Top Banner
FASE INFLAMASI Reaksi awal terhadap luka dapat dikelompokkan ke dalam respon vaskular dan selular, yang secara keseluruhan bermanifestasi dalam bentuk respon inflamasi (gambar 7.6). Pada proses luka awal, terjadi vasodilatasi lokal, kebocoran cairan dan darah ke dalam ruang ekstravaskular dan blok drainase limfatik yang menimbulkan 5 tanda kardinal inflamasi yaitu: rubor (kemerahan), tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (nyeri) dan functio lesa (hilangnya fungsi). Respon inflamasi akut tersebut biasanya berakhir dalam 24-48 jam dan dapat disalahinterpretasikan sebagai proses infeksi. Meskipun biasanya berakhir dalam 1-2 hari, reaksi tersebut dapat bertahan hingga 2 minggu pada beberapa kasus dan berkembang menjadi inflamasi kronis. Luka pada jaringan menyebabkan rusaknya pembuluh darah yang diikuti perdarahan yang akan mengaktifkan keratinosit untuk melepaskan interleukin-1 (IL-1). Platelet, sel pertama yang muncul setelah terjadi luka, tidak hanya membantu proses hemostasis namun juga menginisiasi kaskade penyembuhan luka melalui pelepasan mediator penting meliputi kemoatraktan dan faktor pertumbuhan seperti platelet derived growth factor (PDGF), epidermal growth factor (EGF), dan TGF-β1. 5,6 Beberapa peneliti menjelaskan proses penyembuhan luka terjadi dalam 4 tahap, yaitu: hemostasis, inflamasi,
33

Molecular Mechanism of Wound Healing

Jan 17, 2016

Download

Documents

medical skin aesthetic biology molecular wound healing
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Molecular Mechanism of Wound Healing

FASE INFLAMASI

Reaksi awal terhadap luka dapat dikelompokkan ke dalam respon vaskular

dan selular, yang secara keseluruhan bermanifestasi dalam bentuk respon

inflamasi (gambar 7.6). Pada proses luka awal, terjadi vasodilatasi lokal,

kebocoran cairan dan darah ke dalam ruang ekstravaskular dan blok drainase

limfatik yang menimbulkan 5 tanda kardinal inflamasi yaitu: rubor (kemerahan),

tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (nyeri) dan functio lesa (hilangnya fungsi).

Respon inflamasi akut tersebut biasanya berakhir dalam 24-48 jam dan dapat

disalahinterpretasikan sebagai proses infeksi. Meskipun biasanya berakhir dalam

1-2 hari, reaksi tersebut dapat bertahan hingga 2 minggu pada beberapa kasus dan

berkembang menjadi inflamasi kronis.

Luka pada jaringan menyebabkan rusaknya pembuluh darah yang diikuti

perdarahan yang akan mengaktifkan keratinosit untuk melepaskan interleukin-1

(IL-1). Platelet, sel pertama yang muncul setelah terjadi luka, tidak hanya

membantu proses hemostasis namun juga menginisiasi kaskade penyembuhan

luka melalui pelepasan mediator penting meliputi kemoatraktan dan faktor

pertumbuhan seperti platelet derived growth factor (PDGF), epidermal growth

factor (EGF), dan TGF-β1.5,6 Beberapa peneliti menjelaskan proses penyembuhan

luka terjadi dalam 4 tahap, yaitu: hemostasis, inflamasi, proliferasi dan

remodelling, yang menitikberatkan pentingnya platelet dalam proses

penyembuhan luka. Sebagai respon terhadap kemoatraktan dan sitokin, leukosit

(termasuk neutrofil dan makrofag) menginfiltrasi area luka dan membersihkan

debris jaringan yang rusak serta partikel asing. Sel lain yang menginfiltrasi seperti

sel mast, basofil dan eosinofil berpartisipasi dalam inflamasi dengan melepaskan

zat kimiawi atau protease. Dalam jaringan, monosit teraktivasi dan berubah

menjadi makrofag. Selain sebagai fagositosis, makrofag memproduksi beberapa

faktor pertumbuhan dan sitokin penting untuk inisiasi pembentukan jaringan

granulasi.

Page 2: Molecular Mechanism of Wound Healing

Respon Vaskular

Pada tahap awal, vasokonstriksi menyebabkan pembuluh darah kecil yang

terluka ditekan secara bersamaan. Hal tersebut menginduksi sifat lengket di dalam

lapisan endotel yang mampu menutup pembuluh darah. Beberapa saat setelahnya,

histamin yang berasal dari sel mast, basofil dan platelet dilepaskan ke area

tersebut yang akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan kebocoran darah

serta peningkatan permeabilitas dinding endotel.

Dengan menggunakan luka insisi bedah sebagai model konseptual, seseorang

dapat dengan mudah membayangkan bahwa terdapat perdarahan akibat rusaknya

pembuluh darah dan ekstravasasi komponen darah. Oleh sebab itu, langkah awal

utama dari penyembuhan luka adalah proses hemostasis.7 Hemostasis terbagi ke

dalam 2 tahap yaitu: perkembangan bekuan fibrin, dan koagulasi (tabel7.2).

Platelet merupakan sel pertama yang muncul setelah terbentuk luka. Dengan

adanya luka pada sel endotel dan pembuluh darah, kolagen dan protein matriks

ekstraseluler lain terpajan. Palatelet, yang diaktifkan oleh trombin yang dihasilkan

secara lokal di tempat terjadinya perlukaan pembuluh darah, akan memicu adhesi

dan agregasi matriks ekstraseluler yang terpajan, terutama kolagen fibril. Pada

saat aktivasi, platelet melepaskan banyak mediator dari dalam granulanya meliputi

serotonin, adenosin difosfat (ADP), tromboksan A2, fibrinogen, fibronektin,

trombospondin dan faktor von Willebrand VIII. Melalui induksi senyawa kimia

tersebut, platelet yang lewat melekat pada matriks ekstraseluler yang terpajan dari

