Top Banner
NAPAK TILAS SEJARAH DI JAWA BARAT 20 s.d 21 MEI 2014
6

NAPAK TILAS SEJARAH DI JAWA BARAT 20 s.d 21 MEI 2014 · Ia tetap mencintai Soekarno, apa pun yang sudah dilakukan Soekarno padanya. Ia memaafkannya dan tetap berdoa untuknya. Ia rela

Mar 05, 2019

Download

Documents

nguyenthien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: NAPAK TILAS SEJARAH DI JAWA BARAT 20 s.d 21 MEI 2014 · Ia tetap mencintai Soekarno, apa pun yang sudah dilakukan Soekarno padanya. Ia memaafkannya dan tetap berdoa untuknya. Ia rela

NAPAK TILAS SEJARAH DI JAWA

BARAT

20 s.d 21 MEI 2014

Page 2: NAPAK TILAS SEJARAH DI JAWA BARAT 20 s.d 21 MEI 2014 · Ia tetap mencintai Soekarno, apa pun yang sudah dilakukan Soekarno padanya. Ia memaafkannya dan tetap berdoa untuknya. Ia rela

Hutang Bangsa Indonesia pada InggitMaria Hartiningsih

Page 3: NAPAK TILAS SEJARAH DI JAWA BARAT 20 s.d 21 MEI 2014 · Ia tetap mencintai Soekarno, apa pun yang sudah dilakukan Soekarno padanya. Ia memaafkannya dan tetap berdoa untuknya. Ia rela

Inggit Garnasih adalah sosok yang mengantar Soekarno ke gerbang puncak kebesaran Soekarno. Ia mempertaruhkan perkawinannya, hidupnya, demi mimpi besar dan cita-cita belahan hatinya, Kusno – begitu nama asli Soekarno. Perempuan bertubuh kecil dengan sekuntum bunga di sanggulnya dan seulas senyum yang memesona itu adalah api yang terus membakar semangat Soekarno, sejak ia masih mahasiswa di Technische Hogeshool (ITB).

Penjara dan tempat pembuangan menjadi seperti kawah candradimuka yang mematangkan Soekarno menjadi orang besar. Dalam proses itulah Inggit berperan sangat besar. Andai Inggit memilih menunggui ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan, saat B.C. de Jonge membuang Soekarno ke Ende (1934) dan Tjarda van Starkenborg-Stachouwer menambahnya dengan pembuangan ke Bengkulu (1938), sejarah akan berbelok dengan banyak kemungkinan lain. Tak berlebihan kalau dalam pengantarnya pada buku Kuantar Kau ke Gerbang, S.I Poeradisastra menulis, ‘separuh daripada semua prestasi Soekarno dapat didepositokan atas rekening Ingit Garnasih dalam, ‘Bank Jasa Nasional Indonesia’.

Ibarat burung, Soekarno akan kehilangan sebelah sayapnya, karena Inggit ibarat sayap yang menggenapi sayap yang satu, sehingga burung itu bisa terbang bebas dan lepas. Dengan kata lain, Inggit ikut melahirkan sosok Soekarno sebagai pemimpin yang penuh visi tentang bangsa, tentang kemerdekaan. Bukan hanya kemerdekaan fisik terlepas dari penjajahan, tetapi juga penjajahan dalam berbagai bentuknya.

Dari buku ‘Kuantar Kau ke Gerbang’ karya Ramadhan KH (1981) – buku terbaik tentang Inggit – sangat terbaca, Inggit tak hanya menjadi kekasih dan teman berbincang Soekarno dalam berbagai persoalan serius tentang bangsa yang ia bayangkan dalam cita-citanya. Ia juga menjadi ibu yang selalu siap melindungi Koesno dari berbagai ancaman.

