MONITORING JANTUNG TEKANAN DARAH ARTERI Kontraksi ritmis dari ventrikel kiri, memompa darah ke system vaskuler, menyebabkan denyut tekanan arteri. Puncak tekanan yang dihasilkan selama kontraksi arteri disebut tekanan darah sistolik arteri, tekanan yang dihasilkan selama relaksasi diastolik disebut tekanan darah diastolik arteri. Tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik. Waktu rata-rata dari tekanan arteri selama siklus denyut adalah tekanan arteri rata – rata (MAP). MAP dapat diperkirakan dengan rumus berikut : (SBP) + 2 (DBP) MAP = --------------------- 3 Pengukuran tekanan darah arteri sangat dipengaruhi dengan tempat pengukuran. Bila denyut bergerak ke arah perifer melalui pohon arteri, refleksi gelombang menunjukan bentuk gelombang tekanan, mengarah pada terciptanya tekanan sistolik dan nadi. Vasodilatator (misalnya isofluran, notrogliserin) cenderung memperlemah kejadian ini. Tingkat tempat pengukuran berhubungan dengan jantung akan menggantikan pengukuran tekanan darah karena efek gravitasi. Pasien dengan penyakit vaskuler perifer yang berat akan mempunyai perbedaan yang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MONITORING JANTUNG
TEKANAN DARAH ARTERI
Kontraksi ritmis dari ventrikel kiri, memompa darah ke system vaskuler,
menyebabkan denyut tekanan arteri. Puncak tekanan yang dihasilkan selama kontraksi arteri
disebut tekanan darah sistolik arteri, tekanan yang dihasilkan selama relaksasi diastolik
disebut tekanan darah diastolik arteri. Tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik
dan diastolik. Waktu rata-rata dari tekanan arteri selama siklus denyut adalah tekanan arteri
rata – rata (MAP). MAP dapat diperkirakan dengan rumus berikut :
(SBP) + 2 (DBP)
MAP = ---------------------
3
Pengukuran tekanan darah arteri sangat dipengaruhi dengan tempat pengukuran. Bila
denyut bergerak ke arah perifer melalui pohon arteri, refleksi gelombang menunjukan bentuk
gelombang tekanan, mengarah pada terciptanya tekanan sistolik dan nadi.
Vasodilatator (misalnya isofluran, notrogliserin) cenderung memperlemah kejadian ini.
Tingkat tempat pengukuran berhubungan dengan jantung akan menggantikan pengukuran
tekanan darah karena efek gravitasi. Pasien dengan penyakit vaskuler perifer yang berat akan
mempunyai perbedaan yang bermakna pada pengukuran tekanan darah antara tangan kanan
dan kiri. Nilai yang tertinggi harus digunakan pada pasien ini.
1. Monitoring Tekanan Darah Arteri secara Non invasif
Indikasi
Anestesi umum atau regional merupakan indikasi absolut untuk pengukuran
tekanan darah arterial. Teknik dan frekuensi dari penentuan tekanan sangat bergantung pada
kondisi pasien dan tipe operasi. Pengukuran dengan auskultasi setiap 3 – 5 menit dinilai
adekuat untuk kebanyakan kasus. Permasalahanseperti kegemukan, akan membuat auskultasi
1
tak dapat dipercaya, bagaimanapun juga pada kasus – kasus tersebut, tehnik doppler atau
oscilometrik mungkin lebih disukai.
Kontraindikasi
Meskipun beberapa metode pengukuran tekanan darah merupakan keharusan, tehnik
yang bergantung pada manset tekanan darah sangat dihindari pada ekstremitas dengan
kelainan vaskuler (misalnya shunt dialisis ) atau dengan jalur intravena.
Teknik dan Komplikasi
A. Palpasi
Tekanan darah sistolik dapat ditentukan dengan (1) lokasi terabanya denyut perifer (2)
memompa manset tekanan darah proksimal samapi aliran terhenti (3) membuka tekanan
manset2 – 3 mmHg tiap denyut nadi (4) mengukur tekanan manset dimana denyut teraba lagi.
