BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa. Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menetukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini. Setiap tahun lahir 130 juta anak di dunia, 91 juta diantaranya lahir di Negara yang sedang berkembang. Pada tahun 1974, cakupan vaksinasi baru mencapai 5% sehingga dilaksanakan imunisasi global yang disebut extended program on immunization (EPI) dan saat ini cakupan meningkat hampir setiap tahun, minimal 3 juta anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750 ribu anak terhindar dari cacat. Namun demikian, satu dari 4 orang anak masih belum mendapatkan vaksinasi dan 2 juta meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. WHO mencatat sebanyak 4,5 juta kematian dari 10,5 juta pertahun terjadi akibat penyakit infeksi yang bisa dicegah 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak
sebagai generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam
meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak
diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa. Angka kematian
bayi menjadi indikator pertama dalam menetukan derajat kesehatan anak karena
merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini.
Setiap tahun lahir 130 juta anak di dunia, 91 juta diantaranya lahir di Negara yang
sedang berkembang. Pada tahun 1974, cakupan vaksinasi baru mencapai 5% sehingga
dilaksanakan imunisasi global yang disebut extended program on immunization (EPI) dan
saat ini cakupan meningkat hampir setiap tahun, minimal 3 juta anak dapat terhindar dari
kematian dan sekitar 750 ribu anak terhindar dari cacat. Namun demikian, satu dari 4
orang anak masih belum mendapatkan vaksinasi dan 2 juta meninggal setiap tahunnya
karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
WHO mencatat sebanyak 4,5 juta kematian dari 10,5 juta pertahun terjadi akibat
penyakit infeksi yang bisa dicegah dengan imunisasi. Seperti Pneumococcus (28%),
Campak (21%), Tetanus (18%), Rotavirus penyebab diare (16%), dan Hepatitis B (16%).
Dari data WHO ini diperkirakan setidaknya 50% angka kematian di indonesia bisa
dicegah dengan imunisasi dan indonesia termasuk sepuluh besar negara dengan jumlah
terbesar anak tidak tervaksinasi (WHO, 2010).
Pada saat ini imunisasi sendiri sudah berkembang cukup pesat ini terbukti dengan
menurunnya angka kesakitan dan angka kematian bayi. Angka kesakitan bayi menurun
10% dari angka sebelumnya, sedangkan angka kematian bayi menurun 5% dari angka
sebelumnya 1,7 Juta kematian setiap tahunnya di Indonesia (DepKes RI, 2010).
Cakupan imunisasi terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga pada tahun 2010
cakupan imunisasi dasar di Indonesia sudah mencapai 93,61%. Secara nasional jumlah
desa di seluruh indonesia yang sudah mencapai UCI sebanyak 75,31%. Angka drop out
1
terendah cakupan imunisasi DPT Hb1-Campak pada bayi tahun 2006-2010 adalah
propinsi Jambi, DI Yogyakarta dan Bengkulu. Di Provinsi Sumatera Utara sendiri
cakupan imunisasi dasar mencapai 93,28%. Dan sebanyak 69,26% dari seluruh desa di
Sumatera Utara yang sudah mencapai UCI. Cakupan imunisasi dasarKabupaten Asahan
sudah mencapai 82,84% dari seluruh kecamatan.Ini membuktikan bahwa cakupan
imunisasi di Kabupaten Asahan sudah berhasil mencapai UCI (Dinas Kesehatan RI,
2010).
Ketidakpatuhan pemberian imunisasi untuk pemberian vaksin yang diberikan
hanya satu kali saja atau vaksin yang daya perlindungannya panjang seperti vaksin BCG,
maka keterlambatan dari jadwal imunisasi yang telah disepakati akan mengakibatkan
meningkatnya resiko tertular oleh penyakit yang ingin dihindari. Anak sakit atau penyakit
pada anak hendaknya dipertimbangkan sebagai suatu kontraindikasi untuk pemberian
imunisasi yang layak, terkecuali dalam keadaan tertentu. Anak yang belum mendapatkan
imunisasi yang sesuai dengan dosis yang disarankan tetap menjadi masalah besar dan
hendaknya dilakukan upaya tertentu untuk melengkapi tiap seri imunisasi dan kurun usia
yang disarankan (BKKBN, Cit Abhidya, 2005)
Program imunisasi diberikan bertujuan untuk mengurangi angka penderita suatu
penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian
pada penderitanya,dengan begitu pemberian imunisasi harus dilakukan sedini mungkin
karena dengan imunisasi dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh seseorang. Adapun
yang menjadi target program imunisasi ini adalah balita, hal ini dikarenakan pada balita
sistem kekebalan tubuh masih belum berkembang sempurna sehingga menyebabkan
balita lebih rentan terhadap penyakit. Masa balita merupakan periode penting dalam
proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi
penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya (Dinas
Kesehatan RI, 2010).
