Top Banner
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan mengenai ketebalan lapisan pada nata de coco dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata Kel Tinggi Media Awal (cm) Ketebalan Persentase Lapisan (%) 0 7 14 0 7 14 B1 2 0 0,3 cm 0,8 cm 0 15 40 B2 1,5 0 0,5 cm 0,6 cm 0 33,33 40 B3 2,9 0 0,3 cm 0,5 cm 0 10,34 17,24 B4 2 0 0,4 cm 0,5 cm 0 20 25 B5 1,5 0 0,5 cm 0,8 cm 0 33,33 53 Berdasarkan tabel pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa pada masing-masing kelompok dalam kloter B, diperoleh tinggi media awal, ketebalan, dan persentase lapisan yang berbeda-beda. Media awal tertinggi diperoleh kelompok B3 sebesar 2,9 cm sedangkan media awal terendah diproleh kelompok B2 dan B5 sebesar 1,5 cm. Pada hari ke-0, ketebalan dan persentase lapisan nata de coco yang dimiliki setiap kelompok masih belum terbentuk. Pada hari ke-7 inkubasi, nata de coco mulai terbentuk di mana kelompok dengan nata de coco paling tebal adalah kelompok B2 dan B5 sebesar 0,5 cm; sehingga dihasilkan persentase lapisan 1
22

NDC Stefany Gandasubrata 12.70.0125 B2

Sep 11, 2015

Download

Documents

James Gomez

Pada percobaan fermentasi Nata de Coco, peserta praktikum diharapkan mampu memahami prinsip pembuatan nata de coco,
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

1.HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai ketebalan lapisan pada nata de coco dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan NataKelTinggi Media Awal (cm)KetebalanPersentase Lapisan (%)

07140714

B1200,3 cm0,8 cm01540

B21,500,5 cm0,6 cm033,3340

B32,900,3 cm0,5 cm010,3417,24

B4200,4 cm0,5 cm02025

B51,500,5 cm0,8 cm033,3353

Berdasarkan tabel pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa pada masing-masing kelompok dalam kloter B, diperoleh tinggi media awal, ketebalan, dan persentase lapisan yang berbeda-beda. Media awal tertinggi diperoleh kelompok B3 sebesar 2,9 cm sedangkan media awal terendah diproleh kelompok B2 dan B5 sebesar 1,5 cm. Pada hari ke-0, ketebalan dan persentase lapisan nata de coco yang dimiliki setiap kelompok masih belum terbentuk. Pada hari ke-7 inkubasi, nata de coco mulai terbentuk di mana kelompok dengan nata de coco paling tebal adalah kelompok B2 dan B5 sebesar 0,5 cm; sehingga dihasilkan persentase lapisan sebesar 33,33% untuk kelompok B2 dan B5. Pada hari ke-14 inkubasi, nata de coco menunjukkan pertambahan ketebalan, di mana kelompok yang menghasilkan nata de coco paling tebal adalah kelompok B1 dan B5 yang sama-sama menghasilkan 0,8 cm; sehingga diperoleh persentase lapisan sebesar 40% untuk kelompok B1 dan B2 serta 53% untuk kelompok B5.16

15

2.PEMBAHASAN

Nata de coco didefinisikan sebagai krim yang berasal dari air kelapa. Biakan murni Bakteri jenis Acetobacter xylinum merupakan mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan nata de coco. Ciri-ciri makanan ini adalah berbentuk padat dan kokoh, berwarna putih dan transparan, bertekstur kenyal, serta memiliki rasa mirip kolang-kaling. Pembuatan nata de coco dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan gula dalam substrat, pH, dan suhu (Palungkun, 1996). Mekanisme pembentukan nata terjadi melalui proses pengambilan glukosa dari larutan gula yang terdapat pada bahan oleh sel-sel bakteri Acetobacter xylinum, di mana glukosa tersebut selanjutnya digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel (Rahman, 1992).

