Top Banner
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Faktor-faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang buruk, lingkungan yang tidak bersih, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Sedangkan diantara faktor tersebut yang paling dominan adalah kemiskinan dan higienitas perorangan yang jelek di negara berkembang, dan merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit skabies ini (Carruthers, 1978 ; Kabulrachman, 1992). Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies dalam hal penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit ke komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman yang padat. Transmisi atau perpindahan antar penderita dapat berlangsung melalui kontak kulit langsung yang erat dari orang ke orang. Hal tersebut dapat terjadi bila hidup dan tidur bersama, misalnya anak-anak yang mendapat infestasi tungau dari ibunya, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Selain itu perpindahan tungau juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian atau alat mandi yang digunakan bersama. 1
36

Mini Project Skabies Edited

Jan 03, 2016

Download

Documents

Rica Aulia

Mini Project Skabies Edited
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Mini Project Skabies Edited

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi

tungau Sarcoptes scabiei. Faktor-faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah

sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang buruk, lingkungan yang tidak bersih,

perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Sedangkan diantara faktor

tersebut yang paling dominan adalah kemiskinan dan higienitas perorangan yang jelek di negara

berkembang, dan merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit

skabies ini (Carruthers, 1978 ; Kabulrachman, 1992).

Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies dalam hal

penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan

penyakit dan menularnya penyakit ke komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular

terutama pada pemukiman yang padat. Transmisi atau perpindahan antar penderita dapat

berlangsung melalui kontak kulit langsung yang erat dari orang ke orang. Hal tersebut dapat

terjadi bila hidup dan tidur bersama, misalnya anak-anak yang mendapat infestasi tungau dari

ibunya, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Selain itu perpindahan tungau juga dapat

terjadi melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian atau alat mandi yang digunakan

bersama.

Penyakit yang mempengaruhi semua jenis ras di dunia tersebut ditemukan hampir pada

semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara

berkembang prevalensinya dilaporkan 6-27% populasi umum dan insidens tertinggi pada anak

usia sekolah dan remaja. Kecenderungan ini juga dapat terlihat pada banyaknya kasus skabies di

kalangan pondok pesantren yang sebagian populasinya adalah anak dan remaja.

Untuk itu dilakukan suatu studi penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan,

sikap dan perilaku terhadap skabies pada santri Pondok Pesantren Ad-Da`wah. Pada laporan ini

akan dipaparkan mengenai pengetahuan sikap dan perilaku santri di pondok pesantren Ad

Da`wah kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak.

I.2. Rumusan Masalah

1

Page 2: Mini Project Skabies Edited

1. Berapa prevalensi skabies pada santri di Pondok Pesantren Ad-Da`wah, Kecamatan

Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, pada bulan Juli 2011?

2. Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku santri tentang skabies di Pondok

Pesantren Ad-Da`wah, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, pada bulan Juli 2011?

1.3. Tujuan Penelitian

- Diketahuinya prevalensi skabies pada santri di Pondok Pesantren Ad-Da`wah,

Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak bulan Juli 2011.

- Diketahuinya pengetahuan santri tentang skabies di Pondok Pesantren Ad-Da`wah,

Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak bulan Juli 2011.

- Diketahuinya sikap santri tentang skabies di Pondok Pesantren Ad-Da`wah

Kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak bulan Juli 2011.

- Diketahuinya perilaku santri tentang skabies di Pondok Pesantren Ad-Da`wah

Kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak bulan Juli 2011.

1.4 . Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi dan edukasi kesehatan bagi santri Ponpes Ad-Da’wah khususnya

dan seluruh civitas akademika Ponpes Ad-Da’wah pada umumnya.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya

mengenai skabies di lingkungan Ponpes tersebut khususnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2

Page 3: Mini Project Skabies Edited

SKABIES

II. 1. Epidemiologi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap

Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah

sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar,

1997). Penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di daerah terpencil, tetapi juga di kota-kota

besar bahkan di Jakarta (Tabri, 2003).

Di Indonesia, kasus skabies cukup tinggi ketika zaman penjajahan Jepang berlangsung.

Penduduk kesulitan memperoleh makanan, pakaian dan sarana pembersih tubuh pada saat itu,

sehingga kasus scabies cepat menular dari anak-anak hingga dewasa (Partosoedjono, 2003).

