MITIGASI AIR ASAM BATUAN (AAB) DENGAN METODE PENCAMPURAN BATUGAMPING DI TIMBUNAN LOWER WANAGON, TAMBANG TERBUKA GRASBERG PAPER MANAJEMEN LIMBAH ENERGI DAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Disusun Oleh : Gen Gen Gumelar / 114.110.036 Tirta Adi Putra / 114.110.057 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2014
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MITIGASI AIR ASAM BATUAN (AAB) DENGAN METODE
PENCAMPURAN
BATUGAMPING DI TIMBUNAN LOWER WANAGON,
TAMBANG TERBUKA GRASBERG
PAPER
MANAJEMEN LIMBAH ENERGI DAN PERTAMBANGAN
MINERAL DAN BATUBARA
Disusun Oleh :
Gen Gen Gumelar / 114.110.036
Tirta Adi Putra / 114.110.057
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2014
1. PENDAHULUAN
Tambang Terbuka Grasberg dikelola oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI) beroperasi sejak
tahun 1990 dengan produksi harian sekitar 700 ribu ton material, yang terdiri atas 150-180 ribu
ton bijih dan sisanya berupa batuan penutup. Pengelolaan batuan penutup dengan metode yang
tepat diperlukan untuk memastikan seluruh batuan penutup yang dihasilkan sampai dengan akhir
masa tambang pada tahun 2016 tidak berpotensi membentuk Air Asam Batuan (AAB). Tujuan
pengelolaan AAB di area PTFI adalah untuk memastikan mutu air yang dilepas ke lingkungan
dapat memenuhi persyaratan kualitas yang telah ditentukan. Serangkaian penelitian untuk
memahami mekanisme pembentukan AAB telah dilakukan oleh PT.
Freeport Indonesia sejak Tahun 1992, dalam skala laboratorium hingga skala besar (full
scale) di lapangan. Dari hasil studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa metode
pencampuran batugamping dengan batuan penutup penghasil asam mampu mempertahankan pH
lindi yang netral. Metode pencampuran batugamping ini kemudian diterapkan pada salah satu
timbunan di area tambang Grasberg, yaitu Timbunan Batuan Penutup Lower Wanagon.
Timbunan Lower Wanagon beroperasi sejak akhir tahun 2003 dan hingga tahun 2011 sekitar 220
juta ton batuan penutup telah ditempatkan di daerah timbunan ini. Pengelolaan AAB yang
dilakukan pada timbunan Lower Wanagon merupakan upaya preventif agar material yang
ditimbun bersifat Non Acid Forming (NAF) dengan cara pencampuran batugamping dengan
batuan penutup penghasil asam sesuai dengan rasio tertentu berdasarkan karakteristik
geokimianya.
Pemantauan geokimia batuan Timbunan Lower Wanagon dan kualitas air Sungai
Wanagon dilakukan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan pengelolaan AAB di Lower
Wanagon. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Wanagon menunjukkan pH berkisar 7-8 dan
memenuhi persyaratan pH yang ditetapkan dalam Kepmen LH Nomor 202 Tahun 2004, tentang
baku mutu air limbah bagi kegiatan penambangan bijih emas dan atau tembaga. Hal ini
menunjukkan bahwa program mitigasi AAB di Timbunan Lower Wanagon dengan metode
pencampuran batugamping secara efektif dapat mempertahankan lindi netral (neutral drainage).
2. TAMBANG TERBUKA GRASBERG
Tambang Terbuka Grasberg adalah salah satu tambang tembaga terbesar di dunia,
berlokasi pada pegunungan Jayawijaya, Kabupaten Mimika, Papua, dengan ketinggian berkisar
dari 3.300 hingga 4.200 m di atas permukaan laut. Curah hujan tahunan di area tambang berkisar
antara 4.000 hingga 5.000 mm. Cadangan Grasberg ditemukan pada tahun 1988 dan merupakan
mineralisasi porfiri yang terbentuk sekitar 3 juta tahun yang lalu akibat aktivitas magmatis yang
menerobos batugamping. Sejumlah fase intrusif ini membentuk sebuah kompleks intrusi yang
dikenal dengan Grasberg Intrusion Complex (GIC) yang berbentuk subsirkular dan
meninggalkan daerah mineralisasi berbentuk kerucut terbalik berukuran sekitar 2,3 km x 1,7 km.