Menurut Azwar Azrul (1999 ), Imunisasi dapat diperoleh di pos pelayanan
terpadu (Posyandu), di puskesmas, di rumah sakit bersalin, Balai Kesehatan Ibu dan
Anak (BKIA) atau rumah sakit pemerintah, di praktek dokter atau bidan atau rumah sakit
swasta. Sehingga dapat mempermudah orang tua untuk mendapatkan pelayanan
imunisasi itu sendiri. Oleh karena itu, orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab
2
atas kesehatan dan masa depan anaknya haruslah memperhatikan imunisasi anaknya
sebagai perlindungan dini bagi anak dari penyakit infeksi. Dalam pemenuhan imunisasi
dasar lengkap terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan pemenuhan imunisasi
anak meliputi usia ibu dan anak, ekonomi dan sosial, pendidikan dan pengetahuan, jarak
antara posyandu dengan tempat tinggal. Sedangkan karakteristik pelayanan kesehatan
meliputi kurangnya informasi dari petugas kesehatan, kurangnya informasi mengenai
tujuan di berikan imunisasi, masalah transportasi dan kemudahan akses ke tempat
pelayanan kesehatan.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana hubungan faktor sosial ekonomi terhadap cakupan imunisasi Bayi Usia 0-11
bulan di wilayah kerja Puskesmas Negara Tahun 2014-2015.”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Dalam penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengetahui hubungan faktor sosial
ekonomi terhadap cakupan imunisasi Bayi Usia 0-11 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Negara Tahun 2014-2015.
Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
- Mengetahui gambaran karakteristik ibu (Umur, Agama, suku, Pendidikan dan Pekerjaan)
mengenai pemberian imunisasi dasar lengkap di wilayah cakupan Puskesmas Negara.
- Mengetahui gambaran pengetahuan ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di
wilayah cakupan Puskesmas Negara.
- Mengetahui gambaran sikap ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di wilayah
cakupan Puskesmas Negara.
- Mengetahui gambaran tindakan ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di
wilayah cakupan Puskesmas Negara..
3
- Mengetahui hubungan antara karakteristik ibu (Umur, Agama, suku, Pendidikan dan
Pekerjaan) dengan tingkat pengetahuan ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di
wilayah cakupan Puskesmas Negara..
- Mengetahui hubungan antara karakteristik ibu (Umur, Agama, suku, Pendidikan dan
Pekerjaan) dengan tingkat sikap ibu mengenai pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di
wilayah cakupan Puskesmas Negara..
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
Untuk menambah pengetahuan mengenai hubungan antara faktor sosial ekonomi
dengan kesadaran untuk melakukan imunisasi.
2. Bagi pemerintah daerah
Sebagai bahan masukan khususnya bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai
Selatan dan Puskesmas Negara dalam penentuan arah kebijakan program
imunisasi
3. Bagi tenaga medis
Untuk bahan referensi penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh dalam partisipasi imunisasi di masyarakat.
4
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Perilaku
Menurut ahli perilaku, Skinner (1979), mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil
hubungan antara perangsang dengan tanggapan. Sedangkan menurut Noto Atmodjo (1997) yang
dimaksud dengan perilaku adalah suatu respon organisme terhadap rangsangan dari luar subjek
tersebut, respon ini dapat berbentuk 2 macam:
1. Bentuk pasif yaitu terjadi di dalam individu dan tidak dapat langsung di lihat oleh orang
lain. Perilakunya sendiri terselubung di sebut covert behavior.
2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat di observasi secara langsung. Perilaku
ini sudah nampak dalam bentuk tindakan di sebut over behavior.
Menurut Green (1980) menganalisis bahwa perilaku manusia berasal dari tingkat
kesehatan dimana dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor diluar
perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk jadi tiga faktor yaitu:
3. Faktor predisposisi merupakan faktor antesenden terhadap perilaku yang menjadi dasar
motivasi bagi pelaku, yang masuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,
kepercayaan dan nilai.
4. Faktor pendukung adalah faktor antesenden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu
motivasi atau aspirasi terlaksana. Faktor ini terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas misalnya puskesmas.
