Top Banner
NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG SKRIPSI Diajukan Oleh : RIKA DAMAYANTI NIM. 150302025 Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Program Studi : Studi Agama-Agama FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM-BANDA ACEH TAHUN 2020
85

NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

Oct 27, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

RIKA DAMAYANTI NIM. 150302025

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Program Studi : Studi Agama-Agama

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM-BANDA ACEH

TAHUN 2020

Page 2: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG
Page 3: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG
Page 4: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG
Page 5: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

v

NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

Nama : Rika Damayanti

NIM : 150302025

Tebal Skripsi : 66 Halaman

Pembimbing I : Arfiansyah, S. Fil. I., M.A

Pembimbing II : Musdawati, M.A

ABSTRAK

Didong merupakan salah satu bentuk kesenian tradisisonal masyarakat Gayo,

Aceh Tengah. Sebagai bentuk kesenian, Didong memiliki ciri khas. Seni Didong

merupakan salah satu kesenian yang sangat digemari dan dicintai oleh masyarakat

Gayo. Didong juga memiliki peranan penting dalam rangka meningkatkan

pemahaman Masyarakat Gayo dalam memberikan informasi, edukasi maupun

pesan-pesan agama yang terkandung melalui syair Didong tersebut. Namun

dengan seiringnya zaman, pengadaan kesenian Didong pada malam hari sudah

menjadi kesempatan bagi pemuda dan pemudi untuk hal-hal yang melanggar

norma agama maupun sosial. Hal ini tidak sesuai dengan fungsi dari kesenian

Didong terebut dan fenomena ini menimbulkan beberapa pertanyaan kunci,

seperti (1) Bagaimana aspek-aspek Agama dalam Didong. (2) Bagaimana

Efektifitas Narasi Didong didalam peningkatan Pemahaman Agama Masyarakat

Gayo. Untuk mendapatkan jawaban dari beberapa pertanyaan tersebut, maka

digunakan metode penelitian lapangan (Field Research) dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan teknik

observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitan menunjukkan terdapat

aspek-aspek agama seperti aspek Akhlak, Tauhid serta Fiqih dalam pesan-pesan

yang disampaikan pada syair Didong tersebut, tetapi kebanyakan yang

disampaikan adalah aspek Akhlak seperti etika, adab dan sopan santun. Penelitian

ini juga menujukkan bahwa pendidikan agama melalui Didong efektif dalam meningkatkan pemahaman agama masyarakat.

Page 6: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, berkat semua nikmat yang dianugrahkan

tersebut penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini hingga akhir. Shalawat

berangkai salam kepangkuan alam baginda Nabi besar Muhammad SAW, yang

telah menyelamatkan manusia dan menuntunnya menuju tepian pantai yang penuh

cahaya ilmu pengetahuan, dan kepada keluarga, sahabat serta kepada para ulama

yang telah memperjuangkan agama Allah dan telah memenuhi dunia ini dengan

ilmu pengetahuan dan menjalankan semua aturan sesuai dengan Al-Qur’an dan

Sunnah Rasulullah SAW. Dengan Berkat nikmat dan Hidayah tersebut penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Narasi Agama Dalam Syair

Didong” sebagai syarat untuk menyelesaikan program sarjana (S1) di Prodi Studi

Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Dengan izin Allah beserta dukungan dari keluarga, penulis ingin

menyampaikan terimakasih kepada ayahanda dan ibunda tercinta Basori dan

Sutin yang telah menjaga, merawat, mendidik dan membimbing penulis serta

menyemangati dalam segala hal, dan begitu banyak pengorbanan yang dilakukan

untuk penulis. Rasa terimakasih juga turut penulis ucapkan kepada Alm. Lina

Budiarti, S.P (Kakak Tertua), Ahmad Baihaqi (Adik Bungsu), yang selalu

mendukung selama pendidikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

Page 7: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

vii

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberi

semangat, tenaga serta bantuan moral maupun material kepada penulis selama ini.

Selanjutnya ucapan terimakasih kepada pihak yang telah membantu

penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, terutama kepada dosen pembimbing

skripsi yaitu Bapak Arfiansyah, S. Fil. I., M.A sebagai pembimbing satu dan Ibu

Musdawati, M.A sebagai pembimbing dua, yang telah membantu dan

membimbing dalam menyelesaikan hingga terbentuk karya ilmiah ini, dan kepada

seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Ucapan terimakasih kepada ketua Bapak Mawardi, S.T.h.I, MA yang telah

membantu memberi arahan dalam proses penulisan skripsi ini. Kepada Bapak/ibu

staf pengajar Prodi Studi Agama-Agama yang telah memberi dukungan sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2015 terutama

kepada Mentari Satria Pertiwi, Yuliana, Eka Safridayanti, Rahayu Rahmadani,

Alfi Hidayati, Ade Irma Fazilla yang telah bersedia membantu meluangkan

waktu, pikiran, serta tenaga demi terselesainya skripsi ini.

Terimakasih kepada sahabat setia Laela Aisyah Ayuni , Sartika

Mahbengi, Yusti Teku Sara, fahcry Purnama, yang senantiasa memberi motivasi,

arahan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, dan

kemudian terimakasih kepada adik-adik seperjuangan teman senang dan duka

Loly Aulia, Armida Wati, Sukma Khaliza, Reni Fitriani, Hilyadirayati, Sayu Nita,

Evi Herlina, (Squad Seulanga Kost). Kemudian penulis banyak berhutang budi

Page 8: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

viii

kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini hanya

dapat diungkapkan rasa terimakasih yang sebesarnya kepada semua pihak.

Walaupun banyak pihak yang membantu bukan berarti Skripsi yang

sederhana ini telah mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun sangat dihargai demi

kesempurnaan Skripsi yang telah disusun. Kepada Allah SWT penulis berserah

diri yang sempurnanya hanya datang dari Allah SWT.

Banda Aceh, 8 Desember 2019

Penulis,

Rika Damayanti

Page 9: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................... ii

LEMBARAN PENGESAHAN PEMBIMBING............................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH ............................... iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

KATA PENANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian............................................................................... 5

D. Kajian Pustaka ................................................................................... 5

E. Penjelasan Istilah ............................................................................... 8

F. Kerangka Teori .................................................................................. 11

G. Metode Penelitian .............................................................................. 13

H. Sistematika Pembahasan ................................................................... 17

BAB II AGAMA DAN SENI

A. Islam Dan Seni .................................................................................. 19

B. Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Seni ................................... 21

C. Hadis Yang Berkaitan dengan Seni ................................................... 23

BAB III AGAMA DALAM SYAIR DIDONG DI KABUPATEN

ACEH TENGAH A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ................................................. 27

B. Agama Dan Masyarakat Gayo ............................................................ 30

C. Seni Dalam Masyarakat Gayo ............................................................ 32

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Asal-Usul Kesenian Didong ................................................. 34

B. Jenis-Jenis Kesenian Didong ............................................................. 37

C. Tokoh-Tokoh Kesenian Didong ........................................................ 39

D. Perkembangan Kesenian Didong ...................................................... 40

E. Aspek-Aspek Agama dalam Syair Didong ....................................... 41

F. Efektifitas Didong di dalam Peningkatan

G. pemahaman Agama Masyarakat Gayo .............................................. 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................ 61

B. Saran .................................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 64

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 10: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

x

Page 11: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aceh merupakan salah satu provinsi di Negara Indonesia yang beragam

akan kebudayaan. Sejarah telah membuktikan adanya kerajaan-kerajaan kecil di

masa silam sampai Indonesia meproklamasikan kemerdekaan Indonesia hingga

saat ini Aceh masih menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan. bahkan nilai-nilai

budaya ini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Aceh.

Aceh memiliki keberagaman budaya, sebagai wilayah kebudayaan Aceh

memiliki warisan budaya yang sampai saat ini masih berkembang di dalamnya,

terlihat dari banyaknya suku yang terdapat di Aceh sendiri diantaranya suku Aceh,

Jamee, Tamiang, Alas dan Gayo.1 Dari masing-masing sub etnik tersebut adanya

kekhasan tersendiri dalam berbudaya. Berbagai alat musik, tarian dan seni sastra

lainnya berupa hikayat dan puisi.

Sebelum Islam masuk ke Aceh, kebudayaan Aceh masih di pengaruhi oleh

kebudayaan Hindu dari India yang dibawa oleh pedagang melalui jalur laut. Adat

budayanya masih sangat kental terhadap pengaruh agama Hindu tersebut. Hal ini

terjadi ketika agama Islam belum memasuki Aceh.2 Kehidupan masyarakat Aceh

pada saat itu masih di pengaruhi oleh unsur agama Hindu, setelah agama Islam

masuk ke Aceh tidak semua unsur Hindu di hilangkan. Kemampuan Islam untuk

1 Ali Hasjmy. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. (Jakarta: Benua, 1983), 30.

2 Aboe Bakar Aceh. “Aceh Dalam Lintas Sejarah”, Makalah dipresentasikan pada Seminar

Pekan Kebudayaan Aceh Ke II. (Banda Aceh: t.p,1972), 5.

Page 12: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

2

beradaptasi dengan budaya Aceh itu sendiri memudahkan Islam untuk

menjangkau lapisan paling bawah dari masyarakat. Sehingga Islam juga dapat

menjangkau kebudayaan yang ada pada pedalaman sekalipun.

Gayo merupakan salah satu suku asli yang mendiami provinsi Aceh.3

Keberadaannya menempati beberapa titik wilayah yang terpisah secara

administratif pemerintahan, yaitu orang Gayo secara mayoritas terdapat di

kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah (sekitar 30-45%) dan Gayo Lues

(sekitar 50-70%) dan sebagian wilayah Aceh Tenggara dan 3 Kecamatan di Aceh

Timur yaitu Serbejadi, Peunaron, dan Simpang Jernih.4 Suku Gayo ini di

Golongkan kedalam Proto Melayu Atau Melayu Tua. Dalam suku Gayo juga

terdapat keberagaman jenis kebudayaan, seperti tari Munalo (penyambutan tamu),

Saman Gayo, Melenkan (pidato adat), Didong dan lain sebagainya.

Unsur budaya tidak pernah lepas dari masyarakat suku Gayo, seperti

kesenian yang ada pada masyarakat dataran tinggi Gayo di Aceh Tengah ini

mengenal beberapa bentuk tradisi lisan berupa “Seni Bertutur” diantaranya

Didong. Didong ini merupakan suatu kolaborasi antara seni sastra, seni tari dan

juga seni suara yang merupakan hasil dari olah pikir dan rasa.5

Didong yang telah menjadi seni bagi masyarakat didalamnya terdapat

nuansa keislaman, bahkan Didong itu sendiri merupakan salah satu media

penyebaran Islam atau dakwah untuk menyampaikan amanat dakwah keagamaan

3 Al Musanna. Rasionalis dan Aktualis “ Kearifan Lokal Sebagai Basis Pendidikan

Karakter”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 17, Nomor 6, (2011), 593. 4 Sumber data staistik Kabupaten Aceh Tengah 2015.

5 M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obar Indonesia,

2001), 1.

Page 13: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

3

maupun pesan budaya suku Gayo itu sendiri.6 Didong Gayo dibungkus dengan

irama syair, tari dan puisi. Pelaksanaan Didong dilaksanakan secara berkelompok

(Kelop). Didong terbagi menjadi dua katagori utama, yaitu Ceh dan Penunung

(pengiring). Kemudian seseorang yang disebut dengan Ceh itu harus memenuhi

beberapa syarat. Diantaranya harus memiliki suara yang merdu (Ling Temas) dan

juga Ceh Didong harus mempunyai kemampuan untuk menciptkan lirik, syair

atau puisi (Kekata) yang akan di tembangkan oleh Ceh Didong itu sendiri. Ceh

Didong itu juga harus mempunyai wawasan yang luas perihal adat-istiadat (Edet)

masyarakat dan segala perkembangan maupun perubahan yang terjadi pada

lingkungan yang lebih luas. Pengetahuan ini juga berpengaruh tehadap

keseimbangan kata, ungkapan dan simbol-simbol fikiran sehingga terciptanya

syair yang indah dengan bobot pesan yang dalam, aktual, dan menyimpan

pandangan yang terdapat sebuah bahan renungan bahkan menjadi acuan hidup

pada masyarakat suku Gayo itu sendiri.7

Pesan-pesan yang disampaikan dalam Didong tersebut beragam, mulai

dari norma-norma agama, keadaan sosial masyarakat, hingga fenomena-fenomena

yang tengah terjadi.

Pada saat ini Didong di pergunakan untuk sentil menyentil (Tep Dan

Onem) dalam kesenian Didong Jalu. Tidak menggunakan bahasa yang kasar dan

mengandung makna yang sangat dalam agar dalam penyampaiannya tidak

6 Isma Tantawi. Didong Gayo Lues: Analisis Keindahan Bahasa dan Fungsi Sosial, dalam

Jurnal Sosial volume 11 Nomor 1 Tahun (2006), 16. 7 M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor Indoesia,

2001), 11.

Page 14: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

4

melukai hati dari lawan tanding (Jalu) dengan menggunakan kata-kata senda. Saat

ini kata dalam syair juga telah di tambah dengan bahasa yang yang mudah di

pahami oleh masyarakat pada Era Gobalisasi ini. Masyarakat sebagai penonton

dan penikmat Didong Gayo harus paham makna-makna yang terkandung dalam

Didong, agar Didong tidak menjadi tontonan yang hanya bisa membuat tawa dan

senang sesaat saja, namun kesenian Didong juga sebagai sarana pengetahuan

Agama bagi masyarakat. Namun dengan seiringnya zaman pengadaan kesenian

Didong pada malam hari sudah menjadi kesempatan bagi pemuda-pemudi untuk

melakukan hal-hal yang melanggar norma agama dan norma sosial, seperti judi,

berpacaran dan lain sebagainya. Hal ini tidak sesuai dengan fungsi dari kesenian

Didong tersebut.

Maka dari itu peneliti ingin membahas lebih dalam tentang “Narasi Agama

dalam Syair Didong”, walaupun syair Didong itu sudah banyak yang mengkajinya

akan tetapi peneliti lebih mendalami lagi syair Didong dengan Narasi Agama,

melihat dari sudut pandang aspek-aspek agama, dan melihat keefektifan Kesenian

Didong bagi pemahaman masyarakat Gayo di Aceh Tengah.

B. Rumusan Masalah

Oleh karenanya yang menjadi rumusan atau pokok masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana aspek-aspek Agama dalam Didong?

2. Bagaimana Efektifitas Narasi Didong didalam peningkatan Pemahaman

Agama Masyarakat Gayo?

Page 15: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

5

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian mempunyai tujuan sebagai arah dan sasaran yang ingin

dicapai, adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pesan-pesan keagamaan yang terkandung dalam

syair seni Didong.

2. Untuk mengetahui bagaimana kesenian Didong dapat menjadi media

untuk menyampaikan pesan-pesan agama dalam kehidupan sehari-hari

terutama di kalangan audiens dimasa sekarang.

