Top Banner

of 25

My Scricp Analisis Pemasaran Gula Putih Dikota Medan , InSYALLAH

Jul 11, 2015

Download

Documents

Fachreza Dark
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar belakangGula pasir sebagai salah satu dari sembilan bahan makanan pokok merupakan komoditas yang penting artinya sebagai pemanis maupun sumber kalori. Dari berbagai produk gula yang dihasilkan di Indonesia, gula pasir memberi kontribusi lebih dari 90 % dari pemenuhan konsumsi masyarakat (Soentoro, 1991). Secara historis, industri gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua dan terpenting yang ada di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dimana jumlah pabrik gula yang beroperasi adalah 179 pabrik gula, produktivitas sekitar 14.8% dan rendemen mencapai 11.0%-13.8%. Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton, dan ekspor gula pernah mencapai sekitar 2.4 juta ton. Hal ini didukung oleh kemudahan dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi, dan disiplin dalam penerapan teknologi (Sudana, 2000). Setelah mengalami berbagai pasang-surut, industri gula Indonesia sekarang hanya didukung oleh 60 pabrik gula (PG) yang aktif yaitu 43 PG yang dikelola BUMN dan 17 PG yang dikelola oleh swasta (Dewan Gula Indonesia, 1999). Luas areal tebu yang dikelola pada tahun 1999 adalah sekitar 341057 ha yang umumnya terkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Pada dekade terakhir, khususnya periode periode 1994-2004, industri gula Indonesia menghadapi berbagai masalah yang signifikan. Salah satu indikator masalah industri gula Indonesia adalah kecenderungan volume impor yang terus meningkat, dari 194,700 ton pada tahun 1986 menjadi 1.348 juta ton pada tahun 2004, atau meningkat dengan laju 11.4 % per

1

2

tahun. Pada periode 1994- 2004, impor gula meningkat dengan laju 7.8 % per tahun. Hal ini terjadi karena ketika konsumsi terus meningkat dengan 1.2 % per tahun produksi gula dalam negeri menurun dengan laju 1.8 per tahun Penurunan produksi bersumber dari penurunan areal dan penurunan produktivitas seperti penurunan rendemen dari 10% pada tahun 1970-an menjadi rata-rata hanya 6.9% pada tahun 1990-an (Dewan Gula Indonesia, 1999).

Berikut perkembangan harga gula dikota kota besar di indonesia per januari 2010 januari 2011: Tabel 1. Harga Rata-rata Mingguan gula di Beberapa Kota di Indonesia (Rp/Kg) Nama Kota 2010 Januari Desember 2011 Januari 1 1.160 1 0.965 1 0.519 1 0.480 1 0.515 1 0.550 1 1.025 1 0.775 1 1.179 Perubahan Januari 2011 Thd jan' Thd Des' 2010 2010 -3,3 -2,7 4,2 -1,8 -3,2 -0,3 -0,7 0,6 0,3 0,1 -7,6 3,0 -3,3 5,0 2,3 3,4 -1,1 0,3

No

1 Jakarta 1 1.545 1 1.470 2 Bandung 1 0.523 1 1.171 3 Semarang 1 0.869 1 0.554 4 Yogyakarta 1 0.555 1 0.415 5 Surabaya 1 0.485 1 0.502 6 Denpasar 1 1.413 1 0.248 7 Medan 1 1.400 1 0.500 8 Makassar 1 0.538 1 0.425 Rata-rata 33 kota 1 1.304 1 1.150 Sumber : Dinas Perindag, 2010-2011 (diolah) Informasi utama yang didapat adalah :

Harga gula secara nasional relatif stabil dengan koefisien keragaman harga bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 sebesar 3,9 persen;

Harga gula di pasar domestik pada bulan Januari 2011 naik sebesar 0,3 persen dibandingkan dengan Desember 2010, namun mengalami penurunan sebesar 1,10 persen dibandingkan dengan Januari 2010;

3

Disparitas harga gula antar wilayah pada bulan Januari 2011 relatif rendah dengan rasio koefisien keraga-man antar wilayah yang sebesar 6,1 persen.

Harga gula dunia terus naik karena permintaan yang tinggi dari Indonesia, Rusia, Belarusia dan Kazahktan, serta pasokan yang berkurang dari Australia dan Brasil.

