Top Banner
1 Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Pemenang Disusun Oleh : dr. Hastin Nur Setyawati Dokter Pembimbing : Dr. Asep Nasrullah PUSKESMAS PEMENANG KABUPATEN LOMBOK UTARA PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT 2014
34

Mini project- Internship-Lombok Utara

Oct 09, 2015

Download

Documents

macruv

Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Pemenang

Disusun Oleh :dr. Hastin Nur Setyawati

Dokter Pembimbing :Dr. Asep Nasrullah

PUSKESMAS PEMENANGKABUPATEN LOMBOK UTARAPROPINSI NUSA TENGGARA BARAT2014BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAHPenyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia. Kasus tuberkulosis meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah tuberkulosis besar (High Burden Countries).7Penyakit TB paru juga merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan pasien tuberkulosis terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia sekitar 5,8% dari total pasien TB di dunia. Tuberkulosis merupakan kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, serta nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pada tahun 2010 prevalensi tuberkulosis di Indonesia sebesar 289 per 100.000 penduduk.7Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru tuberkulosis paru, dimana 1/3 penderita terdapat di puskesmas, 1/3 di pelayanan rumah sakit, klinik pemerintah maupun klinik swasta, dan 1/3 ditemukan di unit pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau seperti pengobatan tradisional. Penderita TB paru di Indonesia sebagian besar terjadi pada kelompok usia produktif dan sosial ekonomi rendah.7Berdasarkan data di Puskesmas Pemenang pada tahun 2013 dari 251 penderita suspek TB paru, didapatkan sebanyak 73 pasien yang didiagnosis TB paru, baik itu berdasarkan BTA (+), Ro (+), dan TB pada anak. Tingkat kesembuhan pada 2013 cukup baik yaitu 93,3%, yang mana semua penderita TB sudah mendapatkan pengobatan. Sedangkan kekambuhan terjadi pada 4 penderita.2Faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya kejadian penyakit tuberkulosis paru dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu faktor risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, status gizi,) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan hunian, jenis lantai, luas lubang ventilasi alamiah, pencahayaan, kelembaban, suhu, jenis dinding, jenis atap). Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik, tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 60 C. Kuman ini tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18-24 jam pada suhu yang optimal.6Penyakit TB ini sendiri banyak ditularkan oleh pasien dewasa. Rendahnya temuan kasus TB diantaranya disebabkan oleh kurangnya screening awal pada penderita TB. Berdasarkan uraian di atas, maka akan dilakukan mini project yang berjudul Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Pemenang.

B. RUMUSAN MASALAHBerdasarkan uraian di atas, dimana Indonesia masuk dalam 22 negara yang dikategorikan high burden countries terhadap TB, dapat dikatakan bahwa kasus TB di Indonesia cukup tinggi. Faktor lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit termasuk tuberkulosis paru. Dari identifikasi masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah : Apakah Ada Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Pemenang.

C. TUJUAN PENELITIAN1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru.

2. Tujuan Khusus Mengidentifikasi masing-masing faktor risiko terhadap kejadian tuberkulosis paru.

D. MANFAAT PENELITIAN1. Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru terutama faktor lingkungan fisik rumah apa saja yang berhubungan, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya. 2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan) Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru terutama untuk menentukan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program. 3. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman langsung dalam pelaksanaan penelitian, serta merupakan pengetahuan yang di peroleh dalam melaksanakan penelitian dilapangan.

E. KEASLIAN PENELITIANDi bawah ini adalah beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya :No.Judul PenelitianTahunMetodeVariabelHasil

1.Hubungan Antara Karakteristik Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang2007Kasus KontrolKepadatan hunian rumah Pencahayaaan rumah Ventilasi rumah kelembaban rumahOR = 14 OR = 5,58 OR = 3,69 OR = 18,57

2.Kesehatan lingkungan Rumah dan Kejadian penyakit Tuberkulosis Paru di Kabupaten Agam sumatera Barat2005Kasus KontrolKesehatan lingkungan rumah Status gizi Sumber penularan PencahayaanOR = 5,96 OR = 4,94 OR = 5,84 OR = 2,478

3.Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit tuberkulosis Paru di Kabupaten Banyumas2006Kasus KontrolVentilasi Keberadaan jendela ruang tidur Kelembaban ruang tidur Suhu ruang tidur Jenis lantai Pembagian ruang tidur Jenis dinding Kelembaban luar rumah Suhu luar rumah Kontak penderita Status giziOR = 2,2 OR = 4,248