dinding endotel,mengakibatkan sumbat platelet yang relatif tidak stabil yang

sementara menutup pembuluh darah kecil yang terluka. Secara bersamaan, sel

endotel menghasilkan prostasiklin yang menghambat agregasi platelet sehingga

membatasi perluasan agregasi platelet. Fibrinogen yang berasal dari platelet

dikonversi oleh trombin menjadi fibrin yang akan diletakkan ke dalam dan di

sekitar sumbat platelet dan membentuk bekuan fibrin yang lebih stabil yang akan

menghambat atau menghentikan perdarahan. Bekuan fibrin tersebut juga berperan

sebagai matriks rangka8 (disebut matriks sementara) yang berfungsi untuk migrasi

leukosit, fibroblas dan sel endotel, serta berfungsi sebagai tempat penyimpanan

faktor pertumbuhan. Selain itu, platelet mempengaruhi infiltrasi leukosit dengan

Page 3: Molecular Mechanism of Wound Healing

melepaskan faktor kemotaktik. Platelet juga memicu regenerasi jaringan baru

dengan melepaskan beberapa faktor pertumbuhan yang akan berpengaruh pada

perbaikan luka. Faktor pertumbuhan tersebut meliputi TGF-α, TGF-β, PDGF, dan

EGF. Faktor tersebut memiliki pengaruh kuat dalam memicu migrasi sel,

proliferasi dan pembentukan jaringan granulasi. Fungsi tersebut menunjukkan

bahwa platelet tidak hanya berperan penting dalam hemostasis namun juga secara

signifikan berkontribusi dalam re-epitelisasi, fibroplasia, dan angiogenesis.9

PDGF baru-baru ini dilaporkan mempengaruhi fase penyembuhan luka secara

berbeda. Dalam fase inflamasi, pada hari ke-4 setelah terjadi luka, PDGF bekerja

dengan menginisiasi migrasi keratinosit dan fibroblas, dan memicu pembentukan

jaringan granulasi dan angiogenesis. Namun, respon inflamasi yang memanjang

dan proliferasi sel mencegah migrasi sel epitel, terutama penundaan terhadap

proses reepitelisasi.9

Tahap kedua dari hemostasis adalah koagulasi, yang terbagi ke dalam 2 jalur

yaitu intrinsik dan ekstrinsik, keduanya bersatu pada titik dimana faktor X

teraktivasi. Jaringan yang luka melepaskan lipoprotein yang dikenal dengan faktor

jaringan, yang mengaktifkan jalur koagulasi ekstrinsik. Monosit yang teraktivasi

dan sel endotel juga mengekspresikan faktor jaringan tersebut pada permukaannya

dan berpartisipasi dalam koagulasi. Agregasi platelet memicu enzim spesifik

dalam darah yang disebut faktor Hageman XII untuk menginisiasi kaskade

koagulasi intrinsik dengan serangkaian proenzim pengkonversi untuk

mengaktifkan enzim, yang berujung pada proses transformasi protrombin menjadi

trombin. Proses tersebut akan mengkonversi fibrinogen terlarut menjadi fibrin

fibrous tak larut. Selain koagulasi, trombin memiliki efek multipel pada platelet,

makrofag, fibroblas dan sel endotel.

Page 4: Molecular Mechanism of Wound Healing

Respon Seluler

- Leukosit

Fase inflamasi dari penyembuhan luka terjadi karena adanya influks sel darah

putih ke dalam area perlukaan. Segera setelah terjadi luka, leukosit (PMN) mulai

menempel pada endothelium yang lengket dari venula. Dalam 1 jam dari onset

inflamasi, seluruh tepi endotel dari venula tertutup dengan neutrofil (disebut

dengan istilah marginasi). Segera setelahnya, leukosit PMN memulai aktivitas

ameboid dengan memasukkan proyeksi sempit ke dalam pertemuan antrar sel

endotel, lalu melepaskan faktor kemotaktik. Pada awal fase inflamasi, neutrofil

dan monosit merupakan sel yang dominan pada sisi luka (gambar 7.6). Pada tahap

selanjutnya dalam proses inflamasi, jumlah neutrofil turun dan makrofag (yang

berasal dari monosit) menggantikan dominasi.

Neutrofil, sel darah putih pertama yang datang, dan monosit ditarik menuju

luka melalui faktor kemotaktik yang dilepaskan dari sel mast (tabel 7.3) atau

diproduksi oleh kaskade koagulasi. Senyawa yang dilepaskan oleh sel mast,

seperti tumor necrosis factor (TNF), histamin, protease dan beberapa senyawa

lainnya seperti leukotrien dan sitokin (interleukin), mewakili sinyal kemotaktik

untuk rekruitmen leukosit. Faktor pertumbuhan PDGF dan TGF-β merupakan

faktor kemotaktik poten bagi leukosit. Faktor kemotaktik dari proses koagulasi

(kallikrein, fibrinopeptda yang dilepaskan dari fibrinogen, dan produk degradasi

fibrin) juga berperan dalam meningkatkan ekspresi molekul adhesi interseluler

penting. Molekul adhesi yang ekspresinya sudah ditingkatkan memfasilitasi

interaksi antar sel. yang akan memperantarai diapedesis dari neutrofil. Sel endotel

vaskular yang sebelumnya dianggap sebagai ‘penonton’ dalam proses

inflamasi,saat ini dipercaya berperan aktif dalam memfasilitasi migrasi leukosit.

Neutrofilmelepaskan elastase dan kolagenase yang tampaknya meningkatkan

perjalanannya melewati pembuluh darah membrana basalis. Ketika sampai pada

tempat terjadinya luka, reseptor integrin yang ditemukan pada permukaan

neutrofil meningkatkan interaksi matriks. Proses tersebut menyebabkan neutrofil

menjalankan fungsinya dalam membunuh dan memfagositosis bakteria dan

protein matriks yang rusak di dalam bantalan luka. Infiltrasi neutrofil normalnya

Page 5: Molecular Mechanism of Wound Healing

berakhir dalam beberapa hari saja. Adanya kontaminasi luka akan memperpanjang

keberadaan neutrofil di dalam luka. Eosinofil juga memiliki kapasitas fagositosis

yang rendah, namun berbeda dengan basofil. Basofil mengandung histamin yang

dilepaskan secara lokal setelah terjadi luka untuk berperan dalam peningkatan

permeabilitas vaskular awal (tabel 7.3).