D. Kajian Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggali informasi dari penelitian-

penelitian sebelumnya sabagai bahan perbandingan, baik mengenai kekurangan

atau kelebihan yang sudah ada. Selain itu, peneliti juga menggali informasi dari

buku-buku, jurnal dan skripsi dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang

ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul diantaranya sebagai

berikut:

Dalam buku M. Junus melalatoa yang berjudul “Didong Pentas

Kreativitas Gayo”. Yang diterbitkan oleh Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan Dan

Yayasan Obor Indonesia yang bekerja sama dengan Yayasan Sains Dan

Teknologi yang di terbitkan pada tahun 2001 di Jakarta. Dalam buku ini penulis

mengkaji tentang kesenian tradisisonal Gayo yang berwujud pada konfigurasi,

seni suara, seni sastra, dan juga seni tari. Sistem seni tradisi bersifat kompetitif ini

menuntut para seniman harus lebih kreatif dan karya-karya kreatif itu harus

berwarna Gayo. Fungsi Didong ini adalah pemenuhan kebutuhan akan keindahan

Page 16: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

6

dan hiburan akan mempertahankan struktur sosial, kontrol sosial, penerangan dan

lain sebagainya. 8

Pada buku M Junus Melala Toa, dengan judul buku yang berbeda “

Didong Kesenian Tradisional Gayo” yang di terbitkan oleh Proyek Media

Kebudayaan Jakarta Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan Dan

Kebudayaan Tahun 1981/1982. Buku ini mendeskripsikan tentang kesenian

Didong. Terdiri dari beberapa pembagian bab dan sub babnya. Diantaranya seperti

latar belakang yang berkaitan dengan kesenian tersebut, kediaman suku,

struktural sosial masyarakatnya, kedudukan kesenian Didong dan latar belakang

sejarah Didong.9

Mahmud Ibrahim dan A.R Hakim Aman Pinan dengan judul buku

“Syari’at Dan Adat Istiadat” Jilid Ke 3 diterbitkan oleh yayasan Maqamam

Mahmuda Takengon pada tahun 2005 dalam muku ini di muat tentang kata

hikmah adat bernapas syariat, prinsip ekonomi dasar syari’at dan adat nidham

(manajemen) keluarga dan programnya, ma’isyah (lapangan pekerjaan) dominan,

pembagian antara pekerjaan laki-laki dan perempuan, hukum tanah, gadai dan

faraidh (waris), hibbah, waqaf, lingkungan hidup, sistem pemerintahan sarak opat

di Gayo Lues dan proses pernikahan di Gayo Lues, dan Didong menunjang

syariat.10

8 M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor

Indoesia, 2001). 9 M. Junus Melalatoa. Didong Kesenian Tradisional Gayo. (Jakarta: Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan 1981/1982). 10

Mahmud Ibrahim , A.R Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat jilid ke 3. (Takengon :

Yayasan Muqamam Muda 1426 H/2005 M).

Page 17: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

7

Tulisan karya Putra Afriadi dalam jurnal berjudul “Multikultural dan

Pendidikan Karakter Kesenian Didong Pada Masyarakat Gayo Aceh Tengah”

yang merupakan Jurnal pengkajian dan penciptaan musik, Volume 1 Nomor 1

pada tahun 2018, memuat tentang nilai dan makna, pemikiran, kebiasaan,

kepercayaan, norma, adat istiadat, yang akan di wariskan dari generasi kegenerasi,

juga sebagai sarana untuk mempersatukan pemahaman estetika etnis yang ada di

Gayo.11

Jurnal Daniah yang berjudul “Nilai Kearifan Lokal Didong Dalam Upaya

Pembinaan Karakter Peserta Didik”, yang merupakan Jurnal pendidikan, Voume

8 Nomor 1 tahun 2019. Dalam Jurnal ini menelaah tentang nilai seni Didong

dalam keindahan religius dan kebersamaan yang tertransformasi dari pesan

kebijakan lokal seperti mukemel (rasa malu), tertip (tertib), setie (setia), gemasih

(penuh kasih sayang), mutentu (rajin), amanah, genap- mufakat (musyawarah),

alang- tulung (tolong menolong), bersikekemelen (kompetitif) dan semua

keindahan dalam kesenian Didong merupakan kebijaksanaan atau kearifan lokal

setempat dengan demikian kesenian Didong ini merupkan sebagai sarana dakwah

dan pendidikan.12

Jurnal Karya Yuwinda Ardila yang berjudul “Implementasi Pendekatan

Eksisutensial Humanistik Berbasis Didong Gayo Untuk Membentuk Keterampilan

Sosial Siswa” seminar nasional bimbingan konseling (SNBK), Volume 2 Nomor

1 tahun 2018. Jurnal ini menelaah melalui pendekatan eksistensial humanistik

11

Putra Afriadi. “Multikultural dan Pendidikan Karakter Kesenian Didong Pada

Masyarakat Gayo Aceh Tengah”, dalam Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 1 (2018), 16. 12

Daniah. “Nilai Kearifan Lokal Didong Dalam Upaya Pembinaan Karakter Peserta

Didik”, dalam Jurnal Pendidikan Volume 8 Nomor 1 (2019), 14.

Page 18: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

8

merupakan salah satu pendekatan yang berfokus pada diri manusia dan

menekankan pada pemahaman atas manusia, pendekatan ini memberikan

penciptaan makna dalam hidup manusia. Dipadukan dengan nilai budaya Didong

Gayo yang memiliki transformasi nilai sosial maka diharapkan konselor mampu

membentuk keterampilan sosial siswa. Para seniman Didong tidak semata-mata

menyampaikan tutur kepada penonton yang dibalut dengan nilai-nilai estetika,

melainkan didalamnya bertujuan agar masyarakat pendengarnya dapat memaknai

hidup sesuai dengan realitas akan kehidupan para Nabi dan tokoh yang sesuai

dengan Islam. Dalam Didong ada nilai-nilai religius, nilai-nilai keindahan, nilai-

nilai kebersamaan dan lain sebagainya. Maka nilai dari keterampilan sosial agar

siswa mampu berhubungan dengan orang-orang sekitar baik secara formal

maupun nonformal.13

Berbeda dengan penelitian lain, skripsi ini menelaah tentang aspek-aspek

agama dalam syair Didong, juga melihat keefektifan kesenian Didong bagi

pemahaman masyarakat Gayo khususnya kabupaten Aceh Tengah. Oleh karena

itu tulisan ini penting untuk di teliti.

E. Penejelasan Istilah

Untuk menghindari kesalah pahaman pembaca dalam memahami isi dan

arah pembahasan Skripsi ini, maka peneliti melengkapi dengan penjelasan

beberapa istilah yang terdapat dalam judul yaitu:

13

Yuwinda Ardila. “Implementasi Pendekatan Eksisutensial Humanistik Berbasis Didong

Gayo Untuk Membentuk Keterampilan Sosial Siswa” , dalam Jurnal Pendidikan Budaya Volume

2 Nomor 1 (2018), 64.

Page 19: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

9

Didalam kamus ilmiah populer Narasi merupakan cerita yang menyajikan

serangkaian peristiwa menurut urutan waktu terjadinya, namun pada dasarnya

merupakan jawaban terhadap apa yang terjadi, bisa berbentuk cerita hikayat,

prosa, biografi, syair dsb.14

Narasi didalam KBBI adalah pengisahan suatu cerita atau kejadian. Narasi

atau sering juga disebut naratif berasal dari kata bahasa Inggris Narration (cerita)

dan Narrative (yang menceritakan). Karangan narasi adalah karangan yang

menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sedemikian rupa sehingga pembaca

seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan.15

Pendapat lain

menyatakan bahwa narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan,

mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk, perbuatan manusia dalam sebuah

peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu.16

Agama menurut kamus ilmiah populer merupakan keyakinan dan

kepercayaan kepada Tuhan (Akidah).17

Menurut Daradjat Agama merupakan

proses hubungan manusia terhadap sesuatu yang diyakininya.18

Sedangkan Glock

mendefinisikan Agama adalah sebagai sistem kepercayaan, sistem perilaku, sitem

nilai yang seluruhnya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai

yang paling maknawi.19

14

Annas Syah Fatihathu Dan A. Soenaryo. Kamus Ilmiah Populer . (Surabaya: CV Cahaya

Agency 2001), 410. 15

Engkos Kosasih. Cerdas Berbahasa Indonesia. (Jakarta: Erlangga 2006), 46. 16

Finoza, Lamudin. Komposisi Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diksi Insan Mulya 2007), 237. 17

Annas Syah Fatihathu Dan A. Soenaryo. Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: CV Cahaya

Agency 2001), 12. 18

Daradjat dan Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang 2005), 10. 19

M Anugrah. Agama Dan Etnisitas. (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim 2015), 23.

Page 20: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

10

Syair menurut KBBI adalah puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas

empat larik (baris) yang berakhir dengan bunyi yang sama. Kata Syair berasal dari

bahasa arab: Sya’ara (menembang atau bertembang), Sya’ir (penembang), Sya’ar

(syair atau tembang). Selain itu. Ada juga yang berpendapat bahwa kata Syair

berasal dari kata Syu’ur atau Syi’ir (Bahasa Arab) yang artinya perasaan. Dengan

demikian, ada yang mendefinisikan Syair sebagai tembang yang penuh curahan

perasaan. Meskipun demikian, bentuknya bukan puisi arab. Syair terdapat tiga

macam yakni Syair yang berisi cerita, Syair yang mengisahkan kejadian dan Syair

yang berisi ajaran agama. 20

Syair Didong dikenal juga dengan istilah Kekata

(kata-kata). Tujuan membuat Syair Didong umumnya demi tujuan praktis yang di

buat untuk segera dipentaskan. Kata Syair menjadi rujukan atau alternatif istilah

kebahasaan mengingat Syair Didong termasuk kedalam bentuk sastra lama.

Wikipedia sebagai rujukan internet mengatakan bahwa Syair adalah salah satu

jenis puisi. Selain itu Syair merupakan rangkaian kata-kata yang diciptakan

pengarangnya dan wujud ekspresinya yang dikontemplasikan dengan alat-alat

musik seta bunyian bunyian lainnya.

Menurut Joni Syair (saer) merupakan turunan atau pengembangan dari

ayat dan hadis, lantunan yang berisi turunan dari ayat dan hadis yang berisikan

nasehat, pendidikan, dan lainnya.21

Secara Definisi Didong mendekati dua kata Denang dan Donang yakni

nyanyian sambil bekerja yang dilakukan bersama-sama. Menurut M.J. Melalatoa

20

Eko Sugiharto, Mengenal Pantun Dan Puisi Lama: Pantun, Karmina, Syair, Gurindam,

Seloka, Dan Talibun, (Jakarta: Buku Kita 2007), 29. 21

Wawancara dengan Menurut Joni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah pada tanggal 31

Oktober 2019

Page 21: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

11

mengatakan arti harfiah dari Didong tidak begitu jelas, berkaitan dengan kata

Denang atau Donang yang berarti dendang, namun penegrtian Didong lebih luas

cakupannya dari pada berdendang.22

Didong menurut KBBI adalah kesenian tradisional Gayo yang dimainkan

dengan cara menyanyikan pantun sambil menari. Didong yang dimaksud dalam

tulisan ini adalah suatu seni sebagai sarana dakwah dan penyampaian pesan-pesan

keagamaan.

F. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah dasar-dasar teori, konsep atau generalisasi yang

dapat dijadikan acuan oleh peneliti. Kerangka teori ini sangat diperlukan agar

peneliti mempunyai dasar yang kuat dan kokoh, sehingga penelitian yang

dilakukan tidak hanya sekedar coba-coba. Adapun yang menjadi kerangka teori

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Agama dapat diartikan sebagai ajaran , sistem yang mengatur tata

keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan yang mahakuasa, tata peribadatan, dan tata

kaidah yang bertalian dengan pergaulan manusia, manusia dan lingkungan serta

lingkungan dengan kepercayaannya.23

Menurut Zakiah Daradjat agama adalah

yang dirasakan dalam hati, pikiran yang dilaksanakan tindakan serta membentuk

dalam sikap dan cara menghadapi hidup pada umumnya.24

Sedangkan menurut

22

MJ Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obar Indonesia,

2001), 2. 23

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: terbitan Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 17. 24

Zakiah Daradjat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 127.

Page 22: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

12

Sosiolog Durkheim agama adalah satu kesatuan sistem kepercayaan dan

pengalaman terhadap suatu yang sakral, yaitu yang lain dari pada yang lain.25

1. Narasi Agama

Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan

dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi.26

Narasi

Agama juga menjabarkan tentang suatu peristiwa yang terjadi pada kehidupan

beragama. Disini penulis bermaksud untuk mengidentifikasi peristiwa-peristiwa

Agama dalam syair Didong.

2. Syair Didong

Syair adalah puisi, karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan

irama dan sajak. Syair merupakan salah satu bentuk puisi lama yang yang terdiri

dari empat baris yang bersajakkan a a a a keempat baris tersebut mengandung arti

atau baris si penyair. 27

Namun Syair yang dimaksud penulis pada skripsi ini,

disamping dalam pengertian diatas penulis juga mengartikan Syair yang

dimaksud adalah Syair lagu yang jika diperhatikan tidak sepenuhnya terikat oleh

kaidah-kaidah atau pola-pola sebagaimana menurut pengertian diatas. Dalam

Syair Didong tidak harus selalu berirama a a a a, melainkan bebas.

Lagu Didong atau yang biasa disebut dengan syair Didong merupakan

salah satu jenis seni yang berbentuk syair-syair pujian, perjuangan, dakwah, atau

25

Muslim Nurdin. Moral dan Kognisi Islam. (Bandung: Alfabeta, 2001), 25. 26

Gorys Keraf. Argumentasi dan Narasi. (Jakarta: Gramedia 2010), 136. 27

Jusuf syarif Badudu. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Bandung: TP 1994), 1389.

Page 23: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

13

nasihat yang dibawakan dengan melagu oleh ceh Didong dan diiringi oleh alulan-

aluna tepukan tepukan tangan oleh anggota pengiring.28

Tiap syair-syair yang diciptakan didalamnya banyak sekali terdapat

nasehat-nasehat, nilai-nilai religius yang dapat diambil pelajaran dari setiap bait

syair tersebut. Syair Didong merupakan isi dari sebuah lagu Didong yang di

ciptakan oleh seseorang yang didalamnya memuat nilai-nilai keagamaan maupun

pesan-pesan agama. Disini penulis memfokuskan pada agama Islam. Melihat

aspek-aspek agama seperti pesan Tauhid, Akhlak, maupun Fiqh.

Singkat kata dari kerangka teori yang telah dipaparkan diatas penulis

merancang penelitian dengan beranjak dari konsep-konsep tentang nilai-nilai

Agama yang di temukan dalam berbagai literatur yang kemudian diambil pesan-

pesan agama yang terdapat dalam beberapa syair Didong seperti Tauhid, Akhlak,

dan Fiqh.

G. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang memaparkan dan

menggambarkan hasil penelitian secara objektif terhadap keadaan dan

karakteristik pelaku yang ditemui dilapangan untuk mendeskripsikan dan

menganalisisi fenomena, peristiwa, aktivitas, sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,

pemikiran orang secara individual atau kelompok.29

Atau bisa dikatakan penelitian

ini menggunakan metode yang bersifat deskriptif analisis yaitu suatu penelitian

28

M.J Melalatoa. Didong Kesenian Tradisional Gayo. (Jakarta: Departemen Pendidkan

dan Kebudayaan 1982), 82. 29

Lexy J. Maleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007).

13.

Page 24: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

14

dengan menggunakan data lapangan dan menganalisis serta menarik kesimpulan

dari data tersebut.30

1. Jenis Penelitian

Penelitian tentang Narasi Agama Dalam Syair Didong ini merupakan

penelitian (Field Research) dengan pendekan kualitatif. Kualitatif merupakan

suatu upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektif didalam dunianya, baik

dari segi konsep, perilaku, dan persoalan yang akan di teliti.

