi penguburan sekunder dan memilih tempatyang tinggi. Hal ini didasarkan pada keinginandan kepercayaan mereka. Walaupun tetua-tetuaitu telah meninggal, mereka ingin masih bisamengawasi hutan, ladang, dan kampung merekadimana anak-cucu berdiam (Dumalik, 88 tahun).Bagi masyarakat Dayak Lawangan, Dayak Dusundan Dayak Ma’anyan kedudukan kubur di atasbukit Liang Ulu ini sebagai tempat yang dihormati.

Makam dan Rumah Suto OnoPeninggalan bekas kediaman dan makam

Suto Ono, seorang Kepala Distrik Dusun Timurterletak di Desa Telang, Kecamatan Dusun Timur.Tokoh ini merupakan orang terhormat, dan yangsangat berpengaruh dari komunitas DayakMa’anyan abad 18. Lokasi pemakaman tokohSuto Ono dikenal dengan nama Tambak Mas yanglokasinya tidak jauh dari bekas rumahnya, yangsekarang telah direnovasi. Selain makamtradisional, dengan tambak ada pula makamkerabat-kerabat Suto Ono, yaitu anak-anakmereka yang sudah memeluk agama Kristen.Pada hiasan rumah tertulis angka tahun 1889, yangterukir pada kayu. Pada Tambak Mas terteraangka tahun meninggalnya Suto Ono, yaitu padatanggal 21 April 1894. Ia meninggal pada usia 73Tahun (lihat Gambar 14). Dari angka inidisimpulkan, bahwa Suto Ono lahir kira-kira padatahun 1821 M. Peninggalan lain berupa pahatanhiasan pada pintu yang berangka tahun 1899.Tidak jauh dari kediaman dan kompleks makamSuto Ono, mengalir sungai yang cukup besaryang bernama Sungai Sirau. Sungai ini dapatdilayari hingga ke Sungai Barito.

Page 14: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Kindai Etam Vol. 2 No. 1 November 2016-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan64

sungainya. Misalnya dari Kelanis dapat dilayarike Sungai Telang di sekitar di wilayah Telang–Siong ini kita kemudian dapat melayari ke SungaiSirau untuk menuju ke Tamiang Layang ataumenjangkau wilayah yang pedalaman lainnya.

Makam penyiar agama Kristen awal diTamiang Layang, sekitar abad 18 di Barito Timurdan Barito Selatan, yaitu Tromp dan Tjijer, yangberasal dari Negara Jerman. Kedua tokoh saatini dimakamkan di tempat yang berbeda. MakamTromp dimakamkan di Kuburan Kristen ProtestanPerwatasan Gereja Evangelis (GKE) JemaatTamiang Layang, sedangkan Tuan Tjitjerdimakamkan di tanah Perwatasan Gereja diTamiang Layang, tidak jauh dari pinggir SungaiSirau.

PEMBAHASAN

Keragaman Peninggalan Arkeologi danPerkembangan Budaya Daerah Aliran SungaiBarito

Peninggalan arkeologi di daerah aliran SungaiBarito, terbagi dalam tiga kategori: pertama,peninggalan di sungai utama, di sepanjang SungaiBarito. Kategori ini misalnya peninggalan-peninggalan di Desa Kalahien terkait tradisipenghormatan kepada nenek moyang danpeninggalan sisa lunas perahu pantjantoho, diMangkatip. Kedua, peninggalan arkeologi dianak-anak sungainya. Jalur lalu lintas utamamelalui Sungai Barito, yang kemudianmenghubungkan ke wilayah pedalaman yanglebih terpencil dengan peran sungai-sungai yanglebih kecil, misalnya Sungai Sirau, Sungai Pakuatau Sungai Batang Karau. Ketiga, peninggalanarkeologi yang menggambarkan saranatransportasi yang lebih maju. Kategoripeninggalan ini misalnya, peninggalan jembatanBelanda, yang mengindikasikan kemajuan jalurtransportasi darat, sekitar tahun 1930-an.Peninggalan kedua, terkait kemajuan sektortransportasi udara, yaitu peninggalan lapanganterbang Kandris.