Harga rata-rata gula di 33 kota pada Januari 2011 naik sebesar 0,3 persen jika dibandingkan dengan Desember 2010. Sedangkan jika dibandingkan dengan Januari 2010, terjadi penurunan harga sebesar 1,1 persen. Rata-rata harga gula pada Januari 2011 mencapai Rp.11.179,-/kg, sedangkan pada Desember 2010 sebesar Rp.11.150,- /kg. (Disperindag, 2011) Secara rata-rata nasional, fluktuasi harga gula relatif stabil yang diindikasikan oleh koefisien keragaman harga bulanan untuk periode bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 sebesar 3,4 persen. Hal ini berarti perubahan rata-rata harga bulanan adalah sebesar 3,4 persen. Jika dilihat per kota, fluktuasi harga berbeda antar wilayah. Kota Jayapura, kota Palu dan kota Jakarta adalah contoh kota-kota yang perkembangan harganya sangat stabil dengan koefisien keragaman di bawah 5% persen yaitu sebesar 1,8; 2,9, dan 3,3. Di sisi lain, kota Makasar, kota Mamuju, dan kota Banjarmasin adalah beberapa kota dengan harga yang paling bergejolak dengan koefisien keragaman harga lebih dari 9 persen yaitu sebesar 10,5; 9,8 dan 9,3 persen. (Disperindag, 2011) Koefisien keragaman harga antar wilayah pada bulan Januari 2011 sebesar 6,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara nasional disparitas harga gula antar wilayah relatif rendah. Wilayah yang harganya relatif tinggi adalah kota Manokwari dengan tingkat harga sebesar Rp.13.550,-/kg dan kota Pekanbaru

4

dengan tingkat harga sebesar Rp.12.500,-/kg. Wilayah yang tingkat harganya relatif rendah adalah kota Kendari, kota Yogyakarta dan kota Pontianak dengan harga sebesar Rp. 10.500,-/kg, Rp.10.480,-/kg, dan Rp.9.769,-/kg.

(Disperindag, 2011) Hingga 31 Januari 2011, produksi gula nasional sebesar 55.051,2 ton. Stok fisik GKP di gu-dang sebesar 707.209 ton (67% milik pedagang; 27,7 % milik PG dan 5,3% milik petani). Stok fisik gula eks impor sebesar 22.638,84 ton sehingga jumlah gula secara keseluruhan (ex tebu + ex impor) sebesar 729.847,8 ton. Dengan stok akhir gula ini serta kebutuhan gula rata-rata nasional sebesar 220240 ribu ton/bulan, maka stok tersebut dapat memenuhi kebutuhan nasional sekitar 3,3 bulan ke depan cukup untuk konsumsi sampai dengan april 2011. (Disperindag, 2011) Peningkatan jumlah penduduk dan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia mendorong laju kebutuhan pangan yang cenderung meningkat sejalan dengan dinamika kebutuhan konsumsi pangan. Kecukupan penyediaan pangan sangat penting artinya dalam rangka mempertinggi taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat. Prioritas peningkatan pangan melalui produksi sendiri merupakan prioritas pembangunan utama. Masalah pangan tidak menjadi sebuah permasalahan jika dalam penyediaannya mampu mencukupi konsumsi penduduk. Dalam hal ini pangan selalu tersedia dan tersebar merata di seluruh wilayah pemukiman penduduk, serta semua penduduk mampu membeli pangan yang dibutuhkan (Anonim, 2006). Komposisi menu makanan rumah tangga juga berubah secara bertahap kearah peningkatan konsumsi, salah satunya adalah gula pasir. Gula pasir merupakan

5

bahan makanan sumber kalori seperti jagung, beras, umbi umbian, dan minyak. Gula pasir mempunyai kandungan energi dan nilai kalori yang tinggi dan dapat langsung dipakai, karena itu gula pasir diperlukan terutama sebagai sumber energi disamping sebagai bahan pemanis. Walaupun rumah tangga telah mampu memperoleh jenis pangan yakni gula pasir, namun dari jumlah yang dikonsumsi sering kali belum dapat memenuhi kebutuhan. Gula pasir yang digunakan dalam industri makanan dan minuman relatif sedikit yaitu sekitar 28 % dari konsumsi gula nasional, sebagian besar digunakan untuk bahan campuran (pemanis) susu kental manis. Sisanya 72 % dikonsumsi langsung oleh rumah tangga. Gula pasir harganya lebih mahal sehingga banyak industri makanan dan minuman menggunakan gula sintetis yang harganya lebih murah dan tingkat kemanisannya relatif lebih tinggi, akan tetapi gula sintetis tidak mempunyai kandungan gizi yang baik sehingga keberadaan konsumsi gula pasir di rumah tangga tidak tergantikan oleh gula sintetis (Anonim, 2006). Arifin (2008), menyatakan dalam tulisannya bahwa tingkat konsumsi gula semakin berkembang lebih dari 12 kg per kapita per tahun seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk (baca: pertumbuhan ekonomi) Indonesia. Konsumsi gula industri diperkirakan sekitar 2,15 juta ton [terdiri dari 1,1 juta industri besar dan 1,05 juta ton industri kecil dan usaha kecil menengah (UKM)], sehingga total konsumsi gula di Indonesia diperkirakan 4,85 juta ton atau lebih. Sementara itu produksi gula tebu Indonesia pada 2007 diperkirakan 2,40 juta ton atau lebih tinggi dari prediksi Dewan Gula Indonesia (DGI) sebelumnya sebesar 2,35 juta ton.