2. Sumber Data

1. Sumber Data

Menurut Lofland, dikutip oleh Maleong bahwa sumber data utama dalam

penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen.31

Penelitian ini membagi dua jenis sumber data yang

digunakan, yaitu:

a. Sumber Primer yaitu data yang didapatkan langsung dari objek baik

melalui wawancara maupun data lainnya. Adapun kriteria yang

diwawancarai adalah:

- Tokoh Adat 2 orang

- Tokoh Agama (MPU) 1 orang

- Ceh Didong 4 orang

- Masyarakat 8 orang

30

Suharsimi Arikunto. Manajemen Penelitian. (Jakarta: Rineka Cita, 1993), 106. 31

Maleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2005), 157.

Page 25: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

15

b. Sumber sekunder yaitu semua data yang tidak langsung dari objek yang

diteliti,32

yang meliputi data dokumen dan data-data kependudukan

yang didapat dari kantor Badan Pusat Statistik dan Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Tengah.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian tersebut dilakukan.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi Takengon Kabupaten Aceh

Tengah. Lokasi ini diambil karena ingin melihat Efektifitas Narasi tersebut

bagi pemahaman masyarakat di wilayah tersebut.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data untuk

kepentingan tulisan Skripsi ini adalah teknik peneliti kualitatif yaitu dengan

melakukan wawancara secara terbuka dan mendalam yang berisikan pertanyaan-

pertanyaan yang mengarah kepada kebutuhan penelitian, dan juga dengan

melakukan observasi partisipasi terhadap teknik- teknik pengumpulan data yang

akan dilakukan oleh peneliti, dan juga perlu adanya dokumentasi, yaitu:

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua belah pihak.

Menurut Esterbarg wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat diambil

dan disimpulkan menjadi topik yang tertentu.33

Jumlah responden yang

diwawancarai oleh peneliti sebanyak orang yang mana diantaranya adalah

32

Sumarsono. Metode Riset Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004). 69. 33

Sugiyona. Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabet,2005). 72.

Page 26: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

16

2 orang Tokoh Adat 1 orang Tokoh Agama 4 orang Ceh Didong, dan 8

orang masyarakat Takengon Kabupaten Aceh Tengah. Wawancara ini

dilakukan untuk mendapatkan informasi dan memperoleh hasil penelitian

yang sesuai dan akurat dengan judul penelitian.

Wawancara juga merupakan suatu proses untuk memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka

antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai

dalam memperoleh data.34

b. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, dianalisis dengan

metode kualitatif. Adapun teknik analisis data dilakukan dengan

pengorganisasian, koding dan penyimpanan rekaman. Pengorganisasian

dilakukan dengan identifikasi setiap data yang dibangun seperti Transkip

wawancara, catatan lapangan, foto, video, dokumen dan hal lain yang

merupakan sumber data.35

c. Dokumentasi

Dokumentasi dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang diperoleh

dengan cara memeriksa dan mencatat laporan. Dokumentasi mencari data

tentang hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat

kabar, majalah, jurnal, penelusuran dari internet dan lain sebagainya yang

34

Burhan Bungin. Metodelogi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Cet I. 142.

35

Hamid Patilima. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabet, 2011). 98.

Page 27: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

17

memungkinkan untuk digali sebagai data dalam proses penelitian.36

Dokumentasi merupakan rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan

percakapan, menyangkut persoalan pribadi dan memerlukan interpretasi

yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa

tersebut.

d. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini, penulis berpedoman dan mengacu kepada buku

pedoman penulisan skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry Banda

Aceh Tahun 2013.

H. Sistematika Pembahasan

Pembahasan pada skripsi ini terdiri dari lima bab, namun sebelumnya

terlebih dahulu dilampirkan halaman judul, pernyataan keaslian, halaman

pengesahan, halaman persembahan, abstrak, kata pengantar dan daftar isi. Setelah

bab lima akan disertakan daftar pustaka, lampiran- lampiran dan daftar riwayat

hidup. Adapun pembagian bab per- bab dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagaimana yang telah disebut sebagai berikut:

Bab satu merupakan bab pendahuluan menguraikan secara spesifik yang

terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kajian

Pustaka, Kerangka Teori, Penjelasan Istilah Metode Penelitian, dan Sistematika

Pembahsan.

36

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta:Rineka

Cipta,1993), 206.

Page 28: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

18

Bab dua, dalam bab dua ini akan dibahas mengenai Agama dan Seni,

terlebih dahulu akan di uraikan tinjauan umum tentang Islam dan Seni, poin

selanjutnya Ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Seni, dan Hadis yang

berkaitan dengan Seni.

Bab tiga, akan dibahas tentang Agama dalam Syair Didong di Kabupaten

Aceh Tengah dan akan di bahas terlebih dahulu tentang gambaran umum tempat

penelitian, kemudian di teruskan dengan agama dan Masyarakat Gayo, dan seni

dalam Masyarakat Gayo.

Bab empat, akan dimuat tentang Sejarah Asal-usul Kesenian Didong,

Jenis-Jenis Kesenian Didong, Tokoh-Tokoh Kesenian Didong (Ceh Didong),

Perkembangan Kesenian Didong, Aspek-Aspek Agama dalam Didong.

Bab lima memuat tentang kesimpulan dan hasil riset penelitian tentang

Narasi Agama dalam Syair Didong. Bab ini juga akan di muat penutup yang berisi

kesimpulan dan saran-saran.

Page 29: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

19

BAB II

AGAMA DAN SENI

A. Islam Dan Seni

Kesanggupan akal yang bermutu tinggi merupakan bentuk dari seni.1

Ketika orang lain mengatakan dapat mengatakan keindahan, kagum dan rasa yang

luar biasa kepada ciptaan maka itu disebut dengan ukuran tinggi. Salah satu unsur

kebudayaan, seni merupakan fitrah manusia yang di anurgahkan Allah untuk

melibatkan suatu kegiatan yang mengungkapkan keindahan dalam kemampuan

kreatifitas.

Islam sebenarnya sangat mendukung untuk menghidupkan rasa keindahan

dalam kesenian, namun dengan demikian syarat dan ketentuan, yakni jika

kesenian tersebut membawa pembaruan dan tidak mengganggu dan juga bersifat

membangun. Selain seni kaligrafi, dekorasi dan seni ukir lainnya, Islam juga

memberi perhatian yang sangat besar terhadap seni sastra, Al-Quran merupakan

puing –puing keindahan yang bernilai sastrawi.2

Realitanya seni sebagai suatu media interprestasi, kreasi sekaligus

komunikasi. Maka menilai sebuah aspirasi dalam seni tidak dapat dihindari dari

dimensi-dimensi dan unsur-unsur yang menyatu dan menyangkut keyakinan,

1Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim penyusun Kamus pusat Pembina dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (Jakarta Balai Pustaka:

1990). 816. 2 Yusuf Al-Qardhawi. Islam dan Seni. (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000). 11-12.

Page 30: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

20

motivasi, ideologi, pola pikir, kepedulian, kepekaan tujuan dan arah disamping

astetikanya dan aspek gaya.

Seni sederha merupakan usaha menciptakan model atau bentuk-bentuk

menyenangkan, memuaskan penghayatan juga penghayatan tersebut dapat

dipuaskan saat mampu mengapresiasikannya.3 Begitu juga dengan seni sastra

dianggap seni Islami apabila pesan-pesan yang terkandung didalamnya

mengandung unsur-unsur ajaran, norma, kaidah-kaidah Islam.4

Dalam Islam tidak dijelaskan secara rinci tentang ajaran yang berkaitan

dengan seni dan bentuk-bentuknya sehingga belum ada batasan terhadap seni

Islam yang diterima oleh semua kalangan. Oleh karena itu menurut sayeed H.

Nasr memberikan ciri-ciri seni Islam tersebut: seni Islam adalah hasil dari

perwujudan ke-esaan dalam bidang keagamaan yang membayangkan ke-esaan

ilahi, kebergantungan keanekaragaman kepada Allah yang maha esa. 5

Pendapat tersebut mirip dengan teori Ernst Diez yang menyatakan bahwa

seni Islam yang mengungkapkan sikap pengabdian kepada Allah. M Abdul Jabbar

melengkapi pernyataan-pernyataan tersebut diatas dengan pendapatnya “suatu

seni Islamis, jika suatu seni itu mengungkapkan pandangan-pandangan hidup

3 Sidik Gazalba. Pandangan Islam Tentang Kesenian. ( Jakarta: Bulan Bintang, 1977),

20. 4 Saudi Berlian & Jabrohim. Islam Dan Kesenian. (Yogyakarta : MKM UAD Lembaga

Litbang PP Muhamadiyah, tanpa tahun), 177. 5 Sayeed H. Nasr. (Terj. Arif Muhammad), Spiritualitas dan Seni Islam. (Bandung:

Mizan 1933), 18.

Page 31: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

21

kaum muslimin yaitu konsep Tauhid. 6 seni Islam adalah seni yang mengandung

unsur-unsur keislaman yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Hadist.

B. Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Seni

Seni merupakan rasa keindahan, maka dapat diketahui bahwa Islam sudah

menanamkan rasa kecintaan dan cita rasa keindahan dalam diri setiap muslim.

Islam itu sendiri sangat menghargai seni,7 seperti dalam Al-quran surat Al-Qaf

ayat 6:

ها وما لا من ف روج ~اف لم ي نظر مآ ء ف وق هم كيف ب ن ينها وزى ن وا أل الس

“Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas

mereka,bagaimana Kami membangunnya dan menghiasinya dan tidak

terdapatretak-retak sedikitpun.”8

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan alam jagad raya ini

sebagai hiasan yang indah untuk dapat dinikmati oleh umat manusia. Manusia

dapat menikmati dan menggambarkan keindahannya sesuai dengan perasaan

masing-masing. Melengahkan sisi keindahan yang natural Allah berikan, berarti

mengabaikan satu sisi poin penting dari bukti keesaan dan kebesaran Allah.

Immanuel Kant menjelaskan bahwa bukti tentang wujud Tuhan terselip

pada rasa manusia tidak pada akalnya.9 Jadi jelas bahwa wujud Tuhan dapat

6 M Abdul Jabbar Beg. Terj. Yustiono dan Edi Sutroyono. Seni dalam Peradaban Islam

(Bandung: Pustaka 1981), 2-3. 7 Raina Wildan. “Seni Dalam Persfektif Islam”, dalam jurnal Islam Futara olume VI

Nomor 2, (2003), 79. 8 Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Bekasi: PT. Sukses Mandiri,

2013), 519.

Page 32: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

22

dirasakan melalui rasa kekaguman dari hasil penciptaannya terhadap wujud

Tuhan.

Dalam Islam, setiap manusia berhak mengeluarkan kreatiitas seperti seni

dalam membaca Al-qur’an, seni kaligrafi, seni syair dan lain-lain. Seni Islam

merupakan ekspresi keindahan wujud dari pandangan Islam terhadap alam dan

kehidupan manusia yang mengantarkan kepada keindahan dan kebenaran.10

Syeh Yusuf Qardhawi telah mendeskripsikan sikap Islam kepada seni,

ketika ruh seni adalah perasaan kepada keindahan maka Al-qur’an telah

menyebutkan dalam surah As-Sajadah ayat: 7

الذي احسن شيء خلقو * وبذأخلق ال نسن من طي

“Yang membuat segala sesuatu, yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan

yang memulai menciptakan manusia dari tanah”.11

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Dia menggambarkan penciptaan bagi

makhluk seluruhnya, bagi manusai Allah menciptakan nenek moyang manusia

yakni Adam dari tanah liat, kemudian keturunan Adam dari sari pati air yang hina,

dan juga Allah menyempurnakan ciptaannya dengan sebaik-baik bentuk,

kemudian ditiupkan ruh, dan Allah memberikan nikmat pengelihatan dan

pendengaran agar dapat melihat dan mendengar suara-suara dan warna kehidupan.

Nikmat akal agar dapat membedakan baik-buruk, beriringan dengan nikmat ini

maka sedikit manusia yang bersyukur atas nikmat pemberianya.

9 Raina Wildan. “Seni Dalam Persfektif Islam”, dalam Jurnal Islam Futara Volume 6,

Nomor 2, (2003), 80. 10

Ibid.., 81. 11

M Quraisy Shihab DKK. Islam dan Kesenian. (Jakarta: Majelis Kebudayaan

Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan Lembaga Litbang PP Muhammadiyah 1995), 185.

Page 33: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

23

Al-Qur’an itu sendiri melegalkan kesenian manusia dalam keindahan

sebagai fitrah manusia yang dianugrahkan Allah kepada manusia yang memiliki

konsep untuk membimbing manusia kepada konsep Tauhid dan berbakti diri

kepada Allah yang bertujuan kepada kebaikan dan berakhlak.12

C. Hadis Yang Berkaitan dengan Seni

Seni sering kali ditafsirkan berbeda-beda sehingga memiliki pengertian

yang beragam, namun pengertian yang umum digunakan dalam mengartikan seni

diantaranya, ialah keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi

kehalusan dan keindahannya.13

Oleh karena itu manusia tidak dipisahkan oleh

seni yang bagi manusia seni merupakan dimensi yang amat penting dalam

kehidupan.

Dalam konteks budaya, seni juga merupakan salah satu dari tujuh aspek

integral penyusun suatu kebudayaan, di samping sistem religi, sistem

pengetahuan, sistem bahasa, sistem ekonomi, sistem teknologi dan sistem sosial.14

Dalam lingkup masyarakat muslim, hampir semua golongan dipastikan

sepakat, bahwa seni merupakan fitrah dan naluri manusia yang tidak bertentangan

dengan ajaran agama karena suatu hal yang mustahil bila Allah SWT.

Menganugrahkan menganugrahkan sebuah potensi kepada manusia untuk

menikmati dan mengekspresikan keindahan dan kemudian Allah sendiri yang

12

Nanang Razali. “ Kedudukan Seni Dalam Islam”, Dalam Jurnal Kesenian Budaya

Islam Volume 1 Nomor 1 (2020), 3. 13

Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta:

Pusat Bahasa, 2008), 1414. 14

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2007), 154.

Page 34: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

24

melarangnya.15

Dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Abdullah Bin Mas’ud

bahwa nabi saw. Bersabda :

ليو وسلم قل ل يد خل النة من كان ف عن عبد الله بن مسعود عن النب صل الله ع

ق لبو مث قال ذرة من كبقال رجل أن الرخل يب أن يكون ث وبو حسنا ون علو حسنة

ر بطر الق يل يب المال الكب وغمط الناس قال أن لله ج “Dari Abdullah Bin Mas’ud dari Nabi saw. bersabda: tidak akan masuk

surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari

kesombongan. Seorang laki-laki bertanya, sesungguhnya laki-laki

menyukai apabila baju dan sandalnya indah (apakah ini termasuk

kesombongan)? Nabi menjawab: Sesungguhnya Allah itu indah dan

mencintai yang indah, kesombongan itu menolak kebenaran dan

meremehkan manusia.”

Seni yang benar ialah seni yang dapat mempersatukan secara sempurna

antara keindahan dan Al haq, oleh sebab itu keindahan ilaha hakikat atas ciptaan,

dan begitu pula Al-haq merupakan puncak dari keindahan. Oleh karenanya Islam

Islam membolehkan umatnya menikmati keindahan, karena hal itu adalah

rangkaian untuk melunakkan perasaan dan hati seseorang.16

Mengenai kedudukan bersyair dalam Islam terdapat dua penjelasan yang

pertama menjelaskan tentang kebolehannya, yang kedua menjelaskan tentang

pelarangannya. Berikut hadis yang menyatakan bahwa syai’r di bolehkan dalam

Islam, dalam sebuah riwayat disebutkan:

15

M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an, Tafsir Tematik atas berbagai Persoalan

Umat ,507. 16

Ibid..., 202.

