1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam mewujudkan pembangunan. Dilihat dari berbagai perspektif, kemajuan Indonesia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas tersebut. Di bidang perekonomian, pembangunan sarana dan prasarana penunjang pertumbuhan perekonomian terwujud melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah, di antaranya penyediaan fasilitas jalan, jembatan, infrastruktur telekomunikasi, dan lain-lain. Di samping itu, jumlah dana yang disediakan oleh pemerintah dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa merupakan jumlah yang tidak dapat diabaikan dalam perhitungan-perhitungan angka pembangunan. Di bidang sosial, pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk peningkatan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan juga membantu mengatasi sebagian masalah sosial. Di samping itu, hubungan antara pengadaan barang dan jasa pemerintah dan aspek politik pemerintah juga merupakan isu yang sangat penting. Sering kali para politisi memanfaatkan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah untuk membantu mengatasi problem yang dihadapi oleh konstituen mereka, di antaranya adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Namun demikian, di sisi yang lain, pengadaan barang dan jasa pemerintah bisa dinilai sebagai masalah krusial, seperti ditemukannya kasus-kasus penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. Data yang dilansir oleh berbagai media dan institusi pemberantas korupsi menunjukkan bahwa sekitar 20-30 persen dana APBN yang dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek administratif maupun aspek substansinya. Demikian juga berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih banyak terjadi pengadaan barang dan jasa yang menyimpang dari ketentuan, baik yang bersifat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan aktivitas yang sangat
penting dalam mewujudkan pembangunan. Dilihat dari berbagai perspektif,
kemajuan Indonesia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas tersebut. Di bidang
perekonomian, pembangunan sarana dan prasarana penunjang pertumbuhan
perekonomian terwujud melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa
pemerintah, di antaranya penyediaan fasilitas jalan, jembatan, infrastruktur
telekomunikasi, dan lain-lain. Di samping itu, jumlah dana yang disediakan oleh
pemerintah dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa merupakan jumlah yang
tidak dapat diabaikan dalam perhitungan-perhitungan angka pembangunan. Di
bidang sosial, pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk peningkatan fasilitas
kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan juga membantu mengatasi
sebagian masalah sosial. Di samping itu, hubungan antara pengadaan barang dan
jasa pemerintah dan aspek politik pemerintah juga merupakan isu yang sangat
penting. Sering kali para politisi memanfaatkan anggaran yang dimiliki oleh
pemerintah untuk membantu mengatasi problem yang dihadapi oleh konstituen
mereka, di antaranya adalah ketersediaan sarana dan prasarana.
Namun demikian, di sisi yang lain, pengadaan barang dan jasa pemerintah
bisa dinilai sebagai masalah krusial, seperti ditemukannya kasus-kasus
penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. Data yang dilansir oleh
berbagai media dan institusi pemberantas korupsi menunjukkan bahwa sekitar
20-30 persen dana APBN yang dialokasikan untuk pengadaan barang dan jasa di
instansi pemerintah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek
administratif maupun aspek substansinya. Demikian juga berdasarkan hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih banyak terjadi pengadaan
barang dan jasa yang menyimpang dari ketentuan, baik yang bersifat
2
administratif maupun pidana (KKN). Tingginya kuantitas dan kualitas
penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan
isu yang sangat menarik untuk dicermati. Banyaknya pejabat-pejabat public yang
saat ini sedang melakukan proses peradilan korupsi mampu menyimpan memory
yang tidak mudah untuk dilupakan, terutama bagi para pejabat-pejabat publik
lainnya. Kekhawatiran pejabat pengadaan barang dan jasa pemerintah tersebut
ditengarai sebagai penyebab lambatnya penyerapan APBN dan APBD
pemerintah.
Salah satu amanat yang harus dilakukan oleh pemerintah menurut
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah, dengan mendasarkan pada arus utama reformasi birokrasi di
lingkungan pemerintahan, adalah implementasi sistem pengadaan barang dan
jasa secara elektronis. Di antara beberapa tujuan dan manfaat terselenggaranya
aktivitas pengadaan barang dan jasa secara elektronis adalah diharapkan
kebocoran anggaran yang disebabkan oleh dis-integritas panitia dan pimpinan
projek (PPK) dapat dikurangi, atau bahkan dihilangkan. Hal ini dapat dijelaskan
dengan semakin berkurangnya pertemuan dan potensi deal yang dapat
dilaksanakan antara panitia pengadaan barang dan jasa dengan calon penyedia
barang dan jasa. Di samping itu, transaksi di bawah tangan dan pengadaan barang
dan jasa yang dilaksanakan sebelum proses pengadaan dilakukan dapat
dihilangkan. Ini merupakan mekanisme akuntabilitas dan transparansi yang
diwujudkan oleh sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronis.
Namun demikian, pemberantasan korupsi tentu saja tidak hanya dilakukan
dengan menginstal sistem komputer, melainkan juga harus dipersiapkan berbagai
hal yang dapat memastikan sistem tersebut berjalan dengan baik, termasuk di
antaranya adalah sistem pengelolaan sumber daya manusia, rerangka regulasi,
sistem cluster, dan penataan kelembagaan. Untuk mencapai perbaikan sistem
secara efektif, maka diperlukan pengembangan sistem integritas yang dapat
diinisiasi di seluruh daerah di Indonesia.
3
Sudah barang tentu, sistem integritas yang acceptable di semua level di Indonesia
dapat diwujudkan hanya jika sistem tersebut dibuat dengan melibatkan berbagai
stakeholder yang, baik secara langsung maupun tidak langsung, berhubungan
dengan sistem tersebut, dalam hal ini adalah sistem pengadaan barang dan jasa.
Sebagai salah satu penopang sistem integritas di dalam pengadaan barang dan
jasa, maka electronic procurement dapat digunakan sebagai salah satu basis
perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa publik, dengan melibatkan LPSE,
ULP, Inspektorat, LSM, dan Penyedia Barang.
1.2 Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan masukan
mengenai kebutuhan-kebutuhan setiap stakeholder pengadaan barang dan jasa
publik, di antaranya adalah Lembaga Pengadaan Secara Elektronis (LPSE), Unit
Layanan Pengadaan (ULP), Inspektorat, Penyedia Barang/Jasa, dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM). Alasan mengapa penelitian ini memilih
menggunakan pendekatan stakeholder adalah karena selama ini penguatan
kapasitas terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan
memfokuskan perhatian pada LPSE dan ULP. Di pihak lain, LPSE melakukan
penguatan kapasitas kepada calon penyedia barang dan jasa, namun terbatas pada
upaya untuk memampukan calon penyedia barang dan jasa tersebut untuk
menggunakan sistem pengadaan secara elektronis (SPSE LPSE).
Untuk mengimplementasikan pengadaan barang dan jasa publik, baik
secara manual maupun elektronis, perlu dipastikan bahwa telah terdapat
mekanisme check and balances. Selama ini, mekanisme ini menjadi salah satu
aspek penting di dalam Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP),
sebagaimana disajikan di dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang
SPIP, di dalam salah satu komponen pengendalian internal, yaitu aktivitas
pengendalian. Mekanisme ini dapat dilakukan secara internal dan eksternal, baik
melalui kelembagaan formal maupun nonformal yang dilakukan secara langsung
4
oleh masyarakat. Di antara lembaga-lembaga tersebut, Inspektorat dan LSM
merupakan dua institusi yang dapat berperan penting dalam menjalankan fungsi
pengawasan.
Melalui penelitian ini, diharapkan kebutuhan-kebutuhan dari para
stakeholder dapat terpetakan secara lebih komprehensif, bukan hanya kebutuhan
untuk bisa, tetapi termasuk juga kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya dasar, di
antaranya adalah kebutuhan terhadap pemahaman sistem dan aturan pengadaan.
Di samping itu, selain mengidentifikasi kebutuhan stakeholder, penelitian ini juga
akan memetakan prioritas kebutuhan dari setiap stakeholder pada setiap wilayah.
Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder di wilayah Jogjakarta,
Surabaya, Makassar, Bandung, dan Medan mengenai kondisi yang ada
pada saat ini (existing condition).
2. Mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder mengenai kebutuhan di
setiap wilayah.
3. Menyusun prioritas kebutuhan dari setiap stakeholder di setiap wilayah,
sehingga dapat disusun rencana-rencana strategis untuk meningkatkan
kapasitas stakeholder secara lebih tepat.
4. Mendapatkan masukan dari seluruh stakeholder sebagai bahan penyusunan
kurikulum pelatihan dan penyusunan modul pelatihan.
1.3 Output yang diharapkan
Hasil dari penelitian ini adalah teridentifikasinya kebutuhan stakeholder
yang perlu difasilitasi dalam bentuk pelatihan dan penyediaan bahan ajar untuk
mendukung terimplementasikannya sistem pengadaan barang dan jasa secara
akuntabel.
Penelitian ini juga akan memberikan output dalam bentuk prioritas kebutuhan
untuk setiap wilayah.
5
1.4 Pendekatan yang Digunakan
Untuk melakukan analisis terhadap hubungan antara pihak-pihak yang
terlibat di dalam suatu organisasi, terdapat dua pendekatan penting yang selama
ini menjadi acuan, yaitu pendekatan shareholders dan pendekatan stakeholders, di
mana pendekatan ini sebenarnya merupakan penyempurnaan dari pendekatan
shareholders, yang sering pula disebut agency approach/pendekatan agensi. Di
dalam pendekatan agensi tersebut, suatu analisis akan memfokuskan pembahasan
pada pola relasi antara pihak pemberi kuasa dengan pihak yang mendapatkan
amanah (Eisenhardt, 1989). Oleh karena itu, kontrak yang dibuat antara pemberi
kuasa dengan yang menerima amanah merupakan aspek penting. Menurut
pendekatan tersebut, supplier dan customer adalah hanya pihak yang berada di
luar organisasi yang mendapatkan tempat sebagai pihak yang ikut menentukan
kehidupan organisasi. Secara umum, hanya ada empat pihak yang terlibat di
dalam analisis ini, yaitu pemberi kuasa, penerima amanah, pelanggan, dan
penyedia. Oleh karena itu, analisis menggunakan pendekatan ini dinilai kurang
memberikan hasil yang komprehensif, karena seolah-olah dalam hubungan
pemberian amanah tersebut hanya ada dua pihak yang terlibat, dan permasalahan-
permasalahan yang muncul hanya akan melibatkan kedua belah pihak.
Alih-alih menggunakan pendekatan agensi, untuk mendapatkan hasil
secara lebih baik, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
stakeholder, yaitu pendekatan yang secara relatif berusaha menggambarkan pola
hubungan antara pihak-pihak yang teridentifikasi memberikan kontribusi terhadap
suatu organisasi/aktivitas (Freeman, 1984; Phillips dan Freeman, 2003).
Menurut Donaldson (1995), pendekatan stakeholder merupakan gabungan
antara resource-based dan market-based view, sekaligus menambahkan aspek
sosial-politik ke dalam suatu organisasi. Sebagai alat yang cukup komprehensif
untuk menilai pola hubungan antarpemangku kepentingan, maka dua hal penting
perlu diperhatikan, yaitu identifikasi pihak-pihak yang dianggap memangku
6
kepentingan terhadap suatu organisasi (the normative theory of stakeholder
identification) dan menguji hal-hal yang mengisyaratkan pihak-pihak tersebut
benar-benar merupakan pemangku kepentingan (the descriptive theory of
stakeholder salience). Untuk mendapatkan hasil analisis secara lebih detail,
Mitchel dkk (1997) menjelaskan bahwa pemangku kepentingan dapat diderivasi
menjadi tiga atribut penting, yaitu power, legitimasi, dan urgensi. Dalam hal ini,
pemangku kepentingan dapat dipetakan menurut kemampuan mereka untuk
mendorongkan kepentingannya, perilaku pemangku kepentingan yang dapat
diterima secara sosial, dan sensitivitas waktu yang dimiliki oleh pemangku
kepentingan tersebut.
1.4 Stakeholder yang Terlibat
Pada umumnya, analisis yang dilakukan pada aktivitas pengadaan
barang/jasa hanya melibatkan dua pihak, yaitu pemerintah sebagai pengguna
barang dan penyedia barang/jasa. Sementara itu, analisis yang dilakukan di dalam
penelitian ini berusaha melibatkan berbagai pihak yang dianggap mampu untuk
meninggikan tingkat keberhasilan pengadaan barang dan jasa pemerintah/publik.
Berikut adalah pihak-pihak yang terlibat, di antaranya adalah:
1.4.1 Panitia Pengadaan
Panitia pengadaan, di dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010,
disebut sebagai Unit Layanan Pengadaan (ULP). ULP adalah unit yang bertugas
untuk membantu Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat
Pembuat Komitmen untuk menjalankan proses pengadaan barang secara lebih
teknis.
1.4.2 Lembaga Pengadaan Secara Elektronis (LPSE)
LPSE merupakan lembaga di dalam organisasi pemerintahan yang
bertugas menyediakan fasilitas dan infrastruktur pengadaan yang memungkinkan
pengadaan barang dan jasa dilakukan secara elektronis, termasuk menjalankan
7
fungsi verifikasi terhadap perusahaan-perusahaan yang mendaftar untuk
mengikuti pengadaan barang dan jasa secara elektronis. LPSE terpisah dari ULP
dengan pembagian kewenangan tertentu. Meskipun demikian, di beberapa daerah
dilakukan penggabungan antara LPSE dan ULP.
1.4.3 Penyedia Barang/Jasa (Vendor)
Penyedia barang/jasa adalah lembaga atau perorangan yang mendapatkan
kontrak dari pejabat pembuat komitmen untuk mensuplai barang/jasa kepada
pemerintah. Sebagai pihak penerima kontrak, maka peran penyedia barang/jasa
menjadi sangat penting untuk menunjang keberhasilan implementasi sistem
pengadaan barang/jasa yang transparan dan akuntabel. Untuk kepentingan riset
ini, maka penyedia yang dilibatkan adalah perusahaan atau asosiasi perusahaan
yang pernah terlibat dalam pengadaan barang/jasa.
1.4.4 Inspektorat
Inspektorat dilibatkan dalam fungsi monitoring terhadap pengadaan
barang dan jasa, baik secara administratif maupun secara substansi. Keberhasilan
fungsi ini akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan auditor, bukan hanya
LPSE ULP
Vendor
PA/KPA/PPK Monitoring
Inspektorat
LSM
Masyarakat
8
kemampuan untuk mengaudit kelengkapan bukti-bukti dan dokumen pengadaan,
melainkan juga kemampuan untuk mengaudit efisiensi dan keefektifan sistem
pengadaan yang dijalankan. Di samping itu, auditor juga perlu memiliki
kemampuan untuk melakukan investigasi terhadap proses pengadaan yang
terindikasi terjadi kecurangan. Kemampuan ini sangat penting mengingat
pengadaan barang/jasa merupakan aktivitas yang sangat kritis, melibatkan nilai
anggaran yang besar, dan melibatkan berbagai pihak termasuk di luar organisasi
pemerintah.
1.4.5 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Sebenarnya LSM, secara langsung, tidak memiliki keterlibatan dalam
pengadaan barang dan jasa publik. Di dalam penelitian ini, LSM dilibatkan untuk
kemudian diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh LSM untuk
melakukan monitoring secara independen terhadap proses pengadaan barang/jasa.
Meskipun fungsi monitoring yang dilakukan oleh LSM bersifat melengkapi fungsi
monitoring yang telah dilakukan oleh inspektorat, namun bisa memberikan
dampak yang lebih besar, mengingat kemampuan monitoring yang dilakukan oleh
LSM seringkali tidak terbatasi oleh rezim anggaran sebagaimana menjadi kendala
besar bagi inspektorat. Di samping itu, LSM mampu berkomunikasi secara
informal dan efektif dengan masyarakat sebagai pengguna akhir barang/jasa
publik.
9
BAB II
KAJIAN DAERAH
2.1 MEDAN
Transparansi dalam pengadaan barang dan/jasa publik merupakan
kebutuhan guna memperoleh barang dan/jasa publik yang berkualitas. Pemerintah
sebagai penyedia barang publik mempunyai peranan penting untuk menyediakan
barang dan/ jasa publik untuk masyarakat. Penyediaan barang dan/jasa publik
yang sebelumnya mengunakan sistem manual dengan mekanisme tender. Namun,
sistem manual memiliki beberapa kelemahan dalam proses pelaksanaan tender.
Kelemahan-kelemahan pengadaan barang dan/jasa secara manual mendorong
untuk melakukan perbaikan dengan penerapan e-procurement.
Penerapan e-procurement telah dilakukan oleh sebagian instansi, lembaga,
dan/pemerintah daerah di Indonesia dansalah satunya adalah Pemerintah Kota
Medan. Namun, sistem e-procurement yang dikembangkan oleh Pemerintah Kota
Medan berbeda dengan LPSE. Perbedaantersebut karena sistem e-procurement
Pemerintah Kota Medan berediri sendiri dan tidak terkoneksi dengan LPSE.
