Page 1
NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
RIKA DAMAYANTI NIM. 150302025
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Program Studi : Studi Agama-Agama
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
TAHUN 2020
Page 5
v
NARASI AGAMA DALAM SYAIR DIDONG
Nama : Rika Damayanti
NIM : 150302025
Tebal Skripsi : 66 Halaman
Pembimbing I : Arfiansyah, S. Fil. I., M.A
Pembimbing II : Musdawati, M.A
ABSTRAK
Didong merupakan salah satu bentuk kesenian tradisisonal masyarakat Gayo,
Aceh Tengah. Sebagai bentuk kesenian, Didong memiliki ciri khas. Seni Didong
merupakan salah satu kesenian yang sangat digemari dan dicintai oleh masyarakat
Gayo. Didong juga memiliki peranan penting dalam rangka meningkatkan
pemahaman Masyarakat Gayo dalam memberikan informasi, edukasi maupun
pesan-pesan agama yang terkandung melalui syair Didong tersebut. Namun
dengan seiringnya zaman, pengadaan kesenian Didong pada malam hari sudah
menjadi kesempatan bagi pemuda dan pemudi untuk hal-hal yang melanggar
norma agama maupun sosial. Hal ini tidak sesuai dengan fungsi dari kesenian
Didong terebut dan fenomena ini menimbulkan beberapa pertanyaan kunci,
seperti (1) Bagaimana aspek-aspek Agama dalam Didong. (2) Bagaimana
Efektifitas Narasi Didong didalam peningkatan Pemahaman Agama Masyarakat
Gayo. Untuk mendapatkan jawaban dari beberapa pertanyaan tersebut, maka
digunakan metode penelitian lapangan (Field Research) dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan teknik
observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitan menunjukkan terdapat
aspek-aspek agama seperti aspek Akhlak, Tauhid serta Fiqih dalam pesan-pesan
yang disampaikan pada syair Didong tersebut, tetapi kebanyakan yang
disampaikan adalah aspek Akhlak seperti etika, adab dan sopan santun. Penelitian
ini juga menujukkan bahwa pendidikan agama melalui Didong efektif dalam meningkatkan pemahaman agama masyarakat.
Page 6
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, berkat semua nikmat yang dianugrahkan
tersebut penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini hingga akhir. Shalawat
berangkai salam kepangkuan alam baginda Nabi besar Muhammad SAW, yang
telah menyelamatkan manusia dan menuntunnya menuju tepian pantai yang penuh
cahaya ilmu pengetahuan, dan kepada keluarga, sahabat serta kepada para ulama
yang telah memperjuangkan agama Allah dan telah memenuhi dunia ini dengan
ilmu pengetahuan dan menjalankan semua aturan sesuai dengan Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah SAW. Dengan Berkat nikmat dan Hidayah tersebut penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Narasi Agama Dalam Syair
Didong” sebagai syarat untuk menyelesaikan program sarjana (S1) di Prodi Studi
Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Dengan izin Allah beserta dukungan dari keluarga, penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada ayahanda dan ibunda tercinta Basori dan
Sutin yang telah menjaga, merawat, mendidik dan membimbing penulis serta
menyemangati dalam segala hal, dan begitu banyak pengorbanan yang dilakukan
untuk penulis. Rasa terimakasih juga turut penulis ucapkan kepada Alm. Lina
Budiarti, S.P (Kakak Tertua), Ahmad Baihaqi (Adik Bungsu), yang selalu
mendukung selama pendidikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
Page 7
vii
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberi
semangat, tenaga serta bantuan moral maupun material kepada penulis selama ini.
Selanjutnya ucapan terimakasih kepada pihak yang telah membantu
penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, terutama kepada dosen pembimbing
skripsi yaitu Bapak Arfiansyah, S. Fil. I., M.A sebagai pembimbing satu dan Ibu
Musdawati, M.A sebagai pembimbing dua, yang telah membantu dan
membimbing dalam menyelesaikan hingga terbentuk karya ilmiah ini, dan kepada
seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Ucapan terimakasih kepada ketua Bapak Mawardi, S.T.h.I, MA yang telah
membantu memberi arahan dalam proses penulisan skripsi ini. Kepada Bapak/ibu
staf pengajar Prodi Studi Agama-Agama yang telah memberi dukungan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2015 terutama
kepada Mentari Satria Pertiwi, Yuliana, Eka Safridayanti, Rahayu Rahmadani,
Alfi Hidayati, Ade Irma Fazilla yang telah bersedia membantu meluangkan
waktu, pikiran, serta tenaga demi terselesainya skripsi ini.
Terimakasih kepada sahabat setia Laela Aisyah Ayuni , Sartika
Mahbengi, Yusti Teku Sara, fahcry Purnama, yang senantiasa memberi motivasi,
arahan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, dan
kemudian terimakasih kepada adik-adik seperjuangan teman senang dan duka
Loly Aulia, Armida Wati, Sukma Khaliza, Reni Fitriani, Hilyadirayati, Sayu Nita,
Evi Herlina, (Squad Seulanga Kost). Kemudian penulis banyak berhutang budi
Page 8
viii
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini hanya
dapat diungkapkan rasa terimakasih yang sebesarnya kepada semua pihak.
Walaupun banyak pihak yang membantu bukan berarti Skripsi yang
sederhana ini telah mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sangat dihargai demi
kesempurnaan Skripsi yang telah disusun. Kepada Allah SWT penulis berserah
diri yang sempurnanya hanya datang dari Allah SWT.
Banda Aceh, 8 Desember 2019
Penulis,
Rika Damayanti
Page 9
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................... ii
LEMBARAN PENGESAHAN PEMBIMBING............................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH ............................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
KATA PENANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 5
D. Kajian Pustaka ................................................................................... 5
E. Penjelasan Istilah ............................................................................... 8
F. Kerangka Teori .................................................................................. 11
G. Metode Penelitian .............................................................................. 13
H. Sistematika Pembahasan ................................................................... 17
BAB II AGAMA DAN SENI
A. Islam Dan Seni .................................................................................. 19
B. Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Seni ................................... 21
C. Hadis Yang Berkaitan dengan Seni ................................................... 23
BAB III AGAMA DALAM SYAIR DIDONG DI KABUPATEN
ACEH TENGAH A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ................................................. 27
B. Agama Dan Masyarakat Gayo ............................................................ 30
C. Seni Dalam Masyarakat Gayo ............................................................ 32
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Asal-Usul Kesenian Didong ................................................. 34
B. Jenis-Jenis Kesenian Didong ............................................................. 37
C. Tokoh-Tokoh Kesenian Didong ........................................................ 39
D. Perkembangan Kesenian Didong ...................................................... 40
E. Aspek-Aspek Agama dalam Syair Didong ....................................... 41
F. Efektifitas Didong di dalam Peningkatan
G. pemahaman Agama Masyarakat Gayo .............................................. 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 61
B. Saran .................................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 64
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Page 11
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aceh merupakan salah satu provinsi di Negara Indonesia yang beragam
akan kebudayaan. Sejarah telah membuktikan adanya kerajaan-kerajaan kecil di
masa silam sampai Indonesia meproklamasikan kemerdekaan Indonesia hingga
saat ini Aceh masih menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan. bahkan nilai-nilai
budaya ini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Aceh.
Aceh memiliki keberagaman budaya, sebagai wilayah kebudayaan Aceh
memiliki warisan budaya yang sampai saat ini masih berkembang di dalamnya,
terlihat dari banyaknya suku yang terdapat di Aceh sendiri diantaranya suku Aceh,
Jamee, Tamiang, Alas dan Gayo.1 Dari masing-masing sub etnik tersebut adanya
kekhasan tersendiri dalam berbudaya. Berbagai alat musik, tarian dan seni sastra
lainnya berupa hikayat dan puisi.
Sebelum Islam masuk ke Aceh, kebudayaan Aceh masih di pengaruhi oleh
kebudayaan Hindu dari India yang dibawa oleh pedagang melalui jalur laut. Adat
budayanya masih sangat kental terhadap pengaruh agama Hindu tersebut. Hal ini
terjadi ketika agama Islam belum memasuki Aceh.2 Kehidupan masyarakat Aceh
pada saat itu masih di pengaruhi oleh unsur agama Hindu, setelah agama Islam
masuk ke Aceh tidak semua unsur Hindu di hilangkan. Kemampuan Islam untuk
1 Ali Hasjmy. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. (Jakarta: Benua, 1983), 30.
2 Aboe Bakar Aceh. “Aceh Dalam Lintas Sejarah”, Makalah dipresentasikan pada Seminar
Pekan Kebudayaan Aceh Ke II. (Banda Aceh: t.p,1972), 5.
Page 12
2
beradaptasi dengan budaya Aceh itu sendiri memudahkan Islam untuk
menjangkau lapisan paling bawah dari masyarakat. Sehingga Islam juga dapat
menjangkau kebudayaan yang ada pada pedalaman sekalipun.
Gayo merupakan salah satu suku asli yang mendiami provinsi Aceh.3
Keberadaannya menempati beberapa titik wilayah yang terpisah secara
administratif pemerintahan, yaitu orang Gayo secara mayoritas terdapat di
kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah (sekitar 30-45%) dan Gayo Lues
(sekitar 50-70%) dan sebagian wilayah Aceh Tenggara dan 3 Kecamatan di Aceh
Timur yaitu Serbejadi, Peunaron, dan Simpang Jernih.4 Suku Gayo ini di
Golongkan kedalam Proto Melayu Atau Melayu Tua. Dalam suku Gayo juga
terdapat keberagaman jenis kebudayaan, seperti tari Munalo (penyambutan tamu),
Saman Gayo, Melenkan (pidato adat), Didong dan lain sebagainya.
Unsur budaya tidak pernah lepas dari masyarakat suku Gayo, seperti
kesenian yang ada pada masyarakat dataran tinggi Gayo di Aceh Tengah ini
mengenal beberapa bentuk tradisi lisan berupa “Seni Bertutur” diantaranya
Didong. Didong ini merupakan suatu kolaborasi antara seni sastra, seni tari dan
juga seni suara yang merupakan hasil dari olah pikir dan rasa.5
Didong yang telah menjadi seni bagi masyarakat didalamnya terdapat
nuansa keislaman, bahkan Didong itu sendiri merupakan salah satu media
penyebaran Islam atau dakwah untuk menyampaikan amanat dakwah keagamaan
3 Al Musanna. Rasionalis dan Aktualis “ Kearifan Lokal Sebagai Basis Pendidikan
Karakter”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 17, Nomor 6, (2011), 593. 4 Sumber data staistik Kabupaten Aceh Tengah 2015.
5 M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obar Indonesia,
2001), 1.
Page 13
3
maupun pesan budaya suku Gayo itu sendiri.6 Didong Gayo dibungkus dengan
irama syair, tari dan puisi. Pelaksanaan Didong dilaksanakan secara berkelompok
(Kelop). Didong terbagi menjadi dua katagori utama, yaitu Ceh dan Penunung
(pengiring). Kemudian seseorang yang disebut dengan Ceh itu harus memenuhi
beberapa syarat. Diantaranya harus memiliki suara yang merdu (Ling Temas) dan
juga Ceh Didong harus mempunyai kemampuan untuk menciptkan lirik, syair
atau puisi (Kekata) yang akan di tembangkan oleh Ceh Didong itu sendiri. Ceh
Didong itu juga harus mempunyai wawasan yang luas perihal adat-istiadat (Edet)
masyarakat dan segala perkembangan maupun perubahan yang terjadi pada
lingkungan yang lebih luas. Pengetahuan ini juga berpengaruh tehadap
keseimbangan kata, ungkapan dan simbol-simbol fikiran sehingga terciptanya
syair yang indah dengan bobot pesan yang dalam, aktual, dan menyimpan
pandangan yang terdapat sebuah bahan renungan bahkan menjadi acuan hidup
pada masyarakat suku Gayo itu sendiri.7
Pesan-pesan yang disampaikan dalam Didong tersebut beragam, mulai
dari norma-norma agama, keadaan sosial masyarakat, hingga fenomena-fenomena
yang tengah terjadi.
Pada saat ini Didong di pergunakan untuk sentil menyentil (Tep Dan
Onem) dalam kesenian Didong Jalu. Tidak menggunakan bahasa yang kasar dan
mengandung makna yang sangat dalam agar dalam penyampaiannya tidak
6 Isma Tantawi. Didong Gayo Lues: Analisis Keindahan Bahasa dan Fungsi Sosial, dalam
Jurnal Sosial volume 11 Nomor 1 Tahun (2006), 16. 7 M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor Indoesia,
2001), 11.
Page 14
4
melukai hati dari lawan tanding (Jalu) dengan menggunakan kata-kata senda. Saat
ini kata dalam syair juga telah di tambah dengan bahasa yang yang mudah di
pahami oleh masyarakat pada Era Gobalisasi ini. Masyarakat sebagai penonton
dan penikmat Didong Gayo harus paham makna-makna yang terkandung dalam
Didong, agar Didong tidak menjadi tontonan yang hanya bisa membuat tawa dan
senang sesaat saja, namun kesenian Didong juga sebagai sarana pengetahuan
Agama bagi masyarakat. Namun dengan seiringnya zaman pengadaan kesenian
Didong pada malam hari sudah menjadi kesempatan bagi pemuda-pemudi untuk
melakukan hal-hal yang melanggar norma agama dan norma sosial, seperti judi,
berpacaran dan lain sebagainya. Hal ini tidak sesuai dengan fungsi dari kesenian
Didong tersebut.
Maka dari itu peneliti ingin membahas lebih dalam tentang “Narasi Agama
dalam Syair Didong”, walaupun syair Didong itu sudah banyak yang mengkajinya
akan tetapi peneliti lebih mendalami lagi syair Didong dengan Narasi Agama,
melihat dari sudut pandang aspek-aspek agama, dan melihat keefektifan Kesenian
Didong bagi pemahaman masyarakat Gayo di Aceh Tengah.
B. Rumusan Masalah
Oleh karenanya yang menjadi rumusan atau pokok masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana aspek-aspek Agama dalam Didong?
2. Bagaimana Efektifitas Narasi Didong didalam peningkatan Pemahaman
Agama Masyarakat Gayo?
Page 15
5
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian mempunyai tujuan sebagai arah dan sasaran yang ingin
dicapai, adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pesan-pesan keagamaan yang terkandung dalam
syair seni Didong.
2. Untuk mengetahui bagaimana kesenian Didong dapat menjadi media
untuk menyampaikan pesan-pesan agama dalam kehidupan sehari-hari
terutama di kalangan audiens dimasa sekarang.
