Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG’s) atau Tujuan Pembangunan Milenium merupakan tujuan pembangunan global. Salah satu tujuan dalam MDG’s yaitu menurunkan angka gizi buruk dari 17,9 persen pada tahun 2010 menjadi 15,1 persen pada tahun 2015. Target Millenium Development Goals (MDG's) 2015 sebesar 15% tak tercapai. 50,51 Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), serta penyakit penyerta. 10,11 Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. 12 Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. 1 Selain status sosial ekonomi, BBLR juga dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal ini dikarenakan bayi yang mengalami BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena kurang matangnya organ, menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita. 13 1
85

Mini Project Mereka

Feb 06, 2016

Download

Documents

miniproject
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Mini Project Mereka

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Millenium Development Goals (MDG’s) atau Tujuan Pembangunan Milenium merupakan

tujuan pembangunan global. Salah satu tujuan dalam MDG’s yaitu menurunkan angka gizi buruk

dari 17,9 persen pada tahun 2010 menjadi 15,1 persen pada tahun 2015. Target Millenium

Development Goals (MDG's) 2015 sebesar 15% tak tercapai. 50,51

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya adalah status sosial

ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR), serta penyakit penyerta.10,11 Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai

masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk

mencapai kemakmuran hidup.12 Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur

status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1 Selain status sosial

ekonomi, BBLR juga dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal ini dikarenakan bayi yang

mengalami BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena kurang matangnya organ,

menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita.13

Asupan makanan keluarga, faktor infeksi, dan pendidikan ibu juga bisa menjadi

penyebab kasus gizi buruk.14 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

faktor-faktor tersebut dengan kejadian gizi buruk. menunjukkan bahwa terdapat hubungan status

ekonomi, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dalam monitoring pertumbuhan, perhatian dari ibu,

pemberian ASI, kelengkapan imunisasi, dan asupan makanan balita dengan kejadian gizi buruk.11

Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang

selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab

langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.15 Selain pendidikan, pemberian ASI dan

kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena ASI

dan imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak

1

Page 2: Mini Project Mereka

rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga status

gizi tetap terjaga baik.16,17

Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk

di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010.6 Merujuk pada

data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita

gizi buruk yang cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi gizi buruk di Pulau

Jawa yang tertinggi adalah Banten dan Jatim sebesar 4,8 %.51 Propinsi Jawa Timur merupakan

wilayah yang berpotensi dalam menyumbang tingginya jumlah penderita gizi buruk di negeri

Indonesia. Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2014

ditemukan kasus gizi buruk sebesar 2,6% dari target kurang dari 5%. Angka kejadian gizi buruk

di Kecamatan Besuki tahun 2013 sebanyak 11 kasus dengan prevalensi 0,26% dan pada tahun

2014 sebesar 17 kasus dengan prevalensi 0,33%.

Gizi buruk merupakan masalah yang kompleks dan penyebab gizi buruk pada balita

mempunyai peranan yang bervariasi, sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis faktor yang

mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk di kecamatan besuki pada tahun 2014.

1.2 Masalah Penelitian

Masalah yang diangkat adalah kenaikan angka kejadian gizi buruk yaitu tahun 2013

sebesar 0,26 % menjadi 0,33 % pada tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas Besuki

Kabupaten Situbondo.

1.3 Pembatasan Masalah

Tidak semua faktor penyebab masalah gizi buruk diteliti karena adanya keterbatasan

waktu pengamatan. Penelitian kejadian gizi buruk difokuskan pada faktor pemberian ASI.

1.4 Rumusan Masalah

Apakah peranan ASI Ekslusif mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk di kecamatan besuki

pada tahun 2014?

2

Page 3: Mini Project Mereka

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Menyusun upaya menurunkan kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Besuki

berdasarkan analisis faktor ASI.

1.5.2 Tujuan Khusus

Menganalisis pengaruh ASI terhadap kejadian gizi buruk di wilayah kerja

Puskesmas Besuki Kabupaten Situbondo.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Bagi Peneliti

1. Mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan kedokteran

2. Memperluas wacana tentang gizi buruk

1.6.2 Bagi Institusi Puskesmas Besuki Kabupaten Situbondo

Memberikan informasi dalam pengambilan keputusan untuk mengentaskan kejadian

kasus gizi buruk terkait faktor ASI.

1.6.3 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peran ASI sebagai salah satu

faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, sehingga dapat dilakukan upaya

pencegahan terjadinya gizi buruk.

3

Page 4: Mini Project Mereka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi,

kesehatan dan kedokteran.2 Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah

rata-rata.21 Hal ini merupakansuatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi

menahun.2

Balita disebut gizi buruk apabilaindeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3

SD.3Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan dengan adanya busung lapar.2

2.2 Pengukuran Gizi Buruk

Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:

Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi

buruk atau tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi

dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel

seperti kulit,rambut,atau mata.22

Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita

kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement

dermatosis).23

Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran

antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa

pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia

yang paling sering dilakukan dalam survei gizi.Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya

diketahui denganmengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi

juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakankombinasi dari ketiganya.24

4

Page 5: Mini Project Mereka

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :3

1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.

3. Tergolong gizi baikjika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan (0 bulan-

24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :3

1. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

2. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.

3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

4. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan:3

1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.

2. Kurus jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.

3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.

Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan balita

dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.3

5

Page 6: Mini Project Mereka

2.3 Klasifikasi Gizi Buruk

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :

2.3.1 Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan

pada balita.25 Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala

marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang

disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut),

balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga

gambang.26

Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta

menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis.Tubuh

membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan

hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan.

Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan

energi tetapi juga untuk sistesis glukosa.27

2.3.2 Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh

asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat.4,5 Hal

ini seperti marasmus,kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan

gizi buruk.25 Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan

mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat,

gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering

dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering

ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada

biopsi hati ditemukan perlemakan.24

Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati dan

oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan

yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori

6

Page 7: Mini Project Mereka

yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan

menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.

Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin

meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang

akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh

berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema.27

2.3.3 Marasmiks-Kwashiorkor

Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa

gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut

umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak

mencolok.28

2.4. Faktor risiko

Faktor risiko gizi buruk antara lain :

2.4.1 Asupan makanan

Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak

tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan

bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.2 Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita

adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Setiap gram protein

menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.Distribusi kalori dalam

makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan

50% dari karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori

menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu.26

Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada golongan

umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak perlu disaring.Hal

ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5

tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga

asupan makanan harus diatur dengan sebaik mungkin.Memilih makanan yang tepat untuk

balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan jenis bahan

7

Page 8: Mini Project Mereka

makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan

hidangan yang dikehendaki.26

Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang

beragam.Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut

mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.

Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi

gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat

pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan

buah.29Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi

protein(OR 2,364) dan energi (OR 1,351) balita merupakan faktor risiko status gizi

balita.30

2.4.2 Status sosial ekonomi

Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah

segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup.31

Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi

keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1 Rendahnya ekonomi keluarga, akan

berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya

kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan

gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah

kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi

berbagai masalah tersebut.12Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan

makanan yang kurang bergizi.29

Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang

bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari

penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar

rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan

pelayanan terhadap anaknya.Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan

anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan

sebagaimana mestinya.32

8

Page 9: Mini Project Mereka

Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih

dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat.Pekerjaan dapat dibagi menjadi pekerjaan

yang berstatus tinggi yaitu antara laintenaga administrasi tata usaha,tenaga ahli teknik

dan ahli jenis, pemimpin,dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah

maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat

angkut.33 Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau

terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk p=0,0001.34.