Penambangan terbuka Grasberg dimulai tahun 1990 dan direncanakan akan berakhir pada tahun
2016. Produksi harian tambang Grasberg sekitar 700.000 ton, terdiri atas 150.000 – 180.000 ton
bijih dan sisanya merupakan batuan penutup. Batuan penutup ini ditempatkan pada beberapa
kawasan timbunan di sekitar tambang terbuka, yaitu pada Kawasan Timbunan Bagian Timur,
Timbunan Bagian Barat dan Lower Wanagon (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi penempatan timbunan batuan penutup di sekitar
Tambang Terbuka Grasberg
Pengelolaan batuan penutup secara benar menjadi penting untuk memastikan potensi
pembentukan Air Asam Batuan (AAB) dapat dicegah sampai ke level paling minimal. Potensi
AAB terjadi karena oksidasi mineral sulfida yang terkandung dalam batuan penutup ini terpapar
oleh air dan udara dan menghasilkan lindi yang bersifat asam. Berdasarkan berbagai hasil studi
intensif, metode mitigasi AAB yang dipilih adalah pencampuran batugamping untuk Timbunan
Lower Wanagon dan penudungan batugamping untuk kawasan timbunan lainnya.
3. TIMBUNAN BATUAN PENUTUP LOWER WANAGON
Timbunan Batuan Penutup Lower Wanagon berlokasi di barat daya Tambang Terbuka
Grasberg. Timbunan ini merupakan salah satu timbunan utama karena jarak hauling yang cukup
dekat dari sumbernya yang berada didalam area Tambang Terbuka Grasberg. Batuan penutup ini
dihancurkan lebih dahulu menggunakan mesin penghancur (crusher) kemudian ditranspor
menggunakan sistem ban berjalan menuju stacker untuk dicurahkan ke Cekungan Lower
Wanagon.
Timbunan Batuan Penutup Lower Wanagon (Gambar 2) mulai beroperasi pada akhir
tahun 2003 dan diproyeksikan akan berakhir pada tahun 2013. Produksi harian normal batuan
penutup ini adalah 135 ribu ton dengan total kapasitas hingga akhir masa timbunan sekitar 310
juta ton.
Gambar 2. Kawasan Timbunan Batuan Penutup Lower Wanagon
Berdasarkan posisinya, kawasan Timbunan ini dibagi atas dua level elevasi yaitu Level
3845 (Upper Pad) dan Level 3685 (Lower Pad). Pada Upper Pad telah ditempatkan sekitar 220
juta ton material sejak tahun 2003 hingga tahun 2011. Setelah kapasitasnya penuh (2011),
kegiatan dilanjutkan pada Level 3685 (Lower Pad), yang akan beroperasi hingga tahun 2013
dengan kapasitas sekitar 90 juta ton.
4. STUDI MITIGASI AIR ASAM BATUAN
Menyadari potensi terbentuknya AAB dari timbunan batuan penutup serta dampak yang
mungkin akan terjadi, maka sebelum memulai kegiatan operasional penimbunan batuan penutup
di Timbunan Lower Wanagon, PTFI melakukan serangkaian studi AAB untuk mengetahui
metode dan desain timbunan batuan penutup yang paling tepat dan efisien dalam meminimalkan
potensi terbentuknya AAB.
Studi AAB dimulai sejak tahun 1992, meliputi serangkaian penelitian/uji skala
laboratorium yang terdiri dari studi geokimia statis (Acid Base Accounting Test) untuk
mengkarakterisasi geokimia batuan penutup di Grasberg dan studi geokimia kinetik berupa
kolom pelindian (leach columns) yang dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan PTFI, serta
pengujian timbunan skala model (500 ton) di area Timbunan Manado. Maksud dari semua
penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi/kemampuan pembentukan asam maupun penetral
asam dari setiap tipe batuan penutup yang ada di Grasberg dan mengevaluasi mekanisme
pelindian dari berbagai skenario pencampuran antar tipe batuan penutup.
Hasil studi karakterisasi geokimia batuan penutup mengidentifikasi tiga tipe batuan
berdasarkan sifatnya sebagai penghasil atau penetral asam yaitu: 1) Tipe Hijau: pengkonsumsi
asam (NAG = 0 kg H2SO4/ton); 2) Tipe Biru: penghasil asam berkapasitas rendah hingga
menengah (NAG <35 kg H2SO4/ton); dan 3) Tipe Merah: penghasil asam berkapasitas tinggi
(NAG ≥35 kg H2SO4/ton). Berbagai skenario pencampuran dengan rasio tertentu antara batuan
tipe hijau dengan batuan tipe biru dan tipe merah di uji-coba di dalam tes kolom pelindian
maupun di lapangan.
