Top Banner
[JAKARTA] Sikap politik Partai Amanat Nasional (PAN) yang tidak sejalan dengan parpol koalisi pendukung pemerintah lainnya saat pengambilan keputusan RUU Penyelenggaraan Pemilu, pekan lalu, berpotensi melemahkan konsolidasi dan soliditas parpol koalisi untuk mendukung kebijakan strategis pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Oleh karenanya, eksistensi PAN di koalisi pendukung pemerintah patut untuk dievaluasi agar tidak menjadi duri dalam daging. Demikian pandangan pengamat politik Ray Rangkuti dan Arif Su- santo, secara terpisah, Selasa (25/7). Keduanya sepakat, kehadiran PAN jangan sampai menjadi beban bagi pemerintahan Jokowi. Pasalnya, pemerintah sangat memerlukan soliditas koalisi parpol untuk dapat menuntaskan semua program kerja dalam dua tahun tersisa. “Dalam hal ini, keberadaan PAN sudah sangat patut untuk dievaluasi. Dalam banyak peristiwa politik penting dan genting, PAN seperti tidak siap selalu bersama Jokowi dan parpol dalam koalisi lainnya. Sikap ini tidak bagus bagi semua pihak. Bagi Jokowi jelas melemahkan konsolidasi politiknya,” ujar Ray. Dia mengingatkan, penting bagi publik untuk bisa memilah secara jelas, mana partai pendukung pe- merintah dan mana yang oposisi. Sudah saatnya parpol dan publik menyadari bahwa berdiri di dalam maupun di luar pemerintahan adalah sama pentingnya. “Era ikut menikmati kekuasaan tapi tak ikut bersama dalam masa- masa sulit politik adalah sikap politik yang sudah harus ditinggalkan. Pilihannya adalah ikut berkuasa atau menjadi oposisi. Karena itu, PAN harus memastikan sikapnya, apakah mau tetap berada di koalisi atau menjadi oposisi,” tegas Ray. Sikap PAN saat paripurna RUU Pemilu, kata dia, juga menjadi mo- mentum bagi Jokowi melakukan reshuffle kabinet. “Ini saatnya Jokowi memastikan soliditas koalisi agar bisa memaksimalkan kerja di waktu tersisa. Makin cepat dilaksanakan, konsolidasi politik Jokowi akan semakin baik. Ada waktu yang cukup untuk kerja-kerja politik tanpa terganggu manuver-manuver internal koalisi,” terang dia. Skenario 2019 Lebih lanjut, Ray menilai, apa yang terjadi saat pembahasan RUU Pemilu sudah menunjukkan skenario blok yang bakal tercipta saat kontes- tasi Pemilu 2019. Peta dukungan di RUU seperti menggambarkan peta politik di Pemilu 2019. “Jadi sudah mulai jelas peta politik 2019, ada blok PDI-P, Golkar, PKB, Nasdem, PPP dan Hanura, berhadapan dengan blok Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS. Artinya, besar kemungkinan hanya ada dua capres, yakni calon petahana Jokowi dengan penantangnya Prabowo Subianto,” ungkapnya. Sementara itu, Arif Susanto mengemukakan PAN tampaknya memainkan strategi tetap menjadi bagian dari pemerintahan sambil mengambil langkah berseberangan, namun tidak frontal. “Kita dapat membaca ambigu- itas itu dari langkah walk out saat pengesahan UU Pemilu, sembari menegaskan bahwa itu tidak lepas dari kurang lenturnya koalisi pen- dukung pemerintah,” kata Arif. Dia menjelaskan, ambiguitas juga dipertegas oleh pernyataan tokoh pendiri PAN Amien Rais yang meminta kader partainya mundur dari kabinet. Di pihak lain, jajaran elite PAN lainnya menegaskan bahwa nasib menteri sepenuhnya hak prerogatif presiden. “Situasi terakhir ini dapat men- jebak Presiden Jokowi dalam kega- mangan antara mempertahankan atau melepas PAN. Mempertahankan PAN akan berdampak berpotensi melem- ahkan soliditas kabinet dan koalisi partai, sementara melepas PAN dapat memberi peluru gratis yang siap ditem- bakkan kepada Presiden,” ujarnya. Dia melihat dilema itu mulai tampak pada tidak dilibatkannya PAN dalam pertemuan antara pemimpin partai pendukung pemerintah dan Presiden Jokowi pada Senin (24/7). Tidak ada penjelasan memadai mengapa PAN tidak dilibatkan. “Menggantung PAN tampaknya menjadi suatu counter-strategy dari Presiden,” tegasnya. Arif mengingatkan, saat men- gakomodasi kekuatan-kekuatan politik, pemerintah seharusnya menegaskan hak dan kewajiban anggota koalisi, serta konsekuensi yang diterima manakala partai ber- balik arah. “Hal ini penting karena bangunan koalisi terlalu lemah disan- darkan pada kepentingan pragmatis parpol dalam tatanan presidensial,” ungkapnya. Pemerintah perlu mendisplinkan sikap politik partai anggota koalisi. Di sisi lain, anggota