D. Kajian Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggali informasi dari penelitian-
penelitian sebelumnya sabagai bahan perbandingan, baik mengenai kekurangan
atau kelebihan yang sudah ada. Selain itu, peneliti juga menggali informasi dari
buku-buku, jurnal dan skripsi dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang
ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul diantaranya sebagai
berikut:
Dalam buku M. Junus melalatoa yang berjudul “Didong Pentas
Kreativitas Gayo”. Yang diterbitkan oleh Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan Dan
Yayasan Obor Indonesia yang bekerja sama dengan Yayasan Sains Dan
Teknologi yang di terbitkan pada tahun 2001 di Jakarta. Dalam buku ini penulis
mengkaji tentang kesenian tradisisonal Gayo yang berwujud pada konfigurasi,
seni suara, seni sastra, dan juga seni tari. Sistem seni tradisi bersifat kompetitif ini
menuntut para seniman harus lebih kreatif dan karya-karya kreatif itu harus
berwarna Gayo. Fungsi Didong ini adalah pemenuhan kebutuhan akan keindahan
Page 16
6
dan hiburan akan mempertahankan struktur sosial, kontrol sosial, penerangan dan
lain sebagainya. 8
Pada buku M Junus Melala Toa, dengan judul buku yang berbeda “
Didong Kesenian Tradisional Gayo” yang di terbitkan oleh Proyek Media
Kebudayaan Jakarta Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Tahun 1981/1982. Buku ini mendeskripsikan tentang kesenian
Didong. Terdiri dari beberapa pembagian bab dan sub babnya. Diantaranya seperti
latar belakang yang berkaitan dengan kesenian tersebut, kediaman suku,
struktural sosial masyarakatnya, kedudukan kesenian Didong dan latar belakang
sejarah Didong.9
Mahmud Ibrahim dan A.R Hakim Aman Pinan dengan judul buku
“Syari’at Dan Adat Istiadat” Jilid Ke 3 diterbitkan oleh yayasan Maqamam
Mahmuda Takengon pada tahun 2005 dalam muku ini di muat tentang kata
hikmah adat bernapas syariat, prinsip ekonomi dasar syari’at dan adat nidham
(manajemen) keluarga dan programnya, ma’isyah (lapangan pekerjaan) dominan,
pembagian antara pekerjaan laki-laki dan perempuan, hukum tanah, gadai dan
faraidh (waris), hibbah, waqaf, lingkungan hidup, sistem pemerintahan sarak opat
di Gayo Lues dan proses pernikahan di Gayo Lues, dan Didong menunjang
syariat.10
8 M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor
Indoesia, 2001). 9 M. Junus Melalatoa. Didong Kesenian Tradisional Gayo. (Jakarta: Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan 1981/1982). 10
Mahmud Ibrahim , A.R Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat jilid ke 3. (Takengon :
Yayasan Muqamam Muda 1426 H/2005 M).
Page 17
7
Tulisan karya Putra Afriadi dalam jurnal berjudul “Multikultural dan
Pendidikan Karakter Kesenian Didong Pada Masyarakat Gayo Aceh Tengah”
yang merupakan Jurnal pengkajian dan penciptaan musik, Volume 1 Nomor 1
pada tahun 2018, memuat tentang nilai dan makna, pemikiran, kebiasaan,
kepercayaan, norma, adat istiadat, yang akan di wariskan dari generasi kegenerasi,
juga sebagai sarana untuk mempersatukan pemahaman estetika etnis yang ada di
Gayo.11
Jurnal Daniah yang berjudul “Nilai Kearifan Lokal Didong Dalam Upaya
Pembinaan Karakter Peserta Didik”, yang merupakan Jurnal pendidikan, Voume
8 Nomor 1 tahun 2019. Dalam Jurnal ini menelaah tentang nilai seni Didong
dalam keindahan religius dan kebersamaan yang tertransformasi dari pesan
kebijakan lokal seperti mukemel (rasa malu), tertip (tertib), setie (setia), gemasih
(penuh kasih sayang), mutentu (rajin), amanah, genap- mufakat (musyawarah),
alang- tulung (tolong menolong), bersikekemelen (kompetitif) dan semua
keindahan dalam kesenian Didong merupakan kebijaksanaan atau kearifan lokal
setempat dengan demikian kesenian Didong ini merupkan sebagai sarana dakwah
dan pendidikan.12
Jurnal Karya Yuwinda Ardila yang berjudul “Implementasi Pendekatan
Eksisutensial Humanistik Berbasis Didong Gayo Untuk Membentuk Keterampilan
Sosial Siswa” seminar nasional bimbingan konseling (SNBK), Volume 2 Nomor
1 tahun 2018. Jurnal ini menelaah melalui pendekatan eksistensial humanistik
11
Putra Afriadi. “Multikultural dan Pendidikan Karakter Kesenian Didong Pada
Masyarakat Gayo Aceh Tengah”, dalam Jurnal Pendidikan Volume 1 Nomor 1 (2018), 16. 12
Daniah. “Nilai Kearifan Lokal Didong Dalam Upaya Pembinaan Karakter Peserta
Didik”, dalam Jurnal Pendidikan Volume 8 Nomor 1 (2019), 14.
Page 18
8
merupakan salah satu pendekatan yang berfokus pada diri manusia dan
menekankan pada pemahaman atas manusia, pendekatan ini memberikan
penciptaan makna dalam hidup manusia. Dipadukan dengan nilai budaya Didong
Gayo yang memiliki transformasi nilai sosial maka diharapkan konselor mampu
membentuk keterampilan sosial siswa. Para seniman Didong tidak semata-mata
menyampaikan tutur kepada penonton yang dibalut dengan nilai-nilai estetika,
melainkan didalamnya bertujuan agar masyarakat pendengarnya dapat memaknai
hidup sesuai dengan realitas akan kehidupan para Nabi dan tokoh yang sesuai
dengan Islam. Dalam Didong ada nilai-nilai religius, nilai-nilai keindahan, nilai-
nilai kebersamaan dan lain sebagainya. Maka nilai dari keterampilan sosial agar
siswa mampu berhubungan dengan orang-orang sekitar baik secara formal
maupun nonformal.13
Berbeda dengan penelitian lain, skripsi ini menelaah tentang aspek-aspek
agama dalam syair Didong, juga melihat keefektifan kesenian Didong bagi
pemahaman masyarakat Gayo khususnya kabupaten Aceh Tengah. Oleh karena
itu tulisan ini penting untuk di teliti.
E. Penejelasan Istilah
Untuk menghindari kesalah pahaman pembaca dalam memahami isi dan
arah pembahasan Skripsi ini, maka peneliti melengkapi dengan penjelasan
beberapa istilah yang terdapat dalam judul yaitu:
13
Yuwinda Ardila. “Implementasi Pendekatan Eksisutensial Humanistik Berbasis Didong
Gayo Untuk Membentuk Keterampilan Sosial Siswa” , dalam Jurnal Pendidikan Budaya Volume
2 Nomor 1 (2018), 64.
Page 19
9
Didalam kamus ilmiah populer Narasi merupakan cerita yang menyajikan
serangkaian peristiwa menurut urutan waktu terjadinya, namun pada dasarnya
merupakan jawaban terhadap apa yang terjadi, bisa berbentuk cerita hikayat,
prosa, biografi, syair dsb.14
Narasi didalam KBBI adalah pengisahan suatu cerita atau kejadian. Narasi
atau sering juga disebut naratif berasal dari kata bahasa Inggris Narration (cerita)
dan Narrative (yang menceritakan). Karangan narasi adalah karangan yang
menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sedemikian rupa sehingga pembaca
seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan.15
Pendapat lain
menyatakan bahwa narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan,
mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk, perbuatan manusia dalam sebuah
peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu.16
Agama menurut kamus ilmiah populer merupakan keyakinan dan
kepercayaan kepada Tuhan (Akidah).17
Menurut Daradjat Agama merupakan
proses hubungan manusia terhadap sesuatu yang diyakininya.18
Sedangkan Glock
mendefinisikan Agama adalah sebagai sistem kepercayaan, sistem perilaku, sitem
nilai yang seluruhnya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai
yang paling maknawi.19
14
Annas Syah Fatihathu Dan A. Soenaryo. Kamus Ilmiah Populer . (Surabaya: CV Cahaya
Agency 2001), 410. 15
Engkos Kosasih. Cerdas Berbahasa Indonesia. (Jakarta: Erlangga 2006), 46. 16
Finoza, Lamudin. Komposisi Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diksi Insan Mulya 2007), 237. 17
Annas Syah Fatihathu Dan A. Soenaryo. Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: CV Cahaya
Agency 2001), 12. 18
Daradjat dan Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang 2005), 10. 19
M Anugrah. Agama Dan Etnisitas. (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim 2015), 23.
Page 20
10
Syair menurut KBBI adalah puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas
empat larik (baris) yang berakhir dengan bunyi yang sama. Kata Syair berasal dari
bahasa arab: Sya’ara (menembang atau bertembang), Sya’ir (penembang), Sya’ar
(syair atau tembang). Selain itu. Ada juga yang berpendapat bahwa kata Syair
berasal dari kata Syu’ur atau Syi’ir (Bahasa Arab) yang artinya perasaan. Dengan
demikian, ada yang mendefinisikan Syair sebagai tembang yang penuh curahan
perasaan. Meskipun demikian, bentuknya bukan puisi arab. Syair terdapat tiga
macam yakni Syair yang berisi cerita, Syair yang mengisahkan kejadian dan Syair
yang berisi ajaran agama. 20
Syair Didong dikenal juga dengan istilah Kekata
(kata-kata). Tujuan membuat Syair Didong umumnya demi tujuan praktis yang di
buat untuk segera dipentaskan. Kata Syair menjadi rujukan atau alternatif istilah
kebahasaan mengingat Syair Didong termasuk kedalam bentuk sastra lama.
Wikipedia sebagai rujukan internet mengatakan bahwa Syair adalah salah satu
jenis puisi. Selain itu Syair merupakan rangkaian kata-kata yang diciptakan
pengarangnya dan wujud ekspresinya yang dikontemplasikan dengan alat-alat
musik seta bunyian bunyian lainnya.
Menurut Joni Syair (saer) merupakan turunan atau pengembangan dari
ayat dan hadis, lantunan yang berisi turunan dari ayat dan hadis yang berisikan
nasehat, pendidikan, dan lainnya.21
Secara Definisi Didong mendekati dua kata Denang dan Donang yakni
nyanyian sambil bekerja yang dilakukan bersama-sama. Menurut M.J. Melalatoa
20
Eko Sugiharto, Mengenal Pantun Dan Puisi Lama: Pantun, Karmina, Syair, Gurindam,
Seloka, Dan Talibun, (Jakarta: Buku Kita 2007), 29. 21
Wawancara dengan Menurut Joni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah pada tanggal 31
Oktober 2019
Page 21
11
mengatakan arti harfiah dari Didong tidak begitu jelas, berkaitan dengan kata
Denang atau Donang yang berarti dendang, namun penegrtian Didong lebih luas
cakupannya dari pada berdendang.22
Didong menurut KBBI adalah kesenian tradisional Gayo yang dimainkan
dengan cara menyanyikan pantun sambil menari. Didong yang dimaksud dalam
tulisan ini adalah suatu seni sebagai sarana dakwah dan penyampaian pesan-pesan
keagamaan.
F. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah dasar-dasar teori, konsep atau generalisasi yang
dapat dijadikan acuan oleh peneliti. Kerangka teori ini sangat diperlukan agar
peneliti mempunyai dasar yang kuat dan kokoh, sehingga penelitian yang
dilakukan tidak hanya sekedar coba-coba. Adapun yang menjadi kerangka teori
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Agama dapat diartikan sebagai ajaran , sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan yang mahakuasa, tata peribadatan, dan tata
kaidah yang bertalian dengan pergaulan manusia, manusia dan lingkungan serta
lingkungan dengan kepercayaannya.23
Menurut Zakiah Daradjat agama adalah
yang dirasakan dalam hati, pikiran yang dilaksanakan tindakan serta membentuk
dalam sikap dan cara menghadapi hidup pada umumnya.24
Sedangkan menurut
22
MJ Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obar Indonesia,
2001), 2. 23
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: terbitan Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 17. 24
Zakiah Daradjat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 127.
Page 22
12
Sosiolog Durkheim agama adalah satu kesatuan sistem kepercayaan dan
pengalaman terhadap suatu yang sakral, yaitu yang lain dari pada yang lain.25
1. Narasi Agama
Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan
dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi.26
Narasi
Agama juga menjabarkan tentang suatu peristiwa yang terjadi pada kehidupan
beragama. Disini penulis bermaksud untuk mengidentifikasi peristiwa-peristiwa
Agama dalam syair Didong.
2. Syair Didong
Syair adalah puisi, karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan
irama dan sajak. Syair merupakan salah satu bentuk puisi lama yang yang terdiri
dari empat baris yang bersajakkan a a a a keempat baris tersebut mengandung arti
atau baris si penyair. 27
Namun Syair yang dimaksud penulis pada skripsi ini,
disamping dalam pengertian diatas penulis juga mengartikan Syair yang
dimaksud adalah Syair lagu yang jika diperhatikan tidak sepenuhnya terikat oleh
kaidah-kaidah atau pola-pola sebagaimana menurut pengertian diatas. Dalam
Syair Didong tidak harus selalu berirama a a a a, melainkan bebas.
Lagu Didong atau yang biasa disebut dengan syair Didong merupakan
salah satu jenis seni yang berbentuk syair-syair pujian, perjuangan, dakwah, atau
25
Muslim Nurdin. Moral dan Kognisi Islam. (Bandung: Alfabeta, 2001), 25. 26
Gorys Keraf. Argumentasi dan Narasi. (Jakarta: Gramedia 2010), 136. 27
Jusuf syarif Badudu. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Bandung: TP 1994), 1389.
Page 23
13
nasihat yang dibawakan dengan melagu oleh ceh Didong dan diiringi oleh alulan-
aluna tepukan tepukan tangan oleh anggota pengiring.28
Tiap syair-syair yang diciptakan didalamnya banyak sekali terdapat
nasehat-nasehat, nilai-nilai religius yang dapat diambil pelajaran dari setiap bait
syair tersebut. Syair Didong merupakan isi dari sebuah lagu Didong yang di
ciptakan oleh seseorang yang didalamnya memuat nilai-nilai keagamaan maupun
pesan-pesan agama. Disini penulis memfokuskan pada agama Islam. Melihat
aspek-aspek agama seperti pesan Tauhid, Akhlak, maupun Fiqh.
Singkat kata dari kerangka teori yang telah dipaparkan diatas penulis
merancang penelitian dengan beranjak dari konsep-konsep tentang nilai-nilai
Agama yang di temukan dalam berbagai literatur yang kemudian diambil pesan-
pesan agama yang terdapat dalam beberapa syair Didong seperti Tauhid, Akhlak,
dan Fiqh.
G. Metode Penelitian
Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang memaparkan dan
menggambarkan hasil penelitian secara objektif terhadap keadaan dan
karakteristik pelaku yang ditemui dilapangan untuk mendeskripsikan dan
menganalisisi fenomena, peristiwa, aktivitas, sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,
pemikiran orang secara individual atau kelompok.29
Atau bisa dikatakan penelitian
ini menggunakan metode yang bersifat deskriptif analisis yaitu suatu penelitian
28
M.J Melalatoa. Didong Kesenian Tradisional Gayo. (Jakarta: Departemen Pendidkan
dan Kebudayaan 1982), 82. 29
Lexy J. Maleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007).
13.
Page 24
14
dengan menggunakan data lapangan dan menganalisis serta menarik kesimpulan
dari data tersebut.30
1. Jenis Penelitian
Penelitian tentang Narasi Agama Dalam Syair Didong ini merupakan
penelitian (Field Research) dengan pendekan kualitatif. Kualitatif merupakan
suatu upaya untuk menyajikan dunia sosial dan perspektif didalam dunianya, baik
dari segi konsep, perilaku, dan persoalan yang akan di teliti.
2. Sumber Data
1. Sumber Data
Menurut Lofland, dikutip oleh Maleong bahwa sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen.31
Penelitian ini membagi dua jenis sumber data yang
digunakan, yaitu:
a. Sumber Primer yaitu data yang didapatkan langsung dari objek baik
melalui wawancara maupun data lainnya. Adapun kriteria yang
diwawancarai adalah:
- Tokoh Adat 2 orang
- Tokoh Agama (MPU) 1 orang
- Ceh Didong 4 orang
- Masyarakat 8 orang
30
Suharsimi Arikunto. Manajemen Penelitian. (Jakarta: Rineka Cita, 1993), 106. 31
Maleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2005), 157.