Informasi pengadaan barang dan/jasa di lingkungan Pemkot Medan belum
banyak diketahui publik. Pemerintah kota Medan masih belum terbuka dalam
pengadaan barang dan jasa publik. Hal tersebut menunjukkan bahwa sosialisasi e-
procurement oleh Pemkot Medan belum optimal. Publik yang salah satunya
vendor cenderung banyak mengikuti pengadaan barang dan/jasa di LPSE
ProvinsiSumatera Utara.
Peraturan yang berkaitan dengan prucurement antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah masih ada yang bertentangan dengan penafsiran yang
berbeda-beda. Selain itu, pemahaman mengenai e-procurement oleh publik masih
rendah. Rendahnya pemahaman tersebut antara lain dikarenakan sosialisasi belum
optimal dan partisipasi masyarakat dalam fungsi pengawasan masih rendah.
Infrastruktur dalam sistem e-procurement di Medan masih perlu adanya
perbaikan dan penambahan guna meningkatkan kualitas e-procurement. Selain
10
infrastruktur, peningkatan kapasitas sumber daya manusia mempunyai peranan
penting dalam mendukung pelaksanan e-procurement. Peningkatan kapasitas ini
antara lain, pengelola sistem e-procurement, panitia pengadaan barang dan/jasa,
dan penyedia barang dan/jasa. Di sisi lain, masyarakat sebagai pengguna barang
dan/jasa ikut serta dalam proses pengawasan.
Beberapa kasus yang sering terjadi ketika masih menggunakan sistem
manual dengan tender adalah masih sering ditemukan pengaturan selama proses
pengadaan barang dan jasa antara panitia dan vendor. Masyarakat masih belum
banyak memperoleh akses informasi sistem E procurement dan kecenderungan
beberapa vendor tertentu yang memiliki akses pada procurement.Permasalahan
tersebut berdampak pada kualitas barang dan/jasa kurang baik sehingga
masyarakat sebagai pengguna merasa dirugikan. Ketidakterbukaan Pemerintah
Kota Medan dalam pengadaan barang dan jasa publik akan menghambat
pembangunan dan merugikan masyarakat.
Keberhasilan pelaksanaan e-procurement akan tercapai apabila itikad baik
dari masing-masing satakeholders. Independensi antar stakeholders menmpunyai
peranan penting guna menghilangkan KKN dalam pengadaan baang dan/jasa.
Selanjutnya, penguatan fungsi pengawasan dalam implementasi pelaksanaan
pengadaan barang.
2.2 BANDUNG
Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang maju dalam implementasi
e-procurement. Balai Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Jawa Barat
bahkan memperoleh penghargaan LPSE terbaik se-Indonesia yang diberikan oleh
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada tahun
2010. LPSE Jawa Barat memperoleh penghargaan berkat kinerjanya yang mampu
memfasilitasi proses lelang dengan jumlah paket terbanyak, vendor terbanyak,
dam instansi pengguna terbanyak.
Saat ini di provinsi Bandung sudah terdapat LPSE Provinsi Jawa Barat
ditambah terdapat 4 LPSE di level kabupaten kota yang terdiri atas LPSE Kota
Bandung, LPSE Kota Depok, LPSE Kota Bogor, dan LPSE Kabupaten
11
Majalengka. Dari keempat LPSE yang belum menggunakan Sistem Pengadaan
Secara Elektronik (SPSE) dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) tinggal Kabupaten Majalengka. Secara kelembagaan Jawa
Barat lebih maju dibandingkan daerah lain dalam penerapan e-procurement.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh CPPR MEP UGM bekerjasama
dengan Kemitraan Jakarta menunjukkan bahwa pemerintah Jawa Barat memiliki
komitmen yang sangat kuat untuk mengimplementasikan e-procurement dalam
proses pengadaan barang dan atau jasa. Hasil riset juga menunjukkan adanya
beberapa kendala atau hambatan serta dukungan dalam pengimplementasiannya.
Berikut ini secara rinsi akan dipaparkan hasil temuan tersebut.
2.3 YOGYAKARTA
Nilai tertinggi dalam Penilaian Anti Korupsi (PIAK) untuk tahun 2010
yang diperoleh kota Jogjakarta merupakan bukti keseriusan Pemerintah Daerah
(Pemda) dan semua stakeholder yang terlibat dalam pengawasan pengadaan
barang dan jasa publik. Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan KPK bahwa
pengadaan barang dan jasa masih berpotensi di atas 50% dalam tindak korupsi di
Indonesia.
Komitmen Pemerintah Daerah serta semua stakeholder yang terlibat ini
telah diwujudkan dengan adanya sistem yang bagus dalam prose pengadaan
barang dan jasa publik. Website mandiri yang telah dibangun oleh LPSE Kota
Jogjakarta serta pemahaman yang mendalam semua stakeholder menjadi jaminan
atas prestasi di atas.
Di balik itu semua, masih terdapat perbedaan antara bentuk ideal
pengadaan barang dan jasa publik dengan praktik yang ada di lapangan dalam
beberapa aspek. Hal ini tampak dari hasil penelitian yang dilakukan oleh CPPR
UGM bekerja sama dengan Kemitraan Jakarta yang berusaha mengukur
pemahaman semua stakeholder yang terlibat dalam proses ini serta kemungkinan
pengembangan ke arah e-procurement yang menurut sebagian penelitian yang ada
lebih mampu memberikan prosess yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.
12
2.4 SURABAYA
Unit Pelayanan Lelang Kota Surabaya berdiri mulai tahun 2003, dalam
tiap proses pengadaan barang dan atau jasa saat itu masih menggunakan Keppres
80 tahun 2003. Pada pengadaan barang dan atau jasa secara manual terjadi
permasalahan yakni adanya arisan. Namun, sedikit demi sedikit dan bertahap kota
Surabaya mencoba beralih menggunakan pengadaan barang dan atau jasa secara
elektronik.
Pada awalnya, tahun 2003 dan 2004 sesuai dengan Keppres 80 pengadaan
barang dan atau jasa secara elektronik di kota Surabaya dibuat sendiri tanpa
konsultan. Kota Surabaya bekerjasama dengan teman – teman ITS (Institut
Teknologi Surabaya) untuk pembuatan program pengadaan barang dan atau jasa
elektronik. Maka, program yang dibuatpun sesuai dengan apa yang diinginkan.
Pengadaan barang dan atau jasa yang dilakukan secara elektronik di kota
Surabaya dimulai pada bulan Februari tahun 2008. Pada pengadaan barang dan
atau jasa secara elektronik awal ini, dilakukan dalam 1 (satu) tempat unit
pengadaan. Hingga pada tahun 2007 muncul edaran dari Bappenas bahwa panitia
lelang harus memiliki sertifikat keahlian lelang.
Proses pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik telah memiliki
sistem yang baik namun personilnya tidak mendukung. Keberhasilan suatu sistem
juga tergantung oleh SDM pelaksananya. Lambat laun dengan adanya ULP maka
telah distandarkan proses – prose lelang dari dokumen lelang hingga evaluasinya.
Untuk kota Surabaya, keberadaan ULP berfungsi sebagai alat untuk melancarkan
dan memudahkan pengadaan barang dan atau jasa karena dapat memotong
birokrasi – birokrasi pengadaan yang rumit. Dalam pengadaan barang dan atau
jasa elektronik ini kontrol masyarakat berperan penting.
Proses pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik di kota Surabaya
saat spesifikasi tidak boleh mengarah pada merk tertentu. Permasalahan yang
sering dijumpai adalah barang di pasaran dengan spek yang ditentukan panitia
tidak ada atau bisa jadi barang yang diadakan sudah tidak ditemui di pasaran.
Dalam pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik ini penyedia
diharuskan untuk jeli melihat peluang dalam setiap lelang. Penyedia juga harus
13
mampu menguasai internet ataupun pengadaan barang dan atau jasa secara
elektronik. Hasil dari FGD yang telah kami lakukan, kami mencoba menarik
kesimpulan bahwa perlu ada perbaikan SDM dalam panitia ULP maupun
penyedia. Dalam meningkatkan pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik
di kota Surabaya, pemerintah kota Surabaya mengadakan pelatihan yang terkait
dengan pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik dengan melibatkan
penuh asosiasi (Bina Program) di mana LPSE sebgai pengelola program untuk
pelatihan sistem pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik. Pada tahun
2008, pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik mengalami kenaikan
efisiensi.
2.5 MAKASSAR
Kota Makassar merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki komitmen
yang tinggi dalam penerapan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan
atau jasa. Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik bagi masyarakat, karena dengan penyelenggaraan tata pemerintahan yang
transparan dan akuntabel dalam proses pengadaan barang dan atau jasa, produk
pengadaan yang diperoleh akan lebih berkualitas.
Bentuk komitmen lainnya adalah memperbaiki sarana dan prasarana yang
terkait dengan pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik ini. Selain itu untuk
meningkatkan pengawasan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa telah
dibentuk Tim Pemantau Independen yang bertujuan untuk mengawasi seluruh
rangkain proses pengadaan barang dan jasa di lingkup pemerintahan di Kota
Makassar. Diharapkan dengan sistem berbasis elektronik ini segala bentuk
kecurangan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa seperti korupsi, kolusi
dan nepotisme dapat dikurangi atau diminimalisir.
Secara bertahap sarana dan prasarana yang berkaitan mulai dibangun dan
diadakan untuk menunjang pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik ini. Selain Pemerintah Kota Makassar, dua lembagaPerguruan Tinggi
seperti Universitas Hassanudian dan Universitas Negeri Makassar UNEM) juga
telah menerapkan elektronik dalam proses pengadaan dan atau jasa. Khusus
14
untuk UNEM sebagai mitra Pemerintah Kota, LKPP telah memfasilitasi
pengadaan server agar dapat dijadikan tempat pelatihan sekaligus juga
menginstall sistem aplikasi e-procurement dari LPSE nasional.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh CPPR MEP UGM bekerjasama
dengan Kemitraan Jakarta menunjukkan bahwa pemerintah Kota Makassar serta
dua lembaga Perguruan Tinggi (UNHAS dan UNEM) memiliki komitmen yang
sangat kuat untuk mengimplementasikan e-procurement dalam proses pengadaan
barang dan atau jasa. Hasil riset juga menunjukkan adanya beberapa kendala atau
hambatan serta dukungan dalam pengimplementasiannya. Berikut ini secara rinsi
akan dipaparkan hasil temuan tersebut.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan sampel
Populasi adalah sejumlah orang, peristiwa, atau sesuatu yang menarik bagi
peneliti untuk diinvestigasi, sedangkan kelompok populasi adalah kumpulan
semua elemen dalam populasi di mana sampel diambil. Untuk kepentingan riset
kuantitatif, maka ukuran sampel yang lebih besar dari 30 dan lebih kecil dari 500
sudah mencukupi untuk suatu penelitian (Sekaran, 2006).
Penelitian ini mengambil wilayah di lima kota, yaitu Yogyakarta,
Bandung, Medan, Surabaya, dan Makassar. Subjek penelitian yang terlibat adalah
para pemangku kepentingan pengadaan barang dan jasa, yaitu ULP, LPSE,
Inspektorat, Penyedia Barang/Jasa, dan Lembaga Swadaya Masyarakat di setiap
wilayah penelitian. Untuk mencapai ukuran sampel yang cukup, maka jumlah
subjek penelitian yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 50 (lima
puluh) orang untuk setiap pemangku kepentingan atau sebanyak 10 (sepuluh)
orang setiap pemangku kepentingan-kota.
Metode pengambilan sampel adalah nonprobability sampling dengan
alasan karena dapat memberikan sejumlah petunjuk penting pada informasi yang
bermanfaat dan berkaitan dengan populasi. Salah satu tipe nonprobability
sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang memilih orang-orang
dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki sampel
tersebut.
3.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, diamati dan dicatat langsung oleh obyeknya, untuk tujuan
spesifik studi. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah para para
stakeholder di lima wilayah penelitian, yang menjawab pertanyaan-
16
pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner, baik terbuka maupun
tertutup.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh melalui
media selain wawancara dan penyebaran kuesioner, di antaranya melalui
data yang disediakan oleh LPSE/LKPP.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan bagian integral dari desain
penelitian. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan
menyebarkan kuesioner. Terdapat dua kuesioner yang diberikan kepada setiap
responden, yaitu kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tertutup untuk
diisi secara langsung oleh responden dan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-
pertanyaan terbuka yang diisi oleh enumerator dengan melalui proses wawancara.
3.4 Definisi Operasional
Penelitian ini dilakukan untuk menguji tingkat kebutuhan dari setiap
pemangku kepentingan terhadap pemahaman dan pengetahuan tentang prosedur
dan sistem pengadaan barang dan jasa. Untuk menguji kebutuhan tersebut, maka
penelitian ini menentukan jenis-jenis kebutuhan dengan mendasarkan pada empat
pilar penelitian yang digunakan oleh OECD. Terdapat empat pilar yang digunakan
sebagai basis penilaian di dalam model OECD tersebut, yaitu:
• Pillar I Legislative and Regulatory Framework
• Pillar II Institutional Framework and Management Capacity
• Pillar III Procurement Operations and Market Practices
• Pillar IV Integrity and Transparency of Public Procurement Systems
Dari keempat pilar tersebut, maka peneliti telah melakukan identifikasi
terhadap variabel, indikator, subindikator, detail, dan alat verifikasi. Tabel di
bawah ini merupakan contoh dari salah satu pilar, yaitu procurement operations
and market practices.
17
Efficiency of Procurement
Deskripsi pekerjaan
Profil Petugas PengadaanMekanisme penunjukan pejabat pengadaanPenggabungan ULP menjadi satu entitasMekanisme penyimpanan dokumenEfektifitas Penyimpanan DokumenJumlah Pelatihan yang dilakukanJenis Pelatihan yang diadakanHeterogenitas PesertaPerencanaan telah dilakukan dengan melibatkan aspirasi masyarakatProcurement telah direncanakan oleh setiap SKPD
Procurement memiliki mata anggaran yang jelas
Jumlah pengadaan yang dilakukan secara daruratPemecahan pengadaan Simplifikasi metoda pengadaan
Proses dilakukan sesuai dengan prosedur
Pengawasan inspektorat dalam setiap tahap pengadaanRisk‐based Audit dengan mempertimbangkan isu‐isu
Pemahaman Inspektorat dalam bidang pengadaan barang dan jasa
Pembentukan tim khusus untuk pengadaan barang dan jasa
Variables INDIKATOR SUB INDIKATOR Detail
Pelatihan dilakukan secara konsisten
Perencanaan Pengadaan
Procurement dilakukan in‐line dengan sistem perencanaan. Contoh: RKA SKPD, RPJM/P, dll
Adanya procurement yang dianggarkan melalui ABT
Efisiensi Pelaksana Pengadaan
Kesesuaian kompetensi dengan tanggung jawab yang diemban oleh pelaksanaMekanisme pendelegasian wewenang kepada orang yang Terdapat ketentuan terkait dengan dokumentasi
Peningkatan Kapasitas dilakukan secara konsisten
Efisiensi Pengadaan Waktu penyelesaian pekerjaanWaktu pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kontrak
Penghematan anggaran Selisih antara pagu dengan harga yang ditawarkan oleh penyediaProcurement dilakukan secara kelompok untuk pengadaan yang sejenisDilakukan evaluasi terhadap harga pasar secara konsisten
Pengendalian Pengadaan
Keterlibatan Inspektorat dan CSO
Secara lebih detail, identifikasi terhadap variabel, indikator, subindikator,
detail, dan alat verifikasi kami sampaikan di dalam lampiran laporan ini.
3.5 Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini, pengukuran yang digunakan di dalam kuesioner
tertutup adalah skala Likert. Skala Likert didesain untuk menelaah seberapa kuat
subjek setuju atau tidak setuju dengan pernyataan dengan menggunakan skala 5.
Sementara itu, untuk mengukur variabel di dalam pertanyaan terbuka, maka
pertanyaan akan diawali dengan menggunakan jawaban binary ‘ya’ dan ‘tidak’dan
dilanjutkan dengan pertanyaan terbuka.
18
3.6 Pengujian Data
3.6.1 Pengujian Validitas
Uji validitas dilakukan untuk memperoleh keyakinan bahwa instrumen
yang digunakan adalah tepat. Validitas mengukur kemampuan skala yang
digunakan dalam mengukur konsep yang dimaksud. Validitas sebagai alat ukur
diperoleh masing-masing butir (item) pertanyaan dengan skor total. Untuk
menguji validitas pada instrumen penelitian ini, kami menggunakan teknik
korelasi Pearson Product Moment. Valid tidaknya suatu instrumen dapat
diketahui dengan cara membandingkan indeks korelasi Pearson Product Moment
dengan taraf signifikansi 5% maka dinyatakan valid, demikian pula sebaliknya.