koalisi perlu mengambil sikap tegas terkait arah pemihakan mereka. “Pemerintah tidak boleh mengorbankan soliditas kabinet dan kinerja pemerintahan, sedangkan anggota koalisi sebaiknya tidak mengambil sikap ambigu. Terkait PAN, pengakhiran kerja sama mungkin lebih baik,’ ujarnya. PAN Tak Diundang Pada Senin (24/7) sore, Presi- den Jokowi memanggil sejumlah pimpinan parpol anggota koalisi pemerintah di Istana Negara. Dalam pertemuan itu, hanya perwakilan dari PAN yang tidak tampak. Berdasarkan pantauan, pimpinan fraksi yang hadir di antaranya Ketua Fraksi PDI-P Utut Adianto, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar Agus Gumiwang, Ketua Fraksi PKB Ida Fauziah, Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati, Wakil Ketua Fraksi Nasdem Jhonny G Plate, serta Ketua Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon. Selain itu, juga hadir Sekjen Golkar Idrus Marham, Ketua Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng, Bendahara Fraksi Golkar Robert J Kardinal, anggota Fraksi Golkar Ad- itya Anugrah Moha, anggota Fraksi PDI-P I Gusti Agung Rai Wirajaya, dan anggota FPPP Amir Uskara. Pertemuan tertutup sekitar 1,5 jam tersebut membahas dua perppu yang tengah menunggu persetujuan DPR. Pertama, Perppu 1/2017 tentang Keterbukaan Informasi Keuangan. Kedua, Perppu 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). “Kita bahas pentingnya dua perppu itu. Pentingnya Perppu un- tuk negara. Ini kan rapat pimpinan fraksi koalisi pemerintah dengan presiden. Didampingi Menkeu dan Mensesneg,” kata Jhonny seusai pertemuan. Menurutnya, Presiden berharap agar fraksi parpol koalisi mendukung pengesahan dua perppu tersebut menjadi UU. “Kita datang ke Presiden agar komunikasi pas. Presiden juga menyampaikan harapannya. Kita sepaham dengan Presiden, setuju ini penting untuk kepentingan negara,” ujarnya. Dia menyatakan, pertemuan tidak membahas soal sikap PAN yang berseberangan dengan pemerintah. “(Soal PAN) tidak dibicarakan. Bukan itu tujuannya. Tentu tadi ada evaluasi dengan UU Pemilu,” ucapnya. Secara terpisah, Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto tidak mengikuti pertemuan karena memang tak menerima undangan. “Saya enggak terima undangan,” katanya. [YUS/R-14/C-6] K etua Umum (Ketum) Prabo- wo Subianto dan Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudho- yono (SBY) dikabarkan tengah mencari waktu untuk menggelar per- temuan. Pertemuan itu disebut bakal membahas soal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Ya, Pak Prabowo dan Pak SBY masih terus mencocokkan waktu karena Ketum memiliki agenda yang padat dan insyaallah dalam waktu dekat beliau akan ketemu pada waktu yang cocok,” kata sumber SP, di Jakar- ta, Senin (24/7). Sumber itu menjelas- kan, Gerindra terus meng- upayakan mengusung kembali Prabowo menjadi calon presiden. Di sisi lain, Demokrat kabarnya akan mengusung put- ra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi calon orang nomor satu di Indonesia. “Ada kehendak dan keinginan agar Pak Prabowo kembali diusung terutama Capres 2019,” katanya. Sumber itu meng- ungkapkan, empat partai yang walk out saat pengambilan keputusan RUU Penyelenggaraan Pemilu, yakni PAN, PKS, Gerindra, dan Demokrat mulai membicarakan arah dukungan kepada Prabo- w o . Oleh karenanya, Prabowo dan SBY akan bertemu untuk melaku- kan penjajakan koalisi. “Tapi paling tidak di dalam koalisi empat partai yang kemarin sama sama kita walk out dalam UU Penyelenggaraan Pemilu terus terang pem- bicaraan itu belum secara nyata mengarah seperti itu,” katanya. Ia memprediksi peta koalisi baru akan ter- lihat pada akhir tahun ini. Dengan demikian, partai-partai diharapkan memulai pembicara- an soal arah dukungan di Pilpres 2019 menda- tang. Partai Gerindra sendiri masih dalam tahap me- minta kesediaan Prabowo untuk kembali diusung se- bagai capres. Sumber itu mengemukakan, Prabowo masih menunggu dinami- ka politik terkini sebelum memberikan keputusan. “Jawabannya beliau ini yang sedang kami tunggu sampai sekarang. Belum ada jawaban beliau. Tapi beliau tetap kuat dan se- hat,” katanya. [W-12] Utama 2 Suara Pembaruan Selasa, 25 Juli 2017 Dijajaki Poros Gerindra-Demokrat Sikap PAN Lemahkan Soliditas Koalisi Momentum Reshuffle Kabinet
1