OR = 3,281 OR = 3,683 OR = 2,129 OR = 5,508 OR = 2,299 OR = 2,421 OR = 2,384 OR = 5,455 OR = 2,425

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru

1. DefinisiTuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang penderita tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.5

2. Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa. Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa adalah mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob.7Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam.7

3. Gejala-gejala Tuberkulosis Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paruadalah: a. Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. b. Dahak bercampur darah. c. Batuk berdarah. d. Sesak napas. e. Badan lemas. f. Nafsu makan menurun. g. Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik. h. Demam meriang lebih dari satu bulan. Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment shortcourse) gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus selama tiga minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis.74. Penemuan Pasien Tuberkulosisa. Penemuan Pasien Tuberkulosis Pada Orang Dewasa7Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan Tuberkulosis.Strategi penemuan pasien Tuberkulosis dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien Tuberkulosis. Pemeriksaan terhadap kontak pasien Tuberkulosis, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menunjukan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.b. Penemuan Pasien Tuberkulosis Pada Anak7Diagnosis Tuberkulosis pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis Tuberkulosis anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor yang dilakukan dokter dengan parameter : kontak Tuberkulosis, uji tuberkulin, berat badan/keadaan gizi, demam tanpa sebab jelas, batuk, pembesaran kelenjar limpe, koli,aksila, inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang, foto thoraks.

5. Klasifikasi Penyakit dan Tipe PasienTuberkulosis Paru6,7a. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis ParuKlasifikasi penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan dahak dibagi dalam :i) Tuberkulosis paru BTA positif. i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. ii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. iii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tuberkulosis positif. iv. 1 atau lebih spesimen dahak hasinya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.2) Tuberkulosis paru BTA negatif. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi :i) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif. ii) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis.iii) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.iv) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. b. Tipe Pasien Tuberkulosis ParuKlasifikasi pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :1) Baru, adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).2) Kambuh (Relaps), adalah pasien Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).3) Pengobatan setelah putus berobat (Default), adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.4) Gagal (Failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.5) Pindahan (Transfer In), adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register Tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya.6) Lain-lain, adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan lingkungan (environment).1a. Agent Adalah penyebab yang esensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak mencukupi syarat untuk menimbulkan penyakit, perlu dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas,infektifitas, dan virulensi.b. Host Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksud dalam penelitian ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah : a. Jenis kelamin Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten,mayoritas penderita tuberkulosis paru adalah wanita. b. Umur Risiko untuk mendapatkan tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memiliki daya tahan terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda danmenurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua.c. Kondisi sosial ekonomi WHO (2003) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin.d. Kekebalan Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalanalamiah dan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG. e. Status gizi Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosisparu. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru. c. Lingkungan Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Menurut Winslow dan APHA yang dikutip oleh Suyono dan Budiman (2011), perumahan yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memenuhi kebutuhan fisiologis, memenuhi kebutuhan psikologis, mencegah penularan penyakit, dan mencegah terjadinya kecelakaan.Perumahan yang sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis : 1. Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari) maupun cahaya buatan (lampu). 2. Penghawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses penggantian udara dalam ruangan. 3. Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar maupun dalam rumah (termasuk radiasi). 4. Cukup tempat bermain bagi anak-anak dan untuk belajar. Perumahan yang memenuhi kebutuhan psikologis :1. Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya (privacy), tidak terganggu oleh anggota keluarga dalam rumah maupun oleh tetangga atau orang lewat. 2. Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga. 3. Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak terlalu ada perbedaan tingkat yang ekstrem di lingkungannya. Misalnya tingkat ekonomi. 4. Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri. 5. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Orangtua dan anak dibawah 2 tahun boleh satu kamar. Anak di atas 10 tahun dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Anak umur 17 tahun ke atas diberi kamar sendiri. 6. Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm untuk terjaminnya keleluasaan bergerak, bernapas dan untuk memudahkan membersihkan lantai. 7. Ukuran ruang tidur anak yang berumur 5 tahun sebesar 4,5 m, dan yang umurnya 5 tahun adalah 9 m. Artinya dalam satu ruangan anak yang berumur 5 tahun kebawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 1,5 x 1 x 3 m, dan diatas 5 tahun menggunakan ruangan 3 x 1 x 3 m. 8. Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan. 9. Hewan/ternak yang akan mengotori ruangan dan ribut/bising hendaknya dipindahkan dari rumah dan dibuat kandang tersendiri dan mudah dibersihkan. 10. Perumahan juga harus mampu mencegah penularan penyakit: a) Tersedianya air bersih untuk minum yang memenuhi syarat kesehatan. b) Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk dan lalat), tikus dan binatang lainnya bersarang di dalam atau di sekitar rumah.c) Pembuangan kotoran (tinja) dan air limbah memenuhi syarat kesehatan. d) Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan higienis.e) Luas kamar tidur maksimal 3,5 m per orang dan tinggi langit-langit maksimal 2,7 m. Ruangan yang terlalu luas akan menyebabkan mudah masuk angin, tidak nyaman secara psikologis (gamang), sedang apabila terlalu sempit akan menyebabkan sesak napas dan memudahkan penularan penyakit karena terlalu dekat kontak. f) Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan bebas dari pencemaran atau gangguan serangga (lalat, semut, lipas dll) dan tikus serta debu.g) Perumahan harus memenuhi keamanan untuk terjadinya kecelakaan.