2.4.3 Pendidikan ibu

Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan

nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.Kemiskinan dan kekurangan

persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang

gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang

rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang

mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan.35 Rendahnya

pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya

mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab

langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.36

Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat

kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak.Tingkat

pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap informasi dan

mengamalkan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan

sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri,

masyarakat, bangsa,dan negara.36

Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling

melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar,pendidikan

menengah,dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang

melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar

dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan

9

Page 10: Mini Project Mereka

menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau

bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah

pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan

doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.36 Tingkat pendidikan berhubungan

dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan

meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan

diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup

seseorang.35

2.4.4 Penyakit penyerta

Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap

penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya

status gizi anak.26Penyakit-penyakit tersebut adalah:

1. Diare persisten :sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang

dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering

dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare

persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue,

gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop.26

2. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai

organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.

Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada

malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru

maupun di luar paru.26

3. HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiencyvirus’. HIV

merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia

(terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem

kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini

mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang

akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem kekebalan dianggap defisien

10

Page 11: Mini Project Mereka

ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan

penyakit- penyakit.26

Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan

masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat

hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi

buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya

tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan

cenderung menderita gizi buruk.26 Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta

terdapat perbedaan penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak

KEP(p=0,034) CI 95%.14

2.4.5 Pengetahuan ibu

Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan

dalam keluaga khususnya pada anak balita.Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh

terhadap pola konsumsi makanan keluarga.Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi

menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak

membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu,

gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan

informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.35

2.4.6 Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500

gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang

ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.15Penyebab terbanyak terjadinya BBLR

adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37

minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat

menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat

dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi

normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan,

fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang

11

Page 12: Mini Project Mereka

baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ

karena prematur.37

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil

untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada

di dalam kandungan.Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang

baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan.

Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan

faktor utama yang disebabkan oleh BBLR.37 Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR

jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah

terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang

nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang

dan dapat menyebabkan gizi buruk.15

2.4.7 Kelengkapan imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap

suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga

bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk

menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting

untuk dicegah dengan imunisasi.13 Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan

kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan

imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah

dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri

sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar

antibodi dalam tubuh meningkat.16

Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan

kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi

pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa

yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.34 Kelompok yang

paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang

12

Page 13: Mini Project Mereka

paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik

dengan orang dewasa.13

Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit

sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan

berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak

langsung dengan kejadian gizi.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi

dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk

mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit

penyakit.

Macam- macam imunisasi antara lain:13

a. BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat berumur 2 bulan

sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml pada

anak disuntikkan secara intrakutan.13

b. Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3 kali

dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara

suntikan kedua dan ketiga.Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam

setelah lahir.13

c. Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio

vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga

banyak digunakan.13

d. DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta

bakteri pertusis yang diinaktivasi.13

e. Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak

pada anak karena termasuk penyakit menular. Pemberian yang dianjurkan adalah

sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9 bulan dan pada usia 6 tahun.13

13

Page 14: Mini Project Mereka

f. MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella sebaiknya diberikan

pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan

pengulangan pada usia 15bulan-18 bulan.13

g. Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman

yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharida.13

h. Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun

dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8mg.13

i. Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya hepatitis A yang

diberikan pada usia diatas 2 tahun.13

j. HiB : Haemophilus influenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah terjadinya

influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan.13

Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, imunisasi yang

tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk

OR(95%CI) dari 10,3; p<0.001.11

2.4.8 ASI

Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode 1997-2003

cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah.9 Hanya

14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai

enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan.

Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan padat, atau

campuran antara ASI dan susu formula.25

Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan makanan

terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua tahun.29 Memberi

ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena

praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan

psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak

tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau natural, ideal,

14

Page 15: Mini Project Mereka

fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan

mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan

bayi.27

Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau

zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita

yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status

gizi balita.Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat

terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini

pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air

besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.29\

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-

garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bayi.

ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna

bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi, secara

alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu, sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna

dan menyerap gizi. Sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna

makanan, oleh karena itu memberikan ASI saja pada bayi sampai dengan umur 6 bulan,

sangat dianjurkan.54

ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti

susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti

pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat

(Roesli, 2001). Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI,

sedangkan ASI terus diberikan sampai 2 tahun.55

World Health Organization (WHO, 2005) mengatakan: “ASI adalah suatu cara yang tidak

tertandingi oleh apapun dalam menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan

perkembangan seorang bayi”. Oleh karena pemberian ASI eksklusif dapat memberikan

pertumbuhan bayi yang optimal.Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah

menurunkan angka kematian bayi dan balita (AKB) menjadi 2/3 dalam kurun waktu 1990-

2015 (AKB harus diturunkan dari 97 menjadi 32).Penyebab utama kematian bayi dan balita

15

Page 16: Mini Project Mereka

adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi.

Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu

intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).56

Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya

status gizi bayi dan balita. Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari

37,5% pada tahun 1989 menjadi 24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31%

pada tahun 2001, saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) merebah, karena lemahnya sistem

kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan

masyarakat (Depkes RI, 2004).

Departemen Kesehatan telah mengadopsi pemberian ASI eksklusif seperti rekomendasi

dari WHO dan The United Nations Children’s Fund (UNICEF), sebagai salah satu program

perbaikan gizi bayi atau anak balita.Pemberian ASI eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari

30.000 balita di Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus

menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi

dibawah usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi

7,8%.dan jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7%

menjadi 27,9%57.

Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukan jumlah bayi dibawah umur 6 bulan yang

diberi ASI eksklusif hanya 15,3%. Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI,

mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar

kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (Depkes RI,2005),

karena adanya zat antibodi juga zat gizi lain seperti asam amino, dipeptid, heksose yang

menyebabkan penyerapan natrium dan air lebih banyak, sehingga mengurangi frekuensi diare

dan volume tinja.58

16

Page 17: Mini Project Mereka

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pemberian ASI terhadap dampak Gizi buruk di

Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo :

NO Faktor Bayi Faktor Ibu dan Keluarga Faktor Petugas

1 Bingung Putting Psikis Ibu Monitor dan evaluasi

2 Kelainan Bawaan Motivasi dan dukungan

keluarga

Pencatatan Pelaporan

3 Luka pada putting susu ibu Penyakit Penyerta Motivasi dan

dukungan tenaga

kesehatan

4 Bayi merasa tidak nyaman Pendidikan, Pengetahuan dan

sikap ibu mengenai pemberian

ASI

Konseling IMD

5 Kurangnya dukungan tenaga

kesehatan atau institusi

kesehatan tempat melahirkan

Social, ekonomi dan budaya

setempat

A. Faktor-faktor dari bayi

1. Bayi sering menangis

Sebab bayi menangis :

• Bayi merasa tidak aman

• Bayi merasa sakit

• Bayi Basah

• Bayi kurang gizi

Tindakan ibu : ibu tidak perlu cemas, karena akan mengganggu proses laktasi,

perbaiki posisi menyusui, periksa pakaian bayi: apakah basah, jangan biarkan bayi

menangis terlalu lama.

