Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Deskripsi Singkat Mata Kuliah Perpajakan Matakuliah ini membahas aplikasi peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia sehubungan dengan perlakukan akuntansi dan koreksi fiskal atas laporan keuangan. 1.2 Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia sehubungan dengan perlakukan akuntansi dan koreksi fiskal atas laporan keuangan. 1.3 Metode Pembelajaran Matakuliah ini menggunakan metode kuliah interaktif, yang dipadu dengan pembelajaran dengan ceramah, small group, diskusi dan menyelesaikan kasus. Aktifitas diskusi, latihan di kelas dan kemampuan menyelesaikan kasus-kasus perpajakan merupakan indikator penilaian kemajuan mahasiswa. 1.4 Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) Modul ini disusun sesuai dengan GBPP sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan penjelasan umum mata kuliah perpajakan dan isi dari modul ini. Bab ini meliputi: deskripsi mata kuliah, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran dan Garis-Garis Program Pembelajaran (GBPP). BAB II HAK-HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK Dalam bab ini diuraikan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak. BAB III PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 (1) Dalam bab ini diuraikan pengertian PPh Pasal 21/26, dasar perhitungan PPh Pasal 21/26 dan tarif PPh Pasal 21/26. BAB IV PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 (2) Modul Perpajakan 1
140

Modul Perpajakan

Jul 13, 2016

Download

Documents

Prayoga Wibowo

Modul Perpajakan 2015
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Modul Perpajakan

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Singkat Mata Kuliah PerpajakanMatakuliah ini membahas aplikasi peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia sehubungan dengan perlakukan akuntansi dan koreksi fiskal atas laporan keuangan.

1.2 Tujuan PembelajaranSetelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia sehubungan dengan perlakukan akuntansi dan koreksi fiskal atas laporan keuangan.

1.3 Metode PembelajaranMatakuliah ini menggunakan metode kuliah interaktif, yang dipadu dengan pembelajaran dengan ceramah, small group, diskusi dan menyelesaikan kasus. Aktifitas diskusi, latihan di kelas dan kemampuan menyelesaikan kasus-kasus perpajakan merupakan indikator penilaian kemajuan mahasiswa.

1.4 Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) Modul ini disusun sesuai dengan GBPP sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUANDalam bab ini diuraikan penjelasan umum mata kuliah perpajakan dan isi dari modul ini. Bab ini meliputi: deskripsi mata kuliah, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran dan Garis-Garis Program Pembelajaran (GBPP).

BAB II HAK-HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK Dalam bab ini diuraikan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak.

BAB III PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 (1) Dalam bab ini diuraikan pengertian PPh Pasal 21/26, dasar perhitungan PPh Pasal 21/26 dan tarif PPh Pasal 21/26.

BAB IV PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 (2) Dalam bab ini diuraikan cara menghitung PPh Pasal 21/26 dan akuntansi PPh Pasal 21/26.

BAB V PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 (PPh PASAL 21/26) Dalam bab ini diuraikan cara mengisi SPT PPh Pasal 21/26 dan melaporkan SPT PPh Pasal 21/26.

BAB VI PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh PASAL 22) Dalam bab ini diuraikan pengertian, dasar perhitungan, tarif, cara menghitung pajak terutang dan akuntansi PPh Pasal 22.

Modul Perpajakan 1

Page 2: Modul Perpajakan

BAB VII PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 (PPh PASAL 23/26) Dalam bab ini diuraikan pengertian, dasar perhitungan, tarif, cara menghitung pajak terutang dan akuntansi PPh Pasal 23/26.

BAB VIII PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 (2) Dalam bab ini diuraikan pengertian, dasar perhitungan, tarif, cara menghitung pajak terutang dan akuntansi PPh Pasal 4 (2).

BAB IX PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 (PPh PASAL 24) Dalam bab ini diuraikan pengertian, dasar perhitungan, tarif, cara menghitung pajak terutang dan akuntansi PPh Pasal 24.

BAB X KOREKSI FISKAL Dalam bab ini diuraikan cara menghitung dan mengkoreksi laporan keuanga sesuai peraturan perpajakan.

BAB XI PSAK NO. 46Dalam bab ini diuraikan cara pelaporan pajak penghasilan sesuai PSAK No. 46

BAB XII PPN dan PPn BM (1)Dalam bab ini diuraikan kreteria Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP), Pengusaha Kecil, Penyerahan BKP dan JKP serta PPN Masukan dan Kredit Pajak.

BAB XIII PPN dan PPn BM (2)Dalam bab ini diuraikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN dan PPn BM, tarif, PPN yang bersifat final dan akuntansi PPN dan PPn BM.

BAB XVI PENGISIAN DAN PELAPORAN SPTDalam bab ini diuraikan cara mengisi dan melaporkan SPT PPN dan PPn BM, cara mengisi dan melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi dan SPT Tahunan Badan.

BAB XV MANAJEMEN PAJAKDalam bab ini diuraikan cara membuat strategi, perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian pajak perusahaan.

Modul Perpajakan 2

Page 3: Modul Perpajakan

BAB IIHAK-HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

2.1 PendahuluanDalam rangka lebih memberikan keadilan dibidang perpajakan yaitu antara keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengakomodir mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak.

2.2 Kewajiban Wajib Pajak1) Pasal 2 ayat 1

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2) Pasal 2 ayat 2Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

3) Pasal 2 ayat 4aKewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.

4) Pasal 3 ayat 1Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

5) Pasal 10 ayat 1Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Modul Perpajakan 3

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, mahasiswa diharapkan dapat

menjelaskan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak.

Page 4: Modul Perpajakan

6) Pasal 25 ayat 3aDalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.

7) Pasal 35A ayat 1Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

2.3 Hak-Hak Wajib Pajak1) Pasal 3 ayat 3a

Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.

2) Pasal 3 ayat 4Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

3) Pasal 8 ayat 1Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

4) Pasal 8 ayat 6Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

5) Pasal 26A ayat 2Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, mengatur tentang pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.

6) Pasal 29ATerhadap Wajib Pajak badan  yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh badan pengawas pasar modal dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian yang :

Modul Perpajakan 4

Page 5: Modul Perpajakan

a. Surat Pemberitahuan Wajib Pajak menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B; atau

b. terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis risiko dapat dilakukan pemeriksaan melalui Pemeriksaan Kantor.

7) Pasal 37A ayat 2Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan  yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.

8) Pasal 2 ayat 6Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila :

a. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;

c. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau

d. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

9) Pasal 37A ayat 1Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lambat tanggal 28 Pebruari 2009, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

10) Pasal 17B ayat 4Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kepada Wajib Pajak   diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Modul Perpajakan 5

Page 6: Modul Perpajakan

11) Pasal 17D ayat 2Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat diberikan pengembalian:

a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;

c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau

d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.

12) Pasal 17EOrang pribadi yang bukan subjek dalam negeri yang melakukan pengembalian Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

13) Pasal 17C ayat 2 ( senada dengan pasal 17D ayat 2 )Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

2.4 Soal Latihan

1) Jelaskan kewajiban wajib pajak sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

2) Jelaskan hak-hak wajib pajak sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

Modul Perpajakan 6

Page 7: Modul Perpajakan

BAB IIIPAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

(1)

3.1 Pengertian dan Obyek PPh Pasal 21/26PengertianPajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.

Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) adalah Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak luar negeri. PPh Pasal 26 dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri.

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:a. pemberi kerja yang terdiri dari:

1) orang pribadi dan badan;2) cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh

administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.

b. bendahara atau pemegang kas pemerintah;c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain

pembayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;d. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang

membayar:1.honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan

jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;

2.honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;

3.honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang;

e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada WP orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

Modul Perpajakan 7

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan

pengertian, dasar pengenaan dan pemotongan serta tarif PPh Pasal 21/26.

Page 8: Modul Perpajakan

Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak adalah:

a. kantor perwakilan negara asing;b. organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;c. pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan:a. pegawai;

b. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

c. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:1) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,

arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;2) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,

bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat pelukis, dan seniman lainnya;

3) olahragawan;4) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;5) pengarang, peneliti, dan penerjemah;6) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem

aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

7) agen iklan;8) pengawas atau pengelola proyek;9) pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi

perantara;10) petugas penjaja barang dagangan;11) petugas dinas luar asuransi;12) distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis

lainnya;

d. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

e. mantan pegawai;

f. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:

1) peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

2) peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;3) peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan

tertentu;4) peserta pendidikan dan pelatihan;5) peserta kegiatan lainnya.

Modul Perpajakan 8

Page 9: Modul Perpajakan

Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, adalah:

a.pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

b.pejabat perwakilan organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26(1) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:

a.penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;

b.penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

c. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;

d.penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

e. imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;

f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;

g.penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

h.penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau

i. penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

(2) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:a.WP yang dikenakan PPh yang bersifat final; ataub.WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

Penghasilan Diterima atau Diperoleh Dalam Mata Uang AsingDalam hal penghasilan diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.

Penghasilan Berupa Penerimaan Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan LainnyaPenghitungan PPh Pasal 21 dan/atau 26 atas penghasilan berupa penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang diberikan.

Modul Perpajakan 9

Page 10: Modul Perpajakan

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

a. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

b. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan yang diatur dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;

c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

e. beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

3.2 Dasar Pengenaan Pemotongan PPh Pasal 21/26

(1) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:

1. Pegawai Tetap;2. penerima pensiun berkala;

3. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan

4. Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan;

b. jumlah penghasilan yang melebihi Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);

c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan; atau

d. jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c.

(2) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto.

3.3 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)(1) Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut:

a. Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

b. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; dan

c. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga

Modul Perpajakan 10

Page 11: Modul Perpajakan

sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

(2) PTKP per bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c adalah PTKP per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi 12 (dua belas), sebesar:

a. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;b. Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak

yang kawin; dan

c. Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:a. bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;b. bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP

untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Atas penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah); atau

b. dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah), dan jumlah sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

3.4 Tarif Pemotongan PPh Pasal 21/26Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:

a. Pegawai Tetap;b. Penerima Pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan;c. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang dibayarkan secara bulanan.

Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas);

b. dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur.

Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak adalah:a. atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang

Modul Perpajakan 11

Page 12: Modul Perpajakan

atas jumlah penghasilan dibagi 12 (dua belas);b. atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih antara Pajak

Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan.

Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih antara PPh yang terutang atas seluruh PKP selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap hanya meliputi bagian tahun pajak maka perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang disetahunkan, sebanding dengan jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.

Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember dan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh Pasal 21 yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak maka kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dikembalikan kepada Pegawai Tetap yang bersangkutan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti bekerja.

Jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh diterapkan atas:

a. jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah); atau

b. jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya, dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

(2) Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 8.200.000,00 (delapan juta dua ratus ribu rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.

Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh diterapkan atas jumlah kumulatif dari:a. Penghasilan Kena Pajak, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan

bruto dikurangi PTKP per bulan, yang diterima atau diperoleh Bukan Pegawai yang memenuhi ketentuan ;

b. 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada Bukan Pegawai yang bersifat berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan ;

c. jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

d. jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau

e. jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Modul Perpajakan 12

Page 13: Modul Perpajakan

Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh diterapkan atas:a. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran

imbalan kepada Bukan Pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan;b. jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak

dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.

Tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dan bersifat final diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri dengan memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku antara RI dengan negara domisili Subjek Pajak luar negeri tersebut. PPh Pasal 26 tidak bersifat final dalam hal orang pribadi sebagai WP luar negeri tersebut berubah status menjadi WP dalam negeri.Tarif Pemotongan Penerima Penghasilan yang Tidak Mempunyai NPWPTarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan Yang Tidak Mempunyai NPWP, yaitu:

1) Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP.

2) Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

3) Pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.

4) Dalam hal Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.

Sesuai UU Nomor 36 Tahun 2008, tarif pasal 17 adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajaksampai dengan Rp. 50.000.000 5%di atas Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp. 250.000.000 15%di atas Rp. 250.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000 25%di atas Rp. 500.000.000 30%

3.5 Soal Latihan

1) Jelaskan pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21!2) Bagaimana dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21?3) Pada tahun pajak 2013, seorang karyawati yang belum menikah berstatus TK/2,

kemudian pada tahun yang sama menikah, bagaimana statusnya pada tahun pajak 2012 dan 2013? Jelaskan!

4) Hitung Pajak Terutang, jika Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh Rp800.000.000,-

Modul Perpajakan 13

Page 14: Modul Perpajakan

BAB IVPAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

(2)

4.1 Menghitung PPh Pasal 21/26Menghitung merupakan proses dalam sistem self assesment untuk menentukan

jumlah pajak terutang. Ada dua hal yang harus dipahami, yaitu tarif pajak dan penghasilan kena pajak.

Penghasilan Kena Pajak (PKP)Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam dalam UU PPh adalah sbb:

a. bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

b. bagi Pegawai Tidak Tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP;c. bagi Bukan Pegawai, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan

bruto dikurangi PTKP per bulan.

Penghasilan NetoBesarnya penghasilan neto bagi Pegawai Tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:

a. biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun;

b. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun.

Penghitungan PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tetap Dan Penerima Pensiun BerkalaPenghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakanmenjadi 2 (dua), yaitu:1) Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang

terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Desember atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja;

2) Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 Al atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja. Penghitungan kembali ini dilakukan pada:a. bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;b. bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan

bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.

Modul Perpajakan 14

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat

menghitung PPh Pasal 21/26 dan mengakuntansikan PPh Pasal 21/26.

Page 15: Modul Perpajakan

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan TeraturPenghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap:

a)Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.

b)Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK) dan premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.

c)Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan/atau iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12.

d)Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun dikurangi dengan PTKP.

e)Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar:

1) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan dibagi dengan 12; atau2) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan dibagi banyaknya bulan yang

menjadi faktor pengali.f) Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji

sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut:

1) Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4;2) Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26.

g)Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan . PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dibagi 26.

h)Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 (lima) bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas rapel tersebut adalah sebagai berikut :

a. rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan);

b. hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;

c. PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan;

d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana disebut pada huruf b.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Penerima Pensiun Berkala1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut:

Modul Perpajakan 15

Page 16: Modul Perpajakan

a. hitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember;

b. penghasilan neto pensiun ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;

c. untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas PKP tersebut;

d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;

e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 dibagi dengan banyaknya bulan .

2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya adalah terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun. Selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara penghitungan untuk pegawai tetap.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur bagi Pegawai Tetap 1. Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi,

tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut :

a. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.

b. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.

c. selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.

2. Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun, namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana pada butir 1 dengan memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur.

Penghitungan PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tidak Tetap Atau Tenaga Kerja LepasPegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan:1. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima

atau diperoleh dalam sehari:a) upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu;b) upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam

sehari;c) upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan

pekerjaan borongan.2. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi

Rp300.000,00, dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp3.000.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.

Modul Perpajakan 16

Page 17: Modul Perpajakan

3. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp300.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp3.000.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp300.000,00, dikalikan 5%.

4. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp3.000.000,00 dan kurang dari Rp8.200.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.

5. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp8.200.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara BulananPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Anggota Dewan Pengawas Atau Dewan Komisaris Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap, Mantan Pegawai Yang Menerima Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus Atau Imbalan Lain Yang Bersifat Tidak Teratur, Dan Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai Yang Menarik Dana Pensiun 1. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris

Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.

2. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai Yang Menerima Penghasilan Berupa Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yang Bersifat Tidak Teratur PPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.

3. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun Yang Masih Berstatus Sebagai Pegawai yang Menarik Dana Pensiun PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama 1 (satu) tahun kalender.

Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi OP Yang Berstatus Sebagai Bukan PegawaiPemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalan yang bersifat berkesinambungan

a. Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.

b. Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta memperoleh penghasilan lainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.

Modul Perpajakan 17

Page 18: Modul Perpajakan

Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, atas Imbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto.Dalam hal bukan pegawai adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik. Dalam hal bukan pegawai memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.Melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan

Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Peserta KegiatanPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.

( Penghasilan Bruto x Tarif Pasal 17 ayat (1))

Penghitungan PPh Pasal 26 Bagi Op Yang Berstatus Sebagai Subjek Pajak LN1. Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah dari jumlah penghasilan bruto.2. Dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dengan memperhatikan ketentuan yang

diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan adalah subjek pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia.

4.2 Saat Terutang PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak. Saat terutang untuk setiap masa pajak adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

4.3 Contoh Penghitungan dan Akuntansi PPh Pasal 21/26

Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai TetapFajar Ariwibowo pada tahun 2015 bekerja pada perusahaan PT Jaya Abadi dengan

memperoleh gaji sebulan Rp4.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. Fajar Ariwibowo menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Fajar Ariwibowo dari PT Jaya Abadi hanya dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:

Gaji Rp 4.500.000,00Pengurangan:1. Biaya Jabatan 5% X Rp2.500.000,00 = Rp 125.000,002. luran pensiun = Rp 100.000,00

Rp 225.000,00Penghasilan neto sebulan Rp 4.275.000,00Penghasilan neto setahun adalah12 x Rp4.275.000,00 Rp51.300.000,00PTKP setahun- untuk WP sendiri Rp 36.000.000,00- tambahan karena menikah Rp 3 .0 00 .000,00

Rp 39 . 000 .000,00 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp12.300.000,00

Modul Perpajakan 18

Page 19: Modul Perpajakan

PPh Pasal 21 terutang5% x Rp12.300.000,00 = Rp 615.000,00PPh Pasal 21 bulan JanuariRp615.000,00 : 12 = Rp 51.250,00

Jurnal yang dibuat PT Jaya Abadi :Biaya Gaji Rp 4.500.000,00

Utang PPh Pasal 21 Rp 51.250,00Kas/Bank Rp 4.448.750,00

Catatan:a. Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan

yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.

b. Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar:

c. 120% x Rp4.063,00= Rp4.875,00.