Metode ini cenderung untung memperkecil tekanan sistolik, bagaimanapun juga, karena
ketidaksensitifan palpasi dan penundaan antara aliran dibawah manset dan di distal denyutan,
palpasi tidak menunjukan diastolik atau tekanan arteri rata – rata. Peralatan mudah dan
murah.
B. Probe Doppler
Ketika probe Doppler meng-gantikan jari seorang anestesiolog, pengukuran tekanan
darah arteri menjadi cukup sensitif untuk digunakan pada pasien yang gemuk, dan pada
pasien dengan syok.
Efek doppler adalah pergeseran yang nyata pada frekuensi gelombang suara ketika
sumber suara bergerak mendekati pemeriksa. Pantulan gelombang suara yang bergerak
menjauhi objek menyebabkan pergeseran frekuensi yang jelas. Probe dopler mentransmisikan
sinyal ultrasonik yang dipantulkan oleh jaringan dibawahnya. Perbedaan antara frekuensi
yang ditransmisikan dan yang diterima ditunjukan oleh karakteristik suara monitor. Udara
memantulkan ultrasonik, karena itu jelly (yang tidak korosif) harus dioleskan antara probe
dengan kulit. Posisi yang benar dari probe yang harus berada tepat diatas arteri, karena sinyal
2
harus melalui dinding pembuluh darah. Gangguan akibat gerakan probe atau elektrokauter
merupakan proses yang tidak menyenangkan.
Variasi dari teknologi Doppler menggunakan kristal piezoelektrik untuk mendeteksi
gerakan lateral dinding arteri pada saat penutupan dan pembukaan yang intermiten dari
pembuluh darah selama tekanan sistolik dan diastolik.
C. Auskultasi
Pengembangan dari manset tekanan darah menciptakan tekanan antara sistolik dan
tekanan diastolik akan kolaps parsial pada arteri tersebut, memproduksi aliran turbulen dan
karakteristik suara Korotkoff. Suara ini dapat didengar melalui stetoskop yang diletakkan
dibawah atau hanya dibawah- distal sepertiga manset tekanan darah yang dikembangkan.
Tekanan darah sistolik bertepatan dengan mulai terdengarnya suara korotkoff, tekanan
diastolik ditentukan dengan menghilangnya suara korotkoff.
Kadangkala suara korotkoff tak dapat didengar pada rentang sistolik dan diastolik.
Auskulatori gap sering terdapat pada pasien hipertensi dan dapat menyebabkan pengukuran
tekanan darah yang tak akurat.Suara korotkoff kadang sering sulit didengar selama episode
hipotensi atau vasokonstriksi perifer yang nyata.
D. Oscillometri
Pulsasi arteri menyebabkan oscilasi pada tekanan manset. Oscilasi akan melemah bila
manset dipompa melebihi tekanan sistolik. Ketika tekanan manset diturunkan ke tekanan
sistolik, pulsasi diteruskan ke seluruh manset dan oscilasi akan makin meningkat. Maksimal
oscilasi timbul ketika tekanan arteri rata-rata, kemudian oscilasi akan menurun. Karena
beberapa oscilasi ada di atas atau di bawah tekanan darah arteri, manometer aneroid atau
raksa dapat memberikan pengukuran yang besar dan tak dapat dipercaya. Monitor tekanan
darah otomatis secara elektronik mengukur tekanan dimana amplitudo oscilasi berubah.
Monitor oscilometer tidak seharusnya digunakan pada pasien dengan bypass cardio-
pulmonal.
Bagaimanapun juga, kecepatan, ketepatan dan kegunaan alat oscilometer telah banyak
berubah, dan menjadi monitor tekanan darah yang non invasif di Amerika Serikat.
