Top Banner
MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS PALU THE ENVIRONMENTAL MODIFICATION TO INCREASE THE YIELD OF SHALLOT (Allium ascalonicum L.) CV. PALU Bahrudin Mahasiswa Program Pascasarjana Unibraw, Malang/ Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Syekhfani , T. Wardiyati , dan M. Santoso Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. ABSTRAK Lingkungan pertumbuhan yang optimal terutama intensitas radiasi matahari dan suhu merupakan faktor penting untuk mencapai hasil tanaman bawang merah yang maksimal. Di Indonesia rata-rata hasil nasional 8.8 ton ha-1., Di Sulawesi tengah hasil rata-rata 4,3 ton ha-1 (Badan Pusat Statistik 2000). Berkaitan dengan rendahnya hasil tersebut, maka perlu dicari teknologi budidaya untuk peningkatan hasil bawang merah varietas Palu. dinamika pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah di Kabupaten Donggala. Penelitian bertujuan: Mendapatkan taraf naungan dan jenis mulsa terhadap dinamika pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah di Kabupaten Donggala. Penelitian dilakukan di dataran rendah 20 meter dpl., Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, sejak bulan Juli 2001 sampai April 2002. Suhu udara selama percobaan adalah 32 – 37 oC di siang hari dan 22 – 23,2 oC di malam hari, kelembaban nisbi 71 – 77 %. Penelitian terdiri dari 4 tahap. Percobaan di Lapangan: Modifikasi lingkungan dengan perlakuan jenis mulsa serta naungan untuk peningkatan hasil. Metode percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial, terdiri dari dua faktor yang diulang 4 kali., Faktor Pertama: jenis mulsa 1
24

Modifikasi Mulsa Bawang Merah

Jun 18, 2015

Download

Documents

Fathur Rozy

penelitian tentang bawang merah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

MODIFIKASI LINGKUNGAN UNTUK MENINGKATKANHASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS PALU

THE ENVIRONMENTAL MODIFICATION TO INCREASETHE YIELD OF SHALLOT (Allium ascalonicum L.) CV. PALU

BahrudinMahasiswa Program Pascasarjana Unibraw, Malang/

Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.

Syekhfani , T. Wardiyati , dan M. SantosoDosen Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

ABSTRAK

Lingkungan pertumbuhan yang optimal terutama intensitas radiasi matahari dan suhu merupakan faktor penting untuk mencapai hasil tanaman bawang merah yang maksimal. Di Indonesia rata-rata hasil nasional 8.8 ton ha-1., Di Sulawesi tengah hasil rata-rata 4,3 ton ha-1 (Badan Pusat Statistik 2000). Berkaitan dengan rendahnya hasil tersebut, maka perlu dicari teknologi budidaya untuk peningkatan hasil bawang merah varietas Palu. dinamika pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah di Kabupaten Donggala. Penelitian bertujuan: Mendapatkan taraf naungan dan jenis mulsa terhadap dinamika pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah di Kabupaten Donggala.

Penelitian dilakukan di dataran rendah 20 meter dpl., Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, sejak bulan Juli 2001 sampai April 2002. Suhu udara selama percobaan adalah 32 – 37 oC di siang hari dan 22 – 23,2 oC di malam hari, kelembaban nisbi 71 – 77 %. Penelitian terdiri dari 4 tahap.

Percobaan di Lapangan: Modifikasi lingkungan dengan perlakuan jenis mulsa serta naungan untuk peningkatan hasil. Metode percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial, terdiri dari dua faktor yang diulang 4 kali., Faktor Pertama: jenis mulsa (tanpa mulsa, mulsa plastik hitam perak dan mulsa jerami), Faktor kedua: naungan polynet (tanpa naungan, naungan 30 % dan naungan 60 %).

Hasil percobaan modifikasi lingkungan dengan pemberian naungan dan mulsa, dapat meningkatkan hasil bobot segar umbi. Pada perlakuan naungan 30 persen dengan mulsa plastik hitam perak memberikan hasil bobot segar umbi 1,048 kg/m2 setara dengan 10,48 ton.ha-1 sedangkan pada perlakuan kontrol sebesar 0,453 kg/m2 atau setara dengan 4,53 ton ha-1.

Kata-kata kunci: Modifikasi lingkungan, shallot, Naungan dan Mulsa

________________________________

1

Page 2: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

ABSTRACT

Optimal growth environment particularly solar radiation intensity and temperature are the important factors to reach maximum yield of shallot crop. The low average production of shallot crop at central Sulawasi (4,3 ton ha-1) compare to the national production (8,8 ton ha-1). (Board of Statistic Center, 2000) is the reason to improve technology to get the best yield for Palu local shallot. The objective of this research is: to get shading level and mulch on the growthand the yield of shallot in Donggal regency

The research was conducted on a low altitude, 20 meters above sea level, Sidera district, Sigi Biromaru, Donggala regency, start on July 2001 until April 2002. The average temperature of the area is 34 -37 °C during day and 22 – 23,2 ºC during night, with the relative humidity 71 – 77 %.

The field experiment on environmental modification using polynet shading and mulch. Second experiment arranged also in Randomized Complete Block Design with two factors: (1) Mulch application: without mulch, black silvery plastic mulch and (2) Polynet shading: without shading, 30 % shading and 60 % shading.

The result of experiment is application with black silvery plastic mulch and 30 % shading produce bulb fresh weight 1.048 kg/m2 equal to 10,48 tons ha-1 higher then control treatment which is produce 0,453 kg/m2 equal to 4,53 tons ha-1.

Key words: Environmental modification, shallot, shading and mulch.

