Top Banner
Tanggal Pelaksanaan: 17 Desember 2014 Tempat: Pondok Pesantren Al- Ittihad, Desa Belung, Kec.Poncokusumo Tanggal Evaluasi: Laporan Kegiatan Intervensi Masyarakat di Kecamatan Poncokusum o ERADIKASI SKABIES Dr. William, S.Ked
28

Mini Project Skabies

Nov 08, 2015

Download

Documents

Sergius Stanley

Tugas mini project skabies di kecamatan tumpang, kabupaten malang.
metode penyuluhan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Laporan Kegiatan Intervensi Masyarakat di Kecamatan Poncokusumo

Laporan Kegiatan Intervensi Masyarakat di Kecamatan Poncokusumo ERADIKASI SKABIES Dr. William, S.Ked

Tanggal Pelaksanaan:17 Desember 2014Tempat: Pondok Pesantren Al-Ittihad, Desa Belung, Kec.PoncokusumoTanggal Evaluasi:15 Januari 2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAHSkabies atau yang umum dikenal dengan penyakit gudik adalah penyakit yang kulit menular akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei yang berada dalam terowongan di stratum korneum kulit manusia. Gejala yang ditimbulkan hanya rasa gatal terutama pada malam hari, muncul meruntus-meruntus di kulit, dan bersifat menular dengan cepat dalam serumah. Memang gejala yang ditimbulkan ringan dan tidak menunjukan efek yang signifikan secara langsung, namun berikut akan dijabarkan sebagian efek jangka panjang yang ditimbulkan dari penyakit akibat kutu ini.Bila dipelajari lebih lanjut, orang-orang yang menderita scabies akan mengalami kesulitan tidur di malam hari, yang akan berdampak pada penurunan kinerja da efektivitas kerja/studi yang akan dijalani hari esoknya, jika berkepanjangan akan mengakibatkan penurunan prestasi dan daya saing. Dimana jika dibiarkan saja, penyakit ini dapat menyebar luas dengan cepat dan menurunkan kualitas SDM dalam 1 lingkungan yang semakin meluas. Bila suatu lingkungan dinyatakan banyak kutu/scabies, maka otomatis devisa wilayah tersebut akan turun dari turis dan pengunjung. Selain itu, meruntus-meruntus yang muncul di kulit menimbulkan rasa kurang percaya diri bagi penderitanya, ditambah lagi bila terjadi infeksi sekunder kuman komensal yang membuat penampakan kelainan kulit menjadi memberat. Rasa tidak percaya diri akan menimbulkan gangguan kepribadian yang berkepanjangan jika dibiarkan terus-menerus.Di kecamatan Poncokusumo, penulis menemukan banyak kasus scabies, terutama berasal dari daerah Belung, Pajaran, dan Karanganyar. Dalam situasi demikian, penulis mengumpulkan informasi yang menunjang temuan di poli umum Puskesmas Poncokusumo, yakni di daerah-daerah tersebut terdapat banyak tempat tinggal bersama berupa pondok-pondok pesantren. Penulis menemukan kasus sebanyak 33 kasus scabies dalam kurun waktu satu bulan sejak penulis menjalankan tugas sebagai dokter di poli pengobatan umum. Penulis pun tergerak untuk melakukan intervensi terhadap temuan ini, yang pula terdapat kasus kambuhan. Intervensi yang dilakukan sebagai sebuah tahap awal penerapan program kesehatan pemerintah, yakni kesehatan lingkungan dan pembinaan instansi berupa poskestren. Sehubungan dengan cara pengobatan yang sederhana dan efisien, serta memungkinkan untuk dilakukan secara serentak sangat disayangkan bila penderita tidak tertangani dan mengalami akibat yang begitu luas, seperti insomnia berkepanjangan, penurunan prestasi, dan kualitas hidup. Maka, alangkah baiknya sebagai tenaga kesehatan mampu mengeradikasi scabies.

