Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mesin perkakas adalah mesin pengerjaan logam yang dijalankan oleh mekanik atau motor listrik. Mesin bubut mencakup segala mesin perkakas yang memproduksi bentuk silindris. Jenis yang paling tua dan paling umum adalah mesin pembubut (lathe) yang melepas bahan dengan memutar benda kerja terhadap pemotong mata tunggal. Suku cadang yang harus dimesin dapat dipegang di antara kedua pusatnya, dipasangkan pada plat muka didukung dalam pencekam rahang atau dipegang dalam pencekam yang ditarik ke dalam (collet). Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam dengan cara memotong. Tergantung pada cara pemotongannya maka seluruh proses pemotongan logam dapat dikelompokkan menjadi ; proses pemotongan dengan mesin las, mesin pres, pemotongan non konvensional dan dengan mesin perkakas. Mesin perkakas dapat didefinisikan sebagai mesin yang dapat merubah, memotong dan membentuk logam sehingga mencapai ukuran dan kualitas yang direncanakan. Mesin perkakas memotong logam dalam keadaan dingin, jadi tidak akan terjadi perubahan struktur logam selama proses pemotongan tersebut. Alat-alat potong memegang peranan yang sangat penting pada proses pembubutan. Untuk dapat bekerja dengan cepat dan aman, seorang operator atau teknisi bubut harus mengetahui jenis pahat, sudut-sudut pahat, bagaimana cara pemilihan dan penggunaannya dan bagaimana cara memperbaikinya bila terjadi kerusakan sehingga dapat digunakan dengan kemampuan maksimum. Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin meneliti kekuatan pahat HSS terhadap keausan untuk proses pembubutan material baja karbon rendah setelah perlakuan panas yang berbeda. 1
39

Muttaqin, St

Dec 09, 2015

Download

Documents

mesin perkakas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Muttaqin, St

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mesin perkakas adalah mesin pengerjaan logam yang dijalankan oleh

mekanik atau motor listrik. Mesin bubut mencakup segala mesin perkakas yang

memproduksi bentuk silindris. Jenis yang paling tua dan paling umum adalah

mesin pembubut (lathe) yang melepas bahan dengan memutar benda kerja

terhadap pemotong mata tunggal. Suku cadang yang harus dimesin dapat

dipegang di antara kedua pusatnya, dipasangkan pada plat muka didukung dalam

pencekam rahang atau dipegang dalam pencekam yang ditarik ke dalam (collet).

Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk

mengubah bentuk suatu produk dari logam dengan cara memotong. Tergantung

pada cara pemotongannya maka seluruh proses pemotongan logam dapat

dikelompokkan menjadi ; proses pemotongan dengan mesin las, mesin pres,

pemotongan non konvensional dan dengan mesin perkakas. Mesin perkakas dapat

didefinisikan sebagai mesin yang dapat merubah, memotong dan membentuk

logam sehingga mencapai ukuran dan kualitas yang direncanakan. Mesin perkakas

memotong logam dalam keadaan dingin, jadi tidak akan terjadi perubahan struktur

logam selama proses pemotongan tersebut.

Alat-alat potong memegang peranan yang sangat penting pada proses

pembubutan. Untuk dapat bekerja dengan cepat dan aman, seorang operator atau

teknisi bubut harus mengetahui jenis pahat, sudut-sudut pahat, bagaimana cara

pemilihan dan penggunaannya dan bagaimana cara memperbaikinya bila terjadi

kerusakan sehingga dapat digunakan dengan kemampuan maksimum.

Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin meneliti kekuatan pahat HSS terhadap

keausan untuk proses pembubutan material baja karbon rendah setelah perlakuan

panas yang berbeda.

1

Page 2: Muttaqin, St

2

1.2 Perumusan Masalah

Didalam penulisan Tugas Akhir ini perumusan masalah yang akan

disampaikan adalah bagaimanakah tingkat ketahanan pahat HSS terhadap keausan

proses bubut hasil penyayatan material baja karbon setelah perlakuan pemanasan

pada baja karbon tersebut dengan tingkat temperatur yang berbeda, apakah pahat

HSS ini dapat tetap digunakan untuk melakukan penyayatan baja karbon (baja

lunak atau mild steel) setelah mengalami perubahan struktur permukaan akibat

perlakukan panas.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menerapkan hasil produksi yang baik banyak hal yang perlu

diperhatikan. Bertujuan untuk mendapat suatu penelitian yang baik, sehingga

diharapkan sesuai dengan yang telah direncanakan.

Adapun bagian-bagian yang akan dibahas meliputi :

1. Pahat bubut jenis HSS.

2. Perlakuan panas dengan open pemanas pada material baja karbon rendah

sebagai benda kerja penyayatan dengan temperatur variasi 500 0C, 600 0C dan

800 0C.

3. Proses penyayatan pahat terhadap material baja karbon rendah pada mesin

bubut berdiameter 35 mm dan panjang penyayatan (lt) 100 mm.

4. Kecepatan potong (n) 300 Rpm, kedalaman potong (dept of cut) sebesar 0,85

mm dan kecepatan makan (feeding) ditetapkan 0,25 mm/r.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Dapat mengetahui barometer kemampuan pahat HSS untuk melakukan

penyayatan pada material maja karbon (mild steel) setelah baja karbon

tersebut mengalami perlakuan panas.

Page 3: Muttaqin, St

3

2. Dapat mengetahui tingkat keausan yang terjadi pada bidang potong pahat

setelah penyayatan terhadap material baja karbon dengan variasi perlakuan

panas yang berbeda.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dan kegunaan penelitian analisa pengaruh keausan bidang potong

Pahat bubut HSS terhadap penyayatan pada material baja karbon setelah

mengalami perlakuan panas dalam penulisan ini adalah :

1. Dapat mengetahui tingkat keausan pahat bubut HSS pada proses bubut

material baja karbon setelah perlakuan pemanasan temperatur berbeda.

2. Dapat memaksimalkan kerja mesin bubut, karena dibutuhkan keputusan yang

tepat pada proses produksi dengan menggunakan mesin bubut.

Page 4: Muttaqin, St

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori

Perencanaan mesin adalah perencanaan dari sistem dan segala yang

berkaitan dengan sifat mesin (produk, struktur, alat-alat dan instrumen). Pada

umumnya, perencanaan mesin mempergunakan matematika, ilmu bahan dan ilmu

mekanika teknik. Perumusan masalah harus mencakup seluruh spesifikasi tentang

sesuatu yang akan direncanakan. Perincian tersebut mencakup sejumlah masukan

dan keluaran, sifat dan dimensi ruang yang dipakai dan semua batasan-batasan

atas besaran yang berkaitan dengan hal tersebut. Perencanaan adalah suatu proses

yang iteratif, dimana beberapa langkah harus kita lalui, kemudian menguji hasil

akhir dan kemudian kembali ke tahap awal dari prosedur.

Mesin perkakas dapat didefinisikan sebagai mesin yang dapat merubah,

memotong dan membentuk logam sehingga mencapai ukuran dan kualitas yang

direncanakan. Mesin perkakas memotong logam dalam keadaan dingin, jadi tidak

akan terjadi perubahan struktur logam selama proses pemotongan tersebut.