Monosit bermigrasi dari pembuluh kapiler ke dalam ruang jaringan; ketika

sampai di dalam jaringan, monosit teraktivasi dan berubah menjadi sel fagositik

yang lebih besar-disebut makrofag. Monosit dan makrofag kemudian menjadi sel

dominan dalam inflamasi. Monosit awalnya ditarik menuju tempat luka oleh

beberapa kemoatraktan yang sama dengan kemoatraktan penarik neutrofil, dimana

proses penarikan tersebut berlanjut melalu sinyal yang dilepaskan oleh

kemoatraktan spesifik monosit, seperti monocyte chemoattractan protein-1(MCP-

1).11 Produkdegradasi matriks ekstraseluler-fragmen kolagen, fragmen fibronektin,

dan trombin-juga merupakan kemoatraktan yang spesifik untuk monosit.12

Makrofag berperan penting dalam dalam perbaikan dan dipertimbangkan sebagai

sel regulator terpenting dalam reaksi inflamasi selama proses penyembuhan luka

(tabel 7.4). Makrofag memfagositosis, mencerna dan membunuh organisme

patogen, memakan debris jaringan, dan menghancurkan sisa neutrofil yang ada.

Setelah berikatan dengan membran ekstraseluler, fagositosis bakteri, seluler dan

jaringan serta destruksi lanjutan diselesaikan dengan melepaskan intermediet

oksigen aktif secara biologis dan protein enzimatis. Seluruh proses penting yang

dikerjakan oleh monosit/makrofag tersebut menyebabkan induksi angiogenesis

dan pembentukan jaringan granulasi.

Makrofag mampu bertoleransi terhadap kondisi hipoksia berat dengan baik.

Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa makrofag seringkali ditemukan dalam

inflamasi kronis. Makrofag juga melepaskan faktor kemotaktik (sebagai contoh

fibronektin) yang menarik fibroblas menuju luka dan berperan dalam melokalisasi

inflamasi dan adhesi fibroblas terhadap fibrin selama transisi antara fase inflamasi

menuju fase proliferasi dari proses penyembuhan luka. Makrofag tampaknya

dapat meningkatkan deposisi kolagen karena deplesinya ditandai dengan

penurunan deposisi kolagen dalam luka.13 Pada kondisi dimana makrofag

Page 6: Molecular Mechanism of Wound Healing

menghilang, fibroblas yang bermigrasi menuju tempat perlukaan jumlahnya

berkurang dan alam keadaan imatur. Potensial angiogenikmakrofag juga telah

ditunjukkan dengan induksi neovaskularisasi pada kornea menggunakan model

tikus dengan faktor pertumbuhan yang berasal dari makrofag. Pertumbuhan

pembuluh darah baru mengikuti gradien faktor angiogenik yang dihasilkan oleh

makrofag hipoksik, karena makrofag tidak menghasilkanfaktor angiogenik

tersebut pada lingkungan penuh dengan oksigen atau anoksia. Makrofag dapat

dianggap sebagai pabrik untuk produksi faktor pertumbuhan, untuk sintesis dan

sekresi PDGF, fibroblast growt factor (FGF), vascular endothelial growth factor

(VEGF), TGF-β, dan TGF-α.14 Sitokin tersebut berperan penting dalam

menginduksi migrasi dan proliferasi sel, serta produksi matriks. Oleh sebab itu,

makrofag dianggap penting dalam transisi antara proses inflamasi dan

penyembuhan luka.

- Sel Mast

Perhatian terhadap peran sel mast dalam proses penyembuhan luka semakin

meningkat. Penelitian mengungkapkan bahwa sel mast kulit, yang biasanya

terletak di dekat pembuluh darah dan saraf dalam dermis teraktivasi secara

langsung oleh sinyal imunologis dan stimulus dari saraf asalnya, serta berbagai

stimulus fisik, kimiawi, atau mekanis. Sesaat setelah dirangsang oleh luka

jaringan secara langsung, sel mast segera teraktivasi dengan cara berdegranulasi

dan melepaskan mediator (tabel 7.3), seperti histamin dan TNF, yang penting

untuk memicu respon inflamasi dan mempengaruhi sel endotel lokal,

mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Sel mast

secara aktif berpartisipasi dalam regulasi hemostasis dengan melepaskan senyawa

seperti platelet activating factor (PAF), heparin, triptase, kimase, dan t-

plasminoen activator (t-PAF).Selain itu, TNF, histamin, protease, dan senyawa

lain seperti leukotrien dan sitokin (interleukin) berperan dalam memberikan sinyal

kemotaktik untuk penarikan leukosit. Selanjutnya, histamin, heparin, sitokin dan

faktor pertumbuhan yang dilepaskan dari sel mast (seperti PDGF, VEGF, TGF,

dan FGF) juga memperantarai proses angiogenesis, deposisi matriks ekstrasleuler

dan remodelling.

Page 7: Molecular Mechanism of Wound Healing

Mediator kimia pada inflamasi

Sejumlah senyawa kimia terlibat dalam inisiasi dan kontrol inflamasi.

Senyawa tersebut bekerja secara bersamaan; beberapa bersifat protagonis dan

lainnya bersifat antagonis terhadap inflamasi. Aksi dari beberapa senyawatersebut

dapat bersifat sinergis, sedangkan peran pastinya belum dapat sepenuhnya

dijelaskan.

- Histamin

Salah satu dari banyak senyawa yang dilepaskan dari dalam granula sel mast

adalah histamin. Sel mast merupakan sumber utama produksi histamin yang juga

ditemukan pada platelet darah dan basofil. Histamin bekerja pada reseptor

histamin tipe 1 (H1) dan menyebabkan dilatasi arteriol serta meningkatkan

permeabilitas venula. Ketika kadar histamin dalam sel mast turun, atau reseptor

H1 diblok, peningkatan awal dalam permeabilitas vaskular tertunda. Aktivitas

penyembuhan luka yang ditingkatkan oleh histamin telah dilaporkan diperantarai

oleh aktivitas basic FGF (bFGF) yang akan menyebabkan proses angiogenesis.15

Selain histamin, granula sel mast juga dilepaskan saat terjadi luka, yang

mengandung sejumlah material aktif termasuk serotonin dan heparin yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas venula dalam waktu singkat. Heparin,

sebuah antikoagulan berfungsi untuk mencegah koagulasi dari cairan jaringan

yang berlebihan dan komponen darah selama fase awal respon inflamasi.

