FM- UII-AA-FKA-07/R1 UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA MATERI/BAHAN MATA KULIAH Fakultas : PSIKOLOGI Pertemuan ke : VII, VIII, IX Jurusan/Program Studi : Psikologi Modul ke : 4 Kode Mata Kuliah : Juml. Halaman : 1 Nama Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila Mulai Berlaku : 2006 IV. PANCASILA SECARA YURIDIS KETATANEGARAAN A. Pendahuluan Perumusan Pancasila di dalam “Pembukaan UUD 1945”, menurut sistem konstitusional Indonesia mengandung dua makna penting, yaitu : pertama, sebagai dasar negara RI yakni sebagai dasar falsafahnya, dan kedua sebagai norma pokok (Grundnorm) atau kaidah fundamental negara yang merupakan sumber utama tertib hukum Indonesia. Rumusan Pancasila yang menyatu menjadi bagian dari isi Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang sangat kuat, karena menurut Tap No. XX/MPRS/1966 jo. Tap No. V/MPR/1973 merupakan sumber tertib hukum dan tata urutan peranturan perundang-undagan RI. Prof. Dr. Notonagoro, S.H. dalam pidato dies di Universitas Pancasila Jakarta menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila sebagai dasar negara merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945; Oleh karena itu, tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk MPR hasil Pemilu, karena mengubah isi Pembukaan UUD 1945 berarti pembubaran negara. Dalam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FM-UII-AA-FKA-07/R1UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
MATERI/BAHAN MATA KULIAH
Fakultas : PSIKOLOGI Pertemuan ke : VII, VIII, IXJurusan/Program Studi : Psikologi Modul ke : 4Kode Mata Kuliah : Juml. Halaman : 1Nama Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila Mulai Berlaku : 2006
IV. PANCASILA SECARA YURIDIS KETATANEGARAAN
A. Pendahuluan
Perumusan Pancasila di dalam “Pembukaan UUD 1945”, menurut sistem
konstitusional Indonesia mengandung dua makna penting, yaitu :
pertama, sebagai dasar negara RI yakni sebagai dasar falsafahnya, dan kedua sebagai
norma pokok (Grundnorm) atau kaidah fundamental negara yang merupakan sumber
utama tertib hukum Indonesia. Rumusan Pancasila yang menyatu menjadi bagian dari
isi Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang sangat kuat, karena menurut
Tap No. XX/MPRS/1966 jo. Tap No. V/MPR/1973 merupakan sumber tertib hukum
dan tata urutan peranturan perundang-undagan RI.
Prof. Dr. Notonagoro, S.H. dalam pidato dies di Universitas Pancasila Jakarta
menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila sebagai dasar
negara merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945;
Oleh karena itu, tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk MPR hasil Pemilu,
karena mengubah isi Pembukaan UUD 1945 berarti pembubaran negara. Dalam
kedudukan yang demikian maka Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar dan sumber
hukum bagi batang tubuhnya.
B. Pembukaan UUD 1945
Pebukaan UUD 1945 bersama pasal-pasal UUD 1945 disahkan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diundangkan dalam Berita RI Tahun II No. 7.
Menurut ilmu hukum Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan di atas pasal-
pasal UUD 1945. Diantara Pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasalnya, dalam
tertib hukum Indonesia memiliki kedudukan hukum yang berbeda, namun keduanya
terjalin dalam hubungan kesatuan yang kausal dan organis.
Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea yang isi tiap-tiap alinea
memiliki spesifikasi sendiri-sendiri. Alinea I, II, dan III memuat pernyataan yang
tidak memiliki hubungan kausal organis dengan pasal-pasalnya. Bagian tersebut
memuat serangkaian pernyataan yang menjelaskan peristiwa atau keadaan yang
mendahului terbentuknya negara. Adapun Alinea IV memuat pernyataan mengenai
keadaan sesudah Negara Indonesia terbentuk, dan isinya memiliki hubungan kausal
organis dengan pasal-pasal UUD 1945. Hubungan itu meyangkut 4 hal, yaitu :
Pertama : UUD ditentukan akan ada
Kedua : yang diatur dalam UUD adalah tentang pembentukan pemerintahan
negara yang memenuhi pelbagai syarat.
Ketiga : Negara Indonesia adalah berbentuk republic yang berkedaulatan rakyat.
Keempat : Ditetapkannya Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia
Pembukaan UUD 1945 yang memuat sifat-sifat fundamental dan asasi bagi
negara tersebut, pada hakikatnya mempunyai kedudukan tetap dan tidak dapat diubah,
baik secara formal maupun material. Secara formal Pembukaan dibentuk dan
ditetapkan oleh pembentuk negara yang sesudah mendirikan Negara RI kemudian
membubarkan diri. Hingga saat ini secara formal tidak ada satu lembaga negara pun
yang dianggap setara dengan pembentuk negara. Secara material Pembukaan memuat
Pancasila Dasar Negara Indonesia, dan oleh karena itu melekat pada kelangsungan
hidup negara Proklamasi 17 Agustus 1945 yang hanya satu kali terjadi, serta
merupakan fakta sejarah yang tidak dapat terulang lagi.
1. Hakikat Pembukaan UUD 1945
a. Pembukaan UUD 1945 sebagai Tertib Hukum Tertinggi
Pembukaan UUD1945 dalam kaitannya dengan tertib hukum Indonesia
memiliki dua aspek fundamental, yaitu pertama, memberikan faktor-faktor
mutlak bagi terwujudnya tertib hukum Indonesia; dan kedua, memasukkan diri
dalam tertib hukum Indonesia sebagai tertib hukum tertinggi.
Dalam kedudukan dan fungsinya sebagai dasar Negara RI, pada
hakikatnya Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu dasar dan asas
kerokhanian dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk dalam
penyusunan tertib hukum Indonesia. Oleh karena itu, maka kedudukan
Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia.
