Top Banner
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : Ny. M Umur : 50 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Kutu Wetan, Jetis Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam Suku : Jawa Tanggal Masuk RS : 8 Agustus 2012 Tanggal Pemeriksaan : 8 Agustus 2012 No. RM : 1773xx II. ANAMNESIS Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2012 A. Keluhan Utama Perut membesar. B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD Harjono pada tanggal 8 Agustus 2012 dengan keluhan perut membesar. Perut membesar dirasakan ± 2 minggu yang lalu. Perut membesar disertai dengan rasa kenceng-kenceng pada perutnya. Pasien tidak merasakan sesak. Selain itu 1
49

Nefropati Diabetik Ita

Aug 13, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Nefropati Diabetik Ita

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. M

Umur : 50 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kutu Wetan, Jetis

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal Masuk RS : 8 Agustus 2012

Tanggal Pemeriksaan : 8 Agustus 2012

No. RM : 1773xx

II. ANAMNESIS

Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dilakukan

pada tanggal 8 Agustus 2012

A. Keluhan Utama

Perut membesar.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Harjono pada tanggal 8 Agustus 2012

dengan keluhan perut membesar. Perut membesar dirasakan ± 2 minggu

yang lalu. Perut membesar disertai dengan rasa kenceng-kenceng pada

perutnya. Pasien tidak merasakan sesak. Selain itu pasien juga

mengeluhkan kedua kakinya bengkak sehingga aktivitas berkurang.

Awalnya, ± 3 minggu yang lalu pasien merasakan bengkak pada

kelopak mata terutama saat bangun tidur. Pasien berobat ke Puskesmas

dan pasien melakukan cek darah serta pemeriksaan urin. Akhirnya, pasien

dirujuk untuk berobat ke poli dalam RSUD Dr. Harjono Ponorgo. Pasien

mengaku selama empat kali berobat jalan, keluhan tidak berkurang dan

1

Page 2: Nefropati Diabetik Ita

merasakan bengkak di kaki semakin bertambah. Pasien juga mengeluhkan

BAK nya berbuih, Kemudian pasien berobat lagi ke poli dalam, dan

akhirnya menjalani rawat inap di RSUD Ponorogo.

Pasien tidak mengalami konstipasi maupun diare. BAB normal

sehari 1 kali kadang 2 hari sekali dengan konsistensi lembek, tanpa

mengejan, warna kuning.pasien. BAK tidak terasa sakit atau panas dan

jumlahnya normal, pasien mengaku BAK berbuih seperti kocokan telur,

jumlahnya normal tidak sakit ataupun panas.

Pasien mengaku mengkonsumsi obat DM yaitu glibenklamid.

Konsumsi obat glibenklamid sudah 5 tahun. Pasien mengaku selalu

mengkonsumsi obat sesuai resep dokter tapi terkadang tidak teratur.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi disangkal

Diabetes Mellitus ada sejak 5 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Ginjal disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Kelainan pada hepar disangkal

Alergi obat dan makanan disangkal

Riwayat Asma disangkal

Riwayat peyakit serupa ada 12 tahun yang lalu

Riwayat Opname ada, 7 tahun yang lalu dengan apendisitis

Riwayat trauma disangkal

D. Riwayat Keluarga

Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal

Riwayat Hipertensi disangkal

Riwayat Diabetes melitus ada

Riwayat Penyakit Jantung disangkal

Riwayat kelainan pada ginjal disangkal

Riwayat kelainan pada hepar disangkal

2

Page 3: Nefropati Diabetik Ita

Riwayat Asma disangkal

E. Riwayat Kebiasaan

Riwayat minum jamu : ada, temulawak

Riwayat minum alkhohol : disangkal

Riwayat konsumsi obat warung : disangkal

Riwayat merokok : disangkal

F. Riwayat Sosial

Pasien anak kedua dari enam bersaudara. Pasien lahir dan dibesarkan

di Ponorogo. Pasien bekerja sebagai ibu Rumah tangga memiliki 2 orang

anak. Sehari-hari pasien makan 3 kali dalam 1 hari dengan lauk nasi,

tempe dan tahu. Pasien berobat dengan jamkesmas.

G. Riwayat Sistem

Keadaan umum : Pasien tampak sedikit lemas.

Kulit : Tidak tampak ruam atau perubahan lainnya.

Kepala, mata, telinga, hidung, tenggorok : Tidak terdapat riwayat

cedera kepala. Mata: tanpa keluhan. Telinga: pendengaran baik. Tidak

terdapat keluhan tinnitus, vertigo, dan infeksi. Hidung dan sinus: tidak ada

keluhan epistaksis dan gangguan sinus. Tenggorok (mulut dan faring):

pasien tidak mengalami perdarahan gusi baik kondisi biasa maupun saat

menyikat gigi. Tidak terdapat keluhan nyeri menelan atau tenggorokan

kering.

