6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN A.
Acuan Teori dan Fokus yang Diteliti Untuk meningkatkan kualitas
proses dan penguasaan konsep peserta didik, para ahli pembelajaran
telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivisme
untuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Dengan perubahan
paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat pembelajaran
dari belajar berpusat pada guru menjadi berpusat pada peserta
didik. Ketika guru mengajar di kelas, guru harus berupaya
menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan
peserta didik, dapat mendorong peserta didik untuk belajar, atau
memberi kesempatan peserta didik untuk berperan aktif mengonstruksi
konsepkonsep yang akan dipelajari. Problem based learning merupakan
model pembelajaran yang dasar filosofinya konstruktivisme, yang
kegiatan belajar mengajarnya berpusat pada peserta didik.1 Problem
based learning adalah pembelajaran yang melibatkan peserta didik
untuk memecahkan suatu masalah melalui tahapan-tahapan metode
ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
keterampilan untuk memecahkan masalah.2 Adapun dalam penelitian
ini, fokus yang diteliti tentang model pembelajaran problem based
learning untuk meningkatkan penguasaan konsep fisika peserta didik
pada konsep Optik Geometri. 1. Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan pengalaman.
Pengetahuan yang diperoleh peserta didik adalah pengetahuan yang
terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan
individu sebagai subjek yang menangkap
1
I Wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem based learning), dari
Http://lubisgafura.wordpress.com/2007/12/16Pembelajaran-berbasis
-masalah/2
Ibid
6
7
setiap objek yang diamatinya. Menurut konstruktivisme,
pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi
oleh dan dari dalam diri seseorang.3 Teori Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa
yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.4 Konstruktivisime
merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam indra manusia. Unsur-unsur
konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam kaedah pengajaran dan
pembelajaran di peringkat sekolah, maktab dan universiti tetapi
tidak begitu terlihat dan tidak ditekankan.5 Kontruksi berarti
bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup
yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir
(filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.6 Teori
konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.7 Sistem pendekatan
konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down
dari pada bottom up berarti peserta didik memulai dengan masalah
kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan keterampilan
dasar3
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.264 4
http://id.wikipedia.org/wiki/Konstruktivisme"/2009/10/20 5
Http://www.teachersrock.net/teori-konstruktivisme. html diakses
pada tanggal 20 oktober 2009 6 Sutisna, Teori Pembelajaran
Konstruktivisme, artikel diakses pada tanggal 20 oktober 2009 dari
http://sutisna.com/psikologi/psikologi_pendidikan/teori belajar
konstruktivisme. 7 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivisme, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007),
hal. 13
8
yang diperlukan.8 Inti teori konstruktivisme ialah gagasan bahwa
pelajar masingmasing harus menemukan dan mengubah informasi yang
rumit kalau mereka ingin menjadikannya milik sendiri. Teori
konstruktivisme melihat pelajar terus-menerus memeriksa informasi
baru terhadap aturan-aturan lama dan kemudian mengubah aturan
tersebut apabila hal itu tidak lagi berguna.9 Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme adalah
pendekatan pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar
konstruktivisme yang lebih menfokuskan pada kesuksesan peserta
didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan
peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan
dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, peserta didik lebih
diutamakan untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
asimilasi dan akomodasi. 2. Model Problem Based-Learning (PBL)
Untuk meningkatkan penguasaan konsep fisika peserta didik,
diperlukan adanya pendekatan pembelajaran yang melibatkan peserta
didik secara aktif dan mendorong peserta didik untuk lebih berpikir
kreatif dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan
materi pembelajaran fisika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang
mendorong peserta didik untuk lebih aktif dalam memecahkan masalah
ialah Model Problem-Based Learning. Problem-Based Learning adalah
suatu model pembelajaran yang merupakan bagian dari pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL juga sering dikenal
dengan istilah pendekatan kontekstual. Adapun yang melandasi
pengembangan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu
filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar
menghapal. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan di
benak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat
dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme
berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey8
9
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,
2009), hal. 145 Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan
Aplikasi, (Jakarta: PT. Indeks, 2009), hal. 6
9
pada awal abad 20 yang lalu.10 Melalui landasan konstruktivisme,
CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru.
Melalui strategi CTL peserta didik diharapkan dapat belajar melalui
mengalami, dengan menghafal. Menurut filosofi konstruktivisme,
pengetahuan bersifat non-obyektif, temporer dan selalu berubah.
Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan
dan mengajar diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali makna,
bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar. CTL itu
sendiri merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta
didik dan mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan seharihari. Hal ini sangat diperlukan karena kebanyakan
para peserta didik tidak dapat menerapakan pengetahuan yang
dimilikinya dalam kehidupan mereka yang disebabkan kurang
menariknya metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Untuk itu
seorang guru harus jeli dalam menerapkan metode apa yang sesuai
untuk speserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan yang
diharapkan. Peserta didik tidak hanya dijadikan sebagai objek dalam
pembelajaran, melainkan sebagai subjek yang berperan dalam proses
pembelajaran. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran
kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut: 1) Belajar
berbasis masalah (problem - based learning), yaitu suatu pendekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang berfikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. 2)
Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu pendekatan
pengajaran yang memperkenankan peserta didik untuk mempelajari
konteks bermakna 3) Belajar berbasis inquiri (inquiry-based
learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti
metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran
bermakna.10
Yatim Riyanto, Op.Cit, hal. 166
10
4) Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning) yang
membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehebsif dimana
lingkungan belajar peserta didik didesain agar peserta didik dapat
melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk
pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan
tugas bermakna lainnya. 5) Belajar berbasis kerja (work-based
learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang
memungkinkan peserta didik mrnggunakan konteks tempat kerja untuk
mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi
tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja. 6) Belajar berbasis
jasa-layanan (service learning) yang memerlukan penggunaan
metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan masyarakat
dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan
jasa-layanan tersebut. 7) Belajar kooperatif (cooperative learning)
yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok
kecil peserta didik untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan
belajar. Dari ketujuh komponen tersebut, konsep Belajar Berdasarkan
Masalah termasuk di dalamnya. Maka dari itu jelaslah bahwa model
pembelajaran berdasarkan masalah merupakan bagian dari pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) yang berakar dari
pembelajaran konstruktivisme. Sebagaimana umumnya model-model
pembelajaran lain, PBL memiliki beberapa landasan teori khusus yang
membedakannya dengan model pembelajaran lain. Beberapa teori yang
melandasi PBL itu adalah sebagai berikut:11 1.Dewey dan Kelas
Demokratis Dewey menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan
agar sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar
dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan
yang nyata.12 Dewey juga menganjurkan guru untuk mendorong peserta
didik terlibat dalam proyek atau tugas
11
Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nur, Pembelajaran Berdasarkan
Masalah (Buku Ajar Mahasiswa) (Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya Press, 2001), h. 15 24. 12 Ibid. hal 16
11
berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki
masalah-masalah intelektual sosial. Pembelajaran di sekolah
seharusnya lebih memiliki manfaat daripada abstrak dan pembelajaran
yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh peserta didik
dalam kelompok-kelompok kecil yang menarik dan pilihan mereka
sendiri. Visi pembelajaran yang berdaya guna atau berpusat pada
masalah digerakkan oleh keinginan bawaan peserta didik untuk
menyelidiki secara pribadi situasi yang bermakna secara jelas
menghubungkan PBI kontemporer dengan filosofipendidikan dan
pedagogi Dewey.