Momentum Reshuffle Kabinet - gelora45.com fileSikap PAN saat paripurna RUU Pemilu, kata dia, juga menjadi mo-mentum bagi Jokowi melakukan reshuffle kabinet. “Ini saatnya Jokowi memastikan

Aug 18, 2019

Download

Documents

dangmien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Momentum Reshuffle Kabinet - gelora45.com fileSikap PAN saat paripurna RUU Pemilu, kata dia, juga menjadi mo-mentum bagi Jokowi melakukan reshuffle kabinet. “Ini saatnya Jokowi memastikan

[JAKARTA] Sikap politik Partai Amanat Nasional (PAN) yang tidak sejalan dengan parpol koalisi pendukung pemerintah lainnya saat pengambilan keputusan RUU Penyelenggaraan Pemilu, pekan lalu, berpotensi melemahkan konsolidasi dan soliditas parpol koalisi untuk mendukung kebijakan strategis pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Oleh karenanya, eksistensi PAN di koalisi pendukung pemerintah patut untuk dievaluasi agar tidak menjadi duri dalam daging.

Demikian pandangan pengamat politik Ray Rangkuti dan Arif Su-santo, secara terpisah, Selasa (25/7). Keduanya sepakat, kehadiran PAN jangan sampai menjadi beban bagi pemerintahan Jokowi. Pasalnya, pemerintah sangat memerlukan soliditas koalisi parpol untuk dapat menuntaskan semua program kerja dalam dua tahun tersisa.

“Dalam hal ini, keberadaan PAN sudah sangat patut untuk dievaluasi. Dalam banyak peristiwa politik penting dan genting, PAN seperti tidak siap selalu bersama Jokowi dan parpol dalam koalisi lainnya. Sikap ini tidak bagus bagi semua pihak. Bagi Jokowi jelas melemahkan konsolidasi politiknya,” ujar Ray.

Dia mengingatkan, penting bagi publik untuk bisa memilah secara jelas, mana partai pendukung pe-merintah dan mana yang oposisi. Sudah saatnya parpol dan publik menyadari bahwa berdiri di dalam maupun di luar pemerintahan adalah sama pentingnya.

“Era ikut menikmati kekuasaan tapi tak ikut bersama dalam masa-masa sulit politik adalah sikap politik yang sudah harus ditinggalkan. Pilihannya adalah ikut berkuasa atau menjadi oposisi. Karena itu, PAN harus memastikan sikapnya, apakah mau tetap berada di koalisi atau menjadi oposisi,” tegas Ray.