- Serotonin

Serotonin, atau 5-hidroksitriptamin (5-HT) dilepaskan dari platelet dan sel

mast dan merupakan vasokonstriktor poten, dan dianggap tidak memiliki efek

yang signifikan dalam permeabilitas vaskular pada manusia. Namun, serotonin

tampaknya terlibat dalam aktivitas lain terkait fase lanjutan penyembuhan luka,

seperti proliferasi fibroblas dan persilangnan molekul kolagen. Persilangan

molekul kolagen tidak hanya mempengaruhi kekuatan tegangan jaringan luka

baru terbentuk yang diinginkan namun juga bertanggungjawab untuk beberapa

efek negatif pembentukan jaringan luka seperti kekerasan, dan kurangnya

kekenyalan dari adhesi fibrosa yang tidak diinginkan.

Page 8: Molecular Mechanism of Wound Healing

- Kinin

Kinin merupakan peptida yang aktif secara biologis dan hampir tidak dapat

dibedakan yang terdapat dalam area destruksi jairngan. Kinin yang paling

umum,bradikinin, merupakan senyawa inflamasi poten yang dilepaskan dari

protein plasma dalam jaringan yang luka oleh enzim plasma, kallikrein. Aksi dari

kinin pada mikrovaskulatur mirip dengan histamin, yaitu sebagai vasodilator

poten. Kinin dihancurkan dengan cepat olej protease jaringan, menunjukkan

bahwa peran pentingnya bersifat terbatas hanya di tahap inflamasi awal dari

penyembuhan luka.

- Prostaglandin

Prostaglandin (PGs) merupakan senyawabiologis poten dan dihasilkan oleh

hampir smeua sel tubuh sebagai respon terhadap kerusakan membran sel. KEtika

membran seluler berubah, kandungan fosfolipidnya dihancurkan oleh enzim

fosfolipase yang menyebabkan pembentukan asam arakidonat. Oksidasi asam

arakidonat oleh enzim lipoksigenase membentuk serangkaian senyawa poten,

leukotrien. Beberapa jenis leukotrien melakukan kombinasi untuk membentuk

slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A) yang mengubah permeabilitas

kapiler selama reaksi inflamasi.

Selanjutnya terjadi efek kaskade, saat asam arakidonat dikonversi oleh siklo-

oksigenase menjadi tromboksan dan beberapa prostaglandin. Kelas spesifik

prostaglandin tampaknya berperan mengontrol respon inflamasi lokal.

Prostaglandin E2 (PGE2) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dengan

bertindak sebagai antagonis vasokonstriksi, dan dengan aktivitas kemotaktiknya

menarik leukosit menuju area inflamasi lokal. Beberapa prostaglandin merupakan

proinflamasi (sebagai contoh, PGE2) dan bersinergi dengan senyawa inflamasi

lain seperti bradikinin. Prostaglandin proinflamasi diangap bertanggungjawab

untuk mensensitisasi reseptor nyeri, menyebabkan kondisi hiperalgesia terkait

reaksi inflamasi, sedangkan prostaglandin kelas lain berperan sebagai inhibitor.

Secara bersamaan, efek berlawanan dari prostaglandin tersebutt menghasilkan

suatu respon dengan kontrol yang ketat. Prostaglandin juga dapat mengatur proses

Page 9: Molecular Mechanism of Wound Healing

penyembuhan selama fase awal penyembuhan luka dengan membantu sintesis

mukopolisakarida.

Kortikosteroid seperti prednison dan AINS seperti aspirin merupakan obat

yang menghambat sintesis prostaglandin melalui inhibisi aktivtas siklooksigenase.

Dengan menekan respon inflamasi dan nyeri yang terkait dapat menjadi terapi

yang sesuai untuk inflamasi kronis namun tidak dianjurkan untuk respon inflamasi

akut normal.

Sistem komplemen

Sistem komplemen secara kolektif menjelaskan sebuah sistem mengenai 11

protein pokok, yang sebagian besar merupakan prekursor enzim. Seluruh protein

tersebut dapat muncul diantara protein plasma yang bocor dari pembuluh kapiler

ke dalam ruang jaringan. Ketika antibodi mengikat antigen, antibodi yang sama

juga mengikat molekul protein spesifik dari sistem komplemen. Proses tersebut

memicu sebuah kaskade reaksi berantai yang menghasilkan berbagai produk akhir

yang membantu mencegah kerusakan oleh invasi organisme tau toksin. Beberapa

dari produk akhir mengaktifkan fagositosis melalui peran neutrofil dan makrofag,

sementara produk lainnya meningkatkan lisis dan aglutinasi organisme

penginvasi. Produ lainya juga mengaktifkan sel mast dan basofil untuk

melepaskan histamin.

Faktor pertumbuhan

Berbagai istilah digunakan untuk memberi nama faktor pertumbuhan,

meliputi sitokin, interleukin, dan colony-stimulating factor.14 Beberapa penamaan

faktor pertumbuhan tidak menunjukan fungsi biologis primernya sehingga

nomenklaturnya menjadi suatu hal yang membingungkan. Sebagai contoh, PDGF

ditemukan dalam platelet namun juga ditemukan dalam keratinosit dan sel lain.5

Faktor pertumbuhan bekerja melalui reseptor permukaan sel dan dapat berikatan

pada reseptor tunggal atau multipel. Faktor pertumbuhan dapat berefek pada sel

asalnya (autokrin), pada sel tetangganya (parakrin) atau sel yang letaknya jauh

(eksokrin). Faktor pertumbuhan memiliki peran penting dan multipel dalam

proses penyembuhan luka (tabel 7.5). Banyak faktor pertumbuhan yang dihasilkan

Page 10: Molecular Mechanism of Wound Healing

oleh makrofag bersifat pleiotropik dan mempengaruhi proliferasi sel,

angiogenesis, dan sintesis matriks ekstrasleuler. Sebagai contoh, TGF-α berperan

penting dalam reepitelisasi luka, TGF-β1, -β2, dan – β3 memicu migrasi fibroblast

dan sel endotel dan deposisi matriks ekstraseluler oleh fibroblast selama

pembentukan jaringan granulasi. Sementara peningkatan TGF-β1 memicu

pembentukan jaringan luka, TGF-β3 justru menunjukkan efek anti pembentukan

jairngan luka.1 PDGF bersifat kemotaktik dan mitogenik bagi fibroblas dan sel

otot polos secara in vitro.5 PDGF juga bersifat kemotaktif terhadap monosit,

makrofag,16 dan neutrofil17 dan thrombin-activated platelet yang memiliki

aktivitas angiogenik.18

Page 11: Molecular Mechanism of Wound Healing

FASE PROLIFERASI

Respon inflamasi awal terhadap luka memberikan dasar yang penting untuk

produksi sawar (barrier) fungsional yang baru. Dalam fase penyembuhan ini,

aktivitas seluler lebih mendominasi. Proliferasi memerlukan pembentukan sawar

permeabilitas (reepitelisasi) yang diiringi dengan adanya pasokan darah yang

sesuai (angiogenesis) dan penguatan jaringan yang terluka (fibroplasia).