6

Provinsi Sumatera Utara sebagai Provinsi besar dengan jumlah penduduk padat tentunya mempunyai kebutuhan gula yang tingggi baik dalam penggunaan rumah tangga ataupun industri makanan dan minuman, terlebih lagi menjelang hari besar keagamaan dan awal - akhir tahun. Kebutuhan ini dipenuhi oleh stok dalam negeri dan impor gula. Awalnya kebutuhan gula di Sumatera Utara dipenuhi oleh pabrik gula (PG) Sei Semayang dan pabrik gula Kwala Madu milik PTPN II yang terletak di Kabupaten Langkat. Namun karena PG Sei Semayang dan PG Kwala Madu memiliki musim giling tertentu dan kapasitas produksi yang kecil selain juga karena uzurnya mesin mesin kedua PG ini maka kebutuhan gula pasir provinsi Sumatera Utara tidak tercukupi. Hal ini membuat pemerintah melalui Bulog pada awalnya dan Disperindag mengambil ke putusan untuk mengimpor gula dari luar negeri dan luar daerah seperti Lampung dan Tanjung Priok. Kota Medan yang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk terbesar di Sumatera Utara dengan jumlah 2.102.105 jiwa menurut BPS dalam Sumatera Utara Dalam Angka 2010, tentunya memiliki permintaan gula yang tinggi untuk industri dan konsumsi. Selain itu banyaknya gula impor maupun gula dari wilayah Indonesia sendiri yang masuk ke kota Medan membuat banyaknya perusahaan besar mulai dari PTPN, Disperindag, dan perusahaan besar lainnya hingga pedagang pedagang kecil / retailer berkecimpung dalam pemasaran komoditas pertanian ini, karena gula merupakan salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat kota Medan yang permintaannya tidak pernah turun. Hal ini yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini dimana penelitian ini bertujuan untuk mengurai pemasaran gula pasir di Kota Medan

7

I.2. Indentifikasi masalah Berdasarkan uraian dilatar belakang tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

Berapa besar kebutuhan gula di kota Medan ? Berapa besar pasokan gula di kota Medan ? Bagaimana jalur pemasaran gula di kota Medan ?

I.3. Tujuan penelitian Untuk mengetahui berapa besar kebutuhan gula dikota Medan Untuk mengetahui berapa besar pasokan gula dikota Medan Untuk mengetahui bagaimana jalur pemasaran gula dikota Medan

I.4. Kegunaan penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

Sebagai sumber informasi bagi pihak yang berkaitan dengan gula pasir serta persoalan -persoalan yang dihadapi dalam pemasaran dan tataniaga gula pasir dikota Medan dan usaha usaha memecahkannya.

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kepada orangorang yang melakukan usaha penjualan gula pasir.

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan penulisan skripsi di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan pustaka Tataniaga gula pasir seluruhnya diatur oleh pemerintah. Gula sebagai sumber energi yang relatif murah serta pengadaannya yang menguasai hajat hidup sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi alasan utama pemerintah memberikan monopoli tataniaganya kepada Bulog. Di Indonesia, impor gula ditangani oleh Bulog sebagai penyalur tunggal gula dalam negari. Akan tetapi, Bulog boleh menunjuk perusahan lain untuk melaksanakan impor gula (Moerdokusmo, 1993). Gula kristal yang dihasilkan pabrik gula pada umumnya terdiri dari berbagai jenis, sesuai dengan permintaan pasaran, terutama pasaran untuk ekspor. Namun, sejak akhir Perang Dunia II, jumlah jenis gula sangat berkurang, ekpor hampir tidak ada meskipun pasaran internasional sangat baik, dan konsumsi dalam negeri meningkat. Pasaran internasional inilah yang pada pokoknya menetukan jumlah jenis gula yang diproduksi pabrik pada saat itu. Produksi rendah dalam tahun 1959 dan tahun-tahun sesudahnya dikatakan sebagai akibat faktor iklim, bukan saja terdapat pada produksi dan areal tanam, namum juga pada produksi dan konsumsi, sehingga dalam rangka pengamanan stok gula nasional, pemerintah harus mengimpor gula setiap tahun, yang sejak tahun 1982 meningkat terus. Jenis