Daerah aliran Sungai Barito tampaknyamemiliki peran besar dalam memajukan

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 13. Penguburan awal, PenempatanTengkorak di Ceruk Liang Ulu’

sumber: dok. Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Gambar 14. Tambak Mas, Makam Suto Ono

Makam Penyiar Agama Kristen Awal di TamiangLayang Wilayah Kalimantan Tengah

Penyiaran agama Kristen di KalimantanTengah secara efektif baru terjadi sekitar tahun1935 (Allen Ngepek, 70 Thn). Kegiatan penyiaranagama ini memanfaatkan Sungai Barito sebagaijalur utama dan menyusuri anak-anak sungainya.Selain Banjarmasin sebagai pusat kegiatan,penyiaran ke bagian hulu Barito khususnyadilakukan di wilayah Kabupaten Barito Selatandan Barito Timur. Dari Barito misi penyiarandimulai di sekitar Mangkatip dan Kelanis. DiMangkatip merupakan daerah strategis pinggirBarito dan Kelanis merupakan permukimanpinggir sungai yang ramai karena pelabuhannya.Daerah ini cukup penting karena menghubungkandengan komunitas lain melalui anak-anak

Page 15: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten BaritoTimur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68)

65

peradaban dan membentuk perubahan-perubahan budaya. Di sisi lain, di pinggir SungaiBarito pun masih dapat ditemukan sisa-sisaperadaban awal, berupa tradisi-tradisi yang telahberkembang sebelum penetrasi budaya luarmasuk. Informasi atau data ini sangat bermanfaatdalam kajian etnoarkeologi, di mana hingga saatini masih ada budaya-budaya lama yang masihdipertahankan oleh masyarakat pendukungnya.Jalur lalu lintas utama melalui Sungai Barito, yangkemudian menghubungkan ke wilayah pedalamanyang lebih terpencil dengan peran sungai-sungaiyang lebih kecil, misalnya Sungai Sirau, SungaiPaku atau Sungai Batang Karau. Ada masalahyang dihadapi oleh masyarakat yangmenggunakan jalur lalu lintas sungai-sungai saatitu. Di antaranya, debet air yang yang tidak intensif,satu sisi banjir saat air melimpah danmenyebabkan kandas ketika musim kemarau.Sangat dimungkinkan tidak mudah menjangkaupemukiman-pemukiman lama yang diakibatkansulitnya menembus medan hutan belantara.Namun demikian, pada waktu lebih kemudianperan anak sungai ini dapat menjangkau kewilayah Barito Timur dan Barito Selatan.

Seiring perjalanan waktu, peradabanmasyarakat di Kalimantan di pedalaman terutamadi wilayah daerah aliran sungai tersebutmempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Selainsebagai sumber kehidupan, sungai-sungaitersebut berperan dalam jalur lalu lintas antar danintra sungai-sungainya. Sejarah budaya-budayalokal pun memperlihatkan dinamika yang terusberkembang. Carl G. Gustafson dalam bukunya,A Preface of History, mengidentifikasi enamkekuatan sejarah, yaitu; (1) ekonomi, (2) agama,(3) institusi (terutama institusi politik), (4) teknologi,(5) ideologi dan (6) militer. Dapat puladitambahkan unsur pendukung lain: (1) individu,(2) seks, (3) umur, (4) golongan, (5) etnis dan ras,(6) mitos, dan (7) budaya. Pada kenyataannya,kekuatan-kekuatan tersebut sulit dipilah-pilahkandan lebih sering bertumpang tindih (Gustafsondalam Kuntowijoyo 2013:99-113).

