Top Banner
Abstract Pantai Baru merupakan salah satu tujuan wisata pantai yang ada di Kecamatan srandakan, desa poncosari ,dusun ngentak, Kabupaten Bantul. Dengan adanya wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pantai Baru selain menguntungkan para pedagang kuliner yang berjualan juga menimbulkan efek lain yaitu masalah sampah sisa-sisa makanan dari para wisatawan. Masalah lain di kawasan Pantai Baru sendiri adalah banyaknya daun-daun cemara udang yang berguguran di kawasan pantai yang merusak kenyamanan dan keindahan pantai. Sampah daun-daun cemara udang kemudian dibakar, sedangkan sisa-sisa makanan dibiarkan hingga menyebabkan bau yang kurang sedap di sekitar kawasan Pantai Baru, yang mengakibatkan tercemarnya lingkungan dan memberikan suatu dampak yang kurang baik bagi lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk, 1.Mengurangi kuantitas sampah dan limbah yang di sebabkan oleh daun cemara udang di kawasan Pantai Baru, 2.Memanfaatkan limbah dan sampah daun cemara udang yang dihasilkan pada kawasan Pantai Baru menjadi kompos dan 3.Mengetahui variasi campuran bioactivator yang lebih efektif untuk mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kualitas kompos daun cemara udang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan proses pengomposan daun cemara udang di kawasan Pantai baru, mampu mengurangi volume timbulan sampah sebesar 77% dan mengurangi berat timbulan sampah sebesar 61%. Proses pengomposan daun cemara udang dengan dekomposer kotoran sapi dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas kompos, dilihat dari tercapainya kestabilan suhu dan C/N rasio. Pada kisaran variabel yang diteliti diperoleh hasil optimal pada saat perlakuan SD1 (3,5%) dengan perbandingan campuran bahan kompos 1:5 dan bioactivator diperlukan waktu pengomposan selama 31 hari, dengan rasio C/N sebesar 23,01. Pengolahan sampah akan memberikan perbaikan dalam kebersihan lingkungan di kawasan Pantai baru sebanyak 55% dan perbaikan pelayanan sampah sebanyak 65%. Pengolahan sampah akan memberikan manfaat positif sebanyak 80% tidak terjadinya penumpukan sampah dan sebanyak 20% memberikan edukasi kepada masyarakat Kawasan Pantai Baru. Pengolahan sampah selama ini di kawasan Pantai Baru belum sesuai dengan metode dan teknik pengolahan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sejarah: Diterima 10 Mei 2010 Diterima revisi 2 Juni 2010 Disetujui 2 Juli 2010 Tersedia online 1 Agustus 2010 Keywords: Pengomposan Kawasan Pantai Baru Zero Waste Daun Cemara Udang PENGOMPOSAN DAUN CEMARA UDANG SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KAWASAN ZERO WASTE DI PANTAI BARU KABUPATEN BANTUL Ahmad Darmawi 1 ,Arif Kusumawanto 2 ,Ria Millati 3 1 Magister Teknik Sistem, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 2 Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 3 Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada Korespondensi : [email protected] 1. Pendahuluan Lingkungan pantai merupakan suatu kawasan yang spesifik, dinamis, kaya keanekaragaman hayati dan banyak manfaatnya bagi masyarakat. Lingkungan pantai ini sangat potensial untuk dikembangkan baik sebagai kawasan wisata, budaya, pertanian, pertambangan, perikanan dan laboratorium alam bagi kepentingan ilmiah (Wibowo, 2011). Pantai Baru merupakan salah satu tujuan wisata pantai yang ada di Kecamatan Srandakan, desa Poncosari ,dusun Ngentak, Kabupaten Bantul. Secara astronomi keberadaan kacamatan srandakan terletak di 110 0 14’ 46” Bujur Timur dan 07 0 56’ 20” Lintang Selatan. Berdasarkan posisi geografisnya kecamatan srandakan terletak dibagian paling barat daya dari wilayah Kabupaten Bantul. Luas wilayah 18,32 km2, panjang pantai 4,5 km dengan ketinggian 2 – 7 dari permukaan laut. Selain menikmati alam pantai, pengunjung juga dapat menenikmati kuliner, aneka sajian ikan laut segar. Puluhan warung atau gazebo dengan masakan khas masing-masing siap melayani pengunjung. Daya tarik lainnya sebagai daerah pantai di Pantai Baru adalah pohon cemara udang (casuarina equisetifolia l) yang merindangi sepanjang pantai sehingga membuat suasana semakin teduh. Pohon cemara udang tahan terhadap garam, sehingga pohon ini digunakan sebagai pengendali erosi di daerah pantai (Irwanto ,2006). Manfaat lain sebagai bahan pulp, kayu perkakas, naungan / peneduh, tanaman hias, reklamasi lahan, dan memperbaiki tanah. Dengan adanya wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pantai Baru selain menguntungkan para pedagang kuliner yang berjualan juga menimbulkan efek lain yaitu masalah sampah sisa-sisa makanan dari para wisatawan. Masalah lain di kawasan Pantai Baru sendiri adalah banyaknya daun-daun cemara udang yang berguguran di kawasan pantai yang merusak kenyamanan dan keindahan pantai. Saat ini pengelolaan sampah dan limbah yang ditimbulkan dari sisa-sisa makanan dan daun-daun cemara udang yang berguguran hanya dikelola dengan cara ; kumpul – angkut – buang. Sampah daun-daun cemara udang kemudian dibakar, sedangkan sisa-sisa makanan dibiarkan hingga menyebabkan bau yang kurang sedap di sekitar kawasan Pantai Baru, yang mengakibatkan tercemarnya lingkungan dan memberikan suatu dampak yang kurang baik bagi lingkungan. Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu adanya solusi yang tepat untuk merubah perilaku masyarakat dengan memberikan penyelesaian secara nyata bagaimana memanfaatkan limbah dan sampah yang mencemari kawasan Pantai Baru, menjadi lebih berdaya guna dan memberikan dampak positif terhadap kawasan pantai, sehingga akan tercipta kawasan zero waste. Salah satu cara adalah dengan pengomposan daun cemara udang, dimana dengan pengomposan tersebut secara
11

Naskah publikasi

Jul 27, 2015

Download

Engineering

SMTI Pontianak
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Naskah publikasi