Leher : Tidak teraba benjolan, gondok, dan tidak terdapat rasa nyeri.

Tidak terdapat pembesaran kelenja r getah bening.

Respiratorius : Tidak terdapat batuk, wheezing, sesak napas.

Kardiovaskuler : Tidak diketahui riwayat penyakit jantung atau tekanan

darah tinggi. Tidak terdapat gejala dispnea, ortopnea, nyeri dada, atau

palpitasi.

3

Page 4: Nefropati Diabetik Ita

Gastrointestinal : Selera makan biasa, tiadak ada mual, muntah atau

gangguan pencernaan. Buang air besar 1-2 kali sehari, dengan feses

lembek. Tidak ada lendir darah. Tidak terdapat rasa nyeri, ikterus,

penyakit kandung empedu atau hepar.

Urinarius : BAK berbuih seperti kocokan telur, tidak sering kencing,

tidak terdapat gejala disuria, hematuria, atau rasa pegal pada pinggang.

Genitalia : Tidak ada infeksi pada vagina.

Vaskular perifer : Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah vena pada

ekstremitas.

Musculoskeletal : Terdapat bengkak pada kedua kaki, tidak nyeri.

Neurologi : Tidak pernah pingsan, serangan epilepsy, gangguan motorik,

atau sensorik. Daya ingat baik.

Hematologi : Tidak terdapat perdarahan gusi, perdarahan hidung, atau

perdarahan dibawah kulit spontan. Tidak ada gejala anemia.

Endokrin : Permasalahan tiroid tidak diketahui dan tidak ada intoleransi

terhadap suhu. Perspirasi terjadi secara normal. Terdapat riwayat diabetes

sejak 5 tahun yang lalu.

Psikiatri : tidak ada riwayat depresi atau riwayat pengobatan kelainan

psikiatrik.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Ny. M seorang perempuan bertubuh sedang dengan

usia 50 tahun. Cukup tanggap dalam menjawab pertanyaan.

Penampakan rambut rapi, pakaiannya cukup bersih dan rapi. Warna

kulitnya baik dan berbaring terlentang tampak nyaman.

Kesadaran : compos mentis, GCS: E4V5M6

Vital signs

Tekanan darah : 130/80 mmHg pengukuran pada lengan kanan

dalam keadaan berbaring terlentang (supinasi).

Nadi : 96 x/menit irama reguler, denyut kuat, isi cukup

Respirasi rate : 24x/menit, tipe thoracoabdominal

4

Page 5: Nefropati Diabetik Ita

Suhu : 36,4ºC berbaring pada akasila kanan.

Status gizi

Tinggi badan : 160 cm. Berat badan (dengan pakaian) : 56 kg

BMI=BB(Kg)TB2(m2)

(harga normal = 18,5-22,5 kg/m2)

BMI=56( Kg)

1,6O2(m2)

= 21,87 Kg/m2

Kesan : massa indeks tubuh normal

1. Kulit : Ikterik (-), petechiae (-), acne (-), turgor cukup,

hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit

hiperemis (-), sianosis (-)

2. Kepala, Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorok : Kepala:

Rambut dengan tekstur normal, tidak rontok, tidak mudah dicabut.

Kulit kepala tanpa lesi, normosefalik, atraumatik. Mata: Lapang

pandang penuh dengan tes konfrontasi. Konjungtiva berwarna

merah muda; sclera berwarna putih. Pupil isokor berukuran 4mm/4

mm; pupil berbentuk bulat, teratur, reflek cahaya (+/+). Gerakan

ekstraokuler normal. Tepi kornea berbatas jelas tanpa tanda

perdarahan dan eksudat, oedem palpebra (+/+). Telinga: kanalis

auditorius kanan dan kiri bersih; serumen(-/-), secret(-/-),

darah(-/-). Ketajaman pendengaran cukup baik terhadap suara

berbisik. Hidung : Mukosa berwarna merah muda, septum berada

di garis tengah. Tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus. Mulut:

mukosa oral berwarna merah muda. Lidah dengan dasar warna

merah; Lidah kotor(-). Gigi geligi tampak baik. Tonsil tidak

tampak (T0/T0). Faring terlihat tanpa eksudat.

5

Page 6: Nefropati Diabetik Ita

3. Leher : leher teraba supel, simetris, retraksi suprasternal (-),

trakea berada di tengah. Istmus tiroid hampir tidak teraba; lobus

tiroid tidak teraba. JVP R0, pembesaran kelenjar limfe (-).