Penghitungan Pemotongan Pph Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Harian, Tenaga Harian Lepas, Penerima Upah Satuan, Dan Penerima Upah Borongan Dengan Upah HarianNurcahyo dengan status belum menikah pada bulan Januari 2015 bekerja sebagai buruh harian PT Cipta Mandiri Sejahtera. la bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp300.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:Upah sehari Rp 300.000,00Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh Rp 3 00.000,00 Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 0,00PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari: Rp 0,00

Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp3.000.000,00 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.Pada hari ke-11 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp3.000.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.Upah s.d hari ke-11 (Rp200.000,00 x 11) Rp 3.300.000,00PTKP sebenarnya:11 x (Rp36.000.000,00/ 360) Rp 1.100 . 000 ,00 Penghasilan Kena Pajak s.d hari ke-11 Rp 2.200.000,00PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-115% x Rp2.200.000,00 Rp 110.000,00PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-10 Rp 0,00 PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 Rp 110.000,00Sehingga pada hari ke-11, upah bersih yang diterima Nurcahyo sebesar:Rp300.000,00 – Rp110.000= Rp190.000,00

Jurnal yang dibuat PT Cipta Mandiri Sejahtera :Biaya Gaji Rp 300.000,00

Utang PPh Pasal 21 Rp 110.000,00Kas/Bank Rp 190.000,00

4.4 Soal Latihan

Modul Perpajakan 19

Page 20: Modul Perpajakan

1) Bapak Akhmad telah menikah mempunyai anak 3, bekerja pada perusahaan PT Bandung Permai sebagai pegawai tetap sejak 1 Februari 2015. Gaji sebulan Rp. 4.500.000,- dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp. 25.000,-. Hitung PPh Pasal 21 yang terutang dan jurnal atas transaksi tersebut!

2) Tuan Johar seorang arsitek ternama, pada bulan April 2015 menerima honorarium sebesar Rp. 50.000.000,- dari PT HK sebagai imbalan atas pemberian jasa teknik yang dilakukannya. Hitung PPh Pasal 21 yang terutang dan jurnal atas transaksi tersebut!

3) Bapak Budi dalam bulan April 2015 menerima uang tebusan pensiun dari Dana Pensiun Purna Jarya sebesar Rp. 750.000.000,-. Hitung PPh Pasal 21 yang terutang dan jurnal atas transaksi tersebut!

Modul Perpajakan 20

Page 21: Modul Perpajakan

BAB VPAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

(3)

5.1 Mengisi SPT PPh Pasal 21/26a. Pengertian

Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Masa PPh Pasal 21/26 adalah sarana untuk melaporkan pemotongan PPh yang dilakukan oleh pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun atau badan lain dan penyelenggara kegiatan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atau luar negeri.

Sebagai media pelaporan, SPT Masa PPh Pasal 21/26 akan memuat identitas pemotong pajak (NPWP, nama dan alamat), masa pajak, penyetoran (tanggal dan jumlah yang disetorkan), jumlah penerima penghasilan, jumlah total penghasilan bruto untuk masing-masing jenis penerima penghasilan dan besarnya PPh yang dipotong untuk masa tersebut, termasuk PPh Pasal 21 yang dipotong final.

Kecuali Pegawai Tetap dan Pensiunan serta Penerima pembayaran berkala lainnya, maka wajib dibuatkan bukti potong pada saat dilakukan pemotongan PPh Pasal 21/26. Dengan demikian atas Pemotongan PPh Pasal 21/26 yang dilakukan untuk masa Pajak (setiap bulan) harus dimasukkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 dan disampaikan ke KPP atau Kantor Penyuluhan Pajak tempat pemotong PPh Pasal 21/26 terdaftar selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya, disertai dengan Daftar Bukti Pemotongan PPh Psl 21/26 dan SSP.

b. Tatacara Pengisian SPT Masa PPh Pasal 21/26

Dalam pengisian SPT Masa PPh Pasal 21/26 sesuai formulir nomor F.1.1.32.01 maka urutan pengisiannya adalah sebagai berikut:

1) Identitas Pemotong PajakDiisi dengan identitas lengkap (NPWP, nama, alamat, no. telepon dan email) Pemotong Pajak

2) Masa Pajak dan tahun PajakDiisi sesuai dengan masa dan tahun pajak dilakukannya pemotongan.

3) Tanggal PenyetoranDiisi dengan tanggal penyetoran pajak. Apabila penyetoran dilakukan lebih dari satu kali, maka diisi dengan tanggal penyetoran yang terakhir.

4) Lampiran - Dibutuhkan tanda “X” sesuai dengan yang dilampirkan- Apabila SPT ditandatangani oleh bukan Pemotong Pajak,

maka harus dilampirkan Surat Kuasa Khusus bermaterai cukup.- Dalam hal Wajib Pajak telah meninggal dunia dan SPT

ditandatangani oleh ahli waris maka perlu dilampirkan Surat Keterangan Kematian dari instansi yang berwenang.

Modul Perpajakan 21

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat

mengisi dan melaporkan SPT PPh Pasal 21/26.

Page 22: Modul Perpajakan

5) Kolom (3), (4) dan (5)Diisi sesuai dengan jumlah penerima penghasilan, jumlah penghasilan bruto dan jumlah pajak yang dipotong untuk masing-masing golongan penerima penghasilan.

6) Pemotong PPh Pasal 21/26 wajib menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dalam bentuk e-SPT dalam hal: melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan

penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau

melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau

melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau

melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak.

Apabila tidak lebih dari 20 (dua puluh) maka pemotong PPh Pasal 21/26 dapat menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dalam bentuk formulir kerta (hard copy) atau e-SPT.

c. Kewajiban menyampaikan SPTKewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak

dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sebagai berikut :

Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :a) benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan

ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

b) lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan

c) jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yang harus diisikan dalam SPT. SPT yang telah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.

d. Tempat dan cara pengambilan SPTPasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP mengambil sendiri SPT ditempat yang ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau tempat lain yang diperkirakan mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dalam PMK No. 243/PMK.03/2014 tgl 24-12- 2014 diatur :

Modul Perpajakan 22

Page 23: Modul Perpajakan

SPT berbentuk formulir kertas (hard copy) dapat diambil secara langsung di KPP dan tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.

e. Cara penyampaian SPTPenyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan secara langsung melalui KPP atau KP2KP; melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau dengan cara lain seperti melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau e-Filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak atau ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.

e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan secara on-line yang real time melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP). (PER-14/PJ/2013)

Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur bahwa SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.

f. SPT dianggap Tidak Disampaikan.Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan apabila:

1) SPT tidak ditandatangani;2) SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu;3) SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa

Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur secara tertulis; atau

4) SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan SKP.

g. Sanksi karena tidak menyampaikan SPT.Sanksi bagi WP yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi administrasi ataupun sanksi pidana. Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar: Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.

5.2 SOAL LATIHANDiminta mengisi SPT PPh Pasal 21

Modul Perpajakan 23

Page 24: Modul Perpajakan

BAB VIPAJAK PENGHASILAN PASAL 22

6.1 Pengertian PPh Pasal 22Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:

1) Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;

2) Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

3) Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

6.2 Pemungut, Objek, Sifat, dan Tarif PPh Pasal 22Pemungut, objek, dan tarif PPh Pasal 22 dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Pemungut Objek Tarif Keterangan1. Bank Devisa dan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)

Impor barang Barang tertentu =10% x nilai impor

Nilai impor didapatkan dari penghitungan Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.

Angka Pengenal Importir (API) adalah tanda pengenal sebagai importir yang harus dimiliki setiap perusahaan yang melakukan perdagangan impor.

Daftar barang tertentu dan barang tertentu lainnya dapat dilihat pada Lampiran I dan II PMK No. 107 Tahun 2015.

Barang tertentu lainnya =7,5% nilai imporSelain barang tertentu dan barang tertentu lainnya yang menggunakan API = 2,5% x nilai impor Atas impor kedelai,

gandum, dan tepung terigu = 0,5% x nilai impor

Selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya, yang tidak menggunakan API= 7,5% x nilai imporBarang yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang

Ekspor komoditas tambang, batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh

1,5% x nilai ekspor Nilai ekspor adalah nilai Free on Board (FOB), sebagaimana tercantum pada Pemberitahuan Ekspor Barang.

Daftar ekspor komoditas

Modul Perpajakan 24

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan PPh

Pasal 22, dasar perhitungan, tarif, cara menghitung dan akuntansi PPh Pasal 22.

Page 25: Modul Perpajakan

No. Pemungut Objek Tarif Keteranganeksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terkait dalam perjanjian kerjasama pengusaha pertambangan dan Kontrak Karya;

tambang batubaru, mineral logam dan mineral bukan logam yang dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 dapat dilihat pada Lampiran III PMK No. 107 Tahun 2015.

2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

Pembayaran atas pembelian barang

1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN

Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).

KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar (SPM) yang diberi delegasi olehKPA, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)

3. Badan usaha tertentu

Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya

1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN

Yang termasuk badan usaha tertentu, meliputi: Badan Usaha Milik

Negara (BUMN); BUMN yang dilakukan

restrukturisasi oleh Pemerintah setelah berlakunya PMK No. 107 Tahun 2015; dan

Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN, meliputi:PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda,PT Telekomunikasi Selular,PT Indonesia Power,PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali

Modul Perpajakan 25

Page 26: Modul Perpajakan

No. Pemungut Objek Tarif KeteranganNusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction,PT Tambang Timah,PT Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah

4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi

Penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri

Semua jenis semen =0,25% x DPP PPNKertas =0,1 % x DPP PPNBaja =0,3% x DPP PPNSemua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih = 0,45% x DPP PPNSemua jenis obat =0,3% x DPP PPN

5. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor

Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri

0,45% x DPP PPN

6. Produsen atau importir Bahan Bakar Minyak (BBM), bahan bakar gas, dan pelumas

Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas

BBM yang dijual kepada stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina =0,25% x harga penjualan tidak termasuk PPNBBM yang dijual kepada SPBU bukan Pertamina =0,3% x harga penjualan tidak termasuk PPNBBM yang dijual selain kepada SPBU = 0,3% x harga penjualan tidak termasuk PPNBahan bakar gas =0,3% x harga penjualan tidak termasuk PPNPelumas = 0,3% x harga penjualan tidak termasuk PPN

7. Industri atau eksportir yang bergerak dalam

Pembelian bahan-bahan untuk keperluan

0,25% x harga pembelian tidak termasuk PPN

Modul Perpajakan 26

Page 27: Modul Perpajakan

No. Pemungut Objek Tarif Keterangansektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan

industrinya atau ekspornya

8. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan

pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam

1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN

9. Badan usaha yang memproduksi emas batangan

penjualan emas batangan di dalam negeri

0,45% x harga jual

10. Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah

barang yang tergolong sangat mewah

5% x harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM

Barang-barang yang tergolong sangat mewah yang transaski penjualannya menjadi objek pemungutan PPh Pasal 22 adalah : Pesawat terbang pribadi

dan helikopter pribadi; Kapal pesiar, yatch, dan

sejenisnya; Rumah beserta

tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,- atau luas bangunannya lebih dari 400 m2;

Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,- atau luas bangunannya lebih dari 150 m2;

Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, SUV, MPV, minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,- atau

Modul Perpajakan 27

Page 28: Modul Perpajakan

No. Pemungut Objek Tarif Keterangandengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc; dan/atau

kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.

Tarif pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana tabel di atas dikenakan lebih tinggi 100% bagi yang tidak memiliki atau tidak dapat menunjukkan NPWP-nya, atas objek pemungutan PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final.

Sifat PemungutanPada umumnya, sifat pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final, kecuali penjualan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas kepada penyalur/agen, bersifat final. Bersifat tidak final artinya dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi wajib pajak yang dipungut.

PengecualianPemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut sebagaimana tabel di atas dikecualikan atas objek sebagaimana tabel berikut:

No. Pemungut Pengecualian Keterangan1. Bank Devisa dan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)

Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh

Dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).

Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau PPN

Dilaksanakan oleh DJBC

Impor emas batangan oleh Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang industri perhiasan emas yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor

Dinyatakan dengan SKB

Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali

Dilaksanakan oleh DJBC

Impor kembali (re-impor) meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC

2. Bendahara dan KPA

Badan usaha tertentu

Industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan,

Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian

Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara dan KPA yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecahPembayaran yang dilakukan oleh badan usaha tertentu yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecahPembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos serta pemakaian air dan listrikPembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas

Modul Perpajakan 28

Page 29: Modul Perpajakan

No. Pemungut Pengecualian Keterangankomoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan

bumi, dan/atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari : kontraktor yang melakukan eksplorasi dan

eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau;

kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama.

Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumiPembayaran atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang jumlahnya paling banyak Rp20.000.000,00 tidak termasuk PPN dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecahPembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh BUMN

3. ATPM, APM, dan importir umum kendaraan bermotor

Penjualan kendaraan bermotor yang telah dikenai pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang tergolong sangat mewah.

4. Badan usaha yang memproduksi emas batangan

Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas batangan kepada Bank Indonesia

5. Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah

Pembelian barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh bukan subjek pajak

Dilakukan tanpa SKB

6.3 Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan, Tata Cara Penyetoran, Serta Waktu Pelaporan PPh Pasal 22

No. Objek Saat Terutang dan Pelunasan/

Pemungutan

Tata Cara Penyetoran Waktu Pelaporan

1. Impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB)

Disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).

Paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.

Disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak

Dilaporkan secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya

2. Atas ekspor Terutang dan dilunasi Penyetoran oleh eksportir Paling lambat

Modul Perpajakan 29

Page 30: Modul Perpajakan

komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam

bersamaan dengan saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)

yang bersangkutan dengan SSPCP ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank persepsi.

tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.

3. Atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha 

terutang dan dipungut pada saat pembayaran

Wajib disetor oleh KPA atau penanda tangan SPM pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP rekanan pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

Paling lama 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Wajib disetor oleh bendahara pengeluaran ke kas negara melalui Kantor Pos, bank persepsi, paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai APBN atau APBD.

Paling lama 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pemungutan yang dilakukan selain oleh KPA dan Bendaharan dilakukan dengan menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, atau bank persepsi paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Dilaporkan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

4. Atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam

terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)

Dilakukan dengan menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, atau bank persepsi paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Dilaporkan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

5. Atas pembelian barang dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha 

terutang dan dipungut pada saat pembayaran

Dilakukan dengan menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, atau bank persepsi paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Dilaporkan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

6. Atas penjualan hasil produksi, penjualan kendaraan bermotor, dan penjualan emas batangan

terutang dan dipungut pada saat penjualan

Dilakukan dengan menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, atau bank persepsi paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Dilaporkan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

7. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan

terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah

Dilakukan dengan menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib disetor

Dilaporkan paling lama 20 hari setelah

Modul Perpajakan 30

Page 31: Modul Perpajakan

bakar gas, dan pelumas

pengeluaran barang (delivery order)

oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, atau bank persepsi paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Masa Pajak berakhir.

8. Atas pembelian bahan-bahan dan pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam.

terutang dan dipungut pada saat pembelian

Dilakukan dengan menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, atau bank persepsi paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Dilaporkan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

9. Barang yang tergolong sangat mewah

terutang dan dipungut pada saat penjualan

Dilakukan dengan menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, atau bank persepsi paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

Dilaporkan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

6.4 Contoh Soal dan PembahasanHitung PPh Pasal 22 pada transaksi berikut kemudian buatlah jurnal untuk mencatat transaksi tersebut:

a.Pada tanggal 12 Oktober 2015, PT HAMKA yang mempunyai API mengimpor sebuah patung (barang tertentu lainnya) dengan nilai CIF sebesar Rp160.000.000,00, di mana tarif bea masuk patung sebesar 25%. Barang tersebut merupakan persediaan barang dagang bagi PT HAMKA.

b.Pada tanggal 15 Oktober 2015, PT ABC yang tidak mempunyai API mengimpor barang

(selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya) dengan nilai impor sebesar Rp200.000.000,00 (dengan asumsi termasuk bea masuk sebesar 25%). Barang tersebut merupakan persediaan barang dagang bagi PT ABC.

c. Pada tanggal 18 Oktober 2015, bendaharawan Kota Makassar membeli ATK secara tunai pada UD Maju senilai Rp5.500.000,00 (termasuk PPN). ATK tersebut akan dipergunakan kegiatan operasional kantor.

d.Pada tanggal 21 Oktober 2015, PT Semen Tonasa membeli ATK pada UD Mantap senilai Rp12.100.000,00 termasuk PPN.