Reepitelisasi

Reepitelisasi adalah proses yang bertanggungjawab untuk mengembalikan

epidermis intak setelah terjadi luka pada lapisan kutaneus. Pada umumnya,

reepitelisasi melibatkan beberapa proses yaitu: migrasi keratinosist epidermis dari

tepian luka; proliferasi keratinosist yang berguna sebagai penunjang proses

migrasi epitel; diferensiasi neoepitel menuju epidermis dengan stratifikasi;

kembalinya zona membran basalis yang intak yang menghubungkan epidermis

dengan dermis di bawahnya; serta repopulasi sel khusus yang mengarahkan fungsi

sensoris (sel Merkel), pigmentasi (melanosist), dan fungsi imun (sel Langerhans)

Migrasi keratinosit

Migrasi keratinosit merupakan proses awal dalam reepitelisasi luka.

Keratinosit epidermis berespon pertama kali terhadap defek epidermis dengan

bermigrasi dari tepi bebas luka dalam 24 jam. Migrasi keratinosit pada luka yang

menebal sebagian juga terjadi dari sisa komponen pelengkap kulit, termasuk

folikel rambut (gambar 7.4). Perubahan dalam aktivitas keratinosit diperlukan

untuk terjadinya reepitelisasi. Dalam kondisi stabil tanpa luka, keratinosit basal

yang berbentuk kuboid saling berinteraksi melalui jembatan interseluler

desmosom dan dihubungkan dengan zona membrana basalisnya sendiri melalui

hemidesmosom. Sekitar 12 jam setelah perlukaan, sel epidermis menjadi memipih

dan memanjang, membentuk proyeksi menyerupai pseudopodi yang disebut

lamellipodia, kehilangan perlekatan antar sel dan ke matriksnya, meretraksi

tonofilamen intraselulernya dan membentuk filamen aktin pada tepi sitoplasma

sel. Saat sel epidermis bermigrasi, disisi lain potensial proliferasinya dihambat.

Page 12: Molecular Mechanism of Wound Healing

Mekanisme reepitelisasi luka telah diperdebatkan sejak lama namun hingga

saat ini masih belum mencapai titik terang. Migrasi keratinosit di atas permukaan

luka terjadi melalui beberapa cara. Teori yang akhir-akhir ini banyak diterima

yaitu teori ‘leap frog’ (lompatan katak)20, dimana sel epidermis bermigrasi sejauh

2 atau 3 panjang sel dari posisi awalnya dan bergeser atau berguling di atas sel

epidermis yang sebelumnya berimplantasi pada luka. Sel yang bermigrasi tersebut

kemudian terfiksasi, dan sel epidermis lain bermigrasi secara suksesif diatas sel

tersebut. Lapisan epidermis tersebut secara progresif berkembang dan menutup

defek epitel.

Keratinosit menggunakan reseptor integrin permukaannya untuk berinteraksi

dengan fibronektin yang berasal dari matriks penunjang yang kaya fibronektin

untuk membantu migrasi. Proses migrasi juga diatur oleh pengikatan keratinosit

melalui integrin pada molekul kolagen yang baru terbentuk pada bantalan luka.

Disosiasi selanjutnya dari pengikatan tersebut menyebabkan keratinosit berpindah

lebih jauh ke depan. Laporan penelitian terakhir menunjukkan bahwa keratinosit

dapat bermigrasi di atas tiap matriks yang terkait luka, seperti bekuan debris

terkait bekuan darah, dan oleh sebab itu migrasi tidak terbatas hanya pada matriks

yang baru terbentuk. 21 Fibronektin pada awalnya dihasilkan dari plasma, lalu

pada tahap lanjut dihasilkan baik oleh plasma maupun fibroblas, yang dapat

diambil dari keratinositnya sendiri yang bermigrasi.Hal tersebut menunjukkan

bahwa migrasi dari sel epitel menyediakan materialnya sendiri untuk kontinyuitas

migrasi selanjutnya. Diantara stimulus untuk proses reepitelisasi yang dianggap

penting yaitu TGF-β, faktor pertumbuhan keratinosit/keratinocyte growth factor

(KGF) dan EGF.

Keratinosit yang bermigrasi menghasilkan matriks metalloproteinasi (MMPs)

untuk menghancurkan matriks yang rusak. Contoh dari peran aktif keratinosit

basal dalam migrasi sel yaitu sekresi MMP-1 (kolagenase-1) saat kontak dengan

kolagen fibrilar, namun tidak terjadi saat kontak dengan membran basalis.22

MMP-1 merusak tiap perlekatan pada kolagen fibrilar dan mendrong migrasi

kontinyu dari keratinosit. Saat luka terepitelisasi, keratinosit berikatan pada

integrin α2β1, dan produksi MMP-1 berhenti. Spesifisitas yang dijelaskan di atas

Page 13: Molecular Mechanism of Wound Healing

tidak hanya berpengaruh pada hasil migrasi epitel namun juga pada pemeliharaan

arah dari bagian yang disebut sebagai ‘ephitelial tongue’ dari epitel.