8

9

gula yang diimpor biasanya terdiri dari gula pasir dari tebu, rafinade, HS, atau yang juga dikenal sebagai raw sugar dan gula farmasi (Moerdokusmo, 1993). Sesuai dengannegara tujuan, secara umum dikenal tiga jenis gula utama, yaitu gula mentah, gula merah (tidak termasuk gula jawa, aren, dsb.), dan gula putih (termasuk gula rafinade, SHS). Gula Mentah

Yang dimaksudkan dengan gula mentah adlah sejenis gula merah yang erbutir tidak terlampau halus, terutama diperuntukkan sebagai bahan baku pabrik gula rafinade. Gula mentah ini meliputi HS, NA, dan Muscovado. Jenis Muscovado sudah sejak lama tidak lagi sudah sejak lama tidak lagi dipakai sebagai bahan baku pabrik rafinade. Gula merah

Jenis gula merah meliputi beberapa jenis gula sebagaimana yang dijelaskan berikut ini: Gula utama atau HS sebagai gula mentah untuk Korea, misalnya, harus berwarna lebih hitam daripada HS untuk pasaran Jepang. Menghendaki untuk bahan rafinadenya HS yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: Ketersaingan sekitar 30,0 ton/tekanan saringan Uji afinasi (mudah dicuci dan disentrifus) Warna dan kekeruhan Spesifikasi butiran gula Paling sedikit 80% kristal harus dalam batas ukuran 0,7-1,0 mm Jumlah butiran halus tidak melebihi 1%.

10

Gula mentah serupa yang terdapat di pasaran Eropa dan Inggris adalah HS dengan polarisasi 96,50V-97,250V dan kadar bahan bukan gula antara 2,5 dan 3% yang disebut Nieuw Assortiment (NA). Jenis NA tidak digolongkan khusus menurut tipe warna, tetapi kadar SO2 tidak boleh melebihi 70mg/kg. Muscodo digolongkan dalam Java Asortiment dan termasuk golongan gula merah yang mempunyai polasisasi minimal 96,50V dan tipe warna 12-14. Sebagai bahan mentah gula rafinade, muscovado tidak lagi banyak disukai. Meskipun polarisasinya sama dengan NA, pada dasarnya kedua jenis gula tersebut berlainan, terutama sifat fisika dan kimianya. Muscavado dibuat dengan cara mencampurkan HS dengan karamel untuk memperendah warna sampai bawah tipe warna 14. Dengan demikian, muscovado lebih mudah dikeringkan dan lebih tahan lama daripada NA. Gula putih

Dalam jenis gula putih termasuk jenis gula dengan tipe warna standar 25 ke atas dengan polarisasi minimal 99,50V, misalnya SHS dan gula rafinade. Menurut kebiasaan, selain menyebutkan jenis gula, dinyatakan juga cara pembuatan serta asal dan nama pabriknya. Untuk konsumsi dalam negeri, Bulog tidak menentukan spesifikasi kualitas lain. Secara resmi, untuk SHS tidak ada pemebagian atas dasar spesifikasi butir yang ketat. Namun, sehubungan dengan negara tujuan dan keinginan pemebili, BP3G menetapkan ketentuan ukuran butiran gula SHS dengan menggunakan enem fraksi standar ayakan Tyler sebagai kriteria utama. Ayakan 6 fraksi tersebut mempunyai lubang persegi dengan ukuran masingmasing: Fraksi 1 : - 1,65 mm