Page 25
15
b. Sumber sekunder yaitu semua data yang tidak langsung dari objek yang
diteliti,32
yang meliputi data dokumen dan data-data kependudukan
yang didapat dari kantor Badan Pusat Statistik dan Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Tengah.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian tersebut dilakukan.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi Takengon Kabupaten Aceh
Tengah. Lokasi ini diambil karena ingin melihat Efektifitas Narasi tersebut
bagi pemahaman masyarakat di wilayah tersebut.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data untuk
kepentingan tulisan Skripsi ini adalah teknik peneliti kualitatif yaitu dengan
melakukan wawancara secara terbuka dan mendalam yang berisikan pertanyaan-
pertanyaan yang mengarah kepada kebutuhan penelitian, dan juga dengan
melakukan observasi partisipasi terhadap teknik- teknik pengumpulan data yang
akan dilakukan oleh peneliti, dan juga perlu adanya dokumentasi, yaitu:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua belah pihak.
Menurut Esterbarg wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat diambil
dan disimpulkan menjadi topik yang tertentu.33
Jumlah responden yang
diwawancarai oleh peneliti sebanyak orang yang mana diantaranya adalah
32
Sumarsono. Metode Riset Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004). 69. 33
Sugiyona. Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabet,2005). 72.
Page 26
16
2 orang Tokoh Adat 1 orang Tokoh Agama 4 orang Ceh Didong, dan 8
orang masyarakat Takengon Kabupaten Aceh Tengah. Wawancara ini
dilakukan untuk mendapatkan informasi dan memperoleh hasil penelitian
yang sesuai dan akurat dengan judul penelitian.
Wawancara juga merupakan suatu proses untuk memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka
antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai
dalam memperoleh data.34
b. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, dianalisis dengan
metode kualitatif. Adapun teknik analisis data dilakukan dengan
pengorganisasian, koding dan penyimpanan rekaman. Pengorganisasian
dilakukan dengan identifikasi setiap data yang dibangun seperti Transkip
wawancara, catatan lapangan, foto, video, dokumen dan hal lain yang
merupakan sumber data.35
c. Dokumentasi
Dokumentasi dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang diperoleh
dengan cara memeriksa dan mencatat laporan. Dokumentasi mencari data
tentang hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat
kabar, majalah, jurnal, penelusuran dari internet dan lain sebagainya yang
34
Burhan Bungin. Metodelogi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Cet I. 142.
35
Hamid Patilima. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabet, 2011). 98.
Page 27
17
memungkinkan untuk digali sebagai data dalam proses penelitian.36
Dokumentasi merupakan rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan
percakapan, menyangkut persoalan pribadi dan memerlukan interpretasi
yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa
tersebut.
d. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini, penulis berpedoman dan mengacu kepada buku
pedoman penulisan skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry Banda
Aceh Tahun 2013.
H. Sistematika Pembahasan
Pembahasan pada skripsi ini terdiri dari lima bab, namun sebelumnya
terlebih dahulu dilampirkan halaman judul, pernyataan keaslian, halaman
pengesahan, halaman persembahan, abstrak, kata pengantar dan daftar isi. Setelah
bab lima akan disertakan daftar pustaka, lampiran- lampiran dan daftar riwayat
hidup. Adapun pembagian bab per- bab dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagaimana yang telah disebut sebagai berikut:
Bab satu merupakan bab pendahuluan menguraikan secara spesifik yang
terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kajian
Pustaka, Kerangka Teori, Penjelasan Istilah Metode Penelitian, dan Sistematika
Pembahsan.
36
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta:Rineka
Cipta,1993), 206.
Page 28
18
Bab dua, dalam bab dua ini akan dibahas mengenai Agama dan Seni,
terlebih dahulu akan di uraikan tinjauan umum tentang Islam dan Seni, poin
selanjutnya Ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Seni, dan Hadis yang
berkaitan dengan Seni.
Bab tiga, akan dibahas tentang Agama dalam Syair Didong di Kabupaten
Aceh Tengah dan akan di bahas terlebih dahulu tentang gambaran umum tempat
penelitian, kemudian di teruskan dengan agama dan Masyarakat Gayo, dan seni
dalam Masyarakat Gayo.
Bab empat, akan dimuat tentang Sejarah Asal-usul Kesenian Didong,
Jenis-Jenis Kesenian Didong, Tokoh-Tokoh Kesenian Didong (Ceh Didong),
Perkembangan Kesenian Didong, Aspek-Aspek Agama dalam Didong.
Bab lima memuat tentang kesimpulan dan hasil riset penelitian tentang
Narasi Agama dalam Syair Didong. Bab ini juga akan di muat penutup yang berisi
kesimpulan dan saran-saran.
Page 29
19
BAB II
AGAMA DAN SENI
A. Islam Dan Seni
Kesanggupan akal yang bermutu tinggi merupakan bentuk dari seni.1
Ketika orang lain mengatakan dapat mengatakan keindahan, kagum dan rasa yang
luar biasa kepada ciptaan maka itu disebut dengan ukuran tinggi. Salah satu unsur
kebudayaan, seni merupakan fitrah manusia yang di anurgahkan Allah untuk
melibatkan suatu kegiatan yang mengungkapkan keindahan dalam kemampuan
kreatifitas.
Islam sebenarnya sangat mendukung untuk menghidupkan rasa keindahan
dalam kesenian, namun dengan demikian syarat dan ketentuan, yakni jika
kesenian tersebut membawa pembaruan dan tidak mengganggu dan juga bersifat
membangun. Selain seni kaligrafi, dekorasi dan seni ukir lainnya, Islam juga
memberi perhatian yang sangat besar terhadap seni sastra, Al-Quran merupakan
puing –puing keindahan yang bernilai sastrawi.2
Realitanya seni sebagai suatu media interprestasi, kreasi sekaligus
komunikasi. Maka menilai sebuah aspirasi dalam seni tidak dapat dihindari dari
dimensi-dimensi dan unsur-unsur yang menyatu dan menyangkut keyakinan,
1Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim penyusun Kamus pusat Pembina dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (Jakarta Balai Pustaka:
1990). 816. 2 Yusuf Al-Qardhawi. Islam dan Seni. (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000). 11-12.
Page 30
20
motivasi, ideologi, pola pikir, kepedulian, kepekaan tujuan dan arah disamping
astetikanya dan aspek gaya.
Seni sederha merupakan usaha menciptakan model atau bentuk-bentuk
menyenangkan, memuaskan penghayatan juga penghayatan tersebut dapat
dipuaskan saat mampu mengapresiasikannya.3 Begitu juga dengan seni sastra
dianggap seni Islami apabila pesan-pesan yang terkandung didalamnya
mengandung unsur-unsur ajaran, norma, kaidah-kaidah Islam.4
Dalam Islam tidak dijelaskan secara rinci tentang ajaran yang berkaitan
dengan seni dan bentuk-bentuknya sehingga belum ada batasan terhadap seni
Islam yang diterima oleh semua kalangan. Oleh karena itu menurut sayeed H.
Nasr memberikan ciri-ciri seni Islam tersebut: seni Islam adalah hasil dari
perwujudan ke-esaan dalam bidang keagamaan yang membayangkan ke-esaan
ilahi, kebergantungan keanekaragaman kepada Allah yang maha esa. 5
Pendapat tersebut mirip dengan teori Ernst Diez yang menyatakan bahwa
seni Islam yang mengungkapkan sikap pengabdian kepada Allah. M Abdul Jabbar
melengkapi pernyataan-pernyataan tersebut diatas dengan pendapatnya “suatu
seni Islamis, jika suatu seni itu mengungkapkan pandangan-pandangan hidup
3 Sidik Gazalba. Pandangan Islam Tentang Kesenian. ( Jakarta: Bulan Bintang, 1977),
20. 4 Saudi Berlian & Jabrohim. Islam Dan Kesenian. (Yogyakarta : MKM UAD Lembaga
Litbang PP Muhamadiyah, tanpa tahun), 177. 5 Sayeed H. Nasr. (Terj. Arif Muhammad), Spiritualitas dan Seni Islam. (Bandung:
Mizan 1933), 18.
Page 31
21
kaum muslimin yaitu konsep Tauhid. 6 seni Islam adalah seni yang mengandung
unsur-unsur keislaman yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Hadist.
B. Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Seni
Seni merupakan rasa keindahan, maka dapat diketahui bahwa Islam sudah
menanamkan rasa kecintaan dan cita rasa keindahan dalam diri setiap muslim.
Islam itu sendiri sangat menghargai seni,7 seperti dalam Al-quran surat Al-Qaf
ayat 6:
ها وما لا من ف روج ~اف لم ي نظر مآ ء ف وق هم كيف ب ن ينها وزى ن وا أل الس
“Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas
mereka,bagaimana Kami membangunnya dan menghiasinya dan tidak
terdapatretak-retak sedikitpun.”8
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan alam jagad raya ini
sebagai hiasan yang indah untuk dapat dinikmati oleh umat manusia. Manusia
dapat menikmati dan menggambarkan keindahannya sesuai dengan perasaan
masing-masing. Melengahkan sisi keindahan yang natural Allah berikan, berarti
mengabaikan satu sisi poin penting dari bukti keesaan dan kebesaran Allah.
Immanuel Kant menjelaskan bahwa bukti tentang wujud Tuhan terselip
pada rasa manusia tidak pada akalnya.9 Jadi jelas bahwa wujud Tuhan dapat
6 M Abdul Jabbar Beg. Terj. Yustiono dan Edi Sutroyono. Seni dalam Peradaban Islam
(Bandung: Pustaka 1981), 2-3. 7 Raina Wildan. “Seni Dalam Persfektif Islam”, dalam jurnal Islam Futara olume VI
Nomor 2, (2003), 79. 8 Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Bekasi: PT. Sukses Mandiri,
2013), 519.
Page 32
22
dirasakan melalui rasa kekaguman dari hasil penciptaannya terhadap wujud
Tuhan.
Dalam Islam, setiap manusia berhak mengeluarkan kreatiitas seperti seni
dalam membaca Al-qur’an, seni kaligrafi, seni syair dan lain-lain. Seni Islam
merupakan ekspresi keindahan wujud dari pandangan Islam terhadap alam dan
kehidupan manusia yang mengantarkan kepada keindahan dan kebenaran.10
Syeh Yusuf Qardhawi telah mendeskripsikan sikap Islam kepada seni,
ketika ruh seni adalah perasaan kepada keindahan maka Al-qur’an telah
menyebutkan dalam surah As-Sajadah ayat: 7
الذي احسن شيء خلقو * وبذأخلق ال نسن من طي
“Yang membuat segala sesuatu, yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan
yang memulai menciptakan manusia dari tanah”.11
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Dia menggambarkan penciptaan bagi
makhluk seluruhnya, bagi manusai Allah menciptakan nenek moyang manusia
yakni Adam dari tanah liat, kemudian keturunan Adam dari sari pati air yang hina,
dan juga Allah menyempurnakan ciptaannya dengan sebaik-baik bentuk,
kemudian ditiupkan ruh, dan Allah memberikan nikmat pengelihatan dan
pendengaran agar dapat melihat dan mendengar suara-suara dan warna kehidupan.
Nikmat akal agar dapat membedakan baik-buruk, beriringan dengan nikmat ini
maka sedikit manusia yang bersyukur atas nikmat pemberianya.
9 Raina Wildan. “Seni Dalam Persfektif Islam”, dalam Jurnal Islam Futara Volume 6,
Nomor 2, (2003), 80. 10
Ibid.., 81. 11
M Quraisy Shihab DKK. Islam dan Kesenian. (Jakarta: Majelis Kebudayaan
Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan Lembaga Litbang PP Muhammadiyah 1995), 185.
Page 33
23
Al-Qur’an itu sendiri melegalkan kesenian manusia dalam keindahan
sebagai fitrah manusia yang dianugrahkan Allah kepada manusia yang memiliki
konsep untuk membimbing manusia kepada konsep Tauhid dan berbakti diri
kepada Allah yang bertujuan kepada kebaikan dan berakhlak.12
C. Hadis Yang Berkaitan dengan Seni
Seni sering kali ditafsirkan berbeda-beda sehingga memiliki pengertian
yang beragam, namun pengertian yang umum digunakan dalam mengartikan seni
diantaranya, ialah keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi
kehalusan dan keindahannya.13
Oleh karena itu manusia tidak dipisahkan oleh
seni yang bagi manusia seni merupakan dimensi yang amat penting dalam
kehidupan.
Dalam konteks budaya, seni juga merupakan salah satu dari tujuh aspek
integral penyusun suatu kebudayaan, di samping sistem religi, sistem
pengetahuan, sistem bahasa, sistem ekonomi, sistem teknologi dan sistem sosial.14
Dalam lingkup masyarakat muslim, hampir semua golongan dipastikan
sepakat, bahwa seni merupakan fitrah dan naluri manusia yang tidak bertentangan
dengan ajaran agama karena suatu hal yang mustahil bila Allah SWT.
Menganugrahkan menganugrahkan sebuah potensi kepada manusia untuk
menikmati dan mengekspresikan keindahan dan kemudian Allah sendiri yang
12
Nanang Razali. “ Kedudukan Seni Dalam Islam”, Dalam Jurnal Kesenian Budaya
Islam Volume 1 Nomor 1 (2020), 3. 13
Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), 1414. 14
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), 154.
Page 34
24
melarangnya.15
Dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh Abdullah Bin Mas’ud
bahwa nabi saw. Bersabda :
ليو وسلم قل ل يد خل النة من كان ف عن عبد الله بن مسعود عن النب صل الله ع
ق لبو مث قال ذرة من كبقال رجل أن الرخل يب أن يكون ث وبو حسنا ون علو حسنة
ر بطر الق يل يب المال الكب وغمط الناس قال أن لله ج “Dari Abdullah Bin Mas’ud dari Nabi saw. bersabda: tidak akan masuk
surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari
kesombongan. Seorang laki-laki bertanya, sesungguhnya laki-laki
menyukai apabila baju dan sandalnya indah (apakah ini termasuk
kesombongan)? Nabi menjawab: Sesungguhnya Allah itu indah dan
mencintai yang indah, kesombongan itu menolak kebenaran dan
meremehkan manusia.”
Seni yang benar ialah seni yang dapat mempersatukan secara sempurna
antara keindahan dan Al haq, oleh sebab itu keindahan ilaha hakikat atas ciptaan,
dan begitu pula Al-haq merupakan puncak dari keindahan. Oleh karenanya Islam
Islam membolehkan umatnya menikmati keindahan, karena hal itu adalah
rangkaian untuk melunakkan perasaan dan hati seseorang.16
Mengenai kedudukan bersyair dalam Islam terdapat dua penjelasan yang
pertama menjelaskan tentang kebolehannya, yang kedua menjelaskan tentang
pelarangannya. Berikut hadis yang menyatakan bahwa syai’r di bolehkan dalam
Islam, dalam sebuah riwayat disebutkan:
15
M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an, Tafsir Tematik atas berbagai Persoalan
Umat ,507. 16
Ibid..., 202.