Dalam penjelasan Pembukaan UUD 1945 yang termuat di dalam Berita
RI Tahun II No. 7, ditegaskan bahwa “… Pembukaan UUD 1945, didalamnya
terkandung Pokok-pokok Pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD
Negara Indonesia, serta mewujudkan suatu cita-cita hukum, yang menguasai
hukum dasar tertulis (UUD) maupun hukum dasar yang tidak tertulis
(convensi). Pokok-pokok Pikiran tersebut dikonkritisasikan (dijelmakan)
dalam pasal-pasal UUD 1945. Dalam pengertian ini dapat disimpulkan bahwa
Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia.
b. Pembukaan UUD1945 Memenuhi Syarat Adanya Tertib Hukum Indonesia
Dalam Alinea IV Pembukaan UUD1945 termuat unsur-unsur yang
menurut ilmu hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum (rechtsorde
atau legal order), yaitu suatu kebulatan dan keseluruhan peraturan-peraturan
hukum. Adapun syarat-syarat tertib hukum yang dimaksud adalah :
1) Adanya kesatuan subyek, yaitu penguasa yang mengadakan peraturan
hukum. Dalam hal ini adalah Pemerintahan Negara RI.
2) Adanya kesatuan asas kerokhanian, yang merupakan dasar dari
keseluruhan peraturan-peraturan hukum yang merupakan sumber dari
segala sumber hukum.
3) Adanya kesatuan daerah di mana peraturan hukum berlaku. Dalam hal ini
yang dimaksud adalah seluruh tumpah darah Indonesia.
4) Adanya kesatuan waktu, di mana keseluruhan peraturan hukum berlaku.
Ini terpenuhi dengan adanya kalimat “…maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia.
Di dalam suatu tertib hukum terdapat urutan-urutan susunan yang
bersifat hierarkhis, di mana UUD (pasal-pasalnya) bukanlah tertib hukum
tertinggi. Diatasnya masih terdapat norma dasar yang menguasai hukum dasar
tertulis (UUD) maupun yang tidak tertulis (convensi), yang pada hakikatnya
memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi yang dalam ilmu hukum tata
negara disebut Staatsfundamentalnorm.
Berdasarkan hal tersebut maka kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam tertib
hukum Indonesia adalah sebagai berikut :
1) Menjadi dasarnya, karena Pembukaan UUD1945 memberikan faktor-
faktor mutlak bagi adanya sutau tertib hukum Indonesia.
2) Pembukaan UUD1945 memasukkan diri didalamnya sebagai ketentuan
hukum yang tertinggi.
c. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental
Dalam tertib hukum Indonesia, Pembukaan UUD 1945 berkedudukan
sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental (Staatsfundamentalnorm).
Suatu Staatsfundamentalnorm menurut ilmu hukum tata negara memiliki
beberapa unsur mutlak, antara lain adalah :
1) Dari segi terjadinya, ditentukan oleh pembentuk negara dan terjelma dalam
pernyataan lahir sebagai penjelmaan kehendak Pembentuk Negara untuk
dijadikan sebagai dasar-dasar negara yang dibentuknya.
2) Dari segi isinya, memuat dasar-dasar pokok negara yaitu :
a) Dasar Tujuan Negara (baik tujuan umum maupun khusus).
b) Ketentuan diadakannya UUD Negara
c) Bentuk Negara
d) Dasar Filsafat Negara (asas kerokhanian negara)
Dalam hubungannya dengan pasal-pasal UUD 1945 maka Pembukaan
UUD 1945 mempunyai hakikat dan kedudukan sebagai berikut :
1) Dalam hubungannya dengan tertib hukum Indonesia, maka Pembukaan
UUD 1945 mempunyai hakikat kedudukan yang terpisah dengan batang
tubuhnya (pasal-pasal). Hal itu karena :
a) Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm merupakan
tertib hukum tertinggi, sehingga pada hakikatnya mempunyai
kedudukan lebih tinggi daripada batang tubuh UUD 1945.
b) Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber hukum dasar negara, karena
ia merupakan staatsfundamentalnorm yang menguasai baik hukum
dasar tertulis maupun yang tidak tertulis.
c) Pokok-pokok Pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD1945
harus dijabarkan ke dalam pasal-pasal UUD1945.
2) Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu tertib hukum tertinggi dan pada
hakikatnya mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada batang tubuhnya.
3) Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental
yang menentukan adanya UUD 1945, yang menguasai hukum dasar tertulis
(UUD) maupun tidak tertuis (convensi), jadi merupakan sumber hukum
dasar negara.
4) Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental
mengandung pokok-pokok pikiran yang harus dijabarkan dalam pasal-
pasal UUD 1945.
d. Pembukaan UUD 1945 Tetap Terlekat Dalam Kelangsungan Hidup Negara
Republik Indonesia 17Agustus 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai hakikat kedudukan sebagai naskah
Proklamasi yang terinci, yaitu sebagai penjelmaan Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945, serta hakikat kedudukan lain sebagaimana tersebut dalam
uraian di atas. Oleh karena itu Pembukaan UUD 1945 memiliki hakikat
kedudukan hukum yang kuat, bahkan secara yuridis tidak dapat diubah, karena
terlekat pada kelangsungan hidup negara. Hal itu berdasarkan alasan-alasan
sebagai berikut :
1) Menurut tata hukum, suatu peraturan hukum hanya dapat diubah atau
dihapuskan oleh penguasa atau dengan peraturan hukum yang lebih tinggi
tingkatannya daripada penguasa yang menetapkannya.
