Top Banner
A. Pengertian Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Mansjoer, 2001) Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya. (www. Infomedika. Htm,2004) Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa Mioma Uteri adalah suatu pertumbuhan jinak dari otot – otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat, neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran basar, biasanya mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun. Sedangkan miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkutan uterus, miomektomi dilakukan dengan pertimbangan jika diharapkan pada proses selanjutnya penderita masih menginginkan keturunan. Apabila miomektomi dikerjakan karena alasan keinginan memperoleh keturunan, maka kemungkinan akan terjadinya kehamilan setelah miomektomi berkisar ± 30% sampai 50%. (Sarwono, 2005) B. Klasifikasi Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan uterus yang terkena : 1. Lokasi Cervical (2,6 %), umumnya tubuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2 %), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corpiral (91 %), merupakan lokasi paling enzim, dan seringkali tanpa gejala. (www. Infomedika. Htm, 2004)
45

Mioma Uteri

Oct 20, 2015

Download

Documents

Jita Olisa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

A. Pengertian Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Mansjoer, 2001) Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya. (www. Infomedika. Htm,2004) Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa Mioma Uteri adalah suatu pertumbuhan jinak dari otot otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat, neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran basar, biasanya mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun. Sedangkan miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkutan uterus, miomektomi dilakukan dengan pertimbangan jika diharapkan pada proses selanjutnya penderita masih menginginkan keturunan. Apabila miomektomi dikerjakan karena alasan keinginan memperoleh keturunan, maka kemungkinan akan terjadinya kehamilan setelah miomektomi berkisar 30% sampai 50%. (Sarwono, 2005) B. Klasifikasi Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan uterus yang terkena : 1. Lokasi Cervical (2,6 %), umumnya tubuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2 %), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corpiral (91 %), merupakan lokasi paling enzim, dan seringkali tanpa gejala. (www. Infomedika. Htm, 2004) 2. Lapisan uterus Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu : Gambar.2.1 Mioma Uteri (Yatim, Faisal, 2005) a. Mioma Uteri Subserosa Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu masa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritonial sebagai suatu masa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mensenterium disekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik. b. Mioma Uteri Intramural Berubah sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, dapat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). c. Mioma Uteri Submukosa Terletak dibawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruang rahim. Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberi keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit berhenti sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi. (Sarwono, 2005) D. Etiologi Sampai saat ini belum diketahui pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoclonal yang dihasilkan dari sebuah neoplastik tunggal. Sel sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, disamping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.

1. Estrogen. Mioma uteri dijumpai setelah manarke. Sering kali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5 %) dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan barsamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita denagn sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktif enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal. 2. Progesteron Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor. 3. Hormon pertumbuhan Level hormon peryumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen. Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : a. Umur Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun. b. Paritas Lebih sering terjadi pada nulipara atau wanita yang relatif intertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi. c. Faktor ras dan ginetik Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepasnya dan faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga, ada yang menderita mioma. (Bobak, 2004) Belum diketahui secara pasti, tetapi asalnya disangka dari sel sel otot yang belum matang. Di sangka bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen pada nulipara, faktor keturunan juga berperan mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Perubahan sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degerasi membantu, marah, lemak. d. Fungsi ovarium Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah pertumbuhan epidermal dan insulin like growth kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi dengan oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesterone, faktor faktor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasikan oleh estrogen lebih banyak pada mioma dari pada miomatrium normal mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti bukti masih kurang menyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah oforektomi bilateral pada usia dini. (Mansjoer, 2001) E. Patofisiologi Mioma uteri terjadi karena adanya sel sel yang belum matang dan pengaruh estrogen yang menyebabkan sub mukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan perdarahan pervaginan lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan pervaginan lama dan banyak akan terjadi resiko kekurangan volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri. (Price, Sylivia A, 2005) Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan robekan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi resiko tinggi infeksi. Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat anestesi yang mengakibatkan depresi pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif. (Sarwono, 2005) F. Manifestasi Klinik Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Faktor faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi : 1. Besarnya mioma uteri 2. Lokalisasi mioma uteri 3. Perubahan perubahan pada mioma uteri Gejala klinik terjadi pada sekitar 35 % - 50 % dari pasien yang terkena. Adanya gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri : 1. Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa : menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaan dari endomertium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah disekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.