Abstract

Pantai Baru merupakan salah satu tujuan wisata pantai yang ada di Kecamatan srandakan, desa poncosari ,dusun ngentak, Kabupaten Bantul. Dengan adanya wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pantai Baru selain menguntungkan para pedagang kuliner yang berjualan juga menimbulkan efek lain yaitu masalah sampah sisa-sisa makanan dari para wisatawan. Masalah lain di kawasan Pantai Baru sendiri adalah banyaknya daun-daun cemara udang yang berguguran di kawasan pantai yang merusak kenyamanan dan keindahan pantai. Sampah daun-daun cemara udang kemudian dibakar, sedangkan sisa-sisa makanan dibiarkan hingga menyebabkan bau yang kurang sedap di sekitar kawasan Pantai Baru, yang mengakibatkan tercemarnya lingkungan dan memberikan suatu dampak yang kurang baik bagi lingkungan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk, 1.Mengurangi kuantitas sampah dan limbah yang di sebabkan oleh daun cemara udang di kawasan Pantai Baru, 2.Memanfaatkan limbah dan sampah daun cemara udang yang dihasilkan pada kawasan Pantai Baru menjadi kompos dan 3.Mengetahui variasi campuran bioactivator yang lebih efektif untuk mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kualitas kompos daun cemara udang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan proses pengomposan daun cemara udang di kawasan Pantai baru, mampu mengurangi volume timbulan sampah sebesar 77% dan mengurangi berat timbulan sampah sebesar 61%. Proses pengomposan daun cemara udang dengan dekomposer kotoran sapi dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas kompos, dilihat dari tercapainya kestabilan suhu dan C/N rasio. Pada kisaran variabel yang diteliti diperoleh hasil optimal pada saat perlakuan SD1 (3,5%) dengan perbandingan campuran bahan kompos 1:5 dan bioactivator diperlukan waktu pengomposan selama 31 hari, dengan rasio C/N sebesar 23,01. Pengolahan sampah akan memberikan perbaikan dalam kebersihan lingkungan di kawasan Pantai baru sebanyak 55% dan perbaikan pelayanan sampah sebanyak 65%. Pengolahan sampah akan memberikan manfaat positif sebanyak 80% tidak terjadinya penumpukan sampah dan sebanyak 20% memberikan edukasi kepada masyarakat Kawasan Pantai Baru. Pengolahan sampah selama ini di kawasan Pantai Baru belum sesuai dengan metode dan teknik pengolahan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Sejarah: Diterima 10 Mei 2010 Diterima revisi 2 Juni 2010 Disetujui 2 Juli 2010 Tersedia online 1 Agustus 2010 Keywords: Pengomposan Kawasan Pantai Baru Zero Waste Daun Cemara Udang

PENGOMPOSAN DAUN CEMARA UDANG SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KAWASAN ZERO WASTE

DI PANTAI BARU KABUPATEN BANTUL

Ahmad Darmawi1,Arif Kusumawanto2,Ria Millati3

1Magister Teknik Sistem, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 2Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

3Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Gadjah Mada Korespondensi : [email protected]

1. Pendahuluan

Lingkungan pantai merupakan suatu kawasan yang spesifik, dinamis, kaya keanekaragaman hayati dan banyak manfaatnya bagi masyarakat. Lingkungan pantai ini sangat potensial untuk dikembangkan baik sebagai kawasan wisata, budaya, pertanian, pertambangan, perikanan dan laboratorium alam bagi kepentingan ilmiah (Wibowo, 2011). Pantai Baru merupakan salah satu tujuan wisata pantai yang ada di Kecamatan Srandakan, desa Poncosari ,dusun Ngentak, Kabupaten Bantul. Secara astronomi keberadaan kacamatan srandakan terletak di 110

0 14’ 46” Bujur Timur dan 07

0

56’ 20” Lintang Selatan. Berdasarkan posisi geografisnya kecamatan srandakan terletak dibagian paling barat daya dari wilayah Kabupaten Bantul. Luas wilayah 18,32 km2, panjang pantai 4,5 km dengan ketinggian 2 – 7 dari permukaan laut. Selain menikmati alam pantai, pengunjung juga dapat menenikmati kuliner, aneka sajian ikan laut segar. Puluhan warung atau gazebo dengan masakan khas masing-masing siap melayani pengunjung. Daya tarik lainnya sebagai daerah pantai di Pantai Baru adalah pohon cemara udang (casuarina equisetifolia l) yang merindangi sepanjang pantai sehingga membuat suasana semakin teduh.

Pohon cemara udang tahan terhadap garam, sehingga pohon ini digunakan sebagai pengendali erosi di daerah pantai (Irwanto ,2006). Manfaat lain sebagai bahan pulp,

kayu perkakas, naungan / peneduh, tanaman hias, reklamasi lahan, dan memperbaiki tanah. Dengan adanya wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pantai Baru selain menguntungkan para pedagang kuliner yang berjualan juga menimbulkan efek lain yaitu masalah sampah sisa-sisa makanan dari para wisatawan. Masalah lain di kawasan Pantai Baru sendiri adalah banyaknya daun-daun cemara udang yang berguguran di kawasan pantai yang merusak kenyamanan dan keindahan pantai.

Saat ini pengelolaan sampah dan limbah yang ditimbulkan dari sisa-sisa makanan dan daun-daun cemara udang yang berguguran hanya dikelola dengan cara ; kumpul – angkut – buang. Sampah daun-daun cemara udang kemudian dibakar, sedangkan sisa-sisa makanan dibiarkan hingga menyebabkan bau yang kurang sedap di sekitar kawasan Pantai Baru, yang mengakibatkan tercemarnya lingkungan dan memberikan suatu dampak yang kurang baik bagi lingkungan.

Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu adanya solusi yang tepat untuk merubah perilaku masyarakat dengan memberikan penyelesaian secara nyata bagaimana memanfaatkan limbah dan sampah yang mencemari kawasan Pantai Baru, menjadi lebih berdaya guna dan memberikan dampak positif terhadap kawasan pantai, sehingga akan tercipta kawasan zero waste. Salah satu cara adalah dengan pengomposan daun cemara udang, dimana dengan pengomposan tersebut secara

Page 2: Naskah publikasi

nyata akan mengurangi kuantitas sampah daun cemara udang dan secara kualitas akan memberikan manfaat terhadap lingkungan dengan menggunakan pupuk kompos daun cemara udang pada kawasan Pantai Baru.

2. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Pantai Baru Kecamatan srandakan dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecematan Bantul , Yogyakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Juli 2013. Pemisahan sampah organik dan anorganik dilakukan di kawasan Pantai Baru. Analisis bahan baku kompos di CV. Chem-Mix Pratama, Kretek, Jambidan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Analisis hasil proses pengomposan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta (BPTP), Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Uji aktivasi enzim selulase di laboratorium Bioteknologi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Pengukuran dan Perhitungan Timbulan Sampah

Pengukuran dan perhitungan timbulan sampah harus mengikuti ketentuan sebagai berikut (SNI, 1994):

1. Satuan yang digunakan dalam pengukuran timbulan sampah adalah adalah : a. Volume basah (asal) : Liter / unit / hari b. Berat basah (asal) : Kilogram / unit / hari

2. Satuan yang digunakan dalam pengukuran komposisisi sampah adalah dalam % berat basah / asal ;

3. Jumlah unit masing-masing lokasi pengambilan timbulan sampah (u), yaitu pengelola warung makan di kawasan Pantai Baru.

4. Metode pegukuran timbulan sampah, yaitu : a. Sampah terkumpul diukur volume dengan wadah

pengukur 50 x 40 x 32 cm dan ditimbang beratnya ; dan atau

b. Sampah terkumpul diukur dalam bak pengukur besar 50 x 40 x 32 cm dan ditimbang beratnya ; kemudian dipisahkan berdasarkan komponen komposisi sampah dan ditimbang beratnya.