3.6.2 Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana stabilitas atau konsistensi dari alat
pengukur yang digunakan, sehingga memberikan hasil yang relatif konsisten jika
pengukuran tersebut kembali diulangi. Instrumen yang reliabel berarti instrumen
tersebut bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan
menghasilkan data yang sama (Sekaran, 2006) Uji reliabilitas dapat diketahui
dengan menghitung cronbach’s alfa. Keandalan atau konsistensi suatu alat ukur
akan semakin baik jika semakin mendekati koefisien keandalan 1,0. Secara
umum, kriteria yang digunakan sebagai cut off bahwa suatu instrumen dapat
dinilai reliabel adalah apabila cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6. Secara lebih
rinci, penilaian reliabilitas adalah sebagai berikut (Sekaran, 2006):
• Cronbach’s alpha kurang dari 0,6 : reliabilitas dianggap buruk
• Cronbach’s alpha 0,6-0,79 : reliabilitas diterima
• Cronbach’s alpha 0,8-1,0 : reliabilitas dianggap baik
3.6.3Pengujian Statistik
Untuk mencapai tujuan analisis, maka data yang diterima dari subjek
penelitian akan diuji menggunakan alat uji statistik. Alat uji statistik yang
digunakan di dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif dan statistik
nonparametric-independent sample t-test, dalam hal ini adalah uji Kruskall-
Wallis.
19
Statistik deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran demografi responden
dan tingkat persebarannya, sekaligus untuk menilai tingkat persepsi responden
terhadap kebutuhan yang dinyatakan pada setiap item pertanyaan, di antaranya
adalah mean, median, dan deviasi standar. Pengujian terhadap persebaran
responden perlu dilakukan untuk memberikan judgement apakah hasil penelitian
tersebut dapat digeneralisasi ataukah tidak, karena salah satu manfaat dari
pengujian statistik melalui pendekatan kuantitatif adalah kemampuan generalisasi
terhadap hasil. Namun demikian, generalisasi hasil analisis tersebut dapat
terganggu apabila ternyata sampel yang dipilih tidak mencerminkan tingkat
persebaran yang baik.
Pada setiap item pertanyaan, persepsi kebutuhan setiap responden akan
dinilai mengenai seberapa tinggi kebutuhan responden terhadap suatu item, yang
dikelompokkan dalam variabel, dalam bentuk persentase. Semakin tinggi
persentase suatu variabel, maka semakin tinggi kebutuhan para responden
terhadap variabel tersebut. Lebih lanjut, dengan menilai tingkat persentase untuk
setiap item, maka dapat disimpulkan prioritas kebutuhan dari subjek penelitian
untuk setiap jenis pemangku kepentingan setiap kota.
Uji nonparametric- independent sample t-test yang dilakukan
menggunakan uji Kruskall-Wallis bermanfaat untuk menunjukkan apakah
perbedaan rata-rata respon pemangku kepentingan di setiap kota terhadap
variabel-variabel yang diajukan memiliki tingkat signifikansi yang tinggi, yang
akan dinilai menggunakan tingkat keyakinan 95%. Oleh karena itu, di dalam
pengujian Kruskall-Wallis, apabila tingkat sig.<0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa memang terdapat perbedaan rata-rata dari setiap variabel yang dinilai oleh
setiap pemangku kepentingan antar wilayah penelitian. Oleh karena itu, pengujian
ini akan membantu menyimpulkan tingkat kebutuhan pemangku kepentingan
terhadap variabel tertentu untuk setiap wilayah, sehingga dapat digunakan untuk
mengambil keputusan intervensi pengetahuan dan pemahaman yang benar-benar
dibutuhkan di setiap wilayah.
20
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1 MEDAN
4.1.1 Deskriftif Statistik
1. INSPEKTORAT
NO INSTRUMENT MEAN
1 A. Sistem Audit dan Pengendalian
yang Efektif 4,17
2 B. Effisiensi Mekanisme Sanggahan
dan Banding 4,4
3 C. Degree of Accsess to Information 4,125
4 D. Kode Etik dan Ukuran Anti
Korupsi 4,361905
5 E. Partisipasi Masyarakat 4,371429
Tabel di atas menunjukkan bahwa inspektorat yang mempunyai
kewenangan terhadap pengawasan proses pengadaan barang dan/jasa mempunyai
peranan yang signifikan dalam pelaksanan e-procurement. Hal ini ditunjukan
dengan nilai rata – rata yang didapatkan yakni berkisar antara 4,1 hingga 4,4.
Peran Inspektorat dalam menunjang sistem audit dan pengendalian yang efektif,
mekanisme sanggahan dan banding yang efisien, aksesibilitas informasi yang
mencukupi, kode etik yang baik juga anti korupsi, serta partisipasi masyarakat
yang tinggi.
2. ULP
NO INSTRUMENT MEAN
1 A. Keefektifan Pengadaan 3,833333
2 B. Eksistensi Pengembangan 4,033333
21
3 C. Sistem Audit dan Keefektifan
Kontrol 4,1125
4 D. Effisiensi Mekanisme Sanggahan
& Banding 3,64
5 E. Akses Informasi 4,114286
6 F. Kode Etik 4,15
7 G. Partisipasi Publik 4,3
Tabel di atas menunjukkan bahwa ULP untuk Kota Medan memiliki faktor
– faktor yang dapat menunjang keefektifan pengadaan, pengembangan yang selalu
ada, sistem audit dan kontrol yang efektif, mekanisme sanggahan dan banding
yang efisien, akses informasi yang mudah, kode etik yang baik, juga partisipasi
publik yang meningkat. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata – rata yang
didapatkan yakni berkisar antara 3,8 hingga 4,3.
3. VENDOR
NO INSTRUMENT MEAN
1 A. Pemahaman Legal 5
2 B. Resolusi Konflik 2,9
3 C. Etika Pengadaan 3,46
4 D. Keterbukaan Informasi 4,033333
5 E. Kesempatan UMKM & Koperasi 3,375
6 F. Keterbukaan Proses Pengadaan 3,633333
7 G/I. Partisipasi 4,371429
Tabel di atas menunjukkan bahwa Vendor untuk Kota Medan memiliki
faktor – faktor yang dapat menunjang pemahaman legal yang baik, resolusi
konflik yang baik, etika pengadaan yang baik, informasi yang terbuka,
kesempatan UMKM dan koperasi semakin meningkat, proses pengadaan yang
terbuka, serta peningkatan partisipasi. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata –
rata yang didapatkan yakni berkisar antara 3,3 hingga 5.
22
4. LPSE
NO INSTRUMENT MEAN
1 A. Institusi Pengadaan Barang/Jasa 4,4875
2 B. Effisiensi & Effektifitas
Pengadaan Brg/JasaB. Effisiensi &
Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa 4,06
3 C. Sistem Audit, Efektifitas
Pengendalian & Kode Etik 4,375
4 D. Peraturan Perundangan Formal 4,166667
Tabel di atas menunjukkan bahwa LPSE untuk Kota Medan memiliki
faktor – faktor yang dapat menunjang pengembangan institusi pengadaan,
peningkatan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa, Sistem audit
yang didukung pengendalian juga kode etik yang efektif, serta peraturan
perundangan formal yang mendukung. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata –
rata yang didapatkan yakni berkisar antara 4,06 hingga 4,48.
5. LSM
NO INSTRUMENT MEAN
1 A. Pemahaman Mekanisme
Pengawasan e-procurement 4,28
2 B. Peraturan perundangan yang
melindungi LSM 3,866667
3 C. Strategi Pengawasan 4,2
4 D. Koordinasi LSM 4,1
5 E. Independensi LSM 4,388889
6 F. Partisipasi Masyarakat 4,445455
Tabel di atas menunjukkan bahwa LSM untuk kota Medan memiliki faktor
– faktor yang dapat menunjang pemahaman mekanisme pengawasan pengadaan
23
barang dan atau jasa elektronik, peraturan perundangan yang melindungi LSM
telah memadai, strategi pengawasan yang baik, koordinasi LSM yang baik,
independensi LSM yang tinggi, juga peningkatan partisipasi masyarakat. Hal ini
diindikasikan dengan nilai rata – rata yang didapatkan yakni berkisar antara 3,39
hingga 4,33.
4.1.2 Demografi Responden
NO STAKEHOLDERS Jenis Kelamin
L P
1 INSPEKTORAT 7 3
2 ULP 8 2
3 VENDOR 9 1
4 LPSE 8 2
5 LSM 6 4
TOTAL 38 12
Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin responden laki – laki
lebih dominan dibandingkan perempuan. Dengan jumlah 38 untuk laki – laki dan
12 untuk perempuan. Secara persentase maka laki – laki memiliki persentase 76
% dan perempuan 24 %.
4.1.3 Analisis dan Pembahasan
4.1.3.1 LPSE
Layanan pengadaan secara elektronik memfasilitasi ULP untuk
menyediakan informasi pengadaan barang dan/jasa kepada masyarakat dengan
memberikan fasilitas, antara lain informasi melalui porta web dan helpdesk LPSE.
Fasilitas tersebut untuk mengumumkan recana pengadaan barang dan/jasa. LPSE
melakukan pengolahan data statistik tentang pengadaan barang dan/jasa dengan
cara aplikasi SPSE dan dilakukan oleh server. Namun, beberapa masih dalam
trnasisi dari manual ke e-procurement.
LPSE melakukan perbaikan SPSE untuk meningkatkan pelayanan pengadaan
barang dan/jasa dengan cara selalu melakukan pengembangan aplikasi khususnya
24
LPSE nasional/LKPP dan meningkatkan infrastruktur serta monitoring. LPSE
melakukan pelatihan penggunaan SPSE bagi ULP dengan bentuk simulasi
aplikasi secara teori dan prkatek langsung dengan peserta dan peserta 10/
kabupaten. Materi yang disampaikan dalam pelatihan tentang teknis pelaksanaan
untuk panitia/ULP,materi pemahaman mengenai cara penggunaan program
LPSE,materi perkembangan fasilitas dan filtur LPSE, menyamakan persepsi
mengenai kebijakan2 yang mendukung SPSE, dan proses menjalankan sistem e-
procurement. Pelatihan dilakukan sesuai dengan permintaan anggota ULP.
LPSE melakukan pelatihan penggunaan SPSE bagi penyedia barang
dan/jasa dengan cara workshop dalam kelas dan sosialiasi langsung. Materi yang
disampaikan dalam pelatihan tentang teknis pelaksanaan untuk penyedia,tentang
tata cara penggunaan SPSE, materi kebijakan, teori dan aplikasi LPSE. Jadwal
pelatihan sesuai dengan permintaan dan bisa saja setiap datang ke LPSE. LPSE
memberikan pemahaman tentang SPSE kepada masyarakat dengan bentuk
website yang bisa dikunjungi masyarakat, melalui media diumumkan baik online
maupun surat kabar,memberikan buku pentunjuk dan mengadakan sosialisasi.
LPSE melakukan pengendalian kualitas untuk menjamin keandalan sistem lelang
elektronik dengan cara selalu berkoordinasi dengan LPSE pusat mengenai
pembahuruan sistem dan cek layanan server dan data base.
LPSE melakukan proses evaluasi kinerja staf dengan cara laporan triwulan
mengenai nilai dari kinerja, mengevaluasi ketetapan waktu proses lelang dan
kebenaran data yang masuk dan rapat intensif dengan staf. Reward dan
punishment telah dilakukan dalam evaluasi staf dengan bentuk pemberian honor,
insentif, dan kesejahteraan. Namun, jika tidak ada reward dan punishment karena
LPSE masih ad hoc, tupoksi masih belum fokus dan aturan di pengelolaaan
keuangan pemerintah belum sama sistemnya dengan LPSE.
Dokumen lelang merupakan hal yang dirahasiakan oleh LPSE dengan cara server
pengendali tidak boleh dibuka oleh siapapun, dokumen hanya dapat didownload
oleh peserta lelang saja, yang harus terdaftar dan memiliki akses ke aplikasi.
LPSE pernah mengalami kehilangan data karena masih minimnya prasarana
infrastrukur. Namun, ada yang menyatakan tidak pernah kehilangan karena
25
meningkatkan pengamanan (firewall) pada sistem, membatasi user yang
mengakses ke server, dan ada back up di data base. Mekanisme penghapusan
dokumen lelang pengadaan barang dan/jasa yang telah selesai prosesnya tidak
dilakukan dan kebijakan perlakuan dokumen lelang dengan menyimpan file
dokumen karena tetap diangap administrasi yang efektif yang dijaga
kerahasiaanya dan disimpan didalam databse sebagai arsip. LPSE pernah
mengalami kerusakan SPSE dengan bentuk kerusakan kerusakan pada server, low
memory/ HD kurang, dan kurangnya sumber daya. Proses perbaikan kerusakan
dengan cara reset ulang, menambah memory/HD dan upgrade program baru dari
pusat. Selain itu, LPSE memiliki tenaga ahli dalam penanganan kerusakan tetapi
masih terbatas atau kurang. LPSE melakukan penanggulangan untuk menjamin
keselamatan data lelang dari kerusakan sistem dengan mem-back up data dan
memperbaiki sistem.
LPSE diaudit untuk menjamin tranparansi dan akuntabilitas dengan
adanya fitur audit di aplikasi SPSE. Selain itu, bekerjasama dengan inspektorat
dalam pelaksanaan audit. Disisi lain LPSE tidak bertanggung jawab dalam proses
lelang. Hasil audit perlu ditindaklanjuti dengan melapor ke pihak yang
berwenang. LPSE memiliki SOP penggunaan SPSE sesuai aturan LKPP. Selain
itu, LPSE memiliki kode etik dengan bentuknya antara lain tidak berkepentingan
dalam kepanitian, dilarang menjadi anggota ULP, dan bertugas sesuai prosedur.
Prinsip-prinsip pengadaan barang dan/jasa publik antara lain efektif,
efesien,akuntabilitas, transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan adil. Selain
itu prinsip yang tertuang dalam perpres 54 tahun 2010.
4.1.3.2. Vendor
Pemahaman perpers 54 tahun 2010 diperlukan untuk mengikuti prose
pengadaan barang dan/jasa untuk memudahkan dalam mengikuti proses
pengadaan barang dan/jasa. Pemahaman terhadap peratauran perpajakan
26
diperlukan, antara lain karena pajak adalah kewajiban, untuk mengetahui besaran
pajak yang dibayarkan, dan bukti pajak sebagai prasyarat dalam proses tender.
Perusahaan yang gagal memenuhi kewajibannya perlu dikenakan sanksi agar
lebih profesional dan wajar dalam mengikuti penawaran dan lebih hati-hati dalam
membuat harga penawan dan waktu proses penyelesaiannya. Prosedur perusahaan
dikenakan sanksi mengacu pada kontrak yang telah disepakati. Bentuk sanksi
yang dilakukan antara lain, tegur lisan dan tertulis, di-black list, dan tidak
diperkenakan lagi mengikuti tender.
Perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban dalam pengadaan barang
dan/jasa perlu melakukan negosiasi baru dengan alasan terjadi perubahan harga
yang drastis, bencana alam. Perusahaan dapat melakukan negosiasi apabila belum
jatuh tempo dan itikad baik dari perusahaan dengan melakukan permohonan
resmi. Perusahaan yang gagal memenuhi kewajibanya harus di-black list dengan
alasan untuk membuat efek jera dan sebagai bentuk tanggung jawab. Bentuk black
list antara lain tidak diperkenakan mengikuti tender ditempat itu selama jangka
waktu tertentu atau dipertimbangkan lagi dalam tender selanjutnya. Pencabutan
black list dilakukan untuk memberi perusahaan memperbaiki citrannya dan dapat
bertanggung jawab dengan syarat-syarat pemutihan antara lain membuktikan
perusahan tersebut sehat, memenuhi kewajiban pajaknya, dan membuat penyataan
tidak mengulangi lagi. Pemutihan otomatis untuk perusahaan yang di black list
akan menimbulkan banyak perusahaan tidak bertanggung jawab dan harus ada
mekanisme yang ketat dengan persyaratan tertentu.
E-procurement dapat mengurangi sangahan dan banding karena lebih
transparan tetapi masih ada kecurigaan dari peserta pengadaan terhadap proses e-
procurement. Pengumuman pengadaan barang dan/jasa dari suatu pemerintah
memalui media koran dan internet. Koran mudah dan cepat diakses dari pada
internet karena sudah menjadi konsumsi umum dan terjangkau. Internet sulit
diakses karena tidak semua bisa memakai internet dan belum terbiasa dengan
internet.
Pemahaman pakta integritas oleh pihak-pihak yang berkepentingan dlam
pengadaan barang dan/jasa dapat menjamin terlaksananya pengadaan yang adil
27
dan merata karena sudah mengikat secara hukum dan ada aturan yang sudah
disepakati bersama. Namun, pakta intregitas hanya sebagai persyaratan saja atau
formalitas sehingga perlu surat perjanjian yang mengikat. Setiap pelanggaran
dalam pengadaan barang dan/jasa publik perlu dibuat laporan pelanggaran dengan
alasan supaya lebih transparan dan dapat diketahui masyarakat sebagai pengguna.