7. Sanitasi Perumahan dan Hubungannya dengan Tuberkulosis Paru3,4,5Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit untuk melenyapkan, mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang merupakan mata rantai penularan penyakit.Menurut Ehlers dan Steel yang dikutip oleh Rajagukguk (2008) adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat merupakan mata rantai penularan penyakit.Jadi berdasarkan kedua definisi diatas, disimpulkan inti dari sanitasi adalah pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan untuk menghindari penularan penyakit dari satu orang kepada orang lain.Bila dihubungkan dengan perumahan sebagai faktor lingkungan, sanitasi tersebut meliputi kegiatan usaha yang sasarannya adalah segala aspek yang berkaitan dengan rumah sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan penghuninya.Penyehatan perumahan dan lingkungan perlu dilakukan karena erat kaitannya dengan masalah kesehatan masyarakat. Untuk menunjukkan bahwa kondisi perumahan yang tidak sehat sangat berpengaruh dalam penularan penyakit dilihat dari data-data penelitian yang sudah ada.Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1980 didapatkan hasil sebagai berikut :1. 35,8% rumah tidak mempunyai kamar tidur terpisah. 2. 34% rumah mempunyai lubang penghawaan, pencahayaan, lantai, dinding dan atap yang buruk. Menurut berbagai penelitian, penyakit saluran pernafasan dan tuberkulosis dapat dicegah dengan terpenuhinya suatu rumah dari pencahayaan, ventilasi, tidak lembab, tidak padat penghuni (minimal 10 m per orang), mempunyai kamar lebih dari satu, asap dapur tidak dapat masuk ke kamar tidur/ruang tamu.Hal diatas menunjukkan betapa besar pengaruh sanitasi perumahan terhadap kejadian penularan penyakit Tuberkulosis, begitu juga untuk penyakit menular lainnya apabila rumah tersebut tidak memenuhi syarat sanitasi.Di daerah-daerah pedesaan, masalah perumahan masih banyak yang belum memenuhi syarat kesehatan sedangkan di kota-kota sudah ada kemajuan, tetapi di berbagai tempat masih terdapat perumahan yang sama sekali tidak memenuhi persyaratan kesehatan, yang sering disebut dengan daerah kumuh (slum area).Menurut Reksosoebroto (1978) yang dikutip oleh Rajagukguk (2008), perumahan yang tidak sehat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :a. Taraf sosial ekonomi yang masih rendah b. Kurangnya pengertian tentang kesehatan c. Sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat d. Kepadatan penghuni (over crowding) e. Konstruksi bangunan yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan Perumahan yang tidak memenuhi persyaratan fisik akan menimbulkan gangguan kesehatan antara lain yang erat kaitannya dengan penyebaran penyakit Tuberkulosis paru adalah luas ruangan, ventilasi, konstruksi lantai dan pencahayaan sinar matahari yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi.