Sebanyak 915 dari 1008 (90,8%) orang terserang skabies di Desa Sudimoro, Kecamatan Turen,

Malang (Poeranto, 1997) Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 83,7% :

18,3%. Data penderita skabies yang terhimpun dari klinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Rumah

Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor dari tahun 2000 - 2004, masing-masing enam

betas pasien (2000); delapan betas pasien (2001); tujuh pasien (2002); delapan pasien (2003) dan

lima pasien (2004). Data-data di atas menunjukkan bahwa penderita skabies di Indonesia masih

cukup tinggi.

II.2. Etiologi

A. Morfologi

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, orto Ackarima, super

family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis. selain yang juga terdapat

pada kambing dan babi (Handoko, 2007).

Secara morfologik, merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan

bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.

Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang

jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4

pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada

betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir

dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

3

Page 4: Mini Project Skabies Edited

Gb.1 Tungau Sarcoptes scabiei (http://www.medicastore/scabies/index.html/)

B. Siklus Hidup

Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-

kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina.

Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan

kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai

mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur

akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang

kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva

akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh

siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari

(Handoko, 2007).

4

Page 5: Mini Project Skabies Edited

Gb.2 Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei

(http://www.cdc.gov/scabies/index.html/)

Menurut Centers for Disease Control (CDC) tahun 2008, tungau Sarcoptes scabiei

melalui 4 tahap pertumbuhan dalam siklus hidupnya : telur, larva, nimfa, dewasa.

1. Tungau betina meninggalkan 2-3 telur sehari di bawah kulit. Telur berbentuk oval

dan mempunyai panjang 0,10-0,15 mm. menetas dalam 3-4 hari.

2. Setelah menetas, larva bermigrasi ke permukaan kulit luar dan bersembunyi di dalam

lapisan stratum korneum. Galian kecil dikenal dengan sebutan “ molting pouches”.

Stadium larva, yang muncul dari telur hanya memiliki 3 pasang kaki dan bertahan

sekitar 3-4 hari.

3. Kemudian larva berubah menjadi nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki. Perubahan

bentuk ini sedikit lebih besar dibanding dengan stadium larva sebelum nantinya akan

5

Page 6: Mini Project Skabies Edited

berubah ke bentuk dewasa. Larva dan nimfa sering ditemukan pada molting pouches

atau dalam folikel rambut yang kelihatannya sama dengan bentuk dewasa namun

ukurannya lebih kecil.

4. Tungau dewasa berbentuk bulat, ukuran panjang betina antara 0,30-0,45 mm dan

lebar 0,25-0,35 mm. dan ukuran jantan sedikit lebih dari setengah ukuran betina.

Perkawinan terjadi tungau jantau secara aktif masuk ke terowongan yang telah dibuat

oleh tungau betina. Setelah terjadi kopulasi, tungau jantan mati atau dapat bertahan

hidup beberapa hari dalam terowongan. Tungau betina keluar permukaan kulit dan

mencari tempat yang cocok untuk membuat terowongan yang baru untuk meletakkan

telur-telurnya. Siklus hidup dari telur telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu

bulang (CDC, 2008).

C. Cara Penularan

1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan

hubungan seksual.

2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-

lain

II.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies. Banyak faktor yang

menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang

buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan

demografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat

Hubungan Seksual).

II.4. Patogenesis

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh

penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sellkreta

dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu

kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain.

Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Handoko, 2007).

6

Page 7: Mini Project Skabies Edited

II.5. Diagnosis

Menurut Handoko tahun 2007 ada 4 tanda cardinal :

1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau

ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga

biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan

yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh

tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.

Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala, penderita ini bersifat

sebagai pembawa.

3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih

atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung

terowongan itu ditemukan papul dan vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya

menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Terowongan yang berkelok-kelok

umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang di Indonesia (Margono,

1998). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang

tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat

ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria),

perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau

lebih stadium hidup tungau ini.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut. Ada pendapat

yang mengatakan penyakit ini merupakan the great imitator karena dapat menyerupai banyak

penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding adalah : prurigo, pedikulosis

korporis, dermatitis dan lain-lain.

II.5. Penatalaksanaan

Syarat obat yang ideal :

1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.

7

Page 8: Mini Project Skabies Edited

2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.

3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.

4. Mudah diperoleh dan harganya murah.

Pengobatan melibatkan seluruh anggota keluarga yang harus diobati (termasuk penderita

yang hiposensitisasi) guna mencegah penularan lebih lanjut (Handoko, 2007).

Jenis obat topikal :

1) Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim.

Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunanya tidak boleh

kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakain dan kadang-

kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.

2) Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam

selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering member iriasi, dan kadang-kadang makin

gatal setelah dipakai.

3) Gama benzena heksa klorida (gameksan) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat

pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi.

Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksik

terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala

diulangi seminggu kemudian.

4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek

sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.

5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik disbanding gameksan, efektivitasnya

sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah

seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan.

2. Higienitas perorangan dan lingkungan

3. Edukasi dan penyuluhan kesehatan masyarakat

8

Page 9: Mini Project Skabies Edited

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini berupa penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan metode

pengambilan sampel secara cross sectional .

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Ad-Da’wah, Kecamatan Rangkasbitung

Kabupaten Lebak, Banten pada bulan Juli tahun 2011.

III.3. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel adalah seluruh santri Pondok Pesantren Ad-Da’wah sebagai subyek penelitian

yang memenuhi kriteria inklusi yang ditentukan.

III.4. Kriteria Penelitian

1. Kriteria Inklusi

1. Seluruh santri Pondok Pesantren Ad-Da’wah dan bersedia mengikuti penelitian.

2. Kriteria Eksklusi

1. Tidak mendapat persetujuan dari peserta subyek penelitian

III.5. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling. Seluruh santri Pondok

Pesantren Ad-Da’wah yang hadir pada saat dilakukan pengambilan sampel. Subjek yang didapat

dan memenuhi kriteria inklusi pada hari dan tanggal yang telah ditentukan serta mengisi

kuesioner.

III.6. Identifikasi variable

A. Variabel Dependen

1. Higienitas perorang

9

Page 10: Mini Project Skabies Edited

Meliputi frekuensi mandi, sabun dan handuk yang dipergunakan, cuci tangan setelah

kegiatan, dan mencuci pakaian.

2. Sanitasi lingkungan

Terdiri dari penyediaan air bersih, ketersediaan jamban, pengelolaan sampah, sistem

pembuangan air limbah, sanitasi dan kepadatan pemondokan, sanitasi ruang belajar

dan sanitasi masjid Ponpes.

3. Perilaku santri

Mencakup pengetahuan, sikap dan praktek yang mencegah penularan penyakit

skabies.

B. Variabel Independen

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

III.7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner.

III.8. Analisa data

Data diolah secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS 16.

III. 9. Batasan Operasional Penelitian

III.9.1. Higiene Perorang

Akan dilakukan penelitian dengan melihat pola higiene dari masing-masing perorang

yang mempengaruhi timbulnya penyakit kulit skabies.

III.9.2. Sanitasi Lingkungan

Akan dilakukan penelitian dengan melihat sanitasi lingkungan pondok. Sehingga dapat

dinilai pengaruh kebersihan terhadap timbulnya penyakit kulit skabies.

III.9.3. Perilaku Santri

10

Page 11: Mini Project Skabies Edited

Akan dilakukan penelitian dengan menilai pengetahuan, sikap dan praktek santri untuk

mencegah penyakit skabies.

III.10. Sistem Penilaian Kuesioner

1. Apakah anda merasakan gatal-gatal yang terutama dirasakan pada malam hari?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah teman atau keluarga anda ada yang mengalami keluhan serupa dengan

anda?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah anda pernah berjabat tangan dengan orang lain yang mengalami skabies

(gudikan)?

a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)

4. Apakah anda pernah atau sering tidur bersama dengan teman atau orang yang

mengalami gudikan?

a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)

5. Apakah anda pernah memakai pakaian teman anda ?

a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)

6. Apakah anda pernah memakai handuk teman anda ?

a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)

7. Apakah anda pernah memakai sabun teman anda ?

a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)

8. Berapa kali anda mandi dalam sehari?

a. 1 kali (1) b. 2 kali (2) c. 3 kali (2)

9. Berapa kali anda menjemur kasur dalam 1 bulan?

a. 1 kali (1) b. 2 kali (2) c. 3 kali (2)

10. Berapa lama anda menjemur kasur?

a. < 6 jam (1) b. > 6 jam (2)

11. Berasal dari manakah sumber penyediaan air di Pondok Pesantren?

a. Sumur (2) b. Kolam (1) c. Sungai (1)

12. Apakah anda tahu bagaimana mencegah timbulnya penyakit skabies (gudikan)?

a. Tahu, Jika tahu, bisakah anda menjelaskannya? Tahu alasan (3)

11

Page 12: Mini Project Skabies Edited

b. Tidak tahu (1)

III.11. Kerangka Konsep

12

Page 13: Mini Project Skabies Edited

BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan kuesioner yang dibagikan kepada santri

Pondok Pesantren Ad Da’wah sebanyak 64 santri, data diolah dengan menggunakan program

SPSS 16.0, adalah sebagai berikut:

1. Umur Responden

Tabel 4.1 Sebaran Responden berdasarkan Usia

Variabel Kategori Jumlah (n) Presentase (%)

Usia 11

12

13

14

15

16

17

18

1

17

19

7

6

6

5

3

1.6

26.6

29.7

10.9

9.4

9.4

7.8

4.7

Umur responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini bervariasi, mulai dari 11 – 18

tahun, dengan umur terbanyak adalah 13 tahun.

2. Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan skabies dilakukan secara langsung oleh dokter kepada responden melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik, adapun hasil yang diperoleh adalah:

Tabel 4.2 Sebaran Responden berdasarkan Hasil Pemeriksaan

Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Jumlah responden Skabies

Normal

16

48

25.0

75.0

13

Page 14: Mini Project Skabies Edited

Berdasarkan data tersebut diperoleh penderita skabies sebanyak 25% dari total

responden. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa prevalensi penyakit skabies di

Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan

remaja (Sungkar, 1997). Kecenderungan ini juga dapat terlihat pada banyaknya kasus skabies di

kalangan pondok pesantren yang sebagian populasinya adalah anak dan remaja.

Prevalensi penyakit skabies di Ponpes ini lebih rendah jika dibandingkan dengan

prevalensi penyakit skabies di sebuah Ponpes di Jakarta yang mencapai 78,70% atau di Ponpes

Kabupaten Pasuruan Jawa Timur sebesar 66,70% (Kuspriyanto, 2002).

Dari hasil menunjukkan seperempat dari jumlah total santri menderita skabies, sehingga

penyakit skabies dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada

santri Ponpes. Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan

perhatian karena tingkat penularannya yang tinggi serta dapat mengganggu kegiatan belajar

mengajar serta ketenangan pada waktu istirahat, terutama pada waktu tidur di malam hari.

3. Higienitas perorang

Penilaian higiene perorang dalam penelitian ini meliputi antara lain frekuensi mandi,

memakai sabun, pakaian, handuk secara bergantian.

Tabel 4.3 Sebaran Responden berdasarkan Higienitas Perorang

Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Jumlah responden Kurang

Baik

38

26

59.4

40.6

Berdasarkan data diatas, sebagian besar responden memiliki higienitas perorang yang

kurang, yaitu sebesar 59,4%. Dikatakan seseorang mempunyai higienitas perorangan yang baik

apabila memenuhi kriteria dari keempat variabel di atas yaitu mencakup frekuensi mandi 2 kali

atau lebih dalam sehari serta sama sekali tidak menggunakan sabun, pakaian maupun handuk

14

Page 15: Mini Project Skabies Edited

secara bersama-sama atau bergantian. Dikatakan kurang apabila tidak memenuhi syarat kriteria

yang disebutkan dalam kriteria higienitas perorangan yang baik.

Higienitas perorang sangat berperan sebagai faktor risiko gejala serta penularan skabies.

Hal ini dinyatakan oleh Handoko yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mendukung

perkembangan penyakit kulit skabies adalah higiene yang buruk.(Handoko, 2007).

4. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan Ponpes yang diteliti meliputi parameter sanitasi kamar tidur (asrama)

dan sanitasi kamar mandi.

Tabel 4.4 Sebaran Responden berdasarkan Sanitasi Lingkungan

Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Jumlah responden Tidak baik

Baik

7

57

10.9

80.1

Sanitasi lingkungan sangat berperan sebagai faktor risiko gejala serta penularan skabies.

Hal ini dinyatakan oleh Handoko yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mendukung

perkembangan penyakit kulit skabies adalah sanitasi lingkungan yang buruk.(Handoko, 2007)

Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan

terhadap penularan penyakit skabies pada para santri Ponpes, karena penyakit Skabies

merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih (water washed disease) yang

dipergunakan untuk membasuh anggota badan sewaktu mandi (Azwar, 1995). Kebutuhan air

bersih untuk mandi, mencuci dan kebutuhan kakus Ponpes berasal dari sumur yang

menggunakan pompa air. Selain itu sanitasi kamar tidur juga sangat berpengaruh, terutama

kasur, karena kasur merupakan tempat bersarangnya penyebab skabies.

Sanitasi lingkungan di Pondok Pesantren berdasarkan hasil kuesioner baik, yaitu sebesar

89.1%. namun santri yang terkena skabies cukup banyak, hal ini dimungkinkan karena

permasalahan skabies juga bergantung pada faktor lain seperti higien perorang, pengetahuan,

sikap dan perilaku.