PENDAHULUAN

Luas panen bawang merah (Allium ascalonicum L.) di Indonesia pada tahun 1994 mencapai 83.422 ha dengan rata-rata hasil nasional 6,99 ton.ha -1 (Biro Pusat Statistik, 1994). Sedangkan pada tahun 1999, luas panen tanaman menjadi 36.882 ha. dengan produksi umbi 323.86 ton yang berarti rata-rata hasil naik menjadi 8,8 ton ha-1 (Direktorat Bina Produksi Hortikultura, 1999). Di Sulawesi Tengah luas panen bawang merah pada tahun 1998, 1353 ha, dengan produksi 3488 ton dan hasil 2,58 ton ha-1, sedang pada tahun 1999, luas areal panen turun menjadi 92 ha dengan produksi 394 ton, tetapi hasilnya naik menjadi 4,3 ton ha -1 (Biro Pusat Statistik, 2000).

Berdasarkan data tersebut diatas luas panen bawang merah di Sulawesi Tengah menurun drastis, namun hasil per hektarnya meningkat dari 2,58 ton menjadi 4,3 ton ha-1. Menurunnya luas panen bawang merah di Sulawesi Tengah disebabkan karena, pada saat tersebut awal memasuki krisis ekonomi, menyusul meningkatnya harga sarana produksi yang tidak ditunjang dengan harga pasaran bawang merah, sehingga petani lebih memilih untuk tidak menanam bawang merah dan digantikan dengan tanaman lainnya. Selain itu disebabkan rendahnya pengetahuan petani tentang teknologi budidaya dan pengaruh faktor tanah dan lingkungan tumbuh tanaman. Bawang merah merupakan salah satu komoditi hortikultura berupa sayuran umbi yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi.Bawang merah banyak dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap masakan maupun sebagai bahan baku obat-obatan, sehingga komoditi ini mempunyai peranan cukup penting dalam perdagangan. Di Sulawesi Tengah, tanaman bawang merah

2

Page 3: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

telah lama diusahakan oleh petani sebagai tanaman yang bersifat komersil, yaitu dicirikan oleh sebagian besar hasil produknya ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar baik pasar lokal maupun antar pulau. Disamping itu juga terdapat bawang merah varietas lokal yang telah lama dibudidayakan oleh petani khususnya di daerah Tinombo, Kabupaten Donggala (daerah pantai Timur). Jenis bawang merah ini dikenal dengan nama daerah; bawang Batu, bawang Tinombo, atau bawang Gontarano (Maskar, et al., 1999). Di Palu varietas yang sama dinamakan varietas lokal Palu. Hal tersebut memberikan gambaran masih besarnya peluang untuk peningkatan produksi apabila kendalanya bisa diatasi.

Bawang merah varietas Palu memiliki keunikan dan sifat yang spesifik yaitu tidak mudah gosong apabila digoreng, sehingga bawang ini khusus digunakan untuk pembuatan bawang goreng. Bawang merah varietas Palu keunikan lainnya dibanding dengan bawang merah biasa, yaitu daya simpannya lebih lama. Bawang yang sudah digoreng dan dikemas dengan kemasan plastik dapat disimpan dengan waktu 1 sampai 2 tahun. Dengan ciri spesifik tersebut maka bawang merah varietas Palu mempunyai prospek untuk industri rumah tangga.

Rendahnya hasil bawang merah varietas Palu (4,3 ton ha-1) karena masih rendahnya penerapan teknologi budidaya, sedangkan potensi genetik varietas lokal Palu 8,2 - 12 ton ha-1.

Teknologi yang sudah diterapkan di Palu diduga masih belum mampu mengoptimalkan pertumbuhan dan hasil bawang merah varietas Palu, sehingga perlu adanya penelitian tentang lingkung- an optimal bagi tanaman bawang merah. Selain rendahnya teknologi juga di-sebabkan karena faktor tanah dan faktor lingkungan. Dari segi lingkungan, terutama iklim seperti suhu udara dan kelembaban udara yang tidak mendapat perhatian oleh petani. Fluktuasi suhu udara dan radiasi surya pada gilirannya berpengaruh terhadap kelembaban dan suhu tanah yang sangat erat hubungannya dengan pembentukan umbi bawang merah.

Berdasarkan permasalahan ter- sebut, maka perlakuan jenis mulsa dan taraf naungan perlu dilakukan untuk peningkatan hasil bawang merah varietas Palu, perlu diteliti.

Penelitian ini bertujuan untuk Mendapatkan taraf naungan dan jenis mulsa terhadap dinamika pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah di Kabupaten Donggala.

Kegunaan penelitian: (1). Menam-bah kasanah ilmu pertanian, bidang hubungan antara perubahan lingkungan dengan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah khususnya di Kabupaten Donggala.(2). Menemukan dan mengem- bangkan alternatif teknik peningkatan hasil bawang merah varietas Palu, di Kabupaten Donggala. (3). Dengan mendapatkan teknologi tepat guna pada budidaya tanaman bawang merah, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pengambilan kebijakan dalam pengembangan budidaya tanaman bawang merah varietas Palu.

Hipotesis: Pengurangan radiasi dan pemberian mulsa yang sesuai akan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah di Kabupaten Donggala.

3

Page 4: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu penelitian: Untuk menguji hipotesis, percobaan dilakukan di lokasi kebun percobaan Balai Benih Induk (BBI) Sidera, Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah. Tinggi tempat 20 meter di atas permukaan laut, dengan jenis tanah aluvial. Kisaran suhu maksimum di Lembah Palu adalah 32 - 35,4 oC, suhu udara minimum rata-rata untuk periode 10 tahun adalah 22,4 o C, jumlah curah hujan periode 10 tahun rata-rata 94,1 mm/bulan atau 1130 mm/tahun dan kelembaban udara rata-rata periode 10 tahun adalah 77 %. Waktu pelaksanaan penelitian, dilakuan pada bulan Nopember 2001 sampai bulan Pebruari 2002.