8. Luas RuanganRumah yang sehat harus memenuhi persyaratan psikologis meliputi privacy (kebebasan), security (keamanan), safety (perlindungan), comfort (kebahagiaan dan kesenangan) dan relax (ketenangan), disamping itu juga harus memenuhi fisik yang meliputi konstruksi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang baik (Reksosoebroto, 1978).Salah satu syarat konstruksi yang harus diperhatikan sehubungan dengan penyakit Tuberkulosis Paru adalah luas ruangan rumah. Menurut Regional Housing Centre seperti yang dikutip oleh Reksosoebroto (1978), suatu bangunan harus memenuhi ukuran luas yang layak (dengan perhitungan untuk setiap keluarga yang terdiri dari 5 anggota rata-rata).Di berbagai negara persyaratan luas ruangan perumahan biasanya ditentukan berdasarkan banyaknya penghuni. Over crowing (kepenuh sesakan) dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moral.Luas bangunan yang optimum menurut Notoatmodjo (1997) adalah apabila dapat menyediakan 2,5 3 m untuk tiap orang anggota keluarga. Menurut Lubis (1985) over crowing suatu perumahan apabila kondisi rumah terhadap jumlah penghuni sebagai berikut :a. Dua individu dari jenis kelamin berbeda dan usia diatas 10 tahun yang bukan suami isteri, tidur dalam satu kamar. b. Jumlah penghuni dibandingkan dengan luas lantai melebihi ketentuan yang ditetapkan. Di Indonesia ketentuan mengenai kepadatan hunian ruang tidur oleh keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999, yaitu luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah 5 tahun.9. VentilasiMenurut Suyono dan Budiman (2011), hawa segar diperlukan untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara bebas mempunyai susunan unsur Oksigen 20,7%, Nitrogen 78,8%, Karbondioksida 0,04%,Uap air 0,46%, Ozon (O ), amoniak (NH ), hidrogen (H2) dan lain-lain.Pengadaan ventilasi menurut Salvato yang dikutip oleh Lubis (1985) dalam Rajagukguk (2008) adalah untuk menyediakan udara segar dan melenyapkan udara jenuh, tapi tidak ada sangkut pautnya dengan komposisi kimia, namun ia tetap menghubungan dengan pencegahan terjadinya akumulasi gas-gas beracun dan mikroorganisme di ruangan.Rumah yang ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan mengakibatkan perasaan sesak, pengap, cepat lelah dan keaktifan menurun. Tidak adanya ventilasi yang baik di suatu ruangan akan semakin membahayakan kesehatan jika didalam ruangan tersebut terdapat penderita Tuberkulosis Paru.Ventilasi udara dalam ruangan harus memenuhi syarat lain di antaranya:1. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, selain itu luas ventilasi insidentil (buka dan tutup) minimum 5% luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai. Ukuran luas ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit. 2. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak tercemar gas atau asap dari pembakaran sampah, pabrik, knalpot kendaraan, asap rokok, debu, dll. 3. Aliran udara jangan membuat orang masuk angin, untuk ini jangan menempatkan tempat tidur atau tempat duduk persis pada aliran udara, misalnya di depan jendela atau pintu. 4. Aliran udara mengikuti aturan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan/berseberangan antara 2 dinding ruangan. Aliran udara ini jangan terhalang oleh barang-barang besar seperti lemari, dinding sekat dan lain-lain. 5. Kelembaban udara jangan sampai terlalu tinggi (menyebabkan orang berkeringat) dan jangan terlalu rendah (menyebabkan kulit kering, bibir pecah-pecah dan hidung sampai berdarah). Udara dalam ruangan setelah terpakai susunannya menjadi, oksigen 15,4%,CO 4,4%, nitrogen 79,2%, uap air 1,0%.10. LantaiPerkembangbiakan mikroorganisme pada ruangan rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah biasanya hanya berupa tanah atau batu bata yang langsung diletakkan diatas tanah, sehingga kelembabannya sangat tinggi dan pada musim panas dapat menyebabkan udara berdebu.Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat mengundang berbagai serangga dan tikus untuk bersarang, demikian juga kotoran yang melekat padanya. Biasanya tanah dan debu banyak mengandung mikroorganisme berbahaya antara lain kuman Tuberkulosis.Lantai perumahan yang dipersyaratkan di Indonesia seperti telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umun adalah : tidak mudah aus, kedap air, mudah dibersihkan, tidak lentur, tidak mudah terbakar dan harus memenuhi normalisasi serta peraturan yang berlaku.11. Pencahayaan Sinar MatahariSalah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup. Sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di lingkungan rumah, dengan demikian sinar matahari sangat diperlukan di dalam suatu ruangan rumah terutama ruangan tidur, khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembang biakan kuman tuberkulosis dan kuman penyakit lainnya.Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan, juga dapat mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu seperti TBC, Influensa, penyakit mata dan lain-lain. (Sanropie, et.al, 1989).