11

Fraksi 2 : 1,65-1,17 mm Fraksi 3 : 1,17-0,83 mm Fraksi 4 : 0,83-0,59 mm Fraksi 5 : 0,59-0,30 mm Fraksi 6 : - 0,30 mm Untuk mendapatkan kristal yang sesuai dengan spesifikasi buturan kristal yang diminta, maka hasil kristalisasi dalam unit operasi masakan harus dikoreksi dengan menggunakan ayakan yang dipadukan. Untuk memenuhi spesifikasi tersebut, minimal 50% dan maksimal 70% kristal harus jatuh dalam satu fraksi. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan dua jenis ayakan kasar dan halus sebagai berikut: Untuk menghasilakan SHS kasar dipakai ayakan kasar kasa besi 9 x 9 dengan lubang 2,22 (menurut 2 x 2 mm) dan tebal kawat 0,6 mm. Kapasitas ayakan tidak melebihi 50-25 kuintal/jam untuk mendapatkan rendemen ayakan yang baik. Untuk menghasilkan SHS normal dipakai ayakn yang menurut teori harus mempunyai lubang 1,5 x 1,5 mm, yang berarti penggunanaan ayakan kasa besi berukuran 12 x 12 lubang/inci dan tebal kawat 0,45 mm. Kapasitas ayakan tidak melebihi 20 kiuntal/jam. Untuk memperoleh SHS halus digunakan ayakan kasar kasa besi

berukuran 14 x 14 dengan lubang 1,4 x 1,4 mm. Kapasitas dibatasi maksimal 8-10 kuintal/jam. (Moerdokusumo, 1993).

12

2.2 Landasan teori Konsep Pemasaran Pemasaran merupakan hal-hal yang sangat penting setelah selesainya produksi pertanian. Kondisi pemasaran menimbulkan suatu siklus atau lingkaran pasar suatu komoditas. Bila pemasarannya tidak lancar dan tidak memberikan harga yang layak bagi petani maka kondisi ini akan mempengaruhi motivasi petani. Akibatnya penawaran akan berkurang, kurangnya penawaran akan menaikkan harga. Setelah harga naik, motivasi petani akan bangkit lagi. Hasilnya penawaran meningkat, menyebabkan harga jatuh kembali (ceteris paribus) (Daniel, 2002). Saluran pemasaran/saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang dilakukan untuk menyalurkan produk atau status pemilikannya dari produsen ke konsumen (Saladin, 1996). Dalam pemasaran komoditi pertanian terdapat pelaku-pelaku ekonomi yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Komoditi-komoditi yang dipasarkan juga bervariasi kualitas dengan harga yang beragam pula. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran juga bervariasi (Sudiyono, 2004). Aspek pemasaran/tataniaga memang disadari sebagai aspek yang sangat penting. Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karena itu peranan lembaga tataniaga yang terdiri dari

13

produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir, importir, menjadi amat penting. Lembaga tataniaga ini khususnya bagi negara berkembang yang dicirikan dengan lemahnya pemasaran hasil pertanian akan menentukan mekanisme pasar (Soekartawi, 1991). Kenyataannya, kelemahan dalam sistem pertanian di negara berkembang termasuk Indonesia adalah kurangnya perhatian dalam bidang pemasaran. Fungsi fungsi pemasaran/tataniaga seperti pembelian, sorting (grading), penyimpanan, pengangkutan dan pengelolaan sering tidak berjalan seperti yang diharapkan, sehingga efesiensi tataniaga menjadi lemah. Keterampilan mempraktekkan unsurunsur manajemen juga demikian. Belum lagi dari segi kurangnya penguasaan informasi pasar sehingga kesempatan-kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk dicapai (Soekartawi, 2002). Tataniaga merupakan pemasaran atau distribusi, yaitu kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Biaya tataniaga terbentuk sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan fungsifungsi tataniaga. Komponen biaya tataniaga terdiri dari semua jenis pengeluar yang dikorbankan oleh setiap middleman/lembaga tataniaga atas jasa modalnya dan jasa tenaganya dalam menjalankan aktivitas pemasaran tersebut. Setelah dikelompokkan menurut harga beli dan harga jual, biaya-biaya pemasaran menurut fungsi tataniaga dan margin keuntungan dari tiap lembaga maka disebut juga price spread. Bila angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga beli konsumen maka diperoleh share margin. Biaya tataniaga yang tinggi akan membuat sistem tataniaga kurang/tidak efesien (Ull and Kohl, 1980).