2.1.Pembuatan Nata de CocoPada praktikum Teknologi Fermentasi kali ini, dilakukan pembuatan nata de coco melalui fermentasi air kelapa dengan penambahan gula dan urea. Tujuan penambahan gula ke dalam air kelapa adalah karena gula merupakan salah satu sumber karbon organik yang dibutuhkan bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum untuk menghasilkan tenunan selulosa. Sementara itu, tujuan penambahan urea atau amonium fosfat adalah karena urea merupakan salah satu sumber nitrogen organik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Asam asetat glasial juga ikut ditambahkan pada pembuatan nata de coco karena sifat asamnya yang dapat membantu pencapaian pH optimum bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum, yaitu antara 4 hingga 4,5. Proses pembuatan nata de coco terbagi menjadi dua tahap yaitu pembuatan media dan fermentasi (Awang, 1991).

2.1.1.Pembuatan MediaMula-mula, sebanyak 1000 ml air kelapa tua disaring dengan kain saring untuk memisahkan substrat dari kotoran yang ada. Lalu, air kelapa yang sudah terbebas dari kotoran dipanaskan. Tujuan dilakukannya pemanasan ini, menurut Palungkun (1992), adalah untuk membunuh mikroba yang dapat mengkontaminasi nata de coco yang akan dihasilkan, di mana mikroba ini dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum dalam mengkonversi gula menjadi selulosa secara langsung maupun tidak langsung. Gula sebanyak 10% dari berat air kelapa atau sebanyak 100 gram kemudian ditambahkan dan diaduk hingga larut. Berat gula yang ditambahkan ini sesuai dengan teori Sunarso (1982) yang menyatakan bahwa konsentrasi optimum gula yang seharusnya ditambahkan pada 100 ml substrat adalah sebanyak 10 gram. Astawan & Astawan (1991) menambahkan bahwa tujuan pemanasan juga adalah untuk melarutkan gula di samping mengeleminasi mikroba yang tidak diinginkan. Gula yang terlarut dengan optimal akan dengan mudah diserap oleh Acetobacter xylinum sehingga terbentuk selaput tebal di permukaan larutan yang menandakan pembentukan nata berhasil. Proses pemasakan air kelapa tua bersama gula dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Proses Pemasakan Air Kelapa Tua Bersama Gula Pasir

Langkah selanjutnya, sebanyak 0,5% ammonium sulfat atau 5 gram ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk sampai rata. Tujuan penambahan senyawa kimia ini, menurut Pambayun (2002), adalah sebagai sumber nitrogen yang dapat membantu pertumbuhan aktivitas bakteri pembentuk nata. Namun, sebenarnya akan terlebih baik apabila digunakan sumber nitrogen ammonium fosfat (ZA). Hal ini disebabkan karena ZA dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter acesi yang merupakan bakteri pesaing Acetobacter xylinum. Di samping itu, Atlas (1984) menambahkan bahwa penambahan urea juga berguna untuk membantu tercapainya pH optimum awal pada substrat fermentasi. Pada kisaran pH ini, asam ketoglukonat diubah menjadi selulosa sebagai bentuk proses fermentasi air kelapa menjadi nata. Proses penambahan amonium sulfat sebagai sumber urea dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Proses Penambahan Ammonium Sulfat sebagai Sumber Urea

Usai ditambah dengan ammonium sulfat, larutan kelapa tua ini kemudian ditambahkan dengan asam cuka glasial hingga pH-nya mencapai kisaran 4 hingga 5. Pengecekan pH dilakukan dengan menggunakan alat pH-meter. Menurut Rahman (1992), penambahan asam cuka glasial ini bertujuan untuk mengkondisikan lingkungan Acetobacter xylinum menjadi asam, di mana bakteri ini akan tumbuh dengan optimum pada pH rendah tepatnya pada pH 4,3. Proses penambahan asam cuka glasial dan pengecekan pH dapat dilihat pada gambar 3 dan 4 di bawah ini.