2. Bayi bingung putting

Nipple Confusion adalah keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susuformula

dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu. Terjadi karena mekanisme

menyusu pada puting berbeda dengan botol. Tanda-tanda : mengisap puting seperti

17

Page 18: Mini Project Mereka

menghisap dot, menghisap terbutus-putusdan sebentar, bayi menolak

menyusu.Tindakan: jangan mudah memberi PASI,jika terpaksa berikan dengan

sendok atau pipet.

3. Bayi premature

Susui dengan sering,walau pendek-pendek, rangsang dengan sentuh langit-langit

bayi dengan jari ibu yang bersih, jika tidak dapat menghisap berikan dengan pipa

nasogastrik, tangan, dan sendok.

Uraian sesuai dengan umur bayi :

• Bayi umur kehamilan < 30 mgg : BBL < 1250 gr. Biasanya diberi cairan infus

selama 24-48 jam. Lalu diberikan ASI menggunakan pipa nasogastrik

• Usia 30-32 mgg : BBL 1250 – 1500 gram.

Dapat menerima ASI dari sendok, 2 kali sehari, namun masih menerima makanan

lewat pipa, namun lama kelamaan makanan pipa makin berkurang dan ASI

ditingkatkan.

• Usia 32-34 mgg : BBL 1500-1800 gram.

Bayi mulai menyusui langsung dari payudara namun perlu sabar.

• Usia > 34 mgg: BBL > 1800 gram.

Mendapatkan semua kebutuhan dari payudara.

4. Bayi kuning

Pencegahan : segera menyusui setelah lahir, dan jangan dibatasi atau susui

sesering mungkin. Berikan bayi kolustrum, kolustrum mengandung purgatif ringan,

yang membantu bayi untuk mengeluarkan mekonium. Bilirubin dikeluarkan melalui

feses, jadikolustrum berfungsi mencegah dan menghilangkan bayi kuning.

5. Bayi kembar

Ibu optimis ASI nya cukup, susui dengan football position, susui pada payudara

dengan bergantian untuk variasi bayi, dan kemampuan menghisap mungkin berbeda

6. Bayi sakit

Tidak ada alasan untuk menghentikan pemberian ASI. Untuk bayi tertentu seperti

diare, justru membutuhkan lebih banyak ASI untuk rehidrasi.Yakinkan ibu bahwa

alam telah menyiapkan air susu bagi semua makhluk, sesuai dengan kebutuhan. Oleh

karena itu semua ibu sebenarnya sanggup menyusui bayi kembar.

18

Page 19: Mini Project Mereka

7. Bayi sumbing

Bayi tidak akan mengalami kesulitan menyusui, cukup dengan berikan posisi

yang sesuai, untuk sumbing pallatum molle ( langit-langit lunak ), dan pallatum durum

(langit-langit keras). Manfaat menyusui bagi bayi sumbing : melatih kekuatan otot

rahang dan lidah, memperbaiki perkembangan bicara, mengurangi resiko terjadinya

otitis media.

Untuk bayi dengan palatoskisis ( celah pada langit-langit ) : Menyusui dengan

posisi duduk, putting dan areola pegang saat menyusui, ibu jari ibu digunakan sebagai

penyumbat lubang, kalau mengalami labiopalatoskisis, berikan ASI dengan sendok,

pipet, dot panjang.

8. Bayi dengan lidah pendek ( Lingual Frenulum )

Keadaan ini jarang terjadi, dimana bayi mempunyai jaringan ikat

penghubunglidah dan dasar mulut yang tebal dan kaku, sehingga membatasi gerak

lidah, dan bayi tidak dapat menjulurkan lidah untuk menangkap puting.

Cara menyusui : Ibu membantu dengan menahan kedua bibir bayi segera setelah

bayi dapat menangkap puting dan areola dengan benar

9. Bayi yang memerlukan perawatan

Ibu ikut dirawat supaya pemberian ASI bisa dilanjutkan. Seandainya tidak

memungkinkan, ibu dianjurkan untuk memerah ASI setiap 3 jam dan disimpan

didalam lemari untuk kemudian sehari sekali daiantar kerumah sakit.Perlu ditandai

pada botol waktu ASI tersebut ditampung, sehingga dapat diberikan sesuai jam nya.

B. Faktor-faktor dari Ibu dan Keluarga

1. Perubahan sosial budaya

Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.

Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi

dalam segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya

kesediaan menyusui dan lamanya menyusui.

Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.

Persepsi masyarakatkan gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya

19

Page 20: Mini Project Mereka

kesediaan menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan terentu bahwa susu

botol sangat cocok buat bayi dan terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang

selalu mau meniru orang lain, atau tanya untuk prestise.

Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.

Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat mendesak

para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan

keluarnya.

2. Faktor psikologis

Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.

Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan.

Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengubah payudara, walaupun

menyusui atau tidak menyusui.

Tekanan batin.

Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayi

sehingga dapat mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui

bayinya, bahkan mengurangi menyusui.

3. Faktor fisik ibu

Alasan yang cukup sering basi ibu untuk menyusui adalah karena ibu sakit, baik

sebentar maupun lama.Tetapi.sebenarnya jarang sekali ada penyakit yang

mengharuskan berhenti menyusui. Dari jauh lebih berbahaya untuk mulai memberi

bayi makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit.

4. Faktor kurangnya petugas kesehatan

Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat

pemberian ASI. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai manfaat dan cara

pemanfaatannya.

5. Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.

Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan

distribusi susu buatan menimbulkan tumbuhnya kesediaan menyusui dan lamanya baik

di desa dan perkotaan. Distibusi, iklan dan promosi susu buatan berlangsung terus dan

20

Page 21: Mini Project Mereka

bahkan meningkat titik hanya di televisi, radio dan surat kabar melainkan juga

ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat di Indonesia.

6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang

menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng. Penyediaan susu bubuk di

Puskesmas disertai pandangan untuk meningkatkan gizi bayi, seringkali menyebabkan

salah arah dan meningkatkan pemberian susu botol.

Prornosi ASI yang efektif haruslah dimulai pada profesi kedokteran, meliputi

pendidikan di sekolah-sekolah kedokteran yang menekankan pentingnya ASI dan nilai

ASI pada umur 2 tahun atau lebih.