4. Thorax :

Inspeksi: simetris, ketinggalan gerak (-), atropi musculus

pectoralis (-), spider nevi (-), rontok bulu ketiak (-)

a. Paru-paru

Inspeksi : gerakan pernafasan simetris kanan kiri,

retraksi intercostae (-),

Palpasi :

- Ketinggalan gerak

Depan Belakang

- - - -

- - - -

- - - -

- Fremitus

Depan Belakang

N N N N

N N N N

N N N N

Perkusi :

Depan Belakang

S S S S

S S S S

S S S S

S : sonor

Auskultasi :

- Suara dasar vesikuler

Depan Belakang

6

Page 7: Nefropati Diabetik Ita

+ + + +

+ + + +

+ + + +

- Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

b. Jantung

Inspeksi : dinding dada pada daerah precordium

tidak cembung/cekung, IC cordis tak tampak.

Palpasi : ictus kordis teraba kuat angkat pada SIC

V linea midclavicula sinistra.

Perkusi : batas jantung.

Batas kiri jantung :

- Atas : SIC II di sisi lateral linea parasternalis

sinistra.

- Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra

Batas kanan jantung

- Atas : SIC II linea parasternalis dextra

- Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, tidak

terdengar bunyi S3 dan S4, bising(-)

5. Abdomen :

Inspeksi : Dinding abdomen lebih tinggi daripada

thorak., distended (+), umbilikus tampak dan tidak ada

inflamasi, kaput medusa (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut, ascites(+),

pekak beralih (+)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), lien tidak teraba, hepar

tidak teraba,ginjal tidak teraba, vesika urinaria tidak tegang,

nyeri ketok costovertebrae (-)

7

Page 8: Nefropati Diabetik Ita

6. Ekstrimitas : clubbing finger tidak ditemukan, palmar eritema

(-),terdapat edema pada ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem

inferior (+/+), akral hangat.

7. Musluloskeletal : Tidak tampak deformitas sendi. Kisaran gerak pada

tangan, pergelangan tangan, sendi siku, tulang belakang, sendi paha,

sendi lutut, dan pergelangan kaki tampak baik.

8. Neurologi : Status mental: kooperatif. Pemikiran koheren.

Berorientasi terhadap orang, tempat, dan waktu. Nervus kranialis II-

XII utuh. Motorik: massa dan tonus otot tampak baik. Kekuatan 5/5

diseluruh tubuh. Seleberal: Gerakan silih berganti yang cepat dan

gerakan point-to-point tampak utuh. Gaya berjalan tampak dinamis

dan stabil. Sensoris: tes tusukan jarum, sentuhan ringan, posisi, dan

stereognosis tampak utuh.

8

Page 9: Nefropati Diabetik Ita

Pemeriksaan darah lengkap (tanggal 8 Agustus 2012)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hb 13,5 gr/dl 11,0-16,0

Eritrosit 5,01 106 uL 3,50 – 5,50

Hematokrit 41,1 % 37-50

Indeks Eritrosit

MCV

MCH

MCHC

82,1

26,9

32,8

Pf

Pg

%

82,5-92,0

27-31

32-36

Leukosit 12,1 103 uL 5,0-10,0

Trombosit 303 103 uL 100-300

Limph

Mid

Gran

1,9

1,0

9,2

103/ul

103/ul

103/ul

0,8-4

0,1-0,9

2-7

Ureum 49,87 mg/dl 10-50

Creat 0,97 mg/dl 0,7-1,4

Gula Darah Sewaktu 349 mg/dl 60-115

SGOT 38,5 UI 0-38

SGPT 21,2 UI 0-40

TBIL 0,39 mg/dl 0-0,35

DBIL 0,03 mg/dl 0,2-1,2

Alb 1,3 gr/dl 3,5-5,5

Glob 3,0 g/dl 2-3,9

Chol 466 mg/dl 140-200

TG 422 mg/dl 36-165

HDL 52 mg/dl 45-150

LDL 326 mg/dl 0-190

Pemeriksaan urin lengkap

9

Page 10: Nefropati Diabetik Ita

Pemeriksaan 08/08/12 10/08/12 13/08/12 Nilai

normal

Berat jenis 1,015 1,015 1,020 1,005-

1,030

Ph 7,0 6,0 6,0 4,5-8,0

Blood - - - Negatif

Bilirubin - - - Negatif

Urobilinogen - - - Negatif

Keton - - - Negatif

Protein +++ +++ - Negatif

Nitrit - - - Negatif

Glukosa +++ +++ + Negatif

Eritrosit 8-10 7-8 7-8 0-1/LP

Leukosit 5-7 4-5 3-5 0-2 /LP

Epitel 6-8 5-7 5-6 0-2

Silinder granuler

(+)

