Top Banner
NOSTALGIA KEHIDUPAN SATWA DI PINING USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN Oleh: Usman Ali (Sekretaris: Forum Penjaga Hutan dan Sungai HARIMAU PINING, juga aktif sebagai Jurnalis Lingkungan) Paradigma manusia yang sangat antroposentris cen- derung menganggap derajat hewan jauh dibawah manusia, sehingga manusia tidak pernah peduli akan keberadaan hewan itu sendiri. Pernyataan tersebut tidak berlaku di kalangan ma- syarakat Pining jaman dahulu, sebagaimana yang ter- gambar dalam cerita-cerita rakyat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu cerita legenda yang masih melekat dalam seluruh ingatan gene- rasi tua terutama di seputaran Kecamatan Pining, adalah cerita tentang rumah-rumah satwa dalam kawasan hutan Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bagi masyarakat Aceh terutama yang tinggal di wilayah Pining, tidaklah asing mendengar sebuah nyayian da- lam tarian saman yang dibawakan oleh Aman Romi dengan syair berikut: “Karna Gunung Laoser i negeri Gayo Ni, Tempat Tembuni Ni Datu Pudah na, Kati Musier Kuluar Ne- geri Munurut teliti Paru-Paru Dunia, Memang Sem- perne Alam Uten i Pining Ni, Tempat ni Gaj ah Lesten Polo Tige, Tempat Ni Kule Serdang Kala Pepara, Ke- dih Urum Muni Ara i Aih Putih, Celike, Arah Tengku Tue Imu Urum Kera, Cacak dih Telas Ara badak i Arul Item”. Cerita-cerita rakyat dan berbagai syair tradisional sebenarnya bukan semata cerita kosong bagi pengan- tar tidur anak-anak. Namun juga merupakan pengetahuan masyarakat (tacit knowledge) yang diyakini kebenarannya hingga sekarang USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1
3

NOSTALGIA KEHIDUPAN SATWA DI PINING

Jan 22, 2017

Download

Documents

hoangdat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: NOSTALGIA KEHIDUPAN SATWA DI PINING

NOSTALGIA KEHIDUPAN SATWA DI PINING

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN

Oleh: Usman Ali (Sekretaris: Forum Penjaga Hutan dan Sungai HARIMAU PINING, juga aktif sebagai Jurnalis Lingkungan)

Paradigma manusia yang sangat antroposentris cen- derung menganggap derajat hewan jauh dibawah manusia, sehingga manusia tidak pernah peduli akan keberadaan hewan itu sendiri.

Pernyataan tersebut tidak berlaku di kalangan ma- syarakat Pining jaman dahulu, sebagaimana yang ter-gambar dalam cerita-cerita rakyat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu cerita legenda yang masih melekat dalam seluruh ingatan gene- rasi tua terutama di seputaran Kecamatan Pining, adalah cerita tentang rumah-rumah satwa dalam kawasan hutan Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bagi masyarakat Aceh terutama yang tinggal di wilayah Pining, tidaklah asing mendengar sebuah nyayian da-lam tarian saman yang dibawakan oleh Aman Romi dengan syair berikut:

“Karna Gunung Laoser i negeri Gayo Ni, Tempat Tembuni Ni Datu Pudah na, Kati Musier Kuluar Ne- geri Munurut teliti Paru-Paru Dunia, Memang Sem-perne Alam Uten i Pining Ni, Tempat ni Gaj ah Lesten Polo Tige, Tempat Ni Kule Serdang Kala Pepara, Ke- dih Urum Muni Ara i Aih Putih, Celike, Arah Tengku Tue Imu Urum Kera, Cacak dih Telas Ara badak i Arul Item”.

Cerita-cerita rakyat dan berbagai syair tradisional sebenarnya bukan semata cerita kosong bagi pengan- tar tidur anak-anak. Namun juga merupakan pengetahuan masyarakat (tacit knowledge) yang diyakini kebenarannya hingga sekarang

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 1

Page 2: NOSTALGIA KEHIDUPAN SATWA DI PINING

(“Karena Gunung Leuser berada di Gayo yang merupa-kan tempat lahir para Endatu, maka tidak salah kalau dikenal oleh dunia sebagai Paru-Paru Dunia. Memang sempurna hutan di Alam Pining ini. Tempat gajah ada di Lesten dan Polo Tige, harimau di Serdang Kala Pepara. Sedangkan “kedih” (hewan sejenis orangutan) berada di kawasan Aih Putih, Celike dan daerah Gunung Tengku Tue. Begitu sempurna, apalagi kalau melihat badak ada di Arul Item”).

Syair tersebut menggambarkan bahwa dahulu gajah ada di daerah Lesten dan Polo Tige, yang merupakan sebuah pemukiman dan areal kawasan hutan yang menjadi habitat gajah. Gajah-gajah tersebut dibiarkan hidup tanpa diganggu. Demikian halnya dengan hari-mau yang berada di Serdang Kala Pepara.