Gambar 3. Proses Penambahan Asam Cuka Glasial

Gambar 4. Proses Pengecekan pH dengan Alat pH-meter

Setelah mencapai pH yang diinginkan, larutan kemudian disaring untuk memisahkan kotoran yang masih terkandung dalam air kelapa tua. Air kelapa yang telah steril kemudian siap untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Proses penyaringan air kelapa dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Proses Penyaringan Air Kelapa Tua

2.1.2.FermentasiMedia yang telah dibuat melalui langkah-langkah di atas berikutnya diambil sebanyak 100 ml dan dimasukkan ke dalam wadah plastik bersih yang telah disiapkan dan ditutup dengan rapat. Lalu, sebanyak 10% atau 10 ml biang nata (starter) dimasukkan ke dalam wadah secara aseptis dan diaduk dengan lembut hingga homogen. Tujuan dilakukannya metode aseptis dalam percobaan ini, menurut Hadioetomo (1993), adalah untuk mencegah tercemarnya biakan murni, di mana biakan jenis ini hanya terdiri dari satu spesies tunggal. Kemudian, jumlah starter yang digunakan dalam praktikum ini sudah sesuai dengan teori Rahayu et al., (1993) yang menyatakan bahwa jumlah inokulum yang ditambahkan untuk membuat nata adalah sekitar 1 hingga 10%. Inokulum yang digunakan untuk proses fermentasi ini harus memiliki usia yang optimum atau tidak boleh terlalu tua. Apabila Acetobacter xylinum ditumbuhkan pada substrat yang mengandung gula, maka gula tersebut akan diubah menjadi selulosa. Selama proses fermentasi berlangsung, selulosa yang terbentuk ini akan terakumulasi secara ekstraseluler dalam bentuk follicle yang memiliki tekstur liat. Proses penambahan biang nata secara aseptis dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Proses Penambahan Biang Nata Secara Aseptis

Usai dilakukan penambahan biang nata, wadah tersebut ditutup dengan rapat dan dilapisi dengan kertas coklat untuk kemudian diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang. Tujuan penumbuhan bakteri pada suhu ruang ini, menurut Pambayun (2002) adalah karena suhu optimal bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum berada pada 28oC. Apabila suhu ini dinaikkan maupun diturunkan, maka dapat mengakibatkan pertumbuhan bakteri terhambat. Sementara itu, tujuan penutupan wadah dengan kertas coklat adalah untuk menghindari kerapatan yang terlalu tinggi sehingga oksigen masih bisa masuk. Hal ini disebabkan karena Acetobacter xylinum tergolong bakteri aerob yang membutuhkan oksigen dalam proses pertumbuhannya. Penutupan wadah dengan kertas coklat dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Penutupan Wadah dengan Kertas Coklat

Selama masa inkubasi, pada hari ke-0, ke-7, dan ke-14 dilakukan pengamatan terhadap lapisan di permukaan cairan dan ketebalan lapisan nata yang terbentuk sebagai hasil dari proses fermentasi. Persentase lapisan nata dihitung menggunakan rumus di bawah ini:

2.2.Hasil PercobaanMelalui tabel pengamatan, dapat dilihat bahwa tinggi awal media masing-masing kelompok dalam kloter B berbeda-beda. Kemudian setiap minggunya, masing-masing kelompok dalam kloter B mengalami kenaikan ketebalan nata de coco. Hal ini membuat persentase lapisan nata yang dihasilkan juga menunjukkan peningkatan. Pada hari ke-0, ketebalan dan persentase lapisan nata de coco yang dimiliki setiap kelompok masih belum terbentuk. Pada hari ke-7 inkubasi, nata de coco mulai terbentuk di mana kelompok dengan nata de coco paling tebal adalah kelompok B2 dan B5 sebesar 0,5 cm. Pada hari ke-14 inkubasi, nata de coco kembali menunjukkan pertambahan ketebalan, di mana kelompok yang menghasilkan nata de coco paling tebal adalah kelompok B1 dan B5 yang sama-sama menghasilkan 0,8 cm. Kelompok yang menunjukkan hasil yang ganjil adalah kelompok B1 dan B3, di mana tinggi media awal kedua kelompok berbeda (2 cm pada B1 dan 2,9 cm pada B2), namun dihasilkan ketebalan nata yang sama pada hari ke-7 inkubasi, yaitu sama-sama sebesar 0,3 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok B3, pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum selaku penghasil tenunan selulosa untuk nata de coco kurang optimal dibandingkan bakteri Acetobacter xylinum pada substrat kelompok B1. Kurang optimalnya pertumbuhan bakteri pembentuk nata ini, menurut Pambayun (2002), dapat disebabkan karena penutupan wadah tempat inkubasi kurang rapat sehingga mengakibatkan kontaminasi pada media. Selain itu, menurut Hadioetomo (1993), kejanggalan hasil ini juga dapat disebabkan oleh tercemarnya biakan murni, di mana biakan jenis ini hanya terdiri dari satu spesies tunggal yang menyebabkan proses fermentasi tidak berhasil. Seumahu et al., (2007) menambahkan bahwa nata de coco yang berkualitas baik merupakan nata yang memiliki ketebalan antara 1,5 hingga 2 cm. Padahal, ketebalan nata yang dihasilkan oleh kelompok B1 hingga B5 pada masa inkubasi hari ke-7 maupun ke-14 semuanya di bawah 1,5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas nata yang dihasilkan kurang baik.

Proses fermentasi nata de coco dapat dikatakan telah selesai dan berhasil apabila terdapat lapisan putih di bagian permukaan media (Rahman, 1992). Terbentuknya lapisan nata yang putih ini dihasilkan melalui pembentukan miofibril dengan memanfaatkan glukosa dalam substrat. Pembuatan nata yang berhasil ditunjukkan oleh terangkatnya nata ke atas cairan sebagai akibat dihasilkannya gas CO2 (Gunsalus & Staines, 1962). Namun, nata de coco yang dihasilkan dalam percobaan kloter B kali ini gagal karena tekstur yang dihasilkan oleh nata tidak liat atau terlalu lembek. Hal ini menandakan bahwa Acetobacter xylinum yang ditumbuhkan pada media yang mengandung gula tidak mampu mengubah gula tersebut menjadi selulosa yang kemudian diakumulasikan secara ekstraseluler dalam bentuk follicle yang liat secara sempurna (Rahayu et al., 1993). Arsatmodjo (1996) menambahkan bahwa seharusnya, nata membentuk tekstur yang kenyal dan bukan lembek karena adanya komponen serat atau selulosa. Apabila jumlah selulosa semakin banyak, maka tingkat kekenyalan dan ketebalan nata akan ikut meningkat, sehingga air yang menuju rongga-rongga selulosa juga menjadi semakin banyak dan teksturnya menjadi kenyal.

Kegagalan pembuatan nata de coco dalam percobaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya kontaminasi akibat penutupan wadah yang kurang rapat selama inkubasi, prosedur aseptis yang salah, maupun kurangnya sanitasi praktikan sehingga memungkinkan mikroorganisme lain masuk dan tumbuh (Hidayat dkk, 2006).

Berdasarkan jurnal pertama yang berjudul Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil Fermentasi Nata De Coco, dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian sumber nitrogen yang berbeda-beda pada pembuatan nata de coco, meliputi urea, ZA, amonium sulfat, dan ekstrak yeast. Jenis starter yang digunakan dalam penelitian ini adalah Acetobacter xylinum dan jenis asam yang digunakan adalah asam asetat glasial. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah yield, ketebalan, dan moisture content. Hasilnya, nata de coco berbahan dasar urea memiliki yield dan ketebalan terbaik. Hal ini disebabkan karena karena komposisi nitrogen di dalam urea paling besar, sehingga urea memberi kontribusi nitrogen yang lebih banyak dibandingkan sumber nitrogen lainnya sehingga selulosa yang terbentuk dalam layer juga memberikan hasil yang lebih besar (Hamad & Kristiono, 2013).