- Proliferasi dan diferensiasi keratinosit

Reepitelisasi juga melibatkan peningkatan proliferasi dari keratinosit yang

terletak di belakang sel yang bermigrasi di bagian depan ‘ephitelial tongue’,

sehingga memastikan pasokan adekuat pada sel untuk bermigrasi dan menutup

luka. Saat migrasi berhenti, kemungkinan akibat inhibisi kontak, keratinosit

menempelkan dirinya pada substrat di bawahnya, menyusun membrana basalis

dan mengembalikan proses diferensiasi terminal untuk menghasilkan epidermis

stratifikasi yang baru. Proses tersebut dapat diamati pada pusat luka dimana

terdapat keratinosit lapisan tunggal, sementara di dekat tepi luka terdapat lapisan

multipel dari keratinosit stratifikasi. Di dekat tepi luka, diferensiasi dari

neoepidermis (keratin 1/10, filagrin dan loricrin) dan regenerasi dari hubungan

dermo-epidermis (laminin dan kolagen IV) lebih berkembang dibandingkan

dengan bagian pusat luka, dimana indeks proliferatif jumlahnya meningkat secara

signifikan.20

Diferensiasi epidermis merupakan proses yang terus berlangsung yang

menyeimbangkan prolierasi keratinosit dalam lapisan non-diferensiasi dan terus

berlanjut hingga luka ditutup oleh epidermis. Hal tersebut menunjukkan bahwa

inisiasi penyembuhan luka terutama bergantung pada migrasi keratinosit.21

Perbaikan zona membrana basalis

Pembentukan zona membran basalis intak/basement membrane zone (BMZ),

yang nromalnya terletak antara epidermis dan dermis, diperlukan untuk

menetapkan integritas dan fungsikulit. Dalam 7-9 hari proses pembentukan ulang

epidermis,BMZ kembali normal. BMZ membentuk sebuah struktur adhesi,

dimana bagian atasnya berfungsi sebagai tempat perlekatan untuk keratinosit

basal melalui pembentukan kompleks filamen hemidesmosome yang berfungsi

sebagai jangkar/kait; sementara itu bagian bawah menstabilkan pelekatan pada

dermis di bagian bawahnya melalui fibril pengait (gambar 7.8). Peran penting dari

protein BMZ individual dibuktikan oleh sekelompok penyakit bula yang dikenal

Page 14: Molecular Mechanism of Wound Healing

dengan epidermolisis bullosa (EB). Hal tersebut meliputi mutasi komponen

kolagen hemidesmosomalXVII pada EB atrofik, defek pada laminin-332 (atau

laminin-5) dari filamen pengait utama pada EB junctional, dan defisiensi fibril

pengait kolagen VII pada EB distrofik.23

- Kolagen

Zona membran basalis (BMZ) kulit terdiri atas protein matriks ekstraseluler,

dengan kolagen dan laminin sebagai komponen utama. Kolagen IV, kolagen VII

dan kolagen XVII merupakan kolagen utama dalam BMZ, sementara kolagen IV

memiliki jumlah terbanyak. Kolagen IV membentuk jaringan berbentuk 3 dimensi

di dalam lamina densa dari membrana basalis kulit. Kolagen IV juga merupakan

kolagen yang dominan pada membrana basalis dari pembuluh darah deris.Protein

kolagen VII juga disebut fibril pengait membentang dari lamina densa menuju

papila dermis atas dimana terjadi pembentukan struktur yang disebut dengan plak

pengait yang mengandung kolagen IV. Rangkaian/putaran fibril pengait juga

berhubungan dengan kolagen interstisial dari kolagen primer tipe I dan III.

Kolagen XVII juga dikenal dengan antigen pemfigus bulosa (BPAG-2 atau

BP180) merupakan protein transmembran berukuran 180kDa yang terletak pada

kompleks hemidesmosom keratinosit basal. Kolagen XVii memiliki N-terminus

yang pendek di dalam sel dan sebuah domain kolagen ekstraseluler triple heliks

pada C terminalnya yang berhubungan dengan filamen pengait pada lamina lusida

dari BMZ kutaneus.

- Laminin

Laminin merupakan komponen matriks ekstraseluler non-kolagen pada

berbagai BMZ dalam jaringan manusia. Semua laminin merupakan glikoprotein

heterotrimerik berukuran besar, yang tersusun atas rantai α, β, dan ϒ, yang

membentuk struktur persilangan asimetris (gambar 7.9). Beberapa laminin

dilaporkan muncul pada BMZ pertemuan dermis-epidermis.24 Lminin-111

(α1β1ϒ1, yang sebelumnya disebut laminin 1) merupakan laminin pertama yang

teridentifikasi sebagai lamina densa. Laminin yang mengandung 3 rantai α3,

lamini- 322 (α3β2ϒ1; laminin-5, kalinin, epiligrin, nicein, BM600), laminin-311

Page 15: Molecular Mechanism of Wound Healing

(α3β1ϒ1; laminin-6, k-laminin) dan laminin-321 (α3β2ϒ1, laminin-7) merupakan

komponen integral dari filamen pengait, yang melintas dari hemidesmosom

menyebrangi lamina lusida menuju lamina densa.25 Defisiensi pada salah satu

rantai laminin-322 berhubungan dengan penyakit bula klinis, epidermolisis bulosa

junctional. Terdapatbukti yang menunjukkan bahwa laminin juga aktif terlibat

dalam perbaikan luka. Sebagai respon terhadap luka, keratinosit utama di tepian

depan deposit laminin-322 yang bermigrasi yang berfungsi sebagai jalur yang

akan diikuti keratinosit yang bermigrasi menyebar ke seluruh permukaan luka.26

Baru-baru ini, sebuah anggota baru laminin, laminin-511 (α5β1ϒ1, atau laminin-

10), terlokalisasi dengan laminin densa.27Laminin-511 menunjukkan efek promosi

yang kuat pada perlekatan keratinosit manusia. Dalam sebuah percobaan, tikus

yang mengalami defisiensi rantai lamininin α5 menunjukkan perkembangan defek

multi sistem. Kulit dari tikus dengan disfungsi laminin-511 menunjukkan

diskontinuitas pada lamina densa BMZ dan terdapat defek pada pertumbuhan

rambutnya.28 Selain itu, laminin-511 dan laminin-411 (α4β1ϒ1, atau laminin-8)

diketahui sebagai laminin utama dari pembuluh darah mikrovaskuler dermis.

Tikus dengan defisiensi laminin α4 mengalami perdarahan pada saat lahir, yang

menunjukkan terganggunya proses maturasi mikrovaskular.Laminin-411

diketahui memicu perlekatan sel endotel, migrasi dan pembentukan tubulus

kapiler.29

Proses perbaikan dermis

Jaringan granulasi, tanda kemajuan proses penyembuhan luka, mulai

terbentuk dalam 3-4 hari dari luka. Matriks ekstraseluler sementara, yaitu bekuan

fibrin yang kaya akan fibronektin memicu pembentukan jaringan granulasi

dengan menyediakan kerangka dan pedoman kontak bagi sel untuk bermigrasi ke

dalam ruang luka, dan untuk terjadinya angiogenesis dan fibroplasia untuk

menggantikan jaringan dermis yang terluka.