Serdang Kala Pepara adalah sebuah tempat yang mempunyai alur cerita nyata dan mistis yang masih bisa didengar hingga sekarang terutama di lingku- ngan kehidupan generasi tua masyarakat Pining. Da-hulu di Serdang Kala Pepara yang wilayahnya dialiri Sungai Lesten, tepat di “Arul Item” terdapat sebuah lembah yang dilewati segerombolan Harimau Su-matra. Gerombolan tersebut menyeberangi sungai secara berbaris mulai dari waktu zuhur hinga men-jelang tenggelamnya matahari. Sehingga masyarakat menganggap bahwa Hutan Pining adalah tempat dan rumah bagi harimau.

Bukan hanya gajah dan harimau yang berada di kawasan hutan Pining. Beberapa jenis satwa lain termasuk orangutan juga berada di kawasan hutan ini. Dahulu orangutan mempunyai rumah dan tem-pat tinggal yang diakui oleh masyarakat setempat, tanpa diganggu apalagi diburu, yakni di daerah Air

Putih, Celike dan Gunung Tengku Tue, pegunungan yang lokasinya dekat dengan pemukiman warga di Pining.

Berbagai syair dan cerita rakyat menggambarkan bah-wa masyarakat Pining memiliki kearifan dalam men-jaga kelangsungan kehidupan satwa dalam kawasan ekosistem Leuser, sehingga kehidupan manusia dan satwa berlangsung dalam irama yang harmonis.

Perlindungan masyarakat Pining terhadap kehidupan satwa juga didasari oleh kepercayaan pada hal-hal yang bersifat gaib. Sebagai contoh Badak Suma-tra. Masyarakat lokal melindungi dan menjaga ke-beradaan badak karena diyakini memberikan man-faat bagi kehidupan masyarakat. Masyarakat meyakini, misalnya, jika badak menyeberangi sebuah sungai, maka air sungai itu akan terbebas dari segala macam bentuk racun yang berasal dari tumbuhan beracun atau kotoran hewan lainnya. Sehinga keberadaan ba-dak dipertahankan sebagai penawar racun melalui setiap langkah dan aroma yang berada ditubuh ba-dak tersebut.

Namun amat disayangkan, kehidupan harmonis ma-nusia dan satwa saat ini hanya menjadi nostalgia masa lalu. Sejumlah data menunjukkan bahwa keberadaan satwa-satwa yang disebutkan dalam berbagai syair dan cerita rakyat tersebut mulai terancam punah. Populasi keempat satwa kunci di kawasan ekosistem Leuser terus mengalami penurunan. Dalam 10 tahun terakhir, persentase penurunannya mencapai 60-80%. Tercatat jumlah harimau tinggal 100-150 ekor, badak 20-30 ekor, gajah 400-500 ekor dan orang-utan berjumlah sekitar 2000-2200 ekor.

Foto: Merawat satwa berbasis kearifan lokal mendorong harmonisasi manusia dan alam. (Foto: Chaideer Mahyuddin - Anggota Jurnalist Peduli Lingkungan)

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 2

Page 3: NOSTALGIA KEHIDUPAN SATWA DI PINING

Cerita Rakyat dan Tantangan Konservasi

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, cerita rakyat dianggap sebagai medium yang efektif untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Cerita rakyat digu-nakan sebagai sarana komunikasi dan informasi dari generasi ke generasi. Banyak manfaat yang diperoleh dengan mendengarkan cerita rakyat. Didalam cerita rakyat seringkali terkandung pesan moral yang ber-guna bagi pembacanya.

Cerita-cerita rakyat dan berbagai syair tradisional se-benarnya bukan semata cerita kosong bagi pengantar tidur anak-anak. Namun juga merupakan pengeta-huan masyarakat (tacit knowledge) yang diyakini ke-benarannya hingga sekarang. Cerita ini menjadi bukti betapa masyarakat lokal mempunyai cara tersendiri dalam upaya mempertahankan Kawasan Leuser dari kepunahan. Bahkan masyarakat juga meyakini bahwa kepunahan satwa-satwa ini akan membawa berag-am bencana yang pada akhirnya mengancam keber-langsungan kehidupan masyarakat sendiri.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa keper-cayaan supranatural dapat sangat efektif dalam men-jaga kelestarian alam. Meskipun demikian, penelitian itu juga menggarisbawahi poin yang sangat penting yakni, meski berbagai kepercayaan tradisional dan keyakinan pantangan/larangan sosial atau social ta-boo (seperangkat aturan tak tertulis atau larangan yang mengatur perilaku manusia) mulai dipahami sebagai hal yang penting dalam upaya konservasi, semua itu sangat tergantung sejauh mana adat atau budaya konservasi itu bisa dijaga. Seringkali peruba-han sosial-kultural, termasuk tingkat pendidikan yang tinggi, bisa membuat kepercayaan lokal menghilang secara perlahan. Inilah tantangan yang kemudian harus dijawab oleh masyarakat, dalam hal ini mas-yarakat Pining sendiri.

Langkah utama yang dapat dilakukan yakni melalui penulisan dan pendokumentasian cerita-cerita rakyat tentang perlindungan alam. Upaya pendokumen-tasian ini penting dilakukan agar pesan-pesan kon-servasi dapat diketahui oleh generasi mendatang. Hal lain yang tidak kalah penting adalah pelibatan masyarakat lokal dalam setiap program konservasi, mengingat masyarakat memiliki pengetahuan berhar-ga dalam pengelolaan kawasan hutan yang menjadi tempat lahir dan matinya mereka.

USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN 3