7. Faktor pengelolaan laktasi di ruang bersalin

Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau sedini

mungkin setelah lahir.Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua

dapat dilaksanakan menyusui dini.Ada beberapa persalinan yang terpaksa tidak dapat

berjalan lancar dan terpaksa dilakukan dengan tindakan persalinan misalnya seksio

sesaria. Dengan mengingat hal diatas, pengelolaan laktasi dapat dikelompokkan 2 cara,

yaitu persalinan normal dan persalinan dengan tindakan.

a. Persalinan normal

Pada persalinan normal, ibu dan bayi dalam keadaan sehat.Oleh karena itu,

dapat segera dilaksanakan menyusui dini.Hal tersebut perlu oleh karena menyusui

dini mempunyai beberapa manfaat baik terhadap ibu maupun terhadap bayi.Kalau

bisa bayi disusukan ke kedua puting ibu secara bergantian.Setelah jalan nafasnya

dibersihkan, usahakan menyusui sedini mungkin dan tidak melebihi waktu lewat ½

jam sesudah lahir.

b. Persalinan dengan tindakan

Dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian masalah :

1. Persalinan dengan tindakan narkosa misalnya seksio sesaria menyusui dini perlu

ditunda sampai pasien sadar, karena ASI pada ibu dan tindakan ini mempunyai

efek terhadap bayi. Misalnya bayi menjadi mengantuk sehingga malas

menyusu.Sebaiknya sesudah ibu sadar ditanyakan dahulu untuk menyusui

bayinya pada saat tersebut.

21

Page 22: Mini Project Mereka

2. Persalinan dengan tindakan tanpa narkosa. Persalinan dengan tindakan tanpa

narkosa yang kemungkinan mempunyai pengaruh pada bayi. Dalam hal ini bayi

tidak dapat menyusui secara aktif , oleh karena itu ASI diberi secara aktif pasif

yaitu dengan pipet/sendok. Walaupun demikian bila keadaan bayi

memungkinkan untuk diangkat menyusui dini dapat dilakukan seperti biasa.

Pendapat daripada ahli-ahli kesehatan dan kebiasaan rumah-rumah sakit

mempunyai dampak terhadap pendapat para ibu tentang alternatif pemberian

susu kepada bayi. Terutama bagi ibu-ibu yang melahirkan perlu sekali diberi

penyuluhan tentang cara-cara pemberian ASI yang menjamin kelancaran

produksi ASI sejak bayi lahir.

22

Page 23: Mini Project Mereka

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Pada penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif.

B. TEMPAT DAN WAKTU

Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Besuki.Waktu pengambilan data dilakukan

selama 8 hari, yaitu sejak tanggal 22 November - 29 November 2014. Data yang diambil

dari hasil pengukuran antropometri balita 0-5 tahun yang mengikuti kegiatan skrining gizi

buruk di wilayah Puskesmas Besuki.

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Balita usia 0-5 tahun di wilayah Puskesmas Besuki.

2. Sampel

Balita usia 0-5 tahun yang mengalami gizi buruk di wilayah Puskesmas Besuki.

D. SUMBER DATA

1. Data Primer

Data Primer diperoleh langsung dari hasil pengukuran antropometri balita 0-5

tahun yang mengikuti kegiatan skrining gizi buruk di wilayah Puskesmas Besuki

Kecamatan Besuki.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan medik balita 0-5 tahun gizi buruk yang

dimiliki oleh bagian Gizi Puskesmas Besuki Kecamatan Besuki.

23

Page 24: Mini Project Mereka

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. PROFIL KOMUNITAS UMUM

24

PENANGGUNGJAWABDr. YOAN NATALIA, LA

PUSTU BLORONANING

PONK. LANGKAPRISTA

PUSTU BLIMBINGTUTIK

PUSTU W. PAYUNGDOVI

PONK. S. REJOROBIATUL A.

PONK. JETISNINING

PONK. KALIMASCITRA

PONK. BESUKILINDA

PUSTU DEMUNGSHAFINA

PUSTU PESISIRKARTIKA

PENI : POLI UMUM

DENIEK : POLI KIA-KB Drg. UCIEK : POLI GIGI FITRI : KLINIK GIZI SAIFUDIN : UGD

- LABORATORIUM : - PANTI : KAMAR OBAT

& GUDANG OBAT - ARIESTA : AMBULAN- ENDANG : PUSLING

PENANGGUNGJAWABWAHYUDI PRANOTO

KOOORDINATOR UPAYA KESEHAAN PERORANGAN

KOOORDINATOR UPAYA PENUNJANG

SP2TPENDANG P.

KEPEG & UMUMIMAM FARAID

BIDANG BARANGNURHAYATI

BIDANG PENGELUARANPANTI EKO R.

BIDANG PENERIMANI NYOMAN

- PENJI : PUSKESMAS - DENIEK : KIA- HENY : KB- AULIA R. : UKS- UCIEK : UKGS- FITRI : PRB. GIZI- UDIN : KES. JIWA- KES. KERJA- AULIA : PROMKES- METAL : KESLING- UDIN : KES. INDRA- YUDI : BATRA- WIWIK : K. USILA- AULIA : KES. OR

PENANGGUNGJAWABAULIA RAHMAN

KOORDINATOR UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

(PEMBERDAYAAN)

KOOR. TIM MANAJEMEN MUTUDrg. UCIEK F.

KEPALA TATA USAHASUJIANTO S. Kep

KEPALA PUSKESMASZAINUDDIN S. Kep., Ners

Page 25: Mini Project Mereka

B. KONDISI GEOGRAFIS

Puskesmas Besuki merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Situbondo

yang terletak didaerah dataran rendah dan berbatasan dengan laut utara di sebelah utara,

sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Suboh, sebelah selatan berbatasan dengan

kecamatan Sumbermalang, serta sebelah barat berbatasan dengan kecamatan

Banyuglugur.

Luas wilayah kerja Puskesmas Besuki adalah 26,08 hektar, dan merupakan

dataran rendah. Luas wilayah per desa dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel Luas Wilayah Menurut Desa di Puskesmas Besuki

No. DESA LUAS ( hektar )

1. Besuki 2.31

2. Pesisir 0.56

3. Demung 3.59

4. Kalimas 0.60

5. Langkap 1.14

6. Bloro 2.68

7. Blimbing 4.97

8. Jetis 4.23

9. Widoropayung 2.51

10. Sumberejo 3.49

Jumlah Desa: 10 desa 26.08

Sumber data : Kecamatan Besuki dalam angka tahun 2014

25

Page 26: Mini Project Mereka

C. KONDISI DEMOGRAFIS

Jumlah penduduk di Puskesmas Besuki tahun 2013 mencapai 61.211 jiwa. Sedangkan

masyarakat miskin (Maskin) di Puskesmas Besuki adalah 34209 jiwa dan yang termasuk

dalam sasaran program Jamkesmas sebanyak 27154 jiwa yang tersebar di 10 desa.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel jumlah penduduk, jumlah penduduk

miskin di Puskesmas Besuki Tahun 2013 , sebagai berikut :

No Nama Desa Jumlah Penduduk

Jumlah JAMKESMAS

Jumlah JAMKESDA

Jumlah JPS/JKD

1 Besuki 14.955 5.955 2.291 8.2462 Langkap 2.840 1.299 595 1.8943 Blimbing 6.355 2.758 388 3.1464 Widoropayung 4.447 2.143 669 2.8125 Sumberejo 2.114 1.484 173 1.6576 Jetis 7.536 3.571 410 3.9817 Kalimas 4.972 1.919 277 2.1968 Demung 4.363 1.505 458 1.9639 Pesisir 9.669 4.480 1.034 5.51410 Bloro 3.960 2.040 760 2.800