Faktor ekonomi sangat dimungkinkan telahmembuat komunitas Dayak terpencar untuk

mencari penghidupan baru. Umumnya merekapada mulanya menetap di suatu rumah induk yangdisebut rumah betang atau lamin. Seiring dengantumbuh-kembangnya keluarga atau pasangan-pasangan baru, mereka berpencar mencaripenghidupan baru dan mengembangkanpermukiman baru atau mendirikan rumah baru.Rumah-rumah baru itu ada yang berdekatandengan rumah induk, dan umumnya justruberpisah jauh dengan komunitas induknya. Sungaimenjadikan mereka sebagai sumber kehidupan.Keputusan menjauh dari induknya ini sebagaiupaya mencari penghidupan yang lebih layak,dan lebih terbuka untuk berkembang. Pasanganawal di suatu tempat, dianggap orangtua bersama,nenek moyang yang pantas dihormati. Demikianjuga, sosok individu yang kuat, sakti danbertanggungj awab terhadap komunitasnya layakmenjadi pemimpin. Kehadiran seorangpemimpin atau pelindung ini sangat diharapkan,apalagi ketika berada di lingkungan baru,sehingga faktor rasa aman akan terjamin.Sekalipun tokoh-tokoh pemimpin ini telahmeninggal, ia akan terus dikenang dan diperingati,fungsi pelindung akan tetap terjaga sekalipunsosoknya telah meninggal. Bagi masyarakatDayak ada kepercayaan yang telah mentradisi,bahwa kematian seseorang tidak menghalangiperan dan sosoknya sebagai pelindung terhadapkampung dan komunitasnya. Hal ini tampakmisalnya pada peninggalan pangantuhu diKalahien, pengantuhu di Buntu Karau, situs Togadi Pamangka serta penghormatan Mariangjanggut di Ipu Mea. Konsepsi hidup selarasdengan alam, tampak diperlihatkan pula olehtradisi penguburan kedua di gua ‘Liang ‘Ulu, olehDayak Lawangan.

Tujuan memisahkan diri dari kelompoknya,bukan sekedar berpisah dari komunitas lamanya,tetapi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupsehari-hari yang lebih layak, lebih terhormat,dalam mengembangkan keturunan yang lebihspesifik dan tidak sekedar ekonomi atau untukberdiri sendiri. Komunitas Banjar pun dalammeluaskan pengaruh politik, budaya danmengembangkan perdagangan memanfaatkan

Page 16: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Kindai Etam Vol. 2 No. 1 November 2016-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan66

alur sungai. Rumah lanting, misalnya solusimasyarakat Banjar atau Bakumpai ketika merekameluaskan daerah pasar perdagangannya.

Sungai Barito sebagai sungai terbesar danpanjang, memiliki anak sungai yang kondisitanahnya subur dan layak untuk membuatpermukiman baru. Anak sungai Sungai Baritoumumnya memiliki lembah-lembah dan gunung-gunung yang kaya akan sumber tanaman hayatidan juga binatang untuk diburu membuat merekatidak kekurangan makanan. Kondisi anak sungai-anak sungai yang demikian membuat komunitas-komunitas baru bermunculan bahkan bersaing.

Agama Kristen disebarkan oleh paramisionaris untuk diperkenalkan kepadakomunitas Dayak yang masih kuat kepercayaaanlamanya. Dengan menyusuri Sungai Barito, parapenginjil membangun tempat-tempat peribadatanatau gereja untuk memperkenalkan danmengembangkan agama baru ini. Walaupun padamulanya komunitas agama baru ini kecil, tetapilambat laun memiliki umat penganutnya. Penganutagama tradisional Paju Epat dan Paju Sepuluh disekitar Taming Layang menunjukkan kuatnyatradisi lama bertahan (Wasita 2004: 88). Gereja-gereja di Ampah, atau di Tamiang Layangmerupakan awal dari perjuangan para penginjil.Selain gereja yang sudah beberapa kalimengalami renovasi ada bukti makam penginjil/penyiar agama Katolik, misalnya Tromp danTjeijer. Kedua orang tersebut seakan mengubahsejarah, jenis dan keberagamaan di daerah aliranSungai Barito, hingga ke pelosok anak-anaksungainya.

Kesultanan Banjar memerlukan pengakuanhegemoni kekuasaannya di daerah, yaitu dengancara menjaga kedaulatannya. Perjalanan muhibahdan kunjungan persahabatan memiliki andil dalammembentuk komunitas-komunitas baru.Perkawinan politik dan antarkomunitas merupakansarana efektif dalam menjaga hubungankekerabatan di dalam dunia politik tradisional saatitu. Kekerabatan dan persaudaraan merekasemakin mempererat kedaulatan hegemonikekuasaan tradisional. Bukti lunas perahu yangmasih dikeramatkan menunjukkan bahwakehadiran sultan menjadi peristiwa magis bagi

komunitas Dayak tertentu. Kedekatan inimenunjukkan pula kedekatan genealogis antaraBanjar dan Dayak.