Inggit yang lebih tua dari Soekarno bisa dipastikan lebih dewasa menghadapi saat-saat yang paling berbahaya. Ia dengan tenang menyelundupkan informasi ketika Soekarno dipenjara di Sukamiskin. Ketika utusan Belanda datang dan memintanya agar minta ampun kepada Belanda, supaya suaminya dibebaskan, Inggit dengan tegas menolak. Saat dibujuk dengan pertanyaan, “Apakah Nyonya tidak kasihan kepada suami Nyonya yang ditahan di penjara dan mungkin bisa diintenir,” jawabnya tegas, “Itu semua risiko perjuangan, bukan? Kami rela menanggung akibatnya.” (Ramadhan KH, 1981)

Page 4: NAPAK TILAS SEJARAH DI JAWA BARAT 20 s.d 21 MEI 2014 · Ia tetap mencintai Soekarno, apa pun yang sudah dilakukan Soekarno padanya. Ia memaafkannya dan tetap berdoa untuknya. Ia rela

Inggit membuat Soekarno nyaman dengan kesehariannya, sehingga bisa fokus memikirkan tentang tujuan hidup dan cita-cita besarnya. Ia terus melindungi Soekarno, meski pun Soekarno mengkhianati cintanya, dan boleh dikatakan mencampakkannya, pada saat ia – diantar Inggit -- tiba di mulut gerbang kebesarannya.

Istri, ibu dan sahabat

Harus diakui, di antara para istri Soekarno, hanya Inggit yang layak disebut sebagai ‘istri, sahabat, sekaligus ibu’ bagi Soekarno. Ia memilih mundur dari hidup Soekarno, daripada diduakan, apalagi perempuan yang akan menggantikan posisinya adalah anak angkat mereka. Ia sudah dikhianati, tetapi ia terus membela Soekarno karena dia meyakini integritas Soekarno.

Mengutip Kompas 7 Oktober 1980, S.I. Poeradisastra (dalam Ramabhan KH, 1981) menulis, ketika kolumnis H. Mahbub Djunaidi mewawancarai Inggit tentang empat pucuk surat yang katanya ditulis Soekarno kepada Pokrol Jenderal Verheyem yang bernada minta ampun, Inggit menjawab, “Itu mah pamali, itu mah mustahil!”

Ia tetap mencintai Soekarno, apa pun yang sudah dilakukan Soekarno padanya. Ia memaafkannya dan tetap berdoa untuknya. Ia rela menyerahkan posisinya pada anak angkat mereka , Fatmah, dikenal sebagai Fatmawati, yang kemudian menjadi istri Soekarno, karena Inggit melihat kepentingan yang lebih besar, sebagai pemimpin bangsa ini.

Apakah Inggit tidak merasa sakit hati dengan pengkhianatan Soekarno?

Dalam film Soekarno, juga dalam Monolog Inggit oleh Happy Salma, tergambar jelas pergulatan batin Inggit. Sebagai manusia Inggit merasa sangat marah, sedih dan kecewa. Namun kemudian ia memilih mundur, minta cerai, dan memilih kembali kepada kehidupan asalnya yang penuh kesederhanaan, teteap mencintai Soekarno dan terus mendoakannya, hingga berpulang pada 13 April, 1984 dalam usia 96 tahun atau 14 tahun setelah Soekarno berpulang.

Poligami

Page 5: NAPAK TILAS SEJARAH DI JAWA BARAT 20 s.d 21 MEI 2014 · Ia tetap mencintai Soekarno, apa pun yang sudah dilakukan Soekarno padanya. Ia memaafkannya dan tetap berdoa untuknya. Ia rela

Sebaliknya Soekarno, yang dikenal sebagai ‘macan podium’, dengan pidato-pidatonya yang menggelegar terutama tentang nasionalisme, telah mengingkari perjuangan perempuan. Ia lebih terpesona pada ideologi besar sebagai lawan kapitalisme. Begitu pulaisi pidatonya dalam Kongres Perempuan tahun 1928. Ia mendukung hak perempuan, tetapi mengandaikan perjuangan hak-hak perempuan akan tercapai kalau kepentingan nasional terwujud.

Melalui tulisannya dalam Sarinah (1947), misalnya, yang lebih penting bagi Soekarno, adalah penghancuran sistem kapitalis. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan tidak cukup, katanya, yang lebih besar adalan menjadi revolusioner, yaitu suatu pergerakan yang menghantam, melemahkan dan menggempur kapitalisme.