Pada akhir tahun 1999, penelitian dilanjutkan dengan membangun timbunan uji skala
penuh (skala timbunan sebenarnya) di lokasi timbunan Batu Bersih yang merupakan bagian dari
studi mitigasi AAB jangka panjang. Hasil studi timbunan uji skala penuh konsisten dengan hasil
studi kinetik pembentukan AAB yang diperoleh dari kolom pelindian di laboratorium maupun
timbunan uji skala model.
Penggalian timbunan uji skala penuh pada akhir tahun 2004 (Gambar 3) menunjukkan
bahwa percobaan pencampuran batugamping menggunakan sistem ban berjalan dan stacker
dapat mengontrol proses oksidasi secara efektif dalam jangka panjang. Pemantauan kualitas lindi
pada lysimeter 1 Panel 7 timbunan Uji Batu Bersih, yang dibangun menggunakan metode stacker
dengan komposisi campuran 3 bagian batuan penutup Tipe Biru/Merah dengan 1 bagian
batugamping yang ukurannya mensimulasikan skala timbunan sebenarnya, menunjukkan pH
netral dengan laju pelepasan sulfat yang rendah.
Gambar 3. Pengambilan sampel di Panel 7 Timbunan Batu Bersih
Sebagai tambahan, uji hasil pengamatan mikroskopis secara detail pada sampel Panel 7
(panel uji batuan penutup yang dicampur dengan batugamping) melalui secondary electron
image (SEI) menunjukkan bahwa permukaan butiran pirit terselubungi lapisan mineral sekunder,
dimana pembentukannya dikontrol oleh pH lingkungan yang netral atau mendekati netral
(Gambar 4). Pelapisan permukaan (armoring) pada permukaan partikel pirit ini akan mengurangi
laju oksidasi karena membatasi kontak dengan air dan oksigen dan akhirnya dapat meningkatkan
performance pencampuran batugamping sebagai kontrol pembentukan AAB dalam jangka
panjang.
Gambar 4. Secondary Electron Image dari partikel pyrite Sampel Panel 7 yang
menunjukkan indikasi armoring oleh mineral sekunder
Kesimpulan dari seluruh hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pengelolaan AAB
dengan metode pencampuran batugamping (blending) merupakan pendekatan yang sangat efektif
guna meminimalkan pembentukan AAB di Tambang Terbuka Grasberg baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Batugamping dengan rasio yang mencukupi dicampur dengan
batuan penutup tipe merah dan biru untuk menghasilkan netralisasi yang efektif, mengurangi
tingkat oksidasi mineral sulfida dan mem-promote pelapisan mineral-mineral sulfida (armoring).
Penambahan batugamping kepada material batuan penutup yang berpotensi membentuk
asam bukan hanya menyediakan sumber alkalinitas bagi penetralisasian asam tapi juga
membantu pembentukan pelapisan oleh mineral sekunder yang mengisolasi permukaan pirit dari
oksidasi atmosfir sehingga mengakibatkan penurunan tingkat oksidasi.
5. STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) MANAJEMEN PENEMPATAN
BATUAN PENUTUP DI TIMBUNAN LOWER WANAGON
Sebagai acuan dalam mengelola dan memonitor performance batuan penutup yang
dibuang ke Timbunan Lower Wanagon, PT. Freeport Indonesia menyusun sebuah Standard
Operating Procedure (SOP). SOP ini disusun untuk mengontrol penempatan batuan penutup di
Lower Wanagon dengan tujuan memastikan pemenuhan terhadap kriteria geokimia maupun
geoteknis guna meminimalisasi pembentukan AAB di area Timbunan Lower Wanagon
sepanjang masa penambangan Tambang Terbuka Grasberg hingga penutupan tambang.