3
Pertimbangan klinis
Pengantaran oksigen yang cukup ke organ vital harus dijaga selama anestesi. Sayangnya
instrumen pada organ perfusi tertentu dan oksigenasi sangat kompleks dan mahal, dan untuk
itu tekanan darah arteri diduga mencerminkan aliran darah organ. Aliran juga tergantung
pada resistensi vaskuler :
Gradient tekanan
Aliran = -------------------------
Resistensi vaskuler
Bila tekanan tinggi dan resistensi juga cukup tinggi, maka aliran dapat rendah.
Akurasi dari pengukuran tekanan darah melibatkan manset tekanan darah tergantung
ukuran manset yang tepat. Kantung manset karet harus meliputi sampai paling separuh
lingkar ekstremitas, dan lebarnya seharusnya 20 – 50% lebih besar dari diameter ekstremitas.
Monitor tekanan darah otomatis menggunakan satu atau kombinasi metode yang dikatakan di
atas, sering digunakan di anestesiologi. Pompa udara manset otomatis mengembangkan
manset pada interval tertentu. Pada kerusakan alat, metode alternatif untuk penentuan tekanan
darah harus segera tersedia.
MONITORING SISTEM RESPIRASI
PULSE OKSIMETRI
Indikasi dan Kontraindikasi
Pulse oksimetri wajib dipasang pada monitoring pasien intra operatif. Khususnya
berguna ketika oksigenasi pasien harus diukur sering karena adanya penyakit paru, prosedur
bedahnya sendiri, atau kebutuhan akan tehnik anestesi yang khusus. Pulse oksimetri juga
membantu dalam monitoring neonatus untuk resiko retinopati. Tidak ada kontraindikasinya.
Teknik dan Komplikasi
Pulse oksimetri mengkombinasikan prinsip oximeter dan plethysmograf untuk
mengukur saturasi oksigen secara non invasif pada darah arteri.sebuah sensor berisi sumber
4
sinar (2 atau 3 light emiting dioda), dan detektor sinar (photodiode) di letakkan pada jari
tangan, jari kaki, cuping telinga dan jaringan perfusi lainnya yang dapat ditransiluminasi.
Oksimetri tergantung pada observasi oksigenasi dan Hb yang menurun dibedakan
absorpsinya dari sinar merah dan infra merah (hukum Lambert-Beer). Khususnya,
oxyhemoglobin (HbO2) menyerap lebih banyak sinar inframerah (960 nm), sementara
deoxyhemoglobin lebih banyak menyerap sinar merah (660 nm) dan tampak biru atau
sianotik pada mata telanjang. Oleh karena itu, perubahan dari absorpsi sinar selama pulsasi
arteri adalah dasar penentuan oksimetri. Rasio absorpsi panjang gelombang merah dan
inframerah dianalisa oleh microprosesor untuk memberikan panjang gelombang saturasi
oksigen (SpO2) pulsasi arteri.
Pulsasi arteri diidentifikasi oleh plethysmograf, menyajikan koreksi terhadap absorpsi
oleh darah vena yang tidak berdenyut dan jaringan. Panas dari sumber sinar atau sensor
tekanan jarang sekali dapat menyebabkan kerusakan jaringan bila monitor tidak dipindahkan
secara periodik. Tidak perlu kalibrasi penggunaan.
Pertimbangan klinis
Selain SpO2, pulse oksimetri juga sebagai indikasi perfusi jaringan dan mengukur
denyut jantung. Karena SpO2 normalnya mendekati 100%, hanya ketidaknormalan nyata
yang dapat dideteksi pada kebanyakan pasien yang dianestesi. Bergantung pada kurva
disosiasi Hb pasien tertentu, saturasi 90% mungkin menandai PaO2 kurang dari 65 mmHg.
Hal ini dibandingkan dengan klinis yang terdapat sianosis, yang butuh 5 gr dari HB
desaturasi dan biasanya berhubungan dengan SpO2 kurang dari 80 %. Pada intubasi
endotrakeal biasanya akan tidak terdeteksi lagi oleh pulse oksimetri akan adanya penyakit
paru dan konsentrasi oksigen inspirasi yang rendah.