Penelitian ini dilakukan di lapang dalam bentuk percobaan yang disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) secara faktorial, yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah: Perlakuan jenis mulsa dan Faktor ke dua adalah: perlakuan taraf naungan paranet, yang di ulang 4 kali, sebagai berikut: Faktor Pertama: Perlakuan Jenis Mulsa: 1. Tanpa Mulsa (M0), 2. Mulsa Plastik (M1) dan 3. Mulsa Jerami (M2: 10 ton.ha.-1) dan Faktor Ke dua: Perlakuan Naungan Paranet: 1. Tanpa naungan (N0) 2. Naungan 30 % ( N1 ) dan 3. Naungan 60 % ( N2).

Pengamatan dilakukan dengan cara destruktif dan non destruktif, dari data pengamatan tanaman dihitung: Panjang daun, luas daun, laju pertum-buhan tanaman, indeks luas daun, bobot kering tanaman, bobot basah, bobot segar tanaman dan bobot segar umbi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanamanIntensitas cahaya yang optimal selama periode tumbuh penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada tanaman tertentu jika menerima cahaya yang berlebihan maka akan berpengaruh terhadap pembentukan buah atau umbi. Sebaliknya berkurangnya radiasi sebagai akibat keawanan atau ternaung akan mengurangi laju pembentukan buah atau umbi dan menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlebihan.

Penutupan tanah atau lebih dikenal dengan sistem pemulsaan misalnya, pemberian mulsa plastik dan mulsa jerami atau sisa tanaman pada tanaman tertentu telah banyak dilakukan balai penelitian maupun pengalaman petani ternyata memberi manfaat seperti, kestabilan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Mekanisme yang terjadi dalam proses konservasi lengas tanah dari pemberian mulsa yaitu mulsa dapat menghambat proses penguapan lengas tanah. Kandungan lengas tanah sebagai cadangan air di dalam tanah yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan semakin tinggi. Mulsa dapat menghambat perkem-bangan tanaman pengganggu (gulma). Dengan adanya mulsa maka sebagian dari permukaan tanah akan terlindung dari cahaya matahari, dimana cahaya matahari ini akan bertindak sebagai perangsang bagi perkecambahan, pertum-buhan dan per-kembangan biji gulma yang biasanya mengalami masa dormansi tertentu (Thamrin at al., 1992).

Panjang tanaman

4

Page 5: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

Panjang daun pada pengamatan umur 7 minggu, dipengaruhi oleh interaksi antara jenis mulsa dengan taraf naungan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian mulsa dan taraf naungan yang berbeda akan menghasilkan panjang daun yang berbeda (Tabel 1).

Tabel 1. Interaksi antara perlakuan jenis mulsa dan taraf naungan terhadap panjang daun pada umur 7 minggu

Naungan (%) Mulsa

Panjang daun (cm)

0 30 60

Tanpa mulsa 29,40 a 34,16 c 35,45 c

Mulsa plastik hitam perak 31,40 ab 40,18 d 36,10 c

Mulsa jerami 33,33 bc 34,78 c 34,48 c

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ = 0.05

Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak maupun mulsa jerami dapat menaikkan panjang daun dibanding tanpa mulsa dan tanpa naungan, tetapi mulsa plastik hitam tidak berbeda dengan tanpa mulsa. Namun demikian jika naungan ditingkatkan menjadi 30 %, maka penggunaan mulsa plastik hitam perak menunjukkan panjang daun pada umur 7 minggu terbesar dibanding tanpa mulsa maupun mulsa jerami. Kenaikan panjang daun pada naungan 30 % dibanding tanpa naungan mencapai berturut-turut 16 %, 27,96 % dan 4,35 %. Panjang daun akan menurun apabila naungan ditingkatkan menjadi 60 % baik mulsa plastik maupun mulsa jerami, kecuali tanpa mulsa. Luas daun

Pada umur 7 minggu setelah tanam diperoleh interaksi antara jenis mulsa dan naungan terhadap luas daun. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jenis mulsa dan taraf naungan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap luas daun tanaman bawang merah varietas Palu, (Tabel 2).

Tabel 2. Interaksi antara perlakuan jenis mulsa dan taraf naungan terhadap luas daun pada umur 7 minggu

Naungan (%) Mulsa

luas daun (cm)

0 30 60

Tanpa mulsa 307,76 a 491,67 b 461,62 bMulsa plastik hitam perak 424,66 b 652,14 c 469,72 bMulsa jerami 467,95 b 449,67 b 421,9 bKeterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ = 0.05.

5

Page 6: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

Tabel 2. terlihat bahwa peng-gunaan mulsa plastik hitam perak maupun mulsa jerami dapat menaikkan luas daun dibanding tanpa mulsa dan tanpa naungan. Kenaikan luas daun tersebut mencapai 37,98 % dan 52,1 %. Namun demikian apabila naungan ditingkatkan menjadi 30 %, maka penggunaan mulsa plastik hitam perak menujukkan luas daun terbesar dibanding dengan tanpa mulsa maupun memakai mulsa jerami. Luas daun ini akan menurun lagi apabila naungan ditingkatkan menjadi 60 % baik tanpa mulsa maupun mulsa plastik hitam dan mulsa jerami. Penurunan tersebut mencapai jumlah 29,2 %, 27,97 dan 35,31 % berturut-turut. Data ini menunjukkan bahwa naungan 30 % akan memberikan nilai tambah bila dikom-binasikan dengan mulsa plastik hitam perak.

Laju pertumbuhan tanamanLaju pertumbuhan tanaman, umur 7 minggu setelah tanam, menunjukkan

pengaruh antara perlakuan jenis mulsa dan perlakuan taraf naungan. Hal ini memberikan arti bahwa, pemberian jenis mulsa dan taraf naungan yang berbeda, akan memberikan hasil laju pertumbuhan tanaman yang berbeda (Tabel 3).

Tabel 3. Interaksi antara perlakuan jenis mulsa dan taraf naungan ter-hadap laju pertumbuhan tanam-an pada umur 7 minggu

Naungan (%) Mulsa

Laju pertumbuhan tanaman(g/m2 /hari)

0 30 60Tanpa mulsa 0,76 a 1,72 bc 1,64 bcMulsa plastik hitam perak 1,52 b 3,00 d 1,64 bcMulsa jerami 1,84 bc 2,02 c 1,55 bKeterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ = 0.05.

Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak maupun mulsa jerami dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman dibanding tanpa mulsa dan tanpa naungan. Peningkatan laju pertumbuhan tanaman tersebut mencapai 100 % dan 142 %. Diperoleh laju pertumbuhan tanaman terbesar pada penggunaan mulsa plastik hitam perak dibanding mulsa jerami dan tanpa mulsa apabila naungan ditingkatkan menjadi 30 %.

Namun demikian apabila naungan ditingkatkan lagi menjadi 60 % maka terjadi penurunan laju pertumbuhan tanaman, baik mulsa plastik hitam perak, mulsa jerami maupun tanpa mulsa. Penurunan laju pertumbuhan tanaman berturut-turut mencapai 46 %, 45 % dan 23 %. Hal ini menggambarkan bahwa naungan 30 % akan laju pertumbuhan bila dikombinasikan dengan mulsa plastik hitam perak.Bobot kering total

Bobot kering total tanaman umur 7 minggu, menunjukkan terjadi pengaruh akibat perlakuan jenis mulsa dan pemberian taraf naungan. Hal ini memberikan arti, bahwa pemberian jenis mulsa dan taraf naungan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan hasil bobot kering tanaman bawang merah (Tabel 4).

6

Page 7: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

Tabel 4. Interaksi antara perlakuan jenis mulsa dan taraf naungan terhadap bobot kering total tanaman pada umur 7 minggu

Naungan (%) Mulsa

Bobot kering total (g)

0 30 60

Tanpa mulsa 1,65 a 3,40 b 2,98 bMulsa plastik hitam perak 2,78 b 5,27 c 3,16 bMulsa jerami 3,30 b 3,23 b 2,90 b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ = 0.05.

Tabel 4 terlihat bahwa penggu-naan mulsa plastik hitam perak dan mulsa jerami dapat meningkatkan bobot kering total tanaman dibanding, tanpa mulsa dan tanpa naungan.

Indeks luasIndeks luas daun tanaman bawang merah varietas Palu umur 7 minggu,

menunjukkan bahwa terjadi pengaruh antara perlakuan kombinasi jenis mulsa dan tingkat naungan. Hal ini menunjukkan perbedaan indeks luas daun tanaman, dengan pemberian jenis mulsa dan taraf naungan yang berbeda akan menghasilkan indeks luas daun yang berbeda (Tabel 5).

Tabel 5. Interaksi antara perlakuan Jenis mulsa dan taraf naungan terhadap indeks luas daun pada umur 7 minggu

Naungan (%) Mulsa

Indeks luas daun

0 30 60

Tanpa mulsa 1,03 a 1,64 b 1,54 bMulsa plastik hitam perak 1,42 b 2,13 c 1,57 b

Mulsa jerami 1,55 b 1,50 b 1,40 b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ = 0.05.

Tabel 5 menunjukkan adanya pengaruh interaksi antara perlakuan jenis mulsa dan naungan terhadap indeks luas daun pada umur 7 minggu. Penggunaan mulsa jerami maupun mulsa plastik hitam perak dapat menaikkan indek luas daun dibanding tanpa mulsa dan tanpa naungan. Kenaikan indeks luas daun tersebut mencapai 37,9 % dan 50,5 %. Akan tetapi bila naungan ditingkatkan menjadi 30 % maka akan terjadi peningkatan indek luas daun terbesar pada perlakuan mulsa plastik hitam perak dibanding dengan mulsa jerami dan tanpa mulsa. Namun penurunan indeks luas daun terjadi bila naungan ditingkatkan lagi menjadi 60 %. Penurunan tersebut berturut-turut 6 %, 26,3 % dan 6,6 %.

7

Page 8: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

Bobot segar tanamanBobot segar tanaman bawang merah saat panen, terjadi interaksi antara

perlakuan jenis mulsa dan naungan. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan hasil bobot segar tanaman bawang merah varietas Palu (Tabel 6).

Tabel 6. Interaksi antara perlakuan jenis mulsa dan taraf naungan terhadap bobot segar tanaman setelah panen

Naungan (%) Mulsa

Bobot segar tanaman (g)

0 30 60

Tanpa mulsa 18,44 a 24,66 b 26,10 bMulsa plastik hitam perak 24,74 b 35,35 d 24,13 bMulsa jerami 21,68 ab 29,17 c 19,46 aKeterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ = 0.05.

Tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak maupun mulsa jerami dapat meningkatkan bobot segar tanaman dibanding tanpa mulsa dan tanpa naungan. Peningkatan laju pertumbuhan tanaman tersebut mencapai 34 % dan 17,6 %. Diperoleh bobot segar tanaman terbesar pada penggunaan mulsa plastik hitam perak dibanding mulsa jerami dan tanpa mulsa apabila naungan ditingkatkan menjadi 30 %. Namun demikian apabila naungan ditingkatkan lagi menjadi 60 %, maka terjadi penurunan bobot segar tanaman, baik mulsa plastik hitam perak, mulsa jerami kecuali tanpa mulsa,. Penurunan bobot segar tanaman mencapai 31,7 %, 33,3 % kecuali tanpa mulsa meningkat 5,8 %, namun tidak berbeda.

Jumlah siungJumlah siung per rumpun tanaman bawang merah varietas Palu saat panen,

terjadi interaksi antara perlakuan kombinasi jenis mulsa dan pemberian taraf naungan. Hal ini menunjukkan perbedaan hasil jumlah umbi per rumpun, dengan pemberian jenis mulsa dan taraf naungan yang berbeda akan menghasilkan jumlah siung yang berbeda (Tabel 7).