(Taufik Rochim, 1995)

Pahat yang bergerak relatif terhadap benda kerja akan menghasilkan geram

dan sementara itu permukaan benda kerja secara bertahap akan terbentuk menjadi

komponen yang dikehendaki. Pahat tersebut dipasangkan pada suatu jenis mesin

perkakas dan dapat merupakan salah satu dari berbagai jenis pahat atau perkakas

potong disesuaikan dengan cara pemotongan dan bentuk akhir dari produk. Pahat

yang lazim digunakan pada proses bubut adalah dari bahan HSS (High Speed

Steel), HCS (High Carbon Steel), Karbida, Keramik dan Intan. Penggunaan jenis

bahan – bahan pahat tersebut disesuaikan dengan kekerasan benda kerja yang

akan disayat pada mesin bubut, sehingga umur pahat dapat ditentukan lebih tahan.

Pada mulanya untuk memotong baja digunakan baja karbon tinggi sebagai

bahan perkakas potong, dimana kecepatan potong (cutting speed) bisa mencapai

10 m/menit. Berkat kemajuan teknologi, kecepatan potong ini dapat dinaikkan

4

Page 5: Muttaqin, St

5

sehingga mencapai sekitar 700 m/menit dengan menggunakan CBN (Cubic Boron

Nitride). (Taufik Rochim, 1995)

Teori Dasar

Proses penyayatan dengan cara permesinan berlangsung dengan cara

mempertemukan dua jenis material. Alat potong memegang peranan yang sangat

penting pada proses pembubutan. Untuk dapat bekerja dengan cepat dan aman,

seorang operator atau teknisi bubut harus mengetahui jenis pahat, sudut-sudut

pahat, bagaimana cara pemilihan dan penggunaannya dan bagaimana cara

memperbaikinya bila terjadi kerusakan.

Menurut JE. Shigley (1999), bahwa Kekuatan dari suatu elemen adalah

merupakan faktor yang paling penting dalam mencari geometri dan ukuran dari

elemen tersebut. Sifat berikut sering merupakan faktor yang harus

dipertimbangkan : kekuatan, keandalan, pertimbangan panas, korosi, keausan,

gesekan, pembuatan, kegunaan, biaya, keamanan, berat, kebisingan, bentuk,

ukuran, pelumasan, pemeliharaan dan isi.

Menurut Taufik Rochim (1995), permukaan pahat dapat rusak atau aus

karena adanya partikel yang keras pada benda kerja yang menggesek bersama-

sama dengan aliran material benda kerja pada bidang geram dan bidang utama

pahat. Partikel-partikel keras dalam struktur besi tuang yang berupa karbida,

oksida ataupun nitrida (juga dalam struktur baja paduan Ni) akan mampu

merusakkan permukaan pahat HSS yang sebagian besar strukturnya

Menurut Muin S.A. (1989) bahwa kualitas permukaan potong tergantung

kepada kondisi pemotongan (cutting condition), adapun yang dimaksud dengan

kondisi pemotongan di sini antara lain adalah besarnya kecepatan potong (cutting

speed), ketebalan pemakanan (feeding) dan kedalaman potong (depth of cut).

BUE (built up edge) merupakan struktur yang dinamik, sebab selama proses

pemotongan berlangsung dengan kecepatan potong rendah BUE akan tumbuh dan

pada suatu saat lapisan atau seluruh BUE akan bergeser/terkelupas dan berulang

dengan proses penumpukan material yang baru. BUE dalam proses pemotongan

baja akan menjadi sangat keras karena telah mengalami regangan tinggi. Akibat

Page 6: Muttaqin, St

6

dari terbentuknya BUE ini, permukaan benda kerja (surface finish) akan menjadi

kasar dan apabila permukaan benda kerja menuntut ketelitian tinggi maka

terbentuknya BUE merupakan kendala tersendiri. Penumpukan lapisan material

ini dalam proses pemesinan terkenal dengan nama BUE. Taufik Rochim, 1995.

Selama proses pembubutan berlangsung, apabila aliran metal yang kurang teratur

pada kecepatan potong yang rendah dan bila daya adhesi antara material benda

kerja dengan material pahat cukup kuat, maka akan terjadi penumpukan lapisan

benda kerja pada bidang tatal (bidang rake) di daerah dekat mata potong.

2.3 Pahat Potong

Alat-alat potong memegang peranan yang sangat penting pada proses

pembubutan. Untuk dapat bekerja dengan cepat dan aman, seorang operator atau

teknisi bubut harus mengetahui jenis pahat, sudut-sudut pahat, bagaimana cara

pemilihan dan penggunaannya dan bagaimana cara memperbaikinya bila terjadi

kerusakan sehingga dapat digunakan dengan kemampuan maksimum.

Pahat potong terbagi dalam beberapa jenis bahan baku dan kegunaannya.

Dalam permesinan bubut pahat HSS (high speed steel) adalah jenis yang sering

digunakan untuk pengerjaan. Selain harga lebih murah dengan kecepatan potong

tinggi, juga hemat dalam pemakaiannya karena bisa diasah kembali dan dibentuk

sesuai pengerjaan. Selain pahat HSS dalam permesinan bubut dikenal pula dengan

pahat potong HCS (high carbin steel), Carbide, Keramik dan Intan. Pahat yang

bergerak relatif terhadap benda kerja akan menghasilkan geram dan sementara itu

permukaan benda kerja secara bertahap akan terbentuk menjadi komponen yang

dikehendaki. Pahat tersebut dipasangkan pada suatu jenis mesin perkakas dan

dapat merupakan salah satu dari berbagai jenis pahat atau perkakas potong

disesuaikan dengan cara pemotongan dan bentuk akhir dari produk. Dapat

diklasifikasikan dua jenis pahat yaitu pahat bermata potong tunggal (single point

cutting tools) dan pahat bermata potong jamak (multiple points cuttings tools).

Page 7: Muttaqin, St

7

2.3.1 Karakteristik pahat potong

Sifat-sifat bahan yang mutlak perlu untuk penyayat pahat bubut seperti

diuraikan berikut :

a. Kekerasan

Penyayat harus lebih keras dari bahan benda kerja karena jika tidak demikian

penyayat tidak akan dapat memasuki bahan benda kerja dan mengikis serpih.

b. Kekerasan panas

Akibat gesekan timbul panas yang dapat menimbulkan suhu tinggi pada lokasi

penyayatan. Kekerasan bahan penyayat harus tetap bertahan pada suhu yang

terjadi karena jika tidak, hal ini akan menyebabkan penyayat cepat aus.

c. Keuletan

Walaupun sudah memenuhi persyaratan kekerasan yang mutlak, penyayat

masih harus pula mampu menampung beban hentakan, ia tidak boleh patah.

d. Daya tahan aus

Penyayat akan aus akibat gesekan, ia akan menjadi tumpul. Oleh karena

penajaman kembali yang sering akan menimbulkan kerugian bahan dan

waktu, maka daya tahan aus bahan penyayat harus tinggi (kaitan dengan

kekerasan).

e. Ekonomis

Sifat bahan penyayat menguntungkan yang meningkatkan daya sayat

perkakas, harus mengimbangi biaya pengadaan dan pemeliharaan. Oleh

karena itu gagangnya sering terbuat dari baja konstruksi mesin biasa dan

hanya kepala penyayat atau penyayatnya saja yang terbuat dari bahan

penyayat yang baik.

Kekerasan yang rendah dan daya adhesi yang tinggi tidak diinginkan sebab

mata potong akan terdeformasi, terjadi keausan tepi dan keausan kawah yang

besar. Keuletan yang rendah serta ketahanan beban kejut thermal yang kecil

mengakibatkan rusaknya mata potong maupun retak mikro yang menimbulkan

kerusakan fatal. Sifat-sifat unggul seperti diatas memang perlu dipunyai oleh

material pahat.