Karboksihemoglobin dan HbO2 menyerap sinar pada 660nm, karena itu pulse
oksimetri yang hanya membandingkan 2 panjang gelombang akan menghasilkan banyak
kesalahan pembacaan yang tinggi pada pasien yang menderita keracunan CO.
Methemoglobin mempunyai koefisien absorpsi pada panjang gelombang merah dan
inframerah. Hasil absorpsi 1 : 1 rasionya terkait pada pembacaan saturasi 85 %.
Methemoglobinemia menyebabkan kesalahan saturasi yang rendah dibaca ketika SaO2 justru
lebih besar dari 85 % dan kesalahan saturasi yang tinggi bila sebenarnya SaO2 < 85 %.
Kebanyakan pulse oxymetri didapatkan tidak akurat pada SpO2 yang rendah dan
semuanya menunjukkan penundaan antara perubahan SaO2 dan SpO2.
5
Probe telinga mendeteksi perubahan dalam saturasi lebih cepat daripada probe jari
sebagai akibat waktu sirkulasi paru – telinga yang lebih cepat. Hilangnya sinyal dari
vasokonstriksi perifer dapat disebabkan oleh blok jari dengan cairan anestesi. Penyebab
artifak pada pulse oksimetri lainnya termasuk bantaknya gerakan cahaya sekitar, pewarna
biru metilen, pulsasi vena, perfusi rendah (contohnya curah jantung yang rendah, HB yang
rendah, hipotermia, peningkatan resistensi perifer), posisi sensor yang salah dan kebocoran
sinar dari light emiting diode ke photodiode.
Bagaimanapun juga pulse oksimetri dapat membantu diagnostik cepat dari hipoksia
katastropik, yang dapat terjadi pada intubasi esofageal yang tidak disadari, dan dapat
membantu pengantaran oksigen ke organ vital. Di ruang pemulihan, pulse oksimetri
membantu mengidentifikasi masalah respirasi paska operasi seperti hipoventilasi berat,
spasme bronkus dan atelektasis.
ANALISA END-TIDAL CARBON DIOXIDE
Indikasi dan Kontraindikasi
Penentuan konsentrasi end-tidal CO2 (ETCO2) untuk konfirmasi ventilasi yang
adekuat selama prosedur anestesi. Kontrol ventilator pada meningkatnya tekanan intrakranial
dengan menurunkan PaCO2 mudah dimonitor dengan analisa ETCO2. Penurunan yang cepat
dari ETCO2 merupakan indikator yang cepat untuk emboli udara, komplikasi utama dari
craniotomi duduk. Tidak ada kontraindikasi.
Teknik dan Komplikasi
Kapnografi adalah monitor yang berharga untuk sistem respirasi, jantung dan pernapasan
anestesi. Dua tipe dari kapnograf biasanya digunakan tergantung pada absorpsi sinar
inframerah oleh CO2.
A. Flow-Through
Flow-through (aliran utama) kapnograf mengukur CO2 melewati sebuah adaptor yang
diletakkan pada sirkuit pernapasan. Transmisi sinar infra merah dan konsentrasi CO2
6
ditentukan oleh monitor. Karena permasalahan dengan aliran, model flow-through yang
lebih lama cenderung kembali ke nol selama inspirasi. Karena itu alat tersebut tidak mampu
mendeteksi CO2 inspirasi, yang dapat terjadi pada malfungsi sirkuit pernapasan. Berat sensor
menyebabkan traksi pada ETT dan panas yang dihasilkan dapat membakar kulit. Desain
terbaru mengatasi permasalahan ini.