2. Penekanan rahim membesar : a. Terasa berat di abdomen bagian bawah b. Gejala traktus urinarius : urine frekuensi, retensi urine, obstruksi ureter dan hidronefrosis. c. Gejala intertinal : konstipasi dan obstruksi intestinal. d. Terasa nyeri karena tertekannya saraf. 3. Nyeri dapat disebabkan oleh : a. Penekanan saraf. b. Torsi bertangkai c. Submukosa mioma terlahir d. Infeksi pada mioma 4. Infertilitasi, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghilang implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa. 5. Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia. 6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.

Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling memepengaruhi : 1. Kehamilan dapat mempengaruhi keguguran 2. Persalinan prematurnitas. 3. Gangguan proses persalinan. 4. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas 5. Pada skala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan pendarahan.

Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri : 1. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat dalam kehamilan. 2. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa : tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk, dan warna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi pendarahan. 3. Mioma subserosa yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasa nyeri yang hebat pada perut (abdomen akut). 4. Kehamilan dapat mengalami keguguran. 5. Persalinan prematuritas. 6. Gangguan proses persalinan. 7. Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas. 8. Pada skala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan. 9. Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak ke dalam kavum douglasi dan terjadi inkaserasi.

Pegaruh mioma pada kehamilan dan persalinan : 1. Subfertil (agak mandul) fertile (mandul) dan kadang kadang punya anak satu. Terutama pada mioma uteri submucosa. 2. Sering terjadi abortus. Akibat adanya distorsi rongga uterus. 3. Terjadi kelainan letak janin dan rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserusa.

4. Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya diservik. 5. Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II. 6. Atonia uteri terutama paksa persalinan : perdarahan banyak, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim. 7. Kelainan letak plasenta. 8. Plasenta sukar lepas (retensio plasenta), terutama pada mioma yang submukosa dengan intramural. (Price, Sylivia A, 2005)

Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan, kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan komplikasi obstetric, maka : 1. Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus dikeluarkan. 2. Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16 20 minggu. 3. Operasi yang dilakukan pada umur kehamilan dibawah 20 minggu harus diberikan substitusi progesteron : a. Beberapa sebelum operasi. b. Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus. 4. operasi darurat apabila terjadi torsi dan abdomen akut. 5. Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi persalinan, penanganan yang dilakukan : a. Bila reposisi, kalau perlu dalam narkosa. b. Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan section cesaria dan jangan lupa, tumor sekaligus diangkat. (Achadiat, 2004)

G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif dan penanganan secara operatif. 1. Penanganan konservatif sebagai berikut : a) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan. b) Bila anemia , Hb < 8 g% tranfusi PRC. c) Pemberian zat besi. d) Pengunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Tetapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan : mengurangi kebutuhan akan tranfusi darah. Namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut. (Mansyoer, 2001) 2. Penanganan operatif, bila : a) Ukuran tumor lebih basar dari ukuran uterus 12 - 14 minggu b) Pertumbuhan tumor cepat c) Mioma subserosa bertangkai dan torsi. d) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya. e) Hipermenorea pada mioma submukosa. f) Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berubah : a) Enukleasi Mioma

Dilakukan pada penderita interfil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya dengan seksio sesarea. Kriteria pre operasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut : 1) Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang. 2) Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas. 3) Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang berulang. b) Histerektomi

Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut : 1) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien. 2) Perdarahan uterus berlebihan : a. Perdarahan yang banyak bergumpal gumpal atau berulang ulang selama lebih dari 8 hari. b. Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis. 3) Rasa tidak nyaman dipelvis akibat mioma meliputi :

a. Nyeri hebat dan akut b. Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis c. Penekanan buli buli dan frekuensi urine yang berulang ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih. c) Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30 50 %. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi. Lama perawatan : 1) 1 hari pasca diagnosa keperawatan 2) 7 hari pasca histerektomi / miomektomi

Masa pemulihan : 1) 2 minggu pasca diagnosa perawatan 2) 6 minggu pasca histerektomi / miomektomi

d) Penanganan radioterapi 1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient). 2) Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu. 3) Bukan jenis submukosa. 4) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum. 5) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause. Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. (Achadiat, 2004) H. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada penderita mioma uteri adalah sebagai berikut : 1. Perdarahan sampai terjadi anemia. 2. Torsi tangkai mioma dari : a. Mioma uteri subserosa. b. Mioma uteri submukosa. 3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi. 4. Pengaruh timbal balik mioma dan kahamilan. a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan 1) Infertilitas 2) Abortus 3) Persalinan prematuritas dan kelainan letak 4) Inersia uteri 5) Gangguan jalan partum 6) perdarahan post partum. 7) Retensi plasenta. b. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri. 1) Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen. 2) Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai. (Sarwono,2005) I. Pengkajian Fokus Pengkajian Pegkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. (Nikmatur, 2009) Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien. Status kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya dapat dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik yang efektif maupun yang bermasalah. (Nikmatur, 2009) Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan klien. Data dasar ini meliputi : data umum, data demografi, riwayat kesehatan, pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Riwayat Kesehatan : a. Keluhan utama

Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis oprasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah : 1. Lokasi nyeri 2. Intensitas nyeri 3. Waktu dan durasi 4. Kwalitas nyeri b. Riwayat penyakit sekarang (atau masalah kesehatan sekarang) c. Riwayat kesehatan dahulu d. Riwayat keluarga

Pola fungsional kesehatan menurut Gordon : a. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan, kesehatan, maupun menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan. b. Pola Nurtisi Metabolik

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit. Nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual / muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah / penyembuhan kulit, makanan kesukaan. c. Pola Eliminasi

Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit. Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri,disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi. Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau badan, perspirasi berlebih, dll d. Pola Latihan-Aktivitas

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya latihan / gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain. Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0: mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang dan alat 4: tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalam nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.

e. Pola Kognitif Perseptual

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang, atau benda yang lain). Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman dll. f. Pola Istirahat-Tidur

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepasi tentang energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih. g. Pola Konsep Diri-persepsi Diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan dalam pandangan secara holistik. Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata, asetif atau pasive, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup / relaks. h. Pola Peran dan Hubungan

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang pasive / agresif teradap orang lain, masalah keuangan dll. i. Pola Reproduksi/Seksual

Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex, pemeriksaan genital. j. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )

Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress. k. Pola Keyakinan Dan Nilai

Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan buadaya, berbagi denga orang lain, bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama sakit. Pemeriksaan Fisik a) Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah. b) Pemeriksaan ginekologik dengan rahim pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau megisi kavum douglasi. c) Konsultasi padat, kenyal, permukaan tumor umumnya rata. d) Pemeriksaan Luar

Teraba masa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas. e) Pemeriksaan Dalam

Tumor teraba yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan. Pemeriksaan Penunjang 1. USG : Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan. 2. Dalam sebagian besar kasus, mioma sudah dikenal karena pola gunanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus, lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tidak teratur.

3. Foto BNO/ IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa dirongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter. 4. Histerografi dan histereskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas. 5. Laporaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis. 6. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap gula arah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin darah. 7. Tes kehamilan. 8. D/K (Dilatasi dan Kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hiperplasia atau adenokarsioma endometrium).

(Nikmatur, 2009) J. Pathway Keperawatan (Carpenito, Lynda Juall, 2001 & Price, Sylvia A, 2005) Sel-sel yang belum matang Pengaruh ekstrogen Mioma Uteri

Subserosa Submukosa Intramural

Pembesaran urat Gangguan kontraksi otot uterus Pecahnya pembuluh darah Penekanan organ lain Perdarahan pervagina lama dan banyak Resiko tinggi kekurangan cairan operasi Post operasi Pre operasi Informasi tidak adekuat Pengaruh obat anestesi Terputusnya jaringan kulit Kurangnya supprot sistem Ekspansi rongga dada menurun Gastrointestinal Terpapar agen infeksius Kurang Pengetahuan Paristaltik menurun Pengembangan paru tidak maksimal Resiko tinggi infeksi cemas Mual, muntah

Pernafasan menurunn nyeri Proses epitelisasi Nafsu makan menurun

Sesak nafas Pembatasan aktifitas Gangguan pola nafas Gangguan nutrisi Perubahan pola aktivitas K. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pendarahan dan muntah. 2. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses atau tindakan operasi. 3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan sekunder. 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca operasi. 5. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah operasi. 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi. 7. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distress emosional, ketetihan, control nyeri buruk

L. Intervensi Dan Rasional. 1. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pendarahan dan muntah.

Tujuan : - Keseimbangan cairan yang adekuat - Turgor kulit baik

Kriteria Hasil : - Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, misal : membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.

a) Intervensi : Hitung balance cairan Rasional : Untuk mengetahui tingkat dehidrasi pasien b. Intervensi : Pantau tanda tanda vital

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien c. Intervensi : Kolaborasi pemberian cairan parenteral

Rasional : Untuk meminimalkan tingkat dehidrasi pasien d. Intervensi : Berikan anti ametik sesuai kebutuhan

Rasional : Untuk meminimalkan iritasi pada lambung 2. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan.