B. KERANGKA KONSEP

Faktor Lingkungan fisik rumah :Lingkungan fisik rumahSuhuKelembaban Luas ventilasi Intensitas pencahayaan Kepadatan hunian Jenis lantai rumah Variabel bebas

Kejadian Tuberkulosis paruVariabel terikat

faktor risiko kejadian tuberkulosis paruVariabel pendukung

C. HIPOTESISBerdasarkan uraian di atas, dapat dibuat hipotesis ada hubungan antara faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di puskesmas pemenang

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIANDesain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional (potong lintang). Menurut Gordis cit Fina (2004) dalam penelitian rancangan studi potong lintang pengambilan data variabel bebas dan variabel terikat diamati secara bersamaan pada suatu periode tertentu.8

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIANPopulasi dalam penelitian ini adalah penderita yang dicurigai menderita tuberkulosis di Puskesmas Pemenang pada tahun 2014.Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Pemenang dari 15 Agustus 2014 sampai dengan 15 September 2014.Untuk pemilihan sampel didasarkan pada responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu : Kriteria inklusi :1. Batuk lebih dari 2 minggu atau batuk berdarah2. Demam meriang lebih dari 2 minggu3. Bersedia diwawancaraKriteria eksklusi :1. Responden pindah atau meninggal2. Tidak bersedia diwawancaraPerhitungan jumlah sampel didapat melalui :

n = besar sampel Z = nilai pada kurva normal P1 = proporsi terpapar pada kelompok kasus P2= proporsi terpapar pada kelompok pembanding = presisi/ penyimpangan OR = diperoleh dari penelitian sebelumnyaDari perhitungan di atas didapatkan jumlah sebanyak 64 orang.

C. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL1. Variabel bebas : faktor lingkungan fisik rumahVariabel terikat : kejadian tuberkulosis paru2. Definisi OperasionalDefinisi operasional yang dibuat tentang batasan-batasan dari istilah yang dipakai dalam penulisan, yaitu :1. Penderita tuberkulosis paru adalah sampel pada penelitian ini yang menderita tuberkulosis paru baik berdasarkan BTA +, Rontgen Thorax, maupun skoring TB.2. Lingkungan fisik rumah adalah keadaan bagian-bagian dari rumah responden yang diperkirakan ikut berperan dalam penularan penyakit tuberkulosis paru, yaitu luas ruangan, ventilasi, lantai, kelembaban, dan pencahayaan. 3. Kepadatan hunian ruangan tidur adalah luas ruangan minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. 4. Ventilasi rumah yang baik adalah rumah yang memiliki luas jendela/lubang udara pada rumah paling sedikit 10% dari luas lantai ruangan dan 50% dari luas jendela atau lubang udara harus dapat dibuka, sehingga ada aliran udara yang segar terus berlangsung.5. Lantai rumah yang baik adalah kondisi kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, kuat, rata, dan mudah dibersihkan. 6. Kelembaban adalah keadaan lembab dalam ruangan yang berkisar 40%-70%.7. Pencahayaan yang memenuhi syarat adalah masuknya sinar matahari kedalam ruangan dan menyebar secara merata, terang dan tidak silau sehingga dapat membaca secara normal. 3. Instrumen PenelitianPenilaian terhadap lingkungan fisik rumah dilakukan dengan melakukan wawancara dan observasi, kemudian menilai persyaratan untuk masing-masing objek yang diteliti, dengan menggunakan Kepmenkes no. 829 tahun 1999 dan Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, yang mana dikatakan baik jika nilai 35-42 (> 83%), dan dikatakan kurang jika 8 m2 / orang)1523,423,423,4

Padat (< 8 m2 / orang)4976,676,6100,0

Total64100,0100,0

Berdasarkan tabel di atas mengenai kepadatan hunian dapat dilihat jumlah responden yang tinggal pada tingkat kepadatan tidakpadat (> 8 m2 / orang) adalah sebanyak 15 responden (23,4%) sedangkan jumlah responden yang tinggal pada tingkat hunian adalah 49 responden (76,6%).