14

Dalam pemasaran komoditi pertanian, seringkali dijumpai adanya rantai pemasaran yang panjang, sehingga banyak juga pelaku lembaga pemasaran yang terlibat dalam rantai pemasaran tersebut. Akibatnya adalah terlalu besarnya keuntungan pemasaran (marketing marjin) yang diambil oleh para pelaku pemasaran tersebut (Soekartawi, 1993). Marketing margin adalah perbedaan harga yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir. Contoh: harga beli konsumen untuk 1 kg kentang dipasar Mercu Buana Medan Rp.4.000,00 sedang harga penjulan petani didesa Rp. 2.800,00/kg. Selisihnya Rp 1.200,00 adalah besar marketing margin. (Sihombing, 2010). Marketing margin terdiri dari berbagai macam ongkos ongkos dalam menyalurkan Barang dari produsen ke konsumen. Jadi marketing margin itu terdiri dari berbagai margin seperti retail margi, yaitu selisih harga yang dibayarkan

konsumen dengan harag yang dibayarkan sipengecer, profit margin, besarnya keuntungan /balas jasa yang diterima oleh stiap middleman atau lembaga tataniaga, dan lain lain. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa marketing margin sama dengan ongkos tata niaga (marketing cost) dan sama artinya dengan price spread dan sama dengan marketing change. (Sihombing, 2010). Konsep Analisis Time Series

2.3 Kerangka pemikiran Kebutuhan gula di kota Medan ialah jumlah kebutuhan gula pasir yang dibutuhkan oleh masyarakat kota Medan baik untuk kebutuhan rumah tangga

15

maupun industri. Kebutuhan ini dipasok melalui berbagai jalur yakni darat dan laut. Pasokan gula di kota medan ialah jumlah gula pasir yang dipasok oleh pemerintah melalui pemerintah itu sendiri ataupun perusahaan swasta, baik dari dalam Provinsi Sumatera Utara sendiri maupun luar Provinsi Sumatera Utara, untuk memenuhi kebutuhan gula pasir dikota Medan. Pasokan ini dibuat berdasarkan besar kebutuhan gula pasir di kota Medan. Pasokan gula di kota Medan dipasok dari 3 saluran yakni dari: Pabrik gula Sei Semayang (Kabupaten Deli Serdang) dan Pabrik Gula Kwala Madu (Kabupaten Langkat) milik PTPN. Luar wilayah Sumatera Utara. Gula impor.

Gula dari PTPN didistribusikan oleh Badan Pusat Logistik (BULOG) sedangkan gula dari luar wilayah Sumatara Utara dan impor langsung didistribusikan kepada perusahaan distributor yang telah melakukan kontrak kepada perusahaan produsen gula yang mengirim gula ke Medan Gula dari ketiga sumber ini disalurkan melalui distributor, kemudian diistributor kan menyalurkanke PT,CV, Koperasi Fungsional dan KUD. PT dan CV merupakan perusahaan yang bergerak dalam penyaluran gula pasir. Umumnya perusahaan-perusahan ini memiliki agen agen untuk menyalurkan gula miliknya kepada pengecer maupun langsung ke konsumen. Untuk KUD dan koperasi fungsional umumnya jarang gula pasir yang didapat dari distributor disalurkan ke pengecer melainkan dijual langsung kepada anggota koperasi

16

tersebut. Pengecer adalah orang atau badan usaha yang secara langsung melakukan penjualan gula pasir kepada konsumen. Margin adalah perbedaan harga gula yang dibayarkan setiap konsumen atas harga yang diterima oleh middleman / lembaga lembaga pemasaran sehingga margin ini dapat disebut juga keuntungan dari harga jual gula dikurangi dengan biaya beli gula tau dengan kata lain adalah profit margin. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah selisih harga yang didapat pada tiap tiap lembaga pemasaran mulai dari harga jual gula dari PTPN, harga gula impor, harga gula dari luar daerah Sumatera Utara, harga gula pada distributor hingga harga jual gula ditingkat pengecer Berikut skema kerangka pemikiran yang berdasarkan penjelasan diatas: Gambar 1. Skema Kerangka PemikiranKebutuhan Gula Kota Medan

Pasokan Gula Kota Medan

Gula dari Pabrik Gula Milik PTPN di SUMUT

Gula dari Luar Wilayah SUMUT

Gula Impor

Distributor Margin

PT, CV, Koperasi Fungsional dan KUD

Margin Pengecer Margin Konsumen

17

2.4 Hipotesis penelitian Berdasarkan landasan teori yang dibuat maka diajukan beberapa hipotesis berikut: Besar kebutuhan gula di kota Medan meningkat setiap tahun Pasokan gula di kota Medan mencukupi untuk kebutuhan masyarakat Jalur pemasaran gula pasir di kota Medan terdiri dari produsen, agen,

pedagang

eceran

dan

konsumen

dan

setiap

lembaga

tataniaga

mendapatkan margin keuntungan.