Pada SOP tersebut dinyatakan bahwa aktivitas penempatan batuan penutup harus
dimonitor untuk memastikan kriteria geokimia dan geoteknis terpenuhi. Kriteria Geokimia yang
diatur dalam SOP ini menyangkut nilai ANC*/NAG* yaitu rasio kapasitas penetral asam (dalam
Ton H2SO4) terhadap kapasitas pembentuk asam (Ton H2SO4) dalam batuan penutup. ANC*
(ANC (Acid Neutralizing Capacity) x Tonase material) adalah perhitungan kapasitas penetral
asam yang berasal dari komponen batuan penutup tipe hijau sedangkan NAG* (NAG (Net Acid
Generation) x Tonase material) adalah perhitungan total kapasitas penghasil asam dari
komponen batuan penutup tipe biru dan/atau merah. Rasio ANC*/NAG* ini membantu
perencanaan penambangan dalam mengevaluasi keseimbangan asam basa yang berkaitan dengan
jadwal produksi dan operasional tambang.
Kriteria geokimia yang digunakan dalam SOP ditentukan berdasarkan pada studi dengan
mengambil sampel pada ban berjalan yang bertujuan untuk mempelajari implikasi distribusi
ukuran partikel (particle size distribution) terhadap geokimia batuan. Rasio ANC/MPA
digunakan sebagai parameter kontrol tingkat pembentukan AAB, dimana MPA (Maximum
Potential Acidity) mengasumsikan bahwa semua sulfur sulfida adalah berupa pirit yang reaktif
dan habis teroksidasi (konservatif).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ANC/MPA untuk partikel berukuran kasar (>
2,36 mm) lebih besar dari 2, hal ini mengindikasikan bahwa potensi pembentukan asam dari
campuran material berukuran kasar dapat diabaikan (negligible). Sedangkan untuk campuran
material berukuran halus (< 2,36 mm), ditemukan rasio ANC/MPA yang rendah hingga lebih
besar dari 2. Oleh karenanya faktor kritis (safety factor) untuk mengontrol pembentukan AAB
dari timbunan Lower Wanagon ditentukan oleh nilai rasio ANC/MPA campuran material
berukuran halus.
6. PENCAPAIAN PRODUKSI TIMBUNAN BATUAN PENUTUP LOWER WANAGON
Hingga akhir tahun 2011 sekitar 220 juta ton batuan penutup telah ditempatkan dengan
komposisi rata-rata 55 % Tipe Hijau (batugamping), 39 % batuan penutup Tipe Merah dan 6%
tipe Biru Secara kuantitas, material batuan penutup Hijau, Biru dan Merah yang ditempatkan
pada Timbunan Lower Wanagon sampai dengan 2011 memperlihatkan peningkatan proporsi
Tipe Batuan Hijau (batugamping) terhadap total batuan penutup Merah dan Biru (Gambar 5).
Hal ini mengindikasikan bahwa kapasitas batuan penetral asam (batuan Tipe Hijau) secara
kuantitas melebihi kapasitas batuan Tipe Merah dan Biru, dengan demikian ketersedian
batugamping mencukupi kebutuhan untuk menetralkan AAB.
Gambar 5. Pengiriman batuan penutup ke Timbunan Lower Wanagon
Untuk memastikan target ANC*/NAG* yang telah ditetapkan dalam SOP terpenuhi,
kontrol dan pemantauan pengiriman material senantiasa dilakukan setiap hari dan perhitungan
pemenuhan target dilakukan setiap kuartal. Gambar 6 menunjukan pencapaian rasio
ANC*/NAG* dalam periode 2004-2011, dimana secara umum target geokimia dalam SOP dapat
dipenuhi.
Gambar 6. Pencapaian ANC*/NAG* per kuartal pada Timbunan Lower Wanagon
7. PEMANTAUAN DAN KONTROL KEBERHASILAN
Serangkaian program pemantauan AAB Timbunan Lower Wanagon telah dan akan terus
dilaksanakan untuk memastikan pengelolaan AAB berjalan dengan baik. Program pemantauan
yang dilakukan berupa: 1) pengambilan conto batuan langsung dari lereng timbunan (face
sampling) Lower Wanagon untuk dianalisis geokimianya dan, 2) pemantauan kualitas air stasiun
ENV-01 yang terletak di hulu sungai Wanagon berjarak sekitar 1 km dari timbunan Lower
Wanagon dan stasiun #57 di Desa Banti (hilir sungai Wanagon) yang berjarak sekitar 14 km dari
Timbunan Lower Wanagon (Gambar 7).
7.1 Pemantauan Geokimia Batuan Penutup
Program pemantauan yang dilakukan untuk memonitor performance
penimbunan di Lower Wanagon, dengan pengambilan conto batuan langsung dari
lereng timbunan (face sampling). Hal ini dinilai penting sebagai kontrol kegiatan
operasional, dimana jadwal pengiriman material yang tidak tepat akan menyebabkan
segregasi material yang dapat menurunkan kualitas pencampuran material.