Fibroplasia

Jaringan granulasi terdiri atas pembuluh darah baru yang bermigrasi ke dalam

luka serta akumulasi fibroblas dan senyawa pokok (gambar 7.7). Fibroplasia

Page 16: Molecular Mechanism of Wound Healing

dipakai untuk menjelaskan suatu proses proliferasi fibroblas, migrasinya ke dalam

bekuan fibrin dari luka, produksi kolagen baru dan matriks protein lainnya, serta

regulasi sitokin; proses tersebut berperan dalam pembentukan jaringan granulasi

selama perbaikan luka. Sebagai respon awal terhadap luka, fibroblas di tepian

luka mulai berproliferasi, dan pada hai ke-4 mulai bermigrasi ke dalam matriks

sementara dari bekuan luka dimana terdapat matriks yang kaya kolagen.30

Pertama, fibroblas bermigrasi kemudian memproduksi sejumlah besar material

matriks, meliputi kolagen, proteoglikan, dan elastin.31 Saat fibroblas telah

bermigrasi ke dalam luka, sel tersebut akan secara bertahap merubah fungsi

utamanya untuk sintesis protein dan berubah menjadi fenotipe profibrotik, yang

ditandai dengan sejumlah besar retikulum endoplasma kasar dan apparatus Golgi

yang dipenuhi dengan protein matriks baru. Sebagaimana pada kasus proliferasi

fibroblas, kondisi optimal bagi fibroblas untuk memproduksi protein matriks

terdiri atas linngkungan yang rendah oksigen dan bersifat asam.3 Fibroblas juga

mengalami modulasi menjadi fenotipe myofibroblas dan berperan dalam kontraksi

luka.3

Faktor kemotaktik fibroblastik bersifat sangat kompleks, namun dalam

beberapa bagian berasal dari makrofag yang telah ada dalam luka. Baik PDGF

maupun TGF-β dapat menstimulasi migrasi fibroblas dan meningkatkan ekspresi

reseptor integrin.32 EGF dan FGF, memodulasi proliferasi fibroblas dan

migrasinya.33,34 Proliferasi fibroblas juga dirangsang oleh kondisi rendah oksigen

yang ditemukan di tengah luka. Seiring proses angiogenesis dengan pembentukan

pembuluh darah baru dan peningkatan kapasitas pengangkutan oksigen, maka

rangsangan tersebut akan menghilang.

Struktur molekul dari matriks ekstraseluler awal, seperti fibronektin dan

kolagen, juga berperan dalam pembentukan jaringan granulasi dengan

memberikan kerangka untuk pedoman kontak dan tempat untuk sitokin dan faktor

pertumbuhan.Fibronektin, sebuah glikoprotein, merupakan komponen utama dari

senyawa seluler menyerupai gel/agar yang pertama kali disekresikan dan

menunjang peningkatan aktivitas fibroblas. Trombin dan EGF merangsang

sintesis fibronektin dan sekresinya.Fibronektin membuka jalan bagi fibronektin

Page 17: Molecular Mechanism of Wound Healing

untuk berikatan dengan matriks ekstraseluler dan menyediakan dasar adhesi untuk

migrasi sel, menyebabkan fibroblas melekat pada kolagen, fibrin dan asam

hialuronat.35 Matriks fibronektin memberikan sebuah kerangka untuk fibril

kolagen dan memperantarai kontraksi luka. Vektor dari migrasi fibroblas ke

dalam luka diarahkan oleh struktur fibril makro dan molekular dari

fibronektin,dan oleh sebab itu berperan penting dalam hal kecepatan dan

pengarahan perbaikan dermis. Fibroblas bermigrasi dengan cara menarik dirinya

sendiri sepanjang matriks fibronektin, yang terjadi melalui kontraksi dari

mikrofilamen intraseluler.

Reseptor integrin dalam penyembuhan luka

Matriks ekstraseluler mengikat sel melalui reseptor permukaan sel spesifik,

dimana integrin merupakan reseptor utama bagi matriks ekstraseluler. Sekuens

Arg-Gly-Asp (RGD) merupakan sekuens pengenalan uatama bagi reseptor

integrin. Integrin merupakan famili protein transmembran heterodimer, yang tiap-

tiap bagiannya mengandung sebuah rantai α dan sebuah rantai β. Integrin

memperantarai interaksi antar sel dan sel-matriks, sekaligus transduksi sinyal

(gambar 7.10). Banyak jalur pengiriman sinyal yang diaktifkan oleh aktivasi

integrin, juga teraktivasi mengikuti stmulasi faktor pertumbuhan, yang

menunjukkan bahwa respon seluler yang diperantarai oleh integrin dan faktor

pertumbuhan bertindak secara sinergis atau mengkoordinasikan perubahan

biokimiawi sel.36,37

Reseptor integrin yang terlibat dalam semua fase perbaikan luka. Segera

setelah perlukaan, integrin αIIbβ3 memimpin interaksi platelet dengan matriks

ekstraseluler, meliputi fibrin, fibronektin, dan trombospondin untuk pembentukan

bekuan darah stabil. Selama fase lanjutan dari penyembuhan luka, migrasi sel

meliputi leukosit, keratinosit, fibroblasdan sel endotel menuju luka memerlukan

pengikatan cepat dan disosiasi dengan molekul ekstraseluler untuk menyediakan

jalan bagi pergerakan sel. Setelah berhentinya migrasi fibroblas dan kontraksi

luka dimulai, fibroblas perlu mengikat kolagen dan fibronektin dengan erat serta

mengorganisasi sitoskeleton kontraktil. Integrin berperan sentral dalam proses

tersebut. Sel dapat mengekspresikan dan menggunakan integrin yang berbeda

Page 18: Molecular Mechanism of Wound Healing

untuk migrasi dan perlekatannya. Sebagai contoh, pada epidermis normal, integrin

α3β1 memperantarai interaksi antara keratinosit, integrin α6β4 menghubungkan

keratinosit basal pada laminin BMZ, integrin α2β1 dan α5β1 memperantarai

migrasi keratinosit pada kolagen dan fibronektin,38,39 dan integrin α9β1

memperantarai proliferasi keratinosit efektif selama reepitelisasi dari

penyembuhan luka kutaneus.40

Mekanisme kontraksi luka

Tingkat kontraksi luka bervariasi sesuai kedalaman luka. Untuk luka dengan

ketebalan penuh, kontraksi dimulai segera setelah terjadi luka dan memuncak

pada waktu 2 minggu. Pada luka tersebut, kontraksi merupakan bagian penting

dari penyembuhan luka, bertanggungjawab terhadap 40% penurunan ukuran luka.