JUMLAH 61.211 27.154 7.055 34.209

Sumber Data : Survey Sasaran Prioritas Kec. Besuki Th.2013

26

Page 27: Mini Project Mereka

D. KETENAGAAN DI PUSKESMAS BESERTA JARINGANNYA

Untuk ketenagaan berdasarkan tingkat pendidikan di Puskesmas Besuki beserta

jaringannya dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Pendidikan

Status Kepegawaian

P N SP T T/kontrak/

THLP

1 Dokter Umum 2 -

2 Dokter Gigi 1 -

3 Apoteker - -

4 SKM 1 -

5 Akper 3 10

6 AKL - 1

7 AKZI 1 -

8 AKBID 5 23

9 SPRG - -

10 SAA - -

11 SPK 2 -

12 Bidan 1 -

13 SMAK - -

14 SPPH - -

15 SPAG - -

16 SLTA 3 -

17 SLTP 2 -

18 SD - -

J U M L A H 21 34

Sumber data: Data Dasar Puskesmas Besuki Tahun 2014

27

Page 28: Mini Project Mereka

E. SARANA PELAYANAN KESEHATAN DI KECAMATAN

Secara umum jumlah sarana pelayanan kesehatan yang berada di Kecamatan

Besuki dapat dilihat pada tabel berikut:

NO JENIS SARANA YAN KES JUMLAH KETERANGAN

1 PUSKESMAS 1

2 PUSTU 5

3 POLINDES/PONKESDES 6

4 PUSLING 1

5 APOTEK 6

6 LABORATORIUM 3

TOTAL 22

Sumber data: Data Dasar Puskemas Besuki Tahun 2014

F. SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG

Dalam rangka pelaksanaan program JAMKESMAS di Puskesmas beserta

jaringannya dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang berupa obat-obatan/unit farmasi,

laboratorium, Radiologi, ECG, USG maupun alat kesehatan lainnya yang dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut :

No. Jenis Sarana Penunjang

Jumlah Sarana Penunjang

Kurang Cukup Lebih

1. Obat-obatan

2. Laboratorium

3. Bidan Kit

4. UKGM Kit

5. PHN Kit

6. Media Penyuluhan

Sumber data : Data Puskesmas Besuki Tahun 2014

28

Page 29: Mini Project Mereka

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk di

Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010.6 Merujuk pada

data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita

gizi buruk yang cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi gizi buruk di Pulau

Jawa yang tertinggi adalah Banten dan Jatim sebesar 4,8 %.51 Propinsi Jawa Timur merupakan

wilayah yang berpotensi dalam menyumbang tingginya jumlah penderita gizi buruk di negeri

Indonesia. Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2014

ditemukan kasus gizi buruk sebesar 2,6% dari target kurang dari 5%. Angka kejadian gizi buruk

di Kecamatan Besuki tahun 2013 sebanyak 11 kasus dengan prevalensi 0,26% dan pada tahun

2014 sebesar 17 kasus dengan prevalensi 0,33%.

A. PESISIR

Berdasarkan data skrining terhadap 9 balita di desa Pesisir, didapatkan 4 balita

mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung

dengan menggunakan BB/U. Dari 4 balita tersebut, didapatkan :

- 1 balita memiliki riwayat mendapat pengobatan TB. Hal ini disebabkan adanya riwayat

kontak dengan penderita TB dewasa dan kurangnya pencahayaan serta ventilasi yang

memenuhi standard di rumah tersebut.

- 1 balita mengalami limfadenopathy e.c Infeksi Saluran Pernafasan Atas dengan gejala

demam, batuk, nyeri tenggorokan.

- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai

dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam

mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan

kekurangan energy dan protein yang kronis.

29

Page 30: Mini Project Mereka

B. BESUKI

Berdasarkan data skrining terhadap 25 balita di desa Besuki, didapatkan 16 balita

mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung

dengan menggunakan BB/U. Dari 16 balita tersebut, didapatkan :

- 1 balita dengan Kongenital Construction Band Ring karena terjadi gangguan pada fase

blastogenesis. Hal ini disebabkan asupan mikronutrien yang tidak memadai.

- 1 balita dengan Microcephaly dan Down syndrome dengan penampilan fisik yang

menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal dengan bagian

anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah tampak sela hidung yang datar,

mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar. Terdapat tanda klinis lainnya

berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari serta jarak antara jari pertama dan kedua

baik tangan maupun kaki melebar. Hal ini disebabkan adanya kelainan kromosom.

- 1 balita dengan riwayat BBLR mengalami KPSP (Kuesioner Pra

SkriningPerkembangan) Penyimpangan di aspek motorik kasar.

- 1 balita didapatkan mengalami pembesaran kelenjar getah bening dan didapatkan Ayah

anak menderita TB Paru.

C. DEMUNG

Berdasarkan data skrining terhadap 11 balita di desa Demung, didapatkan 16 balita

mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung

dengan menggunakan BB/U. Dari 6 balita tersebut, didapatkan :

- 1 balita memiliki riwayat mendapat pengobatan TB. Hal ini disebabkan adanya riwayat

kontak dengan penderita TB dewasa.

- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai

dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam

mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan

kekurangan energy dan protein kronis.

D. JETIS

Berdasarkan data skrining terhadap 13 balita di desa Jetis, didapatkan 4 balita mengalami

gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung dengan

menggunakan BB/U. Dari 4 balita tersebut, didapatkan :

30

Page 31: Mini Project Mereka

- 1 balita mengalami Oxyuriasis yang disebabkan infeksi cacing oxyuris vermicularis

dengan gejala gatal di malam hari dan pada pagi hari keluar cacing pada dubur. Hal ini

disebabkan karena pasien kurang menjaga higienitas

E. BLIMBING

Berdasarkan data skrining terhadap 17 balita di desa Blimbing, didapatkan 3 balita

mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung

dengan menggunakan BB/U. Dari 3 balita tersebut, didapatkan :

- 2 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai

dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai

tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan kekurangan

energy dan protein kronis.

F. BLORO

Berdasarkan data skrining terhadap 22 balita di desa Bloro, didapatkan 5 balita

mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung

dengan menggunakan BB/U. Dari 5 balita tersebut, didapatkan :

- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai

dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam

mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan

kekurangan energy dan protein kronis.

- 2 balita mengalami pembesaran kelenjar getah bening dengan riwayat batuk lama.

- 1 balita dengan bronkopneumonia yang disebabkan oleh infeksi dengan gejala batuk

yang disertai sesak nafas dan demam tinggi.

- 1 balita dengan mikrocepalus mengalami KPSP (Kuesioner Pra SkriningPerkembangan)

Penyimpangan dan yang merupakan penyakit gangguan perkembangan otak sehingga

ukuran kepala menjadi kecil yang bias terjadi akibat gangguan kromosom atau gangguan

saat kehamilan seperti TORCH, Infeksi Cacar air ataupun terpapar bahan kimia beracun.

- 1 balita dengan riwayat BBLR mengalami KPSP (Kuesioner Pra

SkriningPerkembangan) Penyimpangan di aspek motorik kasar.

31

Page 32: Mini Project Mereka

G. LANGKAP

Berdasarkan data skrining terhadap 11 balita di desa Langkap, didapatkan 9 balita

mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung

dengan menggunakan BB/U. Dari 9 balita tersebut, didapatkan :

- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai

dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam

mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai anak. Hal ini diakibatkan

kekurangan energy dan protein, sering mengalami penyakit kronis, pemberian makan

yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan.