Sikap PAN saat paripurna RUU Pemilu, kata dia, juga menjadi mo-mentum bagi Jokowi melakukan reshuffle kabinet. “Ini saatnya Jokowi memastikan soliditas koalisi agar bisa memaksimalkan kerja di waktu

tersisa. Makin cepat dilaksanakan, konsolidasi politik Jokowi akan semakin baik. Ada waktu yang cukup untuk kerja-kerja politik tanpa terganggu manuver-manuver internal koalisi,” terang dia.

Skenario 2019Lebih lanjut, Ray menilai, apa

yang terjadi saat pembahasan RUU Pemilu sudah menunjukkan skenario blok yang bakal tercipta saat kontes-tasi Pemilu 2019. Peta dukungan di RUU seperti menggambarkan peta politik di Pemilu 2019.

“Jadi sudah mulai jelas peta politik 2019, ada blok PDI-P, Golkar, PKB, Nasdem, PPP dan Hanura, berhadapan dengan blok Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS. Artinya, besar kemungkinan hanya ada dua capres, yakni calon petahana Jokowi dengan penantangnya Prabowo Subianto,” ungkapnya.

Sementara itu, Arif Susanto mengemukakan PAN tampaknya memainkan strategi tetap menjadi bagian dari pemerintahan sambil mengambil langkah berseberangan, namun tidak frontal.

“Kita dapat membaca ambigu-itas itu dari langkah walk out saat pengesahan UU Pemilu, sembari menegaskan bahwa itu tidak lepas dari kurang lenturnya koalisi pen-dukung pemerintah,” kata Arif.

Dia menjelaskan, ambiguitas juga dipertegas oleh pernyataan tokoh pendiri PAN Amien Rais yang meminta kader partainya mundur dari kabinet. Di pihak lain, jajaran elite PAN lainnya menegaskan bahwa nasib menteri sepenuhnya hak prerogatif presiden.

“Situasi terakhir ini dapat men-jebak Presiden Jokowi dalam kega-mangan antara mempertahankan atau melepas PAN. Mempertahankan PAN akan berdampak berpotensi melem-ahkan soliditas kabinet dan koalisi partai, sementara melepas PAN dapat memberi peluru gratis yang siap ditem-bakkan kepada Presiden,” ujarnya. Dia melihat dilema itu mulai tampak pada tidak dilibatkannya PAN dalam pertemuan antara pemimpin partai

pendukung pemerintah dan Presiden Jokowi pada Senin (24/7). Tidak ada penjelasan memadai mengapa PAN tidak dilibatkan. “Menggantung PAN tampaknya menjadi suatu counter-strategy dari Presiden,” tegasnya.

Arif mengingatkan, saat men-gakomodasi kekuatan-kekuatan politik, pemerintah seharusnya menegaskan hak dan kewajiban anggota koalisi, serta konsekuensi yang diterima manakala partai ber-balik arah. “Hal ini penting karena bangunan koalisi terlalu lemah disan-darkan pada kepentingan pragmatis parpol dalam tatanan presidensial,”

ungkapnya.Pemerintah perlu mendisplinkan

sikap politik partai anggota koalisi. Di sisi lain, anggota koalisi perlu mengambil sikap tegas terkait arah pemihakan mereka. “Pemerintah tidak boleh mengorbankan soliditas kabinet dan kinerja pemerintahan, sedangkan anggota koalisi sebaiknya tidak mengambil sikap ambigu. Terkait PAN, pengakhiran kerja sama mungkin lebih baik,’ ujarnya.

PAN Tak DiundangPada Senin (24/7) sore, Presi-

den Jokowi memanggil sejumlah pimpinan parpol anggota koalisi

pemerintah di Istana Negara. Dalam pertemuan itu, hanya perwakilan dari PAN yang tidak tampak.

Berdasarkan pantauan, pimpinan fraksi yang hadir di antaranya Ketua Fraksi PDI-P Utut Adianto, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar Agus Gumiwang, Ketua Fraksi PKB Ida Fauziah, Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati, Wakil Ketua Fraksi Nasdem Jhonny G Plate, serta Ketua Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon.