Tabel 7. Faktor lingkungan fisik rumah : Lantai

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidSemen, ubin, keramik, kayu6296,996,996,9

Tanah23,13,1100,0

Total64100,0100,0

Berdasarkan tabel di atas mengenai lantai hunian dapat dilihat jumlah responden yang tinggal dengan lantai semen, ubin, keramik, kayu adalah 62 responden (96,9%), sedangkan jumlah responden yang tinggal dengan lantai tanah adalah sebanyak 2 responden (3,1%).

Tabel 8. Faktor lingkungan fisik rumah : Pencahayaan

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidCukup3351,651,651,6

Tidak Cukup3148,448,4100,0

Total64100,0100,0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat jumlah responden yang tinggal dengan pencahayaan cukup adalah 33responden (51,6%) sedangkan yang tinggal dengan pencahayaan tidak cukup 31 responden atau sebesar 48,4%.

Tabel 9. Faktor lingkungan fisik rumah : Ventilasi

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidAda Ventilasi6093,893,893,8

Tidak Ada Ventilasi46,36,3100,0

Total64100,0100,0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang memiliki ventilasi cukup sebanyak 60 responden (93,8%) dan yang tidak memiliki ventilasi cukup ada 4 orang (6,3%).

Tabel 10. Faktor lingkungan fisik rumah : Air bersih

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidAir dalam kemasan34,74,74,7

Ledeng / PAM1523,423,428,1

Mata air terlindung57,87,835,9

Sumur pompa tangan34,74,740,6

Sumur terlindungi2437,537,578,1

Sumur tidak terlindung1421,921,9100,0

Total64100,0100,0

Berdasarkan table di atas mengenai sumber air bersih dapat dilihat mayoritas responden mendapatkan air bersih yang bersumber dari sumur terlindungi yaitu sebanyak 24 responden (37,5%), dan yang paling sedikit air dalam kemasan dan sumur pompa tangan yaitu 3 responden.Tabel 11. Faktor lingkungan fisik rumah : Pembuangan kotoran (kakus)

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidLeher angsa5179,779,779,7

Cemplung / cubluk23,13,182,8

Kolam ikan/ sungai/ kebun914,114,196,9

Tidak ada23,13,1100,0

Total64100,0100,0

Berdasarkan tabel di atas mengenai pembuangan kotoran (kakus) dapat dilihat mayoritas responden memiliki pembuangan (kakus) dengan model leher angsa yaitu sebanyak 51 responden atau sebesar 79,7%, kemudian kolam ikan/ sungai/ kebun yaitu sebanyak 9 responden atau sebesar 14,1%.Tabel 12. Faktor lingkungan fisik rumah : Septi tank

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidDengan jarak >10 m dari sumber air minum 2843,843,843,8

Lainnya3656,356,3100,0

Total64100,0100,0

Berdasarkan tabel di atas mengenai keadaan septitank dapat dilihat jumlah responden yang memiliki septitank dengan jarak >10 meter dari sumber air minum adalah sebanyak 28responden (43,8%) sedangkan jumlah responden yang memiliki septi tank dengan jarak lainya adalah sebanyak 36 responden (56,3%).Tabel 13. Faktor lingkungan fisik rumah : Kepemilikan WC

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidSendiri2539,139,139,1

Bersama2843,843,882,8

Tidak Ada1117,217,2100,0

Total64100,0100,0

Sebanyak 25 responden telah memiliki wc sendiri, sedangkan 28 responden (43,80%) memiliki wc bersama, dan 11 responden (17,20%) tidak memiliki wc.Tabel 14. Faktor lingkungan fisik rumah : SPAL

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidSaluran tertutup3554,754,754,7

Saluran terbuka1320,320,375,0

Tanpa saluran1625,025,0100,0

Total64100,0100,0

Jumlah responden yang memiliki saluran tertutup adalah sebanyak 35 responden (54,7%), saluran terbuka dimiliki 13 responden (20,3%) dan jumlah responden yang tanpa saluran adalah sebanyak 16 responden atau sebesar 25,0%.Tabel 15. Faktor lingkungan fisik rumah : Saluran got

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidMengalir lancar2742,242,242,2

Mengalir lambat1218,818,860,9

Tidak ada got2539,139,1100,0

Total64100,0100,0

Responden yang memiliki saluran got mengalir lancar adalah sebanyak 27 responden (42,2%), mengalir lambat sebanyak 12 responden (18,8%) dan responden yang tidak memiliki saluran got sebanyak 25 responden (39,1%).Tabel 16. Faktor lingkungan fisik rumah : Pengelolaan sampah