granuler (+) (+) Negatif

Parasit - - - Negatif

Jamur - - - Negatif

Bakteri - + - Negatif

Kristal - (+) amorf CA Ox 2-3 Negatif

IV. RESUME/ DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif)

A. Anamnesis

1. Perut membesar

2. Bengkak pada kedua kaki

3. Bengkak pada kelopak mata

4. BAK berbuih

5. Riwayat penyakit serupa ± 12 tahun yang lalu

B. Diagnosia Fisik

1. Abdomen:

10

Page 11: Nefropati Diabetik Ita

Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distended (+)

Perkusi: ascites dengan shifting dullness

2. Ekstremitas: oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+)

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah lengkap

GDA 349 mg/dl

Leukosit 12. 103 uL

GDS 349 mg/dl

Albumin 1,3 gr/dl

Kolesterol total 466 mg/dl

Trigliserida 422 mg/dl

LDL 326 mg/dl

2. Pemeriksaan urin lengkap

Protein +++

Glukosa +++

Eritrosit 8-10 /LP

Leukosit 5-7 /LP

Epitel 6-8

Silinder : granuler

.

V. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING

1. Nefropati Diabetik

2. Diabetes Melitus tipe 2

11

Page 12: Nefropati Diabetik Ita

VI. POMR

Daftar

MasalahProblem Assessment P. Diagnosis P. Terapi

P.

Monitoring

Perut

membesar

Bengkak pada

kedua kaki

Mata sipit

karena

bengkak

BAK berbuih

Riwayat sakit

serupa ± 12 th

yll

Ddg perut>ddg

dada,

distended,

ascites dg

pekak beralih

(+)

ALB: 1,3 g/dl

HDL: 52 mg/dl

LDL: 326

mg/dl

Chol: 466

mg/dl

TG: 442 mg/dl

Protein :

+++

Edema

ekstremitas

inferior

Edema palpebra

asites

proteinuria

hipoalbuminemia

hiperlipidemia

Nefropati

diabetik

USG abdomen

biopsi ginjal

Tirah baring Diet rendah

protein 0,8gr/kgBB/hr

Diet rendah kolesterol <600mg/hr

Diet rendah garam

Infus PZ 12 tpm

Inj Furosemid 3x2 amp

Inj Ceftriaxone 2x1 gr

Inf albumin 1 fl/hr

Simvastatin 1x10 mg

pasang DC

klinis

vital sign

UL

(protein)

kolesterol

12

Page 13: Nefropati Diabetik Ita

GDA 349

mg/dl

Riwayat DM

± 5 th

Hiperglikemia DM tipe

2

GDA

HbA1C

Mikroalbu

minuria tes

RCI 2x 2

IU IV

Maintenanc

e 3x6 IU

GDA

sampai 200

GDA per

hari/pagi

I. FOLLOW UP

Tanggal Monitoring Bangsal Terapi

9/08/12 S: perut membesar, kaki bengkak

O:TD :120/80 mmHg Nadi:80x/menit

RR:16x/menit Suhu: 36,5ºC

edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting

dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),

pitting oedem (+/+)

BB: 66 kg

GDA : 349

Inf PZ 7 tpm

Inj Furosemid 3x1 amp

AI 3x 6 IU

Captopril 3x 12,5 mg

Inj Cefotaxime 3x1

Methylprednisolon 3x

16 mg

10/08/12 S : perut membesar, kaki bengkak

O : TD : 140/80 N : 80 x/ menit

S : 36,90C RR : 24 x/menit

edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting

dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),

pitting oedem (+/+)

BB 65 kg

GDA 333

Inf PZ 12 tpm

Inj furosemid 3x2 amp

Inj Ceftriaxone 2x1 gr

AI 3x16 IU

Inf albumin 1 fl/hr

Methylprednisolon

3x16 mg

Simvastatin 1x10 mg

Captopril 3x12,5 mg

11/08/12 S : perut membesar, kaki bengkak

O : TD : 130/90 N : 82 x/menit

RR : 20 x/menit S : 36o C

edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting

Terapi lanjut

13

Page 14: Nefropati Diabetik Ita

dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),

pitting oedem (+/+)

GDA 250 mg/dl

Alb 1,9 g/dl

12/08/12 S : perut membesar, kaki bengkak

O : TD : 140/90 N : 80 x/menit

RR : 18 x/menit S : 36,5o C

edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting

dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),

pitting oedem (+/+)