18

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Sampel

19

Penelitian ini dilakukan di kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini dipilih secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa daerah ini merupakan daerah dengan penduduk tertinggi di Provinsi Sumatera Utara yakni 2.102.105 jiwa dan jumlah kepala keluarga sebanyak 472.025 KK (data BPS Dalam Angka 2010) dan pastinya mempunyai tingkat konsumsi gula pasir / putih yang tinggiuntuk kebutuhan sehari hari baik rumah tangga maupun industri. Tabel 1. Jumlah penduduk dan rumah tanggga menurut kabupaten kotaKabupaten / Kota Pendud uk (Jiwa) Kabupaten Nias Mandailling Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhan Batu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pak -Pak Barat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Padang Lawas Utara Padang Lawas Labuhan Batu Selatan 443.492 423.712 263.812 314.632 267.595 171.833 1.027.96 4 688.529 853.112 271.983 360.880 1.738.43 1 1.042.52 3 272.848 155.290 41.062 131.549 630.728 382.474 193.278 185.209 85.948 101.802 60.490 66.282 62.565 42.699 227.887 157.670 209.036 63.910 95.211 388.195 248.338 51.561 36.321 8.305 31.274 148.202 86.116 1845.597 42.055 Rumah Tangga Rata - Rata Banyaknya Anggota Rumah Tangga (Orang) 5,16 4,16 4,36 4,75 4,28 4,02 4,51 4,37 4,08 4,26 3,79 4,48 4,20 5,29 4,28 4,94 4,21 4,26 4,44 4,24 4,40

20

Labuhan Batu Utara Kota Sibolga Tanjung Balai Pematang Siantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padang Sidempuan Jumlah

94.614 163.679 238.773 141.059 2.102.1 05 252.652 188.499 13.042. 317

20.565 34.336 55.863 32.264 472.025 59.582 46.335 2.980.434

4,60 4,77 4,27 4,37 4,45 4,24 4,07 4,38

(BPS dalam Angka, 2010) 3.2 Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah penghasil gula (dalam hal ini dalah pabrik gula PTPN II), middleman dan konsumen gula pasir yang berada di kota Medan. 3.2.1 Produsen Gula Produsen gula yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini selain gula impor dan luar daerah adalah Pabrik Gula Sei Semayang di kabupaten Deli Serdang dan Pabrik Gula Kwala Madu di kabupaten Langkat milik PTPN II (Persero). 3.2.2 Middleman / Pedagang Perantara/ Pengecer Sampel pedagang perantara dalam hal ini adalah seluruh pihak yang terkait dengan pemasaran gula pasir dari produsen hingga sampai ditangan konsumen. Menurut Gay untuk penelitian yang menggunakan analisis deskriptif, ukuran sampel paling minimum dan efektif adalah 30 (Umar, 2001).

21

Hal tersebut dikarenakan semua populasi mempunyai kemungkinan yang sama untuk menjadi sampel penelitian, disamping menghemat waktu, biaya dan tenaga (Notohadiprawiro, 2006). 3.2.3 Konsumen Yang menjadi konsumen adalah masyarakat kota Medan yang mengkonsumsi gula pasir / putih. Jumlah konsumen yang diambil sebagai sampel berjumlah 30 orang yang tersebar diseluruh kota Medan dan dipilih secara acak dari 472.025 KK. Menurut Gay untuk penelitian yang menggunakan analisis

deskriptif, ukuran sampel paling minimum dan efektif adalah 30 (Umar, 2001). Hal tersebut dikarenakan semua populasi mempunyai kemungkinan yang sama untuk menjadi sampel penelitian, disamping menghemat waktu, biaya dan tenaga (Notohadiprawiro, 2006). 3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga serta instansi yang terkait seperti Biro Pusat Statistik, Badan Pusat Logistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, PT Perkebunan Negara II (Persero) serta instansi lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

22

3.4 Metode Analisis Data Data yang diidapatkan dilapangan akan dianalisis dengan alat uji yang sesuai. Ada 2 cara untuk mengolah data yang didapat yakni secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk non-angka/non-

numerik. Data ini diolah dan disajikan dengan bentuk tabel. Data kualitatif dipaparkan dalam bentuk uraian guna mendukung data kuantitatif. Data kuantitaif ialah yang dinyatakan dalam bentuk angka (data numerik). Didalam komputer Data kuantitatif ini dikenal sebagai data numeric. Data kuantitatif dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

Data diskrit ialah data hasil pencacahan dan berupa bilangan bulat (dalam komputer dikenal sebagai integer).