1.2. RUMUSAN MASALAHI. Ditemukan angka kasus kejadian Skabies yang tinggi, yakni 33 kasus dalam satu bulan di Puskesmas Poncokusumo, yang mayoritas berasal dari pondok-pondok pesantren.II. Akibat yang ditimbulkan oleh berdampak luas, seperti insomnia berkepanjangan, penurunan prestasi, dan kualitas hidup.III. Sebagai tahap awal penerapan program pemerintah yakni Pos Kesehatan Pesantren

1.3. TUJUAN & SASARANI. Mengeradikasi scabies/gudik di wilayah kerja Poncokusumo yang merupakan penyakit sederhana dan efisien, serta memungkinkan untuk dilakukan secara serentak.II. Meningkatkan kualitas hidup sumber daya manusia yang potensial. III. Mencegah munculnya akibat yang berpotensi menimbulkan gangguan yang cukup serius.

IV. TEMPAT & WAKTU PELAKSANAANTanggal Pelaksanaan: 17 Desember 2014Tempat Intervensi: Pondok Pesantren Pria dan Wanita Al-Ittihad, Desa Belung, Kec.PoncokusumoTanggal Evaluasi: 15 Januari 2015

BAB IIMATERI dan METODE

2.1. SUMBER DATA1) Data Kasus SkabiesData kasus scabies yang dikumpulkan penulis secara primer, yakni langsung dari temuan di Poliklinik Umum yang terdapat di Puskesmas Poncokusumo.2) Data UmumData umum yang dikumpulkan penulis adalah data geografis, demogrrafis, tenaga dan fasilitas kesehatan yang tersedia.Data GeografisPoncokusumo adalah kecamatan dengan luas wilayah berkisar 157,94 km2 dengan wilayah cakupan berjumlah 17 desa. Pada kecamatan ini terdapat sebuah Unit Pelaksana Teknis Dinas berupa sebuah Puskesmas. Puskesmas ini merupakan 1 dari 38 UPTD yang ada di Kabupaten Malang. Menurut SK Bupati No. 35 tahun 2001, UPTD Puskesmas Poncokusumo berhak melaksanakan pembangunan bidang kesehatan secara mandiri dan mempunyai kewenangan mengelola sumber daya, merencanakan, dan mendisain bentuk pembangunan kesehatan di wilayah kecamatannya sesuai dengan situasi, kondisi, kultur budaya, dan potensi setempat. Kecamatan Poncokusumo berada pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut dengan suhu minimum/maksimum : 18oC / 30oC.Batas-batas wilayah:Utara: Kecamatan TumpangTimur: Kecamatan LumajangSelatan: Kecamatan WajakBarat: Kecamatan TajinanLuas wilayah Poncokusumo 157,94 km2 dengan pembagian:oPemukiman: 18,10 km2oPersawahan: 79,85 km2oPerhutanan: 32,87 km2oLain-lain: 27,12 km2

Data DemografikMenurut data kependudukan tahun 2013, kecamatan Poncokusumo memiliki: Jumlah Penduduk: 94.287 jiwa Jumlah KK: 32.742 KK Laki-laki: 46.753 jiwa Perempuan: 47.534 jiwa Bayi: 1.558 jiwa Balita: 14.022 jiwaAda 17 desa yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Poncokusumo:

181. Argosuko2. Belung3. Dawuhan4. Gubugklakah5. Jambesari6. Karanganyar7. Karangnongko8. Ngadas9. Ngadireso10. Ngebruk11. Pajaran12. Pandansari13. Poncokusumo14. Sumberejo15. Wonomulyo16. Wonorejo17. Wringinanom

Sumber Daya Kesehatan yang TersediaJumlah tenaga kesehatan: 59 orang

1 Dokter Umum1 Dokter Gigi21 Perawat13 Bidan3 Pekarya SLTA1 Pekarya SLTP9 Tenaga Administrasi1 Sanitarian1 Nutritionis1 Analis Laborat1 Asisten Apoteker1 Driver1 Pesuruh3 Magang

Sarana Pelayanan Kesehatan yang TersediaPuskesmas Induk: 1 buahPuskesmas Pembantu: 4 buahPos Klinik KB: 2 buahPosyandu Balita: 90 buahPosyandu Lansia: 42 buahPolindes/Poskesdes: 14 buahPonkesdes: 13 buahKader Kesehatan: 450 orangSarana Transportasi: Puskesmas Keliling 2 buah, Motor 4 buah.