Pelaporan disampaikan secara tertulis kepada lembaga yang terkait dan hasilnya
dipublikasikan. Pakta intregitas dapat mengurangi konflik kepentingan diantara
penyelenggara pengadaan barang dan/jasa publik karena ada sanksi yang tegas
dalam pakta intregitas bagi pelanggarnya.
Pemerintah daerah perlu mengumumkan rencana pengadaan barang
dan/jasa publik tahunan agar pengusaha dan masyarakat mengetahui sehingga
penyedia dapat mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengikuti pengadaan
barang dan/jasa publik. Perpres 54 tahun 2010 memungkinkan adanya potensi
pemecahan/pemaketan pengadaan barang dan/jasa karena emergensi dan
penunjukkan langsung lebih tinggi. Hal itu baik karena memungkinkan
pengusahan kecil bisa bersaing tetapi menjadi tidak baik karena aka terjadi
penyimpangan dan kualitas barang dan/jasa tidak baik. Perpres 54 tahun 2010
tidak memungkinkan adanya potensi pemecahan/pemaketan karena didalamnya
sudah diatur dengan jelas mengenai mekanisme pengadaannya.
Pagu anggaran yang disampaikan sesuai perhitungan harga pasar dan bisa
diterima secara rasional. Evaluasi terhadap harga pasar perlu dilakukan untuk
penyesuaian harga pasar yang berubah dan dilakukan sebelum pelaksanaan
penawaran tender dan bisa setiap tahun. Panitia yang melakukan evaluasi dengan
melibatkan vendor melalui asosiasinya. Perpres 54 tahun 2010 tidak memberikan
akses kepada vendor kecil dalam pengadaan barang dan/jasa karena keterbatasan
SDM dan persyaratannya memudahkan vendor yang besar. Informasi tentang
alasan gugurnya vendor yang tidak terpilih dalam proses pengumuman penentuan
pemenang pengadaan barang dan/jasa karena lebih jelas permasalahan bisa kalah,
mengetahui kekalahan atau kekurangangnya dan agar tidak timbul kecurigaan.
Kecakapan khusus dalam mengikuti procurement karena mengetahui
sistem komputer dan internet, perlu pengetahuan IT, dan untuk memahami
28
penggunaan e-procurement. Pelatihan yang diperlukan adalah pelatihan teknologi
informasi. Surat dari vendor tentang kemampuan melaksanakan pekerjaan untuk
mengikuti proses pengadaan barang dan/jasa publik yang ditawarkan dengan
alasan untuk mengetahui keseriusan dan kemampuan vendor. Contoh surat
pernyataan yang diperlukan antara lain surat pernyataan kebenaran dokumen,
kesanggupan menyelesaikan pekerjaan, dan minat mengikuti perlelangan.
Peran asosiasi pengusaha dalam pengadaan barang dan/jasa antara lain
sumber informasi dan komunikasi, membina anggotanya dan berperan juga
sebagai pengawas terhadap anggotanya. Asosiasi pengusaha memberi kemudahan
bagi pengusaha baru untuk masuk dunia bisnis dan masuk dalam asosiasi
pengusaha agar minimbulkan persaingan yang sehat. Advokasi asosiasi untuk
menghadapi masalah-masalah yang dihadapi vendor terutama berkaitan dengan
pengadaan barang dan/jasa publik perlu dilakukan untuk melindungi anggotanya.
Bentuk advokasi dengan membantu anggota dalam melakukan sanggahan.
4.1.3.3 Inspektorat
Peraturan-peraturan tentang sistem pengendalian internal antara lain
permendagri no.13 dan PP no 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian internal
pemerintah. Ada hambatan dalam iplementasinya sehingga perlu dibuat petunjuk
teknis secara detail dan perlu dibuat peraturan gubernur (pergub) tentang sistem
pengendalian internal pemerintah. Komitmen pemimpin diperlukan untuk auditor
dapat melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur dan merasa terlindungi dalam
mengambil suatu keputusan. Mekanisme audit internal yang memadai tidak dapat
mencegah tindakan korupsi dalam pengawasan pengadaan barang dan/jasa karena
audit internal bersifat pembinaan sehingga diperlukan audit sistem dan perlu audit
eksternal.
Sistem reward dan punishment yang jelas dapat meningkatkan kinerja
pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa, bentuk reward berupa insentif dan
kenaikan pangkat yang memenuhi persyaratan. Selain itu, sanksi yang tegas sesuai
PP 30. Pengawasan internal perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi
antara lain minimal 2 kali setahun selain pengawasan langsung, atau 6-8 kali agar
29
pembinaan dapat dilakukan. Setiap temuan audit perlu ditindaklanjuti sesuai hasil
temuan dan harus ada standar yang digunakan sehingga temuan berkualitas.
Mekanisme pengajuan dan sanggahan dan banding dalam pengadaan
barang dan/jasa telah dijelaskan dalam peraturan dan panitia pengadaan
bertanggung jawab menjawab setiap sanggahan yang disampaikan. Lemabaga-
lembaga yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan berbagai indikasi
korupsi dalam pengadaan barang dan/jasa publik antara lain KPK, BPK, ICW,
inpektorat, kejaksaan dan Polri. Mekanisme pemutihan bagi perusahaan yang di
black list tidak perlu karena niat perusahaan sudah tidak baik tetapi jika perlu
dengan persyaratan yang ketat dengan membuat surat pernyataan tidak
mengulangi kesalahan dna mengganti perusahan. Kewenangan dalam proses
pemutihan adalah ULP dan lama black list untuk pemutihan secara otomatis adlah
5 tahun.
Lembaga-lembaga masyarakat diperlukan untuk memantau pengadaan
barang dan/jasa dan bentuk lembaga yang diperlukan antara lain LSM dan DPRD.
Cara yang diperlukan untuk mengoptimalkan lembaga-lembaga masyarakat guna
memantau pengadan barang dan/jasa publik yaitu merevitalisasi yang sudah ada
dan mengoptimalkan fungsi pengawasan masyarakat. Pengawasan diperlukan
pada saat perekrutan ULP agar tidak terjadinya keberpihakan pada kepentingan
tertentu dengan penyeleksian ULP.
Verifikasi perusahaan yang tidak memenuhi syarat yang diajukan ULP
perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya proses rekayasa data dengan
melibatkan panitia pengadaan. Standarisasi prosedur sanggahan dan banding
diperlukan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas sanggahan dan banding
yang harus ditanggapi dengan cara menyampaikan kepada pihak yang
berkepentingan dan sesuai perpres 54 tahun 2010. Bentuk standarisasi berupa
peraturan gurbenur, peraturan daerah dan/ peraturan bupati/walikota. Regulasi
diperlukan untuk menjamin terciptanya akuntabilitas dna transparansi dalam
pengadaan barang dan/jasa karena dapat mendukung pertanggungjawaban dan
menjamin kepastian hukum. E-procurement mendukung penegakan kode etik
dalam pengadaan barang dan/jasa dengan bentuk dukungan mengunakan
30
teknologi dan transakasi elektronik. Peraturan yang perlu diketahui terkait dengan
pengadaan barang dan/jasa publik yaitu perpres 54 tahun 2010, SK kepala LKPP
no 123 tentang ULP,LPSE dan attending. Pemahaman mekanisme pengadaan
barang dan/ jasa publik sesuai perpres 54 tahun 2010.
4.1.3.4 LSM
Pelatihan mengenai e-procurement lembaga pengawas (LSM) adalah
sistem e-procurement secara keseluruhan, tahapan e-procurement dari awal
sampai akhir, dasar payung hukum yang melindungi fungsi pengawasan,
mekanisme pengawasan yang diatur dalam undang-undang. Lembaga pengawasan
yang bersedia mengikuti pelatihan pengawasan e-procurement supaya mempunyai
dasar dan kemapuan/kapasitas dalam pengawasan e-procurement. Lembaga
pengawas menggunakan prosedur dalam pengawasansesuai dengan perundangan-
perundangan. Selain itu, lembaga pengawasan melakukan fungsi pada tahapan
Jumlah Responden 50 100% Bidang Tugas - Inspektorat
a. Inspektorat b. Auditor c. Evaluasi dan Pelaporan d. Pengawasan e. Pelaksana f. Administrasi g. Perencanaan h. Lain-lain
1 1 1 2 2 1 1 1
10%10%10%20%20%10%10%10%
Jumlah 10 100% - Vendor
a. CV Prima Jaya Abadi b. CV Suma Utama c. CV Surya Kencana d. PT Nusantara e. CV Kengangan f. CV Citra Agung g. CV Dewa Junti h. CV Waru Satangkal i. PT Lebak Krambi j. Pengusaha
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
10%10%10%10%10%10%10%10%10%10%
Jumlah 10 100% - LPSE
a. Administrator b. LPSE-Helpdesk c. Verifikator
2 4 2
20%40%20%
34
d. Kepala Balai LPSE e. Lain-lain
1 1
10%10%
Jumlah 10 100% - ULP
a. Panitia Kota
10 100% Jumlah 10 100%- LSM
a. Lakpesem Garut b. Anggaran c. Sekretaris Jenderal d. Divisi Advokasi e. Pelayanan Publik f. Peneliti g. Staf h. Divisi Community Development i. Lain-lain
1 1 1 1 1 2 1 1 1
10%10%10%10%10%20%10%10%10%
Jumlah 10 100% Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
41
9 82%18%
Jumlah 50 100%
Dari gambaran demografi responden dapat dikatakan bahwa responden
dari setiap stakeholder terlihat beragam dari bidang tugas masing-masing, hal ini
sesuai dengan harapan peneliti bahwa ada keragaman responden sehingga dapat
mencirikan kondisi masing-masing stakeholder.
4.2.2 Kualitas Pengukuran
Suatu riset memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawaban jika dalam
proses pengumpulan data dilakukan dengan benar serta instrumen yang digunakan
dalam riset benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pengembangan instrumen yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada 4 pilar
e-procurement dari OECD (lihat Bab III).
Validitas dan reliabilitas instrumen merupakan poin penting dalam suatu
riset. Instruemen yang valid dan reliable memberikan jaminan bahwa setiap
variabel yang diujikan telah meggunakan pengukuran yang tepat. Validitas
menunjukkan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya atau dengan kata lain validitas menunjukkan seberapa
nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan
reliabilitas merupakan suatu pengukur yang menunjukkan stabilitas dan
35
konsistensi pengukurannya. Suatu pengukur dikatakan reliable jika dapat
dipercaya yaitu mengukur subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda.
Berikut ini akan dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur)
dari setiap stakeholder yang diteliti:
Nama Instrumen dari setiap Stakeholder Reliabilitas Validitas Cronbach Alpha
Component Analysis
Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat
Lanjutan tabel 2 ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi - Partisipasi Publik
Hasil pengujian item instrumen dari semua instrumen yang digunakan
untuk semua stakehoder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan
reliable karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60
kecuali instrumen Institusi Pengadaan Barang/Jasa dan Effisiensi &
36
Effektifitas Pengadaan Brg/Jasa (LPSE) dan Pemahaman Legal, Etika
Pengadaan, dan Partisipasi (Vendor) yang memiliki angka negatif, namun
secara keseluruhan instrumen-instrumen yg digunakan untuk mengukur need
assesment LPSE dan Vendor adalah akurat sehingga tetap dapat digunakan dalam
proses analisis data berikutnya, namun untuk riset mendatang sebaiknya
instrumen ini diperbaiki sebelum digunakan.
4.2.3 Analisis Data dan Pembahasan
Analisis data akan dilakukan untuk masing-masing stakeholder, tujuannya
adalah untuk mendapatkan masukan yang lebih akurat berkaitan dengan
hambatan, kekuatan serta kebutuhan dari masing-masing stakeholder.
4.2.3.1. Inspektorat
Analisis data untuk inspektorat lebih dititkberatkan pada kesiapan
inspektorat dalam mengantisipasi pemeriksaan proses pengadaan barang dan atau
jasa setelah penerapan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil
analisis akan memberi jawaban apakah Inspektorat telah memahami Perpres 54
tahun 2010 berkaitan dengan proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa
berbasis elektronik atau tidak Analisis data akan didasarkan pada instrumen-
instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:
- Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif (SAPE) - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) - Degree of Accsess to Information (DAI) - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) - Partisipasi Masyarakat (PM).
Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan Inspektorat dalam proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau
jasa berbasis elektronik.
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation SAPE 10 1.5500 4.4000 3.7600 .81268 EMSB 10 1.6700 4.5000 3.5350 .75204 DAI 10 1.6700 4.4200 3.8100 .77343 KEUAK 10 1.4300 4.4300 3.7870 .85814 PM 10 1.8600 4.2900 3.6000 .69898 Valid N (listwise)
10
37
4.2.3.2. LPSE
Analisis data untuk Lembaga Pengadaan barang dan atau jasa Secara
Elektronik (LPSE) lebih dititkberatkan pada kesiapan lembaga ini siap ataukah
tidak dalam pengimplementasi pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah LPSE telah memahami
Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa
berbasis elektronik atau tidak. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-
instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:
- Institusi Pengadaan Barang dan atau Jasa (IPBJ) - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Barang dan atauJasa (EEPBJ) - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik (SAEPKE) - Peraturan Perundangan Formal (PPF).
Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan LPSE dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik.
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation IPBJ 10 3.6300 5.0000 4.679000E0 .41664 EEPBJ 10 1.8000 4.6000 3.740000E0 .75454 SAEPKE 10 1.0000 5.0000 4.325000E0 1.20214 PPF 10 1.0000 5.0000 4.033000E0 1.13802 Valid N (listwise) 10
4.2.3.3. ULP
Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan
dalam proses pengumpulan data yaitu:
- Keefektifan Pengadaan (KP) - Eksistensi Pengembangan (EP) - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK) - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding (EMSB) - Akses Informasi (AI) - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi (KEUAK) - Partisipasi Publik (PP)
38
Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan ULP dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik.
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation KP 10 4.00 4.33 4.2640 0.13914 EP 10 4.00 4.33 4.2310 0.15941 SAKK 10 4.00 4.50 4.3280 0.13563 EMSB 10 3.90
Jumlah Responden 50 100% Bidang Tugas - Inspektorat - Auditor - Keuangan dan Aset Daerah - Bidang Pembangunan Fisik - Tidak Menjawab
6 1 1 2
60% 10% 10% 20%
Jumlah 10 100% - Vendor - Marketing - Pimpinan - Kepala Cabang - Sales Representative
4 1 3 2
40% 10% 30% 20%
Jumlah 10 - LPSE - Tenaga Teknis - LPSE - Verikator - Admin
1 5 1 3
10% 50% 10% 30%
Jumlah 10 - ULP - ULP - Admin ULP - Sub Bag Administrsi - Staf Bagian Pengendalian Pembangunan - Tidak Menjawab
5 1 1 1 2
50% 10% 10% 10% 20%
Jumlah 10 100% - LSM - Perencanaan dan Pengeloaan Program - Kepala Kantor - Staf Program - Advokasi Anggaran Sensifitas - Pengorganisasian - Staf Administrasi - Tidak Menjawab
1 1 1 1 1 4 1
10% 10% 10% 20% 10% 40% 10%
Jumlah 10 100% Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
25 25
50% 50%
Jumlah 50 100%
41
Gambaran variabilitas responden untuk masing-masing stakeholder
diharapkan mampu menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.
Variabilitas ini terlihat dari bidang tugas dan jenis kelamin untuk masing-masing
stakeholder.
4.3.2 Kualitas Pengukuran
Pertanggungjawaban riset ini didasarkan kepada proses pengumpulan data
dan penggunaan instrumen yang benar dalam mengukur variabel-variabel yang
ada. Penelitian ini didasarkan kepada empat pilar e-procurement yang sebelumnya
telah dikembangkan oleh OECD (lihat Bab III). Selanjutnya, untuk menjamin
validitas dan reliabilitas pengukuran setiap variabel dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan analisis cronbach’s alpha untuk menguji stabilitas dan konsistensi
pengukuran serta factor analysis untuk melihat ketepatan dan kecermatan alat
ukur yang digunakan.
Berikut ini dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur) dari
setiap stakeholder yang diteliti:
Nama Instrumen untuk setiap Stakeholder Reliabilitas Validitas Cronbach
AlphaComponenT
Analysis Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat
ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi
Jumlah 10 100% Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
32 18
64%36%
Jumlah 50 100%
Dari gambaran demografi responden dapat dikatakan bahwa responden
dari setiap stakeholder terlihat beragam dari bidang tugas masing-masing, hal ini
sesuai dengan harapan peneliti bahwa ada keragaman responden sehingga dapat
mencirikan kondisi masing-masing stakeholder.