Page 35: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

25

وسلم ي وما,ف قال: ىل معك من شعر أمية بن أب الصلت شيء؟ ق لت: ن عم,

تا, ف قال: ىيو ث أنشد تو ب يت, ف قل: ىيو حت أنشدتو مائة قال:"ىيو" فانشدتو ب ي

ه مسلم( ب يت.)روا

“Dari Amr bin al-Naqid dan Ibnu Abi Umar, keduanya dari Ibnu

Uyainah, Ibnu Umar berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan,

dari Ibrahim bin Maisarah, dari Amr bin al-Rasyid, dari Ayahnya ia

berkata : suatu ketika aku bersama Rasulullah Saw. kemudian beliau

berkata: "Apakah kamu mengetahui beberapa (bait) dari syair karya

Umayyah bin Abi al-Salt?", aku menjawab:“ya”, beliau berkata:

"lantunkanlah!", kemudian aku melantunkan satu bait, beliau berkata:

"lanjutkan" kemudain aku melantunkan satu bait, beliau berkata:

"lanjutkan" hingga aku melantunkan 100 bait (syair).17

Hadis diatas dilihat dari konteks maknanya menunjukkan akan kebolehan

bersyair. Dalam riwayat yang lain Rasul juga memuji syair salah satu sahabat

yang bernama Lubaid bin Rabi’ah Rasulullah SAW bersabda:

عن اب ىري رة عن النب صلى الله وسلم قال أصدق كلمة قلها الشاعر كلمة لبيد أل

كل شيء ما خل الله بطل وكاد أمية بني أب الصلت أن يسلم

“ Dari Abi Hurairah dari Nabi SAW beliau berkata: “ Kalimat yang

palin benar yang diucapkan oleh penyair adalah kalimat Lubaid :

“Ketahuilah segala sesuatu yang selain Allah adalah batil (rusak dan

binasa). Dan hampir saja ummayah bin Abu Al-Shalt memeluk Islam.18

17

Abdul Muiz. “ Puisi dalam Perspektif Hadis Nabi (Kajian Hadis Kontradiksi)”, dalam

Jurnal Reflektika Volume 12 Nomor 12 (2016), 93. 18

Ibid.., 94.

Page 36: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

26

Adapun hadis yang menerangkan bahwa ketidak bolehan untuk bersyair

adalah:

هما عن نب صلى الله عليو وسلم قل لن يتلء خوف أىد عن ابن عمر رضي الله عن ر لو من ان يتلئ شعرا كم ق يحا خي

“ Dari Ibnu Umar dari Nabi SAW beliau bersabda: Lambung seseorang

penuh dengan nanah lebih baik dari pada penuh dengan puisi”.

Jika dilihat dari hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar diatas

menunjukkan bahwa betapa syair sangat tidak dibolehkan dan bertentanga dengan

hadis yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab.

Page 37: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

27

BAB III

AGAMA DALAM SYAIR DIDONG DI KABUPATEN ACEH TENGAH

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

a. Lokasi Penelitian

1. Kabupaten Aceh Tengah

Kabupaten Aceh Tengah menempati bagian tengah provinsi Aceh

yang merupakan bagian dari pegunungan bukit barisan, beribukota

Takengon. Pada 2003 Aceh Tengah dimekarkan menjadi dua Kabupaten

yakni Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten

Aceh Tengah merupakan wilayah yang berbatasan dengan wilayah

Kabupaten lain:

Sebelah Utara : Kabupaten Bener Meriah

Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Timur

Sebelah Selatan : Kabupaten Gayo Lues

Sebelah Barat : Kabupaten Nagan Raya1

Kabupaten Aceh Tengah merupakan daratan tinggi dengan

ketinggian antara 200-2600 meter diatas permukaan laut, terletak pada

posisi 40 10’ 33”- 5

0 57’ 50” lintang utara dan diantara 95

0 15’ 40”- 97

0 20’

1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten Aceh Tengah Dalam Angka

2019. (Aceh Tengah: BPS, 2019), 3.

Page 38: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

28

25” Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Aceh Tengah Adalah berupa

daratan seluas 4454.04 km2.

Akhir tahun 2018, wilayah administrasi Kabupaten Aceh Tengah

terdiri dari 14 Kecamatan, luas daratan masing-masing kecamatan yaitu:

Kecamatan Linge (1766.24 km2), Kecamatan Atu Lintang (146.27 km

2),

Kecamatan Jagong Jeget (188.25km2), Kecamatan Bintang (578.26 km

2),

Kecamatan Lut Tawar (83. 10 km2), Kecamatan Kebayakan (48.18 km

2),

Kecamatan Pegasing (169.83 km2), Kecamatan Bies (12.32 km

2),

Kecamatan Bebesen (28.96 km2), Kecamatan Kute Panang (20.95 km

2),

Kecamatan Silih Nara (75.04 km2), Kecamatan Ketol (611.47 km

2),

Kecamatan Celala (125.86 km2), Kecamatan Rusip Antara (599.31 km

2).

2

Jumlah penduduk berdasarkan proyeksi tahun 2018 adalah sebanyak

208505 jiwa yang terdiri dari 105321 jiwa penduduk laki-laki dan 103148

jiwa penduduk perempuan. Penduduk terpadat di Kabupaten Aceh Tengah

terletak di kecamatan Bebesen yaitu 1425 jiwa/km2 dengan luas area 28.96

km2.3 Mata pencaharian penduduk Kabupaten Aceh Tengah pada

umumnya disektor pertanian, dan perkebunan. Sisanya disektor

pertenakan, perikanan, perdagangan dan pemerintahan.4

Bagian pedalaman wialayah Kabupaten ini memiliki tipografi

perbukitan dan pegunungan di jajaran pegunungan Bukit barisan dengan

2 Badan Pusat Statistik kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten Aceh Tengah Dalam Angka

2019. (Aceh Tengah:BPS, 2019), 8-9. 3 Ibid,... 48.

4 Badan Pusat Statistik kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten Aceh Tengah Dalam Angka

2016. (Aceh tengah: BPS, 2019), 6.

Page 39: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

29

ketinggian 2000-2600 mdpl. Beberapa pegunungan yang terdapat di

Kabupaten ini adalah Burni Telong (2.600 m), Burni Bies (2.076 m), Bur

Kul (92.670 m), Burni Pepanyi (2.300 m), Burni Kelieten (2.640 m).

Semua terletak di seputaran danau Lut Tawar. Jauh disebelah selatan

didekat perbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya dan Gayo Lues

menjulang gunung Abong-Abong (3000 m). Tanah vulkanik yang subur

disekitar gunung tersebut diats, misalnya sekitar Burni Bies, Burni Telong,

Bur Kul. Batas selatan barat tanah vulkanik ini ada di aliran Wihni

Peusangan. Wilayah subur inilah yang menjadi pusat perkebunan kopi

rakyat di kabupaten ini. Pada bagian tengahnya terletak Danau Lut Tawar

berukuran panjang 17,5 km, lebar maksimum 4,5 km dan kedalaman

sekitar 200 m.5

Kabupaten Aceh Tengah beriklim tropis dengan curah hujan rata-

rata 1.822 mm pertahun, dengan curah hujan yang banyak terjadi pada

bulan September sampai desember. Seluruh sumber air yang terdapat di

Kabupaten Aceh Tengah bersumber dari pegunungan melalui sungai-

sungai dan danau. Temperatur udara terutama diseputaran Takengon

berkisaran antara 150C-23

0C

3.6

Kabupaten Aceh Tengah memiliki tumbuhan dan hewan yang di

budidayakan maupun berkembang secara alami. Jenis-jenis tumbuhan dan

hewan umum nya yang bernilai ekonomis, seperti tanaman pertanian

5 Ibid., 62.

6 Ibid., 10.

Page 40: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

30

(sayur-sayuran palawija) dan tanaman perkebunan. Komoditi yang

dihasilkan oleh kebun rakyat maupun Negara adalah kopi (Caffea), tebu

(Saccharum Offichenarum), tembakau (Nicotiana Tobacum), lada

(Piperaceae), kemiri (Aluerites Moluccana), pinang (Areca Catechu) dan

lain-lain. Jenis fauna yang di budi dayakan antara lain sapi (Bovidaefml),

kerbau (Bos Bubalus), kuda (Equus Caballus), kambing (Capra), domba,

serta unggsa ayam (Callus), dan itik.7

B. Agama Dan Masyarakat Gayo

Ketut Wiradyana merupakan seorang peneliti dari badan Arkeologi Meda,

menjelaskan bahwa masyarakat Gayo sudah mengenal sistem kepercayaan sejak

masa prasejarah. Pada situs Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah,

Wiradyana menemukan bukti sejarah adanya penguburan yang disertai bekal

kubur berupa wadah berbahan tanah liat (Gerabah), mata panah berbahan batu,

wadah yang dianyam. Adanya bekal kubur tersebut memberikan gambaran akan

adanya kepercayaan terhadap kehidupan lain selain kebidupan alam dunia.

Sehingga, jenazah diberikan bekal kubur agar didalam perjalanan kealam lain

tidak terganggu.8 Wiradyana menyebutkan bahwa salah satu sisa aktivitas

masalalu yang ditemukan di Tanah Gayo yang berkaitan dengan religi yaitu

dengan adanya kerangka manusia yang sengaja dikubur dengan kaki terlipat dan

ditutupi dengan batu atau temuan kerangka manusia di Gua Putri Pukes dengan

7 Ketut Wirdyana, Taufikurrahman Setiawa. Gayo Merangkai Identitas. (Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011),.3. 8 Mahmud Ibrahim. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. (Takengon: Yayasan

Muqammahmahmuda, 2007), 1-9.

Page 41: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

31

bekal kapak lonjong dan persegi. Kondisi itu memberi gambaran bahwa pada

masa prasejarah telah dikenal religi yang berkaitan dengan penguburan manusai

yang telah mati dengan bekal kubur kapak lonjong dan persegi.9

Temuan arkeologis menguatkan bahwasanya keyakinan sebelum Islam

memasuki Tanah Gayo masyarakat Gayo sudah memiliki keyakinan atau

kepercayaan terhadap animisme. Ketika agama Islam masuk ke perlak pada abad

pertama Hijriyah dan berkembang pesat, animisme yang dipercaya oleh

masyarakat Gayo berangsur-angsur hilang beralih pada kepercayaan Islam.

Kepercayaan animisme yang mereka yakini dan adat istiadat yang mereka pegang

teguh turun temurun sejak berabad-abad sebelum Islam, berangsur-angsur diubah

dan disesuaikan dengan nilai dan norma ajaran Islam.10

Percampuran dan penyesuaian antara nilai keislaman dengan norma

budaya Gayo, tercermin tidak hanya dalam perilaku budaya masyarakat, tetapi

juga dalam perimestike. 11

Gayo mengandung prinsip tersebut antara lain berbunyi

“Agama urum edet, lagu zet urum sifet” (Agama dan adat sepeti zat dengan

sifat).12

Hal ini menunjukkan akulturasi antara adat dan syariat Islam sangat erat

9 Ketut Wiradyana. Gayo Merangkai Identitas. (Jakarta: yayasan Pustaka Obor Indonesia,

2011), 124. 10

Ali Mustafa dan Rahmat Hidayat. “Islam Gayo: Studi Tentang Akulturasi Islam dengan

Budaya lokal di Kabupaten Aceh Tengah”, dalam Jurnal Al Misbah Volume 13 Nomor 2 (2017),

315. 11

Perimestike adalah bahasa kiasan yang bersifat metaforis dalam Rahmat Hidayat.

“Penanaman Nilai Pendidikan Islam Pada Masyarakat Gayo”, dalam Jurnal Studi Agama Volume

6 Nomor 1 (2018), 86. 12

Mahmud Ibrahim dan A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat. Jilid 3 Cet. I.

(Takengon: Yayasan Maqamammahmuda, 2005), viii.

Page 42: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

32

dan saling berkaitan. Fungsi adat untuk menunjang pelaksanaan ajaran agama

Islam, merupakan prinsip budaya dalam kehidupan masyarakat Gayo.13

Adat Gayo berfungsi memelihara atau menjaga agar syariat terlaksana

dengan baik, sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap kekuatan syariat. Adat

yang berkedudukan sebagai penunjang pelaksaan syariat menyebabkan syariat

bertansformasi menjadi adat atau budaya. Begitupun sebaliknya, budaya

bertansformasi menjadi agama (Islam budaya).14

C. Seni Dalam Masyarakat Gayo

Suku Gayo memiliki kebudayaan sendiri, meskipun kebudayaan tersebut

hampir sama dengan kebudayaan Aceh lainnya. mereka mempunyai bahasa

sendir, adat-istiadat tersendiri, yang mungkin berbeda dengan bahasa dan adat

istiadat Aceh, Karo, Batak, dan Melayu. Secara umum, sejak masuknya agama

Islam ke Aceh, kebudayaan Aceh maupun kebudayaan Gayo lebih cenderung

mengarah kepada kebudayaan yang bernafaskan Islam. Namun demikian,

kebudayan Gayo mempunyai ciri-ciri tersendiri yang agak berbeda dengan

kebudayaan Aceh umumnya.

Masyarakat Gayo sangat dekat dan kental akan kesenian, masyarakat Gayo

juga memiliki kesenian yang berciri khas, seperti tari-tarian, pantun dan syair

hingga alat-alat musik. Seperti halnya kesenian yang ada di kawasan masyarakat

13

Mahmud Ibrahim. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. (Takengon: Yayasan

Muqammahmahmuda, 2007), 19-20. 14

Ali Mustafa dan Rahmat Hidayat. “Islam Gayo: Studi Tentang Akulturasi Islam dengan

Budaya lokal di Kabupaten Aceh Tengah”,dalam Jurnal Al Misbah Volume 13 Nomor 2 (2017),

316.

Page 43: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

33

Gayo Aceh Tengah seperti Tari Guel, Tari Munalo, Tari Resam Berume, Tari

Emun Beriring dan seni betutur yakni Didong.15

Gayo dikenal dengan bentuk karya ukir yang sangat indah yang diterapkan

pada bangunan, masjid, rumah adat, hingga perlengkapan rumah tangga seperti

kendi, kursi bahkan ada pula diterapkan pada sulaman kain16

disebut dengan

kerawang. Ukiran kerawang pada awalnya pada masyarakat Gayo diproduksi

untuk kebutuhan konsumsi pribadi sebagai pakaian-pakaian, kendi, cawan dan

ukiran rumah. Sampai saat ini kesenian ukir kerawang Gayo ini berkembang

sangat pesat sebagai identitas masyarakat Gayo tersebut.

15

M Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor

ndonesia, 2001), 14. 16

Gusami, Sp. Nukilan Seni Ornamen Indonesia. (Yogyakarta: ASRI, 1980), 3.

Page 44: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Sejarah dan Asal Usul Kesenian Didong

Sejarah Asal-usul kesenian Didong kiranya belum ada keterangan yang

mampu mengungkapkannya. Ada yang berpendapat bahwasanya umur kesenian

ini setara dengan umur adanya orang Gayo itu sendiri. Sejarah yang belum

kunjung tersingkap ini, juga semakin menjadi kabur dengan tidak diketahui apa

arti dari Didong itu sendiri. Sedangkan sejarah kebangkitan kesenian Didong

dapat dikatakan berkisar pada awal tahun 1960 ketika pemerintah Indonesia dan

DI/TII sepakat untuk berdamai, maka dari itulah awal mula kebangkitan kembali

kesenian Didong. Dapat dilihat pada banyaknya grub Didong yang bermunculan,

ada sebanyak 70 grub baru yang muncul pada saat itu di Kabupaten Aceh Tengah

yang terus menurus di perkenalkan pada kalangan masyarakat sehingga kesenian

ini kembali populer dikalangan masyarakat Kabupaten Aceh Tengah.1

Banyak sejarah berpendapat bagaimana awal mula kesenian Didong

sehingga keberadaannya muncul dan berada pada Tanah Gayo tersebut, beberapa

pendapat mengemukakan kejadian awal mula Didong. Seperti pada Skripsi

seorang mahasiswi, Ihwatun Hasanah menerangkan bahwa keberadaan Didong di

Tanah Gayo tersebut sudah ada sejak sebelum masuknya agama Islam ke Gayo.

