Page 1
MULTIPLE MYELOMA
PENDAHULUAN
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone
dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum
tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul
di dalam darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell
myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai
dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein.
Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui
mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi
cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf,
jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati,
perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-
obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan.1,2,3,4
INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari
100.000 populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple
myelosis di Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro
Amerika dan pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut
usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus
terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000
kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya.5,6
ETIOLOGI
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan
pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran.
Multiple myeloma telah dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih
keluarga inti dan pada kembar identik.7 Beragam perubahan kromosom telah
ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan
predominan kelainan pada 11q.8
1
Page 2
ANATOMI
Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti
vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur. 9
Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.
Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu
atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. 10
Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:
1. Diafisis
Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat
penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang.
2. Metafisis
Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
batang (diafisis).
3. Lempeng epifisis
Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa.
4. Epifisis
Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.
Gambar 1. Bagian dari tulang panjang matur 10
2
Page 3
Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan
ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang
kompak.
Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi :
1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar,
contohnya os humerus dan os femur.
2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa
carpi.
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os
scapula.
4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.
5. Ossa sesamoid, contoh: os patella.
Gambar 2. Sistem rangka pada manusia A tampak anterior dan B tampak lateral10
3
Page 4
PATOFISIOLOGI
Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah
munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS
(monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan
MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1%
resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.6
Tabel Patogenesis dan gambaran klinis pada multiple myeloma8
Temuan Penyebab yang mendasari
Patomekanisme
Hipercalsemia, fraktur patologi, kompresi saraf, lesi litik tulang, osteoporosis, nyeri tulang
Destruksi tulang Ekspansi tumor; produksi osteoclast activating factors OAF) oleh sel-sel tumor
Gagal ginjal Light chain proteinuria, hiperkalsemia, urate nephropathy, glomerulopati amiolodi (jarang)Pielonefritis
Efek toksik produk tumor, light chain, OAF, akibat kerusakan DNA
hipogammaglobulinemiaInfeksi Hipogammaglobulinemia,
penurunan migrasi neutrofil
Penurunan produksi yang berkaitan dengan tumor induced suppression, peningkatan katabolisme IgG
Gejala neurologic Hiperviskositas, krioglobulin, deposit amiloid, hiperkalsemia, kompresi saraf
Produk tumor ; sifat protein M ; light chain OAF
Perdarahan Berhubungan dengan factor pembekuan, kerusakan amiloid endothelium, disfungsi platelet
Produk tumor ; antibody terhadap factor pembekuan ; light chain, lapisan antibody platelet
Massa lesi Ekspansi tumor
4
Page 5
DIAGNOSIS
Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi
anatomi.
a. Gejala klinis
Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada
tulang, dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien
yang terdiagnosis. Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada
multiple myeloma dengan persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering
terjadi pada tulang vertebra lumbalis. 13
Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma. Kompresi
tulang belakang terjadi pada 10- 20% pasien. Gejala-gejala yang dapat
dipertimbangkan kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung,
kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas.13
Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang
diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa
somnolen, nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan
pada 30% pasien.
Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada
infeksi yang melibatkan infeksi pneumococcus, shingles dan Haemophilus11
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :14
Pucat yang disebabkan oleh anemia
Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni
Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah, atau
carpal tunnel syndrome.
Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma.
b. Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70%
kasus.Jumlah leukosit umumnya normal . Thrombositopenia ditemukan pada
sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah
tepi jarang ; proporsi plasma sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien
5
Page 6
dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien.
Hiperkalsemia ditemukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar
seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan
fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50%
proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau
imunofiksasi.6,8
c. Gambaran radiologi
1) Foto polos x-ray
Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multiple,
berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang,
dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini
umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan
secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang
pada pasien myeloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami
demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran
osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.6,8,11,15,16
Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami
kelainan tulang. Film polos memperlihatkan :
Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang,
terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum
pada jaringan myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin
merupakan tanda radiologis satu-satunya pada myeloma multiple.
Fraktur patologis sering dijumpai.11
Fraktur kompresi pada badan vertebra , tidak dapat dibedakan dengan
osteoprosis senilis.