2.Piaget, Vygotsky, dan Konstruktivisme Jean Piaget menyatakan
bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus
menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya.13 Rasa ingin tahu
ini, memotivasi mereka secara aktif untuk membangun tampilan dalam
otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. Pada semua tahap
perkembangan, setiap anak perlu memahami lingkungan mereka. Tugas
pendidikan yang berkaitan dengan hal itu adalah memotivasi mereka
untuk menyelidiki dan membangun teoriteori yang menjelaskan
lingkungan itu. Peserta didik dalam segala usia secara aktif
terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan
mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara
terus-menerus tumbuh dan berubah pada saat peserta didik mendapat
pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi
pengetahuan awal mereka. Lev Vygotsky juga mengemukakan pendapat
yang sama dengan Piaget yaitu perkembangan intelektual terjadi pada
saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang
ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan
oleh pengalaman ini.14 Peserta didik mempunyai dua tingkat
perkembangan, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial. Konsep ini disebut dengan zone of proximal
development. Tingkat perkembangan aktual didefinisikan sebagai
penggunaan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuan untuk
belajar sesuatu yang khusus atas13 14
Ibid . hal 17 Ibid. hal 18
12
kemampuannya sendiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial
didefinisikan sebagai tingkat ketika seorang individu dapat
memfungsikan atau mencapai tingkat itu dengan bantuan orang lain,
seperti guru, orang tua, atau teman sejawat yang kemampuannya lebih
tinggi.153.Bruner dan Pembelajaran Penemuannya
Jerome Bruner mengajukan sebuah model pembelajaran yang
menekankan pentingnya membantu peserta didik memahami struktur atau
ide kunci dari suatu disiplin ilmu.16 Hal ini akan menuntut peserta
didik untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
berdasarkan masalah juga bergantung pada konsep lain dari Bruner,
yaitu scaffolding. Bruner memberikan scaffolding sebagai suatu
proses ketika seorang peserta didik dibantu menuntaskan masalah
tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan
(scaffolding) dari seorang guru atau orang lain yang memiliki
kemampuan lebih.17 a.Pengertian Model Problem Based-Learning Banyak
pakar pendidikan mendefinisikan Problem Based-Learning diantaranya
yaitu menurut Duch, Problem Based-Learning adalah metode pendidikan
yang mendorong peserta didik mengenal cara belajar dan bekerjasama
dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia
nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan
peserta didik sebelum mulai mempelajari suatu subjek. Model problem
based learning memfokuskan pada peserta didik dengan mengarahkan
peserta didik menjadi pebelajar yang mandiri dan terlibat langsung
secara aktif. Dalam pembelajaran kelompok model ini dapat membantu
peserta didik untuk mengmbangkan kemampuan berpikir peserta didik
dalam mencari pemecahan masalah.18 Pengajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana peserta didik
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri mengembangkan inkuiri dan15 16
Ibid. hal 19 Ibid. hal 20 17 Ibid hal 22 18 Yatim Riyanto.
Op.Cit, hal. 288
13
keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian
dan percaya diri.19 Menurut I Wayan bahwa Problem Based-Learning
adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga
peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk
memecahkan masalah.20 Menurut Arends salah satu model pembelajaran
yang dapat membantu peserta didik berlatih memecahkan masalah
adalah model Problem BasedLearning. Model ini merupakan pendekatan
pembelajaran peserta didik pada masalah autentik (nyata) sehingga
peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang tinggi dan inkuiri,
memandirikan peserta didik, dan meningkatkan keterpecayaan
dirinya.21 Menurut Hamzah problem based-learning merupakan salah
satu metode pembelajaran dimana Authentic Assesment dapat
diterapkan secara komprehensif.22 Problem based-learning merupakan
metode instruksional yang menantang peserta didik agar mau belajar
bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi untuk masalah yang
nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan
serta kemampuan analisis peserta didik atas materi pelajaran. 23
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas dapat
disimpulkan bahwa model problem based learning memfokuskan peserta
didik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mendorong peserta
didik agar lebih kreatif dalam memecahkan permasalahan-permasalahan
yang dihadapinya. Permasalahanpermasalahan ini tentunya yang ada
kaitannya antara materi yang diajarkan dengan kehidupan keseharian
peserta didik. Selain itu, seorang guru berperan sebagai
fasilitator yang membantu peserta didik untuk memecahkan masalah
dalam19 20
Trianto, Op.Cit ,hal. 68 I Wayan Dasna, Op.Cit
21
Nurhayati Abas, Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
(Problem Based-Learning) dalam pembelajaran Matematika di SMU,
dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 051, Th. Ke-10,
November 2004, hal. 83322
Mrih Kuwato, Peningkatan Pembelajaran Antropologi Melalui
Problem Based-Learning pada Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2
Wonogiri Tahun Pelajarn 2006/2007, dalam Jurnal yang berjudul
WIDYATAMA Vol.3, No.4 Desember 2006, hal.45-60. 23 M. Taufik Amir,
Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based-Learning, (Jakarta:
Kencana,2009). h.21
14
pelaksanaan penerapan model problem based-learning tersebut. b.
Manfaat Model Problem Based-Learning (PBL) Problem learning
based-learning untuk tidak dirancang peserta untuk didik membantu
guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik.
Problem baseddikembangkan membantu mengembangkan kemampuan
berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar
berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan meraka dam
pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang
otonom dan mandiri. Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperolah
dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru
adalah membantu para peserta didik merumuskan tugas-tugas, dan
bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak
dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.24
c.Karakteristik Model Problem Based-Learning Problem based-learning
memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :25 1) dengan
suatu masalah. 2) 3) 4) langsung proses belajar mereka sendiri.