Yaitu sebelum kerajaan Linge ada di Tanah Gayo.

1 Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Januari 2020.

Page 45: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

35

Didong merupakan seni budaya yang terdapat dalam masyarakat Gayo,

sebelum Islam masuk kesenian ini disebut dengan Roch Boldem. Setelah Islam

masuk barulah Didong menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Pada zaman

dahulu kesenian ini disebut dengan surak. Sedangkan adanya guru Didong diawali

adanya peristiwa sengeda, menari dan Guwel (membangkitkan gajah putih).2

Beberapa pendapat bahwa Didong berasal dari kata Denang dan Donang

yakni nyanyian sambil bekerja yang dilakukan bersama-sama. Menurut M.J

Melalatoa mengatakan secara harfiah dari Didong tidak begitu jelas, namun

berkaitan dengan kata Denang dan Donang yang berarti dendang, namun

pengerian Didong lebih luas cakupannya dari pada berdendang.3

Didong adalah salah satu jenis kesenian sastra Gayo. Kata Didong berasal

dari kata Dik dan Dong. Dik berarti menghentakkan kaki ke papan yang

menimbulkan bunyi dik-dik-dik. Kemudian kata dong berarti berhenti ditempat,

tidak berpindah. Kata didong dapat diartikan bergerak (menghentakkan kaki)

ditempat untuk mengharapkan timbulnya bunyi dik-dik-dik. Pertunjukan kesenian

Didong dimulai setelah shalat Isya berakhir hingga menjelang subuh.4

Menurut M. Thalib K.B asal-usul Didong Gayo bermula dari terbunuhnya

Bener Meriah oleh panglima Samar Kilang yang mematuhi perintah Reje Linge

XIII. Kemuadian dimakamkan di hutan Samar Kilang. Kemudian menjelmanya

2 Ihwatun Hasanah. Nilai Budaya Seni Didong Dalam Kehidupan Masyarakat Aceh Tengah

(Penelitian Etnografi Didesa Toweren Uken Di Aceh Tengah. (Skripsi Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2015), 15. 3 M.J. Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2001), 2. 4 M.J. Melalatoa DKK. Kamus Besar Bahasa Gayo Indonesia. (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan), 71.

Page 46: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

36

seekor gajah berwarna putih diatas makam tersebut. Hal ini di laporkan oleh

sengeda kepada Sultan Aceh Iskandar Muda Raja Ke XVI. Seruan Sultan Aceh

agar dibawa ke Banda Aceh (Kute Reje). Pada suatu ketika sebanyak delapan

orang untuk memegang gajah putih, tetepi gajah putih tidak mau bergerak.

Kemudian Sengeda memerintahkan untuk membawa tali dan gegedem, sambil

menarik tali, sambil memukul gegedem dik,dik,dik,dik, dong, dik, dik, dik, dik,

dong, dik, dik, dik, dong, dik , dik, dik, dong. Ketika di tarik gajah dengan

mengatakan dik, dik, dik, dong. Dik artinya bergerak, dong artinya berhenti, ini

merupakan asal kata dari Didong.5 pernyataan tersebut dimodifikasi dari sejarah

Tari Guwel.

Menurut Banta Cut Aspala kesenian Didong itu berasal dari guru Didong

yang berdiri menggunakan opoh ulen-ulen, dan diantaranya melakukan kegiatan

berbalas pantun dan diselingi oleh tarian. Penepok juga berawal dari penonton

dari kedua bela pihak yang kemudian oleh guru Didong disetarakan agar duduk

bersama penepok dan dibagi menjadi dua kelompok, kerena berdiri dianggap

sebagai hal yang tidak sopan dalam adat Gayo.6

Menurut My Sidang Temas pada tahun 1935 Didong sebagai sarana

hiburan oleh pemuda kampong saja baik dilakukan di serambi (balai) atau pun di

mainkan setelah penat bekerja di sawah dan ladang.7

5 Wawancara dengan M. Thalib K.B Wakil Ketua Majlis Adat Gayo Kabupaten Aceh

Tengah 26 Oktober 2019. 6 Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo

Kabupaten Aceh Tengah dan mantan Pelaku Ceh Didong 26 Oktober 2019.. 7 Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Oktober 2019.

Page 47: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

37

Oleh Abdul Khadir To’et Didong disebarkan keseluruh penjuru kampung.

Dahulu masing-masing kampong mempunyai klub Didong, karena Didong

tersebut dianggap sebagai wadah para pemuda. Tetapi memasuki tahun 1940

kesenian Didong ini sudah di pertunjukkan didepan khalayak ramai, dan

mengikuti perkembangan karena dianggap sakit ketika menepok dengan tangan

Sali Gobal berinisiatif untuk menggunakan alat bantu dengan membalut kain

sarung pada tangannya, pada masa ini terciptnya bantal Didong. 8

B. Jenis-Jenis Kesenian Didong

Menurut Banta Cut Aspala Didong dapat dikelompokkan menjadi tiga

kelompok yakni : (1) Didong Jalu, dimana Didong jalu ini merupakan Didong

yang terdapat dua klub yang dipertandingkan didalamnya. (2) Didong Separi,

dimana Didong separi ini hanya perkumpulan para ceh-ceh saja dan beberapa

orang penepok, dan biasanya Didong ini diselenggarakan di acara-acara formal,

atau pun pembukaan festival dan lain sebagainya (3) Didong Sinte Mungerje

(hajatan pernikahan) atau Didong Turun Mani (turun tanah) biasanya Didong ini

dilaksanakan hanya dalam acara-acara hajatan. Jumlah anggota Didong terdapat

20, 30, 40 dan seterusnya kecuali Didong felstival yang jumlah anggotanya di

tentukan. 9

Menurut My Sidang Temas menjadi menjadi sebuah klub Didong ada

beberapa syarat-syarat yaitu :(1) yang pertama harus mempunyai rombongan (dari

8 Wawancara dengan M Yusin Saleh Selaku ketua Majealis Adat Gayo Kabupaten Aceh

Tengah 31 Oktober 2019. 9 Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo

Kabupaten Aceh Tengah dan mantan pelaku Ceh Didong 26 Oktober 2019.

Page 48: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

38

25 orang, 30 orang, 40 orang dan seterusnya). (2) harus mempunyai Ceh Didong,

dimana Ceh Didong ini harus mempunyai suara bagus (ling temas), pandai

mengarang, sanggup melagukan, dan mempunyai tata tertib (beradab). Perlunya

latihan minimal seminggu sekali untuk semaraknya Didong tersebut minimal satu

kali dalam seminggu.10

Kesenian Didong ini sangatlah luas, mulai dari tingkah,

tep-onem menurut bapak Banta Cut Aspala ada beberapa jenis-jenis syarat untuk

menjadi seorang Ceh Didong diantaranya: Ling Temas (suara bagus), Tuk

(teriakan), Sarik (teriakan lebih melengking), Guk (Vebrasi) , Gelduk (Cengkok)

sanggup melagukan dan lain sebagainya. 11

Menjadi seorang Ceh Didong tidak ada proses pengajaran khusus,

biasanya bakat ini tumbuh secara alami, atau pun karena pengaruh keturunan

terdahulu. Dalam Didong adanya syarat-syarat dan tata cara yang harus ditaati,

misalnya tidak boleh menggunakan atau menjiplak karya orang lain. Didong

dahulu sangat mempunyai karakteristik dan kekhasan tersendiri setiap grupnya.12

Dalam kesenian Didong Gayo pada dasarnya bahasa yang digunakan

dalam syair Didong Gayo ini merupakan bahasa bahasa Gayo.13

Tetapi karena

pengaruh zaman melihat situasi dan kondisi dimana diadakannya pertunjukan

kesenian Didong Gayo tersebut digelar, dan adanya kesepaktan dari pelaku

10

Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Oktober 2019. 11

Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo

Kabupaten Aceh Tengah dan mantan pelaku Ceh Didong 26 Oktober 2019. 12

Wawancara dengan M Yusin Saleh Selaku ketua Majealis Adat Gayo Kabupaten Aceh

Tengah 31 Oktober 2019. 13

Wawancara dengan M Yusin Saleh Selaku ketua Majealis Adat Gayo Kabupaten Aceh

Tengah 31 Oktober 2019.

Page 49: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

39

Didong tersebut.14

Joni mengatakan bahwasanya sah-sah saja ketika syair Gayo

disampaikan dengan bahasa lain selain bahasa Gayo akan tetapi jangan sampai

menghilangkan nilai-nilai kegayoannya. 15

C. Tokoh-Tokoh Kesenian Didong (Ceh Didong)

Berikut beberapa nama tokoh dan seniman penyair Gayo:

1. Muhammad Basir Lakkiki (Ceh Mamat), merupakan seorang seniman yang

aktif berdidong pada tahun 1942. Lahir di Kute Lintang, mengemban

pendidikan Sekolah Dasar di Takengon dan Madrasah Islamiyah di Sigli.16

Makna yang terdapat dalam syair berisikan nasehat yang menggambarkan

masalalu, tema-temanya mencakup nasib manusia, suasanan pembangunan,

penderitaan, ungkapan kenggembiraan, dan lain sebagainya.

2. Abdul Kadir (To’et) lahir pada tahun 1922 di kampung Kemili Kecamatan

Bebesen merupakan penyair utama dari grupnya yang berama “Siner Pagi”

dari kampung Gele Lungi dikenal dengan suara (guk) yang khas, dan sorotan

puisi dan sairnya yang tajam terhadap lawan. Dalam penciptaan karya-

karyanya, To’et selalu mengangkat tema tentang Alam.

3. Syeh Mahmud Ibrahim (Ecek Bahim) lahir di Bebesen pada tanggal 1

Desember 1926. Dari pasangan Reje Penghulu Kala Bebesen dan Ibu

Maryam. Jenjang pendidikan yang beliau tempuh merupakan pendidikan

14

Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo

Kabupaten Aceh Tengah dan mantan pelaku ceh Didong 26 Oktober 2019. 15

Wawancara dengan Joni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah 31 Oktober 2019. 11:30. 16

LK.Ara. Didong Lakkiki. (Jakarta: Departemen Proyek Penerbitan Buku Sastra

Indonesia dan Daerah, 1982). 12.

Page 50: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

40

Sekolah Rakyat pada tahun 1984. Tergabung dalam grub Didong yang

bernama Kabinet Baru pada kampong Bebesen.

4. Sali Gobal Lahir di kampong Kung, Takengon Aceh tengah Pada tahun 1922.

Pada jaman Belanda ia masih mengemban pendidikan Sekolah Dasar kelas V.

Ia merupakan seniman yang sangat aktif di dunia perdidongan, selama 26

tahun ia tekuni menjadi seorang Ceh Didong.

5. Abd Rauf telah mengamuli kesenin Didong dalam empat grup yaitu grup

umang, kabinet baru, kabinet mude, dan timang rasa. Sejak duduk di bangku

SD tahun 1948 ia tidak pernah perpisah dengan Didong, alasannya adalah

beliau ingin membangun dan ingin memelihara kesenian Didong ini hingga

beliau tidak bisa melakukannya. Karangan-karangan beliau berkisar tentang

berkenaan tentang masalah sosial.17

D. Perkembangan Kesenian Didong

Pada masyarakat Aceh Tengah itu sendiri kesenian Didong sudah menjadi

suatu hiburan yang sudah mendarah daging dari dahulu hingga sekarang. Menurut

Bastiana Dewi saat ini semakin banyak generasi-generasi yang memainkan

Didong, dan itu merupakan salah satu upaya pelestarian budaya agar tidak hilang

ditelan oleh masa.18

Perkembangan kesenian Didong mengalami pasang surut, awal

kebangkitannya dikarenakan sudah berakhirnya konflik. Para Ceh Didong

17

M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor Indoesia,,

2001),159-165. 18

Wawancara dengan Bastiana Dewi Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. 23 Oktober

2019.

Page 51: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

41

kembali berkreasi dengan menciptakan syair-syair lagu Didong yang

mengakibatkan kesenian Didong menjadi eksis kembali dikalangan masyarakat

kabupaten Aceh Tengah.

Berbagai upaya dilakukan agar kesenian Didong tersebut tidak ikut

tergerus oleh zaman, Joni mengungkapkan bahwa kesenian Didong juga akan di

upayakan masuk kedalam sekolah-sekolah, bukan hanya sekedar ekstrakulikuler

tetapi akan di spesifikkan kedalam mata pelajaran mulok (muatan lokal).19

Pentingnya kesenian Didong disesuaikan dengan zaman, agar dapat

menyatu dan mebaur pada masyarakat generasi milenial saat ini. Karena dalam

perkembangan zaman ini Didong dapat digunakan media dakwah atau ceramah,

yang berisikan syariat Islam dan terbungkus dalam adat dan budaya.20

E. Aspek-Aspek Agama Dalam Syair Didong

Secara garis besar Aceh merupakan daerah yang sangat istimewa dibidang

agama terhadap budaya, dengan demikian agama dan budaya tersebut merupakan

suatu hal yang tidak dapat dipisah satu sama lain. Menurut M. Isa Umar sejauh

buadaya ini dikembangkan dan tidak berlawanan dengan agama, maka tidak

menjadi suatu bumerang bagi syariat Islam itu sendiri. Didong merupakan budaya

lama yang sangat banyak mengandung unsur-unsur agama, dan adat budaya ini

tidak berlawanan dengan agama dan masih tetap di pakai karena merupakan salah

satu warisan. Tetapi sangat disayangkan Didong saat ini tidak menggambarkan

19

Wawancara dengan Joni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah 31 Oktober 2019. 20

Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Oktober 2019.

Page 52: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

42

Didong yang tidak berkarismatik. Tidak menggunakan tamsilan atau kiasan dalam

syair Didongnya. 21

Didalam agama Islam terdapat beberapa aspek-aspek seperti aspek akhlak,

aspek tauhid dan fiqih. dalam syair Didong juga terkandung aspek-aspek agama

tersebut, didalam syair Didong selain menjadi media informasi, media

komunikasi, juga dapat dijadikan sebagai media dakwah atau penyampaian pesan-

pesan agama dalam syair Didong.

1. Aspek Akhlak

Pada umumnya akhlak merupakan sama dengan budi pekerti atau adab,

kesusilaan, sopan santun dan tidak berbeda pula dengan kata moral dan etika.

Manusia akan menjadi sempurna jika memiliki akhlak yang mulia.22

Menurut Anis Matta akhlak merupakan nilai dan pemikiran yang telah

menjadi sikap mental yang mengakar daalam jiwa, kemudian tampak dalam

bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural atau alamiah, tanpa di

buat-buat serta bersifat refleks.23

Kebanyakan dari syair Didong tersebut menyampaikan tentang perilaku

manusia, akhlak (adab). Seperi halnya yang dikatakan oleh Banta Cut Aspala

bahwasanya kebanyakan pesan-pesan agama yang disampaikan didalam kesenian

Didong merupakan aspek akhlak (adab).

21

Wawancara dengan M. Isa Umar selaku ketua MPU aceh tengah pada tanggal 31

oktober 2019. 22

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009).