15

Page 16: Mini Project Skabies Edited

5. Pengetahuan tentang Skabies

Tabel 4.5 Tingkat Pengetahuan Responden tentang Skabies

Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Jumlah responden Kurang

Baik

60

4

93.8

6.2

Pengetahuan responden mengenai skabies berdasarkan data, sebanyak 60 responden atau

93.8% adalah kurang mengenai skabies, hanya 4 responden atau sebesar 6.2% saja yang baik.

Pengetahuan juga merupakan faktor yang turut berperan dalam berkembangnya penyakit skabies.

Apabila pengetahuan kurang, tentu saja seseorang tidak dapat melakukan tindakan preventif agar

tidak terkena skabies.

6. Sikap dan Perilaku Santri

Dikatakan seseorang mempunyai sikap dan perilaku yang baik apabila tidak kontak

dengan penderita skabies (misal berjabat tangan dan tidur bersama secara berhimpitan), lama

menjemur kasur yang lebih dari 6 jam. Dikatakan buruk apabila tidak memenuhi syarat kriteria

yang disebutkan di atas.

Tabel 4.6 Tingkat Sikap dan Perilaku Responden tentang Skabies

Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Jumlah responden Kurang

Baik

32

32

50.0

50.0

Sikap dan perilaku santri antara yang kurang baik dan yang baik adalah berimbang yaitu

50 %.

16

Page 17: Mini Project Skabies Edited

BAB V

KESIMPULAN & SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Total responden sebanyak 68 peserta, berusia 11-18 tahun dengan usia terbanyak adalah

13 tahun.

2. Responden yang menderita penyakit skabies sebesar 25% dari total responden.

3. Responden yang memiliki higienitas perorang kurang sebesar 59,4%.

4. Sanitasi lingkungan di pondok pesantren Ad Da’wah dinilai baik, yaitu 89,1%.

5. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang mengenai skabies, yaitu

93,8%.

6. Sikap dan perilaku responden antara yang baik dan kurang baik seimbang, yaitu sebesar

50%.

V.2. Saran

1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga pesantren Ad Da’wah mengenai

penyakit skabies, baik tanda dan gejalanya, pengobatan serta pencegahannya dengan cara

penyuluhan.

2. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala di lingkungan pesantren Ad Da’wah

serta pesantren lain di wilayah kerja Puskesmas Rangkasbitung.

3. Mengadakan penelitian lebih lanjut tentang skabies di pesantren lainnya yang berada di

wilayah Puskesmas Rangkasbitung.

17

Page 18: Mini Project Skabies Edited

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari penelitian tersebut di

bawah ini yang berjudul :

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Tentang Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Ad-

Da’wah, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten pada Juli 2011.

Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan bila suatu

waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini serta berhak

untuk mengundurkan diri.

Jakarta, Juli 2011

Mengetahui Yang menyetujui

Penanggung jawab penelitian Peserta

( ) ( )

18

Page 19: Mini Project Skabies Edited

Lampiran 2

KUESIONER

Nama : Umur :

Jenis Kelamin : No. Telp :

Alamat : Tanda tangan:

Hasil Pemeriksaan : Skabies / Normal (coret yang tidak perlu )

Petunjuk : pilihlah jawaban yang sesuai dengan memberi tanda silang (x)!

13. Apakah anda merasakan gatal-gatal yang terutama dirasakan pada malam hari?

a. Ya b. Tidak

14. Apakah teman atau keluarga anda ada yang mengalami keluhan serupa dengan

anda?

a. Ya b. Tidak

15. Apakah anda pernah berjabat tangan dengan orang lain yang mengalami skabies

(gudikan)?

a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering

16. Apakah anda pernah atau sering tidur bersama dengan teman atau orang yang

mengalami gudikan?

a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering

17. Apakah anda pernah memakai pakaian teman anda ?

a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering

18. Apakah anda pernah memakai handuk teman anda ?

a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering

19. Apakah anda pernah memakai sabun teman anda ?

a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering

20. Berapa kali anda mandi dalam sehari?

a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali

21. Berapa kali anda menjemur kasur dalam 1 bulan?

a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali

22. Berapa lama anda menjemur kasur?

19

Page 20: Mini Project Skabies Edited

a. < 6 jam b. > 6 jam

23. Berasal dari manakah sumber penyediaan air di Pondok Pesantren?

a. Sumur b. Kolam c. Sungai

24. Apakah anda tahu bagaimana mencegah timbulnya penyakit skabies (gudikan)?

a. Tahu, Jika tahu, bisakah anda menjelaskannya?