Page 8: Muttaqin, St

8

Pada umumnya kekerasan dan daya tahan thermal yang dipertinggi selalu

diikuti oleh penurunan keuletan. Berbagai penelitian dilakukan untuk

mempertinggi kekerasan dan menjaga supaya keuletan tidak terlalu rendah

sehingga pahat tersebut dapat digunakan pada kecepatan potong yang tinggi. Hal

ini bisa dimaklumi karena peninggian kecepatan potong berarti menaikkan

produktifitas.

Tabel 2.1 Pengaruh kecepatan potong v

V ; m/min C v Jenis Pahat

30 s/d 50 1.11 HSS

50 s/d 100 1.06Karbida

100 s/d 200 1.0

Diatas 200 0.94 Keramik

Sumber : Taufiq Rohim, 1995

Daya pemotongan dalam proses pembentukan geram ditentukan oleh gaya

pemotongan dengan kecepatan pemotongan (kecepatan pahat relatif terhadap

benda kerja), atau momen puntir pada pahat dengan kecepatan putarannya. Gaya

atau momen puntir tersebut dapat diukur secara langsung dengan memakai

dinamometer. Karena salah satu komponen gaya tersebut umumnya tidak

melakukan gerakan.

Pada mulanya untuk memotong baja digunakan baja karbon tinggi sebagai

bahan perkakas potong dimana kecepatan potong pada waktu itu hanya bisa

mencapai sekitar 10 m/menit. Berkat kemajuan teknologi, kecepatan potong ini

dapat dinaikkan sehingga mencapai sekitar 700 m/menit yaitu dengan

menggunakan CBN (Cubic Boron Nitride). Sebagaimana ditunjukkan pada

Gambar 2.1.

Page 9: Muttaqin, St

9

Gambar 2.1 Material pahat ditinjau dari segi kecepatan potongSumber : Taufiq Rohim, 1995

Kecepatan potong yang tinggi tersebut dapat dicapai berkat kekerasan yang

tetap relatif tinggi meskipun temperatur kerjanya cukup tinggi. Material pahat

secara berurutan dari yang lunak sampai yang keras tetapi getas dapat diurutkan

sebagai berikut :

1. Pahat Carbon (High Carbon Steel/ Carbon Tool Steel; CTS)

2. HSS (High Speed Steel)

3. Paduan Cor Nonferro (Cast Nonferrous Alloys; Cast Carbides)

4. Karbida (Cemented Carbides; Hardmetals)

5. Keramik (Caramics)

6. CBN (Cubic Boron Nitrides) dan

7. Intan (Sintered Diamond and Natural Diamond).

Ditinjau dari bentuk dan pemakaiannya pahat bubut dapat dibedakan atas

oleh pahat kasar dan pahat halus. Disamping bentuk pahat ini menentukan akan

kegunaan yaitu ; pahat sisi, pahat alur, pahat potong, pahat ulir dan pahat bentuk

lainnya. Dilihat dari bentuk kepala pahatnya masih dapat dibedakan lagi yaitu ;

pahat lurus, pahat bengkok, kepala ditipiskan dan kepala dikembangkan dan arah

penyayatan masih dapat juga digolongkan yaitu pahat dalam kanan dan pahat kiri.

Page 10: Muttaqin, St

10

Pahat kasar dipakai untuk pekerjaan kasar baik untuk penyayatan melintang

baik untuk penyayatan memanjang. Pahat halus dipakai untuk pengerjaan

penyelesaian dan halus, pahat ini adakalanya mata sayatnya runcing dan ada pula

yang lebar dan radius. Pahat sisi dipakai untuk pengerjaan melintang dan untuk

pengerjaan pinggir (tepi) biasanya pahat dipasang miring maka dengan cara ini

adalah dari arah dalam ke arah luar.

2.3.2 Pahat karbon

Baja dengan kandungan karbon yang relatif tinggi (0,7% - 1,4% C) tanpa

unsur lain atau dengan prosentasi unsur lain yang rendah (2% Mn, W, Cr) mampu

mempunyai kekerasan permukaan yang cukup tinggi. Dalam proses laku panas

kekerasan yang tinggi ini (500 – 100 HV) dicapai karena terjadi transformasi

martensitik. Karena martensit akan melunak pada temperatur sekitar 250 0C maka

baja karbon ini hanya bisa digunakan pada kecepatan potong yang rendah dan

hanya digunakan untuk memotong logam yang lunak ataupun kayu. (Toufik

Rohim, 1995).

2.3.3 Pahat HSS

Pada tahun 1898 ditemukan jenis baja paduan tinggi dengan paduan krom

(Cr) dan tungsten/wolfram (W). Melalui proses penuangan (molten metallurgy)

kemudian diikuti pengerolan ataupun penempaan baja ini dibentuk menjadi batang

atau silinder. Pada kondisi lunak (annealed) bahan tersebut dapat diproses secara

pemesinan menjadi berbagai bentuk pahat potong. Setelah proses laku panas

dilaksanakan, kekerasannya akan cukup tinggi sehingga dapat digunakan pada

kecepatan potong yang tinggi sehingga dinamakan dengan Baja kecepatan tinggi

(high speed steel). Apabila telah aus HSS dapat diasah sehingga mata potongnya

tajam kembali.

HSS sering dikategorikan sebagai HSS konvensional dan HSS spesial,

seperti pada tabel berikut:

Page 11: Muttaqin, St

11

Tabel 2.2 Kategori pahat HSS

Jenis Pahat HSS Standar AISI

A. HSS Konvensional

- Molybdenum HSS M1, M2, M7, M10

- Tungsten HSS T1, T2

B. HSS Khusus

- Cobalt added HSS M33, M36, T4, T5, T6

- High vanadium HSS M3-1, M3-2, M4, T15

- High hardness co HSS M41, M42, M43, M44, M45, M46

- Cast HSS

- Powdered HSS

- Coated HSS

Sumber Taufik Rohim 1995

2.3.4 Umur pahat

Pahat mempunyai umur artinya tidak selamanya dapat digunakan terus tanpa

menyebabkan kerugian-kerugian yang tidak dikehendaki. Sebagaimana halnya

temperatur pemotongan umur pahat dapat dianalisis secara teoritik guna

mengetahui variabel penentunya. Keausan pahat akan tumbuh atau membesar

dengan bertambahnya waktu pemotongan sampai pada suatu saat pahat yang

bersangkutan dianggap tidak dapat digunakan lagi karena telah ada tanda-tanda

tertentu yang menunjukkan bahwa umur pahat telah habis.