5)24
Belajar Memastikan
dimulai bahwa
masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata peserta
didik. Mengorganisasikan Memberikan tanggung pelajaran diseputar
masalah, bukan diseputar disiplin ilmu. jawab yang besar kepada
pembelajar dalam membentuk dan menjalankan secara
Menggunakandari
Anwar Holil, Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/model-pembelajaran-berdasarkan-masalah.html25
I Wayan Sadia, Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan
Cycle Learning Dalam Pembelajaran Fisika, dalam Jurnal Pendidikan
dan Pengajaran UNDIKSHA, Jakarta, No.1 Th.XXXX Januari 2007, h.
3
15
kelompok kecil. 6) suatu produk atau kinerja. d. Outcome dari
Model Problem based-learning Ada tiga hasil belajar (outcome) yang
diperoleh dari pembelajar yang diajar dengan menggunakan model
Problem based-learning yaitu:26 1) 2) 3) Inquiry dan keterampilan
melakukan pemecahan masalah. Belajar model peraturan orang dewasa
(adult role behaviors). Keterampilan belajar mandiri (skill for
independent learning.) Menuntut peserta didik untuk
mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk
e.Implementasi Model Problem based-learning dalam Pembelajaran
Secara umum penerapan model ini di mulai dengan adanya masalah yang
harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh peserta didik.
Masalah tersebut dapat berasal dari peserta didik atau mungkin juga
diberikan oleh pengajar. Peserta didik akan memusatkan pembelajaran
di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain peserta didik belajar
teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi
pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalam Problem based-learning
harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian
peserta didik belajar memecahkan masalah secara sistematis dan
terencana. Oleh sebab itu, penggunaan Problem based-learning dapat
memberikan pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang sangat
baik kepada peserta didik. Ada 5 tahap utama dalam Problem
based-learning.yang dimulai dengan guru memperkenalkan peserta
didik dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian
dan analisis kerja peserta didik. Kelima tahapan tersebut disajikan
pada Tabel dibawah ini. Tabel 2.1 Tahapan-Tahapan model Problem
based-learning menurut Arends Tahap Tingkah Laku Guru
26
I Wayan Dasna Op.Cit. h. 2
16
Tahap 1 Orientasi peserta didik kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
dibutuhkan, memotivasi peserta didik terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya. Tahap 2 Guru membantu peserta
didik Mengorganisasi peserta didik untuk mendefinisikan dan belajar
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut. Tahap 3 Guru mendorong peserta didik untuk Membimbing
penyelidikan individu mengumpulkan informasi yang sesuai, maupun
kelompok melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah. Tahap 4 Guru membantu peserta didik dalam
Mengembangkan dan menyajikan hasil merencanakan dan menyiapkan
karya karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan
membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5 Guru
membantu peserta didik untuk Menganalisis dan mengevaluasi proses
melakukan evaluasi terhadap pemecahan masalah penyelidikan mereka
dan proses yang mereka gunakan.27
Pada fase pertama hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain: 1.
Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar
informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan
penting dan menjadi pembelajaran mandiri. 2. Permasalahan atau
pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban mutlakbenar
dan sebagian bear permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang
kadang-kadang saling bertentangan. 3. Selama fase investigasi
pelajar, peserta didik didorong untuk melontarkan pertanyaan dan
mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta didik
harus berusaha bekerja secara mandiri atau dengan temantemannya.
4.27
Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik
Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nor, Op.Cit, h. 13
17
didorong untuk mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan
terbuka. Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan
keterampilan kolanorasi di antara peserta didik dan membantu mereka
untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini
pula guru diharuskan membantu peserta didik merenanakan tugas
insvestigatif dan pelaporannya. Pada fase ketiga, guru membantu
peserta didik menentukan metode investigasi. Penentuan tersebut
didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari jawabannya atau
dicari solusinya. Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan
pembuatan artefak dan exhibits. Artefak dapat berupa laporan
tertulis, termasuk rekaman proses yang memperlihatkan situasi yang
bermasalah dan solusi yang diusulkan. Artefak dapat berupa
model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah
atau solusinya. Exhibit adalah pendemonstrasian atas produk hasil
investigasi atau artefak tersebut. Pada fase kelima, tugas guru
adalah membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses
berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka
gunakan. Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran
berbasis masalah harus ditandai oleh keterbukaan, keterlibatan
aktif peserta didik, dan atmosfer kebebasan intelektual. Dalam
pengelolaan pembelajaran PBL memerhatikan hal-hal seperti situasi
multitugas yang akan berimpikasi pada jalannya penyelesaian
masalah, pekerjaan peserta didik, dan gerakan dan perilaku di luar
kelas.28 f. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem based-learning
Seiring perkembangan zaman, Problem based-learning mulai merambah
kedunia pendidikan. Secara perlahan ilmu-ilmu pengetahuan umum
mulai melakukan penerapan model Problem based-learning, hal ini
banyak terlihat dari hasil-hasil penelitian dalam dunia pendidikan
yang menerapkan model Problem based-learning dalam proses
pembelajaran di sekolah.
28
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM,
(Surabaya : PUSTAKAPELAJAR 2009), Hal. 74
18
Problem based-learning ini mengkolaborasikan antara pemberian
materi dan pemecahan masalah. Peserta didik dibagi kedalam beberapa
kelompok, kemudian mereka diberi perlakuan sesuai dengan
tahapan-tahapan yang terdapat dalam Problem based-learning. Dalam
Problem based-learning, peserta didik dituntut bertanggung jawab
atas pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak
terlalu tergantung pada guru. Problem based-learning membentuk
peserta didik mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada
kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. Seorang guru lebih
berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu peserta didik
menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam
menjalani proses belajar Problem based-learning, peranan tutor
dalam proses pembelajaran akan berkurang keaktifannya. Proses
belajar dalam Problem based-learning dibentuk dari ketidakteraturan
dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut
digunakan sebagai pendorong bagi peserta didik untuk belajar
mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat,
sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah
yang didesain dalam Problem based-learning memberi tantangan pada
peserta didik untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir
kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif. Peserta
didik dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan
dengan bekal pengetahuan yang mereka dan miliki. mencari
Pertama-tama bagaimana mereka cara mengidentifikasi apa yang harus
dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan permasalahan
memecahkannya. Langkah selanjutnya, peserta didik mulai mencari
informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan,
informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan
bidangnya. Melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan
kebutuhan dan gaya tiap individu. Setelah mendapatkan informasi,
mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan apa yang telah
mereka pelajari untuk lebih memahami dan menyelesaikannya. Di akhir
proses, peserta didik melakukan penilaian terhadap dirinya dan
memberi kritik yang mambangun bagi temantemannya.
19
Dari uraian di atas jelas bahwa Problem based-learning dapat
mendorong peserta didik mempunyai inisiatif untuk belajar mandiri.