B. Aspirasi
Aspirasi (aliran samping) kapnograf terus menerus menghisap gas dari sirkuit pernapasan
ke sampel sel dalam monitor. Konsentrasi CO2 ditentukan dengan membandingkan
penyerapan sinar infra merah pada sampel sel dengan sebuah rangan bebas CO2. Aspirasi
kontinyu dari gas anestesi biasanya menggambarkan kebocoran dalam sirkuit pernapasan
yang akan mengkontaminasi kamar operasi kecuali bila dibuang atau dikembalikan ke sistem
pernapasan.
Tingkat aspirasi yang tinggi (250ml/menit) dan sampel tubing dengan dead space rendah
biasanya meningkatkan sensitivitas dan menurunkan waktu lag. Bila volume tidal kecil (pada
pediatrik), bagaimanapun aspirasi yang tinggi dapat memasukkan gas segar dari sirkuit dan
dilusi pengukuran ETCO2.
Aspirasi yang rendah (< 50 ml/menit) dapat menghambat pengukuran ETCO2 dan
mengecilkan hasilnya selama ventilasi pernapasan cepat. Malfungsi katup ekspirasi dideteksi
dengan adanya CO2 dalam gas inspirasi. Meskipun gagal katup inspirasi menyebabkan
terhisapnya kembali CO2, hali ini tidak tampak nyata karena bagian volume inspirasi terbaca
nol saat fase inspirasi.
Unit aspirasi rentan terhadap presipitasi air dalam tube aspirasi dan sampel sel yang dapat
menyebabkan obstruksi dalam selang sampel dan pembacaan yang salah.
Pertimbangan klinis
Gas lain (misalnya nitrogen oksida) juga mengabsorpsi sinar inframerah
menyebabkan efek perluasan tekanan. Untuk meminimalkan kesalahan oleh nitrogen oksida,
macam – macam modifikasi dan filter telah disatukan dalam desain monitor. Kapnograf
secara cepat dan dapat dipercaya dalam mengindikasikan intubasi esofageal – penyebab yang
umum dari anestesi katastropik - tetapi tak dapat dipercaya untuk mendeteksi intubasi
endobronkial. Sementara mungkin ada CO2 dalam lambung dari udara luar yang tertelan (<10
7
mmHg) ini seharusnya dibuang keluar dalam beberapa nafas. Berhenti tiba – tibanya CO2
selama fase ekspirasi dapat mengindikasikan kerusakan sirkuit. Meningkatnya tingkat
metabolik disebabkan oleh hipertermi maligna yang menyebabkan peningkatan yang nyata
dalam ETCO2.
Gradien antara ETCO2 dan PaCO2 (normal 2 – 5 mmHg) menggambarkan ruang mati
alveolar (alveoli yang diventilasi tapi tidak memperfusi). Reduksi apapun terjadi dalam
perfusi paru (misalnya emboli udara, posisi ke kanan, menurunnya curah jantung atau
menurunnya tekanan darah), meingkatnya ruang mati alveolar, dilusi CO2 ekspirasi dan
berkurangnya ETCO2. Kapnograf yang sebenarnya menampilkan bentuk gelombang
konsentrasi CO2 yang menampilkan bermacam – macam keadaan.
MONITORING YANG LAIN
TEMPERATUR
Indikasi
Suhu tubuh pasien yang mengalami anestesi umum seharusnya diawasi. Prosedur
yang sangat singkat (kurang dari 15 menit) mungkin merupakan pengecualian dalam hal ini.
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi walaupun tempat pemeriksaan mungkin tak sesuai bagi
pasien tertentu.
Teknik dan Komplikasi
Selama operasi, suhu biasanya diukur dengan thermistor atau thermocouple.
Thermistor adalah semikonduktor yang resistensinya menurun tanpa ada peringatan.
Thermocouple adalah sirkuit 2 lempeng logam yang digabungkan sehingga perbedaan
potensial dihasilkan bila logam dalam suhu yang berbeda. Probe thermistor dan thermocouple
sekali pakai tersedia untuk monitoring temperatur dari membran timpani, rektum, nasofaring,
esofagus, kandunh kemih dan kulit.