Dalam konteks ini, Pembukaan UUD1945 sebagai Staatsfundamentalnorm
dari segi terjadinya ditentukan oleh pembentuk negara (PPKI), yaitu
lembaga yang menentukan dasar-dasar mutlak negara, bentuk negara,
tujuan negara, kekuasaan negara, bahkan menentukan dasar filsafat negara
Pancasila. Setelah negara terbentuk, semua penguasa negara merupakan
alat perlengkapan negara yang berkedudukan lebih rendah daripada
pembentuk negara. Oleh karena itu, semua hukum yang dibuat oleh alat
perlengkapan negara pada hakikatnya di bawah pembentuk negara dan
dengan demikian tidak berhak meniadakan Pembukaan UUD 1945 sebagai
Staatsfundamentalnorm.
2) Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya merupakan suatu tertib hukum
tertinggi di Negara RI. Dalam ilmu hukum tatanegara, peraturan hukum
yang berkedudukan di bawah Pembukaan UUD 1945 secara yuridis tidak
dapat meniadakan Pembukaan UUD 1945. Selain itu dalam Pembukaan
UUD 1945 terkandung faktor-faktor mutlak bagi adanya suatu tertib
hukum. Konsekuensinya Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan
yang tetap melekat pada negara dan secara hukum tidak dapat diubah.
3) Pembukaan UUD 1945 secara material tidak dapat diubah, karena dilihat
dari segi isinya Pembukaan UUD 1945 merupakan pengejawantahan
Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia yang hanya satu kali terjadi.
Proklamasi Kemerdekaan merupakan awal bangsa Indonesia hidup
bernegara sebagai suatu rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena
itu, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pembukaan UUD 1945
dan Negara RI pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Pembukaan UUD 1945 senantiasa melekat dan menyertai
kelahiran Negara RI yang hanya satu kali terjadi, sehingga pada hakikatnya
Pembukaan UUD 1945 senantiasa melekat pada kelangsungan hidup
Negara RI (Notonagoro, tanpa tahun : 15).
2. Pengertian Isi Pembukaan UUD 1945
a. Alinea Pertama : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu; maka penjajahan di atas di dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.”
Dalam Alinea Pertama tersebut terkandung pengakuan tentang nilai
“hak kodrat” yaitu hak kemerdekaan bagi segala bangsa. Deklarasi
kemerdekaan atas segala bangsa merupakan suatu pernyataan yang bersifat
universal. Hak kodrat adalah hak yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha
Esa, yang melekat pada manusia sebagai makhluk individu maupun sebagai
makhluk sosial. Oleh karena kemerdekaan sifatnya sebagai hak kodrat, maka
bersifat mutlak dan asasi serta hak itu juga merupakan hak moral. Ada dan
berlakunya hak kemerdekaan itu adalah sejalan dengan tuntutan
prikemanusiaan dan perikeadilan.
Dengan demikian pengingkaran terhadap hak kodrat ini bagaimanapun
bentuk dan manifestasinya harus lenyap dari atas bumi, sebagaimana halnya
suatu penjajahan oleh negara terhadap negara lainnya. Penekanan pemberian
hak kemerdekaan ini ditujukan kepada segala bangsa dalam wujud
kebulatannya, tidak kepada individu. Namun tidak berarti bahwa hak
kebebasan individu tidak mempunyai tempat sama sekali. Dalam hal ini, hak
kebebasan individu dilekatkan dalam hubungannya dengan bangsa sebagai
satu pokok kebulatan. Jadi kebebasan individu ditempatkan dalam
hubungannya sebagai spesies terhadap genus-nya.
Kata prikeadilan dan prikemanusiaan menjadi ukuran penentunya,
yaitu bahwa dalam batas-batas keadilan dan kemanusiaan, manusia sebagai
individu diakui kemandiriannya sehingga diakui pula hak-hak kebebasannya.
Pernyataan hak kemerdekaan dalam Pembukaan menunjukkan adanya
perbedaan pandangan bangsa Indonesia mengenai hak kemerdekaan dalam
ukuran negara-negara Barat pada umumnya yang menekankan pada
kemerdekaan individu (liberalisme).
b. Alinea Kedua : “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Alinea kedua ini merupakan suatu konsekuensi logis dari pernyataan
akan kemerdekaan pada alinea pertama. Perjungan kemedekaan bangsa
Indonesia di samping sebagai bukti obyektif atas penjajahan kepada bangsa
Indonesia, juga merupakan perwujudan dari hasrat yang kuat dan bulat untuk
menentukan nasib sendiri, terbebas dari kekuasaan bangsa lain. Hasil
perjuangan bangsa Indonesia itu terjelma dalam suatu Negara Indonesia.
Menyusun suatu negara atas kemampuan sendiri dan selanjutnya untuk menuju
pada suatu cita-cita bersama, yaitu suatu masyarakat yang berkeadilan dan
berkemakmuran. Demi terwujudnya cita-cita tersebut maka bangsa Indonesia
harus merdeka, bersatu, dan mempunyai kedaulatan.
Bangsa yang merdeka mengandung makna, negara yang benar-benar
bebas dari kekuasaan bangsa lain, dapat menentukan nasibnya sendiri, bukan
negara protektorat. Bersatu mengandung arti sebagai kebulatan kesatuan
“bangsa” karena unsur utama negara adalah bangsa.
Berdaulat diartikan sebagai bangsa yang merdeka, yang berdiri di atas
kemampuan sendiri, kekuatan dan kekuasaannya sendiri, berhak dan bebas
menentukan tujuan dan nasib sendiri, dan dalam kedudukannya di antara
sesama bangsa dan negara adalah memiliki derajat yang sama. Dalam
hubungan antar bangsa dan antar negara terjalin atas dasar saling menghormati
berdasarkan keadilan dan kemanusiaan.
Pengertian negara Indonesia yang adil yaitu negara yang mewujudkan
keadilan dalam kehidupan bersama, yang meliputi : keadilan antara negara
terhadap warga negara (keadilan distributive), antara warga negara terhadap
negara (keadilan legal atau bertaat), dan di antara sesama warga negara
(keadilan komutatif).