Semakin besar keausan atau kerusakan terhadap pahat maka kondisi pahat

akan semakin kritis. Jika pahat tersebut masih tetap digunakan maka pertumbuhan

keausan akan semakin cepat dan pada suatu waktu saat ujung pahat sama sekali

akan rusak. Kerusakan seperti ini tidak boleh terjadi sebab gaya pemotongan akan

sangat tinggi sehingga dapat merusakkan seluruh pahat, mesin perkakas dan benda

kerja. Untuk menghindari hal tersebut ditetapkan suatu batas harga keausan

(dimensi dari keausan tepi atau keausan kawah) yang dianggap sebagai batas kritis

Page 12: Muttaqin, St

12

dimana pahat tidak boleh digunakan. Batas keausan yang diizinkan bagi pahat

sebagaimana diterakan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Batas Keausan Kritis

Pahat Benda KerjaHarga keausan

tepi ,mm (VB)Rasio kawah (K)

HSS

Karbida

Karbida

Keramik

Baja & Besi tuang

Baja

Besi tuang & non ferro

Baja & Besi tuang

0.3 s/d 0.8

0.2 s/d 0.6

0.4 s/d 0.6

0.3

-

0.3

0.3

-

Sumber : Taufiq Rohim 1995 : 120

Tabel tersebut merupakan petunjuk umum batas keausan dimana harganya

tergantung pada jenis pahat dan benda kerja. Semakin keras pahat yang digunakan

atau semakin tinggi gaya potong spesifik maka diperlukan batas keausan yang

rendah. Dengan menentukan kriteria saat habisnya umur pahat, maka umur pahat

dapat ditentukan mulai dengan pahat baru (setelah diasah) sampai pahat yang

bersangkutan dianggap tidak dapat digunakan lagi. Dimensi dari umur dapat

merupakan besaran waktu (menit) yang dapat dihitung secara langsung maupun

secara tidak langsung dengan mengorelasi terhadap besaran lain. Hal tersebut

dimaksudkan untuk mempermudah prosedur perhitungan sesuai dengan jenis

pekerjaan yang dilakukan. Dimensi umur pahat ditentukan dengan waktu total

pemotongan (tc), panjang total permesinan (L) dan jumlah produk yang

dihasilkan.\Untuk mendukung dan menjaga ketahanan umur pahat dan baiknya

pembentukan beram disaat penyayatan diperlukan pendinginan karena menurut

Taufiq Rochim (1995), secara umum peran utama cairan pendingin adalah

mendinginkan dan melumasi. Cairan pendingin mampu membantu membersihkan

geram yang menempel dirongga antara serbuk abrasif sehingga menjamin

kelangsungan proses pembentukan geram. Temperatur tinggi yang terjadi

dilapisan luar benda kerja bisa dikurangi sehingga tidak merusak struktur

metalografi material produk.

Page 13: Muttaqin, St

13

Cairan pendingin yang biasa dipakai dalam proses pemesinan dapat

dikategorikan dalam empat jenis utama yaitu :

1. Straight oils (minyak murni)

2. Soluble oils

3. Semisynthetic fluids (cairan semi sintetis)

4. Synthetic fluids (cairan sintetis).

Untuk memperkecil kerusakan pahat potong dan memperhalus permukaan

produk hasil pemesinan, pendingin mutlak diperlukan. Keuntungan lain dari

cairan pendingin sewaktu proses pemotongan adalah:

1. Mengurangi kenaikan temperatur kerja yang berlebihan

2. Menghasilkan permukaan yang lebih halus

3. Membersihkan pahat (tool) dari geram

4. Menghindari terjadinya korosi

5. Mengurangi hilangnya panas akibat gesekan

6. Memperpanjang umur pahat

7. Menghasilkan gaya potong yang rendah.

2.4 Mesin Bubut

Mesin bubut (Lathe Machine) adalah mesin yang mempunyai gerak utama

memutar dan berfungsi merubah bentuk dan ukuran benda kerja dengan jalan

menyayat dengan alat potong (cutter) yaitu pahat. Dimana gerakan utamanya

adalah objek benda kerja berputar.

Jadi prinsip gerak utamanya adalah gerak berputar dari benda kerja dan

gerak kecepatan dari mesin, sehingga gerakan pemotongan merupakan gerak

melingkar. Gerakan melingkar berasal dari proses utama yang digerakkan oleh

elektro motor sebagai sumber penggerak yang umumnya terletak di kepala tetap

mesin bubut. Didalam kepala tetap ini terdapat sumbu utama dan bagian-bagian

lainnya untuk mendapatkan perputaran dengan perantara sabuk penjalan atau tali

V (fimble).

Ukuran mesin bubut dinyatakan dalam diameter benda kerja yang dapat

diputar, sehingga sebuah mesin bubut 400 mm adalah mesin yang memiliki ruang

Page 14: Muttaqin, St

14

bebas cukup di atas rel bangku untuk mengerjakan diameter 400 mm. tetapi,

ukuran kedua diperlukan untuk menentukan kapasitas ukuran selanjutnya dari

mesin, dalam pernyataan panjang benda kerja. Beberapa pabrik menyatakannya

dalam panjang maksimum benda kerja di antara kedua pusat mesin bubut,

sedangkan pabrik lain menyatakannya dalam panjang bangku.

Gambar 2.2 Mesin BubutSumber : Amstead, 1995

2.5 Proses Permesinan Bubut

Bagi suatu tingkatan proses, ukuran objektif ditentukan dan pahat harus

membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran objektif tersebut itu

dicapai. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar mesin proses pemesinan,

yaitu :

- Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min)

- Kecepatan makan (feeding speed) : v f (mm/min)

- Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)

- Waktu pemotongan (cutting time) : t c (min)

- Kecepatan penghasilan beram

(rate of metal removal) : z (cm 3 / min)

Page 15: Muttaqin, St

15

Harga putaran poros utama umumnya dibuat bertingkat dengan aturan yang

telah distandarkan. Sesuai acuan mesin bubut pada Lab. Jurusan Teknik Mesin

Universitas Malikussaleh dengan kode Mesin LG – 460A x 1000, maka putaran

yang distandarkan adalah 25, 36, 55, 80, 90, 130, 200, 300, 540, 790, 1200 dan

1800 rpm.

Elemen dasar dari proses bubut dapat diketahui atau dihitung dengan

menggunakan rumus yang dapat diturunkan dengan memperhatikan gambar

berikut :

Gambar 2.3 Proses bubutSumber : Taufik Rohim, 1995

Dimana :

do = Diameter mula ; mm

dm = Diameter akhir ; mm

lt = Panjang pemesinan ; mm

kr = Sudut potong utama ; 0

0 = Sudut berat ; 0

a = Kedalaman potong ; mm

n = Putaran poros utama (benda kerja) ; rpm/min

f = Gerak makan ; mm/rpm.

Elemen dasar dapat dihitung dengan persamaan berikut ;

i. Kecepatan potong

Page 16: Muttaqin, St

16

v =1000

.. nd=

d

v

.

1000.

(2.1)

Dimana d = diameter rata-rata, yaitu :

d = 2/)( mo dd

- Kecepatan makan

v f = f . n

Pada Gambar 2.4 dijelaskan jenis penyayatan bubut menurut gerakan laju pahat.

Gambar 2.4 Jenis pembubutan menurut arah gerakan laju

Sumber : Schonmetz, 1990

Jenis pembubutan menurut arah gerakan laju :

a. Pembubutan memanjang (Gambar 2.4a). gerakan laju berlangsung sejajar

dengan sumbu putaran. Dengan demikian bidang permukaan luar benda kerja

(bidang garapan lengkung) yang digarap. Gerakan penyetelan menempatkan

perkakas pada posisi penyayatan yang tepat pada benda kerja setelah setiap

penyayatan. Kedalaman tusukan ditentukan oleh penyetelan tegak lurus

terhadap sumbu putaran.

Page 17: Muttaqin, St

17

b. Pembubutan membidang (Gambar 2.4b). gerakan laju berlangsung tegak lurus

terhadap sumbu perputaran (bidang garapan datar). Dalam pada itu benda

kerja memperoleh panjang yang tepat. Arah laju dapat dari luar ke pusat

perputaran atau sebaliknya. Penyetelan (kedalaman tusukan) berlangsung

sejajar dengan sumbu perputaran setelah setiap penyayatan.

c. Jika gerakan laju berlangsung menyudut/ miring terhadap sumbu perputaran.