Tabel 7. Interaksi antara perlakuan jenis mulsa dan taraf naungan terhadap jumlah siung setelah panen

Naungan (%) Mulsa

Jumlah siung

0 30 60

Tanpa mulsa 3,98 a 6,47 b 6,00 bMulsa plastik hitam perak 6,18 b 9,42 c 6,25 bMulsa jerami 6,80 b 6,66 b 5,83 bKeterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ = 0.05.

8

Page 9: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

Data Tabel 7 menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan jenis mulsa dengan taraf naungan. Penggunaan mulsa plastik hitam perak maupun mulsa jerami dapat meningkatkan jumlah siung bawang merah dibanding tanpa mulsa dan tanpa naungan. Peningkatan jumlah umbi pada perlakuan mulsa plastik dan mulsa jerami dibanding dengan tanpa mulsa dan tanpa naungan tersebut mencapai 55,3 %, 70,9 %. Terjadi peningkatan jumlah umbi terbesar pada perlakuan mulsa plastik hitam perak dan tanpa mulsa, namun penurunan pada mulsa jerami apabila naungan ditingkatkan menjadi 30 %. Namun demikian jika naungan ditingkatkan lagi menjadi 60 % jumlah umbi menurun, baik pada perlakuan mulsa plastik hitam perak, mulsa jerami maupun tanpa mulsa. Penunrunan mencapai 7,2 %, 33,7 % dan 12,5 %. Dari semua perlakuan yang diberikan, terlihat bahwa perlakuan mulsa plastik hitam yang dikombinasikan dengan naungan 30 % memberikan pengaruh terbaik terhadap peningkatan jumlah umbi tanaman bawang merah.

Bobot segar umbiBobot segar umbi tanaman bawang merah varietas Palu, pada saat panen

menunjukkan pengaruh interaksi antara jenis mulsa dan taraf naungan. Hal ini menggambar- kan bahwa pemberian jenis mulsa dan taraf naungan akan memberikan hasil yang berbeda terhadap bobot segar umbi tanaman bawang merah (Tabel 8).

Tabel 8. Interaksi antara perlakuan jenis mulsa dan taraf naungan terhadap bobot segar umbi setelah panen

Naungan (%) Mulsa

Bobot segar umbi (g)

0 30 60

Tanpa mulsa 0,45 a 0,80 c 0,71 bcMulsa plastik hitam perak 0,74 bc 1,05 d 0.64 bMulsa jerami 0,54ab 0,80 c 0,51 aKeterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ = 0.05.

Data Tabel 8 menunjukkan bobot segar umbi tanaman bawang merah dipengaruhi oleh perlakuan mulsa dan naungan.. Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat menaikkan bobot segar umbi dibanding mulsa jerami, tanpa mulsa dan tanpa naungan. Peningkatan bobot segar umbi mencapai 63,8 %. Bobot segar umbi tanaman tampaknya lebih besar dibanding perlakuan mulsa jerami dan tanpa mulsa apabila naungan ditingkatkan menjadi 30 %. Namun jika naungan ditingkatkan lagi menjadi 60 %, maka bobot segar umbi akan menurun, penurunan tersebut berturut-turut 12,7%, 38,9 % dan 36,4 %.

Modifikasi lingkungan Iklim mikroIklim mikro adalah iklim yang berada di antara kanopi tanaman dan

permukaan tanah (Monteith et al., 1980) atau iklim di dalam tanaman (Haines, 1982). Iklim mikro yang diamati adalah radiasi, suhu udara, kelembaban udara dan suhu tanah.

9

Page 10: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

Pengertian modifikasi lingkungan adalah usaha mengubah iklim mikro dengan tujuan untuk mengoptimalkan lingkungan tumbuh bagi tanaman. Modifikasi tersebut hanya dapat diarahkan pada unsur iklim tertentu atau kombinasi dari beberapa unsur iklim. Unsur iklim yang dimodifikasi adalah unsur iklim yang menjadi faktor pembatas utama dalam kegiatan budidaya tanaman (Tabel 9).

Data hasil modifikasi lingkungan (iklim Mikro) pada Tabel 45, dapat dijelaskan bahwa radiasi (X1) yang dapat terdeteksi dengan menggunakan alat Lux Meter. Radiasi yang terdeteksi pada perlakuan tanpa mulsa dan tanpa naungan sebesar (2493,33 Lux), tetapi tidak berbeda dibanding dengan perlakuan mulsa plastik, mulsa jerami dan tanpa naungan, tetapi berbeda dengan perlakuan naungan 30 % yang mendapat radiasi sebesar (1723,5 Lux), namun tidak berbeda diantara perlakuan naungan 30 %. Demikian pula diantara perlakuan naungan 60 % radiasi tidak berbeda, tetapi berbeda dibanding dengan perlakuan naungan 30 % dan tanpa naungan.

Tabel 9. Data komponen lingkungan sebelum dan sesudah modifikasi serta pengaruhnya terhadap hasil bawang merah varietas Palu.

No.

PerlakuanRadiasi cahaya (X1)

( Lux )

Suhu udara(X2)( oC)

Kelem-baban(X3)( % )

SuhuTanah(X4)( oC )

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

Tanpa Mulsa + Tanpa Naungan Mulsa Plastik Hitam + Tanpa Naungan Mulsa Jerami + Tanpa Naungan Tanpa Mulsa + Naungan 30 % Mulsa Plastik Hitam + Naungan 30 % Mulsa Jerami + Naungan 30 % Tanpa Mulsa + Naungan 60 % Mulsa Plastik Hitam + Naungan 60 % Mulsa Jerami + Naungan 60 %

2493,3 c2494,5 c2492,0 c1717,8 b1723,5 b1718,5 b1214,2 a1230,0 a1215,7 a

34.2 d34.2 d34.2 d30.6 c30.3 abc30.1 abc

28.1 ab28.3 abc

28.0 a

76 a76 a76 a79 b79 b80 bc82 c84 c86 c

32,10 e32,10 e32,10 e30,12 a-d

29,60 a-d

29,30 a-c

28,40 a-b

28,30 a28,30 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNJ = 0.05.