5. Perhitungan besaran timbulan sampah di kawasan Pantai Baru berdasarkan lokasi pengambilan yaitu : a. Volume sampah yang diukur (Vs) = Liter b. Berat sampah yang diukur (Bs) = Kg c. Jumlah unit penghasil sampah (u) = Jiwa

Jadi : ( Vs/u) = Liter/Jiwa (Bs/u) = Kg / Jiwa 6. Cara pengerjaan pengambilan dan pengukuran

contoh adalah sebagai berikut: tentukan lokasi pengambilan contoh; tentukan jumlah tenaga pelaksana;

siapkan peralatan; laksanakan pengambilan dan pengukuran

timbulan sampah sebagai berikut: bagikan kantong plastik yang sudah diberi

tanda kepada sumber sampah 1 hari sebelum dikumpulkan;

catat jumlah unit masing-masing penghasil sampah;

kumpulkan kantong plastik yang sudah terisi sampah;

angkut seluruh kantong plastik ke tempat pengukuran;

timbang kotak pengukur; tuang secara bergiliran contoh tersebut ke

kotak pengukur 50 x 40 x 32 cm (64 liter); hentak 3 kali kotak contoh dengan

mengangkat kotak setinggi 20 cm. Lalu jatuhkan ke tanah;

ukur dan catat volume sampah (Vs); timbang dan catat berat sampah (Bs);

Proses Pengomposan Daun cemara Udang

1. Daun cemara udang (kg) , kotoran sapi (kg) dan Bioactivator (%) berat dicampur dengan menggunakan perbandingan berat

2. Masukkan variasi campuran kedalam setiap tangki komposter yang telah disediakan.

3. Dilakukan pendiaman dan perlakuan pengomposan yang standar.

4. Mencatat perubahan suhu dan pH yang terjadi pada tangki komposter setiap hari.

5. Setiap 3 hari dilakukan proses pembalikan kompos.

6. Melakukan analisa N, P dan K setelah kompos jadi.

7. Membuat kesimpulan.

Gambar 1. Diagram Alur Pengomposan

Page 3: Naskah publikasi

Uji Aktivitas Enzim Selulase pada Bioactivator

Untuk mengetahui seberapa besar aktivitas enzim selulase yang ada pada bioactivator (starter) dilakukan uji aktivasi enzim selulase dengan menggunakan media dan teknik sebagai berikut :

1. Media media yang digunakan pada penelitian ini adalah media PDA dan media Mandels. Media PDA dipergunakan sebagai media penyimpanan mikroorganisme. Komposisi PDA terdiri dari 250 gram kentang, 20 gram glukosa D (+) glucose wako 041-00595 dan 17,5 gram agar. Kentang yang telah dipotong tipis direbus dengan 500 ml air hingga mendidih, kemudian disaring sehingga didapatkan ekstrak kentang. Ekstrak kentang ditambah glukosa dan agar, selanjutnya ditambahkan air hingga volume 1 liter. Media yang digunakan untuk mengetahui seberapa banyak produksi enzim selulasenya, adalah media Mandels dengan sumber karbon selulosa, komposisinya terdiri dari mandels mineral salts solution yaitu : urea (0,3 g/l), (NH4)SO4 (1,4g/l), KH2PO4 (2,0 g/l), CaCl2.2H2O (0,4g/l), FeSO4.7H2O (5,0 mg/l), MnSO4.7H2O (1,6 mg/l), ZnSO4.7H2O (1,4 mg/l), CMC 1 %, agar 1,5 %, Congo red 1%.

2. Teknik yang digunakan Starter yang berbentuk serbuk diambil sebanyak

1 gram, lalu diencerkan dengan menggunakan larutan tween 80 (0,05%) hingga mencapai 100 ml.

Mengambil 1 ml starter dari larutan 1 untuk diencerkan dengan menggunakan tween 80 (0,05%) hingga mencapai 10 ml.

Mengambil 0,1 ml starter dari larutan 2, kemudian inokulasikan pada medium PDA secara spread plate.

Inkubasikan pada suhu 30 °C selama 3-4 hari. Amati koloni jamur yang terbentuk. Kultur jamur yang terbentuk diisolasi kemudian

diinokulasi dengan cara menitikkan suspensi spora sebanyak 107/ml pada cawan petri yang mengandung medium Mandels.

Inkubasi pada suhu 30oC selama 2 hari.

Tuangi dengan larutan Congo red 1 % , digoncang selama 15 menit.

Larutan Congo red kemudian dibuang dan diganti dengan menggunakan NaCl 1 N kemudian digoncang kembali selama 156 menit.

Selanjutnya NaCl dibuang dan diganti dengan larutan NaOH 1 N.

Amati zona jernih yang terbentuk dan hitung berapa diameter zona jernih yang terbentuk.

Zona jernih dihitung dengan menggunakan rumus :

( )

DZJ = Diameter Zona Jernih DKT = Diameter Koloni yang Terbentuk

Semakin lebar zona jernih yang terbentuk semakin banyak enzim selulase yang terbentuk.

3. Hasil dan Pembahasan Sumber dan Timbulan Sampah

Data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah merupakan hal yang sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di suatu wilayah. Data tersebut harus tersedia agar dapat disusun suatu alternatif sistem pengelolaan sampah yang baik. Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan berhubungan dengan elemen-elemen pengelolaan sampah antara lain (Damhuri dan Padmi, 2010): a. Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat

pengumpulan, dan pengangkutan b. Perencanaan rute pengangkutan c. Fasilitas untuk daur ulang d. Luas dan jenis TPA.

Kondisi yang terjadi di kawasan Pantai Baru sudah memiliki elemen-elemen pengelolaan sampah, akan tetapi kesemua elemen tersebut tidak berjalan secara maksimal, berdasarkan data yang penulis dapatkan dan observasi dilapangan, adanya wadah, alat pengumpulan dan pengangkutan sampah masih dilakukan secara manual, rute pengangkutan hanya sebatas di kawasan Pantai Baru saja sehingga masih banyak terdapat sampah-sampah yang belum tertangani secara baik, dikawasan tersebut belum memiliki fasilitas untuk daur ulang serta TPA yang ada hanya berupa tempat penampungan yang terbuat dari semen persegi yang kondisnya tidak di gunakan secara maksimal dan kumuh.

Pengukuran Timbulan Sampah Daun Cemara Udang

Pengambilan contoh timbulan sampah daun cemara udang ini dilakukan selama delapan hari berturut-turut pada lokasi yang sama sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI, 1994). Dari hasil pengukuran contoh timbulan sampah daun cemara udang di kawasan Pantai Baru, dapat di hitung jumlah volume rata-rata dan berat rata-rata daun cemara udang yang dihasilkan. Hasil pengukuran timbulan sampah daun cemara udang pada luas lokasi tersebut untuk volume rata-rata timbulannya sebesar 264 liter/hari, sedangkan berat rata-rata timbulan sampah daun cemara udang sebesar 15,25 Kg/hari.

Gambar 2. Timbulan daun cemara udang

Volume contoh timbulan daun cemara udang pada Gambar 2. sangat besar terjadi pada hari sabtu yaitu sebesar 410 liter dikarenakan kondisi pada saat dilkaukan

Page 4: Naskah publikasi

pengambilan contoh timbulan sampah daun cemara udang dilapangan turunnya hujan selama 25 menit, dan volume sangat kecil pada hari minggu yaitu sebesar 178 liter pada kondisi cuaca normal. Sedangkan berat contoh timbulan daun cemara udang sangat besar terjadi pada hari sabtu sebesar 23,7 Kg dan berat contoh timbulan daun cemara udang sangat kecil pada hari minggu sebesar 10,2 Kg.