Cita-cita bangsa tentang kemakmuran berarti sebagai pemenuhan
kebutuhan manusia baik material maupun spiritual, jasmani maupun rokhani.
Secara lebih luas kemakmuran berarti tercapainya tingkatan harkat dan
martabat manusia yang lebih tinggi yang meliputi seluruh unsur kodrat.
c. Alinea Ketiga : “Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongoleh keinginan luhur supaya berkehidupan berbangsa yang bebas
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Alinea ketiga ini berisi pernyataan kembali Proklamasi Kemerdekaan
sehingga keberadaannya tidak dapat dilepaskan dengan pernyataan pada alinea
pertama dan kedua. Alinea ketiga merupakan titik kulminasi yang pada
akhirnya dilanjutkan pada alinea keempat yaitu tentang pendirian Negara
Indoneia. Pernyataan dalam alinea ketiga mengandung 3 makna, yaitu :
pengakuan nilai religius, pengakuan nilai moral, dan pernyataan kembali
Proklamasi kemerdekaan Indonesia.
d. Alinea Keempat : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social
,maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adildan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Alinea keempat merupakan pernyataan lebih lanjut tindakan yang harus
dilakukan setelah berdirinya Negara Indonesia. Alinea keempat memuat
perincian prinsip-prinsip dan pokok-pokok kaidah pembentukan pemerintahan
negara Indonesia. Adapun isi pokok yang terkandung dalam Alinea keempat
meliputi 4 hal yang merupakan prinsip-prinsip pokok kenegaraan, yaitu :
1) Tentang Tujuan Negara :
a) Tujuan khusus, yaitu berkait dengan politik dalam negeri, terdiri atas :
(1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Dalam hubungannya dengan prinsip negara hukum
mengandung pengertian negara hukum formal.
(2) Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sebagai bukti dianutnya prinsip negara hukum material.
b) Tujuan Umum, dalam arti lingkup kehidupan sesama bangsa di dunia,
atau reaisasinya berhubungan dengan politik luar negeri, yaitu di antara
bangsa-bangsa di dunia bangsa Indonesia ikut melaksanakan suatu
ketertiban dunia yang berdasarkan pada prinsip kemerdekaan,
perdamaian abadi, serta keadilan sosial. Prinsip ini mendasari
kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
2) Tentang Ketentuan Diadakannya UUD Negara
Ketentuan mengenai hal tersebut di atas terkandung dalam kalimat
“ … maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesiaitu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia …”.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa Negara Indonesia adalah
negara yang berdasarkan atas hukum, negara yang bersifat konstitusional
di mana mengharuskan bagi Negara Indonesia untuk diadakannya UUD
Negara. Ketentuan ini merupakan sumber hukum atau dasar yuridis bagi
adanya UUD 1945. Berdasarkan ketentuan ini maka jelas bahwa
Pembukaan UUD1945 merupakan dasar yuridis atau sumber hukum bagi
adanya UUD1945, dan dengan demikian maka Pembukaan UUD 1945
memiliki kedudukan lebih tinggi daripada pasal-pasal UUD 1945.
3) Tentang Bentuk Negara
Ketentuan ini terdapat dalam anak kalimat “ … yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat…”. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa bentuk
negara Indonesia Republik yang berkedaulatan rakyat. Negara dari, oleh
dan untuk rakyat. Hal ini berarti merupakan norma dasar negara bahwa
kekuasaan adalah di tangan rakyat.
4) Tentang Dasar Filsafat Negara
Tersimpul dari dimuatnya sila-sila Pancasila sebagaimana tersebut
dalam anak kalimat “… dengan berdasarkan kepada Ketuhanan ….dst. “.
3. Tujuan Pembukaan UUD 1945
Berdasarkan susunannya, Pembukaan UUD 1945 mengandung 4 tujuan
yang berbeda, yaitu :
a. Alinea I, untuk mempertanggungjawabkan bahwa pernyataan kemerdekaan
sesuatu yang sudah selayaknya, karena berdasarkan atas hak kodrat yang
bersifat mutlak dari moral bangsa Indonesia untuk merdeka.
b. Alinea II, untuk menetapkan cita-cita bangsa Indonesia yang akan dicapai
dengan kemerdekaan, yaitu : terpeliharanya secara sungguh-sungguh
kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan bangsa, negara, dan daerah atas
dasar keadilan hukum dan moral, bagi diri sendiri dan pihak lain serta
kemakmuran bersama yang berkeadilan.
c. Alinea III, untuk menegaskan bahwa Proklamasi Kemerdekaan menjadi
permulaan dan dasar hidup kebangsaan dan kenegaraan bagi seluruh orang
Indonesia, yang luhur dan suci dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa.
d. Alinea IV, untuk melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan dasar-
dasar tertentu yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD1945, sebagai
ketentuan pedoman dan pegangan yang tetap dan praktis yaitu dalam realisasi
hidup bersama dalam suatu negara Indonesia ang berdasarkan Pancasila
(Notonagoro, 1974 : 40)
4. Kedudukan Pembukaan UUD1945
a. Pembukaan UUD 1945 sebagai Pernyataan Kemerdekaan yang Terinci
Dengan Pembukaan UUD 1945, maka Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 mendapatkan makna yang selengkapnya, karena baik pernyataan
maupun tindakan-tindakan yang harus direalisasikan berkaitan dengan
Proklamasi Kemerdekaan diperinci secara lengkap dalam Pembukaan UUD
1945. Dalam Pembukaan UUD1945 baik pernyataan proklamasi (pada alinea
III) maupun tindakan-tindakan pembentukan Negara RI dirinci sejak alinea III.