Maka dihasilkan kerja yang berbentuk kerucut (Gambar 2.4c)

d. Pembubutan alur berlangsung hanya dengan gerakan laju tegak lurus

terhadap sumbu perputaran (Gambar 2.4d)

e. Dengan gerakan laju sejajar dan tegak lurus terhadap sumbu perputaran

pada saat yang sama dihasilkan benda kerja bulat atau benda kerja rotasi

lainnya (Gambar 2.4e).

Waktu untuk menghasilkan produk atau waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan (memotong bagian tertentu produk) dengan cara

yang tertentu (menggunakan suatu jenis pahat) adalah merupakan variabel yang

pentingdalam rangka penentuan kondisi pemesinan optimum. Untuk jumlah

produk yang cukup besar maka secara kasar dapat ditentukan waktu pemesinan

rata- rata untuk mengerjakan satu produk, yaitu dengan cara membagi seluruh

waktu yang digunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan. Akan tetapi, cara

ini tidak baik untuk dilaksanakan karena tidak memberikan informasi yang jelas

mengenai komponen waktu (bagian waktu total) yang berkaitan dengan setiap

langkah pengerjaan. Sesuai dengan tujuan optimisasi maka diinginkan pembagian

waktu menurut komponennya sehingga dapat diketahui komponen waktu yang

mana yang mungkin dapat diperkecil.

Secara garis besar dapat dikelompokkan 2 macam komponen waktu yaitu :

a. komponen waktu yang dipengaruhi oleh variabel proses dan,

b. komponen waktu yang bebas.

Untuk menghasilkan satu produk, maka diperlukan komponen- komponen waktu

sebagai berikut :

Komponen waktu yang dipengaruhi oleh variabel proses ;

Page 18: Muttaqin, St

18

t c =f

t

v

l=

fn

lt

.(min/produk) ( 2.2)

Dimana,

t c = waktu pemotongan sesungguhnya (real cutting time)

l t = panjang pemesinan; mm

v f = kecepatan makan, mm/min.

2.5.1 Panas pemotongan pahat

Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses

gesekan, antara beram dengan pahat dan antara pahat dengan benda kerja. Panas

ini sebagian besar terbawa oleh beram, sebagian merambat melalui pahat dan

sisanya mengalir melalui benda kerja menuju ke sekeliling.

Kerja mekanik dalam proses pemotongan yang bebas getaran seluruhnya

diubah menjadi panas. Energi mekanik per satuan waktu atau daya mekanik yang

diubah menjadi energi panas per satuan waktu tersebut ditulis dari persamaan ;

Q = Q sh + Q + Q ; (W) ( 2.3)

Dimana :

Q = Panas total yang dihasilkan per detik

=60

.vFv ; (J/s atau W)

Q sh = Panas yang dihasilkan per detik pada bidang geser

=60

. ss vF; (J/s atau W)

Q = Panas yang dihasilkan per detik pada bidang beram

=60

. cvF; (J/s atau W)

Q = Panas yang dihasilkan per detik pada bidang utama.

Berdasarkan hasil penelitian pada berbagai kondisi pemotongan, prosentase

panas yang dihasilkan pada bidang geser, bidang beram dan bidang utama

masing-masing berkisar antara harga 80%, 18% dan 2%. Panas tersebut sebagian

Page 19: Muttaqin, St

19

akan terbawa oleh beram, sebagian mengalir menuju ke pahat dan benda kerja

dengan prosentase berikut ;

Q = Qc + Qs + Qw ; (W) ( 2.4)

Dimana :

Qc = Panas yang terbawa oleh beram 75%

Qs = Panas yang merambat melalui pahat 20%

Qw = Panas yang merambat melalui benda kerja 5%.

2.5.2 Gaya pemotongan pahat

Saat pemotongan mulai berlangsung, gaya potong (Fv) akan membesar.

Daerah dimuka mata potong akan menderita tegangan geser dengan orientasi dan

harga yang bervariasi. Salah satu bidang akan mengalami tegangan geser yang

terbesar dan dengan naiknya gaya potong maka tegangan geser pada bidang

tersebut (bidang geser) akan melampaui batas elastis (yield) sehingga terjadi

deformasi plastik yang menyebabkan terbentuknya beram.

Tabel 2.4 analisis teoritik kenaikan temperatur pahat

t c : waktu

pemotongan

v 1 : 10 m/min

temperatur ; 0 C

v 2 : 15 m/min

temperatur ; 0 C

V 3 : 20 m/min

Temperatur ; 0 C

0,02 detik 292 366 430

0,24 detik 339 425 500

1 detik 369 463 544

1 menit 472 592 696

10 menit 542 680 799

30 menit 579 726 853

1 jam 603 757 890

5 jam 665 834 980

8 jam 684 858 1008

Sumber Taufik Rohim (1995 : 126)

Page 20: Muttaqin, St

20

Dalam kenyataan temperatur akan lebih rendah daripada harga diatas karena

adanya efek pendingin lewat konveksi ataupun penghentian/ interupsi

pemotongan.

2.6 Perlakuan Panas

Perlakuan panas adalah proses pendinginan dan pemanasan logam padat

untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu daripada logam tersebut dalam batas-batas

kemampuannya. Semua logam dapat di heat treathment, walaupun beberapa

diantaranya memberi pengaruh yang kecil akan tetapi khususnya sebagian besar

baja-baja berpengaruh besar. Tujuan perlakuan panas adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan keliatan (ductility)

b. Memperbaharui kualitas mesinnya

c. Menghilangkan tegangan

d. Mengubah ukuran butiran

e. Meningkatkan kekerasan, kekuatan tarik

f. Mengubah komposisi kimia dari permukaan logam seperti case hardening

g. Mengubah sifat magnetis

h. Mengubah sifat penghantar listrik

i. Meningkatkan keras dan liat (toughness)

j. Pengkristalan ulang dari logam yang telah dikerjakan dingin.

Proses perlakuan panas dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :

1. Perlakuan yang menghasilkan kondisi setimbang (equalibrium)

Misalnya ; melunakkan (annealing), hasilnya : liat, lunak-kekuatan berkurang.

2. Perlakuan yang menghasilkan kondisi tidak seimbang.

Misalnya ; pengerasan (hardening), sedang memudahkan (tempering) adalah

memperbaiki kekerasan hingga tidak sampai rapuh.

Pada proses perlakuan panas, ada 3 (tiga) faktor yang dapat mempengaruhi sifat

dari logam, yaitu :

1. Temperatur pemanasan

2. Lamanya pemanasan (holding time/socking) pada temperatur tetap

Page 21: Muttaqin, St

21

3. Kecepatan pendinginan (cooling rate)

4. Kandungan metal (komposisi kimia).

Dalam proses pengerasan logam terutama baja, unsur zat arang (karbon)

sangat dominan untuk tercapainya tingkat kekerasan tertentu.

2.7 Baja Karbon

Baja karbon dalam penelitian ini digunakan sebagai spesimen uji penyayatan

pahat. Baja karbon yang lazim digunakan di pasaran disebut juga baja lunak (mild

steel). Baja karbon yang terbagi dalam 3 golongan (baja karbon rendah, baja

karbon sedang dan baja karbon tinggi) yang memiliki unsur karbon (C) 0,03 %

sampai 0,75 % merupakan logam yang lazim manfaatkan dalam konstruksi dan

pembuatan peralatan mekanis.