Menarik disimak, pergerakan perempuan pada masa itu, tak hanya menghubungkan hak-hak Perempuan dengan nasionalisme, tetapi bahkan menggunakan argument-argumen nasionalis untuk menuntut hak-hak perempuan dan kesetaraan (Rowbotham dan Linkogle, ed: 2001:20).

Sebelum Kongres Perempuan I, ‘nasionalisme’ secara lebih khusus dinyatakan dengan kata ‘persatuan’. Setelah kongres tahun 1928 itu, muncul organisasi-organisasi perempuan yang menentang poligini (perceraian sepihakoleh laki-laki), poligami, perkawinan anak di bawah umur dan berpendirian non-kooperatif terhadap pemerintah kolonial.

Ceramah Bahder Djohan berjudul ‘Kedudukan Wanita dalam masyarakat Indonesia’ mempertegas peranan gerakan perempuan dalam membangun persatuan nasional. Dengan cerdas ia menghubunngkan antara kepentingan perempuan dan cita-cita nasional. Tujuan akhir pemecahan persoalan perempuan, tegas Bahder Djohan adalah Indonesia merdaka. Namun ia menghubungkan landasan kebangkitan nasional dengan dihapuskannya lembaga poligami.

Bahder Djohan meyakini, pembangunan ikatan sosial yang kuat membutuhkan pengakuan yang penuh atas persamaan derajat perempuan dan laki-laki dalam keluarga. Konsekuensinya adalah menolak kelembagaan yang merintangi, menghambat dan menghalanginya. Lembaga ini adalah permaduan dan kawin banyak (poligami). Ia juga menolak asumsi poligami akan menghapuskan pelacuran karena akar masalah pelacuran besangkut paut dengan perbaikan syarat-syarat hidup.

Page 6: NAPAK TILAS SEJARAH DI JAWA BARAT 20 s.d 21 MEI 2014 · Ia tetap mencintai Soekarno, apa pun yang sudah dilakukan Soekarno padanya. Ia memaafkannya dan tetap berdoa untuknya. Ia rela

Inilah persoalan yang kemudian terus terbawa sepanjang perjalanannya sebagai pemimpin besar: poligami. Sejarah Soekarno tak bisa dipisahkan dari isu ini.

Poligami terus menjadi isu utama perjuangan gerakan perempuan di Indonesia sampai hari ini. Isu ini pula yang memecah gerakan perempuan sejak dulu. Saskia Wieringa (1999) dengan analisisnya yang tajam, menguraikan, ‘persatuan’ yang dijaga dengan hati-hati oleh organisasi perempuan harus dibayar mahal , karena posisi-posisi yang berpunggungan, khususnya dalam hal poligami, antara organisasi perempuan Islam dan organisasi perempuan lainnya.

Inggit memperlihatkan, bahwa untuk memiliki cinta tak bersyarat, pandangan luas dan kearifan yang tanpa tepi, sekaligus teguh dengan prinsipnya, perempuan tak harus melepas dignity-nya, dan tak harus menjadi aktivis.

Inggit adalah perempuan ‘biasa’, tetapi sekaligus luar biasa, karena ia memiliki otonomi atas dirinya. Ia berani mengambil keputusan pada saat-saat yang paling genting dalam hidupnya, juga dalam hidup Soekarno. Dan keputusan itulah yang mengantarkan kita sebagai bangsa Indonesia.***

*) Maria Hartiningsih, wartawan senior Harian Kompas. Paper ini dipresentasikan di Bandung, tanggal 21 Mei 2014.

Referensi:

1. Ramadhan KH, Kuantar Kau ke Gerbang ( 1981)

2. Wieringa, saskia Eleonora, Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia ( 1999)

3. Muh Nur, Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama di Weltevreden, 1926 (terjemahan, 1981)

4. Soekarno, Sarinah (Jakarta, 1947)

5. Rowbotham, Sheila and Stephanie Linkogle (eds.) 2001. Women Resist Globalization. Mobilising for Livelihood and Rights (2001)