4.4.2. Kualitas Pengukuran
Suatu riset memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawaban jika dalam
proses pengumpulan data dilakukan dengan benar serta instrumen yang digunakan
dalam riset benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pengembangan instrumen yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada 4 pilar
e-procurement dari OECD (lihat Bab III).
Validitas dan reliabilitas instrumen merupakan poin penting dalam suatu
riset. Instruemen yang valid dan reliable memberikan jaminan bahwa setiap
variabel yang diujikan telah meggunakan pengukuran yang tepat. Validitas
menunjukkan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya atau dengan kata lain validitas menunjukkan seberapa
nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan
reliabilitas merupakan suatu pengukur yang menunjukkan stabilitas dan
konsistensi pengukurannya. Suatu pengukur dikatakan reliable jika dapat
dipercaya yaitu mengukur subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda.
Berikut ini akan dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur)
dari setiap stakeholder yang diteliti:
Nama Instrumen dari setiap Stakeholder Reliabilitas Validitas
60
Cronbach Alpha
Component Analysis
Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat
Lanjutan tabel 2 ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi - Partisipasi Publik
Barang/Jasa 4,4 3 Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian
& Kode Etik 4,47 4 Peraturan Perundangan Formal 4,87
Sumber : kuisioner diolah
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden LPSE untuk kota
Surabaya setuju faktor – faktor yang ada dapat menunjang pengembangan institusi
pengadaan, peningkatan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa,
66
Sistem audit yang didukung pengendalian juga kode etik yang efektif, serta
peraturan perundangan formal yang mendukung. Hal ini diindikasikan dengan
nilai rata – rata yang berkisar antara 4,42 hingga 4,87.
Penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut.
a. Institusi pengadaan barang dan atau jasa
Responden yang setuju bahwa pelayanan pengadaan secara
elektronik memfasilitasi ULP untuk menyediakan informasi pengadaan
sebesar 100%. Bentuk fasilitasnya antara lain sistem aplikasi kepada
LPSE, berita dan artikel di website, prosedur LPSE, daftar pengadaan,
atribut pekerjaan, dll. Menurut data yang ada 100% responden setuju
bahwa LPSE melakukan pengelolaan data statistic tentang pengadaan
barang dan atau jasa publik. Selama ini sudah ada sistem pengelolaan data,
data yang ada direkap dan diolah dalam bentuk tabel atupun grafik serta
base disimpan di LPSE.
Menurut responden yang diwawancarai 100% mengatakan iya
bahwa LPSE telah melakukan perbaikan sistem pengadaan secara
elektronik untuk meningkatkan pelayanan pengadaan barang dan atau jasa.
Proses perbaikannya antara lain adalah melaporkan kerusakan sistem ke
LKPP dan LKPP yang memperbaiki sistem tersebut. LPSE melakukan
pelatihan penggunaan sistem pengadaan secara elektronik bagi ULP, yang
dibuktikan dengan 90% responden mengatakan iya. Bentuk pelatihan yang
pernah dilakukan adalah penerapan LPSE praktek maupun teori, workshop
yang dilakukan tim trainer LPSE, dan sosialiasi. Materi yang diberikan
antaralain cara mengakses LPSE dan sistem LPSE. Waktu pelatihan
biasanya saat per tahun sekali atau apabila ada perubahan aturan maupun
sistem.
Responden menyatakan iya 100%, LPSE melakukan pelatihan
penggunaan sistem pengadaan secara elektronik bagi penyedia barang dan
atau jasa. Bentuk pelatihan yang pernah dilakukan adalah sosialisasi,
workshop, pelatihan resmi, dan tutorial. Materi pelatihan yang pernah
diberikan adalah fungsi aplikasi LPSE dan bagaimana penggunaannya.
67
Waktunya biasanya per tahun sekali atau apabila ada perubahan aturan
maupun sistem.
b. Efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa
LPSE kurang memberikan pemahaman tentang sistem pengadaan
barang dan atau jasa secara elektronik kepada masyarakat umum dengan
40 % responden menjawab iya. Menurut responden menyatakan 100% iya
bahwa LPSE telah melakukan pengendalian kualitas untuk menjamin
keandalan sistem lelang.
c. Sistem audit, efektifitas pengendalian, dan Kode Etik
Menurut responden 60% menyatakan LPSE melakukan proses
evaluasi kinerja stafnya. Dengan adanya rapat tinjauan manajemen,
pimoinan selalu mengevaluasi kinerja secara informal, staf selalu
membuat laporan, juga rapat kordinasi. Sedangkan 40% menyatakan LPSE
tidak melakukan proses kinerja staf karena ada LPSE yang masih berjalan
1 tahun di kota Surabaya. Sistem reward dan punishment belum dilakukan
dalam evaluasi staf LPSE karena belum ada kebijakan pimpinan LPSE.
Dokumrn lelang merupakan hal yang dirahasiakan oleh LPSE yang
didukung dengan 70% responden menjawab ya. Hal ini dikarenakan
dokumen lelang hanya bisa dilihat oleh admin, LPSE, ULP, dan vendor.
Menurut responden 60% mengatakan LPSE pernah mengalami
kerusakan sistem namun LPSE telah memiliki tim teknis untuk perbaikan.
LPSE juga melakukan penanggulangan untuk menjamin keselamatan data
lelang dan tranaparansi juga akuntabilitas. Sebanyak 100 % responden
mengatakan bahwa hasil audit perlu ditindklanjuti. Hal ini untuk
meningkatkan perbaikan sistem, penanganan, dan prosedur. LPSE
memiliki SOP sistem pengadaan secara elektronik. Bentuk SOP sesuai
Perpres 54 tahun 2011 dan pelaksanaannya sesuai dengan prosedur yang
berlaku. Menurut 90% responden LPSE juga memiliki kode etik. Bentuk
kode etiknya antara lain menjaga keahasian selama proses lelang.
Pelaksanaan kode etik dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
d. Peraturan perundangan formal
68
Sebanyak 100% responden menyatakan memahami prinsip –
prinsip pengadaan barang dan atau jasa publik. Sedangkan yang
memahami peraturan perundangan yang terkait dengan pengadaan barang
dan atau jasa public hanya 90% responden. Responden yang memahami
pengadaan barang dan jasa publik sebesar 100%. Tingginya tingkat
pemahaman ini dikarenakan pegawai LPSE berusaha untuk mengup date
informasi dari pemerintah terkait pengadaan juga adanya kesadaran untuk
meningkatkan transparansi juga akuntabilitas dalam pengadaan.
4.4.3.3. ULP
Tabel 4.4.3
Rata – rata Data ULP Per Variabel
No Variabel Rata - rata 1 Keefektifan Pengadaan 4,33 2 Eksistensi Pengembangan 4,13 3 Sistem Audit Dan Keefektifan Kontrol 3,57 4 Effisiensi Mekanisme Sanggahan &
Banding 3,98 5 Akses Informasi 4,59 6 Kode Etik 4,54 7 Partisipasi Publik 4,28
Sumber : kuisioner diolah
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden ULP untuk kota
Surabaya setuju faktor – faktor yang da dapat menunjang keefektifan pengadaan,
pengembangan yang selalu ada, sistem audit dan kontrol yang efektif, mekanisme
sanggahan dan banding yang efisien, akses informasi yang mudah, ode etik yang
baik, juga partisipasi publik yang meningkat. Hal ini diindikasikan dengan nilai
rata – rata yang berkisar antara 3,57 hingga 4,59.
Penjelasan untuk masing – masing variabel sebagai berikut.
a. Keefektifan pengadaan
69
Seluruh responden ULP atau sebesar 100% di kota Surabaya
menyatakan ada kesesuaian kompetensi dengan tanggungjawab yang
diemban, ULP memahami TUPOKSI, serta ULP telah bekerja dengan
TUPOKSI masing – masing. Ada 60% responden ULP menyatakan
telah memiliki sertifikasi pengadaan barang dan atau jasa publik
sedangkan 40% responden menyatakan belum memiliki sertifikat.
Sertifikat yang dimiliki adalah sertifikat L4. Responden ULP 90%
mengatakan bahwa SDM ULP yang sudah bersertifikasi pengadaan
barang dan atau jasa mendukung efisiensi pengadaan sedangkan 10%
berkata tidak.
b. Eksistensi pengembangan kapasitas institusi
Pembinaan karier yang ada di ULP selama ini adalah
diadakannya pelatihan terutama jika ada program baru, ada rapat rutin
pegawai ULP, serta ada penyesuaian tenaga ahli dengan pekerjaan
lelang. Perubahan SOTK berpengaruh terhadap keberadaan ULP, hal
ini didukung dengan 90% responden yang mengatakan berpengaruh.
Program pengembangan kapasitas staf terkait barang dan atau jasa
telah dilakukan di ULP kota Surabaya.
c. Sistem audit dan keefektifan Kontrol
Kewenangan swakelola dilakukan oleh pegawai ULP kota
Surabaya. Lama waktu menjadi salah satu ukuran efisiensi dalam
pengadaan barang dan atau jasa di ULP kota Surabaya dan pengadaan
barang jasa secara elektronik dan keterlibatan pihak – pihak yang
berkepentingan juga berpengaruh.
Selama ini, 60% mengatakan ada evaluasi dari pemerintah
terhadap pakta integritas yang telah ada. Responden mengatakan
bahwa ada laporan dari ULP untuk pemerintah apabila ada indikasi
penyalahgunaan pakta integritas. Durasi evaluasi dilakukan tiap bulan
dan evaluasi ini dilakukan oleh wakil ketua ULP ataupun ketua ULP
sendiri.
d. Efisiensi dari mekanismen sanggahan dan banding
70
Sebanyak 70% responden menyatakan pernah mendapatkan
sanggahan dan 20% responden menyatakan pernah mendapatkan
sanggahan banding. Sanggahan yang didapat dalam sekali pengadaan
barang dan jasa rata – rata sebanyak 1 – 3 kali. Sanggahan yang sering
terjadi antara lain pemenang yang kalah tidak terima dengan keputusan
pemenang yang telah ditetapkan. Banding yang didapatkan dalam
setahun rata – rata 3 kali banding dengan isi banding rata – rata tidak
terima dengan jawaban dari sanggahan.
e. Akses informasi
Dari hasil kuesioner didapatkan 80% responden menyatakan
Perpres Nomor 54 tahun 2010 telah memadai untuk mencakup
pengadaan barang dan atau jasa publik, 100% mengetahui prinsip –
prinsip, memahami peraturan, memahami mekanisme dan mengikuti
aturan – aturan yang terkait pengadaan barang dan atau jasa publik.
Responden pun 100% menyatakan bahwa mereka mengetahui
peraturan pengadaan barang dan atau jasa publik selain Perpres Nomor
54 tahun 2010. Peraturan pengadaan nasional yang mereka ketahui
antara lain UU ITE No 11 tahun 2008, Perwali 63 tahun 2010,
Peraturan LKPP, Peraturan Disperindag, Perpenpu untuk pengadaan
barang konstruksi dan UU pidana terkait rekonsiliasi namun mereka
tidak mengetahui peraturan pengadaan barang dan atau jasa publik
Internasional dengan kata lain hasil yang didapat 100% responden
menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui pengadaan barang dan
atau jasa publik internasional.
Menurut responden 60% menyatakan bahwa peraturan
perundangan pengadaan barang dan atau jasa publik perlu
mengakomodasi prinsip – prinsip standar pengadaan barang dan atau
jasa publik internasional karena ke depan akan diperlukan bila
pengadaan barang dan atau jasa berasal dari luar negri atau kita ingin
mengikuti pengadaan barang dan atau jasa di lingkup internasional ,
dan hanya 40% responden yang menyatakan tidak perlu karena
71
menganggap bahwa aturan yang telah berlaku secara nasional telah
mencukupi.
f. Kode Etik dan ukuran anti korupsi
Hampir seluruh pegawai ULP di kota Surabaya mengetahui
pakta integritas, sebanyak 100% mengatakan mengetahui namun hanya
50% yang pernah menandatangani pakta integritas selama pengadaan
barang dan atau jasa yang telah dilakukan. Isi pakta integritas yang
mereka tandatangi sebagian besar berisi tentang komitmen bersama
untuk tidak melakukan KKN dan apabila terbukti melakukan KKN
maka pihak yang bersangkutan siap menerima sanksi. Dari
keseluruhan responden, 90% mengatakan mengetahui konsekuensi
yang akan diterima dengan menandatangani pakta integritas tersebut.
Sanksi tersebut antara lain sanksi pidana, administrasi, penurunan
pangkat, dan lain – lain.
g. Partisipasi public
Partisipasi publik mengalami peningkata dari waktu ke waktu
ini didukung dengan adanya lembaga – lembaga pengawasaan,
keterbukaan ruang daerah untuk pemantauan publik, keterbukan akses
informasi daerah, lbih tersinkronya pola pikir antar lembaga – lembaga
pengawasan.
4.4.3.4. Vendor
Tabel 4.4.4
Rata – rata Data Vendor Per Variabel
No Variabel Rata – rata
1 Pemahaman Legal 4,85 2 Resolusi Konflik 4,25 3 Etika Pengadaan 4,08 4 Keterbukaan Informasi 4,6 5 Kesempatan UMKM dan Koperasi 4 6 Keterbukaan Proses Pengadaan 4,5 7 Partisipasi 4,34
72
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden Vendor untuk kota
Surabaya setuju faktor – faktor yang da dapat menunjang pemhaman legal yang
baik, resolusi konflik yang baik, etika pengadaan yang baik, informasi yang
terbuka, kesempatan UMKM dan koperasi semakin meningkat, proses pengadaan
yang terbuka, serta peningkatan partisipasi. Hal ini diindikasikan dengan nilai rata
– rata yang berkisar antara 4,00 hingga 4,85.
Penjelasa untuk masing – maisng variabel sebagai berikut.
a. Pemahaman Legal
Hasil wawancara menunjukkan 100% responden setuju bahwa
pemahaman terhadap Perpres No 54 tahun 2010 diperlukan untuk
mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa karena Perpres 54 tahun
2010 merupakan pedoman pengadaan barang dan atau jasa di Indonesia.
Menurut data yang ada, 100% responden setuju bahwa pemahaman
terhadap peraturan perpajakan diperlukan agar proses pengadaan barang
dan atau jasa memungkinkan perusahaan memiliki kewajiban pajaknya
karena pajak merupakan kewajiban WNI.
Sebanyak 50% responden setuju Perpres No 54 tahun 2010
memungkinkan adanya potensi pemecahan/pemaketan pengadaan barang
dan atau jasa. Pemaketan biasanya terjadi karena agar semakin efisien.
Sedangkan 50% responden mengatakan tidak setuju karena sudah diatur
melalui Perpres 54 tahun 2010 yang telah diatur jelas paket dan nilainya.
b. Resolusi Konflik
Sebanyak 100% responden mengatakan bahwa perusahaan gagal
memenuhi kewajibannya dalam proses pengadaan barang dan atau jasa
perlu dikenakan sanksi. Keberadaan sanksi digunakan agar vendor tidak
semena – mena dan mengikuti aturan yang berlaku. Bentuk sanksi yang
dikenakan adalah blacklist dan denda. Perusahaan yang gagal memenuhi
kewajiban dalam pengadaan barang dan atau jasa menurut 50% perlu
melakukan negosiasi baru dengan panitia pengadaan karena negosiai
dibutuhkan penyedia untuk mencari kejelasan spesifikasi yang diminta dan
73
kenapa penyedia digugurkan dalam pengadaan. Sedangkan 50% responden
lainnya berpendapat negosiasi tidak perlu karena akan menimbulkan
KKN.
Perusahaan yang gagal memnuhi kewajibannya harus di blacklist
berdasarkan 70% responden dikarenakan karena tidak memenuhi
kewajibannya dan disinyalir ada kesengajaan dalam kesalahan.
Mekanisme pencabutan blacklist untuk memperbaiki citra perusahaan
disetujuian 80% responden agar image perusahaan menjadi baik dan dapat
bekerja kembali. Syarat – syarat pencabutan blacklist antaralain
perusahaan harus dapat membuktikan bahwa mereka tidak bersalah atau
habis masa blacklistnya.
c. Etika Pengadaan
Menurut data 50% mengatakan iya untuk pemahaman pakta
integritas oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengadaan barang
dan atau jasa dapat menjamin terlaksananya pengadaan barang dan atau
jasa yang adil dan beretika. Hal ini dikarenakan dalam pakta integritas
tercantum perjanjian untuk tidak KKN. Sebanyak 80% responden
mengatakan setiap pelanggaran dalam pengadaan barang dan jasa public
perlu dibuat laporan pelanggarannya karena agar masyarakat juga
mengetahui dan memenuhi asas transparansi. Bentuk pelaporannya
antaralain pelaporan dibuat tergantung pelanggarannya. Yang harus
melaporkan adalah semua yang mengetahui pelanggaran dan dilaporkan
kepada inspektorat. Menurut data, 60% responden mengatakan bahwa
pakta integritas dapat membantu mengurangi konflik kepentingan di antara
para penyelenggaraan pengadaan karena terikat dengan perjanjian yang
tertera pada pakta integritas.
