A. Pengertian Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal
dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga disebut juga leiomioma,
fibromioma, atau fibroid. (Mansjoer, 2001) Mioma uteri adalah tumor
jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya. (www. Infomedika.
Htm,2004) Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa Mioma
Uteri adalah suatu pertumbuhan jinak dari otot otot polos, tumor
jinak otot rahim, disertai jaringan ikat, neoplasma yang berasal
dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling
sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran basar,
biasanya mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi
terutama pada usia 35 tahun. Sedangkan miomektomi adalah
pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkutan uterus, miomektomi
dilakukan dengan pertimbangan jika diharapkan pada proses
selanjutnya penderita masih menginginkan keturunan. Apabila
miomektomi dikerjakan karena alasan keinginan memperoleh keturunan,
maka kemungkinan akan terjadinya kehamilan setelah miomektomi
berkisar 30% sampai 50%. (Sarwono, 2005) B. Klasifikasi Klasifikasi
mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan uterus yang terkena : 1.
Lokasi Cervical (2,6 %), umumnya tubuh ke arah vagina menyebabkan
infeksi. Isthmica (7,2 %), lebih sering menyebabkan nyeri dan
gangguan traktus urinarius. Corpiral (91 %), merupakan lokasi
paling enzim, dan seringkali tanpa gejala. (www. Infomedika. Htm,
2004) 2. Lapisan uterus Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai
dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu : Gambar.2.1 Mioma
Uteri (Yatim, Faisal, 2005) a. Mioma Uteri Subserosa Lokasi tumor
di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat
pula sebagai satu masa yang dihubungkan dengan uterus melalui
tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam
ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma
yang cukup besar akan mengisi rongga peritonial sebagai suatu masa.
Perlengketan dengan usus, omentum atau mensenterium disekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke
omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil sehingga mioma akan
terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik. b.
Mioma Uteri Intramural Berubah sering tidak memberikan gejala
klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa
tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh
sebagai mioma subserosa dan kadang kadang sebagai mioma submukosa.
Di dalam otot rahim dapat besar, dapat (jaringan ikat dominan),
lunak (jaringan otot rahim dominan). c. Mioma Uteri Submukosa
Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak.
Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan
pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini
memperluas permukaan ruang rahim. Dari sudut klinik mioma uteri
submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan
jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan
keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa
walaupun hanya kecil selalu memberi keluhan perdarahan melalui
vagina. Perdarahan sulit berhenti sehingga sebagai terapinya
dilakukan histerektomi. (Sarwono, 2005) D. Etiologi Sampai saat ini
belum diketahui pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor
monoclonal yang dihasilkan dari sebuah neoplastik tunggal. Sel sel
tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom
lengan. Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor,
disamping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron
dan human growth hormone.
1. Estrogen. Mioma uteri dijumpai setelah manarke. Sering kali
terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang
tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan
fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5 %) dan
hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan
barsamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita denagn sterilitas.
17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktif enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah
reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal. 2.
Progesteron Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu:
mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor. 3. Hormon pertumbuhan Level hormon
peryumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai
struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada
periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi
sinergistik antara HPL dan Estrogen. Ada beberapa faktor yang di
duga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu
: a. Umur Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20
tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40
tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara
35-45 tahun. b. Paritas Lebih sering terjadi pada nulipara atau
wanita yang relatif intertil, tetapi sampai saat ini belum
diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah
kedua keadaan ini saling mempengaruhi. c. Faktor ras dan ginetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka
kejadian mioma uteri tinggi. Terlepasnya dan faktor ras, kejadian
tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga, ada yang
menderita mioma. (Bobak, 2004) Belum diketahui secara pasti, tetapi
asalnya disangka dari sel sel otot yang belum matang. Di sangka
bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi dengan teori ini
sukar diterangkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen pada
nulipara, faktor keturunan juga berperan mioma uteri terdiri dari
otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde diliputi
pseudokapsul. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar
bersifat degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma
uteri. Perubahan sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin,
degenerasi kistik, degerasi membantu, marah, lemak. d. Fungsi
ovarium Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan
pertumbuhan mioma, dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang
setelah pertumbuhan epidermal dan insulin like growth kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam
waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran
mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan
dengan respon mediasi dengan oleh estrogen terhadap reseptor dan
faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi
reseptor progesterone, faktor faktor yang distimulasi oleh
estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang
distimulasikan oleh estrogen lebih banyak pada mioma dari pada
miomatrium normal mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun
bukti bukti masih kurang menyakinkan karena tumor ini tidak
mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang
disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang kadang berkembang
setelah menopause bahkan setelah oforektomi bilateral pada usia
dini. (Mansjoer, 2001) E. Patofisiologi Mioma uteri terjadi karena
adanya sel sel yang belum matang dan pengaruh estrogen yang
menyebabkan sub mukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh
darah, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan
perdarahan pervaginan lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan
pervaginan lama dan banyak akan terjadi resiko kekurangan volume
cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya nekrosa
dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri. (Price, Sylivia A,
2005) Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas
jaringan kulit dan robekan pada jaringan saraf perifer sehingga
terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas jaringan kulit
mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka
terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan mengakibatkan
terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi.
Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat anestesi yang
mengakibatkan depresi pusat pernapasan dan penurunan kesadaran
sehingga pola nafas tidak efektif. (Sarwono, 2005) F. Manifestasi
Klinik Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang
tidak mempunyai keluhan apa apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang
mengandung satu tumor dalam uterus. Faktor faktor yang mempengaruhi
timbulnya gejala klinik meliputi : 1. Besarnya mioma uteri 2.
Lokalisasi mioma uteri 3. Perubahan perubahan pada mioma uteri
Gejala klinik terjadi pada sekitar 35 % - 50 % dari pasien yang
terkena. Adanya gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri :
1. Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering
ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa :
menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat
menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat
dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaan dari endomertium
yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan
kongesti dari pembuluh darah disekitarnya dan ulserasi dari lapisan
endometrium.
2. Penekanan rahim membesar : a. Terasa berat di abdomen bagian
bawah b. Gejala traktus urinarius : urine frekuensi, retensi urine,
obstruksi ureter dan hidronefrosis. c. Gejala intertinal :
konstipasi dan obstruksi intestinal. d. Terasa nyeri karena
tertekannya saraf. 3. Nyeri dapat disebabkan oleh : a. Penekanan
saraf. b. Torsi bertangkai c. Submukosa mioma terlahir d. Infeksi
pada mioma 4. Infertilitasi, akibat penekanan saluran tuba oleh
mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien
dengan mioma submukosa dapat menghilang implantasi. Terdapat
peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien
dengan mioma intramural dan submukosa. 5. Kongesti vena, disebabkan
oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas bawah,
hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia. 6. Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan kehamilan.
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
memepengaruhi : 1. Kehamilan dapat mempengaruhi keguguran 2.
Persalinan prematurnitas. 3. Gangguan proses persalinan. 4.
Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas 5. Pada
skala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan
pendarahan.
Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah
kelahiran. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri : 1.
Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang
meningkat dalam kehamilan. 2. Degenerasi merah dan degenerasi
karnosa : tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk, dan warna
merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi pendarahan.
3. Mioma subserosa yang bertangkai oleh desakan uterus yang
membesar atau setelah bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada
tangkainya, torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis pada
tumor. Wanita hamil merasa nyeri yang hebat pada perut (abdomen
akut). 4. Kehamilan dapat mengalami keguguran. 5. Persalinan
prematuritas. 6. Gangguan proses persalinan. 7. Tertutupnya saluran
indung telur sehingga menimbulkan infertilitas. 8. Pada skala III
dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan. 9. Mioma
yang lokasinya dibelakang dapat terdesak ke dalam kavum douglasi
dan terjadi inkaserasi.
Pegaruh mioma pada kehamilan dan persalinan : 1. Subfertil (agak
mandul) fertile (mandul) dan kadang kadang punya anak satu.
Terutama pada mioma uteri submucosa. 2. Sering terjadi abortus.
Akibat adanya distorsi rongga uterus. 3. Terjadi kelainan letak
janin dan rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak
subserusa.
4. Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada
mioma yang letaknya diservik. 5. Inersia uteri terutama pada kala I
dan kala II. 6. Atonia uteri terutama paksa persalinan : perdarahan
banyak, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim.
7. Kelainan letak plasenta. 8. Plasenta sukar lepas (retensio
plasenta), terutama pada mioma yang submukosa dengan intramural.
(Price, Sylivia A, 2005)
Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan,
kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan
komplikasi obstetric, maka : 1. Tumor ovarium dalam kehamilan yang
lebih besar dari telur angsa harus dikeluarkan. 2. Waktu yang tepat
untuk operasi adalah kehamilan 16 20 minggu. 3. Operasi yang
dilakukan pada umur kehamilan dibawah 20 minggu harus diberikan
substitusi progesteron : a. Beberapa sebelum operasi. b. Beberapa
hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum terangkat
bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus. 4. operasi darurat
apabila terjadi torsi dan abdomen akut. 5. Bila tumor agak besar
dan lokasinya agak bawah akan menghalangi persalinan, penanganan
yang dilakukan : a. Bila reposisi, kalau perlu dalam narkosa. b.
Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan section cesaria dan
jangan lupa, tumor sekaligus diangkat. (Achadiat, 2004)
G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua
macam yaitu penanganan secara konservatif dan penanganan secara
operatif. 1. Penanganan konservatif sebagai berikut : a) Observasi
dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan. b) Bila
anemia , Hb < 8 g% tranfusi PRC. c) Pemberian zat besi. d)
Pengunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa
yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Tetapi agonis
GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan
beberapa keuntungan : mengurangi kebutuhan akan tranfusi darah.
Namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan
osteoporosis pada wanita tersebut. (Mansyoer, 2001) 2. Penanganan
operatif, bila : a) Ukuran tumor lebih basar dari ukuran uterus 12
- 14 minggu b) Pertumbuhan tumor cepat c) Mioma subserosa
bertangkai dan torsi. d) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan
berikutnya. e) Hipermenorea pada mioma submukosa. f) Penekanan pada
organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berubah : a) Enukleasi
Mioma
Dilakukan pada penderita interfil atau yang masih menginginkan
anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas.
Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan
terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan
terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga
dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi
pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau
sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya dengan
seksio sesarea. Kriteria pre operasi menurut American College of
Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut : 1)
Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang. 2) Terdapat
leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas. 3) Apabila
tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang. b) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut
: 1) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien. 2) Perdarahan uterus
berlebihan : a. Perdarahan yang banyak bergumpal gumpal atau
berulang ulang selama lebih dari 8 hari. b. Anemia akibat
kehilangan darah akut atau kronis. 3) Rasa tidak nyaman dipelvis
akibat mioma meliputi :
a. Nyeri hebat dan akut b. Rasa tertekan punggung bawah atau
perut bagian bawah yang kronis c. Penekanan buli buli dan frekuensi
urine yang berulang ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran
kemih. c) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat
hamil sekitar 30 50 %. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa
setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi. Lama
perawatan : 1) 1 hari pasca diagnosa keperawatan 2) 7 hari pasca
histerektomi / miomektomi
Masa pemulihan : 1) 2 minggu pasca diagnosa perawatan 2) 6
minggu pasca histerektomi / miomektomi
d) Penanganan radioterapi 1) Hanya dilakukan pada pasien yang
tidak dapat dioperasi (bad risk patient). 2) Uterus harus lebih
kecil dari usia kehamilan 12 minggu. 3) Bukan jenis submukosa. 4)
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum. 5) Tidak
dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
(Achadiat, 2004) H. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada
penderita mioma uteri adalah sebagai berikut : 1. Perdarahan sampai
terjadi anemia. 2. Torsi tangkai mioma dari : a. Mioma uteri
subserosa. b. Mioma uteri submukosa. 3. Nekrosis dan infeksi,
setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi. 4. Pengaruh
timbal balik mioma dan kahamilan. a. Pengaruh mioma terhadap
kehamilan 1) Infertilitas 2) Abortus 3) Persalinan prematuritas dan
kelainan letak 4) Inersia uteri 5) Gangguan jalan partum 6)
perdarahan post partum. 7) Retensi plasenta. b. Pengaruh kehamilan
terhadap mioma uteri. 1) Mioma cepat membesar karena rangsangan
estrogen. 2) Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
(Sarwono,2005) I. Pengkajian Fokus Pengkajian Pegkajian adalah
tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan
tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. (Nikmatur,
2009) Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data.
Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang
status kesehatan klien. Status kesehatan klien yang normal maupun
yang senjang hendaknya dapat dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan
untuk mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik yang
efektif maupun yang bermasalah. (Nikmatur, 2009) Data dasar adalah
seluruh informasi tentang status kesehatan klien. Data dasar ini
meliputi : data umum, data demografi, riwayat kesehatan, pola
fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Riwayat Kesehatan : a. Keluhan utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis oprasi adalah rasa
nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.
Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun
yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah : 1. Lokasi nyeri
2. Intensitas nyeri 3. Waktu dan durasi 4. Kwalitas nyeri b.
Riwayat penyakit sekarang (atau masalah kesehatan sekarang) c.
Riwayat kesehatan dahulu d. Riwayat keluarga
Pola fungsional kesehatan menurut Gordon : a. Pola
Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan.
Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan, kesehatan,
maupun menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan. b.
Pola Nurtisi Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit.
Nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir,
kesulitan menelan, mual / muntah, kebutuhan jumlah zat gizi,
masalah / penyembuhan kulit, makanan kesukaan. c. Pola
Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit.
Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi
(oliguri,disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan
miksi. Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi
saluran kemih, masalah bau badan, perspirasi berlebih, dll d. Pola
Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan / gerak dalam keadaan sehat dan
sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain.
Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0:
mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu
orang dan alat 4: tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan
Range Of Motion, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan
kedalam nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.
e. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif
didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap persitiwa
yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan
orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang, atau benda
yang lain). Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan
nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-10,
pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau
fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan
penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman dll.
f. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepasi tentang
energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama
tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
g. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga
diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system
terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan
lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manuasia juga
sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan dalam
pandangan secara holistik. Adanya kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata,
asetif atau pasive, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak
berdaya, gugup / relaks. h. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien Pekerjaan,
tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang pasive /
agresif teradap orang lain, masalah keuangan dll. i. Pola
Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat
haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex,
pemeriksaan genital. j. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi
Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan
system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi
dengan orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang
biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress. k. Pola
Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk
spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan
dan buadaya, berbagi denga orang lain, bukti melaksanakan nilai dan
kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama
selama sakit. Pemeriksaan Fisik a) Palpasi abdomen didapatkan tumor
di abdomen bagian bawah. b) Pemeriksaan ginekologik dengan rahim
pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim
atau megisi kavum douglasi. c) Konsultasi padat, kenyal, permukaan
tumor umumnya rata. d) Pemeriksaan Luar
Teraba masa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan
tumor dapat terbatas atau bebas. e) Pemeriksaan Dalam
Tumor teraba yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat
terbatas atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
Pemeriksaan Penunjang 1. USG : Untuk menentukan jenis tumor, lokasi
mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga
pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI,
tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi
uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena
USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan. 2. Dalam sebagian besar kasus, mioma
sudah dikenal karena pola gunanya pada beberapa bidang tidak hanya
menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus, lebih lanjut uterus
membesar dan berbentuk tidak teratur.
3. Foto BNO/ IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa
dirongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
4. Histerografi dan histereskopi untuk menilai pasien mioma
submukosa disertai dengan infertilitas. 5. Laporaskopi untuk
mengevaluasi massa pada pelvis. 6. Laboratorium, darah lengkap,
urine lengkap gula arah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin darah.
7. Tes kehamilan. 8. D/K (Dilatasi dan Kuretase) pada penderita
yang disertai perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan patologi
pada rahim (hiperplasia atau adenokarsioma endometrium).
(Nikmatur, 2009) J. Pathway Keperawatan (Carpenito, Lynda Juall,
2001 & Price, Sylvia A, 2005) Sel-sel yang belum matang
Pengaruh ekstrogen Mioma Uteri
Subserosa Submukosa Intramural
Pembesaran urat Gangguan kontraksi otot uterus Pecahnya pembuluh
darah Penekanan organ lain Perdarahan pervagina lama dan banyak
Resiko tinggi kekurangan cairan operasi Post operasi Pre operasi
Informasi tidak adekuat Pengaruh obat anestesi Terputusnya jaringan
kulit Kurangnya supprot sistem Ekspansi rongga dada menurun
Gastrointestinal Terpapar agen infeksius Kurang Pengetahuan
Paristaltik menurun Pengembangan paru tidak maksimal Resiko tinggi
infeksi cemas Mual, muntah
Pernafasan menurunn nyeri Proses epitelisasi Nafsu makan
menurun
Sesak nafas Pembatasan aktifitas Gangguan pola nafas Gangguan
nutrisi Perubahan pola aktivitas K. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko
kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pendarahan dan
muntah. 2. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses atau tindakan operasi. 3. Gangguan rasa nyaman : nyeri
berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan sekunder. 4.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca
operasi. 5. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan
aktivitas setelah operasi. 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi. 7. Resiko perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distress
emosional, ketetihan, control nyeri buruk
L. Intervensi Dan Rasional. 1. Resiko kekurangan volume cairan
tubuh berhubungan dengan pendarahan dan muntah.
Tujuan : - Keseimbangan cairan yang adekuat - Turgor kulit
baik
Kriteria Hasil : - Menunjukkan keseimbangan cairan dengan
parameter individual yang tepat, misal : membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
a) Intervensi : Hitung balance cairan Rasional : Untuk
mengetahui tingkat dehidrasi pasien b. Intervensi : Pantau tanda
tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien c. Intervensi :
Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional : Untuk meminimalkan tingkat dehidrasi pasien d.
Intervensi : Berikan anti ametik sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk meminimalkan iritasi pada lambung 2. Cemas
berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan.