Menyadari pemanfaatan baja karbon secara dominan di dunia perindustrian

dan bentuk produk berbagai macam komponen-komponen, suku cadang yang

membutuhkan berbagai macam sifat-sifat fisis tertentu atau sesuai dengan

kebutuhan, dimana pada proses perlakuan panas baja karbon, unsur karbon sangat

berpengaruh, sebagai contoh agar baja karbon rendah dapat berubah sifatnya

sesuai dengan kebutuhannya perlu ditambahkan unsur karbon dengan

memfusikannya. (Amstead, 1995).

a. Baja karbon rendah (low carbon steel)

Jenis baja karbon rendah dikenal dengan baja lunak atau mild steel, karena

baja ini mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat seperti :

- Lunak, tegangan tarik maksimum 37 kg/mm2

- Mudah dibentuk dan dikerjakan di mesin

- Kandungan karbon 0,03 – 0,30% C

- Tidak untuk dikeraskan dan relatif tak dapat dikeraskan, kecuali case

hardening atau pengerasan lapisan luarnya saja.

Page 22: Muttaqin, St

22

b. Baja karbon menengah (medium carbon steel)

Mempunyai kandungan karbon antara 0,35 – 0,60%C. ciri-ciri umumnya

adalah :

a. Lebih kuat

b. Lebih keras

c. Tidak mudah dibentuk atau ditempa

d. Lebih sulit untuk di las

e. Dapat dikeraskan dengan baik.

Baja karbon menengah sering disebut baja karbon sedang, banyak digunakan

untuk keperluan alat-alat perkakas bagian-bagian mesin. Pada penelitian ini akan

digunakan baja karbon sedang AISI 1050 dengan kandungan karbon 0,48-0,55 % C.

c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)

Baja ini mengandung karbon antara 0,60 – 0,75% C. ciri-ciri umum adalah

sebagai berikut :

- Kuat sekali

- Sangat keras

- Sulit dibentuk

- Semakin banyak karbon akan semakin getas

- Akibat unsur-unsur sulfur dan fosfor akan berkurang sifat ductik,

mallcability

- Dapat diproses heat threatment dengan baik.

Banyak digunakan untuk keperluan pembuatan pegas, alat-alat perkakas

seperti ; paron (landasan), palu baja, gergaji dan alat-alat potong. Dalam

pemilihan bahan benda kerja untuk dijadikan komponen-komponen pada mesin,

ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, antara lain pertimbangan

fungsi, pembebanan, kemampuan bentuk dan kemudahan pencarian di pasaran

(Nieman, 1981 : 85). Beberapa jenis baja memiliki sifat-sifat yang tertentu sebagai

akibat penambahan unsur paduan. Salah satu unsur paduan yang sangat penting

dapat mengontrol sifat baja adalah karbon (C), untuk tiap tingkatan kekerasan

Page 23: Muttaqin, St

23

bahan tersebut apabila dikerjakan pada mesin-mesin produksi termasuk pada

pembubutan akan memiliki tingkat kualitas permukaan yang berbeda-beda untuk

masing-masing tingkat kekerasan bahan tersebut, hal tersebut dapat langsung

dilihat pada bekas hasil pengerjaan pada permukaan benda kerja maupun pada

keausan pahat potong.

Page 24: Muttaqin, St

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Berdasarkan pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, maka

penulis menggunakan metode penelitian eksperimen. Tahapan eksperimen yang

penulis lakukan adalah pengujian material untuk kemudian diteliti dan diambil

nilai perbandingan. Tahapan tersebut ditampilkan pada diagram alir penelitian.

3.1 Tempat dan Waktu

3.1.1 Tempat

Penelitian dan pengujian dilaksanakan di Laboratorium Politeknik Negeri

Lhokseumawe dan perbengkelan bubut di daerah Simpang Ulim Aceh Timur.

3.1.2 Waktu

Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 dan

selama 4 bulan penyusunan yang mencakup waktu pelaksanaan pengumpulan

data, persiapan bahan dan peralatan penelitian, penyusunan skripsi dan

bimbingan.

3.2 Bahan dan Peralatan

3.2.1 Bahan

Material yang dipakai untuk uji keausan adalah baja karbon setelah

dilakukan pemanasan dengan temperatur yang bervariasi kemudian diuji

menggunakan pahat bubut HSS untuk kemudian dilihat keausannya. Pahat ini

umum digunakan pada dunia perbengkelan serta mudah didapatkan sehingga tidak

sulit bagi penulis untuk melakukan pengujian terhadap spesimen ini. Sedangkan

material uji adalah baja karbon berdiameter 35 mm dan panjang 100 mm. Dimensi

material uji seperti pada Gambar 3.1.

24

Page 25: Muttaqin, St

25

Gambar 3.1 Dimensi Spesimen uji

3.2.2 Peralatan

Dalam penelitian ini akan melibatkan berbagai peralatan pendukung

untuk kesempurnaan prosedur penelitian. Adapun alat-alat yang dibutuhkan

adalah :

a. Open Pemanas

b. Tang penjepit

c. Pahat HSS

d. Material benda kerja baja karbon sebagai bahan uji

e. Jangka sorong untuk alat ukur

f. Mesin Bubut

g. Timbangan digital.

Gambar 3.2 Open Pemanas

100 mm

35

mm

Page 26: Muttaqin, St

26

Pahat bubut sebelum digunakan terlebih dahulu diasah untuk penentuan

bidang potong. Untuk penyayatan baja karbon, maka sudut penyayatan sebesar

740 dengan sudut bebas 80. Pada Gambar 3.3 ditunjukkan pahat bubut setelah

diasah bidang potong.

Gambar 3.3 Pahat HSS ukuran ½ Inchi

Sudut pengasahan pahat bubut HSS untuk penyayatan baja ditampilkan pada

Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Sudut penyayatan pahat

Sumber : Taufiq Rochim, 1995

Page 27: Muttaqin, St

27

3.3 Prosedur Pengujian

Prosedur dan metode pengujian akan memberikan hasil yang baik bila

sebelumnya telah dibuat rencana sebagai langkah-langkah kerja sesuai diagram

alir penelitian.

Langkah pengujian dapat diuraikan secara garis besar sebagai berikut :

1. Pahat HSS diasah sudut potong dengan ukuran yang sama sebanyak 3 batang

dengan pengasahan kedua sisi potong

2. Melakukan pemanasan terhadap spesimen uji potong berupa baja karbon

bentuk silindris, dengan variasi pemanasan 500 0C, 600 0C, dan 800 0C.

masing-masing spesimen uji potong sebanyak 2 batang, total spesimen uji

penyayatan sebanyak 6 batang

3. Spesimen uji potong yang telah dipanaskan diuji penyayatan pada mesin bubut

menggunakan pahat-pahat yang telah dikelompokkan berdasarkan besar

temperatur pemanasan.

4. Melihat terjadinya keausan pada bidang potong dengan cara menggunakan

microscope atau dengan cara penimbangan terhadap pahat bubut sebelum

penyayatan dan setelah penyayatan.

5. Menganalisa perbandingan bentuk keauasan pahat bubut.

Langkah penyayatan telah ditentukan besar putaran yang seragam

berdasarkan perhitungan yaitu sebesar 300 Rpm dan tebal penyayatan sebesar

0,85 mm. Penyayatan ini dilakukan berulang sebanyak 10 kali penyayatan.