Menurut data, 50% responden setuju bahwa pagu anggaran yang
disampaikan sesuai dengan perhitungan harga pasar karena masih harga
tersebut masih bisa diterima dan masih rasional. Sedangkan 50%
responden tidak setuju karena tidak ada patokan pagu anggaran biasanya
harga tahun sebelumnya akan dinaikkan berdasarkan laju inflasi yang
74
diproyeksikan. Evaluasi tergadap harga pasar perlu dilakukan agar harga
yang ditetapkan sesuai. Evaluasi dilakukan setiap terjadi perubahan harga.
Yang berhak mengevaluasi adalah panitia dan penyedia juga bisa pihak –
pihak lain yang terkait dalam pengadaan. Evaluasi perlu melibatkan
penyedia. Penyedia biasanya diwakili oleh asosiasi.
d. Keterbukaan Informasi
Pengadaan barang dan atau jasa publik secara elektronik dapat
mengurangi sanggahan dan banding menurut keseluruhan responden. Hal
ini dikarenakan adanya keterbukaan informasi antar pihak-pihak yang
berkaitan dengan pengadaan.
Pengadaan barang dan atau jasa secara elektronik dapat
mengurangi sanggahan dan banding yang mengindikasikan bahwa tender
telah diatur diindikasikan dengan 70% responden menjawab tidak. Hal ini
dikarenakan adanya keterbukaan informasi antar pihak-pihak yang
berkaitan dengan pengadaan.
Vendor di kota Surabaya mengetahui ada pengumuman pengadaan
barang dan atau jasa dari suatu instansi pemerintah antara lain dengan
koran dan internet. Media yang paling mudah diakses menurut responden
adalah internet karena dapat diakses dengan mudah, kapanpun, dan di
manapun.
e. Kesempatan UMKM dan koperasi
Perpres 54 tahun 2010 menurut 100% responden telah memberikan
akses kepada penyedia kecil untuk berpartisipasi dalam pengadaan barang
dan atau jasa publik.
f. Keterbukaan proses pengadaan
Sebanyak 80% responden setuju bahwa Pemda perlu
mengumumkan rencana pengadaan barang dan atau jasa publik tahunan
untuk mewujudkan transparansi.
Sebanyak 100% responden setuju bahwa proses pengumuman
penentuan pemenang pengadaan barang dan atau jasa diperlukan informasi
75
juga tentang alasan gugurnya vendor yang terpilih agar vendor tahu
kesalahannya dan dapat memperbaikinya.
Untuk mempermudah akses pengadaan barang dan atau jasa
berbasis teknologi diperlukan pelatihan khusus karena agar memiliki
kecakapan dalam melakukan pengadaan.
g. Partisipasi masyarakat
Semua pihak dapat melaporkan kepada inspektorat atas
Jumlah Responden 50 100% Bidang Tugas - Inspektorat
i. Inspektorat j. Auditor k. Perencanaan Audit l. Pengawasan
3 5 1 1
30%50%10%10%
Jumlah 10 100% - Vendor
k. Ardin l. Inkindo m. Akaindo n. Gapensi o. Pengusaha
2 1 2 1 4
20%10%20%10%40%
Jumlah 10 - LPSE
f. Staf sekertariat LPSE g. LPSE UNEM h. LPSE-Helpdesk i. Verifikator j. Verifikator (UNEM) k. LPSE UNHAS
3 2 2 1 1 1
30%20%20%10%10%10%
Jumlah 10 - ULP
b. Panitia Kota c. Panitia UNHAS d. ULP UNEM
2 7 1
20%70%10%
Jumlah 10 100% - LSM
j. Yapedra k. LSM Adovakasi l. Perak Institute m. Implementasi Hasil Program n. Staf Administrasi o. Fasilitator
4 1 1 2 1 1
30%10%10%20%10%10%
Jumlah 10 100% Demografi (total responden) Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
38 12
76%24%
79
Jumlah 50 100%
Dari gambaran demografi responden dapat dikatakan bahwa responden
dari setiap stakeholder terlihat beragam dari bidang tugas masing-masing, hal ini
sesuai dengan harapan peneliti bahwa ada keragaman responden sehingga dapat
mencirikan kondisi masing-masing stakeholder.
4.5.2 Kualitas Pengukuran
Suatu riset memiliki hasil yang dapat dipertanggungjawaban jika dalam
proses pengumpulan data dilakukan dengan benar serta instrumen yang digunakan
dalam riset benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pengembangan instrumen yang digunakan dalam riset ini didasarkan pada 4 pilar
e-procurement dari OECD (lihat Bab III).
Validitas dan reliabilitas instrumen merupakan poin penting dalam suatu
riset. Instruemen yang valid dan reliable memberikan jaminan bahwa setiap
variabel yang diujikan telah meggunakan pengukuran yang tepat. Validitas
menunjukkan sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya atau dengan kata lain validitas menunjukkan seberapa
nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan
reliabilitas merupakan suatu pengukur yang menunjukkan stabilitas dan
konsistensi pengukurannya. Suatu pengukur dikatakan reliable jika dapat
dipercaya yaitu mengukur subjek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda.
Berikut ini akan dipaparkan hasil pengujian setiap instrumen (alat ukur)
dari setiap stakeholder yang diteliti:
Nama Instrumen dari setiap Stakeholder Reliabilitas Validitas Cronbach
Alpha Component
Analysis Inspektorat: - Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding - Degree of Accsess to Information - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi - Partisipasi Masyarakat
0.890 0.855 0.926 0.808 0.913
0.764 0.663 0.898 0.718 0.720
Vendor: - Pemahaman Legal
0.828
0.942
80
- Resolusi Konflik - Etika Pengadaan - Keterbukaan Informasi - Kesempatan UMKM & Koperasi - Keterbukaan Proses Pengadaan - Partisipasi
0.834 0.895 0.609 0.923 0.692 0.915
0.910 0.866 0.868 0.919 0.969 0.837
Lanjutan tabel 2 ULP: - Keefektifan Pengadaan - Eksistensi Pengembangan - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol - Effisiensi Mekanisme Sanggahan & Banding - Akses Informasi - Kode Etik dan Ukuran anti korupsi - Partisipasi Publik
Hasil pengujian item instrumen dari semua instrumen yang digunakan
untuk semua stakehoder menunjukkan bahwa semua instrumen adalah valid dan
reliable karena sebagian besar angka pengujian telah berada di atas nilai 0,60
kecuali instrumen Keefektifan pengadaan (ULP) yang memiliki angka negatif,
namun secara keseluruhan instrumen-instrumen yg digunakan untuk mengukur
need assesment ULP adalah akurat sehingga tetap dapat digunakan dalam proses
analisis data berikutnya, namun untuk riset mendatang sebaiknya instrumen ini
diperbaiki sebelum digunakan.
4.5.3 Analisis dan Pembahasan
4.5.3.1. Inspektorat
Analisis data untuk inspektorat lebih dititkberatkan pada kesiapan
inspektorat dalam mengantisipasi pemeriksaan proses pengadaan barang dan atau
81
jasa setelah penerapan pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil
analisis akan memberi jawaban apakah Inspektorat telah memahami Perpres 54
tahun 2010 berkaitan dengan proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau jasa
berbasis elektronik atau tidak Analisis data akan didasarkan pada instrumen-
instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:
- Sistem Audit dan Pengendalian yang Efektif (SAPE) - Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) - Degree of Accsess to Information (DAI) - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) - Partisipasi Masyarakat (PM).
Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan Inspektorat dalam proses pemeriksaan pengadaan barang dan atau
jasa berbasis elektronik.
Tabel 4.5.1 Deskriftif Statistik Inspektorat
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation SAPE 10 3.6000 4.8000 4.330000E0 .3987480 EMSB 10 3.5000 5.0000 4.233333E0 .4172218 DAI 10 3.3333 5.0000 4.383333E0 .4862302 KEUAK 10 3.4286 5.0000 4.300000E0 .4877175 PM 10 3.5714 5.0000 4.457143E0 .5504072 Valid N (listwise)
10
Hasil di atas menunjukkan bahwa Sistem Audit dan Pengendalian yang
Efektif (SAPE) merupakan faktor penting dalam menunjang pekerjaan inspektorat
dalam proses pemeriksaan. Responden setuju bahwa sistem audit yang tepat dapat
berdampak pada efektifitas pemeriksaan, hal ini ditunjukkan melalui nilai rata-
rata 4,33 (setuju). Angka 4,33 di atas mengindikasikan semua responden setuju
bahwa kerangka hukum yang dapat menjadi acuan dalam proses audit pengadaan
atau jasa dapat membantu proses audit yang lebih efektif begitu juga dengan
ketersediaan regulasi yang berkaitan proses pengawasan internal dapat
meningkatkan kualitas pengawasan dalam proses pengadaan barang atau jasa.
Selain itu komitmen pimpinan dalam mengupayakan transparansi dalam proses
pemeriksaan audit untuk menghilangkan korupsi dalam proses pengadaan barang
82
atau jasa juga sangat diperlukan terutama untuk menindaklanjuti temuan dalam
pemeriksaan serta ketersediaan pembagian kerja yang jelas antar lembaga
pengawas dalam proses pengawasan pengadaan barang dan atau jasa .
Pemaparan di atas diperkuat dengan hasil wawancara dari 10 responden
(100%) menyatakan bahwa sudah terdapat aturan-aturan yang berkaitan
pengendalian internal, namun masih terdapat hambatan dalam implementasinya.
Hal ini dapat dilihat dari hasil temuan berikut ini:
Peraturan berkaitan pengendalian internal
: Semua (100%) responden menjawab bahwa sudah terdapat aturan yang berkaitan dengan pengendalian internal, seperti: PP 60 tahun 2008, Perwali mengenai SPI, Peraturan tentang Pemisahan Fungsi dan Pembagian Kerja, . Peraturan tentang Inspektorat dan audit, Kerpres 80 2003 dan Permendagri 17 2006 serta Perpres 54.
Hambatan dalam penerapan
: - Tahap sosialisasi blm bisa dipastikan waktunya - Bimbingan teknis masih diperlukan --> tahap sosialisasi - Kebijakan dalam pelaksanaan - kurangnya SDM yang menguasai pekerjaan - Masalah indepedensi dan Komitmen Pimpinan - Ketidaktahuan pelaksana pengadaan barang dan jasa dengan
peraturan baru. - Masih kurang sosialisasi tentang peraturan yang baru (perpers 54
2010) - penjabaran PP masih dalam penggodokan, penerapan uraian tugas
yg rinci masih dalam penggodokan Jalan Keluar - Aturan hrs ditegakkan
- Bimbingan teknis kerjasama dgn BPK - Memaksimalkan pegawai yang ada dengan pengetahuan yang
dimiliki - Sosialisasi segera dilaksnakan - Harus segera terbit aturannya/penjabaran dari peraturan terkait
- Penjabaran PP 60 thn 2008 melalui Instruksi Presiden dan MOU BPKP sebagai Pembina
- Standar operasional prosedur Saran - Tidak perlu buat aturan yang baru tapi tingkatkan sosialisasi
undang-undang yg sudah ada. - SPI dilakukan dengan konsisten - harus ada pemisahan fungsi yang jelas diantara lembaga
pengawas sehingga tidak ada tumpang tindih fungsi Sumber: Data diolah dari hasil wawancara
Temuan lain mengungkapkan bahwa proses pengawasan internal sudah
sering dilakukan dan setiap temuan yang ditemukan pada saat pemeriksaan perlu
83
untuk ditindak-lanjuti sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi
dalam proses pengadaan barang atau jasa.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Seberapa seringkah pengawasan internal perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa
sering 10 org 100%
2. Berapa kali pengawasan internal harus dilakukan dalam setahun?
4 x setahun 3 x setahun
9 org 1 org
90% 10%
3. apakah setiap temuan audit perlu ditindaklanjuti?
Perlu 10 org 100%
Hasil temuan mengenai Effisiensi Mekanisme Sanggahan dan Banding
(EMSB) menunjukkan bahwa sanggah dan banding merupakan salah satu cara
untuk memberi ruang bagi para vendor untuk mendapatkan transparansi dalam
proses penunjukkan pemenang lelang. Hal ini dapat dilihat dari pendapat
responden terhadappertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Effisiensi
Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) mengindikasikan bahwa para
responden setuju (nilai rata-rata 4,23) bahwa regulasi dan standarisasi tentang
sanggahan dan banding diperlukan untuk mengatur pihak-pihak yang
bertanggungjawab atas sanggahan yang diajukan, hal ini ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas sanggahan dan banding yang harus
ditanggapi , selain itu pengawasan juga perlu dilakukan terhadap perusahaan -
perusahaan yang lolos seleksi pengadaan barang dan atau jasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden (100%) menjawab
sudah ada aturan berkaitan dengan mekanisme sanggahan dan banding yang diatur
dalam Kerpres 80 dan Kemendagri 17 yaitu satu minggu setelah penetapan
pemenang, rekanan yang kalah berhak mengajukan banding. Hal di atas
menunjukkan bahwa responden telah memahami aturan-aturan yang ada berkaitan
dengan sanggahan dan banding, yang lebih penting adalah pengawasan perlu
dilakukan dalam proses sanggahan dan banding untuk memberi jaminan bahwa
proses penunjukkan pemenang maupun proses pengajuan dan pemberian jawaban
84
atas sanggah dan banding benar-benar telah dilakukan dengan transparan dan
akuntabel.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Sudah adakah mekanisme pengajuan sanggahan dan banding dalam proses pengadaan barang atau jasa
Ada 10 org 100%
2. Siapakah yang seharusnya bertanggungjawab dalam menjawab setiap sanggahan yang disampaikan?
Panitia/ULP 10 org 100%
3. Apakah diperlukan suatu mekanisme yang baku berkaitan dengan mekanisme sanggahan dan banding yang diajukan?
Perlu 10 org 100%
Dari temuan diatas menunjukkan bahwa masih diperlukan aturan yang
baku dalam proses pemeriksaan yang berkaitan dengan sanggahan dan banding,
karena belum ada aturan yang jelas berkenaan dengan hal tersebut.
Kemampuan akses informasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa
atau Degree of Accsess to Information (DAI) menunjukkan bahwa e-procurement
membuat pengawasan menjadi lebih mudah untuk mendeteksi penentuan jadwal
waktu yang tidak realistis pada saat rencana pengadaan barang atau jasa disusun.
Hasil temuan menunjukkan bahwa semua responden setuju (nilai rata-rata
4,38) bahwa penerapan e-procurement selain mempercepat akses informasi juga
mempermudah proses pemeriksaan dan pengawasan. Pengawasan dalam proses
pengadaan barang dan atau jasa sebaiknya tidak saja dilakukan oleh pemerintah
(Inspektorat, BPK, KPK) tetapi juga oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga
independen (seperti LSM). Masyarakat harus diberi partisipasi yang cukup untuk
melakukan pengawasan mengingat sumber daya pemerintah yang ada terbatas.
Ruang partisipasi dapat diberikan dalam bentuk kotak pengaduan atau layanan
pengaduan, agar tidak timbul pengaduan yang fiktif dari masyakarat maka setiap
aduan harus disertai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan agar dapat
ditindaklanjuti oleh lembaga pengawas pemerintah. Masyarakat atau lembaga
independen yang memberi laporan seharusnya mendapat jaminan keamanan
sehingga mereka tidak ragu memberi laporan yang sebenarnya.
85
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Apakah sudah tersedia lembaga-lembaga yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan berbagai indikasi korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa?
Ada 10 org 100%
2 Lembaga apa saja yang telah ada?
LSM & Lembaga Independen lainnya
10 org 100%
3. Bagaimana prosedur dan mekanisme pelaporannya?
- Website - Surat - SMS - Telpon - Layanan pengaduan
10 org 100%
4. Apakah perlu ada jaminan hukum bagi anggota masyarakat yang melaporkan indikasi korupsi dalam proses pengadaan barang atau jasa?
Perlu 10 org 100%
5. Bagaimana cara yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan lembaga-lembaga masyarakat guna memantau proses pengadaan barang dan atau jasa ?
- Menjahit partisipasi - Mengoptimalkan fungsi
pengawasan masyarakat - Ruang partisipasi
masyarakat sudah cukup dalam melakukan kontrol/ monitoring evaluasi.