Gambar 3. Jumlah pohon daun cemara udang

Gambar 4. Timbulan sampah daun cemara udang

setiap area Area pengukuran 5 merupakan pohon cemara

udang paling banyak yaitu 90 pohon, dengan volume timbulan sebesar 594 liter dan berat timbulan sebesar 34,31 kg. Area pengukuran 10 terdapat pohon cemara udang paling sedikit yaitu 36 batang, dengan volume timbulan sebesar 238 liter dan berat timbulan sebesar 13,73 kg. Berdasarkan data pengukuran timbulan sampah daun cemara udang setiap area pengukuran maka didapatkan total jumlah volume serta berat timbulan sampah daun cemara udang perhari di kawasan Pantai Baru Kabupaten Bantul sebesar 4.792 liter dan 276 kg.

Pengukuran Timbulan Sampah Warung Makan

Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan yang dilakukan selama penelitian terdapat 78 bangunan kios dan warung makan yang berada dalam kawasan Pantai Baru. Pada kenyataannya tidak seluruh kios dan warung makan menjalankan usahanya setiap hari. Pada saat pengambilan data primer ini dilakukan hanya didapati ± 12 kios dan warung makan saja membuka usahanya pada hari senin – jumat, sedangkan untuk hari sabtu dan minggu terdapat ± 58 kios dan warung makan. Pengambilan data volume (liter) dan berat (kg) timbulan sampah yang dihasilkan dari tiap kios dan warung makan untuk mendapatkan data timbulan sampah perharinya peneliti mengambil 5 warung makan dari ±12 kios dan warung makan yang membuka usahanya. Dimana setiap harinya warung makan yang peneliti ambil datanya menjalankan usah warung makannya antara pukul 08.00 – 19.00 Wib. Pada (Lampiran 3) diberikan data pengambilan timbulan sampah yang dihasilkan oleh lima warung makan selama delapan hari secara berurutan (SNI, 1994) .

Gambar 5. Timbulan sampah warung makan Volume contoh timbulan sampah warung makan

Gambar 5. sangat besar terjadi pada hari senin yaitu sebesar 404 liter dikarenakan pada hari minggunya merupakan hari libur sehingga didapati begitu banyak pengunjung yang datang dan hadir bersama keluarganya untuk berwisata dan makan di kawasan Pantai Baru. Volume contoh timbulan sampah warung makan sangat kecil pada hari selasa yaitu sebesar 45 liter karena pengunjung dan wisata relatif berkurang pada hari tersebut. Sedangkan berat contoh timbulan sampah warung makan sangat besar terjadi pada hari minggu sebesar 48,7 Kg dan berat contoh timbulan sampah warung makan sangat kecil pada hari selasa sebesar 5,3 Kg.

Komposisi Sampah di Kawasan Pantai Baru Kabupaten Bantul

Pengelompokan berikutnya yang juga sering dilakukan adalah berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat basah) atau % volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan, dan lain-lain. Tabel 1 menggambarkan tipikal komposisi sampah di kawasan Pantai Baru. Menurut (Damhuri dan Padmi, 2010) komposisi dan sifat-sifat sampah menggambarkan keanekaragaman aktivitas manusia yang berada salam kawasan Pantai Baru. Komposisi sampah yang ditampilkan pada tebel dibawah ini adalah sampah daun cemara udang dan sampah dari warung makan yang dikumpulkan pada selang waktu pengukuran selama 8 hari, sehingga didapatkan komposisi sebagai berikut :

Tabel 1. Komposisi sampah Kawasan Pantai Baru

Gambar 6. Komposisi volume dan berat sampah daun cemara udang di Kawasan Pantai Baru

Gambar 6. menjelaskan bahwa sampah organik seperti komposisi berat dan volume timbulan sampah lebih bersifat untuk mempermudah pengertian umum, untuk menggambarkan komponen sampah yang cepat terdegradasi (cepat membusuk), terutama yang berasal

Page 5: Naskah publikasi

dari sisa makanan. Sampah yang membusuk (garbage) adalah sampah yang dengan mudah terdekomposisi karena aktivitas mikroorganisme. Uji Aktivitas Enzim Selulase

Uji aktivitas enzim selulase pernah dilakukan oleh Zaman (2005) yang menguji aktivitas enzim selulase pada beberapa mikrobia selulolitik dengan media Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan menyimpulkan bahwa kisaran rasio diameter zona jernih pada media Mandels antara 1,86 – 3,22 cm. Munawaraton (2010) melakukan uji aktivitas enzim selulase dari jamur Tricoderma sp, dan didapatkan zona jernih jamur sebesar 2,43 cm, dimana kisaran angka ini termasuk dalam aktifitas jamur yang baik. Hal ini dibuktikan dengan lama proses pengomposan yang memakan waktu hanya 3 minggu untuk perlakuan pemberian Tricoderma sp 5% dan 7,5. Rokhima (2010) dari hasil analisa diperoleh rasio diameter zona jernih sebesar 1,55, penelitian ini menyatakan bahwa enzim selulase dari mikrobia yang terdapat dalam orgadec ini jauh lebih kecil dibandingkan dari hasil uji enzim selulase kedua penguji sebelumnya.

Gambar 7. Jona jernih medium CMC

Gambar 7. Menyatakan aktivitas enzim selulase

media mandels, dengan diameter zona jernih total 9,5 cm dan diameter koloni yang terbentuk 2,6 cm, maka didapatkan diameter zona jernih media mandels sebesar 2,65 cm. Aktivitas enzim selulase dapat juga dinyatakan dengan luas per jam (cm2 /jam). Luas didapatkan dari zona jernih total dengan koloni yang terbentuk berupa lingkaran, sedangkan waktu menyatakan lamanya aktivasi enzim selulase pada saat perlakuan dilaboratorium. Berdasarkan data dan keterangan diatas maka dapat dinyatakan bahwa Aktivitas Enzim Selulase Media Mandels rata-rata adalah sebesar 0,78995 cm2/Jam.

Pengomposan

Pada proses pengomposan, suhu merupakan salah satu syarat untuk terjadinya proses pertumbuhan mikroorganisme serta menjadi indikator bahwa proses pengomposan yang dilakukan berlangsung dengan baik. Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur.

Gambar 8. Grafik perubahan suhu bahan kompos

1:3 dan konsentrasi bioactivator

Gambar 8. Memberikan tahap penghangatan untuk SD1 hari ke-1 sampai hari ke-3 sebesar 29

0C -38

0C,

SD2 hari ke-1 sampai hari ke-6 sebesar 310C – 36

0C, SD3

pada hari ke-1 sebesar 300C dan SD4 pada hari ke-1

sebesar 290C. Tahap suhu puncak untuk SD1 suhu puncak

terjadi pada hari ke-4, SD2 suhu puncak terjadi pada hari ke-7, SD3 suhu puncak terjadi pada hari ke-2 dan SD4 suhu puncak terjadi pada hari ke-2. Tahap pematangan kompos untuk SD1 mulai hari ke-20 dengan suhu konstan 29

0C, SD2 mulai hari ke-19 dengan suhu konstan 30

0C,

SD3 mulai hari ke-20 dengan suhu konstan 300C dan SD4

mulai hari ke-20 dengan suhu konstan 290C.