- 1 balita dengan pembesaran kelenjar getah bening dan didapatkan nenek pasien

menderita penyakit TB Paru.

H. KALIMAS

Berdasarkan data skrining terhadap 4 balita di desa Kalimas, didapatkan 4 balita

mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung

dengan menggunakan BB/U. Dari 4 balita tersebut, didapatkan :

I. WIDOROPAYUNG

Berdasarkan data skrining terhadap 20 balita di desa Widoropayung, didapatkan 8

balita mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya

dihitung dengan menggunakan BB/U. Dari 8 balita tersebut, didapatkan :

-1 balita dengan riwayat BBLR mengalami KPSP (Kuesioner Pra

SkriningPerkembangan) Penyimpangan di aspek motorik kasar.

J. SUMBEREJO

Berdasarkan data skrining terhadap 12 balita di desa Sumberejo, didapatkan 4 balita

mengalami gizi buruk dengan menggunakan indikator BB/TB yang sebelumnya dihitung

dengan menggunakan BB/U. Dari 4 balita tersebut, didapatkan :

- 1 balita mengalami Stunted dimana tinggi badan kurang menurut umur yang ditandai

dengan keterlambatan pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam

32

Page 33: Mini Project Mereka

mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai umur anak. Hal ini diakibatkan

kekurangan energy dan protein kronis.

Dari skrining gizi buruk terhadap balita dengan BGM di 10 desa di Kecamatan Besuki,

didapati bahwa hampir semua balita tersebut tidak mendapatkan ASI secara eksklusif . ASI

berupa emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi

oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bayi. ASI bukan minuman, namun

ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi.

ASI mempunyai peranan yang penting selama masa emas tumbuh kembang anak terutama

selama 6 bulan awal pertumbuhan. Mengingat kandungan nutrisi ASI yang lengkap dan

cocok untuk bayi. Disamping itu pemberian ASI lebih praktis, mudah, murah, sedikit

kemungkinan untuk terjadi kontaminasi, dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara

bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak tersebut. ASI merupakan

makanan alam atau natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan

segar dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi

yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi.

Selain itu ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita

terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap

penyakit sehingga berperan langsung terhadap status gizi balita karena ASI cepat terserap

sesuai dengan sistem pencernaan bayi.

ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti

susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti

pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat.

Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI, sedangkan ASI

terus diberikan sampai 2 tahun.

33

Page 34: Mini Project Mereka

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Status sosial ekonomi, pendidikan ibu, penyakit penyerta dan pemberian ASI merupakan

faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gizi buruk. Faktor risiko kejadian gizi buruk yang

paling dominan adalah Pemberian ASI.

6.2 Saran

6.2.1 Puskesmas

6.2.1.1 Peranan tenaga kesehatan lebih ditingkatkan dalam memberikan penyuluhan atau

petunjuk kepada ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang manfaat ASI

Eksklusif.

6.2.1.2 Memotivasi ibu hamil dan keluarga saat ANC untuk memberikan ASI ekslusif

6.2.1.3 Petugas kesehatan mampu secara aktif memberikan informasi kepada masyarakat

tentang pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir.

6.2.1.4 Perlu dilakukan skriningawal terhadap balita agar tidak mengalami gizi buruk

secara kronik.

6.2.1.5 Perlu dilakukan monitoring evaluasi lebih lanjut mengenai pelaporan pemberian

ASI eksklusif.

6.2.1.6 Perlu koordinasi dengan pemegang TB.

6.2.1.7 Perlu koordinasi dengan petugas konseling.

6.2.1.8 Meningkatkan IMD.

6.2.1.9 Meningkatkan peranan lintas sektor dalam memberikan pengetahuan kepada

masyarkat cara menyusui yang benar.

6.2.1.10Melakukan pendekatan kepada tokoh agama dan tokoh masyarkat mengenai

budaya pemberian ASI.

34

Page 35: Mini Project Mereka

6.2.2. Masyarakat

6.2.1.1 Masyarakat diharapkan lebih aktif melakukan pemeriksaan kesehatan ibu dan

anak secara berkala ke Posyandu setempat.

6.2.1.2 Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam mengikuti kegiatan

penyuluhan yang diadakan oleh Puskesmas.

35

Page 36: Mini Project Mereka

LAMPIRAN

PESISIR (22-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Eksklusif

1 An.S 48bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam batas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N tidak

2 An.AP 47bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam

batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

3 An. M 26bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam batas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

4 An.R 54bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam

batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Scabies

K Tidak

5 An.N 45bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam

batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Riwayat Tx TB

K Tidak

6 An.C 36bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam batas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

7 An.E 13bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+), Dermatitis,

Scabies, Lymfadenopaty

K Tidak

8 An. A 29bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Shunted

N Tidak

9 An. L 18bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-) , Dermatitis

N Tidak

36

Page 37: Mini Project Mereka

BESUKI (22-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif

1 An.A 27bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

2 An. N 48bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

3 An. I 11bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Kongenital

Construction band ring

N Tidak

4 An.A 19bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

5 An.R 22bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

6 An.MD 19bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met (-)

K Tidak

7 An.H 7 bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met(-)

N Tidak

8 An.H 36bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

9 An.N 42bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

microcephaly down syndrome

K Tidak

10 An.R 21bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

11 An.A 27bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

12 An.S 32bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

13 An.R 42bl BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P K Tidak

37

Page 38: Mini Project Mereka

n dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

14 An.S 23bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

15 An.K 48bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+), evaluasi,

dermatitis atopik

N Tidak

16 An.F 44bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

ISPA

K Tidak

17 An.S 24bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), met (-)

N Tidak

18 An.D 32bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), evaluasi

N Tidak

19 An.R 24bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

evaluasi

K Tidak

20 An.A 40bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

rhinitis+furunkel

K Tidak

21 An.A 42bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

22 An.H 37bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB

(-),Deratitis

K Tidak

23 An.R 30bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB

(-),evaluasi KPSP, DADR

K Tidak

24 An.MY 39bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

ISPA

K Tidak

25 An.I 40bl BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P K Tidak

38

Page 39: Mini Project Mereka

n dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+),

Ayah Ps TB(+)

DEMUNG (24-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif

1 An.S 32bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-), ISPA

K Tidak

2 An. F 39bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-)

N Tidak

3 An.N 48bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-), Post tx TB, Shunted

N Tidak

4 An.L 14bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-)

K Tidak

5 An.F 30bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-), ISPA

K Tidak

6 An.M 23bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-), Konjungtivitis

N Tidak

7 An.Y 17bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-)

N Tidak

39

Page 40: Mini Project Mereka

8 An. S 19bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-)

N Tidak

9 An. S 36bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-)

K Tidak

10 An.N 31bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-), imunisasitdklengkap

K Tidak

11 An.A 26bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal,

KGB (-)

K Tidak

JETIS (26-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif

1 An.S

A

34bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met(-)

N Tidak

2 An. S 22bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-), D-

iS KPSP

N Tidak

3 An.S 4bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met (-), Obs. Febris h.2

K Tidak

4 An.M 37bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met(-),

Furunkel

N Tidak

5 An.F 37bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

6 An.F 28bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),

N Tidak

40

Page 41: Mini Project Mereka

Microcephaly

7 An.H 23bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB

(-),Met(-)