Data Kesehatan Masyarakat PrimerWilayah kerja Poncokusumo memiliki banyak Pondok Pesantren yang memang sedang diusahakan untuk diadakan Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren). Yakni untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan dan pengobatan penyakit di Pondok Pesantren.

2.2. METODEData kasus scabies yang dikumpulkan penulis adalah hasil pencatatan dari temuan kasus Skabies didapatkan secara primer/langsung di Poli Umum (accidental) dan digabung dengan hasil wawancara penderita. Wawancara dilakukan sehubungan dengan cara penularan penyakit, yakni orang-orang serumah, sehingga penulis mendorong penderita untuk mengajak seluruh anggota keluarganya yang serumah berobat ke Puskesmas (active case finding) dan menjalankan gerakan bersih scabies/gudik (visitasi).

BAB IIILANDASAN dan KERANGKA TEORI

3.1. GAMBARAN SKABIESMenurut Juanda, Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi kulit terhadap Sarcoptes scabiei dan produknya. Parasit ini menggali paritparit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gata-gatal dan merusak kulit penderita. Menurut Wahidayat, skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular dan ditimbulkan oleh infestasi kutu Sarcoptes scabiei var homini yang membuat terowongan pada stratum korneum kulit, terutama pada tempat predileksi.Sarcoptes scabiei adalah parasit yang termasuk dalam filum artropoda (serangga). Secara morfologi, merupakan tungau kecil berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Berwarna putih kotor, ukuran yang betina berkisar 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.Siklus hidup tungau ini adalah sebagai berikut, setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tungau betina yang telah dibuahi akan menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter perhari dan meletakkan telurnya 2-4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40-50 butir telur. Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva. Larva ini dapat tinggal, tetapi dapat juga keluar. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.Skabies umumnya menyerang bagian lipatan tubuh. Gejala gatal-gatal, menyerang pada bagian kulit di malam hari. Penyakit skabies, disebabkan faktor kebersihan yang kurang dipelihara secara baik. Alat tidur berupa kasur, sprei, bantal, tempat tidur dan kondisi kamar yang pengab, dapat memicu terjadinya gatal-gatal. Penyakit gatal-gatal ini mudah menyerang siapapun yang jarang mandi. Karena itu, jika ingin menghindar dari serangan penyakit gatal-gatal, maka harus menjaga kebersihan. Bahkan skabies dapat menjangkit siapa saja yang bersentuhan tubuh dengan penderita.Skabies sering dikaitkan sebagai penyakitnya anak pesantren alasannya karena anak pesantren suka/gemar bertukar, pinjam meminjam pakaian, handuk, sarung, bahkan bantal, guling dan kasurnya kepada sesamanya, sehingga disinilah kunci akrabnya penyakit ini dengan dunia pesantren.

3.2. FAKTOR PREDISPOSISIBanyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, perkembangan demografis serta ekologis. Penyakit skabies disebut juga penyakit masyarakat karena mudah menular dan sangat cepat perkembangannya, terutama di tempat yang padat penduduk.Kelainan kulit ini tidak hanya dapat disebabkan oleh tungau skabies, tetapi juga oleh garukan penderita sendiri. Gatal yang terjadi di sebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau. Kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula, vesikel, urtika, dll. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.Pasien dengan skabies mempunyai gejala yang sangat khas. Ini berbeda dengan penyakit kulit yang lain. Gejala tersebut antara lain :1) Proritus nocturna, yakni gatal pada malam hari. Ini terjadi karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas, dan pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas.2) Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok. Misalnya dalam sebuah keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga dapat terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, misalnya asrama, pesantren dan penjara.3) Adanya lesi yang khas, berupa terowongan (kurnikulus) pada tempat-tempat predileksi; berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang 1cm. pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel. Tempat predileksinya adalah kulit dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai telapak tangan dan kaki.4) Ditemukannya tungau merupakan penentu utama diagnosis.Diagnosis penyakit skabies dapat dibuat jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal di atas.