Kemudian pada alinea IV diawali dengan kalimat “ ... kemudian dari pada itu
…” yang berarti setelah berdirinya Negara RI, dibentuklah suatu
pemerintahan negara yang perinciannya adalah sebagai berikut :
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruhtumpah darah Indonesia.
2) Memajukan kesejahteraan umum.
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Ikut meaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
5) Membentuk pemerintahan negara agar meaksanakan tujuan negara yang
demikian ini, dan disusunlah suatu UUD Negara Indonesia.
6) UUD yang dimaksudkan itu terbentuk dalam suatu susunan Negara RI
yang berkedaulatan rakyat.
7) Negara RI yang berkaulatan rakyat itu berdasarkan pada Ketuhanan Yang
Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan beradab, … dst.
b. Kedudukan dan Fungsi Pembukaan UUD1945 sebagai Rangka dan Susunan
Kehidupan Negara dan Tata Hukum Indonesia
Pembukaan UUD 1945 memuat niai-nilai fundamental Negara
Indonesia, terutama alinea IV karena didalamnya terkandung asas kerokhanian
negara, tujuan negara, bentuk negara (asas politik negara), yang pada
hakikatnya merupakan dasar bagi penyusunan UUD Negara Indonesia.
Dengan demikian Pembukaan UUD1945 memiliki kedudukan hukum yang
sangat kuat, dan berdasarkan kenyataan, Pembukaan UUD 1945 berada pada
tingkatan tertib hukum tertinggi dan memberikan faktor-faktor mutlak bagi
adanya tertib hukum Indonesia.
Dalam pengertian ini, isi yang terkandung dalam Pembkaan UUD 1945
secara sistematis merupakan suatu kesatuan yang bertingkat dan berfungsi
sebagai dasar, rangka, dan suasana bagi negara dan tertib hukum Indonesia,
yang pernciannya adalah sebagai berikut :
1) Pancasila sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD1945, yang juga
berkedudukan sebagai pandangan hidup bangsa adalah dasar filsafat, asas
kerokhanian, dan basis bagi berdirinya Negara RI (sebagai dasar).
2) Di atas dasar tersebut berdiri Negara Indonesia dengan asas politik negara
yang berupa bentuk republik yang berkedaulatan rakyat.
3) Di atas kedua basis tersebut diwujudkan pelaksanaan dan penyelenggaraan
Negara Indonesia yang tercantum dalam peraturan pokok hukum positif
Indonesia yaitu UUD 1945 (sebagai rangka).
4) Di atas UUD yang merupakan basis berdirinya bentuk, susunan, dan sistem
pemerintahan, serta seluruh peraturan hukum positif, diselenggarakan
pemerintahan negara yang mencakup segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dalam suatu hidup sesama secara kekeluargaan.
5) Semua itu adalah dalam rangka untuk mewujudkan tujuan bersama,
seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, untuk mencapai kebahagiaan
baik jasmaniah maupun rokhaniah. Dengan demikian, keseluruhannya itu
merupakan suatu kesatuan yang bertingkat, dan seluruh kehidupan bangsa
dan negara beserta seluruh sistem hukumnya secara keseluruhan berdiri di
atas dan diliputi oleh asas kerokhanian Pancasila yang termuat dalam
Pembukaan UUD 1945, dalam pengertian ini maka Pembukaan UUD1945
sebagai suasana.
c. Pembukaan Memuat Sendi-sendi Mutlak Kehidupan Negara
Menurut ilmu hukum Pembukaan UUD1945 merupakan Pokok Kaidah
Negara yang Fundamental (Staatsfundamentalnorm). Konsekuensinya, selain
merupakan suasana kerokhanian dari UUD1945, Pembukaan UUD1945 juga
merupakan pangkal derivasi (sumber penjabaran normatif) dari pasal-pasal
UUD 1945 dan hukum positif lainnya. Oleh karena itu, dalam Pembukaan
UUD1945 terkandung sendi-sendi mutlak bagi kehidupan negara, yaitu :
1) Hakikat dan sifat negara.
Negara Indonesia adalah Negara Rebublik yang berkedaulatan rakyat, oleh
karena itu hakikat dan sifat negara berdasarkan sifat kodrat manusia
monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
2) Tujuan Negara
3) Kerakyatan (Demokrasi)
4) Dasar Pemerintahan Negara
5) Bentuk Susunan Persatuan
5. Fungsi Pembukaan UUD 1945 dan Pokok-Pokok Pikiran
Menurut Penjelasan Resmi dari Pembukaan UUD1945 yang termuat dalam
Berita RI tahun II No. 7 ditegaskan bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung
Pokok-pokok Pikiran yang meliputi suasana kebatinan UUD Negara Indonesia.
Pokok-pokok Pikiran itu mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang
menguasai hukum dasar negara, baik hukum dasar tertulis (UUD) maupun hukum
dasar tidak tertulis (konvensi). Dengan pokok-pokok Pikiran tersebut, nilai-nilai
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan dan dijabarkan secara
normatif dalam pasal-pasal UUD 1945. Pokok-pokok pikiran itu sekaligus
merupakan penjelasan logis dari inti alinea IV Pembukaan UUD 1945, sehingga
dapat dikatan pula sebagai penjabaran dari Dasar Filsafat Negara, “Pancasila”.
Adapun Pokok-pokok Pikiran yang dimaksud tersebut di atas adalah :
a. Pokok Pikiran Pertama; Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar asas persatuan dengan
mewujudkan keadilan social bagiseluruh rakyat Indonesia.