Jawaban:a. Tarif PPh Pasal 22 atas impor barang tertentu lainnya adalah sebesar 7,5% dari nilai

impor. Oleh karena itu, penghitungan PPh Pasal 22 yang terutang adalahPPH Pasal 22 terutang = 7,5% x Rp200.000.000,00

= Rp15.000.000,00

Jurnal pada saat diterima invoicePersediaan Barang Dagang – Patung Rp160.000.000,00

Utang Usaha Rp160.000.000,00

Jurnal pada saat pembayaran Bea Masuk dan pengambilan barang adalah

Modul Perpajakan 31

Page 32: Modul Perpajakan

Persediaan Barang Dagang – Patung Rp40.000.000,00PPN-Masukan Rp20.000.000,00Uang Muka PPh Pasal 22 Rp15.000.000,00

Kas *Rp75.000.000,00*Rp40.000.000,00 (Pembayaran bea masuk) + Rp15.000.000,00 (Pemungutan PPh Pasal 22 oleh DJBC) + Rp20.000.000,00 (Pemungutan PPN oleh DJBC)

b. Tarif PPh Pasal 22 atas impor barang selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya bagi wajib pajak yang tidak memiliki API adalah sebesar 7,5% dari nilai impor. Oleh karena itu, PPh Pasal 22 yang terutang adalahPPH Pasal 22 terutang = 7,5% x Rp200.000.000,00

= Rp15.000.000,00

Jurnal pada saat diterima invoicePersediaan Barang Dagang – Patung* Rp160.000.000,00

Utang Usaha Rp160.000.000,00*Merupakan nilai CIF, yaitu 100/125 x Rp200.000.000,00

Jurnal pada saat pelunasan pembayaran Bea Masuk adalahPersediaan Barang Dagang – Patung Rp40.000.000,00PPN-Masukan Rp20.000.000,00Uang Muka PPh Pasal 22 Rp15.000.000,00

Kas *Rp75.000.000,00* Rp40.000.000,00 (Pembayaran bea masuk) + Rp15.000.000,00 (Pemungutan PPh Pasal 22 oleh DJBC) + Rp20.000.000,00 (Pemungutan PPN oleh DJBC)

c. Tarif PPh Pasal 22 atas pembayaran pembelian ATK yang dilakukan oleh bendahara pemerintah adalah sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN. Pada kasus di atas terutang PPh Pasal 22 karena nilainya pembayarannya melebihi Rp2.000.000,00 dan bendaharawan merupakan pemungut PPN, maka penghitungan PPh Pasal 22 yang terutang adalah Pembayaran tidak termasuk PPN = 100/110 x Rp5.500.000,00

= Rp5.000.000,00Dengan demikian PPh Pasal 22 yang terutang atas pembayaran tersebut adalah sebesar 1,5% x Rp5.000.000 = Rp75.000,00. Jurnal Pemerintah Kota Makassar pada saat penerimaan dan pembayaran terkait transaksi pembelian ATK oleh Bendahara:Persediaan ATK Rp5.500.000,00

Utang PPh Pasal 22 Rp75.000,00Utang PPN Rp500.000,00Kas Rp4.925.000,00

Jurnal UD Maju pada saat penyerahan dan pembayaran ATK:Kas Rp4.925.000,00Uang Muka PPh Pasal 22 Rp75.000,00PPN-Keluaran Rp500.000,00

Penjualan Rp5.000.000,00PPN-Keluaran Rp500.000,00

Jurnal Pemerintah Kota Makassar saat penyetoran PPh Pasal 22 ke Kas NegaraUtang PPh Pasal 22 Rp75.000,00

Kas Rp75.000,00

Modul Perpajakan 32

Page 33: Modul Perpajakan

Jurnal Pemerintah Kota Makassar saat penyetoran PPN ke Kas NegaraUtang PPN Rp500.000,00

Kas Rp500.000,00

d. PT Semen Tonasa merupakan Badan Usaha Tertentu sebagaimana dimaksud dalam PMK Nomor 107 Tahun 2015, sehingga PT Semen Tonasa memungut PPh Pasal 22 untuk pembayaran atas pembelian ATK tersebut yang bernilai lebih dari Rp10.000.000,00 tidak termasuk PPN. PT Semen Tonasa juga merupakan Pemungut PPN berdasarkan PMK Nomor 136 Tahun 2012. Penghitungan PPh Pasal 22 terutang adalahPembayaran tidak termasuk PPN = 100/110 x Rp12.100.000,00

= Rp11.000.000,00

Dengan demikian PPh Pasal 22 yang terutang atas pembayaran ATK tersebut adalah sebesar 1,5% x Rp11.000.000 = Rp165.000,00.

Jurnal PT Semen Tonasa pada saat penerimaan dan pembayaran terkait transaksi pembelian ATK oleh Bendahara:Persediaan ATK Rp12.100.000,00

Utang PPh Pasal 22 Rp165.000,00Utang PPN Rp1.100.000,00Kas Rp10.835.000,00

Jurnal UD Mantap pada saat penyerahan dan pembayaran ATK:Kas Rp10.835.000,00Uang Muka PPh Pasal 22 Rp165.000,00PPN-Keluaran Rp1.100.000,00

Penjualan Rp11.000.000,00PPN-Keluaran Rp1.100.000,00

Jurnal PT Semen Tonasa saat penyetoran PPh Pasal 22 ke Kas NegaraUtang PPh Pasal 22 Rp165.000,00

Kas Rp165.000,00

Jurnal PT Semen Tonasa saat penyetoran PPN ke Kas NegaraUtang PPh Pasal 22 Rp1.100.000,00

Kas Rp1.100.000,00

6.5 Soal LatihanHitung PPh Pasal 22 pada transaksi berikut kemudian buatlah jurnal untuk mencatat transaksi tersebut:

a.Pada tanggal 10 Oktober 2015, PT ARIES yang mempunyai API mengimpor kasur (barang tertentu) dengan Nilai Impor sebesar Rp400.000.000,00 (termasuk bea masuk sebesar 25%). Barang tersebut merupakan persediaan barang dagang bagi PT ARIES.

b.Pada tanggal 13 Oktober 2015, PT XYZ yang tidak mempunyai API mengimpor barang (selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya) dengan Nilai Impor Rp 400.000.000,00 (termasuk bea masuk sebesar 25%). Barang tersebut merupakan persediaan barang dagang bagi PT XYZ.

Modul Perpajakan 33

Page 34: Modul Perpajakan

c. Pada tanggal 15 Oktober 2015, bendaharawan Kota Makassar membeli ATK pada UD Maju senilai Rp2.100.000,00 termasuk PPN. ATK tersebut akan dipergunakan kegiatan operasional kantor.

d.Pada tanggal 18 Oktober 2015, PT Semen Tonasa membeli ATK pada UD Mantap senilai Rp5.500.000,00 termasuk PPN.

Modul Perpajakan 34

Page 35: Modul Perpajakan

BAB VIIPAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

7.1. Pengertian PPh Pasal 23/26Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 231) Pemotong PPh Pasal 23:

a. badan pemerintah;b. Subjek Pajak badan dalam negeri;c. penyelenggaraan kegiatan;d. bentuk usaha tetap (BUT);e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;f. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur

Jenderal Pajak.2) Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:

a. WP dalam negeri;b. BUT

7.2. Dasar Perhitungan Tarif PPh Pasal 23/26

Tarif dan Objek PPh Pasal 231. 15% dari jumlah bruto atas:

a. dividenb. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;c. royalti; dand. hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh

pasal 21.2. 2% dari jumlah bruto atas:

a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan; dan

b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, jasa lain selain jasa yang telah di potong PPh Pasal 21. Jasa lain terdiri dari: (PMK141/03/2015)1) Jasa penilai (appraisal);2) Jasa aktuaris;3) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;4) Jasa hukum;5) Jasa arsitektur;6) Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;7) Jasa perancang (design);8) Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi

(migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;

Modul Perpajakan 35

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan PPh

Pasal 23/26, dasar perhitungan, tarif, cara menghitung dan akuntansi PPh Pasal 23/26.

Page 36: Modul Perpajakan

9) Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);

10) Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);

11) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;12) Jasa penebangan hutan;13) Jasa pengolahan limbah;14) Jasa penyedia tenaga kerja dan/ atau tenaga ahli (outsourcing services);15) Jasa perantara dan/ atau keagenan;16) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh

Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);

17) Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);

18) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;19) Jasa mixing film;20) Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise,

banner,pamphlet, baliho dan folder;21) Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer,

termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;22) Jasa pembuatan dan/ atau pengelolaan website;23) Jasa internet termasuk sambungannya;24) Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau

program;25) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,

dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/ atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

26) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan inempunyai izin dan/ atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

27) Jasa perawatan kendaraan dan/ atau alat transportasi darat, laut dan udara;28) Jasa maklon;29) Jasa penyelidikan dan keamanan;30) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;31) Jasa penyediaan tempat. dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang

atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/ atau jasa periklanan;32) Jasa pembasmian hama;33) Jasa kebersihan atau cleaning service;34) Jasa sedot septic tank; 35) Jasa pemeliharaan kolam;36) Jasa katering atau tata boga;37) Jasa freight forwarding;38) Jasa logistik;39) Jasa pengurusan dokumen;40) Jasa pengepakan;41) Jasa loading dan unloading;42) Jasa laboratorium dan/ atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga

atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;43) Jasa pengelolaan parkir;44) Jasa penyondiran tanah pengujian 45) Jasa penyiapan dan/ atau pengolahan lahan;46) Jasa pembibitan dan/ atau penanaman bibit;47) Jasa pemeliharaan tanaman;

Modul Perpajakan 36

Page 37: Modul Perpajakan

48) Jasa pemanenan;49) Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau

perhutanan;50) Jasa dekorasi;51) Jasa pencetakan/penerbitan;52) Jasa penerjemahan;53) Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15

Undang-Undang Pajak Penghasilan;54) Jasa pelayanan kepelabuhanan;55) Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;56) Jasa pengelolaan penitipan anak;57) Jasa pelatihan dan/ atau kursus;58) Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;59) Jasa sertifikasi;60) Jasa survey;61) Jasa tester, dan62) Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

3. Untuk yang tidak memiliki NPWP besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% dari tariff PPh Pasal 23.

4. Jumlah bruto sebagaimana dimaksud diatas:a) untuk jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam

bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dan

b) untuk jasa selain jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:1) pembayaran gajl, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai

imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;

2) pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan;

3) pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkait Jasa yang diberikan oleh penyedia jasa; dan/ atau

4) pembayaran kepada penyedia Jasa yang merupakan penggantian (reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangkutan.

Pengeculian Objek Pemotongan PPh Pasal 23Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23 adalah:1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak

opsi;3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai

WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

Modul Perpajakan 37

Page 38: Modul Perpajakan

b. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

4. Dividen yang diterima orang pribadi5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

6. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;7. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan

yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

7.3. Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23

1. Pajak penghasilan pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannnya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

2. Pajak penghasilan pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos Indonesia.

3. Pemotong PPh Pasal 23 di wajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

4. Pemotongan PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotong kepada orang pribadi atau badan yang dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong.

5. Pelaksanaan pemotong, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 23, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah, pengawasan terhadap pelaksaan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

7.4. Bukti Pemotong PPh Pasal 23Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.

7.5. Contoh Soal

1. PT Jumbo (pihak pertama) melakukan kontrak dengan PT Iklan Promo selaku perusahaan agen periklanan (pihak kedua) untuk membuat iklan sekaligus memasang iklan pada PT Perusahaan Media (pihak ketiga). Nilai kontrak yang telah disepakati adalah sebesar Rp255.000.000,00. Rincian tagihan PT Iklan Promo kepada PT Jumbo terdiri dari:- jasa pembuatan materi iklan sebesar Rp100.000.000,00;- fee agen Rp5.000.000,00; dan- biaya pemasangan iklan Rp150.000.000,00.Atas biaya pemasangan iklan tersebut, PT Perusahaan Media menagih kepada PT Iklan Promo sebesar Rp150.000.000,00 yang kemudian akan dilakukan reimbursement (penggantian) oleh PT Jumbo kepada PT Iklan Promo. Pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi di atas adalah sebagai berikut:a. Pemotongan PPh Pasal 23 yang dilakukan PT Iklan

Promo atas pembayaran jasa pemasangan iklan kepada PT Perusahaan Media adalah sebesar :2% x Rp 150.000.000,- = Rp3.000.000,00.

Modul Perpajakan 38

Page 39: Modul Perpajakan

e. Pemotongan PPh Pasal 23 yang dilakukan PT Jumbo atas pembayaran jasa pembuatan materi iklan dan jasa keagenan kepada PT Iklan Promo adalah:1) Untuk jasa pembuatan materi iklan sebesar:

2% x Rp100.000.000,00 = Rp2.000.000,00; dan2) untuk jasa keagenan sebesar:

2% x Rp5.000.000,00 = Rp100.000,00.f. Dalam hal tidak ada faktur tagihan atau bukti pembayaran dari PT Iklan Promo

kepada PT Perusahaan Media atas rincian tagihan di atas, maka jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT Jumbo kepada PT Iklan Promo adalah sebesar Rp255.000.000,00, sehingga PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Jumbo atas pembayaran kepada PT Iklan Promo adalah sebesar:2% x Rp255.000.000,00 = Rp5.100.000,00

Jurnal pada saat Pembayaran dari PT.Iklan Promo pada PT.Perusahaan MediaPT. Iklan PromoPiutang kepada PT. Jumbo Rp150.000.000

Utang PPh 23 Rp3.000.000Kas Rp147.000.000

PT. Perusahaan MediaKas Rp147.000.000Uang Muka PPh 23 Rp3.000.000

Pendapatan-Pemasangan Iklan Rp150.000.000

Jurnal pada saat Pembayaran dari PT.Jumbo kepada PT.Iklan PromoPT. JumboBeban Iklan Rp255.000.000

Utang PPh 23 Rp2.100.000Kas Rp252.900.000

PT. Iklan PromoKas Rp252.900.000Uang Muka PPh 23 Rp2.100.000

Piutang Rp150.000.000Pendapatan Rp105.000.000

7.6. Soal Latihan

1. Acara ulang tahun perusahaan PT. Antariksa melakukan pesta bagi karyawan dan para tamu undangan. Untuk kebutuhan tersebut PT. Antariksa menggunakan Jasa CV. Margaboga untuk menyediakan catering, dengan nilai pembelian sebesar Rp. 68.000.000,-Dalam kontrak yang dibuat disebutkan sebagai berikut:Makanan dan minuman untuk 300 orang @ 150.000, = Rp. 85.000.000Pemakaian peralatan dan Tenaga Kerja = Rp 20.000.000Fee = Rp 23.000.000Harga disepakati = Rp 38.000.000Hitunglah PPh Pasal 23 yang terutang adalah atas transaksi di atas:

2. Pada bulan Oktober 2009 PT A memberikan pinjaman kepada PT B sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan tingkat bunga sebesar 10% (sepuluh persen) per tahun. Jatuh tempo pembayaran bunga setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober. Pada 1 April 2010, PT B membayar bunga sebesar Rp50.000.000,00 kepada PT A. Atas bunga pinjaman ini, PT A telah mengakui sebagai penghasilan di tahun 2009 sebesar Rp25.000.000,00 (bunga selama Oktober s.d Desember 2009).Hitunglah PPh Pasal 23 yang terutang?

Modul Perpajakan 39

Page 40: Modul Perpajakan

BAB VIIIPAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2)

8.1 Pengertian PPh Pasal 4 Ayat 2Pasal 4 (2) Undang-undang PPh mengatur bahwa beberapa Penghasilan tertentu dengan syarat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dapat pajak bersifat final. Penghasilan tersebut adalah:1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan

surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

2. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian;

3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

5. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pengenaan bersifat final merupakan suatu pengenaan pajak yang memiliki karakteristik berbeda dari Pajak Penghasilan secara umum. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) di uraikan bahwa terdapat pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam menetapkan pengenaan pajak bersifat final adalah antara lain: Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan

masyarakat; kesederhanaan dalam pemungutan pajak; berkurangnya beban administrasi bagi Wajib Pajak maupun DJP; pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.

Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.Lebih lanjut dalam dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010 ditegaskan bahwa dalam hal penghasilan tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan Peraturan Pemerintah tersendiri, atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengaturan ini dalam Peraturan Pemerintah ini memberikan penegasan bahwa jika terdapat Peraturan Pemerintah yang mengenakan Pajak bersifat final, maka pengenaan pajak secara umum seperti yang diatur dalam undang-undang Pajak Penghasilan di kesampingkan, sehingga yang berlaku adalah PengenaanPajak secara Final seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Karakteristik pengenaan Pajak Penghasilan Bersifat Final antara lain sebagai berikut :

Modul Perpajakan 40

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan PPh

Pasal 4 Ayat 2, dasar perhitungan, tarif, cara menghitung dan akuntansi PPh Pasal 4 Ayat (2)

Page 41: Modul Perpajakan

Pengenaannya dipisahkan dengan penghasilan yang dikenakan tarif PPh umum. Terutang pada setiap transaksi atau tanpa diakumulasikan pada periode tahun pajak. Pelunasannya dapat menggunakan mekanisme witholding, atau disetor sendiri oleh

Wajib Pajak. Jika pajak yang terutang lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang telah dipotong atau dipungut pihak lain, maka kekurangannya di setor sendiri oleh wajib pajak.

Pajak Penghasilan Final atau yang bersifat final tidak dapat diperhitungkan/dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang yang dikenakan tarif umum.

Biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat finaltidak dapat dikurangkan dalam rangka penghitungan Penghasilan Kena Pajak yang bersifat umum.

Biasanya Tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final adalah tarif tunggal meskipun ada juga yang bersifat progresif.

Dilakukan pembukuan terpisah dengan yang dikenakan tarif pajak bersifat umum, atau yang bukan merupakan objek pajak, serta yang mendapatkan fasilitas perpajakan. (Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010).

Selain diaturpada Pasal 4 Ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Pengenaan PPh bersifat Final juga diatur pada Pajak 15, Pasal 17 ayat (2c), dan Pasal 22Undang-undang Pajak Penghasilan.

8.2 Objek, Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak PPh Final atau Bersifat Final

No Objek Tarif Dasar Perhitungan1. Bunga Deposito dan Tabungan serta

Diskonto SBI20% (untuk

WPDN & BUT) 20% atau Tarif

P3B (untuk WPLN)

Jumlah Bruto Bunga

Dasar Hukum : PPh Pasal 4 ayat (2) PP No. 131 Tahun 2000 KMK-51/KMK.04/2001 SE-01/PJ.43/2001Pengecualian:a. Bung

a deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di IndonesiaIndonesia. atau cabang bank luar negeri

c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun.

d. Bung

Modul Perpajakan 41

Page 42: Modul Perpajakan

a tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhada, kapling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sepanjang untuk dihuni sendiri.

2. Hadiah Undian

25%

Jumlah bruto nilai hadiah yang

dibayarkan atau nilai pasar

hadiah berupa natura atau kenikmatan

Dasar Hukum : PPh Pasal 4 ayat 2 PP No. 132 Tahun 2000 jo KEP-

395/PJ./2001

3. Bunga Simpanan Anggota KoperasiDasar Hukum: PPh Pasal 4 ayat (2) PPh Psal 17 ayat 7 PP No.15 Tahun 2009a. Peng

hasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 perbulan

0%

b. Penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00 perbulan

10% Jumlah bruto bunga

4. Bunga ObligasiDasar Hukum : PPh Pasal 4 ayat 2 PPh Pasal 17 ayat 7 PP No. 16 Tahun 2009a. Bung

a Obligasi dengan kupon1.2.

15%20% atau Tarif berdasarkan

P3B

Jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi

b. Diskonto Obligasi dengan kupon1.2.

15%20% atau Tarif berdasarkan

P3B

Selisih lebih harga jual atau nilai

nominal di atas harga perolehan

obligasi, tidak termasuk bunga

berjalanc. Disk

onto Obligasi tanpa bunga1.2.

15%20% atau Tarif berdasarkan

P3B

Selisih lebih harga jual atau nilai

nominal di atas harga perolehan

obligasid. Bung

a dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan untuk tahun 2009 sampai dengan

tahun 2010;0%

Modul Perpajakan 42

Page 43: Modul Perpajakan

untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013;

5%

untuk tahun 2014 dan seterusnya.

15%

5. Transaksi Penjualan Saham di Bursa EfekDasar Hukum: PPh Pasal 4 ayat (2) PP No.41/1994 PP No.14/1997 282/KMK.04/1997 SE-06/PJ.4/1997a. Saha

m pendiri(0,1% X Nilai Transaksi) + (0,5% X nilai saham pasar saat Penawaran

Umum Perdana (IPO))b. Buka

n saham pendiri 0,1% X Nilai Transaksi

6. Pengalihan Hak Atas Tanah dan/Atau Bangunan (Sejak 1 Januari 2009, baik OP maupun Badan)

5%

bruto nilai penjualan/pengalihan

tanah dan/atau bangunan .

Dasar Hukum: PPh Pasal 4 ayat (2) PP 71 tahun 08 PMK-243/PMK.33/2008; PER30/PJ./2009

Rumah susun dan rumah susun sederhana

1%

7. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

10%

Jumlah bruto nilai persewaan

tanah dan/atau bangunan baik yang diterima/diperoleh WP Orang Pribadi

maupun WP Badan

Dasar Hukum: PPh Pasal 4 ayat (2) PP No. 29 tahun 1996 PP No. 5 tahun 2002 KMK-120/KMK.03/2002 KEP-227/PJ/2002

8. Usaha Jasa Kontruksi Jumlah brutoDasar Hukum: PPh Pasal 4 ayat (2) PP No. 140 Tahun 2000 jo PP No. 51

Tahun 2008, direvisi dengan PP No 40 Tahun 2009

SE-05/PJ.03/2008bersifat final bagi Wajib Pajak yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)a. Waji

b Pajak penyedia jasa perencanaan konstruksi;

4%

b. Wajib Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi;

2%

c. Waji 4%

Modul Perpajakan 43

Page 44: Modul Perpajakan

b Pajak penyedia jasa pengawasan konstruks

9. Uang Pesangon yang Dibayarkan sekaligus

Penghasilan bruto

Dasar Hukum:a. 0%b. 5%c. 15%d. 25%Uang manfaat pensiun; Tunjangan hari tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus

Penghasilan brutoa. Penghasilan bruto s.d. Rp50 juta 0%

b. Diatas Rp500 juta 5%

10. Pelayaran DN dan/atau Penerbangan LNDasar Hukum: PPh Pasal 15. KMK 416/KMK.04/1996 SE 29/PJ.4/1996 KMK 417/KMK.04/1996 SE 32/PJ.4/1996

1,2% Peredaran bruto (norma khusus)

a.b. 2,64%

11. WP LN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia

0,44% Nilai Ekspor Bruto (norma khusus)

Dasar Hukum: PPh Pasal 15. 634/KMK.04/1994 Kep-667/PJ/2001 SE-2/PJ.03/2008

12. Nilai bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjian (OP)

5%

jumlah bruto nilai yang tertinggi antara

lain pasar dengan Nilai Jual Obyek

Pajak (NJOP) bagian bangunan yang

diserahkan

Dasar Hukum:1. PPh Pasal 15.2. 248/KMK.04/19953. SE-38/PJ.4/1995Dikecualikan: jika pemegang hak atas tanah dan bangunan adalah badan pemerintah

13. Honorarium/imbalan atas beban APBN/APBD yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI, POLRI dan Pensiunan.

15% Penghasilan bruto 252/

PMK.03 /08 PER

31/PJ/2009 PER

57/PJ /2009Akan diatur dengan

Dasar Hukum: PPh Pasal 21 ayat (1) PP 45 tahun 1994 Kep-545/PJ./2000

Modul Perpajakan 44

Page 45: Modul Perpajakan

Per-15/PJ./2006permen keu ter

14. Penyalur/Dealer/Agen Produk Pertamina dan Premix

Penjualan

Dasar Hukum: PPh Pasal 22 254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo 236/KMK.03/2003 Jo 154/PMK.03/2007 Jo 08/PMK.03/2008 Jo 210/PMK.03/2008a. Penj

ualan SPBU Swasta0,3%

b. Penjualan SPBU Pertamina

0,25%

c. Penjualan minyak Tanah

0,3%

d. Penjualan Gas LPG/Pelumas

0,3%

15. Diskonto Surat Utang Negara ( SPBN & ORI)

20% Jumlah Diskonto SPNDasar Hukum:

PPh Pasal 4 ayat (2) PP.27 Th 2008

16. Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal Ventura

0,1%

Jumlah bruto nilai transaksi penjualan

saham atau pengalihan

penyertaan modal

Dasar Hukum: PPh Pasal 4 ayat (2) PP No.4/1995 250/KMK.04/1995 SE-33/PJ.4/-1995

17. WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing) Internasional di bidang produksi mainan anak-anak.

7% x 30% x total biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct

materials)Dasar Hukum: PPh Pasal 15 KMK 543/KMK.03/2002 SE 02/PJ.31/2003

18. Penghasilan dari usaha yang diterima oleh Wajib Pajak yang tidak melebihi 4,8 M dalam 1 Tahun 1% x omzet (Jumlah Peredaran Bruto)Dasar Hukum: PP 46 Tahun 2013

8.3 Pemotong atau Pemungut Pajak PPh Pasal 4 Ayat (2)

1. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBIBank dan Bank Indonesia wajib memotong Pajak Penghasilan yang melakukan pembayaran bunga wajib memotong PPh final yang terutang. Demikian juga Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang bukan bank atau kepada Dana

Modul Perpajakan 45

Page 46: Modul Perpajakan

Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan, wajib memotong Pajak Penghasilan atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia tersebut.

2. Hadiah UndianPenyelenggara undian wajib memotong atau memungut Pajak Penghasilan. Penyelenggara undian adalah orang pribadi, badan, kepanitiaan, organisasi (termasuk organisasi internasional) atau penyelenggara lainnya termasuk pengusaha yang menjual barang atau jasa yang memberikan hadiah dengan cara diundi.

3. Bunga Simpanan Anggota KoperasiKoperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota koperasi orang pribadi.

4. Bunga ObligasiPemotongan Pajak Penghasilan dilakukan oleh:a. penerbit Obligasi (emiten) atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk,

atas:1) bunga dan/atau diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi

dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi; dan2) diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat

jatuh tempo Obligasi;b. perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku perantara, atas bunga dan/atau diskonto

Obligasi yang diterima atau diperoleh penjual Obligasi pada saat transaksi; dan/atauc. perusahaan efek, dealer, bank, dana pensiun, dan reksadana, selaku pembeli

Obligasi langsung tanpa melalui perantara, atas bunga dan/atau diskonto Obligasi yang diterima atau diperoleh penjual Obligasi pada saat transaksi.

Dalam hal penjualan Obligasi dilakukan secara langsung tanpa melalui perantara kepada pihak-pihak lain selain pemotong pajak tersebut di atas, kustodian atau sub-registry selaku pihak-pihak yang melakukan pencatatan mutasi hak kepemilikan Obligasi, wajib melakukan pemotongan dengan cara memungut Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang dari penjual Obligasi sebelum mutasi hak kepemilikan dilakukan.

Dalam hal penjualan Obligasi tidak memerlukan pencatatan mutasi hak kepemilikan Obligasi melainkan hanya atas unjuk, pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final dilakukan oleh penerbit Obligasi (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran, dari pembeli/pemegang Obligasi pada saat: jatuh tempo bunga, untuk penghasilan bunga yang dihitung berdasarkan masa

kepemilikan penuh sejak tanggal jatuh tempo bunga terakhir; jatuh tempo Obligasi, untuk penghasilan diskonto yang dihitung berdasarkan

masa kepemilikan penuh sejak tanggal penerbitan perdana Obligasi. Dalam hal dapat dibuktikan bahwa penjual Obligasi atas unjuk sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) adalah pihak yang tidak diberlakukan pemotongan Pajak Penghasilan atau pihak lain yang telah dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas bunga pada saat jatuh tempo bunga atau diskonto pada saat jatuh tempo Obligasi, dihitung berdasarkan masa kepemilikan penuh dikurangi dengan masa kepemilikan penjual Obligasi tersebut.

5. Transaksi Penjualan Saham di Bursa EfekPenyelenggaraan bursa efek melalui perantara pedagang efek ditunjuk sebagai pemotong pajak final yang terutang.

6. Pengalihan Hak Atas Tanah dan/Atau Bangunan (Sejak 1 Januari 2009, baik OP maupun Badan)Ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah Pejabat yang berwenang hanya menanda tangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak

Modul Perpajakan 46

Page 47: Modul Perpajakan

atas tanah dan/atau bangunan. Pejabat yang berwenang tersebut adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.Jika pembayaran dilakukan oleh bendaharawan atau pejabat yang ditunjuk melakukan pembayaran, maka pajak yang terutang dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukarmenukar. Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak, dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak, kecuali atas permohonan yang dikecualikan dari pengenaan pajak.

7. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Persewaan Tanah dan/atau BangunanPemotongan dilakukan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.Dalam hal penyewa bukan merupakan pemotong pajak di atas, maka pelunasan pajak terutang dilakukan dengan penyetoran sendiri oleh yang menyewakan.Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP - 50/PJ./1996 Tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu Sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan,ditunjuk sebagai pemotong pajak adalah :a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT

tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;

b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut menjadi pemotong pajak dengan Surat Keputusan Penunjukan sebagai Pemotong Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang diterbitkan oleh Kepala KPP setempat.

8. Usaha Jasa KontruksiDipotong oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan.

9. Uang Pesangon yang Dibayarkan sekaligusUang manfaat pensiun; Tunjangan hari tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligusPajak penghasilan PPh pasal 21 di potong oleh Pemberi kerja

10. Pelayaran Dalam NegeriYang melakukan pemotongan pajak adalah pihak penyewa./pencharter kapal atau pesawat. Pemotongan dilakukan pada saat sewa/charter itu terutang (dibukukan sebagai biaya oleh penyewa/pencharter) atau pada saat sewa/charter itu dibayarkan kepada pihak yang menyewakan/mencharterkan tergantung peristiwa mana yang terjadi terlebih dahulu.Pelayaran atau Penerbangan Luar NegeriYang melakukan pemotongan pajak adalah pihak penyewa/pencharter kapal. Pemotongan pajak dilakukan oleh penyewa/pencharter pada saat sewa/charter itu terutang (dibukukan sebagai biaya oleh penyewa/pencharter) atau pada saat sewa/charter itu dibayarkan kepada pihak yang menyewakan/mencharterkan tergantung peristiwa mana yang terjadi terlebih dahulu.

Modul Perpajakan 47

Page 48: Modul Perpajakan

11. WP LN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di IndonesiaDisetorkan sendiri oleh WP yang bersangkutan

12. Nilai bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjianYang melakukan pemotongan pajak adalah pemegang hak atas tanah.

13. Honorarium/imbalan atas beban APBN/APBD yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI, POLRI dan Pensiunan.Yang melakukan pemotongan pajak adalah Bendaharawan Pemerintah

14. Penyalur/Dealer/Agen Produk Pertamina dan PremixYang melakukan pemotongan pajak adalah Pertamina

15. Diskonto Surat Utang Negara (SPBN & ORI)Pemotongan Pajak Penghasilan atas Diskonto SPN dilakukan oleh :a. Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayaran, atas

diskonto yang diterima pemegang SPN saat jatuh tempo;b. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara (dealer), atas

diskonto yang diterima atau diperoleh penjual SPN pada saat transaksi di Pasar Sekunder;

c. Perusahaan efek (broker), bank, dana pensiun, dan reksadana selaku pembeli SPN tanpa melalui pedagang perantara, atas diskonto yang diterima atau diperoleh penjual SPN pada saat transaksi di Pasar Sekunder.

d. Dalam hal penjualan SPN secara langsung tanpa melalui pedagang perantara dan dilakukan kepada pihak selain pemotong pajak,pihak yang melakukan pencatatan perubahan hak kepemilikan SPN (sub registry) wajib memotong Pajak Penghasilan Final yang terutang sebelum mutasi hak kepemilikan dapat dilakukan.

16. Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal VenturaPada dasarnya Pajak final yang terutang hitung secara self assessment, namun jika saham yang diperdagangkan adalah saham yang diperdagangkan di bursa efek, maka yang ditunjuk sebagai pemotong adalah penyelenggara bursa atau pedagang perantara efek.

17. WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing) Internasional di bidang produksi mainan anak-anak.Pemotong adalah yang melakukan usaha.

18. Penghasilan dari usaha yang diterima oleh Wajib Pajak yang tidak melebihi 4,8 M dalam 1 TahunDisetorkan sendiri oleh WP yang bersangkutan

8.4 Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 4 ayat 2

1. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBISaat Terutang Penyetoran Pelaporan

Terutang pada saat di peroleh atau diterimanya penghasilan dari bunga deposito, tabungan serta diskonto sertifikat Bank

Bank atau Bank Indonesia sebagai pemotong PPh final wajib menyetorkan ke kas Negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

Melaporkan ke KPP tempat terdaftar paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Modul Perpajakan 48

Page 49: Modul Perpajakan

Indonesia (SBI) oleh Wajib Pajak dalam negeri, BUT, dan wajib pajak luar negeri yang dibayarkan oleh pemotong PPh final berdasarkan ketentuan ini yaitu Bank pembayar bunga dan dana pensiun.

setelah Masa Pajak berakhir dan,

2. Hadiah UndianSaat Terutang Penyetoran Pelaporan

Terutang dan dipotong pada saat pembayaran atau penyerahan hadiah tersebut

Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya dan

Pelaporan melalui SPT Masa PPh Final paling lambat 20 hari setelah masa pajakberakhir.

3. Bunga Simpanan Anggota Koperasi Atas Pemotongan yang dilakukan Koperasi memberikan tanda bukti pemotongan

Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) kepada Wajib Pajak orang pribadi yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan.

Kewajiban memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2), tetap dilakukan terhadap penghasilan dari bunga simpanan yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0% (nol persen).Saat Terutang Penyetoran Pelaporan

Terutang pada saat pembayaran bunga

Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh koperasi wajib disetor ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5 paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. Pelaporan Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2).