Untuk perbandingan bahan kompos dan konsentrasi bioactivator 1:5, 1:7 dan 1:9, sedangkan ketiga suhu kritis proses pengomposan yang terjadi dalam penelitian ini di tampilkan pada Tebel 2. Dibawah ini ;

Tabel 2. Profil waktu mencapai titik kritis suhu semua perbandingan bahan kompos dan konsentrasi

bioactivator

Menurut Hartutik, dkk (2009) kenaikan suhu di

awal pengomposan terjadi karena adanya aktivitas mikroba dalam mendekomposisi bahan organik dengan oksigen sehingga menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO2, dan uap air. Panas yang ditimbulkan akan tersimpan dalam tumpukan, sementara di bagian permukaan terpakai untuk penguapan. Panas yang terperangkap dalam tumpukan akan menaikkan suhu tumpukan. Dalam proses pengomposan diperlukan adanya pembalikan, pembalikan tersebut dimaksudkan untuk menghindari terjadinya akumulasi panas sehingga proses pengomposan kurang berjalan secara maksimal. Perubahan pH

Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme adalah pH, sehingga nilai pH merupakan indikator yang baik bagi aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme berkembang biak dan melakukan metabolisme pada kondisi dan kisaran pH tertentu. Pengukuran pH tumpukan kompos dilakukan setiap pagi,

CMC

Zona Jernih

Koloni

Page 6: Naskah publikasi

siang, dan sore hari untuk mengetahui apakah proses pengomposan berjalan dengan baik. Menurut Zaman dan Sutrisno (2007), proses yang terjadi pada awal pengomposan adalah dekomposisi bahan-bahan organik yang kompleks dan bersifat reaktif seperti gula, tepung, karbohidrat, lemak menjadi asam organik sederhana,karbondioksida, air dan amoniak.

Gambar 9. Grafik perubahan pH pengomposan bahan

kompos 1:3 dan bioactivator

Gambar 9. Menunjukan perubahan pH pengomposan dengan perbandingan bahan kompos dan konsentrasi bioactivator 1:3, terlihat bahwa profil pH pada tahap-tahap pengomposan. Tahapan pH bersifat asam, tahapan pH bersifat basa dan tahapan pH medekati netral. pH bersifat asam untuk SD1 hari ke-1 sampai hari ke-14 sebesar 6,8 - 6,9 ; SD2 hari ke-1 sampai hari ke-25 sebesar 6,8 – 6,9; SD3 pada hari ke-1 sampai hari ke-12 sebesar 6,6 – 6,9 dan SD4 pada hari ke-1 sampai hari ke-12 sebesar 6,6 – 6,9. Tahap pH bersifat basa untuk SD1 hari ke-17 sampai dengan hari ke-22 sebesar 7,1 – 7,2 ; SD2 hari ke-26 sampai hari ke-30 sebesar 7,1-7,3; SD3 hari ke-17 sampai hari ke-21 sebesar 7,1 – 7,3 dan SD4 hari ke-16 sampai hari ke-33 sebesar 7,1 – 7,3. Tahap pH mencapai netral untuk SD1 pada hari ke-22, untuk SD2 hari ke-31, untuk SD3 hari ke-22 dan SD4 hari ke-34.

Untuk perbandingan bahan kompos dan konsentrasi bioactivator 1:5, 1:7 dan 1:9, kondisi asam dan kondisi normal proses yang terjadi dalam penelitian ini di tampilkan pada Tebel 3.

Tabel 3. . Profil pH mencapai kondisi asam, kondisi basa dan kondisi normal semua perbandingan bahan kompos

dan konsentrasi bioavtivator

Proses pengomposan terjadi pada kisaran pH 5.5 - 9.

Proses pengomposan akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam secara temporer atau lokal akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. Kadar pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral (Epstein, 1997).

Rasio C/N

Jika merujuk pada standarisasi kompos yang tertuang dalam SNI Pupuk Nomor 19-7030 Tahun 2004, dimana rentang rasio C/N adalah 10 -20, maka dari 16 perlakuan ini tidak ada yang masuk SNI. Tetapi jika merujuk pada hasil pembahasan para pakar di lingkup Puslitbangtanak, Direktorat Pupuk dan Pestisida, IPB Jurusan Tanah, Depperindag, serta Asosiasi Pengusaha Pupuk dan Pengguna dimana rentang rasio C/N adalah 10 – 25 ( Suriadikarta, 2010) maka perlakuan SD1(3,5%) untuk perbandingan bahan kompos dengan bioactivator 1:5 dengan rasio C/N sebesar 23,01 masuk dalam standar. Hal ini menunjukan bahwa selama proses pengomposan terjadi penurunan kadar karbon dan kadar nitrogen relativef tetap. Mikrobia membutuhkan energi untuk pertumbuhannya, didapat melalui pembongkaran komponen karbon sampah organik. Sebagian derivatderivat senyawa hasil pembongkaran tersebut dijadikan biomassa sel bersama nitrogen, sebagian besar lainya dilepaskan sebagai CO2, air dan panas sehingga menyebabkan penurunan karbon. Nitrogen hanya mengalami transformasi menjadi bentuk lain terutama komponen pengatur pertumbuhan dan metabolism sel. Apabila sel mati maka komponen bernitrogen dari sel tersebut didegradasi dan digunakan kembali oleh sel yang baru ( Tuomela, 2000). Penyusutan Bahan Organik

Dalam proses pengomposan, bahan organik akan mengalami penyusutan 30 -50 % dari keadaan awal (Yuwono D, 2005). Untuk mengetahui besarnya penyusutan bahan organik dalam penelitian ini, setiap minggu dilakukan penimbangan .

Gambar 10. Penyusutan bahan organik pengomposan untuk bahan kompos 1:3 dan konsentrasi bioactivator

Gambar 10. menunjukkan penyusutan bahan

organik pengomposan dengan perbandingan bahan kompos 1:3 dan konsentrasi bioactivator setiap minggunya. Untuk SD1 berat hasil kompos 3,4 kg, terjadi penyusutan bahan kompos sebesar 0,74 kg dan dengan persentasi penyusutannya adalah 17,87%, untuk SD2 berat hasil kompos 3 kg, terjadi penyusutan bahan kompos sebesar 1,12 kg dan dengan persentasi penyusutannya adalah 27,18%, untuk SD3 berat hasil kompos 3,3 kg, terjadi penyusutan bahan kompos sebesar 0,8 kg dan dengan persentasi penyusutannya adalah 19,51% dan untuk SD4 berat hasil kompos 3,1 kg, terjadi penyusutan bahan kompos sebesar 0,98 kg dan dengan persentasi penyusutannya adalah 24,02%.

Untuk mengetahui kualitas kompos yang dihasilkan dilakukan pemeriksaan kompos baik secara fisik dan kimia. Pemeriksaan secara fisik meliputi : kadar air, pH, suhu, warna dan bau. Sedangkan pemeriksaan kemiawi meliputi analisis kimia unsur hara makro yang

Page 7: Naskah publikasi

meliputi, kadar karbon (C), nitrogen (N), rasio C/N, phosphor (P) da kalium (K). Kemudian hasil pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan SNI kompos yang masih berlaku. Hasil pemeriksaan dan analisa kompos serta perbandingan dengan SNI tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji kualitas bahan Kompos dan

bandingannya terhadap SNI 19-7030-2004

Dari Tabel 4 diuraikan sebagai berikut Kadar air Kadar air kompos dari kompos matang yang dihasilkan untuk perlakuan SD1 dengan perbandingan bahan kompos 1:3 dan 1:5 memenuhi standar SNI-19-7030-2004, sedangkan untuk perlakuan yang lain yang tidak disebutkan belum masuk standar SNI. Untuk perlakuan yang belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI bisa dilakukan pengeringan tanpa terkena sinar matahari langsung untuk beberapa hari sebelum melakukan uji organik di laboratorium, sehingga kadar air yang terkandung didalam kompos tersebut memenuhi standar SNI yang dipersyaratkan yaitu maksimal 50%.