Cet ke 3, 221. 23

Annis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta: Al- Ithishom, 2006). Cet, III,

14.

Page 53: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

43

Contoh penggalan naskah Syair Didong yang dibuat dengan bahasa Indoneia:

Rabut Lurus keriting Salon

Karya Ceh Daud Kala Empan

Tahun 2012

Syair Makna

Syariat Islam perlu di jalankan

Itu kewajiban kita semua

Kita manusia tidak sama dengan hewan

Beradap sopan menurut agama

Pada paragraf ini menerangkan bahwa

pentingnya menjalakan kewajiban

syariat Islam, karena manusia

derajatnya sangat mulia dari pada

makhluk lain dan tetap menjunjung

tinggi adap sopan santun yang ada

dalam perintah agama

Manusai sekarang menurut pandangan

Ajaran quran tidak lagi berguna

Pakaian lelaki jadi rebutan

Orang perempuan memakai celana

Makna dalam paragraf ini menerangkan

bahwa kurangnya bahkan tidak lagi

mengikuti ajaran Al-Quran. Mengikuti

trend yang sangat tidak dianjurkan

dalam agama seperti wanita yang

menyerupai gaya pria.

Ayat dan hadis hampir tenggelam

Semua paham kalau ditanya

Didalam ktp semuanya islam

Keluar malam apa maksudnya

Ayat dan hadis tidak lagi menjadi

prioritas sehingga banyak yang

melupakan ajaran-ajaran bahkan tidak

melaksanakan apa yang di perintahkan

dalam agama. dan mengaku paham

ketika berdebat tentang agama.

Rambut lurus keriting salon,

banyak calon punghuni neraka

Rambut lurus keriting salon,

banyak calon punghuni neraka

Dalam paragraf ini menjelasskan bahwa

kebanyakan wanita pada era ini

mengubah dan memamerkan rambut

yang merupakan salah satu aurat pada

wanita.

Page 54: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

44

Kalau syariat Islam tidak dipatuhi

Sudah jelas datang bencana

Sudah di rajia jelbab dan topi

Perlu di basmi akhlak berbahaya

Dalam paragraf ini terdapat pesan akan

datang bencana ketika ajaran Islam

tidak dapatuhi dan diindahkan. Padahal

pemerintah sudah membuat kebijakan

untuk menjaga kekaffahan ajaran

syariat Islam.

Adab wanita menutup aurat

Wajib syariat di pelihara

Sekarang wanita bercelana ketat

Tanda tanda kiamat mulai ada

Paragraf ini menjelaskan tentang adab

berpakaian saat ini menandakan pada

zaman ni sudah berada di fase akhir

zaman.24

Maksud dari Syair diatas menjelaskan tentang adab perilaku berpakaian,

karena realitanya pada saat sekarang khususnya perempuan mengikuti

kebanyakan mengikuti tren-tren masa kini, memakai pakaian yang minim,

membuka aurat mengubah model lurus menjadi gelombang seperti yang

dijelaskan pada teks syair diatas, bahakan menyerupai gaya penampilan laki-laki.

Pesan dalam syair tersebut agar wanita tetap menutup aurat dan selalu memelihara

syariat serta tetap berpegang teguh kepada ayat Al-quran dan Hadis.

Dalam kesenian Didong sangat menjunjung tinggi adab dan Akhlak, oleh

karenanya Didong hanya dilakukan oleh laki-laki saja. Menurut Amrijalaluddin

ketika Didong dilakukan atau dimainkan oleh perempuan terlihat sangat tabu

(Sumang), karena pada hakikatnya seniman-seniman Didong hanya di

24

Wawancara dengan Kadri salah satu Ceh Didong Masa Kini pada tanggal 15 Februari

2020.

Page 55: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

45

peruntukkan untuk laki-laki.25

Dapat dilihat pada saat ini banyak wanita-wanita

yang melakukan kegiatan seni berdidong ini, baik itu hanya untuk kesenangan dan

hiburan semata ataupun untuk di pentaskan.

2. Aspek Fiqih

Menurut Al- Syatibi fiqih, Fiqih adalah pemahaman tentang syariah dan

penyelidikan tentang syariah atau menegakkan arti syariah dan atran-aturan rinci.

Menurut Jasser Audah, fiqih merupakan koleksi besar para ulama (Pendapat

yuridis) yang diturunkan Allah berbagai madzhab pemikiran untuk penerapan

syariah dalam kehidupan nyata. 26

Dalam syair Didong juga banyak di sampaikan tentang nasehat, pesan-

pesan agama termasuk tata cara tentang melakukan ibadah, karena disamping

menjadi wadah para pemuda juga menjadi suatu media penyampaian edukasi

terhadap masyarakat. Seperti yang diterangkan oleh M. Isa Umar selain untuk

wadah mempererat silaturahmi, media informasi, kesenian Didong juga dapat

dikatakan sebagai wadah majlis ilmu, begitu banyak makna dan hikmah yang

terkandung dalam syair-syair Didong. Kebanyakan dari masyarakat lebih

menangkap dan mengingat tentang apa-apa saja yang di sampaikan didalam

Didong tersebut. Termasuk aspek fiqih juga sering disampaikan didalam syair

Didong seperti tentang puasa, zakat, rukun tiga belas dan lain sebagainya.27

25

Wawancara dengan Amrijalaluddin Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah pada tanggal

31 Oktober 2019. 29 Oktober 2019. 26

Hafsah. Pembelajaran Fiqih. (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2013), 3. 27

Wawancara dengan M. Isa Umar selaku ketua MPU Aceh Tengah pada tanggal 31

oktober 2019.

Page 56: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

46

contoh penggalan syair Didong yang berkaitan dengan aspek Fiqih:

Rukun Tige Belas

Disusun Oleh My Sidang Temas

Tahun 1961

Syair Terjemahan Makna

Ini kunci rukun tige belas

Oya nge jelas urusen

semiang

Silime waktu oya le tugas

Kune kati lepas mujelasi

utang

Ini kunci rukun tiga belas

Itu sudah jelas urusan

sembahyang

Yang lima waktu itulah

tugas

Bagaimana agar lepas

memperjelas hutang

Dalam bait ini

menjelaskan rukun tiga

belas yang terdapat dalam

shalat, yang dilakukan

lima waktu sehari

semalam merupakan

shalat wajib yang harus

dilaksanakan.

Pemulo pedi oya le niet

Kunci ni ibedet i ate

mulapang

Ikeni anggota te ni buet

Batin hakiket tuhen si

semayang

Pertama kali itulah niat

Kuncinya ibadah di hati

lapang

Perintah anggota kita ni

kerja

Batin hakikat tuhan yang

sembahyang

Rukun shalat yang

pertama merupakan niat,

dalam bait ini dijelakan

bahwa kunci dari shalat ini

meruapakan diawali dari

niat dalam hati, Yang

lapang dan khusuk.

Iang kedue berdiri betul

Gelah lagu tungul enti

mucecabang

Kuatas kutuyuh sawah ku

kunul

Enti salah dowa ni semiang

Yang kedua berdiri benar

Laksana seperti tunggul

jangan bercabang

Keatas kebawah sampai ke

duduk

janga keliru doa

sembahyang

Rukun shalat yang kedua

merupakan berdiri tegak,

dalam bait ini dijelaskan

berdiri dengan benar dan

tegap hingga duduk, dan

jangan sampai salah dalam

bacaan shalat.

Ketige tekebir oya si penting

Tentang kemiring pumu i

tatang

ketiga takbir itu yang

penting

sejajar telinga tangan di

Rukun shalat yang ketiga

merupakan takbir, dalam

bait ini di jelaskan ketika

Page 57: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

47

Kite munyerah ari ulu ku

kiding

Penenge ni kemiring enti

mujejebang

angkat

kita menyerah dari kepala

ke kaki

pendengarannya telinga

jangan mujejebang

(pendengaran kemana-

mana)

takbir disertai mengangkat

tangan sejajar dengan

telinga, dan memfokuskan

fikiran, pandangan, dan

pendengaran agar tetap

khusuk.

Iang ke empat oyale patehah

Si pitu ayat buge enti salah

Menurut pikih kunci ni

semiang

yang ke empat fatihah

yang tujuh ayat semoga

tidak salah

menurut pikih kuncinya

sembahyang

Rukun yang keempat

merupakan membaca Al-

fatihah, dijelaskan bahwa

alfatihah adalah salah sat

kunci shalat dalam fiqih

agar tidak salah dalam

lafadz bacaan.

Kelime rukuk oyale tungkuk

Ratani kuduk enti bungkuk

udang

Kite semiang enti gabuk-

gabuk

kelima ruku’ itulah Runduk

ratanya belakang jangan

bungkuk udang

kita sembahyang jangan

sibuk-sibuk

Rukun shalat kelima

merupakan ruku’

dijelaskan bahwa ketika

ruku’ harus rata

punggung, dan ketika

melaksanakan shalat

jangan sampai tersgesa

atau pun sibuk dan harus

tetap khusuk.

Keenam iktidel baca

samiallah

Isone iturah pumu i tatang

Enti kase anggota nge

nyanya

Atente minah muningeti

pemanggang

keenam i’tidal baca

sami’allah

disitu harus tangan di

angkat

jangan nanti anggota sudah

susah

hati kita berpindah

mengingatkan panggangan

Rukun shalat yang ke

enam merupakan I’tidal

Ketika melakukuan i’tidal

pastinya harus

mengangkat tangan dan

memfokuskan fikiran agar

tidak mengingat kegiatan

aktivitas yang lain seperti

pekerjaan dapur dan

Page 58: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

48

lainnya.

Ketujuh sujut renyel

kusemala

Si turah kona iung urum

bulang

Ulu urum tapak siturah rata

ketujuh sujud terus di

musalla

yang harus kena hidung dan

peci

kepala dan tapak harus rata

Rukun ketujuh merupakan

sujud, penjelasan bait ini

adalah ketika sujud hidung

dan bulang (dahi) harus

mengenai dimana tempat

sujud (semala), kepala dan

telapak tangan juga harus

rata. Ini merupakan

peraturan tata cara shalat

yang sudah diatur dalam

agama.

Iang kelapan oya tahyat

awal

Oya kin tangkal ni belanga

penjerang

I waktu murip bersedekat

beramal

Ke puren menesal gere mayo

bilang

yang kedelapan ialah tahiyat

awwal

itu untuk penangkalnya

bejana masakan

di waktu hidup bersedekah

beramal

nanti menyesal tidak masuk

bilang

Rukun shalat yang

kedelapan merupakan

tahiyat awwal. Dalam bait

ini juga diselipkan pesan

seperti mengingatkannya

pada neraka, agar

senantiasa beramal shaleh

dan tidak menyesal di

kemudian hari.

Iang kesembilan duduk

tawaruk

Kiding museluk sara kin

penumpang

Mubaca sedet tetulak

itunyuk

Tuhen pesesuk suntuk

pecengang

yang kesembilan duduk

Tawarru’

kaki dilipat satu jadi

penopang

membaca sahadat tertolak

ditunjuk

tuhan berdiri sembari

melihat

Rukun shalat yang ketiga

belas merupakan duduk

tawarru’, yang didalamnya

dijelakan membaca

sahadat, telunjuk di tujuk,

dan terkandung pesan apa

pun yang kita lakukan

tuhan akan senantiasa

melihat.

Ike sepuluh oya tahyat akhir

Nge munyerah bulet iwaktu

tekebir

jika kesepuluh takhiyat akhir

Telah menyerah bulat

diwaktu takbir

Dan rukun yang kesepuluh

merupakan takhiat akhir,

dalam bait ini

Page 59: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

49

Enti terakhir kase dabuh

rengang

Jangan terakhir nanti

renggang

mengandung pesan bahwa

dimulai dari takbir

seseorang harus

menyerahkan hati dan

fikirannya kepada shalat,

artinya seseorang

diwajibkan untuk khusuk

ketika melakukan shalat.

Hakiket ni tahyat oyale

penumpun

Sedet pengengkun oya reje

tiang

Tuhen bubuet ekun payakun

Hakikatnya tahiat itulah

tumpuan

Syahadat penjaga itu raja

tiang

Tuhan berbuat kunfayakun

Dan pada bait ini dijelakan

syahadat merupakan inti

dari sebuah tiang, yang

dimaksud dengan tiang

adalah benteng akidah

seseorang. Dan ketika

tuhan berkehendak maka

akan terjadi.

Iyang kesebelas ialah

salawat

Ken nabi Muhammad ken

suluh terang

Demikien beta ku sebet

siopat

Sisetie ta’at iwan berjuang.

Yang kesebelas ialah

shalawat

Ke Nabi Muhammad untuk

penyuluh terang

Demikian pula untuk

sahabat yang empat

Yang setia taat didalam

berjuang

Yang kesebelas

merupakan shalawat Nabi

Muhammad dan para

sahabat yang selalu setia

dalam berjuang.

Kedua belas salam muniro

selamat

Muslimn muslimat beru

urum bujang

Jarak mi ko bele urum

hianat

Osah ko mi rahmat urum

kasih sayang

Kedua belas salam meminta

selamat

Muslimin muslimat gadis

bebujang

Jauhlah engkau bala

bersama khianat

Beri kami rahmat dan kasih

sayang

Rukun kedua belas salam,

dalam bait ini terkandung

makna kaum mslimin dan

muslimat tidak pandang

usia, muda maupun tua

meminta selamat dan

dijauhkan dari mala

bahaya dan khianat

kepada sang pencipta.

Page 60: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

50

Tige belas tertib oya

peraturen

Gelah beriringen enti

mujejengkang

Ibarat besinte i wan

pengerjen

Sikunul taruken turah atas

nampang

Ketiga belas tertib itu

peraturan

Harus beriringan jangan

tebalik-balik

Ibarat pesta didalam

pernikahan

Yang duduk diatas harus

atas nampang

Dan yang ketiga belas

merupakan tertib, dalam

makna bait ini dijelaskan

semua dilaksanakan harus

beriringan ibarat acara

pernikahan yang duduk di

uken harus diatas

nampang.

Ku tiro maaf sikurang lebih

Pemaren pedi pumu

kutatang

Kuminta maaf yang kurang

lebih

Terakhir kali tangan ku

angkat28

Dalam bait ini, terkandung

salam penutup.

Makna syair Didong diatas membahas tentang rukun tiga belas dalam

shalat lima waktu, yang di jelaskan dari niat dalam hati, takbir, membaca Al-

fatihah, ruku’,i’tidal, sujud, tasyahud awal, duduk tawaru’, tasyahud akhir,

shalawat, salam dan tertib. Terdapat pesan-pesan seperti jangan keliru dalam

membaca doa shalat harus khusyuk dalam melaksanakan ibadah, kemudian pesan-

pesan dalam menjaga gerakan shalat yang sesuai dengan ajaran ilmu fiqih.

3. Aspek Tauhid

Hakem Abdul Hameed mengartikan tauhid sebagai sebuah kepercayaan

ritualistik dan perilaku seremonial yang mengajak manusia menyembah realitas

hakiki (Allah) dan menerima segala pesan-Nya untuk diwujudkan dalam sikap

yang adil kasih sayang seta menjaga diri dari perbuatan-perbuatan maksiat dan

sewenang-wenang demi mengajarkan perintah dan menjauhi larangan-Nya.29

28

Mahmud Ibrahim, A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat. (Takengon:

Yayasan Maqamam Mahmuda, 1426 H/2005 M), 251-253. 29

Hakem Abdul Hameed. Aspek-Aspek Pokok Agama Islam. Terj. Ruslan Shiddieq ,

(Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983), Cet. I, 36.