Tujuan : - Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi
dan harapan operasi. - Cemas berkurang. Kriteria Hasil : -
Menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat sesuai. -
Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.
- Menunjukkan strategi koping efektif/ketrampilan pemecahan
masalah. a) Intervensi : Kaji ulang tingkat pemahaman pasien.
Rasional : Untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan
pengetahuan masalah. b) Intervensi : Gunakan sumber-sumber bahan
pengajaran sesuai keadaan.
Rasional : Untuk mengetahui sumber teori. c) Intervensi :
Pengajaran pra operasi secara individu tentang pembatasan dan
prosedur pra operasi.
Rasional : Untuk memberikan gambaran kepada pasien. d)
Intervensi : Informasi kepada pasien keluarga atau orang dekat
tentang rencana prosedur tindakan.
Rasional : Meminimalkan tingkat kecemasan keluarga. 3. Gangguan
rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan inkontinitus
jaringan sekunder.
Tujuan : - Ekpresi wajah pasien rilek. - Mengungkapkan penurunan
nyeri.
Kriteria Hasil : - Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang /
terkontrol - Mendemonstrasikan pengguanaan teknik relaksasi -
Menunjukkan penurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak. a)
Intervensi : Kaji tingkat nyeri klien, perhatikan lokasi, lamanya
dan intensitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri dengan pengkajian
PQRST.
b) Intervensi : Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
anti nyeri sesuai indikasi (analgetik).
Rasional : Analgetik dapat mencegah atau mengurangi intensitas
nyeri. c) Intervensi : Berikan posisi dan tindakan kenyamanan dasar
(reposisi, gosok punggung dan aktivitas hiburan) pada klien.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan
kembali perhatian. d) Intervensi : Ajarkan teknik relaksasi dengan
cara tarik nafas dalam dan hembuskan lewat mulut secara pelan pelan
sampai pasien tenang.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif
dan meningkatkan control. 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan ketidaknyamanan pasca operasi.
Tujuan : Bunyi nafas normal, nafas tidak koping hidung, tidak
terjadi Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernafasan normal /
efektif, bebas sianosis, dengan GDA dalam batas normal pasien. a)
Intervensi : Atur posisi kepala ekstensi atau sesuai sesuai
kebutuhan untuk mempertahankan ventilasi.
Rasional : Untuk melancar jalan nafas. b) Intervensi : Bantuan
untuk merubah posisi bentuk dan nafas dalam.
Rasional : Untuk mengefektifan jalan nafas. c) Intervensi : Kaji
ada hipoksia.
Rasional : Untuk mengurangi terjadinya henti nafas. d)
Intervensi : Monitor respiration rate.
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan jalan nafas. 5.
Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas
setelah operasi.
Tujuan : - Melakukan aktivitas sesuai kemampuan. - Kebutuhan
tubuh pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil : - Berpartisipasi pada aktivitas yang
diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri. - Mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya
kelemahan dan kelelahan. a) Intervensi : Pantau aktivitas yang
dapat dilakukan pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kelemahan pasien. b)
Intervensi : Bantu pasien untuk ambulasi dini dan tingkatkan
aktivitas sesuai kemampuan pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat aktivitas. c) Intervensi :
Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rasioanal : Untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan pasien. 6.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau
tindakan operasi.
Tujuan : - Penyembuhan luka tepat waktu. - Tidak ada tanda-tanda
infeksi Kriteria Hasil : - Dapat mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah / menurunkan risiko infeksi. - Menunjukkan teknik
perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman. a)
Intervensi : Monitor luka operasi.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan luka pada pasien.
b) Intervensi : Rawat luka sesuai prinsip.
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi. c) Intervensi :
pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
Rasional : Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit. d)
Intervensi : Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien. e) Intervensi :
Kolaborasi pemberian anti biotik sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi. 7. Resiko
perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Distress emosional, ketetihan, control nyeri buruk
Tujuan : - Pola nutrisi terpenuhi (porsi yang disediakan habis)
KH : - Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan
adekuat - Berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang
nafsu makan atau meningkatkan masukan diet. a) Intervensi : Pantau
masukan makanan setiap hari
Rasioanal : Mengindetifikasi kekuatan / defisiensi nutrisi b)
Intervensi : Ukur tinggi berat badan, dan kelembaban lipatan kulit
trisep (atau pengukuran antropometri lain sesuai indikasi)
Rasional : Membantu dalam indetifikasi malnutrisi protein
kalori, khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometri
kurang dari normal c) Intervensi : Dorong pasien untuk makan diet
tinggi kalori kaya nutrisi dengan masukan cairan adekuat
Rasional : Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga
cairan (untuk menghilangkan produk sisa) (Doenges, 2000)