Komplikasi pemeriksaan suhu adalah biasanya berhubungan dengan trauma yang
disebabkan oleh probe.
8
Pertimbangan klinis
Hipotermia biasanya didefinisikan sebagai suhu tubuh kurang dari 360C yang sering
terjadi selama anestesi dan operasi. Hipotermia menurunkan kebutuhan oksigen metabolik
karen itu terbukti protektif bagi iskemia serebral dan kardiak. Hipotermia yang tidak
disengaja mempunyai beberapa efek fisiologik yang merugikan. Bahkan, hipotermi
perioperatif dihubungkan dengan meningkatnya angka kematian
Menggigil paska operasi meningkatkan konsumsi oksigen 5 kali lipat, menurunkan
saturasi oksigen arteri dan berhubungan dengan meningkatnya resiko iskemia miokard dan
angina. Meskipun menggigil paska operasi dapat diterapi secara efektif dengan meperidine 25
mg, pemecahan masalah terbaik adalah dengan pencegahan utama dengan menjaga
normotermia. Insidensi hipotermia perioperasi yang tidak diinginkan meningkat dengan usia
yang ekstrim, operasi abdomen, operasi lama dan suhu ruangan operasi yang dingin.
Suhu inti (suhu darah sentral) biasanya turun 1 – 2 derajat selama jam pertama
anestesi umum (fase I), diikuti dengan penurunan yang bertahap selama 3 – 4 jam berikutnya
(fase II), bahkan mencapai titik tetap atau ekuilibrium (fase III). Redistribusi dari ruang panas
ke ruang hangat (misalnya abdomen, thoraks) ke jaringan yang lebih dingin (tangan, kaki)
dari vasodilatasi akibat anestesi menyebabkan perubahan yang tiba – tiba pada suhu dan
kehilangan panas memberikan kontribusi minor. Namun demikian, kehilangan panas yang
terus menerus terhadap lingkungan nampaknya merupakan penyebab utama atas penolakan
terus menerus yang lebih lambat. Selama kondisi stabil equilibrium, hilangnya panas sama
dengan produksi panas metabolik.
Secara normal hypothalamus mempertahankan suhu tubuh inti dalam range yang
sangat sempit (interthreshold range). Meningkatkan suhu tubuh adalah sebuah fraksi derajat
yang menginduksi keringat dan vasodilatasi, sementara menurunkan suhu memacu
vasokonstriksi dan menggigil. Selama anestesi umum, bagaimanapun juga tubuh tak dapat
mentolerir hipotermia karena anestesi menghambat pengaturan suhu sentral dengan
melibatkan fungsi hypothalamus.
Anestesi spinal dan epidural juga menyebabkan hipotermia dengan menyebabkan
vasodilatasi dan redistribusi panas tubuh yang jarang (fase I). Adanya kerusakan pada
pengaturan suhu dari anestesi regional yang menyebabkan hilangnya panas (fase II)
tampaknya disebabkan oleh gangguan persepsi suhu pada dermatom yang diblok- sebagai
9
kebalikan dari efek obat sentral yang terdapat pada anestesi umum. Baik anestesi umum
maupun regional meningkatkan jangkauan ambang batas, dengan mekanisme yang berbeda.
Penghangatan selama setengah jam sebelumnya dengan selimut hangat secara efektif
mencegah fase I hipotermi dengan menghilangkan gradien suhu sentral-perifer. Metode untuk
meminimalkan fase II dari kehilangan panas termasuk selimut penghangat, gas inspirasi yang
dihangatkan, penghangatan cairan intravena dan meningkatkan suhu ruangan operasi.
Insulator pasif seperti selimut katun hangat atau selimut seperti itu hanya mempunyai sedikit
kegunaan kecuali seluruh tubuh tertutup.