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………

…………………………….

b. Tidak tahu

Lampiran 3

LAPORAN HASIL PENELITIAN

20

Page 21: Mini Project Skabies Edited

1. Pelaksanaan Pengambilan sampel

Waktu sampling : 26 Juli 2011

Lokasi sampling : Pondok Pesantren Ad-Da’wah Putra

Jumlah Responden : 64 orang

Waktu Pengisian : 10-20 menit

Penyuluhan dan Tanya Jawab: 60 menit

2. Hasil Sampling

2.1 Sebaran Sosiodemografi Responden

2.1.1 Sebaran Umur (n=64)

Identitas Responden_umur responden

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid 11 1 1.6 1.6 1.6

12 17 26.6 26.6 28.1

13 19 29.7 29.7 57.8

14 7 10.9 10.9 68.8

15 6 9.4 9.4 78.1

16 6 9.4 9.4 87.5

17 5 7.8 7.8 95.3

18 3 4.7 4.7 100.0

Total 64 100.0 100.0

Lanjutan

21

Page 22: Mini Project Skabies Edited

2.1.2 Sebaran Responden berdasarkan Hasil Pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Frequency PercentValid

PercentCumulative

Percent

Valid Skabies 16 25.0 25.0 25.0

Normal 48 75.0 75.0 100.0

Total 64 100.0 100.0

Lanjutan

22

Page 23: Mini Project Skabies Edited

2.1.3 Sebaran Responden berdasarkan Higienitas Perorang

Recode Higienitas Perorang

Frequency PercentValid

PercentCumulative

Percent

Valid Kurang 38 59.4 59.4 59.4

Baik 26 40.6 40.6 100.0

Total 64 100.0 100.0

2.1.4 Sebaran Responden berdasarkan Sanitasi Lingkungan

Recode Sanitasi Lingkungan

Frequency PercentValid

PercentCumulative

Percent

Valid Tidak baik 7 10.9 10.9 10.9

Baik 57 89.1 89.1 100.0

Total 64 100.0 100.0

Lanjutan

23

Page 24: Mini Project Skabies Edited

2.1.5 Tingkat Pengetahuan Responden tentang Skabies

Recode Pengetahuan tentang Skabies

Frequency PercentValid

PercentCumulative

Percent

Valid Kurang 60 93.8 93.8 93.8

Baik 4 6.2 6.2 100.0

Total 64 100.0 100.0

Lanjutan

24

Page 25: Mini Project Skabies Edited

2.1.6 Tingkat Sikap dan Perilaku Responden tentang Skabies

Recode Sikap dan Perilaku Santri

Frequency PercentValid

PercentCumulative

Percent

Valid Kurang 32 50.0 50.0 50.0

Baik 32 50.0 50.0 100.0

Total 64 100.0 100.0

DAFTAR PUSTAKA

25

Page 26: Mini Project Skabies Edited

1. Anonim. Sanitasi Pondok Pesantren di Jawa Timur . Surabaya. 1997. Dinas Kesehatan Propinsi

Jawa Timur.

2. Carruthers, R.(1978). Treatment of Skabies and Pediculosis. Medical Proggress 5 (12) : 25-30.

3. Handoko, R. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta. 2007. Halaman 122-125.

4. http://www.cdc.gov/scabies/index.html/ diakses pada hari Kamis, 9 September 2009.

5. http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-revention/infectious-diseases/parasite/

index.html.

6. Kabulrachman. (1992). Pengaruh Lingkungan dan Pencemaran Terhadap Penyakit Kulit. Majalah

Kedokteran Indonesia 42 (5): 273-277.

7. Margono. S. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta.1998 : Balai Penerbit FKUI. P.264-265.

8. Partosoedjono, S . 2003 . Skabies dan kualitas sanitasi masyarakat. Kompas, Jum'at, 05

September 2003 .

9. Poeranto, s et al . 1997 . Pengobatan dengan gamexan pada penderita scabiosis di pondok

pesantren Al Munawwariyyah Sudimoro, Malang. Majalah Kedokteran Unibraw . 13(2) :

69 - 73 .

10. Sopiyudin, M. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. 2001. Jakarta: Arkans..

11. Sungkar, S.(1997). Skabies. Majalah Kedokteran Indonesia 47 (01) :33-42.

12. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD,

editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003.p.62-79.

26