Feeding penyayatan sebesar 0,25 mm/r. Penggunaan ukuran ini adalah ditentukan,

sedangkan nilai putaran berdasarkan perhitungan putaran mesin (n). Kecepatan

makan pahat hasil perhitungan diketahui 75 mm/menit dengan waktu yang

dibutuhkan dalam penyayatan panjang (lt) 50 mm selama 10 kali penyayatan yaitu

6,7 menit.

Page 28: Muttaqin, St

28

3.4 Dimensi Benda Uji

Untuk terlaksananya kegiatan penelitian, maka diperlukan benda uji

terhadap keausan pahat HSS. Pada Gambar 3.5 benda uji ditunjukkan berbentuk

poros dari bahan baja karbon.

Gambar 3.5 Spesimen uji baja karbon

Benda kerja baja karbon diikatkan pada chuck mesin bubut, dan pada bidang

penyayatan diluar chuck dilebihkan sepanjang 60 mm untuk pengujian penyayatan

sepanjang 50 mm. Pada Gambar 3.6 ditunjukkan cara pemasangan benda kerja

pada chuck mesin bubut terhadap pahat .

Gambar 3.6 Ilustrasi Pengikatan spesimen uji pada chuck mesin

Sumber : Bahan penelitian

Pahat

Benda Kerja

Chuck

Page 29: Muttaqin, St

29

3.5 Tahapan Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dimulai dengan pemotongan material uji (mild steel)

dengan ukuran yang telah ditetapkan yaitu panjang 100 mm sebanyak 6 batang.

Pemotongan material menggunakan mesin gergaji logam. Benda kerja dibagi

dalam empat kelompok, dimana tiga kelompok masing-masing berjumlah dua

batang akan dilakukan perlakuan panas variasi temperatur 500 0C, 600 0C dan

8000C. Lama pemanasan yaitu 4 jam untuk masing-masing kelompok benda kerja.

Pengasahan pahat dilakukan dengan ukuran yang sama, kemudian pahat

yang telah diasah kedua bidang sayatnya ditimbang menggunakan timbangan

digital sebagai acuan berat sebelum terjadi keausan setelah penyayatan. Nilai

penimbangan ini akan dibandingkan terhadap nilai penimbangan pahat setelah

proses penyayatan pada benda kerja.

Setiap penyayatan benda kerja dikerjakan dengan perlakuan yang sama

meliputi nilai putaran mesin setelah perhitungan didapatkan putaran 300 Rpm,

kemudian tebal penyayatan (deft of cut) sebesar 0,85 mm dan langkah pahat

(feeding) sebesar 0,25 mm/r. Proses penyayatan pada mesin bubut ditunjukkan

pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Proses penyayatan pada mesin bubut

Page 30: Muttaqin, St

30

Akhir yang dicapai dalam penelitian ini adalah melihat tingkat perbedaan

keausan yang terjadi pada bidang potong pahat HSS terhadap penyayatan baja

karbon yang tidak mendapatkan perlakuan panas (kondisi normal) dan setelah

baja karbon telah mendapatkan perlakuan panas yang variasi. Pada Gambar 3.8

diperlihatkan pahat HSS yang telah mengalami keausan pada bidang potongnya.

Gambar 3.8 Keausan pahat yang terjadiSumber : Hasil penelitian

Untuk mengetahui keausaan yang terjadi, spesimen pahat HSS ditimbang

menggunakan timbangan digital seperti diperlihatkan pada Gambar 3.9, sehingga

perbedaan berat yang terjadi berarti pahat telah mengalami pengikisan pada

bidang potong menyebabkan kehilangan beratnya.

Gambar 3.9 Pengukuran menggunakan timbangan digital

Keausan pahat

Page 31: Muttaqin, St

31

3.6 Diagram Alir Penelitian

Untuk mempermudah langkah pengerjaan, maka dibuat aliran penelitian

(flow chart) seperti pada Gambar 3.10.

- Pahat HSS - Baja karbon (mild steel)- Sudut potong 740 bentuk silindris

Pengelompokan bahan uji- tanpa perlakuan panas- temperatur 500 0C- temperatur 600 0C- temperatur 800 0C

- n = 300 rpm- a = 0,85 mm- f = 0,25 mm/r

Gambar 3.10 Diagram alir penelitian

PENYAYATAN BAHAN UJI

KESIMPULAN

MATERIAL YANGDIGUNAKAN

PERLAKUAN PANASBAHAN PENGUJI

PAHAT YANGDIGUNAKAN

PENELUSURAN LITERATUR

PERSIAPAN ALAT DANBAHAN UJI

MULAI

SELESAI

PEMBAHASANHASIL PENGUJIAN

Page 32: Muttaqin, St

32

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian

4.1.1 Pengujian penyayatan

Pengujian dilakukan terhadap spesimen setelah melewati 3 variasi

pemanasan menggunakan open pemanas. Material uji dikelompokkan dalam 2

kolom tabel yaitu berat pahat setelah diasah dan sebelum dilakukan penyayatan

dan berat pahat sesudah penyayatan untuk melihat kehilangan berat akibat

keausan mata sayat.

Namun sebelum meninjau keausan yang akan terjadi pada bidang potong

pahat HSS, harus terlebih dahulu dihitung prosedur pengerjaan pembubutan benda

kerja baja karbon. Perhitungan ini mencakup putaran mesin yang diizinkan,

kecepatan makan, dan waktu penyayatan. Berikut akan diuraikan pehitungan

tersebut.

Menurut Taufiq Rohim (1995) pengaruh kecepatan potong (v) yang

diizinkan untuk pahat HSS adalah antara 30 sampai dengan 50 m/menit. Maka :

v =1000

.. ndmaka ; n =

d

v

.

1000.

dimana :

v = kecepatan yang izinkan untuk pahat HSS ditentukan 30 m/menit

d = diameter benda kerja yang akan disayat

maka :

=35.14,3

1000.30

=9,109

30000

= 272,9 dibulatkan menjadi 300 Rpm.

32

Page 33: Muttaqin, St

33

Jadi putaran mesin yang diizinkan untuk penyayatan pahat HSS pada benda kerja

berdiameter 35 mm adalah 300 Rpm.

Langkah penyayatan (feeding) pada mesin bubut yang digunakan

diketahui 0,25 mm/r, dan panjang penyayatan sepanjang 50 mm. Maka kecepatan

makan pahat adalah :

vf = f . n

= 0,25 mm/r . 300 rpm

= 75 mm/menit.

Sedangkan waktu penyayatan dihitung dengan persamaan berikut.

tc =f

t

v

l

=menitmm

mm

/75

50

= 0,67 menit

Setiap penyayatan kedalaman potong (a) sebesar 0,85 mm. Untuk setiap

benda kerja uji dilakukan 10 kali penyayatan, sehingga waktu yang dibutuhkan

pada setiap benda kerja adalah :

ttotal = 0,67 menit x 10

= 6,7 menit.

Dan kedalaman penyayatan akhir benda kerja adalah :

= 0,85 mm x 10

= 8,5 mm.

Kegiatan penyayatan yang berulang-ulang ini dengan kecepatan konstan,

akan terjadi keausan pada ujung bidang potong pahat yang disebabkan gaya

penyayatan sisi potong dengan benda kerja. Namun tingkat keausan pahat ini akan

berbeda yang disebabkan kekerasan permukaan benda kerja baja karbon berbeda

akibat pengaruh perlakuan panas.

Hasil pengaruh keausan ini dapat ditunjukkan pada Tabel 4.1 di bawah ini.