K Tidak

8 An. S 43bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

9 An. S 19bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB

(-),Met(-)

K Tidak

10 An.A 48bln BB/TB -2 s/d 2-3SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-), ISPA

K Tidak

11 An.S 11bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-), Obs.

Febris h.2

N Tidak

12 An.I 19bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

13 An.D 42bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),

Oxyuris Vermicularis

N Tidak

BLIMBING ( 26-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif

1 An.MN 12bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam

batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

2 An. SK 40bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam

batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met

(-)

N Tidak

3 An.SW 60bl BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam K Tidak

41

Page 42: Mini Project Mereka

n batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met

(-)

4 An.R 58bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam

batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-), Shunted

N Tidak

5 An.A 60bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam

batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

6 An.FH 19bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam

batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-), Shunted

N Tidak

7 An.R 49bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalam

batas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

8 An. A 23bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

K Tidak

9 An. F 30bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

10 An.A 15bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

11 An.SN 39bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

12 An.A 36bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

13 An.R 16bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

N Tidak

42

Page 43: Mini Project Mereka

Met(-)

14 An.R 25bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

K Tidak

15 An.I 9bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

16 An.M 60bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

17 An.D 27bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

BLORO ( 27-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Statu

s

ASI Ekskusif

1 An.A 13bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

2 An. A 41bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

3 An. AK 40bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

4 An.MJ 14bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

5 An.MB 41bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

6 An.AD 11bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Shunted

N Tidak

7 An.MA 27bl BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas N Tidak

43

Page 44: Mini Project Mereka

n normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

8 An. D 36bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

9 An. AY 10bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+) auricular

sinistra, ISPA

N Tidak

10 An. M 41bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Shunted

N Tidak

11 An.AB 31bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+)

auriculadextra, R. Batuk lama.

K Tidak

12 An.MW 22bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Microcephal,

KPSP penyimpangan

N Tidak

13 An.SA 4bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

14 An.FS 4bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

15 An.M 25bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), KPSP

Penyimpangan

K Tidak

16 An.A 58bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

17 An.MA 42bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

18 An.DP 19bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

19 An.FA 13bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

20 An.M 10bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

44

Page 45: Mini Project Mereka

21 An.MN 31bl

n

BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), GEA

N Tidak

22 An. A 25bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

LANGKAP (28-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI

Ekskusif

1 An.A

N

20bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalam batas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-)

K Tidak

2 An.BN 23bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

N Tidak

3 An.AF 49bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), dermatitis

K Tidak

4 An.N

K

20bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

5 An.NF 23bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

6 An.S 32bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Shunted

N Tidak

7 An.A 17bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

8 An. A 32bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+), Nenek Ps TB.

K Tidak

9 An. A 32bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

10 An.SN 15bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

45

Page 46: Mini Project Mereka

11 An.A

Q

42bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-)

K Tidak

KALIMAS (28-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif

1 An.J 25bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-)

K Tidak

2 An.DR 22bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-), Obs.

Febris H.2

K Tidak

3 An.B 30bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-), Met (-),

ISPA

K Tidak

4 An.C 32bl

n

BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (+),Met (-),

ISPA, Tetanggabatuk lama

K Tidak

WIDOROPAYUNG (29-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif

1 An.L 14bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-), GEA,

D-Is, ASI

N Tidak

2 An. F 27bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-), KPSP

Penyimpangan

N Tidak

3 An. J 27bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

K Tidak

4 An.O 36bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),ISPA

N Tidak

46

Page 47: Mini Project Mereka

5 An.B 9bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),ISPA

N Tidak

6 An.P 8bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

K Tidak

7 An.V 16bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

8 An.R 19bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

K Tidak

9 An.A 26bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(+), D-Is

Atopik

N Tidak

10 An.A 41bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-),

Hiperaktif

K Tidak

11 An.I 17bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-), RUJUK

RPG

K Tidak

12 An.KA 60bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

13 An.B 60bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

14 An.I 35bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

15 An.S 29bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

16 An.Z 35bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

K Tidak

17 An.IB 17bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

18 An.D 33bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

N Tidak

47

Page 48: Mini Project Mereka

19 An.A 17bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

K Tidak

20 An.I 42bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P dalambatas

normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),Met(-)

K Tidak

SUMBER REJO (29-11-2014)

No Nama Usia HasilPemeriksaan Status ASI Ekskusif

1 An.H 11bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

2 An. S 39bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-), Shunted

N Tidak

3 An.M

R

12bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-), Rhonki Paru

N Tidak

4 An.SZ 13bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

5 An.KU 20bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

K Tidak

6 An.H 53bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

K Tidak

7 An.RD 29bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

K Tidak

8 An.MF 27bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

N Tidak

48

Page 49: Mini Project Mereka

Met(-)

9 An.M 36bln BB/TB -2 s/d -3 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

K Tidak

10 An.R 6bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-), ISPA

N Tidak

11 An.N 23bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

12 An.H 17bln BB/TB -2 s/d 2 SD, LIKA Normal, C/P

dalambatas normal, H/L ttb, BU normal, KGB (-),

Met(-)

N Tidak

49

Page 50: Mini Project Mereka

JUMLAH PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF BALITA DI KECAMATAN BESUKI

KABUPATEN SITUBONDO JAWA TIMUR TAHUN 2013

NONAMA DESA

JUMLAH

BAYI

DIPERIKSA

EKSKLUSIF ( E0 - E5 )

DIPERIKS

A

JML.BAYI

PROYEKS

I

n %

1 BESUKI 215 142 66.0 215 119

2 PESISIR 173 152 87.9 173 80

3 DEMUNG 43 31 72.1 43 40

4 KALIMAS 111 83 74.8 111 42

5 LANGKAP 39 36 92.3 39 24

6 BLORO 49 36 73.5 49 34

7 BLIMBING 93 84 90.3 93 56

8 JETIS 80 71 88.8 80 65

9 WIDOROPAYUN

G

56 49 87.5 56 38

10 SUMBEREJO 27 23 85.2 27 17

.

50

Page 51: Mini Project Mereka

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo S. Prinsip-Prinsip Dasar IlmuKesehatan Masyarakat.Jakarta : Rineka Cipta; 2003.

2. Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru; 2005.

3. Kementerian Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.Jakarta: Direktorat Bina Gizi; 2011.

4. Kumar S.Global Database on Child Growth and Malnutrition [Internet]. 2007[cited 2011 Desember 14].Available from:

http://Who.int//nutgrowthdb>.2007

5. Tropical Medicine Central Resource.Kwashiorkor (Protein – Calorie Malnutrition) [Internet].2008[cited 2011 Desember 14]. Available from:

http://tmcr.Usuhs.mil/tmcr/chapter16/Kwashiorkor.htm

6. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.Anak dengan Gizi Baik Menjadi Aset dan Investasi Bangsa di Masa Depan[Internet].2011[cited 2011 Desember 14].Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1346-anak-dengan-gizi-baik-menjadi-aset-dan-investasi-bangsa-di-masa-depan.html

7. Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah[Internet].2010[cited 2011 Desember 14].Available from: http://www.docstoc.com/docs/66364904/Laporan-Akhir-EKPD-2010-Provinsi-Jawa-Tengah-oleh-Universitas-Diponegoro

8. Sudaryat S, Soetjiningsih.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah.Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud Denpasar; 2000.