Penggunaan teknologi modern membuatpengembaraan dan penjelajahan ke SungaiBarito lebih efektif dan memangkas waktuperjalanan. Penemuan kapal uap membuatperjalanan lebih singkat, daya muat bertambahdan kebutuhan penyediaan batubara meningkat,sehingga usaha penambangan batu bara terpacu.Teknologi transportasi air merupakan syaratmutlak untuk membuka isolasi pedalaman-pedalaman Kalimantan. Pembuatan jembatanmerupakan, salah satu kemajuan dalam haltransportasi darat yang dirintis oleh pemerintahkolonial Belanda, sebagai usaha memajukantransportasi darat. Transportasi udaraberkembang belakangan, sebagai penyesuaiankemajuan transportasi era 1935-an, apalagi bagisentra-sentra tambang minyak di Kalimantan.Lapangan terbang di Kandris merupakan saranatransportasi daerah eksplorasi minyak di sekitarTanjung.

Ekspansi imperialisme dan kolonialisme awaldigerakkan dengan semangat gold, glory, andgospel, sehingga menjadikan daerah Nusantaramenjadi tujuan. Pulau Kalimantan merupakanpulau terbesar ke-3 dunia menjadikan pulau initerbuka terutama di daerah pesisir atau muara-muara sungainya. Tetapi di sisi lain, Kalimantanmerupakan pulau tertutup di daerahpedalamannya, sehingga sebagai satu-satunyajalur masuk dan urat nadi penyebarannya adalahmelalui sungai. Tradisi ladang berpindahmenengarai mobilisasi tenaga kerja danpenjelajahan. Keinginan menyebarkan agamaKristen hingga pedalaman membuat semangatkerja mereka bukan saja diukur dari kacamataduniawi, tetapi semangat akan pengabdian danpengorbanan terhadap agamanya. Di sisi lain,penduduk yang teguh agama lamanyamenganggap pengaruh dari luar komunitasnyaadalah penyimpangan. Jadi ada semangatideologis dalam kemajemukan DAS Barito dananak sungai-sungainya. Penyebaran agamaKristen, Islam ke pedalaman telah memperkayabudaya pedalaman Kalimantan. Hidup

Page 17: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Peninggalan Arkeologi dan Tradisi di Daerah Aliran Sungai Barito di Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten BaritoTimur, Provinsi Kalimantan Tengah-Nugroho Nur Susanto (51-68)

67

berdampingan dengan agama-agama ataukepercayaan lama.

Ekspansi militer imperialis Belanda telahmembuat DAS Barito dan anak-anak sungainyamenjadi terbuka. Perang Banjar, yang berawal darikonflik tambang batu bara di Pengaron, meluashingga daerah aliran Sungai Barito. Muara Teweh,sebagai jalur pelarian sisa-sisa pejuang Banjarsegera dikuasai Belanda. Demikian juga wilayahkaya emas yang terletak antara Muara Teweh danPuruk Cahu. Imperialis Belanda meruntuhkanbenteng terakhir pertahanan rakyat Banjar diMelawing Beras Kuning, keturunan PangeranAntasari. Di sisi lain, pembukaan daerah inimemungkinkan pula untuk kemajuan. Penemuantiang bendera mengingatkan kita pada hegemonikekuasaan dan militer, sedang pembangunanjembatan dan lapangan terbang terjadi akibattidak efektif lalu lintas trdisional ini yangmemanfaatkan alam sebagai jalur transportasi.Individu yang kuat dan berpengaruh membuatperubahan terhadap komunitasnya di saatmendapat tekanan dari luar. Suku atau komunitastertentu cenderung memilih lingkungan yang ramaiatau strategis, demikian pula suku atau komunitastertentu yang cenderung mendiami daerahpegunungan atau hulu-hulu sungai yanglingkungannya cenderung asli dan nyaman,selaras dengan alam.

PENUTUP

Ada hal yang dapat disimpulkan dari tradisi-tradisi, gejala-gejala budaya, dan prosespenyebaran budaya yang dirasa cocok denganpendapat Franz Boas. Ia mengatakan bahwaperbedaan kebudayaan tidak diakibatkan olehperbedaan ras atau keturunan. Sebaliknya bahwaperbedaan budayalah yang justru merupakan

sumber perbedaan manusia. Kebudayaandiwariskan melalui proses belajar, bukan biologis.Tidak ada pola-pola tertentu mengenaiperkembangan kebudayaan, sebab setiapkebudayaan dibentuk oleh latar belakang sejarahdan geografisnya masing-masing (Boas videRatna, 2010: 158).