Pada luka dengan ketebalan parsial/sebagian, bagian dari adneksa menetap dan

membuat epitelisasi terjadi dari dalam luka. Oleh sebab itu, luka dengan ketebalan

parsial kurang berkontraski dibandingkan luka dengan ketebalan penuh dan

sebanding dengan kedalamannya. Myofibroblas merupakan mediator dominan

dari proses kontraktilitas tersebut karena kemampuannya untuk memanjang dan

beretraksi.

Selama pembentukan jaringan granulasi, fibroblas secara bertahap

dimodulasi menjadi myofibroblas setelah mengekspresikan α-smooth muscle actin

(α-SMA) de novo, yang akan meningkatkan kemampuannya untuk berkontraksi.41

Menjelang hari ke-7, sejumlah besar matriks ekstraseluler telah berakumulasi

dalam jaringan granulasi dan fibroblas mulai berubah menjadi fenotipe

myofibroblas, yang ditandai dengan adanya serabut mikrofilamen aktin, sama

seperti yang terlihat pada otot polos, di sepanjang memmbran plasma. Fibroblas

normal kulit umumnya mengandung aktin sitoplasmik β dan ϒ yang terorganisasi

dalam sebuah jaringan (tidak dalam sebuah serabut/bundle). Sebuah studi

menggunakan mikroskop elektron dan pewarnaan imunohistokimiaberhasil

mengidentifikasi peningkatan bertahap ekspresi dari α-SMA, myosin otot polos,

dan desmin, yang merupakan penanda untuk diferensiasi otot polos, dalam

jaringan granulasi luka. Hal tersebut dimulai pada hari ke-6 dan mencapai

Page 19: Molecular Mechanism of Wound Healing

maksimum pada hari ke-15, ketika 70% dari fibroblas menunjukkan positivitas

terhadap penanda tersebut. Kemudia terdapat regresi yang progresif.42

Myofibroblas kemungkinan mengandung konsnetrasi aktinomyosin yang

lebih tinggi dibanding sel lain. Tidak seperti sel lain,myofibroblas di dalam luka

menempatkan dirinya sepanjang garis kontraksi. Kontraksi yang menyerupai otot

dari myofibroblas diperantrai oleh prostaglandin F1, 5-HT, angiotensin,

vasopresin, bradikinin, epinefrin dan nor-epinefrin. Kontraksi tersebut terintregasi

dan memerlukan komunikasi antar sel serta sel-matriks.43 Pseudopodia

myofibroblas membentang bersama aktin sitoplasmanya yang berikatan dengan

fibronektin ekstraseluler, melekat pada serat kolagen dan mengalami retraksi,

sehingga menarik serat kolagen menuju sel,sebagai hasilnya terjadilah kontraksi

luka. Mechanical adheren junction dan electrochemical gap junction berperan

penting dalam diferensiasi myofibroblas. Penelitian terbaru mengusulkan sebuah

model komunikais mekanis antar myofibroblas yang kontak yang menunjukkan

bahwa adheren junction (antar sel) lebih berperan dibandingkan gap junction

dalam sinkronisasi kontraksi myofibroblas melalui influks Ca2+.44

Kontraksi luka terajadi dalam arah yang bisa diprediksi, melalui alur yang

disebut dengan ‘skin tension lines’. DOkter bedah seringkali melakukan insisi

sesuai dengan arah skin tension lines untuk mengarahkan kontraktur.

Transplantasi kulit dengan ketebalan penuh/ full thickness graft atau tiruan dermis

aseluler dapat diletakkan ke dalam luka dengan ketebalan penuh untuk

menghambat kontraksi luka dan kontraktur yang mengikuti setelahnya.45

Angiogenesis luka

Angiogenesis merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru atau

neovaskularisasi dengan cara menumbuhkan pembuluh darah yang sudah ada

sebelumnya. Pembuluh kapiler baru meluas ke dalam luka melalui pembuluh

darahdi dekat luka. Pembuluh darah yangbaru terbentuk berperan dalam

pembentukan jaringan granulasi dan memberikan nutrisi dan oksigen untuk

jaringan yang sedang bertumbuh. Selain itu, sel inflamasi memerlukan interaksi

dengan pembuluh darah serta melakukan transmigrasi melalui pembuluh darah

Page 20: Molecular Mechanism of Wound Healing

yang sama untuk memasuki tempat perlukaan. Selama angiogenesis, sel endotel

juga memproduksi dan mensekresi senyawa biologis aktif atau sitokin.

Neovaskularisasi melibatkan perubahan fenotipe sel endotel, migrasi terarah, dan

berbagai stimulus mitogenik. Sitokin yang dilepaskan oleh sel seperti makrofag

akan menstimulasi angiogenesis selama penyembuhan luka, sebagaimana oksigen

kadar rendah dan asam laktat, dan amin biogenik berpotensiasi terhadap

angiogenesis.46

Sebagaimana ditemukan dalam sebagian besar jaringan normal, vaskulatur

pembuluh darah dermistidak mengalami pergerakan.Sebagai respon terhadap

luka,mikrovaskular sle endotel memulai proses angiogenesis yang terdiri atas

aktivasi sel endotel, defradasi lokal dari membrana basalisnya, pertumbuhan ke

dalam bekuan luka, proliferasi sel, pembentukan struktur tubulus, rekonstruksi

membrana basalis dan stabilisasinya, regresi dan involusi vaskulatur yang beru

terbentuk sebagai remodelling jaringan (gambar 7.11). Sama halnya dengan

migrasi dari tongue epithelium, sel endotel pada ujung kapiler bermigrasi ke

dalam luka namun tidak mengalami proliferasi aktif. Pseudopodia sitoplasmik

membentang dari sel endotel pada luka hari ke-2, kolagenase disekresikan dan

terjadi migrasi ke dalam ruang perivaskular.48 Di sisi lain, proliferasi dari sel

endotel dihipotesiskan sebagai efek sekunder dari migrasi sel. Oleh karena itu,

fibronektin, heparin dan faktor platelet yang dikenal menstimulasi migrasi sel

endotel ke dalam luka juga secara langsung atau tidak langsung menstimulasi

proliferasi sel endotel.