Suhu Suhu akhir kompos yang dihasilkan untuk semua perlakuan berkisar antara 28-30 0C dan kisaran suhu ini memenuhi standar SNI-19-7030-2004, yaitu sesuai suhu air tanah yang berkisar antara 26-32 0C. Warna Warna kompos yang dihasilkan untuk semua perlakuan adalah berwarna hitam. Sehingga semua perlakuan (SD1,SD2,SD3 dan SD4) dengan perbandingan bahan kompos (1:3; 1:5; 1:7; dan 1:9) sudah memenuhi standar SNI-19-7030-2004 yang dipersyaratkan dimana kompos yang matang berwarna kehitaman. Bau Bau kompos yang dihasilkan untuk semua perlakuan (SD1,SD2,SD3 dan SD4) sudah memenuhi standar SNI-19-7030-2004 yang dipersyaratkan yaitu berbau tanah. pH (derajat keasaman) pH (derajat keasaman) kompos yang di hasilkan adalah 7 untuk semua perlakuan, hasil ini sudah memenuhi standar SNI-19-7030-2004 yang berkisar 6,8 – 7,49. Kadar N kompos Kompos yang dihasilkan untuk perlakuan SD1, SD2, SD3 dan SD4 dan perbandingan bahan kompos (1:3; 1:5; 1:7; dan 1:9), semuanya memenuhi standar SNI-19-7030-2004 yang dipersyaratkan. Dimana kadar N total kompos adalah minimal 0,4 %.

Kadar karbon kompos Kadar C organik kompos yang dihasilkan untuk perlakuan (SD1,SD2,SD3 dan SD4) dan perbandingan bahan kompos (1:3; 1:5; 1:7; dan 1:9) semuanya melebihi standar SNI-19-7030-2004 dimana kadar C organik berkisar antara 9,8 – 32%. Akan tetapi Menurut Peraturan Menteri Pertanian No 70/Permentan/SR.140/10/2011 (Permentan, 2011), standar mutu persyaratan teknis minimal pupuk organik padat dinyatakan bahwa C organik murni dan diperkaya mikroba minimal 15%. Sehingga berdasarkan peraturan menteri pertanian tersebut semua perlakuan kompos cemara udang memenuhi persyaratan pupuk organik. Kadar carbon organik yang melebihi dari standar SNI bisa diatasi dengan cara membiarkan kelangsungan proses pengomposan lebih lama, karena dimungkinkan aktifitas mikrobia masih terus berlangsung. Kadar rasio C/N Standar SNI-19-7030-2004 untuk kadar rasio C/N kompos adalah 10-20. Dari semua perlakuan tidak ada yang mendekati standar SNI, perlakuan SD1,SD2, SD3 dan SD4 masih melebihi standar. Hal ini juga bisa diatasi dengan membiarkan proses pengomposan berjalan lebih lama. Tetapi jika merujuk pada hasil pembahasan para pakar di lingkup Puslitbangtanak, Direktorat Pupuk dan Pestisida, IPB Jurusan Tanah, Depperindag, serta Asosiasi Pengusaha Pupuk dan Pengguna. Dimana rentang rasio C/N adalah 10 – 25 ( Suriadikarta, 2010 dan Permentan, 2011) maka perlakuan SD1 dengan perbandingan bahan kompos 1:5 dan bioactivator mempunyai nilai rasio C/N sebesar 23,01 sehingga memenuhi standar pupuk organik. Kadar P Kadar P kompos untuk semua perlakuan sudah memenuhi standar SNI-19-7030-2004 yang dipersyaratkan, dimana standar SNI untuk kadar P kompos adalah minimal 0,1 Kadar K Kadar P kompos untuk semua perlakuan sudah memenuhi standar SNI-19-7030-2004 yang dipersyaratkan, dimana standar SNI untuk kadar P kompos adalah minimal 0,2. Analisa Kawasan Zero Waste Neraca Limbah Kompos

Berdasarkan data timbulan sampah daun cemara udang yang peneliti dapatkan melalui data primer sebesar 276 kg/hari atau setara dengan 0,276 ton/hari, akan diperlukan dekomposer kotoran sapi 1.380 kg atau 1,38 ton dengan perbandingan (1:5) efesiensi pengomposan sebesar 25,93 % maka akan dihasilkan kompos sebesar 1.269,5 kg atau 1,27 ton. Dari kompos yang dihasilkan dalam satu tahun, dapat diaplikasikan untuk pemupukan pohon cemara udang yang ada di kawasan Pantai Baru sebanyak 463,38 ton, dimana setiap batang pohon cemara udang (726 pohon) diberikan pupuk kompos sebanyak 5 Kg/batang setiap 6 (enam) bulan (Permentan 10, 2013). Dengan demikian pupuk kompos dapat diaplikasikan ke kawasan sebesar 463,38 ton, sedangkan sisanya 455,76 ton kompos dapat digunakan untuk peruntukan lainnya.

Page 8: Naskah publikasi

Tabel 5. Neraca limbah Kompos

Rumah Kompos

Konsep zero waste yang dicoba ini adalah oleh, dari dan untuk masyarakat, dengan menerapkan beberapa jenis pengolahan secara simultan untuk menghasilkan produk dari hasil daur ulang. Sehingga pemerintah dalam hal konsep ini berperan sebagai fasilitator dan penyediaan prasarana seperti jalan, sarana komunikasi dan lain sebagainya.

Gambar 11. Tata letak rumah kompos (Djaja, 2011)

Tinjauan Perilaku Masyarakat di Kawasan Pantai Baru Terkait Pengolahan Sampah Berdasarkan jenis kelamin, responden didominasi oleh wanita sebanyak 12 responden (80%). Berdasarkan umur, responden yang dominan adalah yang berumur antara 36 – 40 tahun sebanyak 9 responden (50%). Responden sebagian besar berpendidikan terakhir SMP yaitu sebesar 60% atau 12 responden. Responden juga didominasi oleh petani sebanyak 8 responden (40%).

Tabel 6. Karakteristik Responden

Tabel 7. Harapan masyarakat dengan adanya pengolahan

sampah di Pantai Baru

Adanya unit pengolahan sampah diakui sebagian responden akan memberikan perbaikan dalam

kebersihan lingkungan sebanyak 11 responden (55%) dan perbaikan pelayanan sampah sebanyak 13 responden (65%). Responden yang menjawab tidak ada perubahan atau perbaikan dalam pelayanan sampah dan kebersihan lingkungan beranggapan bahwa sejak awal atau sebelum adanya rencana pengolahan sampah (rumah kompos) di kawasan Pantai Baru, pelayanan sampah dan kebersihan lingkungan juga sudah baik karena adanya petugas pembersih sejumlah 6 (enam) orang yang bertugas membuang sampah warung makan dan sampah daun cemara udang. Adanya pengolahan sampah (rumah kompos) dirasakan akan memberikan manfaat positif bagi 16 responden atau sebanyak 80%. Manfaat langsung yang paling banyak dirasakan oleh responden adalah tidak terjadinya penumpukan sampah. Sebanyak 4 orang (20% ) memilih manfaat tidak langsung atau manfaat secara makro yang paling berpotensi dirasakan dengan adanya pengolahan sampah adalah memberikan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat pengolahan sampah.