Orang Banjar, secara genealogis dapatdisejajarkan dengan Ngaju, Lawangan, atauMa’anyan. Tetapi, oleh karena hidup di wilayahpantai, atau pesisir maka mereka lebih intensifmenerima pengaruh luar atau budaya non asli(misal: Islam, Jawa, Eropa dll), sehinggamenyebabkan identitas muslim menjadi dominan.Demikian pula komunitas Bakumpai yang jugamemiliki intensitas lebih, -yang hidup di tepisungai- mendapat pengaruh lebih dari luardibanding saudara-saudaranya yang ada diwilayah pedalaman misalnya komunitas-komunitas Ma’anyan, Lawangan atau DayakDusun. Oleh karena itu, orang Bakumpai punmemiliki budaya dan identitas berbeda, sekalipunciri-ciri fisik serupa dengan Ngaju, Dusun, danLawangan.

Budaya yang datang dari luar, dan budayayang masih asli tidak bisa dinilai sebagai oposisibiner yang dapat dipertentangkan. Ilmupengetahuan tidak berhak menilai, ataumemandang hitam-putih. Tidak pula menjustifikasibahwa pengaruh dari luar itu selamanya negatifatau selamanya positif, atau sebaliknya bahwa apayang asli itu selalu memiliki ciri-ciri negatif. Kajianbudaya atau tradisi ini semata-mata menunjukkanbahwa di sekitar kita ada pengaruh, yangmenyebabkan perbedaan, ada keragaman-keragaman, dan ada dinamika budaya diKalimantan, yang semula hanya terhubung melaluisungai-sungainya. Untuk itu pengenalan tradisi asliperlu dikemukakan dengan maksud memahamibudaya lama serta proses sejarahnya.

Page 18: Nugroho Nur Susanto PENINGGALAN ARKEOLOGI DAN TRADISI …

Kindai Etam Vol. 2 No. 1 November 2016-Balai Arkeologi Kalimantan Selatan68

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Barito Timur dalam Angka2010.Tamiang Layang: Badan Pusat StatistikKabupaten Barito Timur.

Anonim, 2010. Barito Timur dalam Angka2009.Tamiang layang: Badan Pusat StatistikKabupaten Barito Timur.

Hartatik. 2003. “Umat dan Kesatuan Sosial dalamreligi Kaharingan: Studi Kasus MasyarakatDayak di Wilayah Tabalong”. Naditira Widya10:73-81.

Ideham, M. Syuriansyah, dkk. 2007. SejarahBanjar. Banjarmasin: Badan Penelitian danPengembangan Daerah ProvinsiKalimantan Selatan.

Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Sejarah.Yogyakarta: Tiara Wacana.

Lindblad. 2013. Antara Dayak dan Belanda.Malang: Lilin Persada Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi PenelitanKajian Budaya dan Ilmu Sosial HumanioraPada Umumnya. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Simanjuntak, Truman, dkk. 2008. MetodePenelitian Arkeologi. Jakarta: PusatPenelitian dan Pengembangan ArkeologiNasional, Departemen Kebudayaan danPariwisata.

Susanto, Nugroho Nur. 2011. “PenelitianEksploratif Peninggalan Arkeologi diKabupaten Barito Selatan dan Barito Timur”.Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru:Balai Arkeologi Banjarmasin

Wasita, 2004. “Lalulintas Sungai Pedalaman:Sarana Survivefnya Paju Epat dan PajuSepuluh Diantara Pemilik kebudayaandengan Kekuatan Besar”. Hlm 59-89 dalamSungai dan Kehidupan Masyarakatnya diKalimantan. Kasnowiharjo, editor Gunadi.Banjarbaru: IAAI Komda Kalimantan.

Zainab, Siti, 2004. “Budaya Dayak dan Nilai-nilaiCivil Society”. Junal Kebudayaan KandilEdisi 5 Tahun 11: 53-63.