Page 35
25
وسلم ي وما,ف قال: ىل معك من شعر أمية بن أب الصلت شيء؟ ق لت: ن عم,
تا, ف قال: ىيو ث أنشد تو ب يت, ف قل: ىيو حت أنشدتو مائة قال:"ىيو" فانشدتو ب ي
ه مسلم( ب يت.)روا
“Dari Amr bin al-Naqid dan Ibnu Abi Umar, keduanya dari Ibnu
Uyainah, Ibnu Umar berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan,
dari Ibrahim bin Maisarah, dari Amr bin al-Rasyid, dari Ayahnya ia
berkata : suatu ketika aku bersama Rasulullah Saw. kemudian beliau
berkata: "Apakah kamu mengetahui beberapa (bait) dari syair karya
Umayyah bin Abi al-Salt?", aku menjawab:“ya”, beliau berkata:
"lantunkanlah!", kemudian aku melantunkan satu bait, beliau berkata:
"lanjutkan" kemudain aku melantunkan satu bait, beliau berkata:
"lanjutkan" hingga aku melantunkan 100 bait (syair).17
Hadis diatas dilihat dari konteks maknanya menunjukkan akan kebolehan
bersyair. Dalam riwayat yang lain Rasul juga memuji syair salah satu sahabat
yang bernama Lubaid bin Rabi’ah Rasulullah SAW bersabda:
عن اب ىري رة عن النب صلى الله وسلم قال أصدق كلمة قلها الشاعر كلمة لبيد أل
كل شيء ما خل الله بطل وكاد أمية بني أب الصلت أن يسلم
“ Dari Abi Hurairah dari Nabi SAW beliau berkata: “ Kalimat yang
palin benar yang diucapkan oleh penyair adalah kalimat Lubaid :
“Ketahuilah segala sesuatu yang selain Allah adalah batil (rusak dan
binasa). Dan hampir saja ummayah bin Abu Al-Shalt memeluk Islam.18
17
Abdul Muiz. “ Puisi dalam Perspektif Hadis Nabi (Kajian Hadis Kontradiksi)”, dalam
Jurnal Reflektika Volume 12 Nomor 12 (2016), 93. 18
Ibid.., 94.
Page 36
26
Adapun hadis yang menerangkan bahwa ketidak bolehan untuk bersyair
adalah:
هما عن نب صلى الله عليو وسلم قل لن يتلء خوف أىد عن ابن عمر رضي الله عن ر لو من ان يتلئ شعرا كم ق يحا خي
“ Dari Ibnu Umar dari Nabi SAW beliau bersabda: Lambung seseorang
penuh dengan nanah lebih baik dari pada penuh dengan puisi”.
Jika dilihat dari hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar diatas
menunjukkan bahwa betapa syair sangat tidak dibolehkan dan bertentanga dengan
hadis yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab.
Page 37
27
BAB III
AGAMA DALAM SYAIR DIDONG DI KABUPATEN ACEH TENGAH
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
a. Lokasi Penelitian
1. Kabupaten Aceh Tengah
Kabupaten Aceh Tengah menempati bagian tengah provinsi Aceh
yang merupakan bagian dari pegunungan bukit barisan, beribukota
Takengon. Pada 2003 Aceh Tengah dimekarkan menjadi dua Kabupaten
yakni Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten
Aceh Tengah merupakan wilayah yang berbatasan dengan wilayah
Kabupaten lain:
Sebelah Utara : Kabupaten Bener Meriah
Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Timur
Sebelah Selatan : Kabupaten Gayo Lues
Sebelah Barat : Kabupaten Nagan Raya1
Kabupaten Aceh Tengah merupakan daratan tinggi dengan
ketinggian antara 200-2600 meter diatas permukaan laut, terletak pada
posisi 40 10’ 33”- 5
0 57’ 50” lintang utara dan diantara 95
0 15’ 40”- 97
0 20’
1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten Aceh Tengah Dalam Angka
2019. (Aceh Tengah: BPS, 2019), 3.
Page 38
28
25” Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Aceh Tengah Adalah berupa
daratan seluas 4454.04 km2.
Akhir tahun 2018, wilayah administrasi Kabupaten Aceh Tengah
terdiri dari 14 Kecamatan, luas daratan masing-masing kecamatan yaitu:
Kecamatan Linge (1766.24 km2), Kecamatan Atu Lintang (146.27 km
2),
Kecamatan Jagong Jeget (188.25km2), Kecamatan Bintang (578.26 km
2),
Kecamatan Lut Tawar (83. 10 km2), Kecamatan Kebayakan (48.18 km
2),
Kecamatan Pegasing (169.83 km2), Kecamatan Bies (12.32 km
2),
Kecamatan Bebesen (28.96 km2), Kecamatan Kute Panang (20.95 km
2),
Kecamatan Silih Nara (75.04 km2), Kecamatan Ketol (611.47 km
2),
Kecamatan Celala (125.86 km2), Kecamatan Rusip Antara (599.31 km
2).
2
Jumlah penduduk berdasarkan proyeksi tahun 2018 adalah sebanyak
208505 jiwa yang terdiri dari 105321 jiwa penduduk laki-laki dan 103148
jiwa penduduk perempuan. Penduduk terpadat di Kabupaten Aceh Tengah
terletak di kecamatan Bebesen yaitu 1425 jiwa/km2 dengan luas area 28.96
km2.3 Mata pencaharian penduduk Kabupaten Aceh Tengah pada
umumnya disektor pertanian, dan perkebunan. Sisanya disektor
pertenakan, perikanan, perdagangan dan pemerintahan.4
Bagian pedalaman wialayah Kabupaten ini memiliki tipografi
perbukitan dan pegunungan di jajaran pegunungan Bukit barisan dengan
2 Badan Pusat Statistik kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten Aceh Tengah Dalam Angka
2019. (Aceh Tengah:BPS, 2019), 8-9. 3 Ibid,... 48.
4 Badan Pusat Statistik kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten Aceh Tengah Dalam Angka
2016. (Aceh tengah: BPS, 2019), 6.
Page 39
29
ketinggian 2000-2600 mdpl. Beberapa pegunungan yang terdapat di
Kabupaten ini adalah Burni Telong (2.600 m), Burni Bies (2.076 m), Bur
Kul (92.670 m), Burni Pepanyi (2.300 m), Burni Kelieten (2.640 m).
Semua terletak di seputaran danau Lut Tawar. Jauh disebelah selatan
didekat perbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya dan Gayo Lues
menjulang gunung Abong-Abong (3000 m). Tanah vulkanik yang subur
disekitar gunung tersebut diats, misalnya sekitar Burni Bies, Burni Telong,
Bur Kul. Batas selatan barat tanah vulkanik ini ada di aliran Wihni
Peusangan. Wilayah subur inilah yang menjadi pusat perkebunan kopi
rakyat di kabupaten ini. Pada bagian tengahnya terletak Danau Lut Tawar
berukuran panjang 17,5 km, lebar maksimum 4,5 km dan kedalaman
sekitar 200 m.5
Kabupaten Aceh Tengah beriklim tropis dengan curah hujan rata-
rata 1.822 mm pertahun, dengan curah hujan yang banyak terjadi pada
bulan September sampai desember. Seluruh sumber air yang terdapat di
Kabupaten Aceh Tengah bersumber dari pegunungan melalui sungai-
sungai dan danau. Temperatur udara terutama diseputaran Takengon
berkisaran antara 150C-23
0C
3.6
Kabupaten Aceh Tengah memiliki tumbuhan dan hewan yang di
budidayakan maupun berkembang secara alami. Jenis-jenis tumbuhan dan
hewan umum nya yang bernilai ekonomis, seperti tanaman pertanian
5 Ibid., 62.
6 Ibid., 10.
Page 40
30
(sayur-sayuran palawija) dan tanaman perkebunan. Komoditi yang
dihasilkan oleh kebun rakyat maupun Negara adalah kopi (Caffea), tebu
(Saccharum Offichenarum), tembakau (Nicotiana Tobacum), lada
(Piperaceae), kemiri (Aluerites Moluccana), pinang (Areca Catechu) dan
lain-lain. Jenis fauna yang di budi dayakan antara lain sapi (Bovidaefml),
kerbau (Bos Bubalus), kuda (Equus Caballus), kambing (Capra), domba,
serta unggsa ayam (Callus), dan itik.7
B. Agama Dan Masyarakat Gayo
Ketut Wiradyana merupakan seorang peneliti dari badan Arkeologi Meda,
menjelaskan bahwa masyarakat Gayo sudah mengenal sistem kepercayaan sejak
masa prasejarah. Pada situs Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah,
Wiradyana menemukan bukti sejarah adanya penguburan yang disertai bekal
kubur berupa wadah berbahan tanah liat (Gerabah), mata panah berbahan batu,
wadah yang dianyam. Adanya bekal kubur tersebut memberikan gambaran akan
adanya kepercayaan terhadap kehidupan lain selain kebidupan alam dunia.
Sehingga, jenazah diberikan bekal kubur agar didalam perjalanan kealam lain
tidak terganggu.8 Wiradyana menyebutkan bahwa salah satu sisa aktivitas
masalalu yang ditemukan di Tanah Gayo yang berkaitan dengan religi yaitu
dengan adanya kerangka manusia yang sengaja dikubur dengan kaki terlipat dan
ditutupi dengan batu atau temuan kerangka manusia di Gua Putri Pukes dengan
7 Ketut Wirdyana, Taufikurrahman Setiawa. Gayo Merangkai Identitas. (Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011),.3. 8 Mahmud Ibrahim. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. (Takengon: Yayasan
Muqammahmahmuda, 2007), 1-9.
Page 41
31
bekal kapak lonjong dan persegi. Kondisi itu memberi gambaran bahwa pada
masa prasejarah telah dikenal religi yang berkaitan dengan penguburan manusai
yang telah mati dengan bekal kubur kapak lonjong dan persegi.9
Temuan arkeologis menguatkan bahwasanya keyakinan sebelum Islam
memasuki Tanah Gayo masyarakat Gayo sudah memiliki keyakinan atau
kepercayaan terhadap animisme. Ketika agama Islam masuk ke perlak pada abad
pertama Hijriyah dan berkembang pesat, animisme yang dipercaya oleh
masyarakat Gayo berangsur-angsur hilang beralih pada kepercayaan Islam.
Kepercayaan animisme yang mereka yakini dan adat istiadat yang mereka pegang
teguh turun temurun sejak berabad-abad sebelum Islam, berangsur-angsur diubah
dan disesuaikan dengan nilai dan norma ajaran Islam.10
Percampuran dan penyesuaian antara nilai keislaman dengan norma
budaya Gayo, tercermin tidak hanya dalam perilaku budaya masyarakat, tetapi
juga dalam perimestike. 11
Gayo mengandung prinsip tersebut antara lain berbunyi
“Agama urum edet, lagu zet urum sifet” (Agama dan adat sepeti zat dengan
sifat).12
Hal ini menunjukkan akulturasi antara adat dan syariat Islam sangat erat
9 Ketut Wiradyana. Gayo Merangkai Identitas. (Jakarta: yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2011), 124. 10
Ali Mustafa dan Rahmat Hidayat. “Islam Gayo: Studi Tentang Akulturasi Islam dengan
Budaya lokal di Kabupaten Aceh Tengah”, dalam Jurnal Al Misbah Volume 13 Nomor 2 (2017),
315. 11
Perimestike adalah bahasa kiasan yang bersifat metaforis dalam Rahmat Hidayat.
“Penanaman Nilai Pendidikan Islam Pada Masyarakat Gayo”, dalam Jurnal Studi Agama Volume
6 Nomor 1 (2018), 86. 12
Mahmud Ibrahim dan A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat. Jilid 3 Cet. I.
(Takengon: Yayasan Maqamammahmuda, 2005), viii.
Page 42
32
dan saling berkaitan. Fungsi adat untuk menunjang pelaksanaan ajaran agama
Islam, merupakan prinsip budaya dalam kehidupan masyarakat Gayo.13
Adat Gayo berfungsi memelihara atau menjaga agar syariat terlaksana
dengan baik, sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap kekuatan syariat. Adat
yang berkedudukan sebagai penunjang pelaksaan syariat menyebabkan syariat
bertansformasi menjadi adat atau budaya. Begitupun sebaliknya, budaya
bertansformasi menjadi agama (Islam budaya).14
C. Seni Dalam Masyarakat Gayo
Suku Gayo memiliki kebudayaan sendiri, meskipun kebudayaan tersebut
hampir sama dengan kebudayaan Aceh lainnya. mereka mempunyai bahasa
sendir, adat-istiadat tersendiri, yang mungkin berbeda dengan bahasa dan adat
istiadat Aceh, Karo, Batak, dan Melayu. Secara umum, sejak masuknya agama
Islam ke Aceh, kebudayaan Aceh maupun kebudayaan Gayo lebih cenderung
mengarah kepada kebudayaan yang bernafaskan Islam. Namun demikian,
kebudayan Gayo mempunyai ciri-ciri tersendiri yang agak berbeda dengan
kebudayaan Aceh umumnya.
Masyarakat Gayo sangat dekat dan kental akan kesenian, masyarakat Gayo
juga memiliki kesenian yang berciri khas, seperti tari-tarian, pantun dan syair
hingga alat-alat musik. Seperti halnya kesenian yang ada di kawasan masyarakat
13
Mahmud Ibrahim. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. (Takengon: Yayasan
Muqammahmahmuda, 2007), 19-20. 14
Ali Mustafa dan Rahmat Hidayat. “Islam Gayo: Studi Tentang Akulturasi Islam dengan
Budaya lokal di Kabupaten Aceh Tengah”,dalam Jurnal Al Misbah Volume 13 Nomor 2 (2017),
316.
Page 43
33
Gayo Aceh Tengah seperti Tari Guel, Tari Munalo, Tari Resam Berume, Tari
Emun Beriring dan seni betutur yakni Didong.15
Gayo dikenal dengan bentuk karya ukir yang sangat indah yang diterapkan
pada bangunan, masjid, rumah adat, hingga perlengkapan rumah tangga seperti
kendi, kursi bahkan ada pula diterapkan pada sulaman kain16
disebut dengan
kerawang. Ukiran kerawang pada awalnya pada masyarakat Gayo diproduksi
untuk kebutuhan konsumsi pribadi sebagai pakaian-pakaian, kendi, cawan dan
ukiran rumah. Sampai saat ini kesenian ukir kerawang Gayo ini berkembang
sangat pesat sebagai identitas masyarakat Gayo tersebut.
15
M Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor
ndonesia, 2001), 14. 16
Gusami, Sp. Nukilan Seni Ornamen Indonesia. (Yogyakarta: ASRI, 1980), 3.
Page 44
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Sejarah dan Asal Usul Kesenian Didong
Sejarah Asal-usul kesenian Didong kiranya belum ada keterangan yang
mampu mengungkapkannya. Ada yang berpendapat bahwasanya umur kesenian
ini setara dengan umur adanya orang Gayo itu sendiri. Sejarah yang belum
kunjung tersingkap ini, juga semakin menjadi kabur dengan tidak diketahui apa
arti dari Didong itu sendiri. Sedangkan sejarah kebangkitan kesenian Didong
dapat dikatakan berkisar pada awal tahun 1960 ketika pemerintah Indonesia dan
DI/TII sepakat untuk berdamai, maka dari itulah awal mula kebangkitan kembali
kesenian Didong. Dapat dilihat pada banyaknya grub Didong yang bermunculan,
ada sebanyak 70 grub baru yang muncul pada saat itu di Kabupaten Aceh Tengah
yang terus menurus di perkenalkan pada kalangan masyarakat sehingga kesenian
ini kembali populer dikalangan masyarakat Kabupaten Aceh Tengah.1
Banyak sejarah berpendapat bagaimana awal mula kesenian Didong
sehingga keberadaannya muncul dan berada pada Tanah Gayo tersebut, beberapa
pendapat mengemukakan kejadian awal mula Didong. Seperti pada Skripsi
seorang mahasiswi, Ihwatun Hasanah menerangkan bahwa keberadaan Didong di
Tanah Gayo tersebut sudah ada sejak sebelum masuknya agama Islam ke Gayo.