- Pengawalan proses pengadaan
2 3 3
2
20% 30%
30%
20%
Temuan yang berkaitan dengan perlu atau tidaknya Kode Etik dan Ukuran
Anti Korupsi (KEUAK) juga menunjukkan bahwa semua responden (nilai rata-
rata 4,30) setuju bahwa perlu ada Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi yang
mengatur proses pengadaan barang dan atau jasa. Kode Etik dan Ukuran Anti
Korupsi diperlukan terutama untuk memverifikasi perusahaan-perusahaan yang
tidak memenuhi syarat yang diajukan ULP agar terhindar dari proses rekayasa
data perusahaan. Selain itu diperlukan juga sanksi yang jelas dan terstruktur bagi
individu atau perusahaan yang melakukan kejahatan dalam proses pengadaan
barang dan atau jasa terutama perusahaan yang melakukan rekayasa evaluasi
dokumen yang dilakukan pada dokumen lelang sehingga diperlukan regulasi yang
86
mengatur etika dan ukuran anti korupsi untuk menjamin terciptanya
akuntantabilitas dan transparansi dalam proses pengadaan barang atau jasa.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Apakah kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa diperlukan?
Perlu 10 org 100%
1. Apakah Peraturan perundangan pengadaan tentang barang dan atau jasa (Perpres 54/ 2010, PP 29/2000, PP No 8/2006, dll.) masih memungkinkan terjadinya rekayasa pemaketan pekerjaan
Ya 10 org 100%
2 Bentuk rekayasa pemaketan
yang bagaimana yang dapat terjadi?
- Negosiasi dengan vendor
- Komunikasi antara panitia & vendor
- Sifat pekerjaan yg sama tapi dipecah untuk menghindari lelang
- Memenangkan pihak tertentu
- Memperpendek masa penawaran & kurang publikasikan
2 org 2 org
2 org
2 org 2 org
20% 20% 20% 20% 20%
3. Apakah bentuk rekayasa tersebut dapat mengindikasikan terjadinya korupsi?
Ya 10 org 100%
Partisipasi Masyarakat (PM) merupakan komponen pentingnya dalam
proses pengadaan barang dan atau jasa, hal ini dapat dilihat beberapa pendapat
masyarakat yang setuju (nilai rata-rata 4,46) bahwa kontrol masyarakat terhadap
kebutuhan publik masih diperlukan untuk menghindari terjadinya perencanaan
pengadaan barang atau jasa yang diarahkan dan Pengawasan masyarakat
diperlukan untuk melaporkan berbagai tindakan korupsi dalam proses pengadaan
barang dan atau jasa. Namun disisi lain tersedianya lembaga-lembaga pengawasan
independen harus disertai dengan kerjasama yang baik diantara lembaga-lembaga
87
tersebut agar tujuan pengawasan yaitu adanya tindak lanjuti dari setiap laporan
yang disampaikan dapat tercapai.
4.5.3.2. LPSE
Analisis data untuk Lembaga Pengadaan barang dan atau jasa Secara
Elektronik (LPSE) lebih dititkberatkan pada kesiapan lembaga ini siap ataukah
tidak dalam pengimplementasi pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah LPSE telah memahami
Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa
berbasis elektronik atau tidak. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-
instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:
- Institusi Pengadaan Barang dan atau Jasa (IPBJ) - Effisiensi & Effektifitas Pengadaan Barang dan atauJasa (EEPBJ) - Sistem Audit, Efektifitas Pengendalian & Kode Etik (SAEPKE) - Peraturan Perundangan Formal (PPF).
Berikut ini adalah hasil statistik diskriptif yang menggambarkan kondisi
dan kesiapan LPSE dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik.
Tabel 4.5.2 Deskriftif Statistik LPSE
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation IPBJ 10 3.5000 4.8750 4.375000E0 .4409586 EEPBJ 10 2.0000 3.8000 2.980000E0 .5996295 SAEPKE 10 3.5000 5.0000 4.250000E0 .4714045 PPF 10 4.0000 5.0000 4.300000E0 .4830459 Valid N (listwise) 10
4.3.3. ULP
Analisis data untuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) lebih dititkberatkan
pada kesiapan lembaga ini siap ataukah tidak mempersiapkan diri
mengimplementasikan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.
Hasil analisis akan memberi jawaban apakah ULP telah memahami Perpres 54
tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
88
elektronik atau tidak. Selain itu analisis data juga diarahkan pada keefektifan
pengadaan dan kerjasama yang harmonis dengan Lembaga Pengadaan secara
elekstronik (LPSE) dalam menunjang terwujudnya proses pengadaan yang
transparansi dan akuntabel. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-
instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu:
- Keefektifan Pengadaan (KP) - Eksistensi Pengembangan Kapasitas Institusi (EPKI) - Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK) - Efisiensi Dari Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB) - Akses Informasi (AI) - Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) - Partisipasi Publik (PP)
Berikut ini adalah hasil analisis statistik diskriptif yang menggambarkan
kondisi dan kesiapan ULP dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
Hasil di atas menunjukkan bahwa Keefektifan Pengadaan (KP) merupakan
faktor penting dalam menunjang kelancaran pekerjaan di ULP sebagai bagian
yang bertanggung-jawab dalam membuat penawaran pengadaan barang dan atau
jasa. Responden setuju bahwa keberadaan LPSE mendorong keefektifan
89
pengadaan barang dan atau jasa publik, begitu pula adanya pengumuman
pengadaan barang dan jasa berbasis teknologi informasi mendorong akses publik
yang lebih luas dan mendorong tingkat persaingan sehat diantara para vendor, hal
ini ditunjukkan melalui nilai rata-rata 4,23 (setuju).
Angka 4,23 di atas mengindikasikan semua responden setuju bahwa
pengadaan barang dan atau jasa publik berbasis teknologi internet berdampak
pada efektifitas dalam proses pengadaan barang dan atau jasa publik karena bisa
mendapatkan barang yang berkualitas dengan harga yang kompetititf, transparansi
dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepitisme. Akses yang lebih luas memberi
peluang yang sama untuk semua vendor yang ada di seluruh Indonesia untuk ikut
serta berpartisipasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Keberadaan LPSE mendorong keefektifan pengadaan barang dan atau jasa publik.
Setuju Sangat setuju
6 org 4 org
60% 40%
2. Keefektifan pengadaan barang dan atau jasa dipengaruhi oleh Tingkat Persaingan Vendor.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
8 org 1 org 1 org
80% 10% 10%
3. Pengumuman pengadaan barang dan jasa yang terkait teknologi informasi mendorong akses publik yang lebih luas.
Setuju Sangat setuju
6 org 4 org
60% 40%
Pelaksanaan proses pengadaan barang dan atau jasa publik harus sesuai
dengan standar kualitas control. Untuk menunjang tercapainya kualitas kontrol
diperlukan evaluasi kinerja staf pada saat proses pengadaan barang dan atau jasa
publik, dengan demikian pengembangan kapasitas staf menjadi prioritas pada saat
proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa seluruh responden setuju (nilai
rata-rata 4,40) bahwa Eksistensi Pengembangan Kapasitas Institusi (EPKI)
merupakan hal penting dalam menunjang proses pengadaan barang dan atau jasa,
hal ini dapat dilihat dari semua staf ULP sudah memiliki sertifikat (L2). Namun
sayangnya semua responden tidak memahami standar peraturan pengadaan barang
dan atau jasa publik internasional, tetapi semua responden setuju bahwa mereka
perlu memahami/mengetahui peraturan-peraturan internasional jika suatu saat
90
pengadaan dan atau jasa publik melibatkan vendor dari luar negeri atau juga perlu
mendatangkan produk-produk dari luar negeri.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Apakah SDM yang sudah bersertifikasi pengadaan di ULP mendukung efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan atau jasa publik?
ya 10 100%
2. Apakah Bapak/ Ibu perlu mengetahui prinsip – prinsip pengadaan barang dan atau jasa publik?
Ya 10 100%
3. Apakah Bapak/ Ibu perlu mengikuti aturan – aturan yang terkait pengadaan dalam pelaksanaan pengadaan Barang dan atau Jasa publik?
Ya 10 100%
4. Apakah Bapak/ Ibu memahami standar peraturan pengadaan Barang dan atau Jasa publik internasional?
Tidak
10 100%
5. Apakah e-procurement mendorong efisiensi dalam pengadaan barang dan atau jasa publik?
Ya - Menghemat
angaran - Efisien & efektif
10 100%
Selain memahami aturan-aturan yang terkait dengan proses pengadaan
barang dan atau jasa seharusnya staf ULP juga diharapkan memiliki kemampuan
dalam menggunakan teknologi informasi, mengingat proses pengadaan barang
dan atau jasa sesuai Perpres 54 tahun 2010 mengharuskan seluruh proses
pengadaan barang dan atau jasa menggunakan teknologi informasi. Hal ini
disebakan karena proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik dapat
menghemat anggaran, selain itu juga lebih efektif karena proses lelang yang dapat
diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.
Di sisi lain untuk menunjang kinerja staf ULP seharusnya sistem reward
dan sanksi perlu diperhatikan, karena dengan pemberian reward yang memadai
akan mengungkit kinerja staf ULP dan sebaliknya jika melakukan kesalahan harus
diberi sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan. Aturan mengenai
sistem reward maupun sanksi belum diatur secara jelas, walaupun dalam pakta
integritas diatur mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan misalnya
tidak boleh KKN, tidak boleh menjanjikan pekerjaan pada siapapun dan harus
91
bekerja sesuai aturan yang berlaku. Namun hal-hal yang mengatur tentang reward
tidak diatur secara jelas dan sebaliknya hal-hal yang berkaitan dengan sanksi telah
diatur termasuk konsekuensi jika terbukti melakukan kesalahan, misalnya
dipenjara jika terbukti bersalah.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui pakta integritas?
ya 10 100%
2. Apakah Bapak/Ibu pernah menandatangani pakta integritas?
Ya 10 100%
3. Apa isi pakta integritas yang pernah Bapak/Ibu tandatangani? Antara lain:
- Tidak boleh melakukan KKN dan ada sanksi jika melanggar
- Tidak menjanjikan pekerjaan kepada siapapun
- Bekerja sesuai aturan dan ketetapan yg berlaku
10 100%
4. Apakah Bapak/ Ibu mengetahui konsekuensi dari menandatangani pakta integritas?
Ya Konsekuensinya adalah penjara jika terbukti melakukan kesalahan
10 100%
Untuk menunjang Sistem Audit dan Keefektifan Kontrol (SAKK), semua
responden setuju (nilai rata-rata 4,35) bahwa harus ada regulasi yang jelas
berkaitan dengan sistem pemeriksaan yang berkeadilan, juga sangat diperlukan
ketepatan waktu informasi dalam proses pemeriksaan (audit) selain sistem
pengendalian internal yang akurat, teruji dan dapat dipercaya sehingga dapat
mengukur kinerja audit yang sebenarnya.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Regulasi internal audit ULP sesuai dengan peraturan – peraturan pemerintah yang terkait dengan audit.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 5 org 1 org
40% 50% 10%
2. Sistem pengendalian internal dapat mengukur kinerja audit.
Setuju Sangat setuju cukup setuju
4 org 5 org 1 org
40% 50% 10%
3. Kecukupan dan ketepatan informasi yang tersedia diperlukan untuk mendukung kualitas audit.
Setuju Sangat setuju
5 org 5 org
50% 50%
92
Sebagai lembaga yang menyiapkan dan menyelenggarakan pengadaan
barang dan jasa, tentunya ULP juga ikut bertanggungjawab pada saat ada vendor
yang tidak puas dengan pengumuman pemilihan vendor yang memenangkan suatu
produk tender tertentu. Hal ini dapat dilihat bahwa semua responden setuju (nilai
rata-rata 4,27) bahwa Efisiensi Dari Mekanisme Sanggahan dan Banding (EMSB)
hanya dapat tercapai jika informasi syarat - syarat pengadaan dan sistem
pengendalian tersedia untuk meningkatkan kepatuhan pelaksanaan pengadaan
barang dan atau jasa publik, begitu pula diperlukan ketepatan waktu informasi
untuk mendukung sistem review sanggahan dan banding.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Perlunya informasi syarat - syarat pengadaan dan sistem pengendalian untuk meningkatkan kepatuhan pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa publik.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
3 org 6org 1 org
40% 50% 10%
2. Ketepatan waktu informasi diperlukan untuk mendukung system review sanggahan dan banding.
Setuju Sangat setuju
4 org 6 org
40% 60%
3. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan sanggahan atau banding? Yang pernah mendapat sanggahan? Yang pernah mendapatkan banding?
Tidak Ya Sanggahan Banding
8 org 2 org 2 org 1 org
80% 20%
Akses Informasi (AI) sangat diperlukan dalam proses pengadaan barang
dan atau jasa publik berbasis publik karena kelengkapan dan kecukupan informasi
membantu penyedia (vendor) dalam mengikuti proses lelang. Publikasi informasi
tentang tata cara mengikuti proses tender berbasis elektronik baik melalui media
cetak maupun media elektronik bertujuan untuk memudahkan akses pengadaan
barang dan atau jasa publik dengan lebih mudah dan murah.
Temuan riset mengungkapkan bahwa semua responden setuju (nilai rata-
rata 4,39) bahwa diperlukan standar kecukupan informasi dalam pelaksanaan
pengadaan barang dan atau jasa serta perlu disediakan payung hukum yang terkait
dengan publikasi informasi pengadaan publik tersebut karena ketersediaan payung
hukum dapat menjamin terlaksananya e-procurement yang transparan dan dapat
mempermudah vendor untuk mengakses informasi dan memasukkan dokumen
93
penawaran sesuai waktu yang telah ditentukan, selain itu e-procurement juga
memungkinkan terjadinya kompetisi yang lebih luas bagi calon penyedia (vendor)
barang dan atau jasa publik. Beberapa pendapat terkait dengan hal tersebut dapat
dilihat berikut ini:
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Perlunya publikasi informasi dengan media TI untuk memudahkan akses informasi pengadaan lebih mudah dan murah.
Setuju Sangat setuju
5 org 5org
50% 50%
2. Perlunya standar kecukupan informasi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa.
Setuju Sangat setuju
6 org 4 org
60% 40%
3. Dukungan E – Procurement untuk mendukung pengawasan internal diperlukan untuk mengidentifikasi jangka waktu pengumuman yang terlalu singkat sehingga memungkinkan semua perusahaan dapat terlibat dalam proses pengadaan.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
7 org 2 org 1 org
70% 20% 10%
4. E - Procurement memungkinkan terjadinya kompetisi yang lebih luas bagi calon penyedia barang dan atau jasa.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 5 org 1 org
40% 50 % 10%
Kode Etik dan Ukuran Anti Korupsi (KEUAK) mengindikasikan bahwa
harus ada kode etik yang mengatur proses pengadaan barang dan atau jasa untuk
mengatur lalu lintas pengadaan barang dan atau jasa. Semua responden setuju (
nilai rata-rata 4,35) bahwa kode etik dan ukuran anti korupsi diperlukan untuk
menjamin terciptanya akuntantabilitas, responsibilitas, sanksi bagi individu atau
perusahaan yang melakukan kejahatan atau ketidakpatuhan untuk menjamin tidak
terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pengadaan barang dan atau jasa.
E-procurement merupakan salah satu cara untuk mengurangi korupsi dalam
proses pengadaan barang dan jasa karena adanya transparansi, akuntabilitas dan
responsibilitas dalam pengadaan barang dan jasa.
94
Salah satu cara untuk menghindari terjadinya korupsi dapat dilakukan melalui
Verifikasi perusahaan – perusahaan yang tidak memenuhi syarat yang diajukan
ULP, hal ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya proses rekayasa data
perusahaan sehingga perusahaan yang dipilih dalam proses lelang adalah yang
benar-benar memiliki kualifikasi yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Selain itu pemeriksaan secara random perlu juga dilakukan untuk memastikan
kualitas barang dan atau jasa secara keseluruhan dapat dipertanggungjawabkan.
Hasil temuan berikut ini memberi informasi bahwa responden setuju
bahwa perlu dibuatkan kode etik dan ukuran anti korupsi agar proses pengadaan
barang dan atau jasa betul-betul bebas KKN.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Perlunya kerangka hukum procurement dalam kode etik.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 4 org 2 org
40% 40% 20%
2. Perlunya regulasi hukum Procurement dalam kode etik.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
6 org 3 org 1 org
60% 30% 10%
3. Verifikasi perusahaan – perusahaan yang tidak memenuhi syarat yang diajukan ULP perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya proses rekayasa data perusahaan.
Setuju Sangat setuju
7 org 3 org
70% 30%
4. E – Procurement mendukung penegakan kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa publik.
Setuju Sangat setuju
7 org 3 org
70% 30%
5. Mekanisme pelaporan kejahatan, korupsi atau perilaku tidak etis mendukung antikorupsi dalam pengadaan Barang dan atau Jasa publik.
Setuju Sangat setuju
7 org 3 org
70% 30%
Responden juga sependapat bahwa Partisipasi Publik (PP) merupakan
salah satu wadah untuk melakukan pemantauan dalam proses pengadaan barang
dan atau jasa. Pemantauan atau pengawasan yang dilakukan terhadap ULP
memungkinkan ULP menawarkan pengadaan yang betul-betuk dibutuhkan oleh
masyarakat. Pengadaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan
berdampak pada peningkatan pelayanan publik. Semua responden cukup setuju
95
bahwa ( nilai rata-rata 3,38) pemerintah daerah perlu memberikan ruang bagi
pemantauan publik, sehingga kualitas pengadaan benar-benar dapat tercapai.