Setiap tempat monitoring mempunyai keuntungan dan kerugian. Membran timpani
secara teori menggambarkan temperatur otak karena suplai darah kanal auditoris adalah arteri
karotis eksterna. Trauma waktu insersi dan sumbatan serumen mengganggu penggunaan rutin
dari probe timpani. Temperatur rektal mempunyai respon yang lambat terhadap perubahan
suhu inti. Probe nasofaring rentan menyebabkan mimisan tetapi secara akurat mengukur suhu
inti bila diletakkan menempel mukosa nasofaring. Thermistor pada kateter arteri pulmonal
juga mengukur suhu inti.
Ada korelasi antar variabel antara suhu aksilaris dengan suhu inti, tergantung perfusi
kulit. Suhu esophagus kadang disatukan dengan stetoskop esophagus, memberikan kombinasi
yang baik antara ekonomis, penampilan dan keamanan. Untuk menghindari mengukur suhu
gas trakea, sensor suhu seharusnya diposisikan di belakang jantung pada sepertiga bawah
esophagus. Yang paling baik karena suara jantung paling jelas terdengar pada tempat ini.
KELUARAN URIN
Indikasi
Kateterisasi kandung kemih adalah satu – satunya metode yang dapat dipercaya untuk
mengawasi keluaran urin. Insersi kateter urin diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
kongesti, gagal ginjal, penyakit hepar lanjut atau syok. Kateterisasi rutin pada beberapa
prosedur bedah seperti operasi jantung, operasi aorta atau renal, craniotomy, operasi abdomen
mayor, atau operasi dengan pergeseran cairan yang banyak terjadi. Operasi yang lama dan
pemberian diuretik selama operasi merupakan indikasi.
Kadangkala, paska operasi kateterisasi kandung kemih diindikasikan untuk pasien
yang sulit mengosongkan kandung kemihnya di ruang pemulihan setelah anestesi umum atau
regional.
10
Kontraindikasi
Kateterisasi kandung kemih seharusnya dilakukan dengan hati – hati pada pasien
dengan resiko tinggi infeksi.
Teknik dan Komplikasi
Kateterisasi kandung kemih biasanya dilakukan oleh personel bedah atau perawat.
Untuk menghindari trauma yang tidak perlu, seorang urolog seharusnya yang memasang
kateter pasien yang diduga mempunyai kelainan anatomi uretra. Kateter foley diinsersikan
kedalam kandung kemih lewat uretra dan dihubungkan dengan kantung pengumpul cairan
yang sekali pakai. Untuk menghindari refluks urin, kantung tersebut harus diletakan di bawah
kandung kemih. Komplikasi dari kateterisasi termasuk trauma uretra dan infeksi saluran
kemih. Dekompresi cepat dari kandung kemih yang distensi dapat menyebabkan hipotensi.
Kateterisasi suprapubis dengan tube plastik yang dimasukan melalui jarum besar adalah
alternatif yang jarang dipakai.
Pertimbangan klinis
Keuntungan tambahan dengan menaruh kateter foley adalah kemampuan untuk
memasukkan thermistor pada ujung kateter jadi kandung kemih atau suhu inti dapat
dimonitor lebih baik. Nilai tambahan dengan penggunaan urometer adalah kemampuan untuk
monitor secara elektronik dan mencatat keluaran urin dan suhu tubuh.
Keluaran urin merupakan gambaran dari perfusi ginjal. Merupakan indikator bagi
ginjal, kardiovaskuler, dan status volume cairan. Keluaran urin yang tidak cukup (oliguria)
kadang didefinisikan sebagai keluaran urin kurang dari 0,5 mL/jam, tetapi sebenarnya
merupakan kemampuan pasien mengkonsentrasikan dan beban osmotik.