Pengambilan contoh batuan pada timbunan dan evaluasi performance Timbunan
Lower Wanagon rutin dilakukan tiap 6 bulan sekali. Sejak tahun 2005 program
pengambilan contoh batuan ini telah berlangsung 12 kali, dengan cara menuruni
lereng timbunan (Gambar 8, kiri). Contoh batuan dipisahkan menurut fraksi ukuran
butirannya untuk kemudian dianalisa di laboratorium agar diketahui parameter
geokimianya, dan selanjutnya digunakan untuk perhitungan nilai ANC/MPA.
Gambar 7. Program Pemantauan AAB Timbunan Lower Wanagon
Gambar 8. Kegiatan pengambilan conto batuan dan hasil analisa geokimia batuan
Hasil pemantauan menunjukkan hanya sedikit contoh yang memiliki rasio
ANC/MPA kurang dari 2 dan sebagian besar memiliki rasio di atas 2, dengan nilai
rata-rata ANC/MPA keseluruhan contoh adalah 8,13 (Gambar 8, kanan). Hal ini
mengindikasikan bahwa secara umum material timbunan telah memenuhi target
pencampuran dan performance operasional pencampuran sudah berjalan dengan baik
seperti yang diharapkan untuk pencegahan AAB jangka panjang pada Timbunan
Lower Wanagon.
7.2 Pemantauan Kualitas Air Permukaan
Pemantauan kualitas air permukaan dilakukan di Sungai Wanagon sebagai
badan air penerima lindi Timbunan Batuan Penutup Lower Wanagon. Stasiun ENV-
01 berada di hulu sungai dan Stasiun #57 berada di Desa Banti merupakan bagian
dari program pemantauan lingkungan untuk mengamati dampak penimbunan batuan
penutup di Lower Wanagon. Hasil pemantauan lebih lanjut juga digunakan untuk
mengontrol dan mengevaluasi kegiatan penimbunan batuan penutup di Lower
Wanagon.
Pengambilan contoh air permukaan pada stasiun ENV-01 dilakukan setiap
bulan, dengan menggunakan helikopter, karena stasiun ini terletak pada area
terpencil (remote area). Sedangkan pengambilan conto air permukaan di Stasiun #57
dilakukan setiap hari, karena lokasinya terjangkau oleh transportasi darat. Hasil
pemantauan kualitas air di stasiun ENV-01 menunjukkan bahwa sejak tahun 2007
sampai dengan tahun 2011, total alkalinitas didalam air nilainya jauh melebihi total
asiditas, hal ini mengindikasikan bahwa ketersedian penetral asam yang sangat
berlimpah didalam air sungai. Adapun pH air terpantau di stasiun ENV-01 berada
dalam kisaran pH 7 – 8 (Gambar 9).
Gambar 9. Hasil Pemantauan Alkalinitas dan Asiditas pada Stasiun ENV-01
Kualitas air permukaan di stasiun #57 dalam kurun waktu yang sama menunjukkan total
alkalinitas yang semakin meningkat dan total asiditas yang semakin rendah serta pH berkisar 7-8
(Gambar 10).
Gambar 10. Hasil Pemantauan Alkalinitas dan Asiditas pada Stasiun #57
Hasil pemantauan geokimia pada batuan penutup dan pemantauan air permukaan di
Sungai Wanagon mengindikasikan bahwa potensi pembentukan AAB dari batuan penutup
Timbunan Lower Wanagon adalah minimal dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan. Hal ini juga menunjukkan bahwa kriteria yang ditetapkan dalam SOP sudah tepat
dan dilaksanakan dengan baik. Kisaran pH air permukaan yang dipantau di stasiun ENV-01 dan
stasiun #57 memenuhi Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004, tentang
baku mutu air limbah bagi kegiatan penambangan bijih emas dan atau tembaga, yaitu pH antara
6-9.
8. KESIMPULAN
PT. Freeport Indonesia telah melakukan serangkaian penelitian baik skala laboratorium
maupun skala lapangan untuk mengevaluasi performance pencampuran batugamping bagi
pengontrolan AAB jangka panjang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pengelolaan AAB dengan metode pencampuran batugamping (limestone blending) terbukti
efektif meminimalkan pembentukan AAB dan sejak tahun 2003 telah diaplikasikan di Kawasan