5. Faktor yang memperkuat adalah faktor penyerta yang datang sesudah perilaku,
memberikan ganjaran intensif atau hukuman atas perilaku dan berperan sebagai menetap
atau hilangnya perilaku itu. Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat sosial, jasmani,
ganjaran nyata ataupun tidak nyata (Soekidjo:1993)
Konsep Perilaku
5
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan organisme yang
bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah aktifitas dari pada manusia itu
sendiri, yang mempunyai bentangan yang luas, mencakup berjalan, berbicara, berpakaian, dan
sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan
perilaku manusia.
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang
dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupannya.
Pengatahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu,
termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum
dibuktikan secara sistematis (Azwar : 1996).
2. Sikap
Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu,
sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek
tertentu. Sedangkan sikap negative kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci, tidak
menyukai obyek tertentu (Sarlito Wirawan Sarwono 2009:1994)
Menurut Azwar sikap adalah tiga kerangka pemikiran :
1. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologis seperti Louis Thurstone,
Rensislikert dan Charles Osgout menurut mereka sikap adalah suatu obyek perasaan mendukung
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada obyek tersebut.
2. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chip, Bogardus, Lavierre, Mead dan Gordon
Allfored. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara
tertentu dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang
potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apa bila individu dihadapkan pada stimulus yang
menghendaki adanya respon.
6
3. Kelompok pemikiran ini adalah berorientasi pada skema triadic (triadic schema), menurut
pemikiran ini sikap merupakan kostelasi komponen kognitif afektif dan kognatif yang saling
berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu obyek.
3. Tindakan
Tindakan adalah proses yang dijalani manusia sebagai pelaku dalam mencapai suatu
tujuan. Ada tiga anasir dalam tindakan : proses, pelaku dan tujuan. Sebagai sebuah proses,
tindakannya punya titik awal dan titik akhir.
2.2. Konsep Imunisasi
2.2.1. Definisi imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu
tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh
manusia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya
kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan
kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap
penyakit lain. (Depkes RI, 1994)
Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh
terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing
tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk
membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). (Musa, 1985)
Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang
dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit tertentu.
Menurut Supartini (2004) penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dasar adalah:
1. Tuberkulosis
2. Difteria
7
3. Pertusis
4. Tetanus
5. Poliomielitis
6. Campak
7. Hepatitis
3. Program Imunisasi
Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi penyakit
cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada tahun 1972 dan pada
tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai dengan
tahun 1980 mulai diperkenal kan imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk
memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan tetanus
neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan antigen polio dan campak
yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal sebagai kecamatan Pengembangan Program
Imunisasi (PPI). (Depkes RI, 2000).
Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%. Dengan
strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada akhir tahun 1989.
Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan kemampuan manajemen
program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain WHO, UNICEF, USAID) program
berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta
melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun 1989, sebanyak 96%
dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi dasar secara teratur.
(Abednego, 1997).
Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai Universal Child
Immunization (UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun
1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi social dan pengembangan Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990. Akhirnya lebih
8
dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum ulang tahunnya yang pertama.
(Depkes RI, 2000).
4. Tujuan pemberian imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah:
1. Tujuan jangka pendek
Untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan seseorang terkena penyakit berbahaya
yang menular.
2. Tujuan jangka panjang
Imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan serta kecacatan yang
disebabkan oleh PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) (IDAI, 2001).
Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit
dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah
Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan
angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak pra sekolah.
Untuk tercapainya program tersebut perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh
semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi vaksinasi. Tujuan
pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan
kerja, mengetahui permasahan yang ada. Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki program.
Hal-hal yang perlu dilakukan pemantauan (dimonitor) sebagaimana disebutkan oleh
Sarwono (1998) adalah Pemantauan ringan adalah memantau hal-hal sebagai berikut apakah
pelaksanaan pemantauan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, apakah vaksin cukup
tersedia, pengecekan lemari es normal, hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah
ditetapkan, peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan steril, apakah diantara 6
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu.
Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui cakupan dari bulan ke bulan
dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk mengetahui
9
keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat
antara 75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1
tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti program cukup berhasil dan bila garis
pencapaian dalam 1 tahun dibawah 50% dari target berarti program belum berhasil. Bila garis
pencapaian dalam 1 tahun terlihat dibawah 25% dari target berarti program sama sekali tidak
berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan provinsi, maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap
kecamatan dan kabupaten. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu mempertimbangkan pula