Lesi-lesi litik “punch ou:” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi
yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan
massa jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan
pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra
6
Page 7
66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10%
dan scapula 10%.15
Gambar 3. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang
khas pada myeloma.9
Gambar 4. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV
lumbal 4 akibat plasmacytoma.9
7
Page 8
Gambar 5. Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran
khas suatu lesi myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas
pada regio interocanter. Lesi-lesi lebih kecil tampak pada trocanter mayor.9
2) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma.
Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT
Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang
konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat
deteksi.9
Gambar 6. CT Scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas
tegas , gambaran khas myeloma pada CT scan. Korteks tampak intak. 9
3) MRI
8
Page 9
MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas
ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada
deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus
di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi
T2.8,9,15
Sayangnya, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki
intensitas dan pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap
adanya penyakit namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk
diagnosis multiple myeloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan
aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien
dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat
keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.9
Gambar 7. Foto potongan koronal T1 weighted-MRI pada suatu lesi
myeloma di humerus. Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas
rendah. Batas korteks luar terkikis tetapi intak ; namun, lesi telah melewati
korteks bagian dalam.9
9
Page 10
Gambar 8. T1 weighted-MRI dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan
lesi myelomatosa yang predominan hipointens hingga isointens pada
medulla dari diafisis. Lesi tampak pada aspek anterior korteks.9
4) Radiologi Nuklir9
Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas
pada osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas
osteoblastik (formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin.
Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple
myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan
pemeriksaan lain untuk konfirmasi.
5) Angiografi9
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona
perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak
digunakan untuk mendiagnosis multiple myeloma.
10
Page 11
d. Patologi Anatomi14,15
Pada pasien multiple myeloma , sel plasma berproliferasi di dalam
sumsum tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali
dari limfosit, dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan
memiliki halo perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik.
Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple
myeloma. Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona
pucat perinuclear (halo). 14
Gambar 10. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma
ganas pada multiple myeloma 14
11
Page 12
Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada
pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan
konektif, metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah
dieksklusi adalah sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma
dengan salah satu dari kriteria berikut :6
- Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL)
- Protein monoclonal urine
- Lesi litik pada tulang
e. Sistem derajat multiple myeloma6-8,14
Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon
Durie system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging
System yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group
dan diperkenalkan pada tahun 2005.
Salmon Durie staging :
a) Stadium I
Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL
Level kalsium kurang dari 12 mg/dL
Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter
Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, IgA < 3 g/dL, urine < 4g/24
jam)
b) Stadium II
Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III
c) Stadium III
Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL
Level kalsium lebih dari 12 g/dL
Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang
Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, IgA > 5 g/dL, urine > 12
g/24 jam)
d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL
e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl
12
Page 13
International Staging System untuk multiple myeloma
a) Stadium I
β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL
CRP ≥ 4,0 mg/dL
Plasma cell labeling index < 1%
Tidak ditemukan delesi kromosom 13
Serum Il-6 reseptor rendah
durasi yang panjang dari awal fase plateau
b) Stadium II
Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau
Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL
c) Stadium III
Beta-2 microglobulin >5.5 g/dL
f. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien
memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk
trias berikut :6
Protein M serum atau urin (99% kasus)
Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang
Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang.
Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding multiple myeloma berupa
MGUS, smoldering myeloma, amiloidosis primer, dan metastasis karsinoma.6
Perbedaan pasien MGUS (benign monoclonal gammanophaty) dengan
pasien yang mengalami MM sulit bila pada awalnya ditemukan protein M.