Pengamatan suhu udara (x2) pada perlakuan tanpa naungan adalah rata-rata (34,2 oC), sedangkan pada perlakuan tanpa mulsa dan naungan 30 % suhu udara sebesar (30,6 oC), perlakuam mulsa plastik dan naungan 30 suhu udara sebesar (30,3 oC) dan pada perlakuan mulsa jerami dan naungan 30 % suhu udara sebesar (30,1 oC) tetapi tidak berbeda diantara perlakuan. Pengamatan kelembaban udara (X3) pada perlakuan tanpa mulsa, mulsa plastik dan mulsa jerami dengan tanpa naungan kelembaban udara rata-rata 76 %., sedangkan pada perlakuan naungan 30 % dengan kombinasi mulsa plastik, mulsa jerami dan tanpa mulsa kelembaban udara sebesar berturut-turut (79, 79 dan 80 %), dan pada perlakuan naungan 60 % ke-lembaban udara sebesar (82, 84 dan 86 %). Pengamatan suhu tanah pada perlakuan

10

Page 11: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

tanpa mulsa, mulsa plastik hitam dan mulsa jerami dan tanpa naungan suhu tanah rata-rata sebesar 32 oC., pada perlakuan tanpa mulsa, mulsa plastik, dan mulsa jerami yang diberi naungan sebesar 30 % suhu tanah berturut-turut 30, 29,6 dan 29,30 oC. Sedangkan perlakuan tanpa mulsa, mulsa plastik hitam perak dan mulsa jerami yang diberi naungan 60 % suhu tanah mencapai berturut-turut 28,40, 28,30 dan 28,30 oC.

PembahasanPertumbuhan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genetik

maupun lingkungan. Pada percobaan dilakukan perlakuan modifikasi lingkung-an untuk meningkatkan hasil bawang merah, dengan memberikan mulsa dan naungan.

Awal pertumbuhan tanaman bawang merah varietas Palu, menunjuk-kan bahwa perlakuan taraf naungan dan jenis mulsa tidak berpengaruh terhadap panjang daun, jumlah daun, luas daun, berat kering total tanaman dan indeks luas daun masing-masing pada umur 3 minggu. Hal ini terjadi karena pada awal pertumbuhan, perkembangan tanaman masih relatif rendah, sehingga tidak terjadi perbedaan antar perlakuan. Sedangkan peubah nisbah luas daun, laju asimilasi bersih dan luas daun spesifik tidak berbeda pada semua umur pengamatan. Hasil pengamatan panjang daun tanaman, luas daun dan indek luas daun menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan yang sama pada pengamatan umur 5 dan 7 minggu setelah tanam. Hal ini terjadi karena karakteristik bawang merah dalam proses perkembangannya begitu pesat sampai pada pembentukan umbi kemudian memasuki pertumbuhan maksimum.

Pertumbuhan panjang daun tanaman diikuti oleh bertambahnya luas daun demikian juga pertambahan indeks luas daun. Daun merupakan organ yang sangat berperanan dalam proses pertumbu-han tanaman, karena daun adalah tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Adanya perbedaan ukuran luas daun akan berpengaruh terhadap jumlah hasil asimilat yang terbentuk sebagai simpanan cadangan untuk pertumbuhan suatu tanaman. Peningkatan luas daun diikuti dengan peningkatan indeks luas daun. Hal ini dapat terjadi karena pada tanaman bawang memiliki karakteristik morfologi yang berbeda dengan tanaman lain, dimana tanaman bawang memiliki letak daun yang tegak sehingga tidak saling menaungi satu sama lain. Berbeda dengan tanaman yang memilki letak daun horizontal yang dapat mengakibatkan terjadinya saling menaungi terutama daun bagian bawah. Terjadinya perbedaan antara perlakuan mulsa plastik hitam perak yang dikombinasi dengan taraf naungan 30 % dan mulsa plastik hitam perak kombinasi dengan taraf naungan 60 % terhadap panjang daun tanaman, disebabkan karena pada taraf naungan 60 % intensitas radiasi matahari yang sampai ke permukaan tanaman relatif rendah, sebab semakin besar taraf naungan yang diberikan maka jumlah radiasi yang diterima tanaman bawang semakin kecil, suhu semakin rendah dan kelembaban udara semakin tinggi, mengakibatkan unsur iklim tersebut tidak optimum untuk pertumbuhan tanaman. Apabila kondisi lingkungan tidak mendukung berarti tidak ada aktivitas terutama fotosintesis tidak berlangsung. Hal ini sejalan dengan pendapat Gardner at al. (1985) menyatakan bahwa meningkatnya naungan cenderung meningkatkan jumlah auksin yang akan mempengaruhi pemanjangan sel, untuk pembentukan tunas-tunas samping sehingga tanaman lebih tinggi. Pemanjangan sel ini sering disebut etiolasi, etiolasi ini berkaitan dengan produksi dan distribusi auksin. Perlakuan jenis mulsa tanpa menggunakan naungan (cahaya

11

Page 12: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

penuh) kelihatan tinggi tanaman lebih rendah dan berbeda dengan perlakuan jenis mulsa dengan taraf naungan 30 % dan 60 %. terutama perlakuan kontrol.

Modifikasi lingkungan dengan pemberian jenis mulsa dan taraf naungan menunjukkan pengaruh terhadap iklim mikro tanaman bawang merah. Pengaruh iklim mikro seperti radiasi, suhu udara dan kelembaban udara disajikan pada (Gambar1).