Melalui jurnal kedua yang berjudul Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose atau yang berarti Sifat Fisikokimiawi dan Karakterisasi Nata de Coco dari Industri Pangan Lokal sebagai Sumber Selulosa, diadakan penelitian mengenai isolasi selulosa murni dari nata de coco yang dimurnikan, diekstrak, dan dikarakterisasi. Pengisolasian selulosa murni dari bakteri Acetobacter xylinum sangat bermanfaat untuk diaplikasikan pada membran suara, paper elektronik, hydrogel, serta berbagai kepentingan medis seperti plester luka, subsitusi kulit, dan perangkat prostetik vaskular. Penelitian ini dilakukan menggunakan alat spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) untuk merekam spektra infrared sampel selulosa yang diisolasi dari nata de coco, serta alat Thermogravimetric Analysis (TGA) untuk membandingkan tingkat kemiripan karakteristik sampel dengan karakteristik selulosa murni. Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa selulosa bakteri yang diisolasi dari nata de coco sangat cocok untuk digunakan bagi penelitian yang membutuhkan selulosa murni (Halib et al., 2012).

Berdasarkan jurnal ketiga yang berjudul Effects Of Health Food from Cereal and Nata De Coco on Serum Lipids in Human atau yang dalam Bahasa Indonesia berarti Efek Makanan Sehat dari Sereal dan Nata de Coco terhadap Serum Lemak Manusia, dilakukan investigasi mengenai pengaruh pemberian nata de coco kepada sebanyak 22 pasien penderita hyperlipidemia (penyakit kelebihan konsentrasi lemak di dalam darah) dalam menurunkan total kolesterol, total trigliserida, dan total kolesterol LDL (low density lipoprotein). Penelitian ini terbagi menjadi 2 periode waktu, yaitu 4 minggu kontrol (tidak disuplementasikan nata de coco) dan 20 minggu suplementasi nata de coco. Hasil menunjukkan bahwa selama periode kontrol, tidak terjadi perubahan terhadap kandungan lemak serum pada pasien. Namun, pada minggu ke-0, 4, 8, dan 16 periode suplementasi, terjadi perubahan signifikan terhadap total trigliserida dan kolesterol dalam darah pasien. Perubahan signifikan ini disebabkan karena nata de coco mengandung serat tidak larut yang tinggi sehingga terjadi pengurangan konsentrasi serum trigliserida pada penderita hyperlipidemia (Mesomya et al., 2006).

Melalui jurnal keempat yang berjudul The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation atau Dinamika Komunitas Bakteri Selama Fermentasi Nata de Coco Tradisional, diteliti mengenai dinamika komunitas bakteri selama proses fermentasi nata de coco yang dipandang sering mengalami ketidak-konsistenan produksi. Hal ini disebabkan karena banyaknya varietas genetik mikroba yang berada dalam proses fermentasi ini. Penelitian ini dilakukan menggunakan alat Amplified 16S-rRNA (ARDRA) untuk meneliti keragaman bakteri yang ada melalui ekstraksi DNA. Bakteri-bakteri ini diambil dari media fermentasi nata de coco baik maupun buruk yang telah melalui masa inkubasi selama 6 hari. Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa dinamika populasi bakteri selama fermentasi nata de coco merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kualitas nata yang dihasilkan (Seumahu et al., 2007).