Page 61: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

51

Dalam syair Didong juga adanya pengenalan-pengenalan tentang agama,

seperti yang dikatakan oleh Amrijalaluddin dalam kesenian Didong juga

disampaikan dan dijelaskan tentang Tauhid.30

Contoh penggalan syair Didong yang menyangkut tentang aspek Tauhid:

Tene Kiamat (Tanda Kiamat)

Dicipta Tahun 1972

Syair Terjemahan Makna

Tene Kiamat Jema Tobat

nge dabuh jarang

Umurni manusia enge

makin singket

Ketape ibedet nge makin

kurang

Ken buet jeroh jarang nge

depet

Ku buet maksiet nge lagu si

juel

Tanda kiamat orang

taubat sudah semakin

jarang

Umurnya manusia sudah

semakin singkat

Adapun ibadah sudah

semakin kurang

Untuk pekerjaan baik

jarang sudah dapat

Ke pekerjaan maksiat

sudah seperti yang jual

Dalam paragraf ini

menjelaskan

bahwasalah satu tanda

kiamat adalah sudah

banyaknya manusia

yang kurang

bertaubat, usia yang

semakin singkat,

pekerjaan ibadah

sudah biasa

ditiggalkan, ketika

melakukan maksiat

bagaikan kebutuhan.

Gere tertulak ku buet

sumang

Nge dabuh beredang

Buet kemali gerene telarang

Beru urum bujang nge

ringkel-ringkel

Tidak tertolak ke

pekerjaan sumbang

Sudah rupanya berhidang

Pekerjaan tabu tidak lagi

terlarang

Gadis dengan jejaka

sudah keliling-keliling

Untuk melakukan

pekerjaan yang tabu

dan terlarang sudah

tidak malu

mengerjakannya,

tidak ada lagi batasan-

batassan antara laki-

30

Wawancara dengan Amrijalaluddin Masyarakat kabupaten Aceh Tengah pada tanggal

31 Oktober 2019.

Page 62: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

52

laki dan perempuan

untuk bergaul.

Salah bertegah benar

berpapah

Emas pirak suntuk wan

perah

Juru benar enti sawah

mubah

Ike hasad dengki inihni

cogah

Oya kati mupecah jema

sara kampung

Salah diperbaiki benar

dilakukan bersama

Emas dan perak selalu

dalam pencarian

Juru benar jangan sampai

berubah

Jika hasad dengki inilah

bohong

Itulah terpecah orang satu

kampung

Dalam paragraf ini

terdapat nasehat

untuk saling

merangkul satu sama

lain, agar yang salah

dapat diperbaiki dan

mempertahankan

kebenaran yang ada,

menjauhi penyakit

hati seperti hasad dan

dengki karena itu

dapat memecah belah

hubungan silaturahmi.

Asal inget-inget tengah

belemkona

Hemat jimet tengah ara

Bekal ken untung

Wo beru bujang si jantung

ate

Perapat mu kunul pemanis

nome

Asal ingat-ingat selagi

belum kena

Hemat ajimat selagi ada

Bekal menjadi untung

Wahai gadis bujang si

jantung hati

perapat mu duduk pemanis

tidur

Dalam paragraf ini

memiliki makna

untuk selalu mawas

diri, hemat harta

selagi ada, karena itu

akan menjadi bekal di

dunia ini untuk

mencari untung yang

di bawa ke akhirat.

Tetap

mempertahankan

harkat dan martabat

diri.

Kami jema tue berdoa sabe

Kami orang tua berdoa

selalu

Kata tongkat

diparagraf ini

Page 63: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

53

Selamat ko idene semperne

Berules berupuh syari’et

hakiket

Berperi remalan orom

betungket

Selamat engkau di jalan

sempurna

Berbalut selimut syari’at

hakikat

Bertutur berjalan dengan

bertongkat.31

menujukkan

pegangan hidup

seseorang, tetap teguh

dalam mejalani roda

kehidupan dengan

beriringkan syariat.

Dalam syair-syair Didong terdahulu sangat banyak makna nasehat, pesan-

pesan yang terkandung. Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa sindiran,

kiasan yang ketika orang-orang awam yang mendengarkan tidak akan langsung

mengerti dan paham. Dan juga banyak sudut pandang untuk mengartikan makna

yang terkandung didalam syair Didong tersebut. kesenian Didong ini selain

mengandung nilai-nilai agama juga terdapat nilai hukum, adat bahkan politik. Di

tinjau dari agama Islam Didong itu boleh karena, disamping banyak mengandung

pesan-pesan agama, juga banyak nilai-nilai yang positif didalam kesenian Didong

itu sendiri.32

Seperti halnya yang diterangkan oleh Joni banyak Didong di pentaskan

diacara ngerje (pernikahan) tujuannya adalah untuk memberi nasehat kepada

Aman Mayak Dan Inen Mayak (pasangan suami istri yang baru saja meikah),

karena dalam syair Didong selain banyak pesan-pesan agama, moral, hukum adat,

hukum negara dan juga melmberikan informasi dalam kehidupan sosial.33

Isu

politik juga terkadang menjadi kajian hangat dalam kesenian Didong. Dalam

31

Mahmud Ibrahim, A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat. (Takengon:

Yayasan Maqamam Mahmuda, 1426 H/2005 M), 260. 32

wawancara dengan Amirijalaluddin Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah/ Wakil Ketua

MPU Aceh Tengah. 31 Oktober 2019. 33

Wawancara dengan Joni. Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah 31 Oktober 2019.

Page 64: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

54

Didong bersifat netral, tidak berlakunya memihak kepada satu partai. Seperti yang

dikatakan oleh Laela Aisyah Ayuni, biasanya yang dikai dalam syair-syair Didong

adalah isu-isu terhangat, misalnya seperti di musim caleg (calon legislatif) adanya

fenomena serangan fazar dan fenomena-fenomena lainnya menggunakan bahasa

perumpamaan atau dianalogikan.34

Didong sering dipentaskan pada momen-

momen hari besar kemerdekan seperti 17 Agustus, hari Pahlawan dan hari lainnya

berikut contoh syair Didong Gayo yang berisikan Hukum Negara:

Panca Sila

Disusun Oleh My Sidang Temas

Pada tahun 1965

Syair Terjemahan Makna

wo suderengku le rata

semua

pengen ku bahas dasar

Negara

kati enti kite salah

sangka

oya le Panca Sila le Si

lime perkara

Wahai saudaraku lah

rata semua

Dengarkan aku bahas

dasar negara

Biar jangan kita salah

sangka

Itu lah pancasila lah

yang lima perkara

Dalam paragraf ini

menceritakan tentang

dasar negara yang akan di

bahas.

seni kukupes sara sila

hakiket nisilime oya si

pertama

silebih penting soal

agama

ketuhenen maha Esa Si

Sekarang kukupas satu

sila

Hakikatnya yang lima itu

yang pertama

Yang lebih penting soal

agama

Di paragraf ini ceh

menjelaskan ia akan

mengupas sila pertama

ketuhanan yang maha esa

yang membahas akan

agama-agama yang ada di

34

Wawancara dengan Laela Aisyah Ayuni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. Tanggal

25 Oktober 2019.

Page 65: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

55

bergambar bintang

Ketuhanan maha esa

yang bergambar bintang

Indonesia yang

berlambangkan bintang

agama Iselam le empuni

tempat

90 %ari delini rakyat

Ulama tengku jema ni

siasat

I lao jemat ku masjid

semiang

Agama islam lah pemilik

tempat

90% banyaknya rakyat

Ulama tengku orang

yang siasat

Di hari jumat ke masjid

sembahyang

Disini dijelakan bahwa

Islam merupakan

mayoritas agama di

negara indonesia ini.

Hindu Buda Kristen pe

mepat

Kepercayaan oya gere

mutempat

Kuil gereja oya ton

musapat

ilao ahat benyanyipe

runcang

Hindu Budha Kristen pun

dapat

Kepercayaan itu tidak

ada bertempat

Kuil gereja itu tempat

merapat

Di hari ahad bernyanyi

pun lincah

Kata “kepercayaan itu

tidak ada bertempat”

dimana saja kita harus

membawa kepercayaan

kita tidak harus di tempat

beribadah saja, tetapi

kemana bumi di pijak

kepercayaan harus selalu

di utamakan. Artinya

toleransi cukup penting

untuk di terapkan dalam

hidup berdampingan

dengan umat beragama

lain.

Demikian beta le budaya

seni

I Gayoni Didong i Aceh

Sedati

Ke urang Melayu

Gernang Repai

Nge mutetali ari datu

Demikian begini lah

budaya seni

Di Gayoni Didong Di

Aceh Seudati

Jika orang melayu Gerna

Rapai

Sudah bertali dari datu

budaya di Indonesia ini

sangatlah beragam seperti

digayo terdapat Didong,

Aceh mempunyai tari

Seudatinya dan melayu

juga memiliki rapainya,

karena budaya juga

Page 66: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

56

munyang

moyang terlahir dari kebiasaan

yang turun temurun dari

nenek moyang dahulu.

Sile ketige enti kite ragu

Oya kebangsaan si enge

bersatu

Batang beringin si

berulung rubu

Uyet urum perdu enti

osah mulingang

Sila ketiga jangan kita

ragu

Itu kebangsaan yang

sudah bersatu

Batang beringin yang

berdaun rimbun

Akar dengan

Sila ketiga persatuan

Indonesia, yang

berlambangkan pohon

beringin yang berakar

kuat dan banyak

Ujut maksutte kegere

salah aku

Kerna kite ni berpuak

suku

Acih jawa ambon maluku

Murum bersatu enti osah

musirang

Wujut maksudnya kalau

tidak salah aku

Karena kita ini beragam

suku

Aceh jawa ambon maluku

Bersama bersatu jang

kasih merenggang

Maksudnya dalam

paragraf ini, karena

indonesia beragam suku

harus semua saling

bersatu jangan sampai

terpecah belah.

Sila keempat enti kite

lupe

Kedaulatan rakyat le

sabang marauke

Kepala banteng le oya

tene e

Mampat di tanuke lagu

koro gampang

Sila keempat jangan kita

lupa

Kedaulatan rakyat lah

sabang marauke

Kepala banteng itu

tandanya

Indah sekali tanduknya

seperti kerbau gampang

Paragraf ini membahas

tentang sila keempat

yakni kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam

permusyawaratan

perwakilan, yakni

membahas tentang

kedualatan dari Sabang

sampai Marauke, yang

dilambangkan oleh

kepala banteng yang

indah tanduknya dan

Page 67: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

57

perkasa.

Kesimpulenne iwan

panca sila

Adil makmur kati

terlaksana

Ku bewene raya kati

murata

Beneka Tunggul Ika enti

itentang

Kesimpulan didalam

pancasila

Adil dan makmur

terlaksana

Kesemua raya biar

merata

Binekatunggal ikajangan

di tentang.35

Dalam paragraf ini

dinyatakan kesimpulan

dari pancasila merupakan

Keadilan sosial Bagi

Seluruh Rakyat

indonesia, yakni

terangkum dalam sila

kelima. Adil keseluruh

elemen masyarakat

supaya merata agar tetap

satu langkah dalam

kemajuan Indonesia.

Makna dalam syair Didong diatas merupakan syair yang membahas

tentang dasar negara, yaitu Panca Sila, didalamnya membahas tentang sub-sub

poin dari Panca Sila tersebut, dimulai dari sila pertama yang membahas tentang

ketuhanan yang maha Esa, menceritakan sedikit tentang Agama-agama yang ada

di Indonesia, makna bertoleransi, bergotong royong, keberagaman budaya, makna

adil dalam Panca Sila, dan menjadikan burung Garuda sebagai lambang Negara.

F. Efektifitas Didong didalam peningkatan Pemahaman Agama

Masyarakat Gayo

Menurut mayoritas masyarakat Gayo kesenian Didong dalam peningkatan

pemahaman keagaman dinilai sangat efektif ketika adanya pengawasan dari Tetue

terhadap generasi pelaku kesenian Didong tersebut. Maksudnya dalam

35

Mahmud Ibrahim, A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat. (Takengon:

Yayasan Maqamam Mahmuda, 1426 H/2005 M), 271.

Page 68: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

58

melakukan penyusunan syair-syair Didong adanya bimbingan dari Tetue36

yang

paham akan kesenian tersebut, sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam melakukan

pengarangan atau menyusun syair-syair Didong tersebut.

Menurut My Sidang Temas Kesenian Didong ini masih efektif dalam

peningkatan pemahaman keagamaan dalam masyarakat Gayo, karena kesenian

Didong merupakan media dakwah. 37

Sedangkan menurut Amrijalaliddin kesenian Didong dinilai sangat efektif,

ketika masih tertib akan aturan, maka kesenian Didong ini harus di singkronkan

dengan syariat Islam, karena dalam kesenian Didong ini banyak mengandung

nilai-nilai positif dan juga penuh dengan penghayatan-penghayatan yang

menyentuh. Contoh kesenian nusantara seperti Walisongo dengan menggunakan

kidung-kidung Jawanya, begitu juga dengan pendai di Gayo terdahulu,

menggunakan syair dalam kajian dakwahnya.38

Menurut Bapak Banta Cut Aspala Didong masih tetap efektif dalam

peningkatan pemahaman keberagamaan dalam masyarakat Gayo itu sendiri,

karena dalam kesenian Didong banyak mengandung kajian-kajian keagamaan

seperti, tata cara shalat, zakat, puasa dan lain sebagainya.39

36

Tetue merupakan orang yang sudah tua atau bisa disebut orang yang mengerti adat dan

agama di suatu desa/ kampung. Menurut Banta Cut Aspala pada saat wawancara 26 Oktober 2019. 37

Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Oktober 2019. 38

Wawancara dengan Amirijalaluddin Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah/ Wakil

Ketua MPU Aceh Tengah. 31 Oktober 2019. 39

Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo

Kabupaten Aceh Tengah dan mantan pelaku Ceh Didong 26 Oktober 2019.

Page 69: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

59

Menurut Bastiana Dewi kesenian Didong dinilai masih sangat efektif

dalam peningkatan pemahaman masyarakat, karena melalui kesenian Didong,

pesan-pesan yang disampaikan didalam syair-syair Didong mudah di tangkap dan

melekat didalam pemahaman dan juga mudah di ingat oleh masyarakat.40

Menurut Laela Aisyah Ayuni kesenian Didong dalam pemahaman

keberagamaan dalam masyarakat Gayo masih sangat efektif, disamping berguna

untuk masyarakat umum juga banyak nilai positif bagi pelajar siswa/i karena

terdapat nilai edukasi didalmanya.41

Sedangkan ada beberapa narasumber yang berpendapat bahwasanya

kesenian Didong kurang efektif dalam meningkatkan pemahaman keberagamaan

masyarakat Gayo itu sendiri.

Menurut Joni mengatakan kesenian Didong sudah 70 persen sudah

melenceng, karena dilihat dari penggunaan kata-kata yang tidak ada

pembungkusan dengan nilai adab didalam menyampaikan informasi dalam

memilih kata-kata yang Didongkan itu tidak terlalu efktif.42

Sedangkan menurut M Yusin Saleh kesenian Didong dalam meningkatkan

pemahan keberagamaan dalam masyarakat Gayo dinilai kurang efektif, harus

adanya penataan ulang dengan baik dan tidak menghilangkan nilai-nilai adab

didalamnya. Hasil ide pengarang syair Didong harus adanya bimbingan dari

40

Wawancara dengan Bastiana Dewi Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. 23 Oktober

2019. 41

Wawancara dengan Laela Aisyah Ayuni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. Tanggal

25 Oktober 2019. 42

Wawancara dengan Joni Masyarakat kabupaten Aceh Tengah 31 Oktober 2019.