Maka dari itu dapat dikatakan bahwa Problem based-learning
sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena mempunyai kelebihan
diantaranya : (1) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran. (2) menantang kemampuan peserta didik serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta
didik. (3) meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik. (4)
membantu peserta didik mentransfer pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan nyata. (5) membantu peserta didik
untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang merekalakukan. (6) mendorong peserta didik untuk
melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses
belajarnya.(7) memperlihatkan kepada peserta didik bahwa mata
pelajaran apapun pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu
yang harus dimengerti oleh peserta didik bukan hanya sekedar
belajar dari guru dan buku. (8) mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka
untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. (9) Memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata.29 Selain kelebihan, tentunya
model Problem based-learning juga mempunyai kelemahan. Adapun
kelemahanya ialah : (1) untuk peserta didik yang malas tujuan dari
model tersebut tidak dapat tercapai. (2) membutuhkan banyak waktu
dan dana. (3) tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan
model ini.30
3. a.
Penguasaan Konsep Hakikat Hasil Belajar Belajar adalah proses
perubahan dari belum mampu menjadi sudah
mampu, yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perunahan yang
terjadi harus secara relative yang bersifat menetap (permanen) dan
tidak hanya terjadi pada29
30
Wina Sanjaya, Op.Cit, h.220
http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/16/pembelajaran-berdasarkan-masalah/
20
perilaku yang saat ini nampak, tetapi perilaku yang mungkin
terjadi di masa mendatang. Oleh karena itu, perubahan-perubahan
terjadi karena pengalaman.31 Belajar adalah suatu proses perubahan
di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan
dalam bentuk peningkatkan kualitas dan kuantitas tingkah laku
seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain.32 Sedangkan
hasil belajar adalah pola-pola perubahan nilai-nilai,
pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.33
Menurut Bloom, hasil belajar adalah mencakup kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik.34 Hasil belajar adalah perubahan tingkah
laku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi
kemanusian saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorikan
oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak
dilihat secara fragmentaris atau terpisah,melainkan komprehensif.35
Faktor-faktor yang dapat memyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan
dalam belajar di sekolah itu banyak dan beragam. Penyebab kesulitan
belajar tersebut dapat di kelompokkan menjadi dua bagian besar
yaitu faktor yang berasal dari diri individu peserta didik yang
belajar dan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik.
Faktor internal yang ada pada diri peserta didik adalah faktor
kemampuan intelektual seperti perasaan, minat , motivasi,
kematangan untuk belajar, kebiasaan belajar, kemampuan menginggat,
dan kemmapuan alat inderanya dalam melihat dan mendengar. Sedangkan
faktor eksternal yang ada di luar diri peserta didik adalah faktor
yang berkaitan dengan kondisi belajar mengajar seperti guru,
kwalitas proses belajar mengajar serta lingkungan seperti teman
sekelas, keluarga dan sebagainya.36 Secara garis besar
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar dibagi
menjadi dua bagian besar yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.31
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan
Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brothers, 2006), hal.76 32 Thursan
Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Pembanggunan
Swadaya Nusantara: 2008), hal. 1 33 Agus Suprijono, Op.Cit. hal. 5
34 Agus Suprijono, Op.Cit. hal. 6 35 Agus Suprijono, Op.Cit. hal.7
36 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmu
Jaya, 2007), hal. 89
21
Dalam faktor internal yang mempengaruhi adalah faktor biologis
(jasmaniah) dan faktor psikologis (rohaniah), sedangkan untuk
faktor eksternal yang mempengaruhi meliputi faktor lingkungan
keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat
dan faktor waktu.37 Dari pendapat di atas, diketahui bahwa strategi
merupakan salah salah satu faktor yang menentukan dalam
pembelajaran fisika. Pembelajaran fisika akan lebih bermakna
apabila diimbangi dengan strategi belajar yang tepat, dalam hal ini
pemilihan metode dan penggunaan model pembelajaran yang tepat
sebagai alat hasil belajar siswa. Pembelajaran harus melibatkan
siswa secara aktif dalam belajar, terlebih lagi jika mereka dapat
bekerja sama dan saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pada penelitian ini hasil belajar yang dimaksud
adalah hasil belajar pada ranah kognitif yang salah satunya adalah
penguasaan konsep. b. Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran
Mempelajari fisika pada dasarnya menguasai kumpulan hukum, teori,
prinsip dan tau rumus yang terbangun oleh konsep sesuai kajiannya.
Konsep merupakan buah pemikiran seseorang yang dinyatakan dalam
definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip,
hukum dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman
melalui generalisasi dan berpikir abstrak.38 Dua tujuan utama dari
pendidikan adalah meningkatkan ingatan dan transfer. Ingatan
didefinisikan sebagai kacakapan untuk menerima, menyimpan dan
menerima kesan-kesan.39 Transformasi dalam belajar atau
transformasi informasi dalam proses belajar harus diartikan sebagai
proses perubahan bentuk dari informasi yang dipelajari menjadi
bentuk kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai oleh
peserta didik. Proses transformasi informasi tersebut dalam proses
belajar dilakukan peserta didik dengan cara mengolah informasi yang
diterimanya dengan menggunakan fingsi-fungsi mental psikologisnya40
Dari37 38
Thursan Hakim, Op.Cit. hal. 11 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna
Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 71. 39 Ibid, h. 128. 40
Ali sufsabri. Op.Cit. hal. 111
22
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ingatan merupakan
suatu kemampuan untuk mengingat atau memanggil kembali materi yang
telah diperoleh dengan cara yang hampir sama seperti saat belajar,
sedangkan transfer adalah kemampuan menggunakan materi yang telah
diperoleh untuk memecahkan masalah baru, menjawab pertanyaan baru
atau untuk mempermudah mempelajari materi baru. Konsep dapat
diartikan sebagai suatu jaringan hubungan dalam objek, kejadian,
dan lain-lain yang mempunyai ciri-ciri tetap dan dapat
diobsevasi..41 Menurut Sutarto, konsep secara sederhana dapat
dimengerti sebagai kategori suatu rangsangan (stimulus) berdasarkan
atribut-atribut yang dimilikinya.42 Dengan terkonsepnya rangsangan
oleh siswa dengan baik diharapkan peserta didik dengan mudah
menemui dan memunculkan kembali dalam bentuk konsep pada situasi
dan kondisi yang lain. Kemampuan individu dalam mengkonsep
rangsangan baru memiliki tingkatan yang berbeda-beda, yang disebut
tingkatan pencapaian konsep. Klausimer mengkategorikan tingkat
pencapaian konsep menjadi 4 (empat) yaitu : tingkat konkrit,
tingkat identitas, tingkat klasifikatoris dan tingkat formal.43 1)
Tingkat konkrit, yaitu tingkat menghafal hingga diskriminasi, pada
tingkat ini individu akan merespon rangsangan bila rangsangan telah
dikenal sebelumnya. 2) Tingkat identitas, pada tingkat ini individu
telah dapat merespon rangsangan baru berdasarkan konsep-konsep
rangsangan sejenis yang telah dikenal sebelumnya. 3) Tingkat
klasifikatoris, pada tingkat ini individu akan nampak telah dapat
mengenal kesetaraan dua atau lebih rangsangan yang berbeda dari
kelas yang sama, walaupun pada saat itu mereka belum dapat
menentukan criteria atribut atau menentukan nama konsep rangsangan
tersebut. 4) Tingkat formal, pada tingkat ini individu sudah
memiliki kemampuan untuk menentukan atribut-atribut yang membatasi
konsep suatu41 42
Agus Suprijono, Op.Cit. hal. 9 Sutarto, Buku Ajaran Fisika
dengan Tugas Analisis Foto Kejadian Fisika sebagai Alat Bantu
Penguasaan Konsep Fisika, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 11
(054), 2005, h. 327 43 Sutarto, Op.Cit . h. 332.