Sinergi di antara para lembaga pengawas independen ini sangat diperlukan
sehingga hasil pemantauan betul-betul merupakan temuan (disertai bukti-bukti
yang valid) bukan sekedar mengada-ada untuk memenuhi kehendak donatur
(penyandang dana) dari lembaga pemantau. Agar tercipta koordinasi yang baik di
antara para lembaga pengawas dengan pemerintah maka pemerintah perlu
memberikan kemudahan akses informasi berkaitan dengan pengadaan barang dan
atau jasa kepada pihak pemantau.
Ruang publik yang tersedia serta komunikasi yang baik diantara lembaga
pemantau dengan pemerintah akan menciptakan suasana harmonis yang saling
menunjang kerjasama diantara lembaga pemantau dengan pemerintah. Lembaga
pemantau tidak hanya melakukan pengawasan tetapi juga dapat memberikan
masukan tentang kebutuhan-kebutuhan masyarakat terkait dengan pengadaan
barang dan atau jasa sehingga pengadaan yang dilakukan benar-benar dapat
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
4.3.4. Vendor
Analisis data untuk penyedia (vendor) lebih dititkberatkan pada kesiapan
vendor untuk melakukan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik. Hasil analisis akan memberi jawaban apakah Vendor telah memahami
Perpres 54 tahun 2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa
berbasis elektronik atau tidak. Selain itu analisis data juga diarahkan pada
kebutuhan vendor menghadapi proses pengadaan barang dan atau jasa serta
kesempatan dan kelebihan dari sistem elektronik yang digunakan. Analisis data
akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan dalam proses
pengumpulan data yaitu:
- Pemahaman Legal (PL) - Resolusi Konflik (RK) - Etika Pengadaan (EP) - Keterbukaan informasi (KI) - Kesempatan untuk UMKM dan koperasi (KUMKMK)
96
- Keterbukaan proses pengadaan (KPP) - Partisipasi Masyarakat (PM)
Berikut ini adalah hasil analisis statistik diskriptif yang menggambarkan
kondisi dan kesiapan LPSE dalam proses pengadaan barang dan atau jasa
berbasis elektronik.
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Hasil di atas menunjukkan bahwa pemahaman legal merupakan salah
syarat mutlak seorang vendor dapat berpartisipasi dalam proses pengadaan barang
dan atau jasa. Seorang vendor hanya dapat mengikuti tender berbasis elektronik
jika paham dengan benar aturan-aturan yang berlaku dalam proses pengadaan
seperti Perpres 54 tahun 2010 dan aturan-aturan perpajakan, karena dengan
memahami aturan-aturan terkait seorang vendor dapat mengikuti prosedur
pengadaan dan keluar sebagai pemenang.
Semua responden setuju bahwa Pemahaman terhadap perpres 54 dan
perpajakan diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa
(nilai rata-rata 4,40) karena dengan memahami Perpres 54 tahun 2010 vendor
dapat mengikuti segala prosedur yang wajib dipatuhi oleh vendor dalam
pengadaan barang dan jasa, selain itu vendor juga dapat mengetahui sanksi yang
akan diterima jika kewajibannya tidak dipenuhi.
Vendor juga harus mengetahui aturan-aturan perpajakan berkaitan dengan
kewajibannya sebagai wajib pajak karena perusahaan yang bisa mengikuti lelang
adalah perusahaan yang memiliki NPWP dan tidak memiliki catatan buruk dalam
perpajakan (penggelapan pajak, dll), selain itu mengetahui aturan perpajakan akan
97
berdampak pada perusahaan yang dapat memenuhi kewajiban pajaknya dengan
benar. Berikut ini adalah jawaban responden terkait perlunya pemahaman legal
dalam proses pengadaan barang dan atau jasa
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Perlu Pemahaman terhadap perpres 54 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa
Setuju Sangat setuju
6 org 4 org
60% 40%
2. Pemahaman terhadap peraturan perpajakan diperlukan agar proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan perusahaan memenuhi kewajiban pajaknya.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 5 org 1 org
40% 50% 10%
3. Mengapa Pemahaman terhadap perpres 54 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa
Karena jika tdk paham, kita tdk dpt ikut serta dalam pelelangan, krn dlm perpres 54 sdh di atur semua proses tender
10 org
70% 30%
4. Pemahaman terhadap peraturan perpajakan diperlukan agar proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan perusahaan memenuhi kewajiban pajaknya.
dengan pahamnya peraturan perpajakan, perusahaan akan lbh mudah memenuhi kewajiban, jika perlu adakan sosialisasi kerjasama dgn asosiasi2
10 org 70% 30%
Penyelesaian konflik diantara para vendor maupun antara vendor dengan
pihak penyelenggara pengadaan barang dan atau jasa dapat diatasi melalui
pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Sistem pengadaan yang
membuka kompetisi yang sehat diantara para vendor karena memungkinkan
setiap vendor dapat menyediakan barang dan atau jasa yang berkualitas dengan
harga yang kompetitif. Selain itu e-procurement (pengadaan barang dan atau jasa
berbasis elektronik) juga dapat mengurangi sanggahan dan atau banding karena
vendor mendapatkan informasi yang memadai tentang mengapa perusahaannya
tidak dapat memenangkan pengadaan tertentu. Vendor memiliki tanggung jawab
yang tinggi terhadap pengadaan yang barang dan atau jasa ketika ditunjuk sebagai
penyedia karena kegagalan atau ketidakmampuan vendor pada saat tidak dapat
memenuhi kewajibannya akan dikenakan sanksi yang berat (seperti blacklist atau
98
membayar ganti kerugian). Beberapa hal di atas merupakan respon dari para
responden yang terangkum seperti sebagai berikut:
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Perlu Pemahaman terhadap perpres 54 diperlukan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa
Perlu 10 org 100%
2. Menurut Bpk/Ibu apakah perusahaan gagal memenuhi kewajibannya dalam proses pengadaan barang dan atau jasa perlu dikenakan sanksi
Ya 10 org 100%
3. Mengapa harus dikenakan sanksi
Supaya tdk melakukan kesalahan lagi dan ada efek jera (blacklist)
10 org
100%
4. Apakah perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban dalam proses pengadaan barang dan atau jasa perlu melakukan negosiasi baru dengan panitia pengadaan
- Ya - Tidak
5 org 5 org
50% 50%
5. Dalam kondisi bagaimanakah perusahaan dapat melakukan negosiasi?
- Jika secara penuh tidak dapat melakukan kewajibannya maka tdk perlu dilakukan negosiasi.
- Jika kegagalan sbg akibat adanya post major maka dpt dilakukan negosiasi ulang
10 org 100%
Etika Pengadaan (EP) merupakan hal yang juga diperhatikan oleh para vendor, dengan e-procurement perusahaan dapat terhindari dari terjadinya penunjukan langsung pemenang dan adanya kemungkinan perusahaan fiktif dengan demikian e-procurement mendukung penegakan kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa. Responden setuju (nilai-rata-rata 3,6) bahwa penegakan kode etik dalam pengadaan sangat penting dan perlu diperhatikan untuk terciptanya pengadaan yang bebas kolusi, korupsi dan nepotisme karena e-procurement membuka peluang yang sama kepada semua vendor untuk berkompetisi mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa, dan sebaliknya setiap kesalahan yang dilakukan oleh vendor akan dikenakan sanksi yang berat.
99
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Pemahaman pakta integritas merupakan upaya untuk menerapkan etika dalam proses pengadaan barang dan atau jasa
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 5 org 1 org
40% 50% 10%
2. e-procurement memberi kemudahan setiap vendor untuk mengikuti tender
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
3 org 5 org 2 org
30% 50% 20%
3. e-procurement mendukung penegakan kode etik dalam proses pengadaan barang dan atau jasa.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
3 org 2 org 5 org
30% 20% 50%
4. e-procurement dapat menghindari terjadinya penunjukan langsung pemenang dan adanya kemungkinan perusahaan fiktif
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
3 org 3 org 4 org
30% 30% 40%
5 Menurut Bpk/Ibu apakah pemahaman pakta integritas oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa dapat menjamin terlaksananya proses pengadaan barang dan atau jasa yang fair dan beretika?
Ya
10 org
100%
Peran informasi menjadi sangat penting dalam proses pengadaan barang
berbasis elektronik, kemudahan mengakses informasi mutlak diperlukan, namun
tidak semua responden setuju bahwa internet merupakan media yang paling
mudah untuk diakses. semua responden (100%) menjawab media informasi yang
paling mudah diakses adalah koran yaitu koran tempo dan sindu. Walaupun
terdapat 4 orang yang menjawab internet juga sebagai salah media informasi yang
mudah diakses tapi pilihan internet bukan pada pilihan pertama melainkan pilihan
kedua setelah koran sebagai media yang mudah diakses dan selebihnya
menyatakan bahwa internet merupakan media informasi yang sulit untuk diakses
dengan alasan karena pemahaman dan pengetahuan teknologi informasi mereka
yang sangat terbatas.
Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa implementasi e-procurement
tidak hanya dipersiapkan oleh penyelenggara (LPSE dan ULP) tetapi juga harus
melibatkan lembaga penyedia atau vendor. Vendor harus diminta untuk
mempersiapkan diri terutama kemampuan mereka untuk menggunakan teknologi
100
informasi serta kemampuan mereka untuk menggunakan website LPSE untuk
mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Vendor
seharusnya diberikan pelatihan maupun sosialisasi tentang proses pengadaan
barang dan jasa berbasis elektronik, sehingga mereka tdk terkendala dengan
pengetahuan yang terbatas mengenai teknologi informasi. Berikut ini merupakan
paparan responden tentang pendapat mereka mengenai kemudahan dan
keterbukaan informasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis
elektronik.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Bagaimana Bpk/Ibu mengetahui bahwa ada pengumuman pengadaan barang dan atau jasa dari suatu instansi pemerintah (pilihan bisa lebih dari 1)
Koran Internat
10 org 4 org
100% 40%
2. Menurut Bpk/Ibu dari berbagai media pengumuman pengadaan barang dan atau jasa di atas, manakah yang paling mudah untuk diakses
Koran (tempo dan sindu), karena mudah di dapat
10 org 100%
3. Menurut Bpk/Ibu dari berbagai media pengumuman pengadaan barang dan atau jasa di atas, manakah yang paling sulit untuk diakses
Internet, karena tidak tahu menggunakannya
8 org 80%
4. Dukungan teknologi informasi untuk mendukung pengawasan internal diperlukan untuk mengidentifikasi jangka waktu pengumuman yang terlalu singkat sehingga memungkinkan semua perusahaan dapat terlibat dalam proses pengadaan.
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
3 org 3 org 4 org
30% 30% 40%
5. Menurut Bpk/Ibu untuk mempermudah akses pengadaan barang dan atau jasa berbasis teknologi informasi diperlukan pelatihan khusus?
Ya 10 org 100%
Perpres 54 tahun 2010 juga mengatur tentang pengadaan barang dan atau
jasa bagi perusahaan kecil dan menengah, hal ini dimaksudkan untuk memberi
ruang yang sama bagi para vendor UKM untuk ikut berpartisipasi dalam proses
pengadaan barang dan atau jasa. Dengan keikutsertaan vendor UKM diharapkan
peluang usaha mereka tetap terjaga kelangsungannya dan mereka telah diberi
ruang yang sama dengan perusahaan besar dalam proses pengadaan barang dan
101
atau jasa. Responden setuju (nilai rata-rata 3,63) bahwa e-procurement memberi
kesempatan untuk UMKM dan koperasi mengikuti proses pengadaan barang dan
atau jasa serta Perpres 54 tahun 2010 memberi kejelasan tentang kesesuaian
kualifikasi dengan pekerjaan yang ditawarkan.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. e-procurement memberi kesempatan untuk UMKM dan koperasi mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 2 org 4 org
40% 20% 40%
2. Perpres 54/2010 memberi kejelasan tentang kesesuaian kualifikasi dengan pekerjaan yang ditawarkan
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 3 org 3 org
40% 30% 30%
3. Perpres 54/2010 memungkinkan semua perusahaan bersaing untuk mengikuti proses pengadaan barang dan atau jasa
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
4 org 1 org 5 org
40% 10% 50%
4. Menurut Bpk/ibu apakah Perpres 54/2011 memberi akses kepada vendor kecil untuk berpartisipasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa?
Ya
10 org 100%
e-procurement menjamin adanya keterbukan proses pengadaan barang
dan atau jasa karena dengan e-procurement semua informasi berkaitan dengan
proses pengadaan barang dan atau jasa harus disampaikan secara transparan dan
dapat diakses oleh siapa saja yang berkepentingan dalam proses pengadaan barang
dan atau jasa. Dengan adanya keterbukaan dalam proses pengadaan barang dan
atau jasa dengan sendirinya mengurangi adanya sanggahan maupun banding
karena adanya ketidakpuasan vendor atau penyedia pada saat proses lelang
berlangsung.
Responden cukup setuju (nilai rata-rata 3,40) bahwa keterbukaan
informasi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa memungkinkan terjadinya
transparansi dalam proses pengadaan barang dan atau jasa selama masing-masing
pihak (penyelenggara dan penyedia sama-sama memegang kode etik dan aturan-
aturan yang berlaku) .
102
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. e-procurement memungkinkan adanya keterbukaan dalam proses pengadaan barang dan atau jasa Pengumuman
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
3 org 5 org 2 org
50% 30% 20%
2. e-procurement dapat mengurangi sanggahan dan banding dalam proses pengadaan barang atau jasa
Setuju Sangat setuju Cukup setuju
1 org 5 org 4 org
10% 50% 40%
3. Menurut Bpk/Ibu perlukan Pemda mengumumkan rencana pengadaan tahunan ?
Ya (transparansi)
10 org 100%
4. Menurut Bpk/Ibu apakah pagu anggaran yang disampaikan sesuai dengan perhitungan pasar?
Ya Tidak (sebaiknya juga mempertimbangkan tingkat inflasi)
6 org 4 org
50% 50%
5. Menurut Bpk/Ibu apakah evaluasi terhadap harga pasar perlu dilakukan?
Ya Agar bidding rate lbh rasional
10 org 100%
Partisipasi masyakarat sebagai pemantau atau pengawas dalam proses
pengadaan barang dan atau jasa memberi dampak positif terhadap penyedia,
karena penyedia atau vendor akan bersungguh-sungguh menjalankan
kewajibannya dan memberikan produk yang telah disepakati dalam proses
pelelangan. Responden setuju (nilai rata-rata 3,8) bahwa kontrol masyarakat atau
lembaga-lembaga indenden terhadap kebutuhan publik masih diperlukan untuk
menghindari terjadinya perencanaan pengadaan barang atau jasa yang diarahkan
terhadap pihak-pihak tertentu.
Pengawasan masyarakat atau lembaga independen diperlukan untuk
melaporkan berbagai tindakan korupsi dalam proses pengadaan barang dan atau
jasa sehingga mempermudah pihak pemeriksa (inspektorat) proses tersebut.
laporan masyarakat yang disertai bukti yang valid harus ditindaklanjuti agar
transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan barang dan atau jasa tetap bisa
dicapai.
No Pertanyaan Jawaban Jumlah %
1. Perlu dibuat Lembaga-lembaga masyarakat untuk memantau proses pengadaan barang dan atau jasa
Sangat setuju Setuju Cukup setuju
1 org 4 org 5 org
10% 40% 50%
2. Kontrol masyarakat terhadap kebutuhan publik masih diperlukan untuk menghindari terjadinya
Sangat setuju Setuju
3 org 5 org
30% 50%
103
perencanaan pengadaan barang atau jasa yang diarahkan pada pihak tertentu
Cukup setuju 2 org 20%
3. Koordinasi antar lembaga pemantauan diperlukan agar tercipta suatu mekanisme pemantauan yang efektif dan handal
Sangat setuju Setuju Cukup setuju
3 org 6 org 1 org
30% 50% 20%
4. Pengaduan masyarakat berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa perlu untuk ditindaklanjuti dengan proses pemeriksaan
Sangat setuju Setuju Cukup setuju
5 org 3 org 2 org
50% 30% 20%
4.3.5. LSM
Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) atau lembaga independen lainnya
merupakan wadah yang penting dalam proses pengawasan pengadaan dan atau
jasa. Analisis data untuk LSM lebih dititkberatkan pada kesiapan LSM untuk
melakukan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik. Hasil
analisis akan memberi jawaban apakah LSM telah memahami Perpres 54 tahun
2010 berkaitan dengan proses pengadaan barang dan atau jasa berbasis elektronik
atau tidak. Selain itu analisis data ini juga diarahkan pada indepedensi LSM pada
saat melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan barang dan atau jasa
publik. Analisis data akan didasarkan pada instrumen-instrumen yang digunakan