Page 34: Muttaqin, St

34

Tabel 4.1 Kondisi pengaruh penyayatan terhadap berat pahat

Perlakuan PanasBahan Uji

Kehilangan berat pahat akibat aus (gr) PersentaseKehilanganBerat (%)

Sebelumpenyayatan

Sesudahpenyayatan

Kehilanganberat

Temp. 500 0C 179,17 178,77 0,4 0,22

Temp. 600 0C 178,33 178,29 0,04 0,02

Temp. 800 0C 177,33 176,75 0,58 0,33

Tanpa Perlakuan 180,295 180,235 0,06 0,03

Sumber : Hasil Penelitian

Pada Tabel 4.1 di atas dapat diterangkan bahwa pahat pada penyayatan

terhadap benda kerja pertama mengalami pengurangan berat yang relatif berbeda.

Pengurangan berat ini diakibatkan pengikisan (aus) pada bidang potong akibat

hasil gesekan penyayatan. Pada spesimen pahat penyayatan terhadap material baja

karbon yang telah dipanaskan sampai temperatur 800 0C mengalami tingkat

keausan tertinggi dimana pahat mengalami kehilangan beratnya sampai 0,58

gram. Sedangkan untuk penyayatan terhadap benda kerja yang tidak dilakukan

pemanasan kembali, penyayatan pahat tidak mengalami tingkat keausan yang

berarti atau hanya sebesar 0,06 gram.

4.2 Analisa Hasil

Hasil penyayatan pahat bubut HSS terhadap baja karbon (mild steel) yang

telah mengalami pemanasan kembali dengan variasi temperatur 500 0C, 600 0C

dan 800 0C serta tanpa perlakuan pemanasan didapatkan hasil bahwa pengaruh

kekerasan permukaan akibat pemanasan akan menyebabkan ketahanan bidang

potong pahat berpengaruh menjadi lebih cepat aus. Menggunakan kecepatan

potong 300 Rpm dan kedalaman makan yang relatif kecil yaitu sebesar 0,85 mm,

pahat tidak mampu terlalu lama untuk melakukan penyayatan dalam kondisi baik.

Sehingga sudah dapat dipastikan bahwa nilai kecepatan putaran mesin untuk

melakukan penyayatan baja karbon setelah dilakukan pemanasan tidak dapat

Page 35: Muttaqin, St

35

Kehilangan berat pahat hasil penyayatan

179,1

7

178,3

3

177,3

3

180,2

95

178,7

7

178,2

9

176,7

5

180,2

35

174

175

176

177

178

179

180

181

500 °C 600 °C 800 °C Tidak dipanaskan

Perlakuan bahan uji

Nilaibera

t(g

r)

Sebelum penyayatan Setelah penyayatan

dilakukan melebihi kecepatan 300 Rpm, karena gesekan yang terjadi akibat

pengaruh kecepatan yang relatif tinggi pada baja karbon yang lebih keras akan

membuat panas yang ditimbulkan menjadikan bidang potong pahat akan cepat

tumpul atau terkikis.

Pada Gambar 4.1 Grafik pengaruh berat pahat setelah proses penyayatan

dihasilkan berat pahat yang semakin menurun setelah melakukan penyayatan pada

baja karbon. Kehilangan berat ini adalah disebabkan terjadinya aus pada bidang

potong.

Gambar 4.1 Pengaruh berat pahat setelah penyayatan baja karbondengan kondisi berbeda

Grafik pada Gambar 4.1 di atas memperlihatkan bahwa pada spesimen

benda kerja baja karbon setelah pemanasan 800 0C mengalami perubahan berat

yang relatif tinggi disebabkan terjadi keausan. Persentase kehilangan berat pahat

akibat keausan setelah penyayatan material yang telah dipanaskan 800 0C sebesar

Page 36: Muttaqin, St

36

0,33%. Sedangkan baja karbon yang tidak dilakukan pemanasan, tidak mengalami

perubahan berat yang berarti atau tidak mengalami keausan atau hanya kehilangan

berat sebesar 0,03 %.

Sehingga dari penelitian ini didapatkan suatu hasil bahwa baja karbon

merupakan baja lunak yang dapat disayat dengan baik oleh pahat HSS dengan

sudut potong 740, namun jika baja karbon tersebut dipengaruhi panas kembali

maka akan mengalami kekerasan permukaannya yang tingkatannya tergantung

lamanya pemanasan dan tingginya temperatur panas. Akibat pengaruh ini juga

ikut mempengaruhi kekuatan potong dan umur pemakaian pahat HSS.

Page 37: Muttaqin, St

37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah menjalani proses penelitian melalui eksperimen di laboratorium

mesin bubut, maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Hasil penelitian melalui pengujian penyayatan pahat didapatkan pengurangan

berat yang diakibatkan pengikisan (aus) pada bidang potong akibat hasil

gesekan penyayatan. Pada spesimen pahat penyayatan terhadap material baja

karbon yang telah dipanaskan sampai temperatur 800 0C mengalami tingkat

keausan tertinggi dimana pahat mengalami kehilangan beratnya sampai 0,58

gram.

2. Dalam penelitian ini didapatkan suatu hasil bahwa baja karbon merupakan

baja lunak yang dapat disayat dengan baik oleh pahat HSS dengan sudut

potong 740, namun jika baja karbon tersebut dipengaruhi panas kembali maka

akan mengalami kekerasan permukaannya yang tingkatannya tergantung

lamanya pemanasan dan tingginya temperatur panas. Akibat pengaruh ini juga

ikut mempengaruhi kekuatan potong dan umur pemakaian pahat HSS.

5.2 Saran

Dari hasil analisa dan pembahasan perlu dibatasi dengan saran-saran objektif

yang efektif untuk solusi pengerjaan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Pada penyusunan tugas akhir penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut.

1. Penelitian keausan pahat dapat diteliti juga pada material benda kerja yang

memiliki kekerasan yang lebih tinggi seperti baja tahan karat dan baja paduan

lainnya.

2. Penggunaan mesin perkakas seperti mesin bubut harus diperhatikan aspek

keselamatan kerja, seperti kaca mata bening. Karena akibat pengaruh keausan

bidang potong pahat akan menyebabkan potongan beram beterbangan yang

37

Page 38: Muttaqin, St

38

sangat membahayakan mata jika terkena serpihan beram logam yang masih

panas. Oleh karena itu agar setiap melakukan operasional mesin bubur,

operator mengenakan kacamata bening.

Page 39: Muttaqin, St

39

DAFTAR PUSTAKA

- Anonym (PT. Arun LNG Co) Modul 1, 1984 Ilmu Pengetahuan Bahan

Sifat-sifat Bahan Logam

- A. Muin, Syamsir Ir, 1989. Dasar-dasar Perancangan Perkakas Dan Mesin-

Mesin Perkakas. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta

- Amstead BH, Ostwald F. Phillip, 1995. Teknologi Mekanik. Penerbit

Erlangga, Jakarta

- Daryanto. Drs, 1993. Dasar-dasar Teknik Mesin. Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta

- E. Shigley Joseph, Larry D. Mitchell, 1999 Perencanaan Teknik Mesin edisi

ke Empat Jilid 1, Penerbit Erlangga Jakarta

- Rochim Taufiq, 1995. Teori & Teknologi Proses Pemesinan

- Schonmetz, Sinnl, Reiter, Heuberger, 1990. Pengerjaan Logam Dengan

Mesin. Penerbit Angkasa Bandung

39