23
rangsangan, dengan demikian pada tingkat ini mereka mampu
mengkonsep, mendeskriminasi, memberi nama atribut-atribut, dan
mengevaluasi rangsangan. Penguasaan konsep yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah penguasaan konsep dalam ranah kognitif
berdasarkan taksonomi Bloom yang merupakan penguasaan bahan
pelajaran yang berkenaan dengan kemampuan berfikir setelah
pembelajaran. Cara paling objektif untuk memperoleh kebenaran suatu
konsep adalah dengan menggunakan metode ilmiah. Suatu konsep
dikatakan objektif jika dapat dikonfirmasikan dengan kenyatannya,
artinya simbol yang ada dalam konsep tersebut dapat ditelusuri
keberadaanya di alam nyata.44 Dari beberapa pengertian di atas,
penguasaan konsep dapat diartikan kemampuan mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, dan menilai ide atau buah pikir seseorang
atau sekelompok orang tentang alam nyata yang diperolehnya dari
fakta peristiwa, dan pengalaman.
4.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) PTK pertama kali diperkenalkan
oleh ahli psikologi sosial Amerika yang
a. Definisi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ber nama kurt lewin
pada tahun 1946. Inti gagasan lewin inilah yang selanjutnya
dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin
Mc.Taggart, John Elliot, Dave Ebbut dan masih banyak lagi yang
lainnya. Di Indonesia sendiri PTK baru diperkenalkan pada akhir
dekade 80-an.45 Penelitian Tindakan Kelas atau disingkat dengan PTK
dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama class action research
(CAR) merupakan penelitian tindakan pada level kelas. Penelitian
Tindakan Kelas dibentuk oleh tiga kata, yaitu penelitian; tindakan;
dan kelas. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek,
menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau
informasi44
http://pkab.wordpress.com/2008/06/21/discovery-inquiry-sts-fisika/Di
akses tanggal 20 April 2009 45 Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian
Tindakan Kelas, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), h. 3
24
yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari suatu hal yang
menarik minat dan penting bagi peneliti. Tindakan adalah sesuatu
gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang
dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus kegiatan. Kelas
adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima
pelajaran yang sama dari seorang guru. Berdasarkan uraian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan
tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang
dilakukan oleh peserta didik.46 Hopkins menyatakan bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan salah satu jenis penelitian tindakan yang
bersifat praktis, sebab penelitian ini menyangkut kegiatan yang
dipraktikkan oleh guru sehari-hari. Menurut Suhadjono, Penelitian
tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan
tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. PTK
berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi
di kelas, bukan pada input kelas ataupun out put. 47 Dengan
demikian, PTK dapat diartikan sebagai jenis penelitian tindakan
yang dilakukan oleh guru di kelasnya tempat ia mengajar. Tujuan PTK
adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran,
keterampilan guru mengajar, profesionalosme guru, serta untuk
menumbuhkan budaya meneliti ilmiah di kalangan pengajar. PTK
merupakan suatu kebutuhan bagi guru dalam meningkatkan
profesionalosmenya dengan lima alasan, yaitu: 1) 2) 3) PTK sangat
kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan PTK dapat meningkatkan
kinerja guru sehingga menjadi tanggap terhadap dinamika
pembelajaran di kelasnya. profesional. PTK dapat membuat guru mampu
memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam
terhadap apa yang terjadi di kelasnya.46 47
Ibid. hal. 3 Ibid hal. 58
25
4) 5)
PTK dalam pelaksanaannya tidak membuat guru meninggalkan PTK
dapat membuat guru menjadi kreatif dalam kegiatan
kelasnya sehingga kegiatan pembelajaran tidak terganggu.
pembelajaran. b. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas Penelitian yang
menggunakan ancangan penelitian tindakan kelas umumnya diarahkan
pada pencapaian sasaran sebagai berikut:48 1) 2) 3) pembelajaran.
4) Meningkatkan kolaborasi antar dosen dan guru dalam memecahkan
masalah pembelajaran. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas isi,
masukan, Menumbuh-kembangkan budaya meneliti para guru dan
Menumbuhkan dan meningkatkan produktivitas meneliti proses dan
hasil pembelajaran. dosen agar lebih proaktif mencari solusi
terhadap permasalahan pembelajaran. para dosen dan guru, khususnya
dalam mencari solusi masalah-masalah
c. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan
kelas mempunyai karakteristik sebagai berikut: 49 1) diatasi. 2)
Artinya 3) guru tidak pembelajarannya. PTK adalah jenis penelitian
yang memunculkan adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki proses
belajar mengajar di kelas.48
Permasalahannya diangkat dari dalam kelas tempat
guru mengajar yang benar-benar dihayati oleh guru sebagai
masalah yang harus PTK adalah penelitian yang bersifat kolaboratif.