Yaitu sebelum kerajaan Linge ada di Tanah Gayo.
1 Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Januari 2020.
Page 45
35
Didong merupakan seni budaya yang terdapat dalam masyarakat Gayo,
sebelum Islam masuk kesenian ini disebut dengan Roch Boldem. Setelah Islam
masuk barulah Didong menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Pada zaman
dahulu kesenian ini disebut dengan surak. Sedangkan adanya guru Didong diawali
adanya peristiwa sengeda, menari dan Guwel (membangkitkan gajah putih).2
Beberapa pendapat bahwa Didong berasal dari kata Denang dan Donang
yakni nyanyian sambil bekerja yang dilakukan bersama-sama. Menurut M.J
Melalatoa mengatakan secara harfiah dari Didong tidak begitu jelas, namun
berkaitan dengan kata Denang dan Donang yang berarti dendang, namun
pengerian Didong lebih luas cakupannya dari pada berdendang.3
Didong adalah salah satu jenis kesenian sastra Gayo. Kata Didong berasal
dari kata Dik dan Dong. Dik berarti menghentakkan kaki ke papan yang
menimbulkan bunyi dik-dik-dik. Kemudian kata dong berarti berhenti ditempat,
tidak berpindah. Kata didong dapat diartikan bergerak (menghentakkan kaki)
ditempat untuk mengharapkan timbulnya bunyi dik-dik-dik. Pertunjukan kesenian
Didong dimulai setelah shalat Isya berakhir hingga menjelang subuh.4
Menurut M. Thalib K.B asal-usul Didong Gayo bermula dari terbunuhnya
Bener Meriah oleh panglima Samar Kilang yang mematuhi perintah Reje Linge
XIII. Kemuadian dimakamkan di hutan Samar Kilang. Kemudian menjelmanya
2 Ihwatun Hasanah. Nilai Budaya Seni Didong Dalam Kehidupan Masyarakat Aceh Tengah
(Penelitian Etnografi Didesa Toweren Uken Di Aceh Tengah. (Skripsi Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2015), 15. 3 M.J. Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2001), 2. 4 M.J. Melalatoa DKK. Kamus Besar Bahasa Gayo Indonesia. (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan), 71.
Page 46
36
seekor gajah berwarna putih diatas makam tersebut. Hal ini di laporkan oleh
sengeda kepada Sultan Aceh Iskandar Muda Raja Ke XVI. Seruan Sultan Aceh
agar dibawa ke Banda Aceh (Kute Reje). Pada suatu ketika sebanyak delapan
orang untuk memegang gajah putih, tetepi gajah putih tidak mau bergerak.
Kemudian Sengeda memerintahkan untuk membawa tali dan gegedem, sambil
menarik tali, sambil memukul gegedem dik,dik,dik,dik, dong, dik, dik, dik, dik,
dong, dik, dik, dik, dong, dik , dik, dik, dong. Ketika di tarik gajah dengan
mengatakan dik, dik, dik, dong. Dik artinya bergerak, dong artinya berhenti, ini
merupakan asal kata dari Didong.5 pernyataan tersebut dimodifikasi dari sejarah
Tari Guwel.
Menurut Banta Cut Aspala kesenian Didong itu berasal dari guru Didong
yang berdiri menggunakan opoh ulen-ulen, dan diantaranya melakukan kegiatan
berbalas pantun dan diselingi oleh tarian. Penepok juga berawal dari penonton
dari kedua bela pihak yang kemudian oleh guru Didong disetarakan agar duduk
bersama penepok dan dibagi menjadi dua kelompok, kerena berdiri dianggap
sebagai hal yang tidak sopan dalam adat Gayo.6
Menurut My Sidang Temas pada tahun 1935 Didong sebagai sarana
hiburan oleh pemuda kampong saja baik dilakukan di serambi (balai) atau pun di
mainkan setelah penat bekerja di sawah dan ladang.7
5 Wawancara dengan M. Thalib K.B Wakil Ketua Majlis Adat Gayo Kabupaten Aceh
Tengah 26 Oktober 2019. 6 Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo
Kabupaten Aceh Tengah dan mantan Pelaku Ceh Didong 26 Oktober 2019.. 7 Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Oktober 2019.
Page 47
37
Oleh Abdul Khadir To’et Didong disebarkan keseluruh penjuru kampung.
Dahulu masing-masing kampong mempunyai klub Didong, karena Didong
tersebut dianggap sebagai wadah para pemuda. Tetapi memasuki tahun 1940
kesenian Didong ini sudah di pertunjukkan didepan khalayak ramai, dan
mengikuti perkembangan karena dianggap sakit ketika menepok dengan tangan
Sali Gobal berinisiatif untuk menggunakan alat bantu dengan membalut kain
sarung pada tangannya, pada masa ini terciptnya bantal Didong. 8
B. Jenis-Jenis Kesenian Didong
Menurut Banta Cut Aspala Didong dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yakni : (1) Didong Jalu, dimana Didong jalu ini merupakan Didong
yang terdapat dua klub yang dipertandingkan didalamnya. (2) Didong Separi,
dimana Didong separi ini hanya perkumpulan para ceh-ceh saja dan beberapa
orang penepok, dan biasanya Didong ini diselenggarakan di acara-acara formal,
atau pun pembukaan festival dan lain sebagainya (3) Didong Sinte Mungerje
(hajatan pernikahan) atau Didong Turun Mani (turun tanah) biasanya Didong ini
dilaksanakan hanya dalam acara-acara hajatan. Jumlah anggota Didong terdapat
20, 30, 40 dan seterusnya kecuali Didong felstival yang jumlah anggotanya di
tentukan. 9
Menurut My Sidang Temas menjadi menjadi sebuah klub Didong ada
beberapa syarat-syarat yaitu :(1) yang pertama harus mempunyai rombongan (dari
8 Wawancara dengan M Yusin Saleh Selaku ketua Majealis Adat Gayo Kabupaten Aceh
Tengah 31 Oktober 2019. 9 Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo
Kabupaten Aceh Tengah dan mantan pelaku Ceh Didong 26 Oktober 2019.
Page 48
38
25 orang, 30 orang, 40 orang dan seterusnya). (2) harus mempunyai Ceh Didong,
dimana Ceh Didong ini harus mempunyai suara bagus (ling temas), pandai
mengarang, sanggup melagukan, dan mempunyai tata tertib (beradab). Perlunya
latihan minimal seminggu sekali untuk semaraknya Didong tersebut minimal satu
kali dalam seminggu.10
Kesenian Didong ini sangatlah luas, mulai dari tingkah,
tep-onem menurut bapak Banta Cut Aspala ada beberapa jenis-jenis syarat untuk
menjadi seorang Ceh Didong diantaranya: Ling Temas (suara bagus), Tuk
(teriakan), Sarik (teriakan lebih melengking), Guk (Vebrasi) , Gelduk (Cengkok)
sanggup melagukan dan lain sebagainya. 11
Menjadi seorang Ceh Didong tidak ada proses pengajaran khusus,
biasanya bakat ini tumbuh secara alami, atau pun karena pengaruh keturunan
terdahulu. Dalam Didong adanya syarat-syarat dan tata cara yang harus ditaati,
misalnya tidak boleh menggunakan atau menjiplak karya orang lain. Didong
dahulu sangat mempunyai karakteristik dan kekhasan tersendiri setiap grupnya.12
Dalam kesenian Didong Gayo pada dasarnya bahasa yang digunakan
dalam syair Didong Gayo ini merupakan bahasa bahasa Gayo.13
Tetapi karena
pengaruh zaman melihat situasi dan kondisi dimana diadakannya pertunjukan
kesenian Didong Gayo tersebut digelar, dan adanya kesepaktan dari pelaku
10
Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Oktober 2019. 11
Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo
Kabupaten Aceh Tengah dan mantan pelaku Ceh Didong 26 Oktober 2019. 12
Wawancara dengan M Yusin Saleh Selaku ketua Majealis Adat Gayo Kabupaten Aceh
Tengah 31 Oktober 2019. 13
Wawancara dengan M Yusin Saleh Selaku ketua Majealis Adat Gayo Kabupaten Aceh
Tengah 31 Oktober 2019.
Page 49
39
Didong tersebut.14
Joni mengatakan bahwasanya sah-sah saja ketika syair Gayo
disampaikan dengan bahasa lain selain bahasa Gayo akan tetapi jangan sampai
menghilangkan nilai-nilai kegayoannya. 15
C. Tokoh-Tokoh Kesenian Didong (Ceh Didong)
Berikut beberapa nama tokoh dan seniman penyair Gayo:
1. Muhammad Basir Lakkiki (Ceh Mamat), merupakan seorang seniman yang
aktif berdidong pada tahun 1942. Lahir di Kute Lintang, mengemban
pendidikan Sekolah Dasar di Takengon dan Madrasah Islamiyah di Sigli.16
Makna yang terdapat dalam syair berisikan nasehat yang menggambarkan
masalalu, tema-temanya mencakup nasib manusia, suasanan pembangunan,
penderitaan, ungkapan kenggembiraan, dan lain sebagainya.
2. Abdul Kadir (To’et) lahir pada tahun 1922 di kampung Kemili Kecamatan
Bebesen merupakan penyair utama dari grupnya yang berama “Siner Pagi”
dari kampung Gele Lungi dikenal dengan suara (guk) yang khas, dan sorotan
puisi dan sairnya yang tajam terhadap lawan. Dalam penciptaan karya-
karyanya, To’et selalu mengangkat tema tentang Alam.
3. Syeh Mahmud Ibrahim (Ecek Bahim) lahir di Bebesen pada tanggal 1
Desember 1926. Dari pasangan Reje Penghulu Kala Bebesen dan Ibu
Maryam. Jenjang pendidikan yang beliau tempuh merupakan pendidikan
14
Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo
Kabupaten Aceh Tengah dan mantan pelaku ceh Didong 26 Oktober 2019. 15
Wawancara dengan Joni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah 31 Oktober 2019. 11:30. 16
LK.Ara. Didong Lakkiki. (Jakarta: Departemen Proyek Penerbitan Buku Sastra
Indonesia dan Daerah, 1982). 12.
Page 50
40
Sekolah Rakyat pada tahun 1984. Tergabung dalam grub Didong yang
bernama Kabinet Baru pada kampong Bebesen.
4. Sali Gobal Lahir di kampong Kung, Takengon Aceh tengah Pada tahun 1922.
Pada jaman Belanda ia masih mengemban pendidikan Sekolah Dasar kelas V.
Ia merupakan seniman yang sangat aktif di dunia perdidongan, selama 26
tahun ia tekuni menjadi seorang Ceh Didong.
5. Abd Rauf telah mengamuli kesenin Didong dalam empat grup yaitu grup
umang, kabinet baru, kabinet mude, dan timang rasa. Sejak duduk di bangku
SD tahun 1948 ia tidak pernah perpisah dengan Didong, alasannya adalah
beliau ingin membangun dan ingin memelihara kesenian Didong ini hingga
beliau tidak bisa melakukannya. Karangan-karangan beliau berkisar tentang
berkenaan tentang masalah sosial.17
D. Perkembangan Kesenian Didong
Pada masyarakat Aceh Tengah itu sendiri kesenian Didong sudah menjadi
suatu hiburan yang sudah mendarah daging dari dahulu hingga sekarang. Menurut
Bastiana Dewi saat ini semakin banyak generasi-generasi yang memainkan
Didong, dan itu merupakan salah satu upaya pelestarian budaya agar tidak hilang
ditelan oleh masa.18
Perkembangan kesenian Didong mengalami pasang surut, awal
kebangkitannya dikarenakan sudah berakhirnya konflik. Para Ceh Didong
17
M. Junus Melalatoa. Didong Pentas Kreativitas Gayo. (Jakarta: Yayasan Obor Indoesia,,
2001),159-165. 18
Wawancara dengan Bastiana Dewi Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. 23 Oktober
2019.
Page 51
41
kembali berkreasi dengan menciptakan syair-syair lagu Didong yang
mengakibatkan kesenian Didong menjadi eksis kembali dikalangan masyarakat
kabupaten Aceh Tengah.
Berbagai upaya dilakukan agar kesenian Didong tersebut tidak ikut
tergerus oleh zaman, Joni mengungkapkan bahwa kesenian Didong juga akan di
upayakan masuk kedalam sekolah-sekolah, bukan hanya sekedar ekstrakulikuler
tetapi akan di spesifikkan kedalam mata pelajaran mulok (muatan lokal).19
Pentingnya kesenian Didong disesuaikan dengan zaman, agar dapat
menyatu dan mebaur pada masyarakat generasi milenial saat ini. Karena dalam
perkembangan zaman ini Didong dapat digunakan media dakwah atau ceramah,
yang berisikan syariat Islam dan terbungkus dalam adat dan budaya.20
E. Aspek-Aspek Agama Dalam Syair Didong
Secara garis besar Aceh merupakan daerah yang sangat istimewa dibidang
agama terhadap budaya, dengan demikian agama dan budaya tersebut merupakan
suatu hal yang tidak dapat dipisah satu sama lain. Menurut M. Isa Umar sejauh
buadaya ini dikembangkan dan tidak berlawanan dengan agama, maka tidak
menjadi suatu bumerang bagi syariat Islam itu sendiri. Didong merupakan budaya
lama yang sangat banyak mengandung unsur-unsur agama, dan adat budaya ini
tidak berlawanan dengan agama dan masih tetap di pakai karena merupakan salah
satu warisan. Tetapi sangat disayangkan Didong saat ini tidak menggambarkan
19
Wawancara dengan Joni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah 31 Oktober 2019. 20
Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Oktober 2019.
Page 52
42
Didong yang tidak berkarismatik. Tidak menggunakan tamsilan atau kiasan dalam
syair Didongnya. 21
Didalam agama Islam terdapat beberapa aspek-aspek seperti aspek akhlak,
aspek tauhid dan fiqih. dalam syair Didong juga terkandung aspek-aspek agama
tersebut, didalam syair Didong selain menjadi media informasi, media
komunikasi, juga dapat dijadikan sebagai media dakwah atau penyampaian pesan-
pesan agama dalam syair Didong.
1. Aspek Akhlak
Pada umumnya akhlak merupakan sama dengan budi pekerti atau adab,
kesusilaan, sopan santun dan tidak berbeda pula dengan kata moral dan etika.
Manusia akan menjadi sempurna jika memiliki akhlak yang mulia.22
Menurut Anis Matta akhlak merupakan nilai dan pemikiran yang telah
menjadi sikap mental yang mengakar daalam jiwa, kemudian tampak dalam
bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural atau alamiah, tanpa di
buat-buat serta bersifat refleks.23
Kebanyakan dari syair Didong tersebut menyampaikan tentang perilaku
manusia, akhlak (adab). Seperi halnya yang dikatakan oleh Banta Cut Aspala
bahwasanya kebanyakan pesan-pesan agama yang disampaikan didalam kesenian
Didong merupakan aspek akhlak (adab).
21
Wawancara dengan M. Isa Umar selaku ketua MPU aceh tengah pada tanggal 31
oktober 2019. 22
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009).
Cet ke 3, 221. 23
Annis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta: Al- Ithishom, 2006). Cet, III,
14.