GDA 338 mg/dl

Terapi lanjut

AI 3x18 IU

13/08/12 S : perut kembung, kaki bengkak

O : TD : 150/80 N : 80 x/ menit

S : 36,90C RR : 24 x/menit

edema palpebra (-/-), ascites (+) shifting

dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),

pitting oedem (+/+)

GDA 307 mg/dl

Terapi lanjut

AI 3x22 IU

Methotrexat 2,5 mg

2x/minggu

14/08/12 S : kaki bengkak

O : TD : 140/80 N : 76x/ menit

S : 36,10C RR : 20x/menit

edema palpebra (-/-), ascites (+) shifting

dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),

pitting oedem (+/+)

GDA 250 mg/dl

Terapi lanjut

AI 3x22 IU

15/08/12 S : kaki bengkak

O : TD : 130/90 N : 64 x/menit

S : 36,20C RR : 20 x/menit

edema palpebra (-/-), ascites (+) shifting

dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),

pitting oedem (+/+)

GDA 276 mg/dl, Alb 1,5 g/dl

Terapi lanjut

AI 3x22 IU

14

Page 15: Nefropati Diabetik Ita

TINJAUAN PUSTAKA

I. NEFROPATI DIABETIK

Nefropati diabetik (ND) merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal

dan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes

mellitus (Sukandar, 2006; Sunaryanto, 2010). Penyakit ini terjadi 0-5 tahun

sejak diagnosis DM ditegakkan (Lubis, 2006).

Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal

yang ditandai dengan adanya proteinuri yang mula-mula intermiten kemudian

persisten, penurunan LFG, peningkatan tekanan darah yang perjalanannya

progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. (Arsono, 2009)

Patogenesis penyakit ini bermula dari kelebihan gula darah yang

memasuki glomerulus melalui fasilitas glucose transporter (GLUT), terutama

GLUT1, yang menyebabkan aktivasi beberapa mekanisme seperti polyol

pathway, hexomanine pathway, Protein Kinase C (PKC) pathway dan

penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glication end-product

(AGEs). Kadar TGF-β juga ditemukan meningkat. Keadaan-keadaan tersebut

menyebabkan terjadinya peningkatan progresifitas dari penyakit nefropati

diabetik (Lubis, 2006).

Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada glomerulus. Oleh karena

terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah protein darah diekskresikan ke

dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah

albumin (Sunaryanto, 2010). Penelitian dengan menggunakan micro-puncture

menunjukkan bahwa tekanan intra glomerulus meningkat pada pasien DM.

bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik

ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormone vasoaktif, seperti

angiotensin-II (A-II) dan endotelin. (Lubis, 2006).

Diagnosis nefropati diabetik dimulai dikenalinya albuminuria pada

pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah protein atau albumin di

dalam urine sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode

15

Page 16: Nefropati Diabetik Ita

pemeriksaan urine yang yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun

20 µg/menit, disebut juga sebagai mikroalbuminuria.

Nefropati diabetik dapat dibedakan menjadi dua kategori utama

berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu (Sunaryanto,

2010):

1. Mikroalbuminuria

Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari.

Mikroalbuminuria juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipien.

2. Proteinuri

Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300

mg/hari. Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati

overt.

Sedangkan secara lebih rinci, derajat nefropati akibat penyakit DM

dibagi menjadi 5 derajat, antara lain:

1. Derajat 1 (Hiperfiltrasi)

Pasien mengalami peningkatan LFG sampai 40% dan terjadi

pembesaran ginjal.

Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2.

2. Derajat II (The Silent Stage)

Terjadi perubahan struktur ginjal tapi LFG masih tinggi.

Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2.

3. Derajat III (Mikroalbuminuria)

Tahap awal nefropati yang nyata, terjadi penebalan membrane

basalis, LFG masih tinggi, tekanan darah meningkat.

Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2.

4. Derajat IV (Makroalbuminuria)

Pasien mengalami proteinuria nyata dengan LFG turun dari normal

dan tekanan darah meningkat.

Dibagi dalam dua stadium berdasar besar kliren kreatinin:

o Ringan : Kliren kreatinin sebesar 160 ml/menit/1,732 m2.

o Berat : Kliren kreatinin sebesar 130 ml/menit/1,732 m2.

16

Page 17: Nefropati Diabetik Ita

5. Derajat V (Uremia)

Terjadi gagal ginjal, syndrome uremik dan membutuhkan terapi

hemodialisis.

Besar kliren kreatinin <15 ml/menit/1,732 m2 (Lubis, 2006).