harus sendirian berupaya memperbaiki praktik
Sukarno, Penelitian Tindakan Kelas Prinsip-Prinsip Dasar, Konsep
dan Implementasinya, (Surakarta: Media Perkasa, 2009), h. 7 49
Ibid. h. 7
26
d. Prinsip-Prinsip Penelitian Tindakan Kelas Hopkins menyebutkan
ada 6 prinsip dasar yang melandasi penelitian tindakan kelas (PTK),
yaitu: 50 1) 2) Tugas dosen dan guru yang utama adalah Kegiatan
meneliti dalam PTK merupakan menyelenggarakan pembelajaran yang
baik dan berkualitas. bagian integral dari pembelajaran, yang tidak
menuntut kekhususan waktu maupun metode pengumpulan data. 3) kaidah
ilmiah. 4) Masalah yang ditanggani adalah masalahmasalah
pembelajaran yang rill dan merisaukan pertanggungjawaban
profesional dan komitmen terhadap mutu pembelajaran. 5) Konsistensi
sikap dan kepedulian dalam Model PTK sudah banyak dikembangkan oleh
para ahli, dalam penelitian ini model PTK yang digunakan adalah
model PTK yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin
McTanggart. Model yang dikembangkan oleh Kemmis dan MCTanggart pada
dasarnya merupakan pengembangan dari model PTK Kurt Lewin, seorang
ahli pendidikan yang pertama kali mengenalkan PTK. Model PTK Kemmis
dan MC Tanggart terdiri dari empat komponen dasar, yaitu: Bagan
Penelitian Tindakan Kelas Perencanaan memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pembelajaran sangat diperlukan. Kegiatan meneliti
merupakan bagian integral dari pembelajaran, harus diselenggarakan
dengan tetep bersandar pada alur dan
Refleksi Observasi SIKLUS I Tindakan
Perencanaan50
Ibid. h. 10
Refleksi SIKLUS II Tindakan
Observasi
27
Gambar 2.1 : Model PTK Kemmis dan Tanggart (Suharsimi hal. 16)
1) Menyusun rancangan tindakan (perencanaan), yang menjelaskan
tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana
tindakan tersebut dilaksanakan. 2) Pelaksanaan tindakan, yaitu
implementasi atau penerapan isi rancangan didalam kancah,
mengenakan tindakan dikelas. 3) Observasi, yaitu pelaksanaan
pengamatan oleh pengamat. 4) Refleksi, atau pantulan, yaitu
kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah terjadi. 5.
Konsep Optik Geometri Cahaya merupakan gelombang transversal yang
termasuk gelombang elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam
ruang hampa dengan kecepatan 3 x 108 m/s. cahaya memiliki beberapa
sifat, yaitu : Dapat mengalami pemantulan (refleksi), pembiasan
(refraksi), pelenturan (difraksi), dapat dijumlahkan
(interferensi), dapat diuraikan (dispersi), dapat diserap arah
getarnya (polarisasi) dan bersifat sebagai gelombang dan partikel.
Cahaya dapat mengalami pemantulan. Pemantulan cahaya ada 2 jenis,
yaitu : 1. Pemantulan Difuse ( pemantulan baur) yaitu : pemantulan
cahaya kesegala arah.
28
Gambar 2.2 Pemantulan Difuse 2. teratur. Pemantulan teratur
yaitu pemantulan cahaya yang mempunyai arah
Gambar 2.3 Pemantulan Teratur Sifat-sifat pemantulan berkas
cahaya dapat diselidiki oleh Willebord Snellius(1581-1626). Dari
hasil penyelidikannya dapat dihasilkan suatu hukum yang disebut
Hukum Pemantulan snellius, yang berbunyi : 1. Sinar datang, garis
normal dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar ketiganya
berpotongan pada satu titik. 2. Sudut datang (i) sama dengan sudut
pantul (p).i p
Gambar 2.4 Hukum Pemantulan Snellius a. Cermin Pemantulan cahaya
oleh cermin berlangsung secara teratur sehingga menghasilkan
pantulan yang jelas. Hukum pemantulan: 1. Sinar datang, garis
normal dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar ketiganya
berpotongan pada satu titik. 2. Sudut datang (i) sama dengan sudut
pantul (p). Pembentukan bayangan pada cermin datar:B h S B C D O S
h
Gambar 2.5 Pembentukan Bayangan Cermin Datar
29
Sifat bayangan yang terbentuk oleh cermin datar sesuai dengan
gambar diatas adalah: sifat kesebangunan OAB dengan OAB diperoleh :
1. 2. 3. 4. AB = AB atau OA = OA atau h = h s=s
Bayangannya bersifat maya dan tegak Pembesaran bayangan (M) = 1
Cermin lengkung adalah cermin yang permukaannya lengkung. Ada
dua
jenis cermin lengkung yaitu : 1. cermin cekung : permukaan yang
memantulkan cahaya bagian dalamnya. bersifat mengumpulkan sinar
yang datang padanya 2. cermin cembung : permukaan yang memantulkan
cahaya bagian luarnya. bersifat menyebarkan sinar yang datang
padanya Hubungan antara jarak benda (s), jarak bayangan (s),
jari-jari kelengkungan (R), dan jarak fokus (f) pada cermin
lengkung dapat dilihat pada Persamaan 2.1 dan persamaan 2.2 di
bawah ini: 1 1 1 + = .......................... f s s' 1 1 2 + =
................................. s s' R bagian dalam. Cermin
cekung memiliki sifat mengumpulkan cahaya. Sinar-sinar istimewa
pada cermin cekung : 1. Sinar datang sejajar sumbu utama akan
dipantulkan melalui titik fokus 2. Sinar datang melalui titik fokus
akan dipantulkan sejajar sumbu utama 3. Sinar datang melalui titik
pusat kelengkungan akan dipantulkan melalui titik pusat cermin
Sifat Bayangan pada cermin cekung : 1. Bila benda di ruang I, maka
bayangan di ruang IV dan bersifat maya, tegak dan diperbesar. 2.
Bila benda di ruang II, maka bayangan di ruang III dan bersifat
nyata, terbalik dan diperbesar. (2.1) (2.2)
Cermin cekung adalah cermin lengkung dengan lapisan mengkilap
pada
30
3. Bila benda di ruang III, maka bayangan di ruang II dan
bersifat nyata, terbalik, diperkecil Cermin cembung adalah cermin
lengkung dengan lapisan cermin di bagian luar. Cermin cembung
bersifat menyebarkan cahaya. Pada cermin cembung sifat bayangan
yang dihasilkan adalah: maya, tegak , dan diperkecil. Sinar-sinar
Istimewa pada cermin Cembung : 1. Sinar datang sejajar sumbu utama
dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus. 2. Sinar datang
melalui titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama. 3. Sinar
datang melalui pusat kelengkungan cermin dipantulkan melalui titik
itu juga. b. Pembiasan Cahaya yang melalui bidang batas antara dua
medium, akan mengalami perubahan arah rambat atau pembelokan.
Peristiwa perubahan arah rambat cahaya dapat pada batas dua medium
tersebut pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan kecepatan
merambat cahaya pada satu medium dengan medium yang lain. Peristiwa
inilah yang disebut sebagai pembiasan cahaya.
Hukum Snellius pada pembiasan
31
Garis normal Sinar datang v1 N1 N2
i
Medium 1 r v2 Sinar biasMedium 2
Gambar 2.6 Hukum Snellius Pembiasan Persamaan umum snellius
tentang pembiasan dapat dilihat pada persamaan 2.3 di bawah
ini:
=Keterangan:
=
.............................