Page 53
43
Contoh penggalan naskah Syair Didong yang dibuat dengan bahasa Indoneia:
Rabut Lurus keriting Salon
Karya Ceh Daud Kala Empan
Tahun 2012
Syair Makna
Syariat Islam perlu di jalankan
Itu kewajiban kita semua
Kita manusia tidak sama dengan hewan
Beradap sopan menurut agama
Pada paragraf ini menerangkan bahwa
pentingnya menjalakan kewajiban
syariat Islam, karena manusia
derajatnya sangat mulia dari pada
makhluk lain dan tetap menjunjung
tinggi adap sopan santun yang ada
dalam perintah agama
Manusai sekarang menurut pandangan
Ajaran quran tidak lagi berguna
Pakaian lelaki jadi rebutan
Orang perempuan memakai celana
Makna dalam paragraf ini menerangkan
bahwa kurangnya bahkan tidak lagi
mengikuti ajaran Al-Quran. Mengikuti
trend yang sangat tidak dianjurkan
dalam agama seperti wanita yang
menyerupai gaya pria.
Ayat dan hadis hampir tenggelam
Semua paham kalau ditanya
Didalam ktp semuanya islam
Keluar malam apa maksudnya
Ayat dan hadis tidak lagi menjadi
prioritas sehingga banyak yang
melupakan ajaran-ajaran bahkan tidak
melaksanakan apa yang di perintahkan
dalam agama. dan mengaku paham
ketika berdebat tentang agama.
Rambut lurus keriting salon,
banyak calon punghuni neraka
Rambut lurus keriting salon,
banyak calon punghuni neraka
Dalam paragraf ini menjelasskan bahwa
kebanyakan wanita pada era ini
mengubah dan memamerkan rambut
yang merupakan salah satu aurat pada
wanita.
Page 54
44
Kalau syariat Islam tidak dipatuhi
Sudah jelas datang bencana
Sudah di rajia jelbab dan topi
Perlu di basmi akhlak berbahaya
Dalam paragraf ini terdapat pesan akan
datang bencana ketika ajaran Islam
tidak dapatuhi dan diindahkan. Padahal
pemerintah sudah membuat kebijakan
untuk menjaga kekaffahan ajaran
syariat Islam.
Adab wanita menutup aurat
Wajib syariat di pelihara
Sekarang wanita bercelana ketat
Tanda tanda kiamat mulai ada
Paragraf ini menjelaskan tentang adab
berpakaian saat ini menandakan pada
zaman ni sudah berada di fase akhir
zaman.24
Maksud dari Syair diatas menjelaskan tentang adab perilaku berpakaian,
karena realitanya pada saat sekarang khususnya perempuan mengikuti
kebanyakan mengikuti tren-tren masa kini, memakai pakaian yang minim,
membuka aurat mengubah model lurus menjadi gelombang seperti yang
dijelaskan pada teks syair diatas, bahakan menyerupai gaya penampilan laki-laki.
Pesan dalam syair tersebut agar wanita tetap menutup aurat dan selalu memelihara
syariat serta tetap berpegang teguh kepada ayat Al-quran dan Hadis.
Dalam kesenian Didong sangat menjunjung tinggi adab dan Akhlak, oleh
karenanya Didong hanya dilakukan oleh laki-laki saja. Menurut Amrijalaluddin
ketika Didong dilakukan atau dimainkan oleh perempuan terlihat sangat tabu
(Sumang), karena pada hakikatnya seniman-seniman Didong hanya di
24
Wawancara dengan Kadri salah satu Ceh Didong Masa Kini pada tanggal 15 Februari
2020.
Page 55
45
peruntukkan untuk laki-laki.25
Dapat dilihat pada saat ini banyak wanita-wanita
yang melakukan kegiatan seni berdidong ini, baik itu hanya untuk kesenangan dan
hiburan semata ataupun untuk di pentaskan.
2. Aspek Fiqih
Menurut Al- Syatibi fiqih, Fiqih adalah pemahaman tentang syariah dan
penyelidikan tentang syariah atau menegakkan arti syariah dan atran-aturan rinci.
Menurut Jasser Audah, fiqih merupakan koleksi besar para ulama (Pendapat
yuridis) yang diturunkan Allah berbagai madzhab pemikiran untuk penerapan
syariah dalam kehidupan nyata. 26
Dalam syair Didong juga banyak di sampaikan tentang nasehat, pesan-
pesan agama termasuk tata cara tentang melakukan ibadah, karena disamping
menjadi wadah para pemuda juga menjadi suatu media penyampaian edukasi
terhadap masyarakat. Seperti yang diterangkan oleh M. Isa Umar selain untuk
wadah mempererat silaturahmi, media informasi, kesenian Didong juga dapat
dikatakan sebagai wadah majlis ilmu, begitu banyak makna dan hikmah yang
terkandung dalam syair-syair Didong. Kebanyakan dari masyarakat lebih
menangkap dan mengingat tentang apa-apa saja yang di sampaikan didalam
Didong tersebut. Termasuk aspek fiqih juga sering disampaikan didalam syair
Didong seperti tentang puasa, zakat, rukun tiga belas dan lain sebagainya.27
25
Wawancara dengan Amrijalaluddin Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah pada tanggal
31 Oktober 2019. 29 Oktober 2019. 26
Hafsah. Pembelajaran Fiqih. (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2013), 3. 27
Wawancara dengan M. Isa Umar selaku ketua MPU Aceh Tengah pada tanggal 31
oktober 2019.
Page 56
46
contoh penggalan syair Didong yang berkaitan dengan aspek Fiqih:
Rukun Tige Belas
Disusun Oleh My Sidang Temas
Tahun 1961
Syair Terjemahan Makna
Ini kunci rukun tige belas
Oya nge jelas urusen
semiang
Silime waktu oya le tugas
Kune kati lepas mujelasi
utang
Ini kunci rukun tiga belas
Itu sudah jelas urusan
sembahyang
Yang lima waktu itulah
tugas
Bagaimana agar lepas
memperjelas hutang
Dalam bait ini
menjelaskan rukun tiga
belas yang terdapat dalam
shalat, yang dilakukan
lima waktu sehari
semalam merupakan
shalat wajib yang harus
dilaksanakan.
Pemulo pedi oya le niet
Kunci ni ibedet i ate
mulapang
Ikeni anggota te ni buet
Batin hakiket tuhen si
semayang
Pertama kali itulah niat
Kuncinya ibadah di hati
lapang
Perintah anggota kita ni
kerja
Batin hakikat tuhan yang
sembahyang
Rukun shalat yang
pertama merupakan niat,
dalam bait ini dijelakan
bahwa kunci dari shalat ini
meruapakan diawali dari
niat dalam hati, Yang
lapang dan khusuk.
Iang kedue berdiri betul
Gelah lagu tungul enti
mucecabang
Kuatas kutuyuh sawah ku
kunul
Enti salah dowa ni semiang
Yang kedua berdiri benar
Laksana seperti tunggul
jangan bercabang
Keatas kebawah sampai ke
duduk
janga keliru doa
sembahyang
Rukun shalat yang kedua
merupakan berdiri tegak,
dalam bait ini dijelaskan
berdiri dengan benar dan
tegap hingga duduk, dan
jangan sampai salah dalam
bacaan shalat.
Ketige tekebir oya si penting
Tentang kemiring pumu i
tatang
ketiga takbir itu yang
penting
sejajar telinga tangan di
Rukun shalat yang ketiga
merupakan takbir, dalam
bait ini di jelaskan ketika
Page 57
47
Kite munyerah ari ulu ku
kiding
Penenge ni kemiring enti
mujejebang
angkat
kita menyerah dari kepala
ke kaki
pendengarannya telinga
jangan mujejebang
(pendengaran kemana-
mana)
takbir disertai mengangkat
tangan sejajar dengan
telinga, dan memfokuskan
fikiran, pandangan, dan
pendengaran agar tetap
khusuk.
Iang ke empat oyale patehah
Si pitu ayat buge enti salah
Menurut pikih kunci ni
semiang
yang ke empat fatihah
yang tujuh ayat semoga
tidak salah
menurut pikih kuncinya
sembahyang
Rukun yang keempat
merupakan membaca Al-
fatihah, dijelaskan bahwa
alfatihah adalah salah sat
kunci shalat dalam fiqih
agar tidak salah dalam
lafadz bacaan.
Kelime rukuk oyale tungkuk
Ratani kuduk enti bungkuk
udang
Kite semiang enti gabuk-
gabuk
kelima ruku’ itulah Runduk
ratanya belakang jangan
bungkuk udang
kita sembahyang jangan
sibuk-sibuk
Rukun shalat kelima
merupakan ruku’
dijelaskan bahwa ketika
ruku’ harus rata
punggung, dan ketika
melaksanakan shalat
jangan sampai tersgesa
atau pun sibuk dan harus
tetap khusuk.
Keenam iktidel baca
samiallah
Isone iturah pumu i tatang
Enti kase anggota nge
nyanya
Atente minah muningeti
pemanggang
keenam i’tidal baca
sami’allah
disitu harus tangan di
angkat
jangan nanti anggota sudah
susah
hati kita berpindah
mengingatkan panggangan
Rukun shalat yang ke
enam merupakan I’tidal
Ketika melakukuan i’tidal
pastinya harus
mengangkat tangan dan
memfokuskan fikiran agar
tidak mengingat kegiatan
aktivitas yang lain seperti
pekerjaan dapur dan
Page 58
48
lainnya.
Ketujuh sujut renyel
kusemala
Si turah kona iung urum
bulang
Ulu urum tapak siturah rata
ketujuh sujud terus di
musalla
yang harus kena hidung dan
peci
kepala dan tapak harus rata
Rukun ketujuh merupakan
sujud, penjelasan bait ini
adalah ketika sujud hidung
dan bulang (dahi) harus
mengenai dimana tempat
sujud (semala), kepala dan
telapak tangan juga harus
rata. Ini merupakan
peraturan tata cara shalat
yang sudah diatur dalam
agama.
Iang kelapan oya tahyat
awal
Oya kin tangkal ni belanga
penjerang
I waktu murip bersedekat
beramal
Ke puren menesal gere mayo
bilang
yang kedelapan ialah tahiyat
awwal
itu untuk penangkalnya
bejana masakan
di waktu hidup bersedekah
beramal
nanti menyesal tidak masuk
bilang
Rukun shalat yang
kedelapan merupakan
tahiyat awwal. Dalam bait
ini juga diselipkan pesan
seperti mengingatkannya
pada neraka, agar
senantiasa beramal shaleh
dan tidak menyesal di
kemudian hari.
Iang kesembilan duduk
tawaruk
Kiding museluk sara kin
penumpang
Mubaca sedet tetulak
itunyuk
Tuhen pesesuk suntuk
pecengang
yang kesembilan duduk
Tawarru’
kaki dilipat satu jadi
penopang
membaca sahadat tertolak
ditunjuk
tuhan berdiri sembari
melihat
Rukun shalat yang ketiga
belas merupakan duduk
tawarru’, yang didalamnya
dijelakan membaca
sahadat, telunjuk di tujuk,
dan terkandung pesan apa
pun yang kita lakukan
tuhan akan senantiasa
melihat.
Ike sepuluh oya tahyat akhir
Nge munyerah bulet iwaktu
tekebir
jika kesepuluh takhiyat akhir
Telah menyerah bulat
diwaktu takbir
Dan rukun yang kesepuluh
merupakan takhiat akhir,
dalam bait ini
Page 59
49
Enti terakhir kase dabuh
rengang
Jangan terakhir nanti
renggang
mengandung pesan bahwa
dimulai dari takbir
seseorang harus
menyerahkan hati dan
fikirannya kepada shalat,
artinya seseorang
diwajibkan untuk khusuk
ketika melakukan shalat.
Hakiket ni tahyat oyale
penumpun
Sedet pengengkun oya reje
tiang
Tuhen bubuet ekun payakun
Hakikatnya tahiat itulah
tumpuan
Syahadat penjaga itu raja
tiang
Tuhan berbuat kunfayakun
Dan pada bait ini dijelakan
syahadat merupakan inti
dari sebuah tiang, yang
dimaksud dengan tiang
adalah benteng akidah
seseorang. Dan ketika
tuhan berkehendak maka
akan terjadi.
Iyang kesebelas ialah
salawat
Ken nabi Muhammad ken
suluh terang
Demikien beta ku sebet
siopat
Sisetie ta’at iwan berjuang.
Yang kesebelas ialah
shalawat
Ke Nabi Muhammad untuk
penyuluh terang
Demikian pula untuk
sahabat yang empat
Yang setia taat didalam
berjuang
Yang kesebelas
merupakan shalawat Nabi
Muhammad dan para
sahabat yang selalu setia
dalam berjuang.
Kedua belas salam muniro
selamat
Muslimn muslimat beru
urum bujang
Jarak mi ko bele urum
hianat
Osah ko mi rahmat urum
kasih sayang
Kedua belas salam meminta
selamat
Muslimin muslimat gadis
bebujang
Jauhlah engkau bala
bersama khianat
Beri kami rahmat dan kasih
sayang
Rukun kedua belas salam,
dalam bait ini terkandung
makna kaum mslimin dan
muslimat tidak pandang
usia, muda maupun tua
meminta selamat dan
dijauhkan dari mala
bahaya dan khianat
kepada sang pencipta.
Page 60
50
Tige belas tertib oya
peraturen
Gelah beriringen enti
mujejengkang
Ibarat besinte i wan
pengerjen
Sikunul taruken turah atas
nampang
Ketiga belas tertib itu
peraturan
Harus beriringan jangan
tebalik-balik
Ibarat pesta didalam
pernikahan
Yang duduk diatas harus
atas nampang
Dan yang ketiga belas
merupakan tertib, dalam
makna bait ini dijelaskan
semua dilaksanakan harus
beriringan ibarat acara
pernikahan yang duduk di
uken harus diatas
nampang.
Ku tiro maaf sikurang lebih
Pemaren pedi pumu
kutatang
Kuminta maaf yang kurang
lebih
Terakhir kali tangan ku
angkat28
Dalam bait ini, terkandung
salam penutup.
Makna syair Didong diatas membahas tentang rukun tiga belas dalam
shalat lima waktu, yang di jelaskan dari niat dalam hati, takbir, membaca Al-
fatihah, ruku’,i’tidal, sujud, tasyahud awal, duduk tawaru’, tasyahud akhir,
shalawat, salam dan tertib. Terdapat pesan-pesan seperti jangan keliru dalam
membaca doa shalat harus khusyuk dalam melaksanakan ibadah, kemudian pesan-
pesan dalam menjaga gerakan shalat yang sesuai dengan ajaran ilmu fiqih.
3. Aspek Tauhid
Hakem Abdul Hameed mengartikan tauhid sebagai sebuah kepercayaan
ritualistik dan perilaku seremonial yang mengajak manusia menyembah realitas
hakiki (Allah) dan menerima segala pesan-Nya untuk diwujudkan dalam sikap
yang adil kasih sayang seta menjaga diri dari perbuatan-perbuatan maksiat dan
sewenang-wenang demi mengajarkan perintah dan menjauhi larangan-Nya.29
28
Mahmud Ibrahim, A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat. (Takengon:
Yayasan Maqamam Mahmuda, 1426 H/2005 M), 251-253. 29
Hakem Abdul Hameed. Aspek-Aspek Pokok Agama Islam. Terj. Ruslan Shiddieq ,
(Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983), Cet. I, 36.