4. Bunga ObligasiPenjual Obligasi wajib memberitahukan kepada pemotong pajak mengenai harga perolehan dan tanggal perolehan Obligasi yang sebenarnya, untuk keperluan penghitungan bunga dan/atau diskonto yang menjadi dasar pemotongan Pajak Penghasilan.Dalam hal Obligasi yang dijual tidak dapat ditentukan harga perolehan dan tanggal perolehan yang sebenarnya, harga perolehan dan tanggal perolehan yang wajib diberitahukan oleh penjual Obligasi kepada pemotong pajak ditentukan dengan cara mendahulukan harga perolehan dan tanggal perolehan Obligasi sejenis yang diperoleh pertama (metode First In First Out).Pemberitahuan dilakukan dengan menyerahkan formulir Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) dari pembelian Obligasi tersebut sebelumnya. Ketentuan ini juga berlaku bagi penjual Obligasi yang tidak diberlakukan pemotongan Pajak Penghasilan.

Modul Perpajakan 49

Page 50: Modul Perpajakan

Dalam hal penjual Obligasi tidak memberitahukan harga perolehan dan tanggal perolehan Obligasi, atas penghasilan bunga dan/atau diskonto yang tidak atau kurang diberitahukan, dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi beserta perubahannya dalam tahun diketahuinya ketidakbenaran dimaksud dan dikenai sanksi administrasi berupa bunga.

Saat Terutang Penyetoran PelaporanTerutang pada saat jatuh tempo bunga obligasi

Pemotong Pajak Penghasilan wajib menyetor Pajak Penghasilan ke Kantor Pos atau bank persepsi, paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pemotongan pajak.Penyetoran Pajak Penghasilan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

Pemotong Pajak Penghasilan wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukan pemotongan pajak.Pelaporan Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2).

5. Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang

sebesar 0,1% (nol koma satu persen) untuk setiap transaksi penjualan saham, dilakukan oleh penyelenggaraan bursa efek sebagai berikut.a. Pemotongan Pajak Penghasilan oleh penyelengaraan bursa efek dilakukan

melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham. Transaksi penjualan saham di bursa efek hanya dapat dilakukan oleh investor melalui perantara pedagang efek, sehingga penyelenggaraan bursa efek tidak dapat melakukan pemotong secara langsung pada pihak yang menjual saham. Oleh karena itu, pemotongan Pajak Penghasilan harus dilakukan melalui perantara pedagang efek pada saat perantara tersebut melakukan pelunasan transaksi penjual tersebut kepada investor. Dengan demikian, perantara pedagang efek ikut bertanggung jawab atas pemotongan Pajak Penghasilan tersebut.

b. Penyelenggara bursa efek wajib menyetor Pajak Penghasilan tersebut ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham. Sebagai contoh, untuk transaksi penjualan saham yang terjadi selama bulan September 1997, Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh penyelenggara bursa efek harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 20 Oktober 1997.

c. Penyelenggaraan bursa efek wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan yang sama dengan bulan penyetoran.

Tata cara penyetoran dan pelaporan tambahan PPh yang terutang atas saham pendiri (sebesar 0,5%), dilakukan sebagai berikut.1) Emiten atas nama yang terutang sebesar 0,5% kepada Bank Persepsi atau

Kantor Pos:

Modul Perpajakan 50

Page 51: Modul Perpajakan

a. Sebelum penjualan seham pendiri, selambat-lamabatnya tanggal 29 November 1997, apabila saham tersebut telah diperdagangan di bursa efek sebelum tanggal 29 Mei 1997;

b. Sebelum penjualan saham pendiri, selambat-lambatnya satu bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah tanggal 29 Mei 1997.

2) Emiten wajib menyampaikan laporan mengenai penyetoran tambahan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut kepada Kepala Pelayaan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah bulan penyetoran.Laporan dimaksud sekurang-kurangnya berisikan:a. Nama dan NPWP pemilik saham pendiri;b. Nilai saham;c. Pajak Penghasilan Terutang;d. Tanggal penyetoran pajak;Laporan penyetoran ini dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke – 3.

3) Emiten wajib melaporkan kepada penyelenggaraan bursa efek bahwa atas seluruh saham pendiri telah dibayarkan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%, sehingga untuk selanjutnya transaksi penjualan saham pendiri hanya dikenakan Pajak Penghasilan 0,1%.

6. Pengalihan Hak Atas Tanah dan/Atau Bangunan (Sejak 1 Januari 2009, baik OP maupun Badan) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang, apabila kepadanya dibuktikan oleh Orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban pelunasan telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan menunjukkan aslinya.

Jika transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan antara pemegang hak kepada bendaharawan atau pejabat yang ditunjuk melakukan pembayaran, maka Bendaharawan atau pejabat tersebut wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungut ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar dilaksanakan.

Penyetoran pajak terutang dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar. Bendaharawan atau pejabat dimaksud wajib menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak.

7. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan Dalam melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan pihak penyewa wajib:

Saat Terutang Penyetoran PelaporanPPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.

Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau KantorPos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnyasetelah bulan pembayaran

Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutangke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwinberikutnya setelah bulan

Modul Perpajakan 51

Page 52: Modul Perpajakan

atau terutangnya sewa pembayaran atau terutangnya sewa

Dalam melaksanakan penyetoran sendiri Pajak Penghasilan, pihak yang menyewakan berwajibanSaat Terutang Penyetoran Pelaporan

PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.

Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau KantorPos dan Giro paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin berikutnyasetelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;

Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutangke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwinberikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa

Bagi Wajib Pajak yang semata-mata bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan atau bangunan tidak diwajibkan membayar Pajak Penghasilan Pasal 25.

8. Usaha Jasa KontruksiPelunasan Pajak Penghasilan yang bersifat final, dilakukan dengan:a. Dipotong oleh Pengguna Jasa dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong

pajak. Terutang pada saat pembayaran PPh Final yang dipotong = Tarif Pajak X jumlah pembayaran (tidak termasuk

PPN) Pajak Penghasilan yang dipotong oleh Pengguna Jasa, disetorkan ke kas

Negara melalui Kantor Pos atau bank persepsi paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak

Pembayaran Pajak Penghasilan atau Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.

Pemotong Pajak Penghasilan memberikan tanda bukti pemotongan kepada Penyedia Jasa yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan. Pemotongan pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukan pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran.

b. Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak. Terutang pada saat penerimaan pembayaran PPh disetor sendiri =Tarif Pajak X jumlah penerimaan pembayaran (tidak

termasuk PPN). pajak terutang tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, maka penyetoran

dilakukan paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah penerimaan pembayaran

Pembayaran Pajak Penghasilan atau Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.

Pemotong Pajak Penghasilan memberikan tanda bukti pemotongan kepada Penyedia Jasa yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan. Pemotongan pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukan pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran

9. Uang Pesangon yang Dibayarkan sekaligus

Modul Perpajakan 52

Page 53: Modul Perpajakan

Uang manfaat pensiun; Tunjangan hari tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligusPembayaran dianggap sekaligus jika sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender. Pembayaran sekaligus meliputi; Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan

secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia. Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu

yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus

Pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup.

Berikut ketentuan lainya mengenai PPh atas uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayar sekaligus; Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau

berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon sehingga tidak terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, dilakukan pemotongan PPh pasal 21 yang bersifat final oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.

Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus sehingga terutang PPh pasal 21 yang bersifat final. Pemotongan dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup. Pada saat perusahaan asuransi jiwa membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Pemotong wajib memberikan bukti potong baik dimainta maupun tidak pada saat pemotongan kepada pegawai yang menerima penghasilan tesebut termasuk pegawai yang dikenakan tarif 0%.

Saat Terutang Penyetoran PelaporanTerutang pada saat pembayaran.

PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak untuk setiap masa wajib disetor ke Kantor Pos atau bank persepsi, paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pemotong Pajak wajib melaporkan pemotongan dan penyetorannya dengan menyampaikan SPT masa PPh 21 paling lambat 20 hari setalah masa pajak berakhir.

10. Pelayaran Dalam NegeriYang menjadi objek pajak adalah peredaran bruto yaitu semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalamnegeri dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari:a. pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;b. pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;c. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dand. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar IndonesiaTerminologi objek penyerahan jasa perkapalan, ditegaskan dalam Surat Dirjen Pajak Nomor S - 852/PJ.341/2003 Tentang Penegasan Perlakuan PPh Atas Sewa Kapal, bahwa dalam terminologi jasa angkutan kapal (lautan dan udara), dikenal beberapa jenis charter/sewa, yaitu:a. Sewa berdasarkan pemakaian ruang (space charter);b. Sewa berdasarkan pemakaian waktu (time charter);

Modul Perpajakan 53

Page 54: Modul Perpajakan

c. Sewa kapal tanpa awak (bareboat charter);d. Sewa kapal dengan awak (fully-manned basis).Apabila charter/sewa atas pemakaian ruang, waktu dan/atau sewa dengan awaknya dan digunakan untuk pengangkutan orang dan atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri, maka perlakuan perpajakannya sesuai ketentuan Pasal 15 UU PPh jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 sebagaimana ditegaskan lebih lanjut dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996. Namun apabila charter/sewa kapal didasarkan atas sewa kapal tanpa awak, maka perlakuan perpajakannya sesuai ketentuan Pasal 23 Ayat (1) huruf c UU PPh sebagai sewa aktiva berwujud.Pelunasan PPh yang terutang atas penyerahan jasa Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri dilakukan sebagai berikut :a. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter

dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib :1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan

atau nilai pengganti;2) Memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran

Dalam Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan

3) Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);

4) Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 15 (Terlampir –Lampiran XI _SPT Masa PPh Pasal 15) dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final) (Terlampir – Lampiran XII-Bukti Potong PPh Pasal 15).

b. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib:1) Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro

selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final;

2) Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk SPT Masa PPh Pasal 15 (terlampir-Lampiran XI) dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final;

c. Dalam hal Wajib Pajak membayar pajak di Luar negeri (PPh Pasal 24), dapat diperhitungkan dengan PPh, untuk masing-masing negara setinggi-tingginya 1,2% (satu koma dua persen) dari penghasilan yang diterima atau diperolehnya diluar negeri tersebut.

d. Dalam hal Wajib Pajak juga menerima atau memperoleh penghasilan lainnya selain penghasilan di atas, maka atas penghasilan lainnya dikenakan PPh berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pelayaran atau Penerbangan Luar NegeriPelunasan atau pembayaran PPh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri sebagaimana dimaksud pada butir 4 dilakukan sebagai berikut:a. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang

membayar atau pihak yang mencharter wajib :

Modul Perpajakan 54

Page 55: Modul Perpajakan

1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilaipengganti;

2) Memberikan Bukti pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atauPenerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan;

3) Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

4) Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 15, dilampiri dengan Lembarke-3 SSP dan lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (final).

b. Dalam hal penghasilan diperoleh selain diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar Negeri Wajib:1) Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro

selambat lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final:

2) Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan SPT PPh Pasal 15 dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final.

c. Dalam hal Wajib Pajak juga menerima atau memperoleh penghasilan lainnya selain penghasilan dari penyerahan jasa pelayaran atau penerbangan, maka atas penghasilan lainnya tersebut dikenakan PPh berdasarkan ketentuan yang berlaku.

11. WP LN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia Wajib Pajak Luar Negeri yang berasal dari negara yang belum mempunyai tax treaty

dengan Indonesia (Non Treaty Partner).Saat Terutang Penyetoran Pelaporan

Terutang pada saat menerima penghasilan

Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib membayar Pajak Penghasilan yang terutang dalam suatu masa Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan satu Surat Setoran Pajak (SSP) Final

Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib melaporkan pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 (duapuluh) bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada lampiran I dan dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final.

12. Nilai bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjian

Saat Terutang Penyetoran PelaporanTerutang pada saat terjadi transaksi.

Wajib Pajak Luar pajak yang menerima penghasilan

melaporkan pembayaran Pajak Penghasilan yang

Modul Perpajakan 55

Page 56: Modul Perpajakan

mengenail Nilai Bangunan yang diterima dalam rangka bangunan guna serah suhubungan dengan berakhirnya masa perjanjian, menyetorkan pajak atas transaksi tersebut ke kantor pos atau bank persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP

dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 (duapuluh) bulan berikut

13. Honorarium/imbalan atas beban APBN/APBD yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota TNI, POLRI dan Pensiunan.

Saat Terutang Penyetoran PelaporanSaat terutang adalah saat Pejabat Negara, PNs anggota TNI, POLRI dan Pensiunan Menerima Honorium atau imbalan yang dimaksud

Menyetorkan Paling Lambat Tanggal 15 Bulan Berikutnya

Pelaporan dilakukan Bendaharawan yang melakukan pemotngan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

14. Penyalur/Dealer/Agen Produk Pertamina dan PremixSaat Terutang Penyetoran Pelaporan

Saat Terutang adalah saat Pihak Pertamina Menyerahkan Produk Pertamina ke Penyalur/Agen Dealer

Menyetorkan Paling Lambat Tanggal 15 Bulan Berikutnya

Pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

15. Diskonto Surat Utang Negara (SPBN & ORI)Penjual SPN berkewajiban memberitahukan kepada pemotong pajak mengenai harga perolehan SPN yang sebenarnya, untuk keperluan penghitungan Diskonto yang menjadi dasar pemotongan Pajak Penghasilan. Kewajiban penjual SPN untuk memberitahukan kepada pemotong pajak mengenai harga perolehan SPN dan tanggal perolehan yang sebenarnya untuk keperluan penghitungan diskonto yang menjadi dasar pemotongan Pajak Penghasilan, dilakukan dengan menyerahkan lembar ke-4 Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dari pembelian SPN sebelumnya atau menyerahkan fotokopi bukti pembelian di pasar perdana yang sah dalam hal SPN diperoleh di pasar perdana. Apabila penjual SPN tidak memberitahukan data/informasi yang sebenarnya kepada pemotong pajak, maka atas penghasilan berupa Diskonto SPN yang tidak atau kurang diberitahukan, dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana mestinya dalam tahun diketahuinya ketidakbenaran dimaksud ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga.

Saat Terutang Penyetoran PelaporanTerutang pada tanggal transaksi saat penjualanSPN di Pasar Sekunder atau pada tanggal saat jatuh

Menyetor Pajak Penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau KantorPos dan Giro paling lama

melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan ke Kantor Pelayanan Pajak dengan

Modul Perpajakan 56

Page 57: Modul Perpajakan

tempo SPN tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelahbulan pemotongan;

menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 (2) (Terlampir – Lampiran X SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)) paling lama tanggal 20 (dua puluh) bulanberikutnya setelah bulan pemotongan.

16. Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal VenturaSaat Terutang Penyetoran Pelaporan

Terutang pada saat tanggal transaksi penjualan saham milik perusahaan modal ventura

PPh Final atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya disetorkan selambat-lambatnya tanggal 15 masa pajak setelah terjadinya transaksi penjualan saham, dan dilaporkan dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 (2) UU Pajak Penghasilan, kecuali atas saham-saham yang diperdagangkan di bursa efek.

melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan ke Kantor Pelayanan Pajak denganmenggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 (2) paling lama tanggal 20 (dua puluh) bulanberikutnya setelah bulan pemotongan

17. WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing) Internasional di bidang produksi mainan anak-anak.

Saat Terutang Penyetoran PelaporanTerutang pada saat selesai pembuatan/penjualan

pembayaran pajak setiap bulan harus dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) PPh final

pelaporan pajak setiap bulan harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikut dengan menggunakan SSP PPh Final lembar ke-3.

18. Penghasilan dari usaha yang diterima oleh Wajib Pajak yang tidak melebihi 4,8 M dalam 1 Tahun

Saat Terutang Penyetoran PelaporanTerutang pada saat menerima penghasilan

pembayaran pajak setiap bulan harus dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)

pelaporan pajak setiap bulan harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikut dengan menggunakan SSP PPh Final lembar ke-3.

8.5 Contoh Soal

1. PT.Rahardi Sport Center (Pengusaha Kena Pajak) yang memiliki gedung kantor empat lantai menyewakan ruangan di lantai tiga gedung tersebut kepada PT.Gunung Abadi

Modul Perpajakan 57

Page 58: Modul Perpajakan

Jaya dengannilai sewa 22.000.000 sebulan termasuk PPN, maka PPh Pasal 4 ayat (2) atas persewaan gedung kantor tersebut adalah ?Jawab :Nilai sewa termasuk PPN  = 22.000.000 DPP (100/110x22.000.000) =20.000.000PPN (10% x 20.000.000) =   2.000.000   – Objek PPh Pasal 4 ayat (2)  = 20.000.000 PPh Pasal 4 ayat (2) :  20.000.000 x 10 % =2.000.000

Jurnal PT. Gunung Abadi JayaBeban Sewa Rp22.000.000

Utang PPh Final Rp2.000.000Kas Rp20.000.000

Jurnal PT. Rahardi Sport CenterKas Rp20.000.000Beban PPh Final Rp2.000.000

Penghasilan Sewa Rp20.000.000PPN Keluaran Rp2.000.000

8.6 Soal Latihan1. Rizaldi dan Sofyan Maliki merupakan

pegawai PT Sabar Abadi. Pada akhir tahun 2010 perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan melakukan pengurangan pegawai. Pada 15 Januari 2011, Rizaldi dan Sofyan Maliki terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh PT Sabar Abadi. Kedua pegawai tersebut berhak mendapatkan uang pesangon sesuai dengan masa kerja dimana masing-masing menerima uang pesangon sebesar Rp. 40 juta dan Rp. 300 juta yang dibayarkan sekaligus kepada Rizaldi dan Sofyan Maliki pada 15 Januari 2011. Bagaimana kewajiban pemotongan/pemungutan

2. PT. ABC adalah Sebuah Perusahaan yang memiliki 2 gedung yaitu gedung A dan B. Gedung B disewakan ke PT 234 seharga Rp 50.000.000 untuk dijadikan tempat kegiatan usaha, Bagaimana kah Menghitung PPh yang terutang atas transaksi tersebut.