3.3. EPIDEMIOLOGI SKABIESSkabies merupakan penyakit kulit yang endemis di wilayah beriklim tropis dan subtropics, seperti Afrika, Amerika selatan, Karibia, Australia tengah dan selatan, dan Asia. Prevalensi skabies pada anak berusia 6 tahun di daerah kumuh di Bangladesh adalah 23-29% dan di Kamboja 43%. Studi di rumah kesejahteraan di Malaysia tahun 2010 menunjukkan prevalensi 30% dan di Timor Leste prevalensi skabies 17,3%.Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk dan perkembangan demografik serta ekologik. Penyakit skabies dapat terjadi pada satu keluarga, tetangga yang berdekatan, bahkan dapat terjadi di seluruh kampung.Skabies sering diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas penanganannya rendah, namun sebenarnya skabies kronis dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Skabies menimbulkan ketidaknyamanan karena menimbulkan lesi yang sangat gatal. Akibatnya, penderita sering menggaruk dan mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh bakteri Group A Streptococci (GAS) serta Staphylococcus aureus. Komplikasi akibat infestasi sekunder GAS dan S. aureus sering terdapat pada anak-anak di negara berkembang. Penyebab dan proses terjadinya penyakit skabies berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (environment).Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies di negara berkembang terkait dengan kemiskinan yang diasosiasikan dengan rendahnya tingkat kebersihan, akses air yang sulit, dan kepadatan hunian. Tingginya kepadatan hunian dan interaksi atau kontak fisik antar individu memudahkan transmisi dan infestasi tungau skabies. Oleh karena itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal tinggi seperti penjara, panti asuhan, dan pondok pesantren.Pondok pesantren adalah sekolah Islam dengan sistem asrama dan pelajarnya disebut santri. Pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan umum dan agama tetapi dititikberatkan pada agama Islam. Di Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, terdapat 14.798 pondok pesantren dengan prevalensi skabies cukup tinggi. Pada tahun 2003, prevalensi skabies di 12 pondok pesantren di Kabupaten Lamongan adalah 48,8% dan di Pesantren An- Najach Magelang pada tahun 2008 prevalensi skabies adalah 43%. Santri yang mengidap skabies terganggu kualitas hidupnya karena keluhan gatal yang hebat serta infeksi sekunder. Keluhan tersebut menurunkan kualitas hidup dan prestasi akademik. Pada tahun 2008 sebanyak 15,5% santri penderita skabies di Provinsi Aceh menurun nilai rapornya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Sudarsono di Medan pada tahun 2011 yang menunjukkan prestasi belajar santri menjadi lebih rendah dibandingkan sebelum menderita skabies. Di Jakarta Timur, terdapat pesantren padat penghuni dan santrinya banyak yang mengeluh kudisan. Untuk mengetahui apakah keluhan tersebut adalah skabies, perlu dilakukan survei dan jika penyakit kulit yang diderita adalah skabies, santri perlu diobati. Pengobatan skabies, mudah dilakukan dengan cure rate yang tinggi, namun jika tidak secara masal dan serentak, maka rekurensi segera terjadi. Dengan demikian, pengobatan skabies harus diikuti dengan penyuluhan kesehatan agar santri dapat mencegah rekurensi skabies. Agar penyuluhan kesehatan memberikan hasil yang baik, penyuluhan harus disesuaikan dengan karakteristik demografi santri antara lain jenis kelamin dan pendidikan.