Tabel 8. Kegiatan operasional pengolahan sampah

Selain dampak positif yang akan didapat dari adanya pengolahan sampah (rumah kompos) juga terdapat dampak negatif, semua responden (20 orang) menyatakan belum mengetahui dampak negatif dengan adanya rencana pengolahan sampah di kawasan Pantai Baru kabupaten Bantul. Sehingga peneliti belum melakukan langkah penanganan untuk mengatasi masalah yang berupa masukan dari masyarakat yang ada di kawasan Pantai Baru, terhadap pengolahan sampah baik sampah warung makan maupun sampah daun cemara udang. Perubahan Perilaku Responden dalam Menangani Sampah

Tabel 9. perubahan perilaku masyarakat di Pantai Baru terhadap pengolahan sampah

Perilaku menyediakan wadah khusus atau tempat sampah yang terpisah untuk sampah organik dan non-organik dipengaruhi perilaku memilah sampah pada saat pengumpulan, karena untuk memudahkan pemilahan sampah di kawasan Pantai Baru, akan tetapi sebagian besar responden tidak menyediakan tempat sampah yang terpisah antara organik dan anorganik, sehingga semua sampah yang dihasilkan dari warung makan berkumpul dalam satu wadah. Perilaku tersebut merupakan perilaku yang sudah menjadi kebiasaan para responden sejak dulu. Jadi, dengan adanya proses

Page 9: Naskah publikasi

pengolahan sampah (pengomposan) diharapkan akan mempengaruhi perilaku tersebut. Merubah Perilaku Masyarakat di Kawasan Pantai Baru terhadap Pengolahan Sampah Kurangnya sosialisasi yang berlanjut pada minimnya sarana dan prasarana penunjang menimbulkan perubahan sikap yang tidak terus-menerus (kontinyu) dalam menangani sampah. Sarana penunjang memang menjadi salah satu faktor penentu karena pola perilaku masyarakat di kawasan Pantai Baru Kabupaten Bantul terhadap sampah masih memerlukan insentif atau penggerak agar perubahan positif yang diharapkan dapat bersifat kontinyu. Misalnya, agar masyarakat di kawasan Pantai Baru mau memilah sampah organik dan anorganik , Pemkot Bantul dapat bekerjasama dengan Bina Lingkungan Hidup (BLH), pihak pengelola dan peneliti membuat desain tempat sampah yang sesuai dengan kawasan Pantai Baru. Menindaklanjuti masalah sosialisasi, Pemkot sebaiknya bekerjasama dengan Lembaga Perberdayaan Masyarakat (LPM), Bina Lingkungan Hidup (BLH), komunitas-komunitas lingkungan, perkumpulan warga. dan pejabat-pejabat setempat sperti Ketua RT, RW, dan Lurah agar membentuk atau menunjuk kelompok kader penggerak sehingga masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam menangani sampah rumah tangganya dan juga memudahkan proses sosialisasi. Untuk mengidentifikasi apakah ada dorongan dan perubahan perilaku responden dalam menangani sampah di kawasan Pantai Baru, maka dianggap perlu untuk dilakukan pelatihan tentang pengolahan sampah. Berdasarkan pelatihan tersebut, diharapkan adanya perubahan perilaku yang nyata/signifikan adalah memilah sampah yang bersal dari warung makan, rumah tangga, menyediakan wadah atau tempat sampah khusus, dan melakukan pengolahan sampah (pengomposan) untuk sampah daun cemara udang. Pelatihan dilakukan di kawasan Pantai Baru pada tanggal 1 Juli 2013, dengan jumlah peserta sebanyak 10 orang dimana karakteristik peserta pelatihan bisa di lihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik peserta pelatihan pengolahan sampah

Pelatihan yang diberikan kepada peserta adalah materi yang berkaitan dengan konsep kawasan zero waste yang berwawasan lingkungan di Pantai Baru antara lain, pengomposan daun cemara udang, pembuatan pelet dari tulang ikan, perencanaan masterplan kawasan Pantai Baru dan penanganan limbah cair cucian dari warung kuliner

Gambar 12. Pelaksanaan Pelatihan pengolahan sampah Untuk mengetahui perubahan perilaku masyarakat di kawasan Pantai baru menuju kawasan zero waste memerlukan pendampingan, penelitian dan pembahasan lebih lanjut yang dituangkan dalam aplikasinya berupa pemberdayaan masyarakat. Harapan dari peneliti dengan adanya penelitian dan pelatihan ini memberikan gambaran secara nyata bagaimana merubah perilaku masyarakat tidak bisa dengan hanya melakukan diskusi dan penyelesaian secara sektoral akan tetapi secara integral bagi semua lapisan masyarakat di kawasan Pantai Baru Kabupaten Bantul.

Tabel 11. Partisifasi peserta peserta(masyarakat) dalam menciptakan kawasan zero waste

Tabel 11. Perilaku penilaian persepsi masyarakat berkaitan dengan menciptakan kawasan zero waste, 80 persen responden menyatakan kondisi lingkungan di kawasan Pantai Baru masih dalam kondisi bersih, akan tetapi responden juga menyatakan bahwa sampah yang ada di kawasan Pantai Baru jika tidak di tangani dengan benar maka akan membawa dampak yang tidak baik dan mengkhawatirkan sebanyak 70 persen responden, selain itu juga responden memandang timbulan sampah baik daun cemara udang dan maupun sampah warung makan (kuliner) sebagai potensi sebesar 70 persen. Dalam menciptakan kawasan zero waste partisifasi masyarakat sangatlah diperlukan, dimana kawasan Pantai