STIMULASI SARAF PERIFER
Indikasi
Sensitivitas pasien pada obat neuromuskular blok berbeda – beda, karena itu fungsi
neuromuskular dari semua pasien yang menerima obat neuromuskular blok yang lama kerja
panjang atau sedang harus dimonitor. Sebagai tambahan, stimulasi saraf perifer berguna
dalam menilai paralisis selama induksi rapid sequence atau selama infus kontinyu dari obat
11
lama kerja pendek. Lebih jauh lagi, stimulasi saraf perifer dapat membantu saraf yang
dimaksud untuk diblok oleh anestesi regional dan menentukan jauhnya blokade sensoris.
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi untuk monitoring neuromuskular, meskipun pada beberapa
lokasi mungkin akan menghalangi prosedur bedah.
Teknik dan Komplikasi
Stimulasi saraf perifer menghantarkan frekuensi variabel tertentu dan amplitudo pada
sepasang elektroda baik elektrokardiografik atau jarum subkutan yang diletakkan pada saraf
motorik perifer. Meskipun elektromyograf memberikan pengukuran yang cepat, akurat dan
kuantitatif dari transmisi neuromuskular, observasi visual atau taktil dari kontraksi otot
biasanya tergantung pada praktek klinik.
Stimulasi ulnar dari otot adductor pollicis dan saraf wajah untuk orbicularis oculi
adalah yang paling sering dimonitor. Karena inhibisi reseptor neuromuskuler yang harus
dimonitor, maka stimulasi langsung pada otot harus dihindari dengan meletakkan elektroda
pada daerah saraf dan tidak melebihi otot tersebut. Komplikasi stimulasi saraf terbatas pada
iritasi kulit dan abrasi pada tempat pelekatan elektroda.
Pertimbangan klinis
Derajat blok neuromuskuler dimonitor dengan menggunakan macam – macam pola
dari stimulasi elektrik. Semua stimuli adalah berdurasi 200 µdetik, berpola gelombang
segiempat dan dengan intensitas aliran yang sama. Twitch adalah satu denyutan yang
dihantarkan tiap detik sampai tiap 10 detik (1 – 0,1 Hz). Blok yang meningkat menghasilkan
respon bangkitan yang berkurang pada setiap stimulasi.
Stimulasi Train of Four menandai 4 stimulus 200 µdetik yang berurutan dalam 2
detik (2 Hz). Twitch dalam pola train of four secara berangsur melemah bila terjadi relaksasi.
Rasio respon dari twitch pertama sampai ke empat merupakan indikator yang sensitif untuk
pelemas otot non depolarisasi. Karena sulitnya memperkirakan rasio train of four, lebih
nyaman untuk secara visual mengamati hilangnya twitch secara bergantian, yang mana
karena hal ini juga berhubungan dengan perluasan blok. Hilangnya twitch keempat
12
menggambarkan 75 % blok, ketiga 80% blok, dan kedua 90% blok. Relaksasi klinis biasanya
membutuhkan blok neuromuskuler 75 – 95%.
Tetani pada 50 atau 100 Hz merupakan tes yang sensitif untuk fungsi neuromuskuler.
Kontraksi yang menetap selama 5 detik mengindikasikan tetapi bukan komplit pemulihan
dari blok neuromuskuler. Double burst stimulation (DBS) menggambarkan 2 variasi dari
tetani yang kurang begitu nyeri pada pasien. Pola DBS3,3 terdiri dari 3 gelombang frekuensi
tinggi yang pendek (200 µdetik) dipisahkan oleh interval 20 mdetik (50Hz) diikuti 750mdetik
kemudian oleh 3 gelombang lagi. Double burst lebih sensitif dari pada train of four untuk
evaluasi klinis.
Kelompok otot dibedakan atas sensitivitasnya terhadap obat pelemas otot, karena itu
penggunaan stimulator saraf perifer tidak dapat menggantikan observasi langsung dari otot
(misalnya diafragma) yang harus dilemaskan pada prosedur operasi tertentu. Lebih jauh lagi,
pemulihan fungsi adduktor pollicis tidak benar – benar paralel dengan otot yang dibutuhkan