3.4. KORELASI SKABIES INSOMNIAInsomnia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami kurang tidur atau memiliki masalah tidur. Umumnya, orang tersebut merasa lelah pada hari berikutnya atau merasa seolah-olah ia tidak memiliki cukup tidur. Sekitar sepertiga dari populasi orang dewasa di dunia mengalami insomnia dalam hidup mereka. Menurut National Center for Sleep Disorders Research di National Institutes of Health sekitar 30-40% orang dewasa pernah mengalami insomnia dalam beberapa tahun tertentu dan sekitar 10-15% mengidap insomnia kronis.

Apa Penyebab Insomnia?Insomnia dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa penyebab utama insomnia meliputi: Obat dan zat tertentu: Ini termasuk, kafein, alkohol nikotin, dan obat-obatan seperti benzodiazepin, kokain, ekstasi, heroin, dll Faktor Fisik: Insomnia dapat disebabkan oleh kondisi fisik yang mendasari, antara lain: Penyakit jantung, penyakit pernapasan, penyakit saraf, seperti penyakit Alzheimer atau penyakit Parkinson, masalah hormon, seperti estrogen, masalah otot, penyakit gastrointestinal, dan masalah genetik. Faktor psikologis: Mengalami masalah kesehatan mental juga dapat mempengaruhi pola tidur anda, seperti stres, depresi, kecemasan, dll Faktor-faktor lain: Tidur di samping pasangan mendengkur, parasit, dan hamil.

Gejala insomnia antara lain:1. 2. Kesulitan tidur3. Sering terbangun malam hari4. Kesulitan untuk tidur kembali5. Bangun terlalu pagi6. Tidur yang tidak menyegarkan7. Kantuk di siang hari8. Kesulitan berkonsentrasi9. Emosional

Apa efek samping dari Insomnia?Insomnia dapat memiliki efek fisik dan psikologis. Ketika kamu memiliki kualitas tidur baik, maka segala aktivitas tubuh dan aktivitas kehidupan sehari-hari akan berjalan lancar. Sebaliknya, jika kualitas tidur buruk, berbagai efek negatif muncul. Inilah dampak buruk yang bisa Anda alami jika waktu tidur kamu kurang dari 7-9 jam/hari, dan bila tidur Anda tidak nyenyak. Efek samping dari insomnia antara lain: Gangguan fungsi mentalInsomnia dapat mempengaruhi konsentrasi dan memori dan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari. Rasa gelisah setiap malam pasti akan terus menghantui mereka yang memiliki kualitas tidur buruk. Reaksi tubuh pun bisa menurun. Yang lebih kronis lagi, perasaaan bahagia tidak akan menghampiri hidup mereka yang kurang tidur. Tidur dan suasana hati diatur oleh zat kimia otak yang sama, kata Joyce Walsleben, PhD. Hal ini dapat meningkatkan risiko pengembangan depresi, tapi mungkin hanya bagi mereka yang sudah rentan terhadap penyakit.

Stres dan depresiInsomnia meningkatkan aktivitas hormon dan jalur di otak yang menyebabkan stres, dan perubahan pola tidur telah terbukti secara signifikan mempengaruhi suasana hati. Insomnia terus menerus dapat menjadi tanda kegelisahan dan depresi. Studi yang dilakukan Universitas Chicago juga menemukan menutup mata kurang dari 7 jam bisa meningkatkan produksi kortisol atau hormon stres. Bahkan pada sore dan malam hari dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan glukosa darah sehingga bisa memicu terjadinya hipertensi, penyakit jantung dan diabetes tipe 2.