Evaluasi

Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya

penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah

menjalani pengobatan rutin. (Hendromartono,2007). Pemantauan yang

dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksaan

terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens

kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju filtrasi glomerulus

dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x Berat badan *)

72 x kreatinin serum

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 3. Pemantauan Fungsi Ginjal pada Pasien Diabetes

Tes Evaluasi awal Follow-up

Penentuan

mikroalbuminuria

Sesudah

pengendalian gula

darah awal (dalam 3

bulan diagnosis

ditegakkan)

DM tipe 1 : tiap tahun

setelah 5 tahun

DM tipe 2 : tiap tahun

setelah diagnosis

ditegakkan

Klirens kreatinin Saat awal diagnosis

ditegakkan

Tiap 1-2 tahun sampai

laju filtrasi glomerulus

<100/ml/menit/1.73m2,

kemudian tiap tahun atau

17

Page 18: Nefropati Diabetik Ita

lebih sering

Kreatinin serum Saat awal diagnosis

ditegakkan

Tiap tahun atau lebih

sering tergantung dari

laju penurunan fungsi

ginjal

(Hendromartono,2007).

Terapi

Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan

apakah masih normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau makroalbuminuria.

Tetapi pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik

adalah melalui :

1. Pengendalian gula darah dengan olahraga, diet, obat anti diabetes.

2. Pengendalian tekanan darah dengan diet rendah garam, obat

antihipertensi.

3. Perbaikan fungsi ginjal dengan diet rendah protein, pemberian

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin

Receptor Blocker (ARB).

4. Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain seperti pengendalian kadar

lemak, mengurangi obesitas (Hendromartono,2007).

18

Page 19: Nefropati Diabetik Ita

II. DIABETES MELITUS TIPE 2

A.DEFINISI

Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Sudoyo Aru, 2006).

Diabetes Melitus (DM) bukan penyakit yang disebabkan oleh satu

faktor, tetapi merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor

(multifaktor). DM dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena

penurunan kerja insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya

sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin ini

berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

pada jaringan termasuk hati (Sudoyo Aru, 2006).

B. ETIOLOGI

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan

resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin

untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk

menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mengimbangi resistensi

insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada

rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan

perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami

desensitisasi terhadap glukosa (Gustaviani, 2006).

Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis Diabetes

Melitus (DM). Sel β pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga

terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit

meningkat. Kemudian setelah terjadi kelelahan sel β pankreas, baru terjadi

diabetes melitus klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah

yang meningkat, memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Gustaviani,

2006).

19

Page 20: Nefropati Diabetik Ita

C. FAKTOR RESIKO

Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga

dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat

badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional

dan riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg.

2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks

massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi(>140/90

mmHg), dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

dan diet tinggi gula rendah serat. Faktor risiko lain yang terkait dengan

risiko diabetes seperti penderita sindrom ovarium poli-kistik, atau

keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin, sindrom

metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa

terganggu dan riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan

pembuluh darah koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki) (Powers,

2005).

D. PATOFISIOLOGI

Insulin adalah hormon kunci yang mengatur pengambilan glukosa dari

darah ke dalam sebagian besar sel tubuh (terutama sel otot dan sel lemak).

Karena itu kurangnya jumlah insulin atau kurang sensitifnya reseptor insulin

memegang peranan penting pada seluruh tipe diabetes melitus.

Sebagian besar karbohidrat dalam makanan yang kita makan dikonversi

hanya dalam beberapa jam saja menjadi glukosa monosakarida, yang akan

digunakan oleh tubuh sebagai bahan bakar. Insulin dilepaskan ke dalam darah

oleh sel β, yang ditemukan di pulau-pulau Langerhans pankreas, sebagai

respon terhadap meningkatnya kadar glukosa darah setelah makan. Insulin

digunakan oleh sekitar duapertiga sel tubuh untuk mengabsorbsi glukosa dari

darah untuk dipergunakan sebagai bahan bakar, dikonversi ke molekul-molekul

yang membutuhkan, atau untuk disimpan. Insulin juga merupakan hormon

yang mengatur konversi glukosa menjadi glikogen untuk disimpan dalam hati

20

Page 21: Nefropati Diabetik Ita

ataupun otot. Kadar glukosa darah yang rendah akan berdampak pada

berkurangnya insulin yang dilepaskan sel β pankreas dan konversi glikogen

menjadi glukosa kembali. Proses ini diatur oleh hormon glukagon yang

berperan sebagai lawan insulin.