pada pasien asimtomatik, protein M < 3g/dL, kurang dari 10% plasma sel
sumsum tulang, tidak ditemukan lesi osteolitik, anemia , hiperkalsemia, atau
gangguan ginjal merupakan ciri dari MGUS.6
Pada pasien asimptomatik dengan nilai protein M lebih dari 3 g/dL dan sel
plasma sumsum tulang lebih dari 10% sesuai untuk diagnosis smoldering
13
Page 14
myeloma. Pada pasien asimptomatik dengan protein M lebih dari 3g/dL dan
monoclonal light chain pada urine, MM lebih dipertimbangkan. 6
Perbedaan antara amiloidosis dan MM sulit karena keduanya merupakan
gangguan proliferative sel plasma dengan gejala-gejala berbeda tetapi
gambaran yang tumpang tindih. Pada amiloidosis , proporsi sel plasma
sumsum tulang biasanya kurang dari 20%, tidak ditemukan lesi osteolitik, dan
jumlah protein bence Johnson sedang. 6
Pada pasien tanpa komponen protein M dalam serum maupun urine, tetapi
ditemukan lesi osteolitik, suatu metastase kanker seperti hipernefroma,
sebaiknya diekslusi sebelum diagnosis nonsecretory myeloma
dipertimbangkan. Pada pasien dengan gejala konstitusional , lesi osteolitik
yang tersebar, komponen protein M sedang, dan kurang dari 10% sel plasma
sumsum tulang, metastase kanker dengan MGUS harus diekslusi.6
g. PENGOBATAN
Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada
tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal
yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan
dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib
dan lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam
bentuk intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang
bermakna pada myeloma. Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan
turunan dari thalidomide.4,6,8
Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang
optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem
sel autolog. Transplantasi ini secara potensial menyembuhkan myeloma,
namun peranannya terbatas karena tingkat mortalitas yang tinggi sekitar 30 –
50%.6,9
Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada
tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia
dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. bifosfonat
mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. 6
14
Page 15
Gambar 11. Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis
multiple myeloma(MM). ASCT = autologous stem cell transplantation; CR =
complete response; Dex = dexamethasone; MP = melphalan plus prednisone;
MPT = MP plus thalidomide; Rev/Dex = lenalidomide (Revlimid) plus Dex;
Thal/Dex = thalidomide plus Dex; VGPR = very good partial response.8
h. PROGNOSIS
15
Page 16
Meskipun rerata pasien multiple myeloma bertahan kira-kira 3 tahun,
beberapa pasien yang mengidap multiple myeloma dapat bertahan hingga 10
tahun tergantung pada tingkatan penyakit.13
Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System , angka rerata
pasien bertahan hidup sebagai berikut :6
Stadium I > 60 bulan
Stadium II , 41 bulan
Stadium III , 23 bulan
Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.
Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging
system maka rerata angka bertahan hidup pasien dengan multiple myeloma
sebagai berikut :6
stadium I , 62 bulan
stadium II, 44 bulan
Stadium III, 29 bulan.
16
Page 17
DAFTAR PUSTAKA
1. _________. Mieloma Multipel (multiple myeloma)[online]. Available
from http://medicastore.com/penyakit_subkategori/12/index.html. Diakses
tanggal 4 November 2009
2. McPhee ,Stephen J., Maxine A. Papadakis, Lawrence M. Tierney,Jr.2008.
Multiple Myeloma in 2008 Current Medical and Treatment. San
Fransisco : Mc Graw Hill-Lange
3. Dugdale ,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple Myeloma
[online]. available from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm. Diakses
tanggal 4 November 2009
4. Kyle ,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple
Myeloma [online]. Available from http://www.nejm.com .Diakses tanggal
3 November 2009
5. Glass,Jonathan , Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other
Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical
Management 2nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294
6. Richardson,Paul, Teru Hideshima, Kenneth C. Anderson. Multiple
Myeloma and Related Disorders in : Clinical Oncology 3rd ed.
Philadelpia : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm. 2955-2970
7. Kyle, Robert K. 2000. Plasma Cell Disorders in Cecil Textbook of
Medicine 21th ed. New York : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm 977-
982.
8. Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper,dkk.2005. Plasma
Cell Discrasia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed.
New York : McGraw Hill Medical Publishing Division
9. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple
Myeloma [online]. available from
http://emedicine.medscape.com/article/391742-overview. Diakses tanggal
3 November 2009
17
Page 18
10. Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health
and Illness. New York : Churcill Livingstone. p. 388-392
11. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit
Erlangga. p. 205-206
12. Herring, William. 2007. Learning Radiology : recognizing the basic /
William Harring 1th ed [online]. Available from
http://www.learningradiology.com. Diakses tanggal 4 November 2009
13. Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle. 2005. Multiple Myeloma :
Diagnosis and Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1371-
1382
14. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online].
Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.
Diakses tanggal 3 November 2009
15. Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku
Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hlm. 481-484
16. Eisenberg, Ronal L., Nancy M. Johnson. 2000. Comprehensive
Radiographic Pathology. New York : Mosby Elsevier. Hlm135-136
18