Modul Perpajakan 58

Page 59: Modul Perpajakan

BAB IXPAJAK PENGHASILAN PASAL 24

9.1. Pengertian PPh Pasal 24Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama.

Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.

Contoh: PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z Inc. tersebut dalam tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00. Pajak Penghasilan yang berlaku di negara Z adalah 48% dan Pajak Dividen adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut:

Keuntungan Z Inc US$ 100,000.00 Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc. (48%) US$ 48,000.00 (-)

US$ 52,000.00 Pajak atas dividen (38%) US$ 19,760.00 (-) Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240.00

Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US$ 19,760.00. Pajak Penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc. sebesar US$ 48,000.00 tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A, karena pajak sebesar US$ 48,000.00 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc. di negara X.

9.2. Penghitungan Kredit Pajak Luar NegeriBesarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini. Untuk memberikan perlakuan pemajakan yang sama antara penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia tetapi tidak boleh melebihi besarnya pajak yang dihitung berdasarkan Undang-undang ini.

Modul Perpajakan 59

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan PPh Pasal

24, dasar perhitungan, tarif, cara menghitung dan akuntansi PPh Pasal 24.

Page 60: Modul Perpajakan

Cara penghitungan besarnya pajak yang dapat dikreditkan: a. Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar

negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.

b. Pengkreditan pajak dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.

c. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu.

d. Jumlah tertentu dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

e. Apabila Penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan Kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.

f. Penghasilan Kena Pajak tidak termasuk Penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri menurut Undang-undang Pajak Penghasilan.

Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.

Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Dalam hal pembetulan menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sesuai Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan. Dalam hal pembetulan menyebabkan Pajak Penghasilan lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham

dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;

b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada;

c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;

d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;

e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;

f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;

g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha

tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

Modul Perpajakan 60

Page 61: Modul Perpajakan

Dalam perhitungan kredit pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang menurut Undang-Undang ini, penentuan sumber penghasilan menjadi sangat penting. Selanjutnya, ketentuan ini mengatur tentang penentuan sumber penghasilan untuk memperhitungkan kredit pajak luar negeri tersebut.

Mengingat Undang-Undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas, maka penentuan sumber dari penghasilan dipergunakan prinsip yang sama dengan prinsip tersebut, misalnya A sebagai Wajib Pajak dalam negeri memiliki sebuah rumah di Singapura dan dalam tahun 1995 rumah tersebut dijual. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan rumah tersebut merupakan penghasilan yang bersumber di Singapura karena rumah tersebut terletak di Singapura.

Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan. Apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terutang menurut Undang-undang ini.

Misalnya dalam tahun 1996, Wajib Pajak mendapat pengurangan pajak atas penghasilan luar negeri tahun pajak 1995 sebesar Rp 5.000.000,00 yang semula telah termasuk dalam jumlah pajak yang dikreditkan terhadap pajak yang terutang untuk tahun pajak 1995, maka jumlah sebesar Rp5.000.000,00 tersebut ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun pajak 1996.

Permohonan Kredit Pajak Luar NegeriUntuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan:1. laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;2. fotocopy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri;3. dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Permohonan kredit pajak luar negeri tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Namun, atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan di luar kemampuan Wajib Pajak (force majeur).

9.3. Kredit Pajak Luar Negeri (LAMPIRAN KHUSUS 7A/7B DALAM SPT TAHUNAN)- Diisi dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran PPh yang terutang di luar

negeri dengan didukung laporan keuangan penghasilan dari luar negeri, fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri, dan fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri. Tata cara penghitungan agar mengacu pada Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002.

- Pengkreditan PPh yang terutang/dibayar di luar negeri terhadap PPh yang terutang di Indonesia adalah mana yang lebih kecil antara jumlah yang sebenarnya atau jumlah tertentu yang dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Modul Perpajakan 61

Page 62: Modul Perpajakan

Jumlah Penghasilan dari LN

---------------------------------- X Total PPh Terutang

Penghasilan Kena Pajak

- Dalam hal penghasilan yang diterima/diperoleh di luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak berdasarkan formula tersebut dilakukan untuk masing-masing negara (ordinary credit per country basis). Penghasilan kena pajak dalam formula tersebut tidak termasuk Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh.

PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI WAJIB PAJAK BADANContoh Soal 1PT Abadi di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam thn 2015 sbb:

Penghasilan dalam negeri Rp 1.000.000.000Penghasilan luar negeri Rp 1.000.000.000(dengan tarif pajak 20 %)

Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah:1. Penghasilan dalam negeri Rp 1.000.000.000 Penghasilan luar negeri Rp 1.000.000.000

Jumlah penghasilan neto Rp.2.000.000.000

2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tarif Pasal 17, pajak Penghasilan yang terutang adalah:25 % x Rp 2.000.000.000 = Rp 500.000.000

3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:

Oleh karena itu batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp 250.000.000 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp 200.000.000,00 (20 % x Rp 1.000.000.000,00), maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah Rp 200.000.000,00.

JurnalJurnal pada saat penerimaan penghasilan luar negeri

Kas 800.000.000Pajak Dibayar Dimuka 200.000.000

Pendapatan dividen 1.000.000.000

Jurnal pada saat penghitungan PPh akhir tahunBeban Pajak 500.000.000

Utang Pajak 300.000.000Pajak Dibayar Dimuka PPh 24 200.000.000

Contoh Soal 2

Modul Perpajakan 62

Page 63: Modul Perpajakan

Asumsikan semua penghasilan sama dengan soal 1 namun tarif pajak luar negeri yang berlaku adalah 30% dari penghailan luar negeri sebesar Rp1.000.000.000,00 maka jumlah pajak yang dipotong diluar negeri adalah Rp3000.000.000.Oleh karena itu batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp 250.000.000 lebih kecil dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp300.000.000,00 (30 % x Rp 1.000.000.000,00), maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah Rp 250.000.000,00

Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri WP Orang Pribadi

Seperti pada contoh diatas, apabila penghasilan dari dalam negeri diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi, untuk menghitung penghasilan kena pajak harus dikurangi terlebih dahulu dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Oleh karena itu, penghasilan PPh pasal 24 menjadi sebagai berikut:Penghasilan dari luar negeri sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan tarif pajak 20%. Penghasilan dalam negeri sebesar Rp1.000.000.000,00 pada Tahun 20151. Penghasilan neto Rp 2.000.000.000,00 PTKP (K/3) (Rp. 48.000.000,00) + Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.952.000.000,00

2. Pajak penghasilan terutang sesuai tarif Pasal 175 % x Rp 50.000.000,00 = Rp 1.250.000,0015 % x Rp 200.000.000,00 = Rp 2.500.000,0025 % x Rp 250.000.000,00 = Rp 25.000.000,00

30 % x Rp 1.452.000.000,00 = Rp 435.600.000,00 Jumlah Pajak Terutang Rp 464.350.000,00

3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah:

Pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri Rp 200.000.000,00 ternyata masih lebih kecil dibanding batas maksimumnya (Rp237.884.221,00). Oleh karena itu, jumlah kredit pajak luar negeri (Pasal 24) yang diperkenankan adalah Rp 200.000.000,00.JurnalJurnal saat pembayaran gaji

Gaji 1.000.000.000Kas 962.115.779Hutang Pajak 37.884.221

Jurnal saat penghitungan PPh akhir tahunBeban Pajak 237.884.221

Pajak Dibayar Dimuka PPh 24 200.000.000Hutang Pajak 37.884.221

9.4. Soal Latihan

1. PT Agung Sakti di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Zinc, di Amerika Serikat. Zinc tersebut dalam tahun 2013 memperoleh keuntungan sebesar US$ 200.000,00. Pajak Penghasilan yang berlaku di Amerika Serikat sebesar 48% dan Pajak Dividen adalah 38%. Berapa Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan.

2. PT Abadi di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2013 sebagai berikut:

Modul Perpajakan 63

Page 64: Modul Perpajakan

Penghasilan dalam negeri Rp 200.000.000,00Penghasilan luar negeri Rp 400.000.000,00(dengan tarif pajak 30 %)

3. Bapak Adi dengan PTKP K/0 di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2013 sebagai berikut:

Penghasilan dalam negeri Rp 100.000.000,00Penghasilan luar negeri Rp 200.000.000,00(dengan tarif pajak 40 %)

Modul Perpajakan 64

Page 65: Modul Perpajakan

BAB XKOREKSI FISKAL (PENYESUAIN FISKAL)

10.1 Pengertian Koreksi FiskalKoreksi fiskal (penyesuaian fiskal) adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh W ajib Pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

10.2 Pembagian Koreksi Fiskal

Penyesuaian fiskal terdiri dari :1) Koreksi karena perbedaan waktu

Beda Waktu merupakan perbedaan metode perhitungan pendapatan dan/atau biaya tiap tahun atau tahun buku yang digunakan antara komersial dengan fiskal. Dengan demikian total biaya atau pendapatan menurut komersial dan fiskal adalah sama besar, yang berbeda adalah lamanya waktu pengalokasian pendapatan dan atau biaya tersebut.Contoh :- Biaya Penyusutan atau amortisasi- Penilaian persediaan

2) Koreksi karena perbedaan tetapKoreksi beda tetap timbul karena adanya perbedaan pengakuan pendapatan antara komersial dan fiskal.Koreksi beda tetap terdiri dari:a. Beda tetap atas penghasilan yang bukan objek PPh

Seperti bantuan, sumbangan, harta hibahan yang diterima sepanjang tidak ada hubungan usaha dengan pekerjaan, kepemilikan atau pengusaan antara pihak-pihak yang bersangkutan dan dari pemerintah.

b. Beda tetap murni, yaitu:- Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, memelihara

penghasilan yang bukan objek pajak.- Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diberikan

dalam bentuk natura/kenikmatan.- Sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan- PPh Pasal 23/26 yang ditanggung oleh perusahaan.

c. Beda tetap yang disebabkan tidak dipenuhinya syarat-syarat khusus, yaitu:- Berhubungan dengan kegiatan langsung perusahaan- Adanya bukti pendukung yang kuat- Karena lokasi- Penggunaan praktek-praktek akuntansi yang tidak sehat.

3) Koreksi karena pengenaan pajak finalKoreksi ini terdiri dari:

Modul Perpajakan 65

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat menghitung dan

mengoreksi laporan keuangan sesuai peraturan perpajakan.

Page 66: Modul Perpajakan

- Pendapatan yang telah dipotong pajak final oleh pihak yang membayarakan penghasilan seperti pendapatan bunga deposito, pendapatan jasa giro, penghasilan sewa tanah dan atau bangunan, pendapatan karena pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (khusus untuk WP Badan real estate dan OP).

- Biaya untuk mendapatkan, memelihara, menagih penghasilan yang telah dikenakan PPh final seperti biaya yang berhubungan dengan penghasilan dari sewa tanah dan atau bangunan, biaya yang berhubungan dengan penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.

Penyesuaian Fiskal, terdiri dari:

1. Penyesuaian fiskal positifYang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung PKP berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan/atau mengurangi biaya-biaya komersial.

Penyesuaian Fiskal positif, terdiri dari: a. pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan

pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

b. pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal diperkenankan, yang terbatas pada:

1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;4) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah

industri untuk usaha pengolahan limbah industri.c. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan.

d. pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran.

e. bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat:

Modul Perpajakan 66

Page 67: Modul Perpajakan

- Penghasilan yang dikenai zakat merupakan Objek Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan;

- Pembayaran zakat dilakukan kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan pembentukannya oleh Pemerintah Pusat/Daerah;

Dengan demikian zakat atas harta selain penghasilan dan zakat atas penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan (perlakuan pajaknya sama dengan sumbangan).

f. PPh badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan.g. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, bagi perseroan komanditer tersebut pembayaran gaji kepada para anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

h. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan.

i. Penyesuaian Penyusutan dan Amortisasi Fiskal.j. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000,

dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.

k. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal:- terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk

Objek Pajak yang dikenai PPh tidak bersifat final;- terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara

komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal;- terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap (BUT)

ataupun bukan BUT, setelah dilakukan penyesuaian fiskal positif dan negatif.

2. Penyesuaian Fiskal Negatif

Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan/atau menambah biaya-biaya komersial.

a. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.

b. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat diakui secara fiskal, antara lain :

1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :

(a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;(b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada

Direktorat Jenderal Pajak; dan

Modul Perpajakan 67

Page 68: Modul Perpajakan

(c) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

(d) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;

2) Kompensasi atas kerugian apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat 1 undang-undang PPh didapat kerugian. Kompensasi kerugian tersebut dapat dilakukan paling lama sampai dengan 5 tahun dari tahun pajak saat terjadi kerugian.

Bentuk Kertas Kerja Rekonsiliasi FiskalSampai saat ini belum ada bentuk baku kertas kerja rekonsiliasi fiskal. Dibawah ini disajikan bentuk kertas kerja yang sering digunakan dalam bentuk sehari-hari :

PT ABCRekonsiliasi – fiskal

Laba komersial sebelum pajak …………………........................……..xxx

Ditambah koreksi positif:- Sumbangan…………………………………………. ...... xxx- Iklan dan promisi……………………………………....... xxx- Kenikmatan…………………………………………........ xxx- Biaya dalam bentuk natura…………………………...... xxx- Biaya pemeliharaan gedung yang disewakan……… . xxx- Biaya penyusutan………………………………… .....… xxx- Biaya penyisihan kerugian piutang…………………...... xxx

Dikurangi koreksi negatif:- Biaya penyusutan……………………………………. xxx- Pendapatan sewa gedung…………………………….. xxx- Pendapatan deviden………………………………….. xxx- Pendapatan bunga deposito………………………….. xxx- Pendapatan Jasa giro………………………………… xxx- Biaya piutang tak tertagih........................................... xxx- Kompensasi kerugian................................................. xxx

Laba/rugi fiskal sebelum pajak xxx

Modul Perpajakan 68

Page 69: Modul Perpajakan

BAB XIPSAK NOMOR 46

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 46 Akuntansi Pajak Penghasilan merupakan adopsi dari IAS 12 Accounting for Income Taxes. PSAK 46 berfokus pada pajak penghasilan perusahaan yakni beban pajak penghasilan dan pajak tangguhan.

PSAK 46 (2013): Pajak Penghasilan mengadopsi IAS 12I ncome Taxesper efektif 1 Januari 2013 kecuali:

1. IAS 12 paragraf 89–98 tentang tanggal efektif tidak diadopsi karena tidak relevan.2. IAS 12 paragraf 99 tentang penarikan standar lain tidak diadopsi karena tidak

relevan.3. PSAK 46 menambahkan Dasar Kesimpulan tentang latar belakang pencabutan

pengaturan pajak penghasilan final dan pengaturan hal khusus.Secara umum perbedaan PSAK 46 (2013): Pajak penghaslian dengan PSAK 46 (2010): Pajak penghasilanadalah sebagai berikut

11. 1 PendahuluanPSAK 46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan. Masalah utama dalam perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan adalah bagaimana menghitung konsekuensi pajak kini dan masa depan untuk hal-hal berikut ini:(a) pemulihan (penyelesaian) jumlah tercatat aset (liabilitas) di masa depan yang

diakui pada laporan posisi keuangan entitas.

Modul Perpajakan 69

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat mengetahui

pelaporan pajak penghasilan

Page 70: Modul Perpajakan

(b) transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian lain pada periode kini yang diakui pada laporan keuangan entitas.

11.2 PengakuanPengakuan aset atau liabilitas pada laporan keuangan, mengandung makna bahwa entitas pelapor mempunyai harapan untuk memulihkan atau menyelesaikan jumlah tercatat aset atau liabilitas tersebut. Jika besar kemungkinan pemulihan dan penyelesaian jumlah tercatat tersebut akan menimbulkan pembayaran pajak masa depan lebih besar (lebih kecil) dari yang seharusnya dibanding seandainya pemulihan atau pelunasan tersebut tidak mempunyai konsekuensi pajak, Pernyataan ini mensyaratkan entitas untuk mengakui liabilitas pajak tangguhan (aset pajak tangguhan) dengan batas pengecualian terbatas tertentu.

Pengakuan Aset Pajak Kini Dan Liabilitas Pajak KiniJumlah pajak kini untuk periode kini dan periode sebelumnya yang belum dibayar diakui sebagai liabilitas. Apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode kini dan periode-periode sebelumnya melebihi jumlah pajak yang terutang untuk periode-periode tersebut, maka selisihnya diakui sebagai aset. Manfaat yang berkaitan dengan rugi pajak yang dapat ditarik kembali untuk memulihkan pajak kini dari periode sebelumnya harus diakui sebagai aset.

Pengakuan Aset Pajak Tangguhan Dan Liabilitas Pajak Tangguhan Pada saat entitas memiliki Laba sebelum pajak lebih besar dari Penghasilan

kena pajak maka ada pengakuan pajak menurut akuntansi sehingga diakui beban pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan.