Page 70: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

60

sarakopat, misalnya Geucik, Imem dan lainnya. artinya adanya bimbingan dan

arahan, supaya syairnya tidak melenceng dan mengarah kepada ketidak

beradapan. 43

Menurut Yusti teku Sara dalam kesenian Didong dinilai tidak efektif,

dikarenakan kesenian Didong saat ini bertujuan untuk mencari panggung, mencari

nama, dan pemilihan bahasa dalam syair Didong tersebut tidak lagi mengarah

kedalam ajaran agama dan adanya fenomena saling menjatuhkan.44

Melihat dari beberapa narasumber diatas penulis setuju dengan Joni dan

Yusti Teku Sara, bahwasanya kesenian Didong pada saat ini sangat tidak efektif

untuk meningkatkan Pemahaman Agama Masyarakat Gayo khususnya pada

Kabupaten Aceh Tengah, dilihat dari penggunaan kata yang tidak sesuai dengan

bahasa Didong yang kaya akan makna dan kelembutan dalam memilih kata pada

setiap baitnya, dan kebanyakan Didong saat ini hanya digunakan untuk

bersenang-sengang dan saling mengumpat satu sama lain. Menurut penulis dalam

kesenian Didong pada saat ini lebih banyak mengarah pada dampak negatif saja,

seperti melanggar norma agama dan norma sosial.

43

Wawancara dengan M Yusin Saleh Selaku ketua Majealis Adat Gayo Kabupaten Aceh

Tengah 31 Oktober 2019. 44

Wawancara dengan Yusti Teku Sara Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. 1 November

2019.

Page 71: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

61

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari serangkaian penelitian yang dilakukan pada Kesenian

Didong yang melihat aspek-sapek Agama dalam Kesenian Didong, juga melihat

Efektifitas Narasi Didong didalam peningkatan Pemahaman Agama Masyarakat

Gayo dengan menggunakan data yang di proses di lapangan, dapatlah dinyatakan

bebeapa kesimpulan sebagai berikut:

Kesenian Didong merupakan kesenian yang dilakukan oleh beberapa

orang yang berbentuk sastra, perpaduan antara seni vokal dan seni tari yang

dibawakan berkelompok dan berjumlah antara 20, 25, 30, 35 dst. Dan dilakukan

oleh laki-laki. Fungsi Kesenian ini bagi masyarakat Gayo adalah sebagai hiburan,

ritual keagamaan, menanamkan nilai sosial, sebagai media penyampaian pesan-

pesan keagamaan, pengajaran moral dan etika, dan juga sebagai refleksi dari

kegiatan ekonomi.

Sejarah kebangkitan kesenian Didong dapat dikatakan berkisar pada awal

tahun 1960 ketika pemerintah Indonesia dan DI/TII sepakat untuk berdamai, maka

dari itulah awal mula kebangkitan kembali kesenian Didong. Perkembangan

kesenian Didong mengalami pasang surut, awal kebangkitannya dikarenakan

sudah berakhirnya konflik. Para Ceh Didong kembali berkreasi dengan

menciptakan syair-syair lagu Didong yang mengakibatkan kesenian Didong

menjadi eksis kembali dikalangan masyarakat kabupaten Aceh Tengah.

Page 72: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

62

Kesenian Didong memiliki dampak positif dan negatif, dampak positifnya

antaralain sebagai tempat kajian masyarakat Gayo dalam memahami dan

menggali pesan-pesan seperti agama, pesan moral dan nilai-nilai edukasi lainnya.

Didong juga dapat dijadikan wadah silaturahmi bagi masyarakat Gayo itu sendiri,

juga menjaga kesenian tradisi supaya tidak hilang ditelan oleh masa dan dapat di

teruskan oleh generasi-generasi muda. Namun dibalik dampak positif yang ada

juga terdapat dampak negatif dari kesenian Didong tersebut, misalnya Didong

bisa jadi digunakan untuk berjudi, mabuk-mabukan, dan berpacaran pada momen

kesenian Didong ini berlangsung. Dalam Didong juga terdapat aspek-aspek

agama seperti aspek Akhlak, Tauhid dan Fiqih, meskipun yang banyak di

sampaikan adalah aspek akhlak.

Menurut pandangan masyarakat Didong masih efektif untuk meningkatkan

pemahaman agama dalam masyarakat Gayo, karena didalam Didong sendiri

banyak tekandung pesan-pesan Agama.

B. Saran-Saran

Berdasarkan kesimplan penelitian, maka peneliti merekomendasikan saran

sebagai berikut:

Kepada pemda Aceh Tengah pelaksanaan adat budaya kesenian Didong

harus tetap dapat dilestarikan.

Disarankan kepada paa tokoh-tokoh adat beserta jajarannya dan khususnya

kepada masyaraka Gayo agar dapat menjaga dan melestarikan tradisi, adat istiadat

serta warisan budaya agar tidak musnah di terpa oleh zaman yang penuh dengan

Page 73: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

63

gemerlap ilmu pegetahuan ini. Sehingga di era modern ini kesenian Didong Gayo

masih tetap eksis dan menjadi ladang ilmu pengetahuan bahkan menjadi sumber

persan-pesan Agama yang sangat bermanfaat untuk di pahami masyarakat dan

juga tetap di kembangkan oleh generasi-generasi muda-mudi yang berbakat.

Kepada para tokoh agama agar dapat selalu mengiringi arus kebuadayaan

dan kesenian agar tidak terjadinya kemelencengan dari syariat dan agar tetap

menjadi kesenian yang khas dengan etniknya tetapi tidak membuang keindahan

syariat agama Islam itu sendiri. Perlunya bimbingan terhadap para seniman-

seniman muda dalam pembuatan syair Didong agar tidak terjadi ketabuan bahaa

maupun makna, oleh sara kopat ataupun pada petue Didong yang sudah

berpengalaman.

Page 74: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

64

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi Yusuf. Islam dan Seni. Bandung: Pustaka Hidayah, 2000.

Anugrah M, Agama Dan Etnisitas. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim

2015.

Arikunto Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cita, 1993.

Badan Pusat Statistik kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tengah

Dalam Angka 2019. Aceh tengah: BPS, 2019.

Berlian Saudi & Jabrohim. Islam Dan Kesenian. Yogyakarta : MKM UAD

Lembaga Litbang PP Muhamadiyah, tanpa tahun.

Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

Gazalba Sidi. Pandangan Islam Tentang Kesenian. Jakarta: Bulan

Bintang, 1977.

Gusami, Sp. Nukilan Seni Ornamen Indonesia. Yogyakarta: ASRI, 1980.

H. Nasr Sayeed. Spiritualitas dan Seni Islam. Diterjemahkan oleh Arif

Muhammad. Bandung: Mizan, 1933.

Hafsah. Pembelajaran Fiqih. Medan: Perdana Mulya Sarana, 2013.

Hameed Abdul Hakem. Aspek-Aspek Pokok Agama Islam. Diterjemahkan

oleh Ruslan Shiddieq. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983. Cet, I.

Hasjmy Ali. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta: Benua, 1983.

Ibrahim Mahmud dan A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat.

Jilid 3. Takengon: Yayasan Muqammahmahmuda, 2005. Cet, I.

Ibrahim Mahmud. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. Takengon: Yayasan

Muqammahmahmuda, 2007.

Jabbar Beg M Abdul. Seni dalam Peradaban Islam. Diterjemah oleh

Yustiono dan Edi Sutroyono. Bandung: Pustaka, 1981.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim penyusun Kamus pusat Pembina dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai

Pustaka, 1990.

Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bekasi: PT. Sukses

Mandiri, 2013.

Keraf Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia, 2010.

Kosasih Engkos. Cerdas Berbahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2006.

Lamudin Finoza. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan

Mulya, 2007.

LK. Ara. Didong Lakkiki. Jakarta: Departemen Proyek Penerbitan Buku

Sastra Indonesia dan Daerah, 1982.

Maleong Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2007.

Maleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosyda Karya,

2005.

Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009. Cet, III.

Matta Annis. Membentuk Karakter Cara Islam. Jakarta: Al- Ithishom,

2006. Cet, III.

Page 75: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

65

Melalatoa M J. Didong Pentas Kreativitas Gayo. Jakarta: Yayasan Obor

ndonesia, 2001.

Melalatoa M. J. Didong Kesenian Tradisional Gayo. Jakarta: Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan, 1981/1982.

Melalatoa MJ DKK. Kamus Besar Bahasa Gayo Indonesia. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985. Cet, I.

Nurdin Muslim. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta, 2001.

Patilima Hamid. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet, 2011.

Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa

Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Shihab M Quraisy DKK. Islam dan Kesenian. Jakarta: Majelis

Kebudayaan Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan Lembaga Litbang PP

Muhammadiyah, 1995.

Shihab M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an, Tafsir Tematik atas

berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1998.

Soekanto Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2007.

Soenaryo A, Fatihathu Syah Annas. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: CV

Cahaya Agency, 2001.

Sugiharto Eko. Mengenal Pantun Dan Puisi Lama: Pantun, Karmina,

Syair, Gurindam, Seloka, Dan Talibun. Jakarta: Buku Kita, 2007.

Sugiyona. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet, 2005.

Sumarsono. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2004.

Sumber data staistik Kabupaten Aceh Tengah 2015.

Syarif Badudu Jusuf. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: TP,

1994.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:

terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Wirdyana Ketut, Setiawan Taufikurrahman. Gayo Merangkai Identitas.

Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.

Zakiyah Daradjat. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.

Jurnal:

Afriadi Putra. “Multikultural dan Pendidikan Karakter Kesenian Didong

Pada Masyarakat Gayo Aceh Tengah”, dalam Jurnal Pendidikan. Volume 1

Nomor 1, 2018.

Al Musanna. Rasionalis dan Aktualis “ Kearifan Lokal Sebagai Basis

Pendidikan Karakter”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Volume 17,

Nomor 6, 2011.

Ardila Yuwinda. “Implementasi Pendekatan Eksisutensial Humanistik

Berbasis Didong Gayo Untuk Membentuk Keterampilan Sosial Siswa”, dalam

Jurnal Pendidikan Budaya. Volume 2 Nomor 1, 2018.

Daniah.“Nilai Kearifan Lokal Didong Dalam Upaya Pembinaan Karakter

Peserta Didik”, dalam Jurnal Pendidikan. Volume 8 Nomor 1, 2019.

Page 76: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

66

Hidayat Rahmat. “Penanaman Nilai Pendidikan Islam Pada Masyarakat

Gayo”, dalam Jurnal Studi Agama. Volume 6 Nomor 1, 2018.

Muiz Abdul. “Puisi dalam Perspektif Hadis Nabi (Kajian Hadis

Kontradiksi)”, dalam Jurnal Reflektika. Volume 12 Nomor 12, 2016.

Mustafa Ali dan Hidayat Rahmat. “Islam Gayo: Studi Tentang Akulturasi

Islam dengan Budaya lokal di Kabupaten Aceh Tengah”,dalam Jurnal Al Misbah

. Volume 13 Nomor 2, 2017.

Razali Nanang. “ Kedudukan Seni Dalam Islam”, dalam Jurnal Kesenian

Budaya Islam. Volume 1 Nomor 1, 2020.

Tantawi Isma. Didong Gayo Lues: Analisis Keindahan Bahasa dan Fungsi

Sosial, dalam Jurnal Sosial Volume. 11 Nomor 1 Tahun, 2006.

Wildan Raina. “Seni Dalam Persfektif Islam”, dalam Jurnal Islam Futara

. Volume VI Nomor 2, 2003.

Skripsi :

Ihwatun Hasanah. Nilai Budaya Seni Didong Dalam Kehidupan

Masyarakat Aceh Tengah (Penelitian Etnografi Didesa Toweren Uken Di Aceh

Tengah, Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh,

2015.

Makalah:

Aboe Bakar Aceh. “Aceh Dalam Lintas Sejarah”. Makalah dipresentasikan

pada Seminar Pekan Kebudayaan Aceh Ke II, Banda Aceh: t.p,1972.

Page 77: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

67

DRAF PERTANYAAN WAWANCARA

Tokoh Adat :

1. Bagaimana asal-usul Didong?

Ceh Didong :

1. Apakah syair Didong hanya berlaku dalam bahasa Gayo?

2. Bagaimana proses mengajarkan Didong?

3. Proses menjadi Ceh Didong seperti apa?

4. Apakah syair didong juga di sesuaikan dengan keadaan zaman?

5. Bagaimana perkembangan Didong pada zaman sekarang?

6. Apakah syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama)?

7. Jika benar syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama) pesan

seperti apakah yang disampaikan? Apakah dalam syair yang Islami

terdapat aspek aspek keagamaan?

8. syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama) pesan seperti

apakah yang disampaikan? Apakah dalam syair yang Islami terdapat aspek

aspek keagamaan?

(seperti ketauhidan, tentang akhlak atau tentang fiqih dalam syair Didong )

9. Apakah dalam syair Didong terdapat unsur politik dan unsur-unsur

lainnya?

Tokoh Agama :

1. Syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama)?

2. Jika benar syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama) pesan

seperti apakah yang disampaikan? Apakah dalam syair yang Islami

terdapat aspek aspek keagamaan? (seperti ketauhidan, tentang akhlak atau

tentang fiqih dalam syair Didong)

Masyarakat :

1. Apa perasaan anda setelah mendengarkan Didong?

2. Apakah Didong bisa jadi tempat untuk belajar agama?

3. Berapa kali anda menonton Didong dalam setahun?

4. Apakah Didong masih membudaya di kalangan masyarakat terutama pada

generasi muda/mudi?

5. Bagaimana pendapat anda tentang Didong?

6. Apakah menurut anda pertunjukan Didong hanya sebatas pertunjukan

hiburan semata?

Page 78: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

68

7. Apakah kesenian Didong merupakan media sebagai penyampaian pesan

pesan? (baik itu agama, nasehat, politik, dan lain sebagainya)

8. Apa yang anda pahami setelah melihat pertunjukan Didong?

9. Apakah anda mengerti apa saja pesan-pesan yang di sampaikan oleh Ceh

Didong melalui syair sairnya?

10. Apakah syair-syair yang di denang kan oleh Ceh Didong mudah

dipahami?

11. Apakah bahasa yang di gunakan oleh para ceh-ceh pada saat ini mengikuti

perkembangan zaman?

Page 79: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

69

Page 80: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

70

Page 81: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

71

Page 82: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

72

DOKUMENTASI GAMBAR

Gambar 1.1 Latihan para pemuda KPBG Takengon

Gambar 1.2 Kegiatan ekstrakulikuler SD Negeri 3 Kebayakan, Aceh Tengah.

Gambar 1.3 Wawancara dengan Bastiana Dewi Masyarakat Aceh Tengah.

Page 83: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

73

Gamabar 1.4 Wawancara dengan Yusti Teku Sara Dan Laela Aisyah Ayuni

Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah.

Gambar 1.5 Wawancara dengan Joni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah

Gambar 1.6 Wawancara dengan Amri Jalaluddin Masyarakat Kabupaten Aceh

Tengah.

Page 84: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

74

Gamabar 1.7 Wawancara bersama dengan para Ceh Didong Kabupaten Aceh

Tengah

Gambar 1.8 Wawancara dengan Yusin Saleh, Tokoh Adat Kabupaten Aceh

Tengah

Gambar 1.9 Pertunjukan Seni Didong pada acara pentas seni memperingati HUT

Kota Takengon.

Page 85: NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG

75

Gambar 1.10 Struktur Organisasi MPU Kabupaten Aceh Tengah

Gambar 1.11 Wawancara dengan M. Isa Umar sebagai Tokoh Agama Kabupaten

Aceh Tengah.