Data kontinyu ialah data hasil proses pengukuran dan dapat berupa bilangan pecahan (bilangan real).

Hal yang pertama kali dilakukan dalam mengolah data adalah menyusun daftar variabel variabel yang akan ditabulasikan kedalam tabel yang telak disiapkan. Untuk menjawab identifikasi masalah 1 / hipotesis 1 dengan menggunakan tabulasi sederhana yaitu dengan mengamati data kebutuhan gula di kota Medan selama 10 tahun terakhir. Untuk menjawab identifikasi masalah 2 / hipotesis 2 dengan menggunakan tabulasi sederhana yaitu dengan mengamati data jumlah pasokan gula yang disalurkan oleh distributor gula di kota Medan selama 10 tahun terakhir.

23

Untuk menjawab identifikasi masalah 3/ hipotesis 3 menggunakan 2 jalur. Pertama, metode analisis deskriptif yaitu dengan mengamati saluran yang dilalui dari produsen ke konsumen akhir dalam tataniga gula pasir dan . Kedua, dengan melihat perantara. MP = Pr Pf atau MP = Bi + Kii =1 i =1 m m

margin pemasaran yang didapatkan setiap pedagang

Keterangan : MP Pr Pfm

: Margin Pemasaran : Harga di Tingkat pengecer : Harga di Tingkat petani atau produsen

Bi : Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke ii =1 m

Ki :i =1

Jumlah keuntungan tiap lembaga perantara ke i

Share biaya (SBi) masing masing lembaga mengggunakan model : SBi =Bi x100 % Pr Pf

Share keuntungan (SKi) masing masing lembaga mengggunakan model : SKi =Ki x100 % Pr Pf

Share petani produsen (Sf) masing masing lembaga mengggunakan model : Sf =Pf x100 % Pr

Untuk analisis nisbah marjin keuntungan, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

24

I b ti

Keterangan : I bti : keuntungan masing masing lembaga tata niaga : biaya tataniaga masing masing lembaga

(Sihombing, 2010) 3.5 Definisi Dan Batasan Operasional 3.5.1 Definisi1. Pasokan gula ialah jumlah gula yang dipersiapkan para distributor untuk

memenuhi kebutuhan gula putih masyarakat kota Medan baik gula industri maupun gula konsumsi.2. Distributor

adalah perorangan atau badan usaha, baik yang dibentuk

badan hukum ataupun bukan badan hukum yang ditunjuk oleh produsen untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penyaluran, dan penjualan gula pasir.3. Gula pasir adalah kristal putih manis hasil rendemen tebu yang dapat

dikonsumsi langsung tanpa diproses lebih lanjut.4. Gula impor adalah gula yang didatangkan dari luar daerah negeri.

5. Kebutuhan gula di kota Medan adalah jumlah gula yang di konsumsi oleh penduduk kota Medan6. Pengecer adalah orang atau badan usaha yang secara langsung melakukan

penjualan gula pasir kepada konsumen. 7. Marjin pemasaran adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani.

25

8. Pemasaran / Tataniaga merupakan suatu sistem yang tujuannya ialah mengaloaksikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen.9. Lembaga tataniaga adalah orang atau badan usaha yang terlibat dalam

proses tataniaga gula pasir. 10. Produsen adalah perusahaan atau pabrik penghasil gula pasir dalam negri.11. Saluran tataniaga adalah seluruh chanel bagian tataniaga yang terdiri dari

lembaga-lembaga yang berperan dalam penyampaian barang atau jasa. 3.5.2 Batasan operasional 1. Gula pasir yang diteliti adalah gula pasir yang merupakan produksi dalam negeri yang berasal dari PG Sei Semayang dan PG Kuala Madu PTP Nusantara II (Persero). 2. Gula pasir yang diteliti adalah gula pasir untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga.3. Produsen gula pasir adalah pabrik dalam negeri yakni PG Sei Semayang

dan PG Kuala Madu PTP Nusantara II (Persero).4. Distributor adalah agen yang menyalurkan gula pasir dalam negeri, impor

dan luar daerah.5. Konsumen yang diteliti merupakan konsumen rumah tangga yang

mengkonsumsi gula produksi PG Kuala Madu dan PG Sei Semayang.6. Penelitian dilakukan dalam wilayah Kota Madya Medan. 7. Penelitian dilakukan pada tahun 2011.