Pokok Pikiran ini menegaskan bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 diterima
aliran “pengertian negara persatuan”, yaitu negara yang melindungi dan
meliputi segenap bangsa dan wilayah seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala
paham golongan maupun paham perorangan. Negara menurut Pembukaan
UUD 1945 menghendaki persatuan yang meliputi segenap bangsa Indonesia
seluruhnya. Dalam pengertian yang lazim, semua penyelenggara negara dan
setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas
kepentingan golongan maupun perorangan. Pokok pikiran ini merupakan
penjabaran Sila Ketiga Pancasila.
b. Pokok Pikiran Kedua : Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pokok pikiran ini menempatkan tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai dalam
Pembukaan,dan merupakan suatu kausa finalis (sebab tujuan), sehinga dapat
menentukan jalan serta aturan-aturan mana yang harus dilaksanakan dalam
UUD untuk sampai pada tujuan itu yang disadari dengan bekal persatuan.
Dasar pokok pikiran ini adalah kesadaran bahwa mansia mempunai hak dan
kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan social dalam kehidupan
masarakat. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran Sila Kelima Pancasila.
c. Pokok Pikiran Ketiga : Negara ang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.
Pokok pikiran ini mengandung konsekuensi logis bahwa sistem negara yang
terbentuk dalam UUD harus berdasarkan kedaulatan rakyat dan berdasarkan
permusyawaratan/perwakilan. Dengan demikian pokok pikiran ini merupakan
Dasar Politik Negara sebagai penjabaran dari Sila Keempat Pancasila.
d. Pokok Pikiran Keempat : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok pikiran keempat dalam Pembukaan ini mengandung konsekuensi logis
bahwa UUD harus memuat isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur
dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia atau nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran
ini merupakan penjabaran Sila Pertama dan Sila Kedua Pancasila..
Sesuai dengan Pokok-pokok pikiran yang terkandung didalamnya, maka
Pembukaan UUD 1945 memiliki fungsi sebagai berikut :
1) Merupakan Suasana Kebatinan dari UUD 1945
Menurut ilmu hukum, untuk mengetahui secara benar suatu
hukum dasar (droit constitutionelle) dari suatu negara, tidak cukup jika
hanya dilakukan dengan menyelidiki pasal-pasal UUD-nya (loi
constitutionelle), melainkan harus dengan cara menyelidiki bagaimana
prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya (geistlichenhintergrund)
dari UUD itu. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksud UUD suatu
negara harus dilakukan dengan mempelajari juga bagaimana terjadinya
teks, harus diketahui keterangan-keterangannya, dan dalam suasana apa
teks itu diciptakan.
Berdasarkan penjelasan dari Pembukaan UUD 1945 dapat
diketahui bahwa empat pokok pikiran yang terkandung didalamnya pada
hakikatnya merupakan penjelmaan asas kerakhanian negara Pancasila,
sehingga UUD 1945 berdasarkan dan diliputi oleh nilai-nilai kerokhanian
yang universal, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan,
dan Keadilan.
Dasar-dasar kerokhanian Ketuhanan dan Kemanusiaan
memberikan ciri dan sifat UUD Negara Indonesia tidak bersifat sekuler
dan positivistik. Suasana kerokhanian persatuan dan kerakyatan,
memberikan sifat dan UUD Negara Indonesia merupakan suatu kesatuan
dengan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu merupakan suatu
kesatuan Tertib Hukum Nasional Indonesia. Asas kerokhanian kerakyatan
yang berdasarkan permusyawaratan/perwakilan memberikan ciri dan sifat
UUD Negara Indonesia berasaskan kekeluargaan integralistik, bukan
beraliran liberal dan juga tidak mengikuti paham demokrasi organis.
Suasana kerokhanin keadilan memberikan sifat dan ciri UUD
Negara Indonesia berdasarkan nilai-nilai keadilan kemanusiaan dan
keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial), baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Jadi empat Pokok Pikiran
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai suasana
kerokhanian merupakan sumber penjabaran normative bagi UUD Negara
Indonesia. Suasana kerokhanian tersebut memberikan arah bagi cita-cita
hkum (rechtidee) UUD 1945 beserta penjabarannya dalam bentuk
peraturan perundang-undangan yang lainnya.
2) Mewujudkan Cita-cita Hukum yang Menguasai Hukum Dasar Negara
Pembukaan UUD1945 dalam filsafat hukum memiliki hakikat
kedudukan sebagai Pokok kaidah Negara yang Fundamental (Staatsfunda-
mentalnorm) bagi negara dan tertib hukum Indonesia. Oleh karena itu,
Pembukaan UUD 1945 merupakan norma dasar yang memberikan arah
serta dasar cita-cita hukum bagi UUD Negara Indonesia. Dalam
Pembukaan UUD 1945 terkandung nilai-nilai universal, yaitu nilai-nilai
hukum Tuhan (alinea III), hukum kodrat (alinea I), hukum etis (alinea III),
serta hukum filosofis (alinea IV). Nilai hukum Tuhan, hukum kodrat dan
hukum etis berfungsi sebagai sumber nilai bagi UUD serta hukum positif
lainnya. Sedang nilai hukum filosofis merupakan sumber bentuk dan sifat
bagi negara dan hukum positif Indonesia termasuk UUD.
Dalam realisasinya negara merupakan pelaksana aktif dalam
membentuk hukum positif yang disesuaikan dengan keadaan, tempat,
waktu, serta dinamika masyarakat dan kemajuan peradaban umat manusia.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut maka cita-cita hukum Indonesia di
samping untuk mewujudkan keadilan, persatuan, kemerdekaan,
kemakmuran, dan kedaulatan, juga meliputi cita-cita kehidupan manusia
tentang hak religius, hak kodrat dan hak moral (hak etis).