KecelakaanPenelitian telah menunjukkan bahwa insomnia memainkan peran utama dalam kecelakaan mobil. Setiap tahun, lebih dari 100.000 kecelakaan mobil di jalan raya disebabkan oleh kantuk atau insomnia. Antibodi menjadi lemahBerdasarkan studi JAMA, mereka yang tidur kurang dari 7 jam per malam bisa 3 kali lebih rentan mengalami rasa dingin. Penelitian lain menemukan, pada pria yang kurang tidur akan mengalami kegagalan untuk menjaga respon imun atau kekebalan tubuh secara normal setelah menerima suntikan flu. Mereka yang kurang tidur, antibodi yang bekerja setelah dilakukan vaksinasi hanya bisa bertahan paling lama 10 hari. Kondisi tersebut sangat berbahaya, karena itu, perbaiki kualitas tidur, untuk meningkatkan kekebalan tubuh Anda. Jika terlalu sedikit waktu tidur Anda sistem kekebalan tubuh bisa terganggu.

Hasrat ngemil makanan berlemak meningkatKurang tidur bisa melenyapkan hormon yang mengatur nafsu makan. Akibatnya, keinginan menyantap makanan berlemak dan tinggi karbohidrat akan meningkat. Jika selama 2 malam tidur Anda tidak berkulitas bisa memicu rasa lapar berlebihan. Kondisi ini terjadi karena merangsang hormon ghrelin penambah nafsu makan, dan mengurango hormon leptin sebagai penekan nafsu makan. Dalam penelitian yang dilakukan pada orang kembar identik oleh University of Washington menemukan, mereka tidur 7-9 jam setiap malam, rata-rata indeks massa tubuh 24,8, hampir 2 poin lebih rendah daripada rata-rata Body Mass Index (BMI) mereka yang kurang tidur.

Rentan terserang diabetesGula adalah bahan bakar setiap sel dalam tubuh Anda. Jika proses pengolahannya terganggu bisa menyebabkan efek buruk. Dalam penelitian yang dilakukan Universitas Chicago, AS, yang meneliti sejumlah orang selama 6 hari, mendapatkan kondisi ini bisa mengembangkan resistansi terhadap insulin, yakni hormon yang membantu mengangkut glukosa dari aliran darah ke dalam sel. Mereka yang tidur kurang dari 6 jam per malam dalam penelitian 6 hari ini menemukan, terjadi proses metabolisme gula yang tidak semestinya. Akibatnya bisa menyebabkan timbulnya diabetes.

Tampak lebih tuaMereka yang kurang tidur biasanya memiliki kulit yang pucat dan wajah lelah. Lebih buruk lagi, peningkatan kadar kortisol dapat memperlambat produksi kolagen yang memicu terjadinya keriput lebih cepat, kata Jyotsna Sahni, MD, ahli masalah tidur di Canyon Ranch, Tucson.

Berbagai rasa sakit bisa timbulTidaklah mengherankan, sakit kronis seperti masalah punggung atau arthritis bisa saja terjadi bila Anda melakukan aktivitas tidur yang buruk. Dalam sebuah studi dari John Hopkins Behavioral Sleep Medicine Program, direktur Michael Smith, PhD, membangunkan orang dewasa muda yang sehat selama 20 menit setiap jam selama 8 jam selama 3 hari berturut-turut. Hasilnya, mereka memiliki toleransi sakit yang lebih rendah, dan mudah mengalami nyeri. Resiko kanker lebih tinggiOlahraga membantu mencegah kanker, tetapi terlalu sedikit memejamkan mata dapat merusak efek pelindungnya. Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health studi meneliti hampir 6.000 wanita selama sekitar satu dekade dan menemukan bahwa penggemar olahraga yang tidur 7 jam atau lebih sedikit per malam memiliki kesempatan lebih besar 50% mengidap kanker daripada mereka yang rutin melakukan senam dan memiliki kualitas tidur yang baik. Pasalnya, kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan gangguan metabolisme hormonal dan dikaitkan dengan risiko kanker, dan bisa menghapus manfaat latihan.

3.5. AKIBAT SKABIES DAN INSOMNIAPasien yang menderita scabies cenderung mengalami gangguan tidur yang berkepanjangan atau insomnia. Hal ini seperti telah dijabarkan sebelumnya, berbagai macam akibat dari scabies dan insomnia, bila dikorelasikan sangatlah memungkinkan mengakibatkan penurunan produktivitas sumber daya manusia. Sangat disayangkan bila sebuah penyakit sederhana dan mudah diberantas, malah mengakibatkan tidak produktifnya sebuah generasi bangsa yang potensial.