Kadar insulin yang tinggi meningkatkan proses anabolik seperti

pertumbuhan sel dan duplikasi, sintesis protein, dan penyimpanan lemak.

Insulin (atau kekurangannya) adalah tanda utama untuk konversi berbagai

macam proses metabolisme dari katabolisme ke anabolisme, dan juga

sebaliknya. Jika jumlah insulin yang tersedia tidak cukup, atau jika respon sel

lemah terhadap insulin (resistensi insulin), atau jika insulin itu sendiri tidak

poten, glukosa tidak akan diabsorbsi dengan baik oleh sel-sel tubuh yang

membutuhkan dan juga tidak akan disimpan dengan baik di hati dan otot. Efek

yang terjadi selanjutnya adalah tingginya kadar glukosa darah, sintesis protein

yang buruk, dan kelainan metabolisme lainnya, seperti asidosis.

Skema 1 Patofisiologi hiperglikemia DM

21

Page 22: Nefropati Diabetik Ita

E. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klasik Diabetes Melitus (DM) adalah rasa haus yang berlebihan

(polidipsi), sering kencing terutama pada malam hari (poliuri), banyak

makan (polifagi) serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu

kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki,

cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar

sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg (Suyono,

2007).

F. PEMERIKSAAN

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring.

Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan

tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang mempunyai risiko DM.

Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil

pemeriksaan penyaringnya positif.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu

risiko DM sebagai berikut:

a. Usia >45 tahun

b. Berat badan lebih >110% BB ideal atau IMT >23 kg/m2

c. Hipertensi (>140/90 mmHg)

d. Riwayat DM dalam garis keturunan

e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi

>4000 gram

f. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥150 mg/dl

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti

dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya

negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan

22

Page 23: Nefropati Diabetik Ita

bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan

penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

G. DIAGNOSIS

Diagnosis DM dapat ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Diagnosis tidak dapat ditegakan atas dasar adanya glukosuria.

Untuk penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukos darah yang

dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan

darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena

ataupun kapiler dapat tetap dipergunakan dengan memperhatikan angka-

angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai dengan pembakuan WHO.

Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan

dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan

Penyaring dan Diagnosis DM

Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Sewaktu Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥ 200

Darah Kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200

Puasa Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126

Darah Kapiler < 90 90 – 109 ≥110

Sumber: PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2006

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti

tersebut dibawah ini:

23

Page 24: Nefropati Diabetik Ita

Keluhan klinik diabetes

Keluhan klasik DM (+) Keluhan klasik DM (-)

GDP≥126≥126GPS≥200≤200

GDP≥126100-125<100GDS≥200140-199<140

Ulangi GDS atau GDP

GDP>126<126GDS≥200<200 TTGO

GD 2 JAM

≥200140-199<140

NORMAL

TGT GDPT

DM

b. Keluhan khas DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

c. Keluhan tidak khas DM: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakan dengan 3 cara:

1. Gejala klasik DM + GDS ≥200mg/dl

Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari

tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2. Gejala klasik DM + GDP ≥ 126mg/Dl

Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya

8 jam.

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO≥200mg/dl

TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa

yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

24

Page 25: Nefropati Diabetik Ita

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas

hidup Diabetes Melitus (DM) (Sudoyo Aru, 2006).

Tujuan penatalaksanaan

1. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir

pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.

Pilar P enatalaksanaan Diabet es Melitus ( PERKENI, 2006)

1. Edukasi

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :

- Perjalanan penyakit DM

- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

- Penyulit DM dan risikonya

- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan

- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik

oral atau insulin serta obat-obatan lain

- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah

atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak

tersedia)

- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau

hipoglikemia

- Pentingnya latihan jasmani yang teratur

- Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada

kehamilan)

- Pentingnya perawatan diri

- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

2. Terapi gizi medis (TGM)

25

Page 26: Nefropati Diabetik Ita

- Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan

kebutuhannya guna mencapai target terapi.

- Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran

makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.

Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam

hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka

yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

3. Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama +

30 menit yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval

Progressive Endurace training ).

- Continous

Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus

tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30

menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat.

- Rytmical

Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot

berkontraksi dan berelaksasi secara teratur.

- Interval

Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.

Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.

- Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari

intensitas ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.

Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate

Maksimum Heart Rate = 220-umur

- Endurance

Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan

kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging,

berenang dan bersepeda.

26

Page 27: Nefropati Diabetik Ita

4. Terapi Farmakologis

Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah

belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani (Sudoyo Aru, 2006).

1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan

(Sudoyo Aru, 2006) :

a. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan

glinid

b. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion

c. Penghambat glukoneogenesis : metformin

d. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase α.