3) Merupakan Sumber Semangat bagi UUD1945
Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terkandung Pokok-pokok
Pikiran yang intinya Pancasila, pada hakikatnya merupakan sumber
semangat bagi para penyelenggara negara, para pimpinan pemerintahan,
para penyelenggara partai serta golongan fungsional dan seluruh alat
perlengkapan negara lainnya. Semangat itu sesuai dengan yang terkandung
dalam Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945 terdiri atas 4 hal
yaitu : semangat persatuan, semangat keadilan social, semangat kerakyatan
berdasarkan permusyawaratan/perwakilan, serta semangat Ketuhanan dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
6. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
Dalam uraian mengenai tertib hukum dan pokok kaidah negara yang
fundamental dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai asas kerokhanian dan
filsafat negara mempunyai fungsi dan kedudukan yang penting dalam kehidupan
negara dan bernegara. Pancasila sebagai asas kerokhanian dan filsafat negara
merupakan unsure penentu ada dan berlakunya tertib hukum Indonesia dan pokok
kaidah negara yang fundamental itu, sehingga oleh karenanya merupakan inti
Pembukaan UUD 1945.
Unsur-unsur Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea IV Pembukaan
UUD 1945 bukanlah hal yang baru timbul saat pembentukan negara Indonesia,
tetapi telah ada jauh sebelumnya, bahkan selama-lamanya telah dimiliki oleh
bangsa Indonesia yang nata ada dan hidup dalam jia masyarakat. Common sense
kita dapat meihat bahwa prilaku kehidupan dalam masyarakat bangsa Indonesia,
apa-pun nama sukunya, dimanapun daerahnya di Indonesia, kelima unsure
Pancasila telah menjadi miliknya.
Oleh karena itu, Pancasila di samping merupakan asas kenegaraan (politik,
social, ekonomi) juga meliputi asas cultural dan religius. Dengan dicantumkannya
di dalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memperolehkedudukan sebagai
norma dasar hukum obyektif. Dengan demikian, tata kehidupan bernegara tidak
hanya bertopang pada asas-asas social-ekonomi-politik, tetapi dalam
perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan
asas-asas cultural,asas-asas religius dengan asas-asas kenegaraan.
Jadi, dari alinea IV Pembukaan UUD 1945 sebagai tempat terdapatnya Pancasila
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a. bahwa rumusan Pancasila adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan;
b. bahwa Pembukaan UUD 1945 berdasarkan pengertian ilmiah merupakan
pokok kaidah negara yang fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia
mempunyai dua kedudukan, yaitu :
1) sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberi
factor-faktor multak bagi adanya tertib hukum Indonesia.
2) Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum itu sebagai ketentuan hukum
yang tertinggi.
c. bahwa dengan demikian Pembukaan berkedudukan dan berfungsi, selain
sebagai Mukadimah UUD 1945 dalamkesatuan yangidak terpisahkan, juga
berkedudukan sebagai sesuatu yang bereksistensi sendiri, mempunyai dasar
danberkemanusiaan hidup sendiri, yang ininya terjelma sebagai yang bernama
Pancasila, dengan tidak tergantung adanya batangtubuh UUD 1945;
d. bahwa Pancasila dengan demikian dapat dikonstatasi mempunyai hakikat,
sifat, dan kedudukan serta fungsi sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup
Negara RI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945;
e. bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945 dengan demikian
mempunyai kedudukan kuat, tetap, dan tidak dapat berubah/diubah, terlekat
pada kelangsungan hidup Negara RI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus
1945 dan oleh karenya dengan jalan hukum tidak dapat diubah.
Pancasila sebagai substansi dan essensial dari dan yang menempatkan
dirinya dalam Pembukaan UUD 1945, rumusannya tidak boleh lain selain yang
terdapat dalam Pembukaan. Pancasila dalam kedudukan dan fungsinya sebagai
sumber dari segala sumber hukum dalam tertib hukum RI, perumusan autentiknya
sebagai termuat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan perumusan yang telah
pasti demi kepastian hukumnya.
Perubahan/kelainan istilah dalam perumusan Pancasila dapat menimbulkan
perubahan/kelainan pengertian; misalnya istilah kerakyatan an kedaulatan rakyat
mempunyai pengertian yang berbeda, karena terletak pada bidang-bidang yang
berbeda-beda pula. Kedaulatan rakyat terletak pada bidang asas politik, sedangkan
kerakyatan merupakan asas filsafat.
C. Undang-Undang Dasar 1945
1. Pengantar
Tidak ada satu negara pun di dunia sekarang ini yang tidak mempunyai
undang-undang dasar atau konstitusi. Negara dan konstitusi dapat dikatakan
merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional,
undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang dan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Gagasan ini
disebut Konstitusionalisme (Miriam Budiardjo, 2001 : 96)
Sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam negara-negara
yang bersangkutan, dapat dikatakan bahwa undang-undang dasar sebagai
konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi 4 hal yaitu :
a. hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;
b. tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
c. pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun untuk masa yang akan datang;
d. suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan
bangsa hendak dipimpin. (Sri Soemantri H., 2006 : 2-3).
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi tertulis juga dituangkan
dalam dokumen formal yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
(dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7) dan diberlakukan
kembali dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, serta dikukuhkan secara
aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959 sebagaimana tercantum dalam
Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959.
Sebelum dilakukannya amandemen UUD 1945, yang dimaksud dengan
UUD 1945 adalah keseuruhan naskah yang terdiri dari dan tersusun atas 3 (tiga)
bagian, yaitu :
a. Bagian Pembukaan, terdiri dari empat (4) alinea;
b. Bagian Batang Tubuh (Pasal-pasal), terdiri dari : 16 Bab, 37 Pasal, 49 ayat,
serta 4 Pasal Atural Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan;
c. Bagian Penjelasan, yang terdiri atas Penjelasan Umum dan Penjeleasan pasal
demi pasal.
Sesudah diadakan perubahan keempat pada tahun 2002, UUD 1945 hanya
terdiri atas 2 (dua) bagian saja, yaitu :
a. Bagian Pembukaan, terdiri dari 4 (empat) alinea); dan
b. Bagian Pasal-pasal, terdiri atas : 16 Bab, 73 Pasal, 170 Ayat, serta 3 Pasal
Aturan Peralihan, dan 2 Pasal Aturan Tambahan.