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidDiangkut petugas34,74,74,7

Ditumbun1929,729,734,4

Dibakar2945,345,379,7

Dibuang ke sungai914,114,193,8

Dibuang sembarangan46,36,3100,0

Total64100,0100,0

Mayoritas responden melakukan pengelolaan sampah dengan cara dibakar yaitu sebanyak 29 responden atau sebesar 45,3%, terbanyak kedua melakukan pengelolaan sampah dengan cara ditimbun yaitu sebanyak 19 responden atau sebesar 29,7%.Tabel 17. Faktor lingkungan fisik rumah : Polusi udara

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidTidak ada gangguan polusi2335,935,935,9

Ada gangguan4164,164,1100,0

Total64100,0100,0

Jumlah responden tanpa gangguan polusi adalah 23 responden(35,9%), sedangkan dengan gangguan polusi sebanyak 41 responden (64,1%).

Tabel 18. Faktor lingkungan fisik rumah : Bahan bakar masak

FrequencyPercentValid PercentCumulative Percent

ValidListrik dan gas3046,946,946,9

Minyak tanah1015,615,662,5

Kayu bakar2437,537,5100,0

Total64100,0100,0

Jumlah responden yang menggunakan bahan bakar listrik dan gas adalah sebanyak 30responden (46,9%), yang menggunakan bahan bakar minyak tanah adalah sebanyak 10 responden (15,6%) dan jumlah responden yang menggunakan bahan bakar kayu bakar adalah sebanyak 24 responden atau sebesar 37,5%.

a. Uji HipotesisPada bagian ini akan menggambarkan tabulasi silang antarakategori rumah sehat dengan kejadian tuberkulosis. Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan yang signifikan antarakategori rumah sehat dengan kejadian tuberkulosispada responden, maka dilakukan uji Chi-Square. Berikut ini adalah hasil perhitungan berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner.Kejadian TBC * Kategori Lingkungan Fisik Rumah Crosstabulation

Kategori Lingkungan Fisik RumahTotal

KurangBaik

Kejadian TBCTBCCount42446

% within Kejadian TBC91,3%8,7%100,0%

Non-TBCCount01818

% within Kejadian TBC0,0%100,0%100,0%

TotalCount422264

% within Kejadian TBC65,6%34,4%100,0%

Berdasarkan tabel tabulasi silang antarakategori rumah sehat dengan kejadian tuberkulosis, dapat dilihat untuk responden dengan kategori lingkungan rumah fisik yang kurang, memiliki proporsi kejadian tuberkulosis lebih tinggi dibandingkan dengan responden dengan kategori lingkungan rumah fisik yang baik.Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan kategori rumah sehat dengan kejadian tuberkulosis, maka dilakukan pengujian Chi-Square. Berikut ini adalah hasil pengujian Chi-Squareberdasarkan data yang diperoleh.

Chi-Square Tests

ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square47,810a1,000

Continuity Correctionb43,8491,000

Likelihood Ratio55,1871,000

Fisher's Exact Test,000,000

Linear-by-Linear Association47,0631,000

N of Valid Cases64

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,19.

b. Computed only for a 2x2 table

Berdasarkan hasil pengujian diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0.000 yang bernilai lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan, terbuktibahwa terdapat hubungan kategori rumah sehat dengan kejadian tuberkulosis. Responden dengan kategori lingkungan fisik rumah yang kurang memiliki kecenderungan mengalami tuberkulosis dibandingkan dengan responden dengan dengan kategori lingkungan fisik rumah yang baik.