9. World Health Organisation.Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Jakarta: WHO Indonesia ; 2009.

10. Kusriadi.Analisis Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Kurang Gizi Pada Anak Balita Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)[karya tulis ilmiah].Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2010.

11. Anwar K,Juffrie M,Julia M.Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2005[cited 2011

51

Page 52: Mini Project Mereka

Desember 14]:2(3):81-85.Available from:http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/

12. Effendi.Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 1998.

13. Hidayat AAA.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika;2008.

14. Razak AA,Gunawan IMA,Budiningsari RD. Pola Asuh Ibu Sebagai Faktor Risiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita.Jurnal Gizi Klinik Indonesia[Internet].2009[cited 2011 Desember 14]:6(2):95-103.Available from:

http://www.i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=10761

15. Kosim, Sholeh M.Buku Ajar Neonatologi Edisi I.Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2008.

16. Supartini Y.Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta:EGC; 2002.

17. Mexitalia M. Air Susu Ibu dan Menyusui. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Edisi ke-1.Jakarta: IDAI;2011. hal. 77-95.

18. Hartono A. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit.Jakarta: EGC; 1997.

19. Wahyuni S, Julia M, Budiningsari D. Pengukuran Status Gizi Pasien Anak Menggunakan Metode SGNA Sebagai Prediktor Lama Rawat Inap, Status Pulang dan Kejadian Malnutrisi di Rumah Sakit.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2005 [cited 2012 Mei 25]: 2(1): 80-84. Available from: http://dc183.4shared.com/doc/gV1MYaob/preview

20. Lada C, Aspatria U, Jutomo L. Kajian Jenis-Jenis Penyakit Infeksi dan Lamanya Perawatan Bagi Balita Penderita Gizi Buruk di Panti Rawat Gizi Panite Kabupaten Timor Tengah Selatan.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2007 [cited 2012 Mei 25]: 2(2): 1-5. Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1109819_2085-9341.pdf

21. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001.

22. Paryanto E.Gizi Dalam Masa Tumbuh Kembang.Jakarta:EGC;1997.

23. Soendjojo RD,Sritje H,Mien S.Menstimulasi Anak 0-1 Tahun.Jakarta:PT Elexmedia Komputindo.2000.

24. Departemen Kesehatan RI.Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI;2002.

25. Kliegman R.Nelson Textbook of Pediatrics. USA: Saunders Elsevier;2007.

52

Page 53: Mini Project Mereka

26. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Infomedika;2007.

27. Walker,Allan.Pediatric Gastrointertinal Disease.USA:DC Decker;2004.

28. Dini L.Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi.Jakarta:PT Gramedia Pustaka;2000.

29. Soekirman.Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.Jakarta:EGC;2000.

30. Rumiasih. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Magelang[karya tulis ilmiah].Semarang: Universitas Diponegoro;2003.

31. Pius,Dahlan.Kamus Ilmiah Populer.Surabaya:Arkola;2001.

32. Departemen Kesehatan RI.Program Gizi Makro.Jakarta:Depkes RI;2002.

33. Soekanto,Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada;2000.

34. Taruna J.Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Terjadinya Kasus Gizi Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun 2002[karya tulis ilmiah].Jakarta:Universitas indonesia;2002.

35. Abu A.Ilmu Sosial Dasar.Jakarta:Rineka Cipta;1997.

36. Departemen Kesehatan RI.Analisis Situasi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:Depkes RI;2004.

37. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED.Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED).Jakarta:EGC;2008.

38. Dahlan S.Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT Arkans;2006.

39. Retno S.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Setelah Mendapatkan PMT Pemulihan di Provinsi DKI Jakarta [karya tulis ilmiah]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2008.

40. Goode W.Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara;2000.

41. Faiza R, Elnovriza D, Syafianti.Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang.Jurnal Media Gizi Keluarga [Internet].2007 [cited 2012 Juni1]:31(1):80-88.Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/311078088

42. Dewati M. Analisis Pengaruh Pendapatan Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga, Tingkat Pendidikan Ibu dan Tingkat Pendidikan Ayah Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan

53

Page 54: Mini Project Mereka

Polokarto Kabupaten Sukoharjo [karya tulis ilmiah].Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret; 2008.

43. Oetomo D. Gizi Buruk Balita di Surakarta Dikaji dari Tingkat Pendidikan Ibu dan Pola Konsumsi Makan Balita [karya tulis ilmiah]. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret;2006.

44. Sumiati I. Evaluasi Penatalaksanaan Asuhan Gizi pada Balita Kurang Energi Protein di RSUD Ulin Banjarmasin [karya tulis ilmiah]. Malang: Universitas Brawijaya; 2007.

45. Nadimin. Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Jurnal Media Gizi Pangan

[Internet].2010 [cited 2012 Mei 28]:10(2):1-7. Available from: http://jurnalmediagizipangan.files.wordpress.com/2012/04/1-hubungan-keluarga-sadar-gizi-dengan-status-gizi-balita

46. Saputra M. Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Status gizi pada Anak Balita di Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta [karya tulis ilmiah]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012.

47. Susanti E. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu [karya tulis ilmiah]. Bengkulu:Universitas Bengkulu ;2011.

48. Lingga NK.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang [karya tulis ilmiah]. Medan:Universitas Sumatera Utara;2010.

49. Wahyuni. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dan Pemberian Vitamin A dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Titi Rantai dan Kelurahan Babura Kecamatan Medan Maru [karya tulis ilmiah]. Medan; UniversitasSumatera Utara;2005.

50.http://health.liputan6.com/read/520968/angka-penurunan-gizi-buruk-balita-sulit-penuhi-target-mdgs

51.Hans Obor (2011). Kasus gizi burukmasih tinggi [Online]. Available:

http://nttonlinenews.com/ntt/index.php?view=article&id=9426%3Akasus-gizi-buruk-masih-tinggi&option=com_content&Itemid=56.

52.http://www.bhasafm.co.id/kabupaten-situbondo-jadi-salah-satu-kantong-gizi-buruk-di-jawa-timur/

53.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34314/3/Chapter%20I.pdf

54

Page 55: Mini Project Mereka

54.Arif, N. (2009).Panduan Ibu Cerdas ASI dan Tumbuh Kembang. Yogyakarta: MediaPressindo.

55. Prasetyono, 2009.Buku Pintar ASI eksklusif.Jogjakarta : Diva Pres.

56. Sitaresmi, M, N,. (2010). Isu Kebijakan Tentang Pemberian ASI secara Eksklusif,

http://kebijakan kesehatanindonesia.net/node/2, diakses 15 Februari 2014

57.Sutama,2008.Pemberian ASI Eksklusif Masih Rendah.

http://asiku.wordpress-.com/2008/08/07/pemberian-asi-eksklusif-masih-rendah/,diakses 24 Juni 2011.

58. Sidi, Ieda Poernomo Sigit, Dra, dkk.2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi,Jakarta: Perkumpulan perinatologi Indonesia

59. Roesli, U, 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.

55