Ketentuan mengenai isi UUD 1945 setelah perubahan keempat hanya
terdiri dari 2 (dua) bagian, secara tegas ditentukan dalam Pasal II Aturan
Tambahan UUD NRI 1945 yang berbunyi “Dengan ditetapkannya perubahan
Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal”.
2. Pengertian Istilah
Dalam ilmu hukum maupun praktek ketatanegaraan, istilah konstitusi
sering dimaknai sama dengan istilah Undang-Undang Dasar, bahkan di Indonesia
dikenal pula pernah dikenal pula istilah hukum dasar. Menurut Rukmana
Amanwinata, istilah konstitusi dalam bahasa Indonesia antara lain berpadanan
dengan kata “Constitution” (Inggris), “Constitutie” (Belanda), “Constitutionel”
(Perancis), “Verfassung” (Jerman), dan “Constitutio” (Latin). (Dalam Budiman
NDP Sinaga, 2005 : 2).
Istilah “konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja
“constituer” (Perancis) yang berarti membentuk. Sedangkan istilah UUD
merupakan terjemahan dari istilah Grondwet (Belanda) yang disamakan artinya
dengan istilah constitutie.
Mengenai istilah konstitusi dan UUD terdapat dua pendapat, yaitu
Pertama, membedakan antara konstitusi dengan UUD; dan Kedua, menyamakan
diantara kedua istilah itu. Pada saat ini pendapat kedua lebih diterima.
Menurut Sarjana hukum E.S.C. Wade dalam buku Constitutional Law,
undang-undang dasar adalah “naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas
pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok
cara kerja badan-badan tersebut. Bagi yang memandang negara dari sudut
kekuasaan dan menganggapnya sebagai organisasi kekuasaan, maka undang-
undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang
menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan,
misalya : antara badan legislative, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Undang-
undang dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini
kerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain; undang-undang dasar merekam
hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara.
Dalam dunia politik, seperti dikemukakan K.C. Wheare, konstitusi sering
digunakan dalam dua pengertian yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Konstitusi dalam arti luas adalah sistem pemerintahan dari suatu negara dan
merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintahan
dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya. Sebagai sistem pemerintahan
didalamnya terdapat campuran tata peraturan baik yang bersifat hukum (legal)
maupun yang bukan peraturan hukum (non legal atau ektra legal). Konstitusi
dalam arti sempit adalah kumpulan peraturan yang legal dalam lapangan
ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam “suatu dokumen” atau “beberapa
dokumen” yang terkait satu sama lain.
Adapun yang dimaksud dengan UUD menurut UUD 1945 adalah hukum
dasar tertulis yang berisi norma-norma, aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan
yang harus dilaksanakan dan ditaati. Sebagai hukum, UUD 1945 mempunyai
kekuatan hukum yang pasti dan mengikat, baik kepada pemerintah, setiap lembaga
negara dan lembaga masyarakat, setiap WNI di manapun berada, serta semua
penduduk yang berada dalam wilayah Negara RI.
3. Fungsi dan Kedudukan Konstitusi
Beberapa pakar konstitusi, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, Henc van
Maarseven,Lawrence Beer, M. Rosenfeld, Sri Soemantri H., Jimly Asshiddiqie,
bahkan Komisi Konstitusi MPR RI, berpandangan bahwa “konstitusi mempunyai
fungsi dan kedudukan” sebagai berikut :
a. Konstitusi sebagai dokumen nasional (national document) yang mengandung
perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik, hukum,
pendidikan, kebudayaan, ekonomi,kesejahteraan, dan aspek fundamental yang
menjadi tujuan negara.
b. Konstitusi sebagai piagam kelahiran negara baru (a birth certificate of new
state). Hal ini merupakan bukti adanya pengakuan masyarakat internasional,
termasuk untuk menjadi anggota PBB.
c. Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi.
Konstitusi mengaturmaksud dan tujuan terbentuknya suatu negara dengan
system administrasinya melalui adanya kepastian hukum yang terkandung
dalam pasal-pasalnya. Konstitusi sebagai sumber hukum tidak saja berfungsi
sebagai a tool of social engineering dan social control, melainkan juga harus
mampu merespon secarakritis perubahan jaman.
d. Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambing persatuan.
Konstitusi menjadi suatu sarana untuk memperlihatkan berbagai nilai dan
norma suatu bangsa dan negara, misalnya symbol demokrasi, keadilan,
kemerdekaan, negara hukum, yang dijadikan sandaran untukmencapai
kemajuan dan keberhasilan tujuan negara.
e. Konstitusi sebagai alat untuk membatasi kekuasaan.
f. Konstitusi sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga negara.
4. Isi dan Klasifikasi Konstitusi (UUD)
Secara umum UUD berisi tiga hal pokok, yaitu :
a. adanya jaminan terhadap hak-ha asasi manusia dan warga negara;
b. ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental; dan
c. adanya pembagian dan pembatasan tugasketatanegaraan yang juga bersifat
fundamental. (Sri Soematri, 2006 : 45).
Senada dengan pendapat di atas, Bagir Manan dan Kuntana Magnar
berpendapat bahwa lazimnya suatu UUD hanya berisi :
a. Dasar-dasar mengenai jaminan terhada hak-hak dan kewajiban penduduk dan
warga negara.
b. Dasar-dasar susunan atau organisasi negara.
c. Dasar-dasarpembagian dan pembatasan kekuasaan lembaga-lembaga negara;
d. Hal-hal yang menyangkut identitas negara, seperti bendera dan bahasa
nasional.
Manurut Leslie Wolf Philips sebagaimana dikutip Parlin M.mangunsong,
berdasarkan sifatnya konstitusi dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Konstitusi bersifat structural dan kuantitatif, terdiri atas :