Berdasarkan jurnal terakhir yang berjudul Bacterial Cellulose Production and its Industrial Applications atau yang berarti Produksi Bakteri Selulosa dan Aplikasinya dalam Industri, dibahas mengenai berbagai kegunaan selulosa yang berasal dari mikroba bagi dunia science. Salah satu peran selulosa mikrobial adalah sebagai matriks penyusun bahan pangan nata de coco. Hal ini disebabkan karena selulosa bakterial memiliki tingkat kemurnian dan hidrofilisitas yang tinggi, berpotensi membentuk struktur, serta memiliki biokompatibilitas yang baik. Di samping itu, di dalam jurnal ini juga dibahas mengenai manfaat penting nata de coco yaitu memiliki efek menurunkan plasma kolesterol melalui penggunaan G.xylinus (Keshsk, 2014).

3.KESIMPULAN

Nata de coco merupakan makanan berbentuk padat dan kokoh, berwarna putih dan transparan, bertekstur kenyal, serta dihasilkan dari proses fermentasi bakteri Acetobacter xylinum pada substrat air kelapa tua. Keberhasilan pembuatan nata ditunjukkan oleh terangkatnya nata ke atas cairan sebagai akibat dihasilkannya gas CO2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan nata adalah kandungan gula dalam substrat, pH, dan suhu. Tujuan penambahan gula ke dalam air kelapa adalah karena gula merupakan salah satu sumber karbon organik yang dibutuhkan bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum untuk menghasilkan tenunan selulosa. Tujuan penambahan urea atau amonium fosfat adalah karena urea merupakan salah satu sumber nitrogen organik yang dibutuhkan dalam pertumbuhan Acetobacter xylinum. Tujuan penambahan asam asetat glasial adalah membantu pencapaian pH optimum bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum, yaitu antara 4 hingga 4,5. Proses inkubasi nata de coco dilakukan pada suhu ruang untuk memberikan kondisi optimum bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan Acetobacter xylinum. Apabila waktu inkubasi semakin lama, maka semakin tebal nata de coco yang diperoleh. Kegagalan pembentukan nata de coco pada percobaan ini disebabkan oleh kontaminasi akibat penutupan wadah yang kurang rapat selama inkubasi, prosedur aseptis yang salah, maupun kurangnya sanitasi praktikan.

Semarang, 7 Juli 2015Praktikan,Asisten Dosen,- Nies Mayangsari- Wulan Apriliana DewiStefany GandasubrataNIM 12.70.0125

4.DAFTAR PUSTAKA

Arsatmodjo, E. (1996). Formulasi Pembuatan Nata de Pina. IPB. Bogor. [Skripsi]

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R.M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Awang, S.A. (1991). Kelapa: Kajian Sosial-Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Gunsalus, I. C. & R. Y. Stainer. (1962). The Bacteri A. Treatise on Structure & Function. Academic Press.New York.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Halib, N.; Mohd, C.I.M.A. and Ishak, A. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana Journal 41(2) (2012): 205211.

Hamad, A & Kristiono. (2013). Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen terhadap Hasil Fermentasi Nata De Coco. Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal. 62-65.

Keshk, SMAS. (2014). Bacterial Cellulose Production and its Industrial Applications. Keshk, J Bioproces Biotechniq 2014, 4:2. Saudi Arabia.

Mesomya, W.; Varapat, P.; Surat, K.; Preeya, L.; Yaovadee, C.; Duangchan, H.; Pramote, T. and Plernchai, T. (2006). Effects of Health Food from Cereal and Nata De Coco on Serum Lipids in Human. Journal Science Technology 28(Suppl. 1): 23-28.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A (1992). Teknologi Fermentasi I, Penerbit Arcan, Jakarta.

Seumahu, C.A; Suwanto. A; Hadisusanto, D; dan Suhartono, M.T. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology Indonesia, Volume 1, Number 2. August 2007, p 65-68.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. UGM. Yogyakarta. [Skripsi]

5.LAMPIRAN

5.1.PerhitunganRumus:

Persentase Lapisan Nata = Kelompok B1

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 15 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40 % Kelompok B2

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33,33 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40 % Kelompok B3

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 10,34 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 17,24 % Kelompok B4

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 20 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 25 % Kelompok B5

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0 %

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33,33 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 53 %

5.2.Jurnal5.3.Laporan Sementara