3.6. KERANGKA TEORI

BAB IVPENYAJIAN DATA

Topik Utama MasalahData Temuan Kasus SkabiesTanggalTemuanTanggalTemuanTanggalTemuan

21-10-14304-11-14118-11-140

22-10-14005-11-14219-11-140

23-10-14006-11-14020-11-140

24-10-14007-11-14021-11-140

25-10-14008-11-14022-11-140

27-10-14410-11-14024-11-143

28-10-14111-11-14225-11-145

29-10-14212-11-14126-11-140

30-10-14013-11-14027-11-140

31-10-14014-11-14128-11-142

01-11-14215-11-14129-11-141

03-11-14217-11-140Total33

Topik MasalahPencapaianTarget

Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD99.8%100%

Cakupan pelayanan kesehatan remaja68%70%

Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut60%65%

Cakupan kesehatan lingkungan institusi yang dibina82%100%

Cakupan promkes desa dengan program PHBS47%50%

Analisis Masalah dengan DataA. Ditemukannya banyak kasus Skabies di poli umum yang mayoritas berasal dari Pondok Pesantren/riwayat tinggal pondok, terutama di daerah Belung dan Pajaran.B. Ditemukannya angka cakupan pelayanan kesehatan anak SD, remaja, dan usia lanjut yang masih rendah.C. Ditemukannya belum tercapainya cakupan PromKes PHBS di desa-desa, danD. Ditemukannya cakupan pembinaan institusi oleh tenaga kesehatan yang masih rendah.

Diagnosis Komunitas & Faktor Terkait Skabies pada Lingkungan masyarakat Pondok Pesantren. Merupakan Pondokan yang padat siswa MTs dan MA, yang tinggal dan tidur bersama-sama. Lingkungan tempat tinggal yang berdekatan, masih sangat mendukung untuk penyebaran scabies, misal luas kamar tidak sesuai jumlah penghuni. Penggunaan alat mandi, pakaian, alas tidur, dll secara bersama-sama.

Solusi PenatalaksanaanA. Gerakan bersih Pondok bersama-sama: Membersihkan/mengebas alas tidur, kamar, dan tempat tidur. Merendam pakaian dengan air panas sekali sebulan.B. Melakukan gerakan mandi dengan sabun sulfur.C. Membagikan salep Skabisid 6 bulan sekali untuk seluruh warga Pondok.D. Mengadakan acara kebersamaan di Pemandian Air Panas 1 tahun sekali.E. Penempelan poster tentang gejala dan cara membasmi Skabies di Pondokan dan Sekolah-sekolah.F. Penyuluhan ke kelas-kelas tiap 6 bulan sekali.G. Segera melapor dan memeriksakan diri bagi warga pondok yang memiliki gejala scabies.H. Gerakan Aktif Penjaga Persaudaraan: dibentuk kesadaran bahwa kesehatan pribadi adalah kesehatan bersama, jadi mengajak untuk saling memperhatikan teman yang merupakan saudara di pondok maupun sekolah.

Solusi yang Mungkin Dilaksanakan1. Gerakan Bersih Pondok.2. Penyuluhan ke kelas-kelas tiap 6 bulan sekali.3. Penempelan poster tentang gejala dan cara membasmi Skabies di Pondokan dan Sekolah-sekolah4. Segera melapor dan memeriksakan diri bagi warga pondok yang mengalami gejala scabies.5. Gerakan Aktif Penjaga Persaudaraan

BAB VINTERVENSI dan KESIMPULAN

17 Desember 2014 Pelaksanaan Intervensi

15 Januari 2015 Evaluasi Hasil

SEBELUMSESUDAHSEBELUMSESUDAHSEBELUMSESUDAH

SEBELUMSESUDAH

SEBELUMSESUDAHSEBELUMSESUDAH

SEBELUMSESUDAH

SEBELUMSESUDAH

KesimpulanTerdapat perubahan perilaku yang cukup signifikan, yakni dari penambahan jumlah tempat menjemur dan tidak lagi menjemur pakaian di tanah ataupun rumput. Meski belum sepenuhya terjadi perubahan, namun dapat dinilai bahwa intervensi penyuluhan yang diberikan telah menambah pengertian dan merubah sikap serta perilaku bagi santri-santri di Pondok Pesantren.