Tujuan : - Pasien paham terhadap proses penyakit atau operasi dan harapan operasi. - Cemas berkurang. Kriteria Hasil : - Menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat sesuai. - Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.

- Menunjukkan strategi koping efektif/ketrampilan pemecahan masalah. a) Intervensi : Kaji ulang tingkat pemahaman pasien.

Rasional : Untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan pengetahuan masalah. b) Intervensi : Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran sesuai keadaan.

Rasional : Untuk mengetahui sumber teori. c) Intervensi : Pengajaran pra operasi secara individu tentang pembatasan dan prosedur pra operasi.

Rasional : Untuk memberikan gambaran kepada pasien. d) Intervensi : Informasi kepada pasien keluarga atau orang dekat tentang rencana prosedur tindakan.

Rasional : Meminimalkan tingkat kecemasan keluarga. 3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan sekunder.

Tujuan : - Ekpresi wajah pasien rilek. - Mengungkapkan penurunan nyeri.

Kriteria Hasil : - Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang / terkontrol - Mendemonstrasikan pengguanaan teknik relaksasi - Menunjukkan penurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak. a) Intervensi : Kaji tingkat nyeri klien, perhatikan lokasi, lamanya dan intensitas nyeri

Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri dengan pengkajian PQRST.

b) Intervensi : Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti nyeri sesuai indikasi (analgetik).

Rasional : Analgetik dapat mencegah atau mengurangi intensitas nyeri. c) Intervensi : Berikan posisi dan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung dan aktivitas hiburan) pada klien.

Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian. d) Intervensi : Ajarkan teknik relaksasi dengan cara tarik nafas dalam dan hembuskan lewat mulut secara pelan pelan sampai pasien tenang.

Rasional : Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan control. 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan pasca operasi.

Tujuan : Bunyi nafas normal, nafas tidak koping hidung, tidak terjadi Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif, bebas sianosis, dengan GDA dalam batas normal pasien. a) Intervensi : Atur posisi kepala ekstensi atau sesuai sesuai kebutuhan untuk mempertahankan ventilasi.

Rasional : Untuk melancar jalan nafas. b) Intervensi : Bantuan untuk merubah posisi bentuk dan nafas dalam.

Rasional : Untuk mengefektifan jalan nafas. c) Intervensi : Kaji ada hipoksia.

Rasional : Untuk mengurangi terjadinya henti nafas. d) Intervensi : Monitor respiration rate.

Rasional : Untuk mengetahui perkembangan jalan nafas. 5. Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan pembatasan aktivitas setelah operasi.

Tujuan : - Melakukan aktivitas sesuai kemampuan. - Kebutuhan tubuh pasien terpenuhi.

Kriteria Hasil : - Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri. - Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan. a) Intervensi : Pantau aktivitas yang dapat dilakukan pasien.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kelemahan pasien. b) Intervensi : Bantu pasien untuk ambulasi dini dan tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan pasien.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat aktivitas. c) Intervensi : Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Rasioanal : Untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan pasien. 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma pada kulit atau tindakan operasi.

Tujuan : - Penyembuhan luka tepat waktu. - Tidak ada tanda-tanda infeksi Kriteria Hasil : - Dapat mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko infeksi. - Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman. a) Intervensi : Monitor luka operasi.

Rasional : Untuk mengetahui keadaan luka pada pasien.

b) Intervensi : Rawat luka sesuai prinsip.

Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi. c) Intervensi : pertahankan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.

Rasional : Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit. d) Intervensi : Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien. e) Intervensi : Kolaborasi pemberian anti biotik sesuai indikasi

Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi. 7. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Distress emosional, ketetihan, control nyeri buruk

Tujuan : - Pola nutrisi terpenuhi (porsi yang disediakan habis) KH : - Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat - Berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan atau meningkatkan masukan diet. a) Intervensi : Pantau masukan makanan setiap hari

Rasioanal : Mengindetifikasi kekuatan / defisiensi nutrisi b) Intervensi : Ukur tinggi berat badan, dan kelembaban lipatan kulit trisep (atau pengukuran antropometri lain sesuai indikasi)

Rasional : Membantu dalam indetifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometri kurang dari normal c) Intervensi : Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrisi dengan masukan cairan adekuat

Rasional : Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan (untuk menghilangkan produk sisa) (Doenges, 2000)