Cara pemberian OHO terdiri dari (PERKENI, 2006) :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap

sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir

maksimal

Sulfonilurea generasi I & II : 15 – 30 menit sebelum makan

Glimepiride : sebelum / sesaat sebelum

makan

Repaglinid, Nateglinid : sebelum / sesaat sebelum makan

Metformin : sebelum / pada saat /

sesudah makan karbohidrat

Acarbose : bersama suapan pertama

makan

Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal

makan

Tabel 2 . Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia

Golongan Generik Mg/

tab

Dosis

haria

Lam

a

Frek/

hari

Waktu

27

Page 28: Nefropati Diabetik Ita

n kerj

a

Klorpropami

d

100-

250

100-

500

24-

36

1

Glibenklami

d

2,5 – 5 2,5 –

15

12-

24

1 – 2

Sulfonilurea Glipizid 5 – 10 5 – 2- 10-

16

1 – 2 Sebelum

Glikuidon 30 30 -

120

6 - 8 2 – 3 makan

Glimepirid 1,2,3,4 0,5 - 6 24 1

Glinid Repaglinid 0,5,1,2 1,5 - 6 - 3

Nateglinid 120 360 - 3

Tiazolidindi

on

Rosiglitazon 4 4 - 8 24 1 Tdk

bergantun

g

Pioglitazon 15,30 15 -

45

24 1 jadwal

makan

Penghambat

glukosidase

α

Acarbose 50-100 100-

300

3 Bersama

suapan

pertama

Biguanid Metformin 500-

850

250-

3000

6-8 1-3 Bersama/

sesudah

makan

Sumber : Sudoyo Aru, 2006

28

Page 29: Nefropati Diabetik Ita

2. Insulin (Sudoyo Aru, 2006)

Insulin diperlukan pada keadaan :

- Penurunan berat badan yang cepat

- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

- Ketoasidosis diabetik

- Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik

- Hiperglikemia dengan asidosis laktat

- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

- Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )

- Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM

- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Efek samping terapi insulin :

- Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia.

- Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang

dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

ALLOGARITME PENGELOLAAN DM TIPE 2

29

Page 30: Nefropati Diabetik Ita

VII. KOMPLIKASI

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

(Sudoyo Aru, 2006).

I. Penyulit akut

Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan

yang harus ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara

itulah angka kematiannya dapat ditekan serendah mungkin.

Ketoasidosis diabetik

Hiperosmolar nonketotik

Hipoglikemia

II. Penyulit menahun

1. Makroangiopati, yang melibatkan :

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah tepi

Pembuluh darah otak

30

Page 31: Nefropati Diabetik Ita

2. Mikroangiopati:

Retinopati diabetik

Nefropati diabetik

3. Neuropati

31

Page 32: Nefropati Diabetik Ita

DAFTAR PUSTAKA

Carta A. Gunawan.Sindrom Nefrotik: Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin

DuniaKedokteran No. 150, 2006 53. Website: kalbe farma. [cited 2012,

Agustus9].Available:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18_150_Sindro

maNefrotikPatogenesis.pdf/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.html

Eric P Cohen.Nephrotic Syndrome. Website: emedicine nephrology.Mar 17, 2010.

[cited Agustus 9, 2012]. Available:http://emedicine.medscape.com/article/244631-

overview.

Gunawan A Carta. 2006. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan.

Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta

Hendromartono. 2007. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1898-1901.

Hiatt WR,. 2001. Medical Treatment of Peripheral Arterial Disease and

Claudication. N Engl J Med. 344;1608-1621.

Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran ed III,Jilid I. Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta: hal.

PABDI. 2005. Panduan Pelayanan Medik. Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2002. Konsensus Pengelelolaan Diabetes

Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni, Jakarta: hal 1-19.

Powers C Alvin. 2005. Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th. Medical

Publishing Division Mc Graw-Hill. North America.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGC.Hal:472

Soegondo S. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed 4 jl 2. Perhimpunan

Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Hal 1974-80.

Soegondo S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th . Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta: Hal 1860

32

Page 33: Nefropati Diabetik Ita

Stephen JM, William G. Nephrotic Syndrome. Pathophysiology of Disease. 5th

ed. USA:Lange-Mc Graw Hill. 2003. Page: 476-47

Subekti I. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal 217-23.

Sudoyo A, dkk. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,Edisi V.Interna

Publishing: Jakarta . Hal: 547-549

Sudoyo Aru.W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.Hal: 1857-1869

Supartondo, Waspadji S. 2003. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: hal 375.

Suyono S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal 7-14

Yunir Em, Soebardi Suharko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta: 1864-7.

33