B. PEMBAHASANBerdasarkan hasil data di atas terlihat bahwa responden dengan lingkungan fisik rumah yang kurang baik sebanyak 42 responden(65,6%) sedangkan dengan kategori lingkungan fisik rumah baik sebanyak 22 responden(34,4%).Sedangkan dari uji hipotesis dapat dilihat bahwa responden dengan kategori lingkungan rumah fisik yang kurang, memiliki proporsi kejadian tuberkulosis lebih tinggi dibandingkan dengan responden dengan kategori lingkungan rumah fisik yang baik.Melalui uji Chi-square didapatkan nilai p=0,000 yang berarti kurang dari 0,05, yang berarti hasil data signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis. Responden dengan kategori lingkungan fisik rumah yang kurang memiliki kecenderungan mengalami tuberkulosis dibandingkan dengan responden dengan dengan kategori lingkungan fisik rumah yang baik.Kepadatan hunian mempengaruhi terhadap kejadian tuberkulosis. Kepadatan hunian yang baik adalah >8m2/orang. Semakin padat, maka pertukaran udara akan semakin sempit, dan memudahkan penularan tuberkulosis.Kelembapan berperan dalam pertumbuhan kuman penyakit. Kelembapan yang normal di tempat tidur berkisar 40-70%. Kelembapan yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai kuman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kelembapan dapat disebabkan oleh 3 faktor, yaitu kelembapan yang naik dari tanah, merembes melalui dinding, dan bocor melalui atap.Kelembaban diakibatkan oleh ventilasi yang tidak memenuhi syarat dan padat penghuni. Ventilasi yang tidak memenuhi syarat membuat cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah sehingga meningkatkan kelembaban di dalam rumah.Pada penderita tuberkulosis banyak yang tidak memenuhi syarat rumah sehat, diantaranya adalah ventilasi dan pencahayaan yang kurang, bahkan ada 4 responden yang tidak memiliki ventilasi pada ruang tidurnya sama sekali. Rumah dengan ventilasi yang kurang akan berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru. Ventilasi rumah berfungsi untuk mengeluarkan udara yang tercemar (bakteri, CO2) di dalam rumah dan menggantinya dengan udara yang segar dan bersih atau untuk sirkulasi udara tempat masuknya cahaya ultraviolet. Dalam penelitian ini ventilasi yang kurang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu bahwa ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian tuberkulosis.Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah pembuangan kotoran dan pembuangan air limbah. Apabila syarat dari dua hal tersebut tidak dipenuhi maka akan mempermudah kuman untuk tumbuh, sehingga meningkatkan risiko kejadian tuberkulosis.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN1. Jumlah responden paling banyak berusia antara 51-60 tahun yaitu 15 orang dan paling sedikit pada rentang usia 21-30 tahun yaitu 3 orang.2. Jumlah responden yang mengalami tuberkulosis adalah sebanyak 46 orang dan yang tidak mengalami tuberkulosis sebanyak 18 orang.3. Jumlah responden yang memiliki lingkungan fisik rumah kurang baik berjumlah 42 orang sedangkan dengan kategori lingkungan fisik rumah baik sebanyak 22 orang. 4. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa responden dengan kategori lingkungan fisik rumah yang kurang, memiliki proporsi kejadian tuberkulosis lebih tinggi dibandingkan dengan responden dengan kategori lingkungan fisik rumah yang baik.5. Dari hasil uji chi-square ditunjukkan bahwa terdapat hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis. Responden dengan kategori lingkungan fisik rumah yang kurang memiliki kecenderungan mengalami tuberkulosis dibandingkan dengan responden dengan dengan kategori lingkungan fisik rumah yang baik.

B. SARAN1. Bagi dinas kesehatan setempata. Perlu diadakan penyuluhan mengenai tuberkulosis bagi masyarakat yang masih minim pengetahuan.b. Pemantauan fisik rumah secara berkala bekerjasama dengan dinas pekerjaan umum dan pihak lain yang terkait dan diharapkan dapat mencegah penularan serumah atau meminimalisir peningkatan kejadian tuberkulosis.

2. PuskesmasPuskesmas bekerjasama dengan kader kesehatan untuk membentuk Komunitas Masyarakat Peduli (KMP) dan kader tuberkulosis agar dapat mengatasi permasalahan tuberkulosis dilapangan serta memudahkan penemuan kasus dilapangan secara langsung, sehingga memudahkan penyembuhan penderita. 3. MasyarakatSaling mengupayakan kesehatan tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat.4. Peneliti Memperbaiki penelitian yang sebelumnya telah ada dengan memperbanyak variabel dan desain penelitian yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2007. Aspek Teknis dalam Penyehatan Rumah. http://miqralingkungan.blogspot.com/20072. Anonim. 2014. Laporan Kasus Tuberkulosis di Wilayah Puskesmas Pemenang tahun 2010-20133. Atmosukarto, Sri Soewati. 2000. Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran Tuberkulosis. Jakarta: Media Litbang Kesehatan. Vol 9. Depkes RI4. Azwar A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara 5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Edisi 2. Cetakan Pertama6. Hariyadi S. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD dr. Soetomo7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011. Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis Di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI 8. Priyo Hastono and Sutanto. 2001. Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia

32