Gambar 1. Hubungan antara hasil umbi dengan faktor lingkungan (Radiasi, Suhu udara dan Kelembaban udara)

Gambar 1 menunjukkan bahwa pada perlakuan mulsa plastik hitam perak dengan tarap naungan 30 persen memperlihatkan terjadinya respon tanaman terhadap faktor lingkungan (radiasi, suhu udara dan kelembaban). Terlihat bahwa hasil umbi tertinggi pada perlakuan mulsa plastik hitam perak dan naungan 30 % dibanding semua perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengamatan bobot segar tanaman, bobot kering angin tanaman, bobot umbi kering angin, jumlah siung dan bobot segar umbi. Perlakuan taraf naungan 30 persen dengan mulsa plastik hitam perak memberikan pengaruh terhadap komponen hasil, terutama menghasilkan bobot segar umbi terbesar (1,048 kg m-2) atau setara dengan 10,48 ton ha-1 sedangkan hasil bobot segar pada perlakuan kontrol sebesar 0,45 kg m-2 atau setara dengan 4,53 ton ha-2. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 45, dimana pada perlakuan taraf naungan 30 persen kombinasi mulsa plastik hitam perak dipengaruhi oleh radiasi, suhu udara dan kelembaban udara berada pada kondisi optimum sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal. Baswarsiati (1997) menyatakan

12

Page 13: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

bahwa kemampuan bawang merah untuk beradaftasi sangat ditentukan oleh faktor lingkungan.

Salah satu komponen hasil yang mendukung meningkatnya hasil bobot segar umbi adalah jumlah umbi per rumpun. Jumlah siung rata-rata bawang merah varietas Palu, 9,42 per rumpun akibat perlakuan naungan 30 % dikombinasi dengan mulsa plastik hitam perak, memperlihatkan hasil tertinggi dibanding dengan semua perlakuan yang dicobakan, dan terendah pada perlakuan tanpa naungan dan tanpa mulsa. Peningkatan jumlah umbi diduga karena didukung oleh faktor lingkungan yang optimum mengakibatkan pembentukan umbi akan berkembang lebih baik. Hasil penelitian Hanada (1991) menyebutkan bahwa salah satu faktor lingkungan yang mendukung perkembangan umbi kelompok bawang adalah suhu udara. Ditambahkan oleh Foyer (1996) bahwa ada hubungan antara terciptanya lingkungan iklim mikro yang baik terhadap pertumbuhan optimal tanaman. Tanaman yang cukup unsur hara, air dan iklim mikro mendukung, maka daun akan dapat melakukan proses fotosintesis dengan optimal.

Pada perlakuan taraf naungan 30 persen kombinasi jenis mulsa plastik hitam perak., dimana peranan mulsa plastik hitam perak dapat memantulkan cahaya matahari, akibatnya radiasi matahari tersedia untuk fotosintesis tanaman akan cukup besar. Di lain pihak permukaan mulsa dari mulsa plastik hitam perak (MPHP) akan menyebabkan radiasi matahari yang diteruskan menjadi kecil, keadaan ini mengakibatkan suhu tanah akan tetap rendah (Umbo, 2000).

Rendahnya bobot segar umbi akibat perlakuan cahaya penuh diduga karena lokasi penelitian di Lembah Palu memiliki kondisi iklim yang spesifik yang agak ekstrim, terutama radiasi matahari. Radiasi matahari yang terlalu tinggi akan dapat merusak sistem fotosintesis, karena energi cahaya yang ditangkap berlebihan sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara penuh. Intensitas cahaya yang ditangkap oleh tanaman secara berlebihan tidak mempunyai kapasistas untuk membuang kelebihan energi (Jones, 1992). Besarnya radiasi cahaya pada perlakuan tanpa naungan dan tanpa mulsa dapat dideteksi dengan angka 2493,3 Lux , diikuti dengan meningkatnya suhu udara 34,2 oC kondisi iklim mikro tersebut melampaui batas kebutuhan suhu optimum. Menurut Wibowo (1992) suhu udara yang optimum untuk pertumbuhan bawang merah adalah 29 - 30 oC. Bila suhu meningkat terlalu tinggi, dapat menyebabkan membran sel kehilangan kemampuannya untuk mengatur metabolisme dan mengatur pergerakan zat-zat atau ion dalam sel. Suhu tinggi dapat mengakibatkan turunnya aktifitas fotosintesis disertai dengan respirasi tinggi membatasi bahan kering yang dapat diakumulasi, seperti terbukti pada hasil bobot segar tanaman bawang dengan perlakuan tanpa naungan dan mulsa.

Pada perlakuan naungan 60 persen kombinasi mulsa jerami mengakibatkan suhu udara turun hingga mencapai 28 oC dengan kelembaban udara 86 %. Bila suhu rendah membran tidak dapat berfungsi secara baik, (Sugito, 1994).

Kandungan klorofil daunKlorofil merupakan salah satu molekul dalam daun yang berperan dalam

penyerapan spektrum energi. Kandungan klorofil daun akan berbeda apabila mendapat intensitas radiasi yang berbeda (Gambar 2).

13

Page 14: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

428,89

444,42

394,89

370380

390400

410

420430

440450

Jumlah Klorofil

Daun (μg/g)

0 30 60

Naungan ( % ).

Gambar 2. Hasil analisa kadar klorofil daun pada umur 5 minggu.