Page 61
51
Dalam syair Didong juga adanya pengenalan-pengenalan tentang agama,
seperti yang dikatakan oleh Amrijalaluddin dalam kesenian Didong juga
disampaikan dan dijelaskan tentang Tauhid.30
Contoh penggalan syair Didong yang menyangkut tentang aspek Tauhid:
Tene Kiamat (Tanda Kiamat)
Dicipta Tahun 1972
Syair Terjemahan Makna
Tene Kiamat Jema Tobat
nge dabuh jarang
Umurni manusia enge
makin singket
Ketape ibedet nge makin
kurang
Ken buet jeroh jarang nge
depet
Ku buet maksiet nge lagu si
juel
Tanda kiamat orang
taubat sudah semakin
jarang
Umurnya manusia sudah
semakin singkat
Adapun ibadah sudah
semakin kurang
Untuk pekerjaan baik
jarang sudah dapat
Ke pekerjaan maksiat
sudah seperti yang jual
Dalam paragraf ini
menjelaskan
bahwasalah satu tanda
kiamat adalah sudah
banyaknya manusia
yang kurang
bertaubat, usia yang
semakin singkat,
pekerjaan ibadah
sudah biasa
ditiggalkan, ketika
melakukan maksiat
bagaikan kebutuhan.
Gere tertulak ku buet
sumang
Nge dabuh beredang
Buet kemali gerene telarang
Beru urum bujang nge
ringkel-ringkel
Tidak tertolak ke
pekerjaan sumbang
Sudah rupanya berhidang
Pekerjaan tabu tidak lagi
terlarang
Gadis dengan jejaka
sudah keliling-keliling
Untuk melakukan
pekerjaan yang tabu
dan terlarang sudah
tidak malu
mengerjakannya,
tidak ada lagi batasan-
batassan antara laki-
30
Wawancara dengan Amrijalaluddin Masyarakat kabupaten Aceh Tengah pada tanggal
31 Oktober 2019.
Page 62
52
laki dan perempuan
untuk bergaul.
Salah bertegah benar
berpapah
Emas pirak suntuk wan
perah
Juru benar enti sawah
mubah
Ike hasad dengki inihni
cogah
Oya kati mupecah jema
sara kampung
Salah diperbaiki benar
dilakukan bersama
Emas dan perak selalu
dalam pencarian
Juru benar jangan sampai
berubah
Jika hasad dengki inilah
bohong
Itulah terpecah orang satu
kampung
Dalam paragraf ini
terdapat nasehat
untuk saling
merangkul satu sama
lain, agar yang salah
dapat diperbaiki dan
mempertahankan
kebenaran yang ada,
menjauhi penyakit
hati seperti hasad dan
dengki karena itu
dapat memecah belah
hubungan silaturahmi.
Asal inget-inget tengah
belemkona
Hemat jimet tengah ara
Bekal ken untung
Wo beru bujang si jantung
ate
Perapat mu kunul pemanis
nome
Asal ingat-ingat selagi
belum kena
Hemat ajimat selagi ada
Bekal menjadi untung
Wahai gadis bujang si
jantung hati
perapat mu duduk pemanis
tidur
Dalam paragraf ini
memiliki makna
untuk selalu mawas
diri, hemat harta
selagi ada, karena itu
akan menjadi bekal di
dunia ini untuk
mencari untung yang
di bawa ke akhirat.
Tetap
mempertahankan
harkat dan martabat
diri.
Kami jema tue berdoa sabe
Kami orang tua berdoa
selalu
Kata tongkat
diparagraf ini
Page 63
53
Selamat ko idene semperne
Berules berupuh syari’et
hakiket
Berperi remalan orom
betungket
Selamat engkau di jalan
sempurna
Berbalut selimut syari’at
hakikat
Bertutur berjalan dengan
bertongkat.31
menujukkan
pegangan hidup
seseorang, tetap teguh
dalam mejalani roda
kehidupan dengan
beriringkan syariat.
Dalam syair-syair Didong terdahulu sangat banyak makna nasehat, pesan-
pesan yang terkandung. Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa sindiran,
kiasan yang ketika orang-orang awam yang mendengarkan tidak akan langsung
mengerti dan paham. Dan juga banyak sudut pandang untuk mengartikan makna
yang terkandung didalam syair Didong tersebut. kesenian Didong ini selain
mengandung nilai-nilai agama juga terdapat nilai hukum, adat bahkan politik. Di
tinjau dari agama Islam Didong itu boleh karena, disamping banyak mengandung
pesan-pesan agama, juga banyak nilai-nilai yang positif didalam kesenian Didong
itu sendiri.32
Seperti halnya yang diterangkan oleh Joni banyak Didong di pentaskan
diacara ngerje (pernikahan) tujuannya adalah untuk memberi nasehat kepada
Aman Mayak Dan Inen Mayak (pasangan suami istri yang baru saja meikah),
karena dalam syair Didong selain banyak pesan-pesan agama, moral, hukum adat,
hukum negara dan juga melmberikan informasi dalam kehidupan sosial.33
Isu
politik juga terkadang menjadi kajian hangat dalam kesenian Didong. Dalam
31
Mahmud Ibrahim, A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat. (Takengon:
Yayasan Maqamam Mahmuda, 1426 H/2005 M), 260. 32
wawancara dengan Amirijalaluddin Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah/ Wakil Ketua
MPU Aceh Tengah. 31 Oktober 2019. 33
Wawancara dengan Joni. Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah 31 Oktober 2019.
Page 64
54
Didong bersifat netral, tidak berlakunya memihak kepada satu partai. Seperti yang
dikatakan oleh Laela Aisyah Ayuni, biasanya yang dikai dalam syair-syair Didong
adalah isu-isu terhangat, misalnya seperti di musim caleg (calon legislatif) adanya
fenomena serangan fazar dan fenomena-fenomena lainnya menggunakan bahasa
perumpamaan atau dianalogikan.34
Didong sering dipentaskan pada momen-
momen hari besar kemerdekan seperti 17 Agustus, hari Pahlawan dan hari lainnya
berikut contoh syair Didong Gayo yang berisikan Hukum Negara:
Panca Sila
Disusun Oleh My Sidang Temas
Pada tahun 1965
Syair Terjemahan Makna
wo suderengku le rata
semua
pengen ku bahas dasar
Negara
kati enti kite salah
sangka
oya le Panca Sila le Si
lime perkara
Wahai saudaraku lah
rata semua
Dengarkan aku bahas
dasar negara
Biar jangan kita salah
sangka
Itu lah pancasila lah
yang lima perkara
Dalam paragraf ini
menceritakan tentang
dasar negara yang akan di
bahas.
seni kukupes sara sila
hakiket nisilime oya si
pertama
silebih penting soal
agama
ketuhenen maha Esa Si
Sekarang kukupas satu
sila
Hakikatnya yang lima itu
yang pertama
Yang lebih penting soal
agama
Di paragraf ini ceh
menjelaskan ia akan
mengupas sila pertama
ketuhanan yang maha esa
yang membahas akan
agama-agama yang ada di
34
Wawancara dengan Laela Aisyah Ayuni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. Tanggal
25 Oktober 2019.
Page 65
55
bergambar bintang
Ketuhanan maha esa
yang bergambar bintang
Indonesia yang
berlambangkan bintang
agama Iselam le empuni
tempat
90 %ari delini rakyat
Ulama tengku jema ni
siasat
I lao jemat ku masjid
semiang
Agama islam lah pemilik
tempat
90% banyaknya rakyat
Ulama tengku orang
yang siasat
Di hari jumat ke masjid
sembahyang
Disini dijelakan bahwa
Islam merupakan
mayoritas agama di
negara indonesia ini.
Hindu Buda Kristen pe
mepat
Kepercayaan oya gere
mutempat
Kuil gereja oya ton
musapat
ilao ahat benyanyipe
runcang
Hindu Budha Kristen pun
dapat
Kepercayaan itu tidak
ada bertempat
Kuil gereja itu tempat
merapat
Di hari ahad bernyanyi
pun lincah
Kata “kepercayaan itu
tidak ada bertempat”
dimana saja kita harus
membawa kepercayaan
kita tidak harus di tempat
beribadah saja, tetapi
kemana bumi di pijak
kepercayaan harus selalu
di utamakan. Artinya
toleransi cukup penting
untuk di terapkan dalam
hidup berdampingan
dengan umat beragama
lain.
Demikian beta le budaya
seni
I Gayoni Didong i Aceh
Sedati
Ke urang Melayu
Gernang Repai
Nge mutetali ari datu
Demikian begini lah
budaya seni
Di Gayoni Didong Di
Aceh Seudati
Jika orang melayu Gerna
Rapai
Sudah bertali dari datu
budaya di Indonesia ini
sangatlah beragam seperti
digayo terdapat Didong,
Aceh mempunyai tari
Seudatinya dan melayu
juga memiliki rapainya,
karena budaya juga
Page 66
56
munyang
moyang terlahir dari kebiasaan
yang turun temurun dari
nenek moyang dahulu.
Sile ketige enti kite ragu
Oya kebangsaan si enge
bersatu
Batang beringin si
berulung rubu
Uyet urum perdu enti
osah mulingang
Sila ketiga jangan kita
ragu
Itu kebangsaan yang
sudah bersatu
Batang beringin yang
berdaun rimbun
Akar dengan
Sila ketiga persatuan
Indonesia, yang
berlambangkan pohon
beringin yang berakar
kuat dan banyak
Ujut maksutte kegere
salah aku
Kerna kite ni berpuak
suku
Acih jawa ambon maluku
Murum bersatu enti osah
musirang
Wujut maksudnya kalau
tidak salah aku
Karena kita ini beragam
suku
Aceh jawa ambon maluku
Bersama bersatu jang
kasih merenggang
Maksudnya dalam
paragraf ini, karena
indonesia beragam suku
harus semua saling
bersatu jangan sampai
terpecah belah.
Sila keempat enti kite
lupe
Kedaulatan rakyat le
sabang marauke
Kepala banteng le oya
tene e
Mampat di tanuke lagu
koro gampang
Sila keempat jangan kita
lupa
Kedaulatan rakyat lah
sabang marauke
Kepala banteng itu
tandanya
Indah sekali tanduknya
seperti kerbau gampang
Paragraf ini membahas
tentang sila keempat
yakni kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam
permusyawaratan
perwakilan, yakni
membahas tentang
kedualatan dari Sabang
sampai Marauke, yang
dilambangkan oleh
kepala banteng yang
indah tanduknya dan
Page 67
57
perkasa.
Kesimpulenne iwan
panca sila
Adil makmur kati
terlaksana
Ku bewene raya kati
murata
Beneka Tunggul Ika enti
itentang
Kesimpulan didalam
pancasila
Adil dan makmur
terlaksana
Kesemua raya biar
merata
Binekatunggal ikajangan
di tentang.35
Dalam paragraf ini
dinyatakan kesimpulan
dari pancasila merupakan
Keadilan sosial Bagi
Seluruh Rakyat
indonesia, yakni
terangkum dalam sila
kelima. Adil keseluruh
elemen masyarakat
supaya merata agar tetap
satu langkah dalam
kemajuan Indonesia.
Makna dalam syair Didong diatas merupakan syair yang membahas
tentang dasar negara, yaitu Panca Sila, didalamnya membahas tentang sub-sub
poin dari Panca Sila tersebut, dimulai dari sila pertama yang membahas tentang
ketuhanan yang maha Esa, menceritakan sedikit tentang Agama-agama yang ada
di Indonesia, makna bertoleransi, bergotong royong, keberagaman budaya, makna
adil dalam Panca Sila, dan menjadikan burung Garuda sebagai lambang Negara.
F. Efektifitas Didong didalam peningkatan Pemahaman Agama
Masyarakat Gayo
Menurut mayoritas masyarakat Gayo kesenian Didong dalam peningkatan
pemahaman keagaman dinilai sangat efektif ketika adanya pengawasan dari Tetue
terhadap generasi pelaku kesenian Didong tersebut. Maksudnya dalam
35
Mahmud Ibrahim, A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat. (Takengon:
Yayasan Maqamam Mahmuda, 1426 H/2005 M), 271.
Page 68
58
melakukan penyusunan syair-syair Didong adanya bimbingan dari Tetue36
yang
paham akan kesenian tersebut, sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam melakukan
pengarangan atau menyusun syair-syair Didong tersebut.
Menurut My Sidang Temas Kesenian Didong ini masih efektif dalam
peningkatan pemahaman keagamaan dalam masyarakat Gayo, karena kesenian
Didong merupakan media dakwah. 37
Sedangkan menurut Amrijalaliddin kesenian Didong dinilai sangat efektif,
ketika masih tertib akan aturan, maka kesenian Didong ini harus di singkronkan
dengan syariat Islam, karena dalam kesenian Didong ini banyak mengandung
nilai-nilai positif dan juga penuh dengan penghayatan-penghayatan yang
menyentuh. Contoh kesenian nusantara seperti Walisongo dengan menggunakan
kidung-kidung Jawanya, begitu juga dengan pendai di Gayo terdahulu,
menggunakan syair dalam kajian dakwahnya.38
Menurut Bapak Banta Cut Aspala Didong masih tetap efektif dalam
peningkatan pemahaman keberagamaan dalam masyarakat Gayo itu sendiri,
karena dalam kesenian Didong banyak mengandung kajian-kajian keagamaan
seperti, tata cara shalat, zakat, puasa dan lain sebagainya.39
36
Tetue merupakan orang yang sudah tua atau bisa disebut orang yang mengerti adat dan
agama di suatu desa/ kampung. Menurut Banta Cut Aspala pada saat wawancara 26 Oktober 2019. 37
Wawancara dengan My Sidang Temas Pelaku Ceh Didong 28 Oktober 2019. 38
Wawancara dengan Amirijalaluddin Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah/ Wakil
Ketua MPU Aceh Tengah. 31 Oktober 2019. 39
Wawancara dengan Banta Cut Aspala selaku Wakil Ketua Majelis Adat Gayo
Kabupaten Aceh Tengah dan mantan pelaku Ceh Didong 26 Oktober 2019.
Page 69
59
Menurut Bastiana Dewi kesenian Didong dinilai masih sangat efektif
dalam peningkatan pemahaman masyarakat, karena melalui kesenian Didong,
pesan-pesan yang disampaikan didalam syair-syair Didong mudah di tangkap dan
melekat didalam pemahaman dan juga mudah di ingat oleh masyarakat.40
Menurut Laela Aisyah Ayuni kesenian Didong dalam pemahaman
keberagamaan dalam masyarakat Gayo masih sangat efektif, disamping berguna
untuk masyarakat umum juga banyak nilai positif bagi pelajar siswa/i karena
terdapat nilai edukasi didalmanya.41
Sedangkan ada beberapa narasumber yang berpendapat bahwasanya
kesenian Didong kurang efektif dalam meningkatkan pemahaman keberagamaan
masyarakat Gayo itu sendiri.
Menurut Joni mengatakan kesenian Didong sudah 70 persen sudah
melenceng, karena dilihat dari penggunaan kata-kata yang tidak ada
pembungkusan dengan nilai adab didalam menyampaikan informasi dalam
memilih kata-kata yang Didongkan itu tidak terlalu efktif.42
Sedangkan menurut M Yusin Saleh kesenian Didong dalam meningkatkan
pemahan keberagamaan dalam masyarakat Gayo dinilai kurang efektif, harus
adanya penataan ulang dengan baik dan tidak menghilangkan nilai-nilai adab
didalamnya. Hasil ide pengarang syair Didong harus adanya bimbingan dari
40
Wawancara dengan Bastiana Dewi Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. 23 Oktober
2019. 41
Wawancara dengan Laela Aisyah Ayuni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. Tanggal
25 Oktober 2019. 42
Wawancara dengan Joni Masyarakat kabupaten Aceh Tengah 31 Oktober 2019.