Pada saat entitas memiliki Laba sebelum pajak lebih kecil Penghasilan kena pajak maka pajak yang dibayarkan lebih besar daripada laba menurut akuntansi sehingga diakui aset pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan.

Perusahaan memiliki kerugian yang dapat dikompensasikan di masa mendatang maka manfaat tersebut diakui pada saat kerugian tersebut terjadi atau Aset pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan.

Aset pajak tangguhan direview untuk memastikan bahwa manfaat di masa mendatang akan diperoleh entitas

Perbedaan Temporer Kena PajakSemua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai liabilitas pajak tangguhan, kecuali jika timbul perbedaan temporer kena pajak yang berasal dari:(a) pengakuan awal goodwill; atau(b) pengakuan awal aset atau liabilitas dari suatu transaksi yang:

(i) bukan transaksi kombinasi bisnis; dan(ii) pada saat transaksi, tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba kena pajak

(rugi pajak).Aset pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer dapat dikurangkan sepanjang kemungkinan besar laba kena pajak akan tersedia sehingga perbedaan temporer dapatdimanfaatkan untuk mengurangi laba dimaksud, kecuali jika aset pajak tangguhan timbul dari pengakuan awal aset atau pengakuan awal liabilitas dalam transaksi yang:

a) bukan merupakan kombinasi bisnis; danb) pada saat transaksi, dampaknya tidak mempengaruhi laba akuntansi maupun

laba kena pajak (rugi pajak).InvestasipadaEntitasAnak,Cabang,danEntitasAsosiasiatauBagianPartisipasidalamPengaturanBersama

Entitas mengakui liabilitas pajak tangguhan untuk semua perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan asosiasi, serta bagian

Modul Perpajakan 70

Page 71: Modul Perpajakan

partisipasi dalam pengaturan bersama, kecuali sepanjang kedua kondisi berikut terpenuhi:a) entitas induk, investor, atau venturer bersama atau operator bersama mampu

mengendalikan waktu pembalikan perbedaan temporer; dan b) kemungkinan besar perbedaan temporer tidak akan dibalik dimasa depan yang

dapat diperkirakan.Entitas mengakui aset pajak tangguhan untuk semua perbedaan temporer dapat dikurangkan yang timbul dari investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi, serta bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama sepanjang, dan hanya sepanjang, kemungkinan besar terjadi:

a) perbedaan temporer akan dibalik di masa depan yang dapat diperkirakan; dan

b) laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah yang memadai sehingga perbedaan temporer dapat dimanfaatkan.

Pengakuan Awal Aset atau LiabilitasPerbedaan temporer mungkin timbul pada saat pengakuan awal suatu aset atau liabilitas. Metode akuntansi untuk perbedaan temporer tersebut, bergantung dari sifat transaksi yang menyebabkan dilakukannya pengakuan awal aset atau liabilitas:(a) dalam suatu kombinasi bisnis, entitas mengakui liabilitas atau aset pajak tangguhan,

dan pengakuan ini mempengaruhi jumlah goodwill atau keuntungan penawaran pembelian yang diakui ;

(b) apabila transaksi tersebut mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba kena pajak, maka entitas mengakui aset atau liabilitas pajak tangguhan dan mengakui beban atau penghasilan pajak tangguhan dalam laporan laba rugi.

(c) apabila transaksi tersebut bukan kombinasi bisnis dan tidak mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba kena pajak maka entitas hendaknya tidak melanggar dari pengecualian, yang mengakui timbulnya aset atau liabilitas pajak tangguhan dan menyesuaikan jumlah tercatat aset atau liabilitas dengan jumlah yang sama. Penyesuaian semacam itu akan membuat laporan keuangan kurang transparan. Karenanya, Pernyataan ini tidak mengizinkan entitas mengakui timbulnya aset atau liabilitas pajak tangguhan baik pengakuan awal maupun sesudahnya. Selanjutnya, entitas tidak mengakui perubahaan selanjutnya pada aset atau liabilitas pajak tangguhan yang belum diakui pada saat aset tersebut disusutkan.

Contoh:Biaya perolehan aset 150 memiliki jumlah tercatat sebesar 100. Akumulasi penyusutan untuk tujuan pajak adalah 90 dan tarif pajak 25%. Dasar pengenaan pajak aset adalah 60 (biaya perolehan aset 150 dikurangi akumulasi penyusutan pajak 90). Untuk memulihkan jumlah tercatat 100, maka entitas harus memperoleh laba kena pajak sebesar 100, tetapi hanya akan mampu mengurangi penyusutan pajak sebesar 60. Akibatnya, entitas akan membayar pajak penghasilan sebesar 10 (40 x 25%) apabila dapat memulihkan jumlah tercatat aset. Perbedaan antara jumlah tercatat sebesar 100 dan dasar pengenaan pajak sebesar 60 adalah perbedaan temporer kena pajak sebesar 40. Oleh karena itu, entitas mengakui liabilitas pajak tangguhan sebesar 10 (40 x 25%) menggantikan pajak penghasilan yang akan dibayarkan apabila dapat memulihkan jumlah tercatat aset tersebu.

Perbedaan Temporer Dapat DikurangkanAset pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer dapat dikurangkan, sepanjang kemungkinan besar bahwa laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah yang cukup memadai sehingga perbedaan temporer dapat dikurangkan tersebut dapat dimanfaatkan, kecuali jika aset pajak tangguhan timbul dari pengakuan awal aset atau pengakuan awal liabilitas dalam transaksi yang:(a) bukan dari transaksi kombinasi bisnis; dan

Modul Perpajakan 71

Page 72: Modul Perpajakan

(b) pada saat transaksi, tidak mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba kena pajak (rugi pajak)

Pengakuan Pajak Kini Dan Pajak TangguhanPerlakuan akuntansi untuk pajak kini dan pajak tangguhan yang berasal dari suatu transaksi atau kejadian lain harus konsisten dengan perlakuan akuntansi untuk transaksi atau kejadian itu sendiri. Pos-pos yang Diakui dalam Laporan Laba RugiPajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau beban pada laporan laba rugi untuk periode, kecuali apabila pajak penghasilan yang berasal dari:(a) suatu transaksi atau kejadian yang diakui, pada periode yang sama atau berbeda, di

luar laporan laba rugi baik dalam pendapatan komprehensif lain maupun secara langsung dalam ekuitas. atau

(b) kombinasi bisnis .

11.3 PengukuranLiabilitas (aset) pajak kini untuk periode kini dan periode sebelumnya diukur sebesar jumlah yang diharapkan untuk dibayar (direstitusi) kepada otoritas perpajakan, yang dihitung menggunakan tarif pajak (peraturan pajak) yang telah berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada periode pelaporan.

Aset dan liabilitas pajak tangguhan harus diukur dengan menggunakan tarif pajak yang akan berlaku pada saat aset dipulihkan atau liabilitas diselesaikan, yaitu dengan tarif pajak yang telah berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada periode pelaporan.

11.4 PenyajianEntitas melakuan saling hapus atas aset pajak kini dan liabilitas pajak kini jika dan hanya jika, entitas:(a) memiliki hak secara hukum untuk melakukan saling hapus jumlah yang diakui; dan(b) berniat untuk menyelesaikan dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan

menyelesaikan liabilitas secara bersamaan.

Beban (Penghasilan) Pajak Terkait dengan Laba Rugi dari Aktivitas Normaldisajikan tersendiri pada laporan laba rugi komprehensif.

11.5 Pengungkapan Komponen utama beban (penghasilan) pajak diungkapkan secara terpisah. Komponen beban (penghasilan) pajak meliputi:a) beban (penghasilan) pajak kini; b) penyesuaian yang diakui pada periode atas pajak kini yang berasal dari periode

sebelumnya;c) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan baik yang berasal dari timbulnya

perbedaan temporer maupun dari realisasinya;d) jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan terkait dengan perubahan tarif pajak

atau penerapan peraturan perpajakan yang baru;e) jumlah manfaat yang ditimbulkan dari rugi pajak yang tidak diakui sebelumnya,

kredit pajak atau perbedaan temporer periode sebelumnya yang digunakan untuk mengurangi beban pajak kini;

f) jumlah manfaat dari rugi pajak yang tidak diakui sebelumnya, kredit pajak, atau perbedaan temporer periode sebelumnya yang digunakan untuk mengurangi beban pajak tangguhan;

g) beban pajak tangguhan ditimbulkan dari penurunan (write-down), atau penyesuaian kembali penurunan terdahulu atas aset pajak tangguhan; dan

Modul Perpajakan 72

Page 73: Modul Perpajakan

h) jumlah beban (penghasilan) yang berhubungan dengan perubahan kebijakan akuntansi dan kesalahan yang diperhitungkan dalam laporan laba rugi .

Apabila nilai tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan.

11.6 IlustrasiPada 31 Desember 20X1 nilai intrinsik penghargaan pengganti 120. Entitas A mengakui aset pajak tangguhan 48 (120 X 40%). Entitas A mengakui pajak penghasilan tangguhan 16 (48-32) dari penambahan pada nilai intrinsik penghargaan pengganti. Penjurnalan akuntansi adalah sebagai berikut:

Dr Aset pajak tangguhan Rp 16Cr Pajak penghasilan tangguhan Rp 16

Modul Perpajakan 73

Page 74: Modul Perpajakan

BAB XIIPPN DAN PPn BM

(1)

12.1 Pajak Pertambahan NilaiPajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:a) penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

pengusaha. Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan BKP meliputi Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) (kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi PKP, tetapi belum dikukuhkan.Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP, barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud, penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

b) impor Barang Kena Pajak. Pajak dipungut pada saat impor BKP dan pemungutannya dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.

c) penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan JKP meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP (kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai PKP, tetapi belum dikukuhkan.Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: jasa yang diserahkan merupakan JKP, penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Termasuk dalam pengertian penyerahan JKP adalah JKP yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma.

d) pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor BKP, atas BKP Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).Contoh:Pengusaha Y yang berkedudukan di Pekalongan memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha R yang berkedudukan di Jepang. Atas pemanfaatan

Modul Perpajakan 74

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat mengetahui kreteria

BKP dan JKP, Pengertian Pengusaha Kecil, Pengertian Penyerahan BKP dan JKP dan PPN Masukan.

Page 75: Modul Perpajakan

merek tersebut oleh Pengusaha Y di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai.

e) pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai.Contoh:Pengusaha Kena Pajak C di Surabaya memanfaatkan JKP dari Pengusaha B yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan JKP tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.

f) ekspor BKP Berwujud oleh PKP; Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan.

g) ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; Pengusaha yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan.

Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak Tidak Berwujud" adalah : 1) penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian

atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;

2) penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;

3) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;

4) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa : a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau

keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serta optik, atau teknologi yang serupa;

b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan

c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radion komunikasi;

5) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan

6) pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

h) ekspor JKP oleh PKP. Termasuk dalam pengertian ekspor JKP adalah penyerahan JKP dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh PKP yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean.

12.2 Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP)BKP adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPn BM). JKP adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN dan PPn BM. Penyerahan

Modul Perpajakan 75

Page 76: Modul Perpajakan

BKP adalah setiap kegiatan penyerahan BKP. Penyerahan JKP adalah setiap kegiatan pemberian JKP.

Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah: penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Yang dimaksud

dengan perjanjian meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.

pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee).

penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. Yang dimaksud dengan "pedagang perantara" adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner. Sedangkan yang dimaksud “juru lelang” adalah juru lelang Pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah.

pemakaian sendiri dan/atau pemberian cumacuma atas Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan "pemakaian sendiri" adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Yang dimaksud dengan "pemberian cuma-cuma" adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakaian sendiri, sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak.

penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang. Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak.

penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi. Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian Barang Kena Pajak (retur) .

penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak. Contoh Dalam transaksi Murabahah, Bank Syariah X bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan Nasabah Bank Syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip Syariah, Bank Syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-undang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.

Modul Perpajakan 76

Page 77: Modul Perpajakan

Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah: penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam

Kitab Undang- Undang Hukum Dagang. Yang dimaksud dengan "makelar" adalah makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang yaitu pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat kegiatan usaha, baik sebagai pusat maupun cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat pajak terutang.

penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang; penyerahan Barang Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan

pemusatan tempat pajak terutang; pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak. Yang dimaksud dengan "pemecahan usaha" adalah pemisahan usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.

Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan/atau aktiva berupa kendaraan bermotor sedan dan station wagon, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan , tidak termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak.

12.3 Pengertian Pengusaha KecilPengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan / atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang.

Pengusaha yang melakukan penyerahan, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan:

melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; memungut pajak yang terutang;

Modul Perpajakan 77

Page 78: Modul Perpajakan

menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan

melaporkan penghitungan pajak. Kewajiban di atas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pengusaha kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Apabila pengusaha kecil memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak, Undang-Undang ini berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

12.4 PPN MasukanPajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.

12.5 Soal Latihan

1) Jelaskan kreteria Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak.2) Jelaskan apa yang disebut pengusaha kecil.3) Jelaskan apa yang disebut penyerahan BKP dan JKP

Modul Perpajakan 78

Page 79: Modul Perpajakan

BAB XIIIPPN DAN PPn BM

(2)

13.1 Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. a) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak

b) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

c) Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-Undang ini.

d) Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

e) Nilai lain. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :1) untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian

setelah dikurangi laba kotor;2) untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau

Penggantian setelah dikurangi laba kotor;3) untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;4) untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;5) untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan

semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;

6) untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;

7) untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;

8) untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;

Modul Perpajakan 79

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan dapat mengetahui Dasar Pengenaan Pajak, Tarif, PPN yang bersifat final dan akuntansi PPN dan PPn BM.

Page 80: Modul Perpajakan

9) untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau

10) untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;

11) untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:a) penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

pengusaha. Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak, b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak

Berwujud, c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

b) impor Barang Kena Pajak; c) penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma. Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan Peraturan Menteri Keuangan.

d) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean juga dikenai Pajak Pertambahan Nilai.Contoh:Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut oleh Pengusaha A di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai.

e) pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai.Misalnya, Pengusaha Kena Pajak C di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha B yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.

f) ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

g) ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Modul Perpajakan 80

Page 81: Modul Perpajakan

Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak Tidak Berwujud" adalah : 1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau

karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;

2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;

3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;

4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa : a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau

keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serta optik, atau teknologi yang serupa;

b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan

c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radion komunikasi;

5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan

6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

13.2 Tarif PPN dan PPn BM

Tarif PPN dan PPnBM1) Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).

Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas: ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud; ekspor BKP Tidak Berwujud; dan ekspor Jasa Kena Pajak.Tarif pajak sebagaimana dimaksud di atas dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah

2) Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).

3) Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen).

Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBMa) PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00 Pajak

Pertambahan Nilai yang terutang

= 10% x Rp25.000.000,00 = Rp2.500.000,00

PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.

Modul Perpajakan 81

Page 82: Modul Perpajakan

c. PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp20.000.000,00

PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”= 10% x Rp20.000.000,00 = Rp 2.000.000,00

PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.

c) Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai= 10% x Rp15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00

d) Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.

Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:

Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00 PPN = 10% x Rp5.000.000,00 = Rp 500.000,00 PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00 = Rp1.000.000,00

Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.

Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :

Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00 PPN = 10% x Rp50.000.000,00 = Rp 5.000.000,00 PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00 = Rp17.500.000,00

PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.

13.3 Fasilitas PPN dan PPn BMPajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:

a.kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean; b.penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; c. impor Barang Kena Pajak tertentu; d.pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean; dan e.pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Modul Perpajakan 82

Page 83: Modul Perpajakan

Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan. Penyerahan Barang Kena Pajak, antara lain berupa mesin, bangunan, peralatan, perabotan atau Barang Kena Pajak lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak dikenai pajak. Namun, Pajak Pertambahan Nilai tidak dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yaitu kendaran bermotor berupa sedan dan station wagon, yang menurut ketentuan Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat dikreditkan.

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sudah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri dapat diminta kembali. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dapat diminta kembali harus memenuhi syarat:

nilai Pajak Pertambahan Nilai paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan dapat disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah;

pembelian Barang Kena Pajak dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum keberangkatan ke luar Daerah Pabean; dan

faktur Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), kecuali pada kolom Nomor Pokok Wajib Pajak dan alamat pembeli diisi dengan nomor paspor dan alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor atas penjualan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak.

Permintaan kembali PPN dan PPn BM dilakukan pada saat orang pribadi pemegang paspor luar negeri meninggalkan Indonesia dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Direktorat Jenderal Pajak di bandar udara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dokumen yang harus ditunjukkan pada saat meminta kembali PPN dan PPn BM adalah:

paspor; pas naik (boarding pass) untuk keberangkatan orang pribadi ke luar Daerah

Pabean; Faktur Pajak .