(2.3)
dan = indeks bias medium 1 dan 2 dan = kecepatan merambat cahaya
dalam medium 1 dan 2 Pembiasan cahaya pada kaca plan-paralelGaris
normal x n1 n2 d Kaca plan-paralel
i r i r
udara kaca udara
Gambar 2.7 Pembiasan Cahaya Pada Planparalel Persamaan yang bisa
digunakan untuk menghitung indeks biasa pada kaca plan paralel
adalah persamaan 2.4 di bawah ini:
n=
=
dimana i=r.................
(2.4)
32
Sedangkan untuk menghitung jarak pada kaca plan parallel dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 2.5 di bawah ini:
x=Keterangan : d = ketebalan kaca plan paralel X = jarak
pergeseran sinar Pembiasan cahaya pada prismaCB
...................
(2.5)
n1 Rr1
n2 UD
i2
P
Berdasarkan gambar diatas maka dapat disimpulkan secara
matematis: ........................................ Sudut devisiasi
minimum: ........................................... (2.7)
(2.6)
Berdasarkan hukum snellius dapat dirumuskan:
i1
S r2 Q
T B
Gambar 2.8 Pembiasan Cahaya Pada Prisma
......................................
(2.8)
..........................
(2.9)
33
Untuk sudut Dmin dan yang kecil, maka :
..........................
(2.10)
.............................................. Pemantulan
Sempurna
(2.11)
Pada sudut kecil boleh dikatakan semua sinar dibiaskan. Ketika
sudut bias mencapai 900, seluruh sinar dipantulkan oleh bidang
batas. Sudut 900 disebut juga sudut kritis atau sudut batas.
Pemantulan sempurna hanya dapat terjadi jika cahaya datang dari zat
yang mempunyai kerapatan lebih besar ke zat yang mempunyai
kerapatan lebih kecil. Jika ik menyatakan sudut kritis dan nm
menyatakan indeks bias medium, maka persamaan yang berlaku pada
pemantulan sempurna adalah: .......................................
(2.12)
Udaraik
air
Pemantulan sempurna
Gambar 2.9 Pemantulan Sempurna Pembiasan cahaya dapat terjadi
oleh lensa tipis karena lensa tipis merupakan benda tembus cahaya
yang terdiri atas dua bidang lengkung atau satu bidang lengkung dan
satu bidang datar. Macam-macam lensa tipis : 1. Lensa
cembung-cembung (bikonveks) 2. Lensa Cembung-datar (plan konveks 3.
Lensa Cembung-Cekung (konkave konveks) 4. Lensa Cekung Cekung
(Bikonkave)
34
5. Lensa Cekung Datar ( plan Konkave) 6. Lensa Cekung Cembung (
Konveks-konkave) Pembiasan dapat terjadi pada lensa cembung. Untuk
melukiskan pembentukan bayangan pada lensa cembung dapat mengunakan
sinar-sinar istimewa pada lensa cembung, yaitu : 1. 2. 3. Sinar
sejajar sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus. Sinar melalui
titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama. Sinar datang melalui
titik pusat optik tidak dibiaskan. Selain pada lensa cembung,
pembiasan juga dapat terjadi pada lensa cekung. Untuk pembentukan
bayangan pada lensa cekung dapat menggunakan sinar-sinar istimewa
pada lensa cekung, yaitu : 1. Sinar sejajar sumbu utama dibiaskan
seolah-olah berasal dari titik fokus. 2. Sinar datang seolah-olah
menuju titik fokus dibiaskan sejajar sumbu utama. 3. Sinar datang
melalui pusat optik tidak dibiaskan. Hubungan antara f, R, dan n
pada lensa tipis: ........................................
(2.13)
.................................. Keterangan : S = Jarak benda
dari lensa S = Jarak banyangan dari lensa n1 = Indeks bias medium
sekitar lensa n2 = indeks bias medium lensa R1 = jari-jari lensa
pada arah sinar datang R2 = jari-jari kelengkungan lensa pada arah
sinar bias. Rumus untuk menghitung perbesaran bayangan:
........................................... Menghitung kekuatan
lensa :
(2.14)
(2.15)
35
........................................ Menghitung kekuatan
lensa ganda : ..................................... 6. adalah
sebagai berikut: Hasil Penelitian yang Relevan
(2.16)
(2.17)
Penelitian ini terkait dengan beberapa penelitian yang relevan ,
diantaranya 1) Bornok Sinaga dalam jurnal yang berjudul Efektifitas
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based-Instruction) Pada
Kelas I SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat menunjukkan bahwa
model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran
yang efektif diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran bahan kajian
fungsi kuadrat.51 2) Nurhayati Pembelajaran Abas dalam jurnal
Masalah yang berjudul Penerapan Model dalam Berdasarkan (Problem
Based-Learning)
pembelajaran Matematika di SMU menunjukkan bahwa hasil belajar
peserta didik yang diajarkan dengan menggunakan model PBL adalah
lebih baik dari pada hasil belajar peserta didik yang diajar dengan
menggunakan pembelajaran konvensional.52 3) I Nyoman Suardana dalam
jurnal yang berjudul Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis
Masalah dengan Pendekatan Kooperatif Berbantu Modul untuk
Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada
Perkuliahan Kimia Fisika I menunjukkan bahwa penerapan strategi
pembelajran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa
melakukan pemecahan masalah, meningkatkan kualitas proses
pembelajaran
51
Bornok Sinaga,, Efektifitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah
(Problem Based-Instruction) Pada Kelas I SMU dengan Bahan Kajian
Fungsi Kuadrat, dalam Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan vol.10
(2) Maret 2004, hal.122-133 52 Nurhayati Abas, Penerapan Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based-Learning) dalam
pembelajaran Matematika di SMU, dalam Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, No. 051, Th. Ke-10, November 2004, hal. 831-843
36
yang ditinjau dari aktivitas mahasiswa dan dapat meningkatkan
hasil belajar mahasiswa.53 4) Mrih Kuwato dalam jurnal yang
berjudul Peningkatan Pembelajaran Antropologi Melalui Problem
Based-Learning pada Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2 Wonogiri
Tahun Pelajarn 2006/2007 menunjukkan bahwa pendekatan PBL dapat
meningkatkan pembelajaran antropologi yang terjadi meliputi aspek
kognitif, psikomotorik dan afektif baik secara individual maupun
secara klasik.54 5) Supramono Upaya Peningkatan Keterampilan Proses
Berpikir Ilmiah melalui Model Problem Based-Instruction Pada Konsep
Difusi dan Osmosis Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Jekan Raya
Palangkaraya model pembelajaran PBI ternyata dapat meningkatkan
keterampilan proses berpikir ilmiah para siswa.55 6) Titin Khurotul
Aeni dalam skripsi yang berjudul Pendekatan Konstruktivisme dengan
Model Pembelajaran Problem Based-Learning untuk Meningkatkan
Pemahaman Siswa Pada Konsep Laju Reaksi menunjukkan bahwa model
pembelajaran problem based-learning ternyata dapat meningkatkan
hasil belajar, keaktifan dan meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam memecahkan masalah.56 7) Suherman dalam skripsi yang berjudul
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based-Learning menunjukkan
53
I Nyoman Suardana, Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis
Masalah dengan Pendekatan Kooperatif Berbantu Modul untuk
Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada
Perkuliahan Kimia Fisika I, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
IKIP Negeri Singaraja, No. 4, Th. XXXIX, Oktober 2006, hal. 751-767
54 Mrih Kuwato, Peningkatan Pembelajaran Antropologi Melalui
Problem Based-Learning pada Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2
Wonogiri Tahun Pelajarn 2006/2007, dalam Jurnal yang berjudul
WIDYATAMA Vol.3, No.4 Desember 2006, hal.45-60. 55 Supramono, Upaya
Peningkatan Keterampilan Proses Berpikir Ilmiah melalui Model
Problem BasedInstruction Pada Konsep Difusi dan Osmosis Pada Siswa
Kelas XI SMA Negeri 2 Jekan Raya Palangkaraya, dalam Jurnal Ilmiah
Kependidikan dan Kemasyarakatan Vol.2 No. 1 Januari- Juni 2007,
hal. 31-42 56 Titin Khurotul Aeni, Pendekatan Konstruktivisme
dengan Model Pembelajaran Berbadasarkan Masalah (Problem Based
Learning) untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Konsep Laju
Reaksi (Sebuah Penelitian Tindakan Kelas di MAN 8 Cakung, Jakarta
Timur), (Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan
Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 81.