Page 70
60
sarakopat, misalnya Geucik, Imem dan lainnya. artinya adanya bimbingan dan
arahan, supaya syairnya tidak melenceng dan mengarah kepada ketidak
beradapan. 43
Menurut Yusti teku Sara dalam kesenian Didong dinilai tidak efektif,
dikarenakan kesenian Didong saat ini bertujuan untuk mencari panggung, mencari
nama, dan pemilihan bahasa dalam syair Didong tersebut tidak lagi mengarah
kedalam ajaran agama dan adanya fenomena saling menjatuhkan.44
Melihat dari beberapa narasumber diatas penulis setuju dengan Joni dan
Yusti Teku Sara, bahwasanya kesenian Didong pada saat ini sangat tidak efektif
untuk meningkatkan Pemahaman Agama Masyarakat Gayo khususnya pada
Kabupaten Aceh Tengah, dilihat dari penggunaan kata yang tidak sesuai dengan
bahasa Didong yang kaya akan makna dan kelembutan dalam memilih kata pada
setiap baitnya, dan kebanyakan Didong saat ini hanya digunakan untuk
bersenang-sengang dan saling mengumpat satu sama lain. Menurut penulis dalam
kesenian Didong pada saat ini lebih banyak mengarah pada dampak negatif saja,
seperti melanggar norma agama dan norma sosial.
43
Wawancara dengan M Yusin Saleh Selaku ketua Majealis Adat Gayo Kabupaten Aceh
Tengah 31 Oktober 2019. 44
Wawancara dengan Yusti Teku Sara Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. 1 November
2019.
Page 71
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari serangkaian penelitian yang dilakukan pada Kesenian
Didong yang melihat aspek-sapek Agama dalam Kesenian Didong, juga melihat
Efektifitas Narasi Didong didalam peningkatan Pemahaman Agama Masyarakat
Gayo dengan menggunakan data yang di proses di lapangan, dapatlah dinyatakan
bebeapa kesimpulan sebagai berikut:
Kesenian Didong merupakan kesenian yang dilakukan oleh beberapa
orang yang berbentuk sastra, perpaduan antara seni vokal dan seni tari yang
dibawakan berkelompok dan berjumlah antara 20, 25, 30, 35 dst. Dan dilakukan
oleh laki-laki. Fungsi Kesenian ini bagi masyarakat Gayo adalah sebagai hiburan,
ritual keagamaan, menanamkan nilai sosial, sebagai media penyampaian pesan-
pesan keagamaan, pengajaran moral dan etika, dan juga sebagai refleksi dari
kegiatan ekonomi.
Sejarah kebangkitan kesenian Didong dapat dikatakan berkisar pada awal
tahun 1960 ketika pemerintah Indonesia dan DI/TII sepakat untuk berdamai, maka
dari itulah awal mula kebangkitan kembali kesenian Didong. Perkembangan
kesenian Didong mengalami pasang surut, awal kebangkitannya dikarenakan
sudah berakhirnya konflik. Para Ceh Didong kembali berkreasi dengan
menciptakan syair-syair lagu Didong yang mengakibatkan kesenian Didong
menjadi eksis kembali dikalangan masyarakat kabupaten Aceh Tengah.
Page 72
62
Kesenian Didong memiliki dampak positif dan negatif, dampak positifnya
antaralain sebagai tempat kajian masyarakat Gayo dalam memahami dan
menggali pesan-pesan seperti agama, pesan moral dan nilai-nilai edukasi lainnya.
Didong juga dapat dijadikan wadah silaturahmi bagi masyarakat Gayo itu sendiri,
juga menjaga kesenian tradisi supaya tidak hilang ditelan oleh masa dan dapat di
teruskan oleh generasi-generasi muda. Namun dibalik dampak positif yang ada
juga terdapat dampak negatif dari kesenian Didong tersebut, misalnya Didong
bisa jadi digunakan untuk berjudi, mabuk-mabukan, dan berpacaran pada momen
kesenian Didong ini berlangsung. Dalam Didong juga terdapat aspek-aspek
agama seperti aspek Akhlak, Tauhid dan Fiqih, meskipun yang banyak di
sampaikan adalah aspek akhlak.
Menurut pandangan masyarakat Didong masih efektif untuk meningkatkan
pemahaman agama dalam masyarakat Gayo, karena didalam Didong sendiri
banyak tekandung pesan-pesan Agama.
B. Saran-Saran
Berdasarkan kesimplan penelitian, maka peneliti merekomendasikan saran
sebagai berikut:
Kepada pemda Aceh Tengah pelaksanaan adat budaya kesenian Didong
harus tetap dapat dilestarikan.
Disarankan kepada paa tokoh-tokoh adat beserta jajarannya dan khususnya
kepada masyaraka Gayo agar dapat menjaga dan melestarikan tradisi, adat istiadat
serta warisan budaya agar tidak musnah di terpa oleh zaman yang penuh dengan
Page 73
63
gemerlap ilmu pegetahuan ini. Sehingga di era modern ini kesenian Didong Gayo
masih tetap eksis dan menjadi ladang ilmu pengetahuan bahkan menjadi sumber
persan-pesan Agama yang sangat bermanfaat untuk di pahami masyarakat dan
juga tetap di kembangkan oleh generasi-generasi muda-mudi yang berbakat.
Kepada para tokoh agama agar dapat selalu mengiringi arus kebuadayaan
dan kesenian agar tidak terjadinya kemelencengan dari syariat dan agar tetap
menjadi kesenian yang khas dengan etniknya tetapi tidak membuang keindahan
syariat agama Islam itu sendiri. Perlunya bimbingan terhadap para seniman-
seniman muda dalam pembuatan syair Didong agar tidak terjadi ketabuan bahaa
maupun makna, oleh sara kopat ataupun pada petue Didong yang sudah
berpengalaman.
Page 74
64
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawi Yusuf. Islam dan Seni. Bandung: Pustaka Hidayah, 2000.
Anugrah M, Agama Dan Etnisitas. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim
2015.
Arikunto Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cita, 1993.
Badan Pusat Statistik kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tengah
Dalam Angka 2019. Aceh tengah: BPS, 2019.
Berlian Saudi & Jabrohim. Islam Dan Kesenian. Yogyakarta : MKM UAD
Lembaga Litbang PP Muhamadiyah, tanpa tahun.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Gazalba Sidi. Pandangan Islam Tentang Kesenian. Jakarta: Bulan
Bintang, 1977.
Gusami, Sp. Nukilan Seni Ornamen Indonesia. Yogyakarta: ASRI, 1980.
H. Nasr Sayeed. Spiritualitas dan Seni Islam. Diterjemahkan oleh Arif
Muhammad. Bandung: Mizan, 1933.
Hafsah. Pembelajaran Fiqih. Medan: Perdana Mulya Sarana, 2013.
Hameed Abdul Hakem. Aspek-Aspek Pokok Agama Islam. Diterjemahkan
oleh Ruslan Shiddieq. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983. Cet, I.
Hasjmy Ali. Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta: Benua, 1983.
Ibrahim Mahmud dan A.R Hakim Aman Pinan. Syariat dan Adat Istiadat.
Jilid 3. Takengon: Yayasan Muqammahmahmuda, 2005. Cet, I.
Ibrahim Mahmud. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. Takengon: Yayasan
Muqammahmahmuda, 2007.
Jabbar Beg M Abdul. Seni dalam Peradaban Islam. Diterjemah oleh
Yustiono dan Edi Sutroyono. Bandung: Pustaka, 1981.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim penyusun Kamus pusat Pembina dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai
Pustaka, 1990.
Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bekasi: PT. Sukses
Mandiri, 2013.
Keraf Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia, 2010.
Kosasih Engkos. Cerdas Berbahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2006.
Lamudin Finoza. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan
Mulya, 2007.
LK. Ara. Didong Lakkiki. Jakarta: Departemen Proyek Penerbitan Buku
Sastra Indonesia dan Daerah, 1982.
Maleong Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Maleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosyda Karya,
2005.
Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009. Cet, III.
Matta Annis. Membentuk Karakter Cara Islam. Jakarta: Al- Ithishom,
2006. Cet, III.
Page 75
65
Melalatoa M J. Didong Pentas Kreativitas Gayo. Jakarta: Yayasan Obor
ndonesia, 2001.
Melalatoa M. J. Didong Kesenian Tradisional Gayo. Jakarta: Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan, 1981/1982.
Melalatoa MJ DKK. Kamus Besar Bahasa Gayo Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985. Cet, I.
Nurdin Muslim. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta, 2001.
Patilima Hamid. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet, 2011.
Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Shihab M Quraisy DKK. Islam dan Kesenian. Jakarta: Majelis
Kebudayaan Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan Lembaga Litbang PP
Muhammadiyah, 1995.
Shihab M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an, Tafsir Tematik atas
berbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1998.
Soekanto Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
Soenaryo A, Fatihathu Syah Annas. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: CV
Cahaya Agency, 2001.
Sugiharto Eko. Mengenal Pantun Dan Puisi Lama: Pantun, Karmina,
Syair, Gurindam, Seloka, Dan Talibun. Jakarta: Buku Kita, 2007.
Sugiyona. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet, 2005.
Sumarsono. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2004.
Sumber data staistik Kabupaten Aceh Tengah 2015.
Syarif Badudu Jusuf. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: TP,
1994.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
terbitan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Wirdyana Ketut, Setiawan Taufikurrahman. Gayo Merangkai Identitas.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Zakiyah Daradjat. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
Jurnal:
Afriadi Putra. “Multikultural dan Pendidikan Karakter Kesenian Didong
Pada Masyarakat Gayo Aceh Tengah”, dalam Jurnal Pendidikan. Volume 1
Nomor 1, 2018.
Al Musanna. Rasionalis dan Aktualis “ Kearifan Lokal Sebagai Basis
Pendidikan Karakter”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Volume 17,
Nomor 6, 2011.
Ardila Yuwinda. “Implementasi Pendekatan Eksisutensial Humanistik
Berbasis Didong Gayo Untuk Membentuk Keterampilan Sosial Siswa”, dalam
Jurnal Pendidikan Budaya. Volume 2 Nomor 1, 2018.
Daniah.“Nilai Kearifan Lokal Didong Dalam Upaya Pembinaan Karakter
Peserta Didik”, dalam Jurnal Pendidikan. Volume 8 Nomor 1, 2019.
Page 76
66
Hidayat Rahmat. “Penanaman Nilai Pendidikan Islam Pada Masyarakat
Gayo”, dalam Jurnal Studi Agama. Volume 6 Nomor 1, 2018.
Muiz Abdul. “Puisi dalam Perspektif Hadis Nabi (Kajian Hadis
Kontradiksi)”, dalam Jurnal Reflektika. Volume 12 Nomor 12, 2016.
Mustafa Ali dan Hidayat Rahmat. “Islam Gayo: Studi Tentang Akulturasi
Islam dengan Budaya lokal di Kabupaten Aceh Tengah”,dalam Jurnal Al Misbah
. Volume 13 Nomor 2, 2017.
Razali Nanang. “ Kedudukan Seni Dalam Islam”, dalam Jurnal Kesenian
Budaya Islam. Volume 1 Nomor 1, 2020.
Tantawi Isma. Didong Gayo Lues: Analisis Keindahan Bahasa dan Fungsi
Sosial, dalam Jurnal Sosial Volume. 11 Nomor 1 Tahun, 2006.
Wildan Raina. “Seni Dalam Persfektif Islam”, dalam Jurnal Islam Futara
. Volume VI Nomor 2, 2003.
Skripsi :
Ihwatun Hasanah. Nilai Budaya Seni Didong Dalam Kehidupan
Masyarakat Aceh Tengah (Penelitian Etnografi Didesa Toweren Uken Di Aceh
Tengah, Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh,
2015.
Makalah:
Aboe Bakar Aceh. “Aceh Dalam Lintas Sejarah”. Makalah dipresentasikan
pada Seminar Pekan Kebudayaan Aceh Ke II, Banda Aceh: t.p,1972.
Page 77
67
DRAF PERTANYAAN WAWANCARA
Tokoh Adat :
1. Bagaimana asal-usul Didong?
Ceh Didong :
1. Apakah syair Didong hanya berlaku dalam bahasa Gayo?
2. Bagaimana proses mengajarkan Didong?
3. Proses menjadi Ceh Didong seperti apa?
4. Apakah syair didong juga di sesuaikan dengan keadaan zaman?
5. Bagaimana perkembangan Didong pada zaman sekarang?
6. Apakah syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama)?
7. Jika benar syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama) pesan
seperti apakah yang disampaikan? Apakah dalam syair yang Islami
terdapat aspek aspek keagamaan?
8. syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama) pesan seperti
apakah yang disampaikan? Apakah dalam syair yang Islami terdapat aspek
aspek keagamaan?
(seperti ketauhidan, tentang akhlak atau tentang fiqih dalam syair Didong )
9. Apakah dalam syair Didong terdapat unsur politik dan unsur-unsur
lainnya?
Tokoh Agama :
1. Syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama)?
2. Jika benar syair Didong berisikan syair Islami (pesan-pesan Agama) pesan
seperti apakah yang disampaikan? Apakah dalam syair yang Islami
terdapat aspek aspek keagamaan? (seperti ketauhidan, tentang akhlak atau
tentang fiqih dalam syair Didong)
Masyarakat :
1. Apa perasaan anda setelah mendengarkan Didong?
2. Apakah Didong bisa jadi tempat untuk belajar agama?
3. Berapa kali anda menonton Didong dalam setahun?
4. Apakah Didong masih membudaya di kalangan masyarakat terutama pada
generasi muda/mudi?
5. Bagaimana pendapat anda tentang Didong?
6. Apakah menurut anda pertunjukan Didong hanya sebatas pertunjukan
hiburan semata?
Page 78
68
7. Apakah kesenian Didong merupakan media sebagai penyampaian pesan
pesan? (baik itu agama, nasehat, politik, dan lain sebagainya)
8. Apa yang anda pahami setelah melihat pertunjukan Didong?
9. Apakah anda mengerti apa saja pesan-pesan yang di sampaikan oleh Ceh
Didong melalui syair sairnya?
10. Apakah syair-syair yang di denang kan oleh Ceh Didong mudah
dipahami?
11. Apakah bahasa yang di gunakan oleh para ceh-ceh pada saat ini mengikuti
perkembangan zaman?
Page 82
72
DOKUMENTASI GAMBAR
Gambar 1.1 Latihan para pemuda KPBG Takengon
Gambar 1.2 Kegiatan ekstrakulikuler SD Negeri 3 Kebayakan, Aceh Tengah.
Gambar 1.3 Wawancara dengan Bastiana Dewi Masyarakat Aceh Tengah.
Page 83
73
Gamabar 1.4 Wawancara dengan Yusti Teku Sara Dan Laela Aisyah Ayuni
Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah.
Gambar 1.5 Wawancara dengan Joni Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah
Gambar 1.6 Wawancara dengan Amri Jalaluddin Masyarakat Kabupaten Aceh
Tengah.
Page 84
74
Gamabar 1.7 Wawancara bersama dengan para Ceh Didong Kabupaten Aceh
Tengah
Gambar 1.8 Wawancara dengan Yusin Saleh, Tokoh Adat Kabupaten Aceh
Tengah
Gambar 1.9 Pertunjukan Seni Didong pada acara pentas seni memperingati HUT
Kota Takengon.
Page 85
75
Gambar 1.10 Struktur Organisasi MPU Kabupaten Aceh Tengah
Gambar 1.11 Wawancara dengan M. Isa Umar sebagai Tokoh Agama Kabupaten
Aceh Tengah.