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

13.4 Akuntansi PPN dan PPn BMAkuntansi PPN ditujukan untuk perhitungan PPN dan pelaporannya dalam SPT,

sehingga cakupannya meliputi:1. Pencatatan harga perolehan dan penyerahan BKP2. Kewajiban melakukan pencatatan3. Kewajiban Wajib Pajak ( WP ) yang memilih norma perhitungan penghasilan

bersih.4. Teknik pembukuan5. Perlakuan atas pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Modul Perpajakan 83

Page 84: Modul Perpajakan

Terdapat dua cara pembukuan dalam akuntansi, yaitu metode faktur dan metode kas. Metode faktur mencatat PPN terutang saat faktur dikeluarkan, dipakai oleh PKP yang telah dikukuhkan. Metode kas mencatat PPN terutang pada saat penerimaan pembayaran, tanpa tergantung pada pembuatan faktur, di gunakan oleh perusahaan yang tidak atau belum dikukuhkan sebagai PKP. Dalam catatan pembukuan, perlu dilakukan pemisahan atas :

      

Jumlah harga perolehan atau nilai pengganti Jumlah harga jual atau nilai penganti Nama barang dan satuan nya. Jumlah harga jual selain BKP ( seperti hasil bumi, perikanan, dan kehutanan ) Jumlah nilai ekspor. Jumlah harga jual BKP yang dikenai PPnBM

Contoh jurnal transaksi pembelian barang yang mengandung kewajiban PPN : PT ”X” membeli barang degangan secara kredit dari PT ”A” pada tanggal 25

Desember 2014, seharga Rp 30.000.000

Persediaan Barang Dagang                 Rp 30.000.000Pajak Masukan 10%                            Rp 3.000.000

Utang Dagang                                                 Rp 33.000.000

PT ”X”membeli tunai perlengkapan tulis seharga Rp 1.000.000 pada toko merah pada 26 Desember 2014, dan sudah termasuk beban PPN nya.

Perlengkapan administratif                 Rp1.000.000Beban PPN                                         Rp 100.000

Kas                                                                  Rp 1.100.000

Dalam hal ini beban PPN tidak dapat dikreditkan karena pembelian tidak berhubungan langsung dengan proses produksi perusahaan atau sebagai kegiatan utama perusahaan tersebut.

13.5 Soal LatihanTransaksi yang berkaitan dengan PPN dan PPn BM PT ABC dalam bulan Januari 2014:

Membeli sasis kendaraan bermotor dari PT Mobilanda dengan harga Rp 100.000.000,- dengan potongan harga 10% (termasuk PPN).

Menyuruh perusahaan Karoseri Aman untuk mengubah sasis tersebut menjadi kendaraan bermotor angkutan orang dengan biaya sebesar Rp 20.000.000 ditambah PPN 10%.

Menjual kendaraan hasil rakitan tersebut dengan harga Rp 150.000.000,- (termasuk PPN 10% dan PPn BM 15% yang dipungut oleh PT ABC)

Hitung : a) PPN yang harus disetor b) PPn BM yang harus disetor

c) Jurnal transaksi tersebut di atas

BAB XIVPENGISIAN DAN PELAPORAN SPT

Modul Perpajakan 84

Page 85: Modul Perpajakan

14.1 Mengisi dan Melaporkan SPT Masa PPN dan PPn BMBerdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut:1. Setiap PKP wajib mengisi dan menyampaikan SPT Masa PPN dengan benar, lengkap,

dan jelas serta menandatanganinya.2. SPT Masa PPN ditandatangani oleh PKP atau orang yang diberi kuasa

menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.3. PKP harus mengambil sendiri formulir SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak

(KPP)/Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau dengan cara mengunduh (download) melalui laman www.pajak.go.id.

4. Penyampaian SPT Masa PPN dilakukan secara langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP2KP atau tempat lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.

5. Selain disampaikan secara langsung, SPT Masa PPN dapat disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman atau dengan cara lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 dan perubahan/penggantinya.

6. Setiap PKP yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Masa PPN atau menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Fungsi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Dalam sistem self assessment, SPT Masa PPN berfungsi sebagai sarana bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan untuk mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan melaporkan tentang:

pengkreditan Pajak Masukan (PM) terhadap Pajak Keluaran (PK); dan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam suatu Masa

Pajak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang PPN), Undang-Undang KUP, dan aturan pelaksanaan Undang-Undang PPN yaitu: PMK Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak

Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu; dan

Modul Perpajakan 85

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan mampu mengisi dan

melaporkan SPT Masa PPN dan PPn BM, SPT Tahunan Orang Pribadi dan SPT Tahunan Badan.

Page 86: Modul Perpajakan

PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK Nomor 135/PMK.011/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.

PMK Nomor 79/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, maka perlu dibuat SPT Masa PPN khusus bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan untuk memberi kemudahan dalam melaporkan kewajiban perpajakannya, yaitu SPT Masa PPN 1111 DM.

SPT Masa PPN 1111 DM ini wajib digunakan oleh PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan untuk pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari 2011.

14.2 Mengisi dan Melaporkan SPT Tahunan WP OPBerdasarkan ketentuan Undang-undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :

1. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. ( PMK No. 243/PMK.03/2014)

2. SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak dan tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

3. Wajib Pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

4. Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak No. Kep-518/PJ./2000.

5. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

6. Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).

7. DJP atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan.

8. Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik. Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disampaikan:

Modul Perpajakan 86

Page 87: Modul Perpajakan

a. Secara Langsungb. Melalui pos dengan bukti pengiriman suratc. Dengan cara lain

9. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu penyampaian atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang KUP.

10. Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

14.3 Mengisi dan Melaporkan SPT Tahunan Badan

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap dan jelas serta menandatanganinya.

2) SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang yang diberi kuasa untuk menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.

3) SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam PMK Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 152/PMK.03/2009 dan Keputusan DJP Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Yang harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan.

4) Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)/Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau dengan cara mengunduh (download) melalui website www.pajak.go.id dan menyampaikannya paling lambat 4 (empat) bulan setelah Tahun Pajak berakhir.

5) Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan secara langsung di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP meliputi Pojok Pajak, Mobil Pajak dan Tempat Khusus Penerimaan SPT (Drop Box) atau dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti penerimaan surat atau dengan cara lain sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan

Modul Perpajakan 87

Page 88: Modul Perpajakan

Penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 152/PMK.03/2009.

6) Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

7) Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).

8) DJP atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Peraturan DJP Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, dengan menggunakan formulir tertentu.

9) Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 2 (dua) bulan. Pemberitahuan harus disertai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.

10) Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

11) Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar $ dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia (kecuali lampiran berupa laporan keuangan) dan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat. Persetujuan ini diatur dalam PMK Nomor 196/PMK.03/2007.

12) Setiap orang yang karena kealpaannya atau dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dapat dikenai sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

14.4 Soal Latihan1) Latihan mengisi SPT Tahunan PPN dan PPN BM2) Latihan mengisi SPT Tahunan PPh WP OP3) Latihan mengisi SPT Tahunan PPh WP Badan

Modul Perpajakan 88

Page 89: Modul Perpajakan

BAB XVMANAJEMEN PAJAK

15.1 Pengertian Perencanaan PajakPerencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konskuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya.

Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefesienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak, bukan penyelundupan pajak yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi.

Perencanaan Pajak Dilakukan Pada: 1) Saat akan mendirikan perusahaan: * Memilih bentuk usaha : Perseorangan, Persekutuan, Fa,CV, PT dan lain-lain. * Memilih metode pembukuan; metode penyusutan; metode penilaian persediaan, dan

lain-lain.

2) Saat menjalankan usaha: * Pilihan alternatif transaksi * Tanggungjawab terhadap stakeholders (Perusahaan, konsumen, karyawan, kreditur,

Pemerintah, Pemasok, investor, dan lain-lain)

3) Saat akan menutup Usaha: Perhatikan dampak perpajakan pada saat akan menutup perusahaan, baik karena

likuidasi, merger, pemekaran dll.

15.2 Pelaksanaan Perencanaan Pajak

Dalam suatu perencanaan pajak, perlu diperhatikan hal-hal berikut:

a. Tidak melanggar ketentuan perpajakan.b. Sesuai kondisi yang ada. Perencanaan pajak yang dilakukan tidak melanggar peraturan

perpajakan yang ada.

c. Bukti atau dokumen pendukung transaksi mencukupi dan sesuai.

Untuk dapat mencapai tujuan perencanaan pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu:

a. memahami ketentuan peraturan perpajakan;

Modul Perpajakan 89

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :Setelah mengikuti materi ini, peserta diharapkan mampu membuat strategi, perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian pajak penghasilan dan

pajak pertambahan nilai

Page 90: Modul Perpajakan

b. menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat.

Perencanaan Pajak Dalam Rangka Mengefisienkan PPh Badan, diupayakan melalui:a. Pemilihan alternatif dasar pembukuan dan tata cara pembukuanb. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada

karyawanc. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujudd. Transaksi yang berkaitan dengan withholding tax ( pemungutan pajak kepada pihak

ketiga)e. Penyertaan pada Perseroan Terbatas dalam negerif. Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayarg. Permohonan penurunan pembayaran lumpsum (angsuran PPh Ps 25 bulanan)h. Pengajuan SKB (Surat Keterangan Bebas) PPh Psl 22 dan Pasal 23i. PPh atas transaksi tertentu.

Perencanaan PPN dapat dilakukan antara lain:a. Memaksimalkan PPN Masukan yang dapat dikreditkan, perusahaan sebaiknya

memperoleh Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak, supaya Pajak Masukannya dapat dikreditkan. Perusahaan perlu mengamati dengan cermat jangan sampai terdapat Pajak Masukan yang belum dikreditkan lagi dan juga jangan sampai Faktur Pajak yang diterima tidak memenuhi syarat sebagai Faktur Pajak Standar.

b. Dalam hal penjualan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang pembayarannya belum diterima, pembuatan Faktur Pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak.

c. Dalam hal terjadi retur penjualan, harus diiringi dengan Nota Retur yang memenuhi syarat sebagai Nota Retur lengkap sehingga PPN dan atau PPn BM atas retur dapat mengurangi jumlah PPN dan PPn BM yang telah dipungut pada masa diterimanya Nota Retur.

15.3 Soal Latihan

Secara umum perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jelaskan:

a) Cara yang dapat dilakukan oleh perencana pajak (tax planner) perusahaan dalam melakukan perencanaan pajak!

b) Manfaat yang bisa diperoleh dari perencanaan pajak

Modul Perpajakan 90

Page 91: Modul Perpajakan

PERATURAN-PERATURAN YANG DIGUNAKAN DALAM PERPAJAKAN

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPn BM) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

Peraturan Pemerintah, Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001.

Peraturan Pemerintah, Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

Peraturan Pemerintah, Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2008.

Peraturan Pemerintah, Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan Nomor 71 Tahun 2008 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura Dari Transaksi Penjualan Saham Atau Pengalihan Penyertaan Modal Pada Perusahaan Pasangan Usahanya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 132 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Hadiah Undian.

Modul Perpajakan 91

Page 92: Modul Perpajakan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Atas Diskonto Surat Perbendaharan Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Simpanan Yang Dibayarkan Oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2009 Tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus.

Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor 16/PMK.03/2007 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 152/PMK.03/2009.

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, Dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak s.t.d.t.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009.

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor 196/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa Asing Dan Satuan mata Uang Selain Rupiah Serta Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor 187/PMK.03/2008 tentang tatacara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009.

Modul Perpajakan 92

Page 93: Modul Perpajakan

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu stdd Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan Atas Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja.

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha KecilPajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 197/PMK.03/2013.

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana terakhir kali diubah dengan PMK Nomor 121/PMK.03/2015.

Peraturan Menteri Keuangan, Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 152/PMK.010/2015.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor 604/KMK.04/1994 tentang Badan-Badan Dan Pengusaha Kecil Yang Menerima Harta Hibahan Yang Tidak Termasuk Sebagai Objek PPh.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 634/KMK.04/1994 Tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri Yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang Di Indonesia.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 Tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2008.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 248/KMK.04/1995 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak- Pihak Yang Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah ("Built Operate And Transfer").

Modul Perpajakan 93

Page 94: Modul Perpajakan

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 250/KMK.04/1995 Tentang Perusahaan Kecil Dan Menengah Pasangan Usaha Dari Perusahaan Modal Ventura Dan Perlakuan Perpajakan Atas Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 394/KMK.04/1996 Tentang Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan Atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan KMK Nomor 120/KMK.03/2002.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 416/KMK.04/1996 Tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 417/KMK.04/1996 Tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dan/Atau Penerbangan Luar Negeri.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 282/KMK.04/1997 Tentang Pelaksanaan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor 521/KMK.04/2000 tentang Jenis-Jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Untuk Keperluan Penyusutan Bagi Kontraktor Yang Melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak Dan Gas Bumi Dalam Rangka Kontrak Bagi Hasil dengan Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina).

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 51/Kmk.04/2001 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor 164/KMK.03/2002 Tentang Kredit Pajak Luar Negeri.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 543/KMK.03/2002 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Dan Cara Pembayaran Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Yang Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) Internasional Di Bidang Produksi Mainan Anak-Anak.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2007 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, dengan menggunakan formulir tertentu.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian Dari Kewajiban Pembayaran Atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.

Modul Perpajakan 94

Page 95: Modul Perpajakan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PER-31/PJ/2015.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah Dan Penghargaan.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah sebagaimana telah diubah dengan PER-24/PJ/2015.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-141/PJ./1999 tentang Pengakuan Penghasilan Dari Pengalihan Harta/Agunan Berupa Tanah Dan/Atau Bangunan Bagi Wajib Pajak Tertentu.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-518/PJ./2000 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Selain Melalui Kantor Pos.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Yang harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-563/PJ./2001 tentang Saat Pengakuan Penghasilan Berupa Keuntungan Karena Pembebasan Utang Yang Diperoleh Debitur Tertentu Dari Perjanjian Restrukturisasi Utang Usaha.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 667/PJ./2001 Tentang Ralat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-667/PJ./2001 Tanggal 29 Oktober 2001 Tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri Yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang Di Indonesia.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-184/PJ./2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non Performing.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak, Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002 Tentang Tata Cara Pemotongan Dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan Atau Bangunan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak, Nomor KEP-316/PJ./2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Pengeluaran/Biaya Perolehan Perangkat Lunak (Software) Komputer.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/Pj.4/1995 tentang Perusahaan Kecil Dan Menengah Pasangan Usaha Modal Ventura Dan Perlakuan Perpajakan Atas Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura.

Modul Perpajakan 95

Page 96: Modul Perpajakan

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 Tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Bergerak Di Bidang Usaha Pelayaran Dan/Atau Penerbangan Luar Negeri (Seri PPH Umum NO. 37).

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.4/1997 Tentang Pelaksanaan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/Pj.43/2001 Tentang Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/2002 tentang Perlakuan PPh Atas Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ.42/2002 tentang Penghitungan Penyusutan Atas Komputer, Printer, Scanner dan Sejenisnya.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002 tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non-Performing.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.42/2003 tentang Kewajiban Mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Bagi Pemegang Saham/Pemilik Modal, Pengurus dan Komisaris.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.33/2005 tentang Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-2/PJ.03/2008 Tentang Penegasan Atas Penerapan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri Yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang (Representative Office/Liaison Office) Di Indonesia.

Referensi Tambahan:

Waluyo, 2010. Perpajakan Indnesia: buku 2 edisi 10. Salemba Empat. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2009. Standar Akuntansi Keuangan: per 1 Juli 2009. Salemba Empat. Jakarta.

www.pajak.go.id

Modul Perpajakan 96

Page 97: Modul Perpajakan

PERATURAN PERPAJAKAN

Dibawah ini Daftar Peraturan Menteri Keuangan mengenai Petunjuk Pelaksanaan UU PPh yang baru Nomor 36 tahun 2008.

Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.03/2008, Tentang Penetapan Organisasi-Organisasi Internasional Dan Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan Lampiran Peraturan Menteri Keuangan

Peraturan Menteri Keuangan No. 245/PMK.03/2008 Tentang Badan- Badan Dan Orang Pibadi Yang Menjalankan Usaha Mikro Dan Kecil Yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, Atau Sumbangan Yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan

Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008 Tentang Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan

Peraturan Menteri Keuangan No. 247/PMK.03/2008, Tentang Bantuan Atau Santunan Yang Dibayarkan Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kepada Wajib Pajak Tertentu Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan

Peraturan Menteri Keuangan No. 248/PMK.03/2008 Tentang Amortisasi Atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Tak Berwujud Dan Pengeluaran Lainnya Untuk Bidang Usaha Tertentu

Peraturan Menteri Keuangan No. 249/PMK.03/2008 Tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu

Peraturan Menteri Keuangan No.250/PMK.03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan

Peraturan Menteri Keuangan No. 251/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang Tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23

Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembelian atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 90/PMK.03/2015.

Modul Perpajakan 97

Page 98: Modul Perpajakan

Peraturan Menteri Keuangan No. 254/PMK.03/2008 Tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya Yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, sebagaimana terakhir diubah dengan PMK Nomor 152/PMK.010/2015.

Peraturan Menteri Keuangan No. 255/PMK.03/2008 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Peraturan Menteri Keuangan No. 256/PMK.03/2008 Tentang Penetapan Saat Diperolehnya Deviden Oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Selain Badan Usaha Yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek

Peraturan Menteri Keuangan No. 257/PMK.03/2008 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap

Peraturan Menteri Keuangan No. 258/PMK.03/2008, Tgl.31 Desember 2008 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 18 Ayat(3c) Undang Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PMK Nomor 107/PMK.010/2015.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Modul Perpajakan 98

Page 99: Modul Perpajakan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2015 tentang Penetapan bagian Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta pegawai harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Panjak Penghasilan.

Modul Perpajakan 99