Page 10: Naskah publikasi

Baru merupakan tempat usaha dan sumber mata pencaharian tambahan selain pekerjaan utama mereka sebagai petani, nelayan dan swata. Bentuk partisifasi masyarkat di kawasan Pantai Baru dalam menciptakan kawasan zero waste adalah membuang sampah pada tempatnya untuk setiap aktivitas yang menghasilkan sampah didukung oleh semua warga sebesar 100 persen. Untuk sampah-sampah yang memiliki potensi untuk dilakukan daur ulang atau di rubah menjadi produk tertentu seperti kompos dan pakan ikan masyarakat menyatakan 90 persen siap melakukan pemilahan sampah dan seluruh warga bersepakat juga secara bersama untuk dilakukan pengolahan sampah menjadi produk kompos atau pakan ikan sebesar 100 persen. Sebagai daerah tujuan wisata edukasi, wisata kuliner dan wisata terpadu dalam rangka pencanangan kawasan zero waste di kawasan Pantai Baru masyarakat menyatakan akan berpartisifasi 100 persen dalam pencangan tersebut, karena akan membawa dampak positif terhadap pengembangan wilayah, sebagai ajang promosi dan diharapkan kawasan Pantai Baru mejadi kawasan wisata percontohan kawasan pantai yang serupa di Yogyakarta. Dalam mendukung program kawasan zero waste harapan masyarakat di kawasan Pantai Baru adalah adanya fasilitas-fasilitas yang mendukung untuk tercapainya kawasan zero waste yaitu tempat sampah, pengolahan sampah dan pemanfaatan sampah menjadi produk yang bernilai guna, 70 persen responden menyatakan bahwa fasilitas tersebut belum terpenuhi dan belum ada sedangkan 30 persen responden menyatakan sudah memiliki akan tetapi masih kurang dari yang diharapkan. Selama ini fasilitas-fasilitas pengolahan sampah hanya dibantu dari dana swadaya masyarakat dalam bentuk iuran dan koperasi warga. Bentuk awal suatu kawasan zero waste adalah adanya fasilitas pemilahan atau pemisahan sampah yang di hasilkan pada kawasan tersebut, Pantai Baru sebagai kawasan wisata tentunya harus memiliki bak sampah yang terpisah sesuai dengan jenis sampahnya baik organik maupun anorganik, semua warga masyarakat di kawasan Pantai Baru menyetujui sebesar 100 persen untuk adanya fasilitas bak sampah secara terpisah baik di area warung kuliner maupun di areal terbuka untuk pengunjung. Pengetahuan masyarakat di kawasan Pantai Baru berkaitan dengan pengolahan sampah sangatlah diperlukan guna mendukung program kawasan zero waste. Pengetahuan tersebut secara tidak langsung akan membawa perubahan tentang manfaat yang dirasakan baik segi lingkungan, ekonomi dan sosial, dengan adanya pengetahuan tentunya akan merubah watak dan perilaku masyarakat terhadap sampah. Dengan adanya garis pantai yang di tumbuhi oleh pohon cemara, selain menambah daya tarik juga menimbulkan sampah dari daun cemara udang yang berguguran. Sebanyak 60 persen responden tidak mengetahui bahwa daun cemara udang bisa dijadikan produk pupuk organik yaitu kompos. Solusi yang mereka lakukan selama ini hanya membakarnya dalam jumlah sangat besar dan menimbulkan asap. Berkaitan dengan pengolahan sampah daun cemara udang menjadi produk kompos seluruh responden (100%) menyatakan belum pernah

mendapatkan pengetahuan dan pelatihan pembuatan produk kompos dari limbah daun cemara udang. Sebanyak 70 persen responden juga menyatakan bahwa produk kompos dari daun cemara udang lebih mudah cara pembuatannya dibandingkan dengan kompos dari bahan lain (kotoran sapi), salah satu kesulitannya kompos selain daun cemara udang bagi masyarakat adalah banyaknya campuran yang harus di tambahkan (urea,kapur dan molase) dalam campuran pembuatan kompos. Pencangan Kawasan Zero Waste Berdasarkan kebutuhan akan sistem pengelolaan sampah di kawasan Pantai Baru tersebut, maka beberapa tahun terakhir Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bantul mulai mencanangkan program pengelolaan sampah terpadu yang dinilai dapat mengatasi permasalahan sampah yang semakin kompleks. Keberadaan program pengelolaan sampah yang terpadu tidak hanya menyangkut masalah kebersihan dan lingkungan saja, namun juga menyimpan potensi manfaat ekonomi dan sosial. Masuknya unsur teknologi, SDM, sistem, hukum, sosial, dan dana dalam suatu program pengelolaan sampah, akan menjadikan sampah tidak lagi diletakkan sebagai sumber masalah, tetapi sebaliknya, dipandang sebagai sumber daya yang dapat diolah dan dikelola untuk memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

Gambar 13. Foto Pencanganan Kawasan Zero Waste oleh

Bupati Bantul dan Dekan Fak. Teknik UGM

Oleh karenanya, dengan melihat potensi tersebut, Pemerintah Kabupaten Bantul dan Dekan Fakultas Teknik Universitas mencanangkan Kawasan Pantai Baru sebagai kawasan Zero Waste pada hari kamis, 8 Juli 2013, pencanangan tersebut ditandai dengan penerbitan buku tentang zero waste dan pameran master plan di aula kepala Desa Poncosari Kacamatan Srandakan. 4. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat di simpulkan ;

1) Proses pengomposan daun cemara udang di kawasan Pantai baru, mampu mengurangi volume timbulan sampah sebesar 77% dan mengurangi berat timbulan sampah sebesar 61%.

2) Proses pengomposan daun cemara udang dengan dekomposer kotoran sapi dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas kompos, dilihat dari tercapainya kestabilan suhu dan C/N rasio.

Page 11: Naskah publikasi

3) Pada kisaran variabel yang diteliti diperoleh hasil optimal pada saat perlakuan SD1 (3,5%) dengan perbandingan campuran bahan kompos 1:5 dan bioactivator diperlukan waktu pengomposan selama 31 hari, dengan rasio C/N sebesar 23,01.

4) Pengolahan sampah akan memberikan perbaikan dalam kebersihan lingkungan di kawasan Pantai baru sebanyak 55% dan perbaikan pelayanan sampah sebanyak 65%.

5) Pengolahan sampah akan memberikan manfaat positif sebanyak 80% tidak terjadinya penumpukan sampah dan sebanyak 20% memberikan edukasi kepada masyarakat di kawasan Pantai Baru.

6) Pengolahan sampah selama ini di kawasan Pantai Baru belum sesuai dengan metode dan teknik pengolahan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Daftar Pustaka Damhuri dan Padmi. 2010. Pengolahan Sampah. Program

Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

Epstein, E. 1997. The Science of Composting. Technomic Publishing Inc. Pensylvania. 83p.

Hartutik, Sri, Sriatun, dan Taslimah, 2009. Pembuatan Pupuk kompos dari Lmbah bunga kenanga dan pengaruh persentase terhadap ketersedian nitrogen tanah.Http://eprints.Undip.Ac.Id/3008/1/Jurnal_tanah. Pdf diakses 6 mei 2013.

Mardi Wibowo. 2001. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (Sig) Untuk Penataan Kawasan Pantai Kasus Pantai Parangtritis Dan Sekitarnya. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.2, No. 2, Mei 2001 : 159-167

Munawaraton. 2010. Percepatan Waktu Pengomposan Sampah Organik Dengan Penambahan Starter Trichoderma SP. Tesis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Permentan 10. 2011. Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Induk Lada. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Permentan 70. 20011. Peraturan Menteri Pertanian. Tentang Pupuk Oranik,Pupuk Hayati dan Pembenahan Tanah. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Rokhimah,S.R. 2010. Pengaruh Bioaktivator Orgadek Terhadap Kecepatan dan Kualitas Hasil Pengomposan Sampah Organik. Tesis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2004. Standar Nasional Indonesia No. 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos Dari Sampah Organik Domestik. Badan Standarisasi Nasional.

Standart Nasional Indonesia. 1994. Standar Nasional Indonesia No. 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Badan Standar Nasional.

Tuomela, 2000. Biodegradation of lignin in a compost environtment. Bioresource Tecnology p : 169 – 183

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18. 2008. Tentang Pengolahan Sampah

Yuwono, D. 2005. Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 91hal.

Zaman. 2005 . Aplikasi Mikroba Selulotik untuk Mempercepat Biodegradasi Tandan Kosong Kelapa Sawit. Tesis Pasca Sarjana, UGM, Yogyakar