Gambar 2 menunjukkan bahwa kandungan klorofil daun pada tanaman bawang merah varietas Palu umur 5 minggu, dipengaruhi oleh pemberian perlakuan naungan yang berbeda. Pada saat pertumbuhan vegetatif, perlakuan naungan 0 % (cahaya penuh) kandungan klorofil daun mencapai 428,89 μg/g daun. Namun apabila naungan ditingkatkan sebesar 30 %, maka kandungan klorofil daun meningkat menjadi 444,42 μg/g daun atau terjadi peningkatan sebesar 3,6 %. Kandungan klorofil ini akan menurun lagi apabila naungan ditingkatkan menjadi 60 %. Penurunan tersebut menjadi 394,89 μg/g daun (11,2 %). Data tersebut menggambarkan bahwa apabila tanaman bawang merah mendapat radiasi penuh akan mengalami penurunan jumlah kandungan klorofil daun dibanding tanaman yang mendapat naungan 30 %, sedangkan jika naungan ditingkatkan sebesar 60 %, maka kandungan klorofil menjadi menurun. Kandungan lorofil daun yang tertinggi pada perlakuan naungan 30 %. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengamatan luas daun (LD) dan indek luas daun (ILD) pada umur 5 minggu, tertinggi dibanding tanpa naungan dan naungan 60 %. Sejalan dengan pernyataan Pearce et al., (1987) tingkat naungan berhubungan dengan indeks luas Daun (ILD) dan luas daun (LD) dan distribusi daun dalam kanopi tanaman, sedangkan kedua komponen tersebut merupakan faktor utama yang menentukan intersepsi cahaya yang berpengaruh terhadap proses fotosintesis, transpirasi dan akumulasi bahan kering. Juhaeti (2001) melaporkan hasil penelitian terhadap tanaman keladi bahwa pemberian naungan 25 % dapat meningkatkan kandungan klorofil menjadi 130,31 μg/g daun. Pada penelitian ini pemberian naungan 60 % mengakibatkan terjadinya penurunan kandungan klorofil daun. Hal ini terjadi karena tidak terjadinya penerimaan cahaya yang efektif sehingga pembentukan klorofil menjadi rendah. Levit (1980) menyatakan tanaman yang tumbuh pada tempat yang lebih terlindung mempunyai titik kompensasi hasil asimilasi yang lebih rendah dibanding dengan tanaman yang tumbuh pada tempat yang lebih banyak menerima cahaya matahari.

KESIMPULAN DAN SARAN

14

Page 15: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

Pengurangan radiasi matahari dengan pemberian naungan sebesar 30 % (1723,57 Lux) dan mulsa plastik hitam perak mampu menurunkan suhu menjadi 30,3 oC (dari 34,2 oC), menaikkan kelem-baban udara menjadi 79 % (dari 76 %) dan menurunkan suhu tanah menjadi 29,60 oC (dari 32 oC), sehingga mampu meningkatkan hasil umbi menjadi 10,48 ton ha-1 (dari 4,3 ton ha-1) meningkat (131,35 %). Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan Indeks luas daun 2,13 meningkat (106 %), Bobot kering tanaman 28,77 g/tan. meningkat (219 %), dan Laju pertumbuhan tanaman 3 g/m2/ha. meningkat (294,7 %) dibanding dengan perlakuan kontrol.

Pengurangan radiasi 30 % dan pemberian mulsa plastik hitam perak mampu menekan kehilangan air menjadi 16.600 liter/ha/hari, ( 63,7 %) dibanding tanpa perlakuan mulsa dan naungan, kehilangan air sebesar 45.800 liter/ha/hari.

DAFTAR PUSTAKA

Baswarsiati, L. Rosmahani, E. Korlina, E.P. Kusumainderawati, D. Rachmawati, S.Z. Saa’dah. 1997. Adaftasi beberapa varietas bawang merah di luar musim.Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Komoditas Unggulan. BPTP Karangploso. Malang, pp 210 – 225.

Biro Pusat Statistik. 1994. Statistik Indonesia. Jakarta, p 202.Biro Pusat Statistik. 2000. Sulawesi Tengah dalam angka. BPS Kerjasama Kantor

Statistik dengan BAPPEDA Propinsi Sulawesi Tengah, p 102.Direktorat Bina Produksi Hortikultura. 1999. Bercocok tanam hortikul-tura.

Dirjentan, Jakarta. p 25. Foyer, C.H. 1996. Source-sink interaction and communication in leaves. In.

Schaffer.Photoasi-milate Distribu-tion in plants and crops. Source-Sink Relationships. Dept. of Veg. Crops. Volcani Center. Agric. Res. Organization Ministry of Agric. State of Israel Bet Dagan, Israel. pp.311-421.

Gardner, F.P; R.B. Pearc dan R.L. Mitchell. 1985. Fisiologi Tana-man Budidaya. (terjemahan Herwati dan Subiyanto). U. I. Press. Jakarta, pp. 205 – 176.

Hanada, T. 1991. The effect of mulching and row covers on vegetable production. Exten-sion Bulletin, ASPAC. 32: 22.

Jones, H.G. dan Mann. 1992. Plant and microclimate. Aquantitative approach to Environmental plant physiology. 2nd edition. Cabridge Univ. Press.

Juhaeti T. 2001. Anatomi dan kandu-ngan klorofil daun keladi tikus {Thyponium flageliforme (lodd.) BI.} pada berbagai iIntensitas cahaya. Anatomy and Chlorophyll Content of Rodent Tuber Under Various Light Intensity. Berita Bio.

Levitt, J. 1980. Respons of plants to environmentals stresses. Dept. ofPlant Biology. Camergie Inst. Of Washington Stanford. Ca. Vol II. Acad. Press. N.Y. p 25-507.

15

Page 16: Modifikasi Mulsa Bawang Merah

Maskar., Chatijah dan A. Asni. 1999. Pengujian paket tehnologi budidaya bawang merah varietas lokal di lahan kering. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru. TA. 1998/1999. pp. 25-28.

Monteith, J. L., E.J.W. Edwarnold, F.R.S. Barrington, and A.R. Williseed. 1980. Principle of environmental physics. Edward Arnold, London.

Pearce, R.B., R.H. Brown, and R.E. Blaser. 1987. Photosynthesis in plant communities as influence by leaf angle. Crop Sci. 7:321-324.

Sugito, Y. 1994. Ekologi tanaman. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, pp. 35 - 44.

Thamrin M., dan H. Hanafi. 1992. Peranan mulsa sisa tanaman terhadap konservasi lengas tanah pada sistem budidaya tanaman semusim. Pertanian Lahan Kering dan Konservasi Tanah. Prosiding Seminar Hasil Penelitian P3HTA, pp. 5 – 12.

Umbo, A. H. 2000. Petunjuk penggunaan mulsa. Penebar swadaya, Jakarta, pp. 62-65.

Wibowo, S. 1992. Budidaya bawang. Seri Pertanian: IXXX/270/88. Penebar Swadaya. Jakarta. p 201.

16