Selain itu, juga hadir Sekjen Golkar Idrus Marham, Ketua Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng, Bendahara Fraksi Golkar Robert J Kardinal, anggota Fraksi Golkar Ad-itya Anugrah Moha, anggota Fraksi PDI-P I Gusti Agung Rai Wirajaya, dan anggota FPPP Amir Uskara.

Pertemuan tertutup sekitar 1,5 jam tersebut membahas dua perppu yang tengah menunggu persetujuan DPR. Pertama, Perppu 1/2017 tentang Keterbukaan Informasi Keuangan. Kedua, Perppu 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

“Kita bahas pentingnya dua perppu itu. Pentingnya Perppu un-tuk negara. Ini kan rapat pimpinan fraksi koalisi pemerintah dengan presiden. Didampingi Menkeu dan Mensesneg,” kata Jhonny seusai pertemuan.

Menurutnya, Presiden berharap agar fraksi parpol koalisi mendukung pengesahan dua perppu tersebut menjadi UU. “Kita datang ke Presiden agar komunikasi pas. Presiden juga menyampaikan harapannya. Kita sepaham dengan Presiden, setuju ini penting untuk kepentingan negara,” ujarnya.

Dia menyatakan, pertemuan tidak membahas soal sikap PAN yang berseberangan dengan pemerintah. “(Soal PAN) tidak dibicarakan. Bukan itu tujuannya. Tentu tadi ada evaluasi dengan UU Pemilu,” ucapnya.

Secara terpisah, Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto tidak mengikuti pertemuan karena memang tak menerima undangan. “Saya enggak terima undangan,” katanya. [YUS/R-14/C-6]

Ketua Umum (Ketum) Prabo-wo Subianto dan

Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudho- yono (SBY) dikabarkan tengah mencari waktu untuk menggelar per-temuan. Pertemuan itu disebut bakal membahas soal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

“Ya, Pak Prabowo dan Pak SBY masih terus mencocokkan waktu karena Ketum memiliki agenda yang padat dan insyaallah dalam waktu dekat beliau akan ketemu pada waktu yang cocok,” kata sumber SP, di Jakar-ta, Senin (24/7).

Sumber itu menjelas-kan, Gerindra terus meng-upayakan mengusung kembali Prabowo menjadi calon presiden. Di sisi lain, Demokrat kabarnya akan mengusung put-ra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi calon orang nomor satu di Indonesia.

“Ada kehendak dan keinginan agar Pak Prabowo kembali diusung terutama Capres 2019,” katanya.

Sumber itu meng-ungkapkan, empat partai yang walk out saat pengambilan keputusan

RUU Penyelenggaraan Pemilu, yakni PAN, PKS, Gerindra, dan Demokrat mulai membicarakan arah dukungan kepada Prabo-w o . Oleh karenanya,

Prabowo dan SBY akan bertemu untuk melaku-kan penjajakan

koalisi.“Tapi paling tidak

di dalam koalisi empat partai yang kemarin sama sama kita walk out dalam UU Penyelenggaraan Pemilu terus terang pem-bicaraan itu belum secara nyata mengarah seperti itu,” katanya.

Ia memprediksi peta koalisi baru akan ter-

lihat pada akhir tahun ini. Dengan demikian, partai-partai diharapkan memulai pembicara-an soal arah dukungan di Pilpres 2019 menda-tang.

Partai Gerindra sendiri masih dalam tahap me-minta kesediaan Prabowo untuk kembali diusung se-bagai capres. Sumber itu mengemukakan, Prabowo masih menunggu dinami-ka politik terkini sebelum memberikan keputusan. “Jawabannya beliau ini yang sedang kami tunggu sampai sekarang. Belum ada jawaban beliau. Tapi beliau tetap kuat dan se-hat,” katanya. [W-12]

Utama2 Sua ra Pem ba ru an Selasa, 25 Juli 2017

Dijajaki Poros Gerindra-Demokrat

Sikap PAN Lemahkan Soliditas KoalisiMomentum Reshuffle Kabinet