37
bahwa model pembelajaran problem based-learning dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik.57 8) Diah Mulhayatiah
dalam jurnal yang berjudul Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada
Pokok Bahasan Gelombang dan Optik untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep Siswa Kelas I SMA, menunjukan bahwa model pembelajaran PBL
dapat meningkatkan penguasaan konsep58 9) I Wayan Sadia dalam
jurnal yang berjudul,Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa
SMA melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan
Cycle Learning dalam Pembelajaran Fisika, menunjukan bahwa model
pembelajaran PBL cukup efekif dalam mengembangkan kemampuan
berpikir formal siswa.59 10) Ida Bagus Putu Arnyana dalam jurnal
yang berjudul, Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasaran Masalah
dan Model Pengajaran Langsung dipandu Strategi Kooperatif terhadap
Hasil Belajar Biologi Siswa SMA, menunjukkan bahwa model belajar
berdasarkan masalah dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik
dibandingkan dengan model pengajaran langsung.60
57
Suherman, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) Penelitian Tindakan Kelas di MTs Negeri 3 Pondok Pinang
Jakarta, (Skripsi S1 Jurusan Pendidikan IPA Program Studi
Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 71.58
Diah Mulhayatiah, M.Pd, Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada
Pokok Bahasan Gelombang dan Optik untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep Siswa Kelas I SMA, dalam Jurnal EDUSAINS Vol.1 No.1 Juni
2008 hal. 47-55 59 I Wayan Sadia, Pengembangan Kemmapuan Berpikir
Formal Siswa SMA melalui Penerapan Model Pembelajaran PBL dan Cycle
Learning dalam Pembelajaran Fisika,dalam Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran UNDIKSHA No. 1 thn.xxxx Januari 2007. hal 1-18 60 Ida
Bagus Putu Arnyana,Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan
Masalah dan Model Pengajaran Langsung dipandu Strategi Kooperatif
Terhadap Hasil Belajar Biologi SIswa SMA, dalam jurnal Pendidikan
dan Pengajaran IKIP Negeri SIngaraja, No.4 thn. XXXIX oktober
2006,hal.695-711.
38
B. Kerangka Pikir Fisika merupakan salah satu cabang keilmuan
sains yang menuntut peserta didik untuk aktif dan terlibat langsung
dalam proses pembelajaran. Banyak faktor yang Masalah: dapat
membuat pelajaran fisika lebih menarik dan menghasilkan
prestasiPembelajaran Optik Geometri masih belum bersifat
kontekstual. peserta didik yang tinggi. Namun, salah satu faktor
terpenting dalam hal ini adalah Penguasaan Konsep Peserta didik
pada konsep optik geometri masih rendah. keterlibatan peserta didik
secara aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu materi Model
pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk mencari pelajaran
pengetahuannya menghubungkan antara konsep dengan kejadian-kejadian
fisika yang sendiri adalah model Problem Based Learning.
nyata di lingkungan peserta didik adalah konsep optik geometri
karena didalamnya berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari
para peserta didik. Untuk itu Penelitian tindakan Kelas (PTK)
Pretes seorang guru harus mampu menerapkan suatu model pembelajaran
yang dapat melibatkan peserta didik untuk mencari pengetahuannya
sendiri.Tindakan Berupa Implementasi Model Problem Based
Learning
Untuk itu diperlukan sekali kejelian seorang guru dalam
menerapkan
strategi apa yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
Proses belajar yang berpusat pada guru sudah harus ditinggalkan,
karena proses pembelajaran sekarang bukan hanya penyampaian
informasi melainkan proses pertukaran informasi. Pertukaran
informasi ini bisa dari guru ke peserta didik atau bahkan
sebaliknya dan pertukaran informasi dari siswa ke peserta didik.
Peserta didik dituntut untuk aktif Penguasaan Konsep dalam
pembelajaran tanpa pandang dengan tidak ada lagi anggapan bahwa
peserta bulu, KKM 65 didik yang pintar saja yang berperan
Penguasaan Konsep di dalam kelas, akan tetapi semua peserta
didikdengan KKM 65 mempunyai peluang yang sama untuk berkembang.
Melalui model Pembelajaran Kesimpulan Sementara Analisis dan
Refleksi Postes Siklus I
(Problem-Based Learning), semua peserta didik mendapat porsi
yang sama di dalam kelas guna mencapai hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka diduga model pembelajaran problem
based-learning dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika peserta
didik. Bagan kerangka pengayaanpenelitian ini dapat dilihat pada
gambar berikut ini: berpikir (Enrichment)Postes Siklus II
Signifikan jika thitttab Tindakan ulang yang bersifat SIKLUS II
Gambar 2.11: Bagan Kerangka Pikir
39
C. Hipotesis Tindakan
40
Berdasarkan kajian teori di atas, hipotesis tindakan penelitian
ini adalah Penerapan Model Problem-Based Learning dapat
meningkatkan penguasaan konsep Optik Geometri.