Daftar Pustaka1. Ratnasari AF, Sungkar S. Prevalensi Skabies dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di Pesantren X, Jakarta Timur. Vol 2, No. 1. Jakarta: Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Skabies. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.3. Mayoclinician. Insomnia Definitions and Basics. Diunduh dari www.mayoclinic.org/diseases-conditions/insomnia/basics/definition/con-20024293 +ved=0CE4QFjAH+usg=AFQjCNFy-IhpHoW7df0lIbUUEZvI98T _LQ+sig2eUpohFc 7NeD6YwulIToL4w. Diunduh tanggal 1 Januari 2015.4. National Health Service. Insomnia. Diunduh dari www.nhs.uk/conditions/Insomnia/pages/Introduction.aspx+ved=0CEkQFjAG+usg=AFQjCNFy72hHiPtyGfiNwA0RzEa9MyMng+sig2=MO0Y-O5TGXJgetURiI6EDQ. Diunduh tanggal 1 Januari 2015.5. Steer AC, Jenney AWJ, Kado J, Batzloff MR, Vincent SL, Waqatakirewa L, et al. High burden of impetigo and scabies in a tropical country. PLoS Negl Trop Dis. 2009;3:e467. 6. Baker F. Scabies management. Paediatric Child Health. 2010;6:775-7. 7. Shelley FW, Currie BJ. Problems in diagnosing scabies, a global disease in human and animal populations. CMR. 2007;268-79. 8. Hengge UR, Currie BJ, Jger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a ubiquitous neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 2006;6:769-79.9. Zayyid M, Saadah S, Adil AR, Rohela, Jamaiah M. Prevalence of scabies and head lice among children in a welfare home in Pulau Pinang, Malaysia. Tropical Biomedicine. 2010; 27:4426. 10. WHO. Epidemiology and management of common skin disease in children in developing countries. [serial di internet]. 2005. [diakses 8 April 2012]. Diunduh dari: http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/WHO_FCH_CAH_05.12_eng.11. Golant AK, Levitt JO. Scabies: a review of diagnosis and management based on mite biology. Pediatr Rev. 2012;33:e1-e12. 12. Gilmore SJ. Control strategies for endemic childhood scabies. PloS One. 2011;6:e15990. 13. Johnstone P, Strong M. Scabies. BMJ. 2008;8:1707. 14. Haningsih S. Peran strategis pesantren, madrasah, dan sekokah Islam di Indonesia. El Tarbawi Jurnal Pendidikan Islam. 2008;1:1. 15. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penyelenggaraan dan pembinaan pos kesehatan pesantren. 2007. Diunduh dari: http://perpustakaan.depkes.go.id.16. Marufi I, Keman S, Notobroto HB. Faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit skabies. Jurnal Unair. 2005;2:1. 17. Saad. Pengaruh faktor higiene perorangan terhadap kejadian skabies di Pesantran An-Najach Magelang. Semarang: Universitas Diponegoro; 2008.18. Muzakir. Faktor yang berhubungan dengan skabies di pesantren Kabupaten Aceh Besar tahun 2007 [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.19. Sudarsono. Tanjung C. Lakswinar S. Yusuf EA. Pengaruh skabies terhadap prestasi belajar santri di Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011.20. Hilmi F. Prevalensi skabies dan hubungannya dengan karakteristik santri Pesantren X Jakarta Timur [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2011.21. Wahjoedi I. Faktor risiko kejadian penyakit scabies di pesantren Kabupaten Kulon Progo [skripsi].Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 2008.