Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan rabies pemerintah telah mengalokasikan dana mencapai 15 Miliar rupiah untuk tahun 2012. Namun penanggulangan Rabies di lapangan kini masih mengalami kendala dengan keterbatasan dokter hewan yang tersedia. Mengingat akan bahaya Rabies terhadap kesehatan dan ketentraman masyarakat karena dampak buruknya selalu diakhiri kematian, serta dapat mempengaruhi dampak perekonomian khususnya bagi pengembangan daerah- daerah pariwisata di Indonesia yang tertular Rabies, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif mungkin bahkan menuju pada program pembebasan. 1 Penanggulangan rabies yang menyangkut hewan menjadi tugas dan tanggung jawab Departemen Pertanian cq. Direktorat Jenderal Peternakan, sedangkan yang menyangkut manusia menjadi tugas dan tanggung jawab Departemen Kesehatan. 2 1
29

mini project fujie.docx

Feb 16, 2016

Download

Documents

farish
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: mini project fujie.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies

pada 2015. Guna penanggulangan rabies pemerintah telah mengalokasikan dana

mencapai 15 Miliar rupiah untuk tahun 2012. Namun penanggulangan Rabies di

lapangan kini masih mengalami kendala dengan keterbatasan dokter hewan yang

tersedia.

Mengingat akan bahaya Rabies terhadap kesehatan dan ketentraman

masyarakat karena dampak buruknya selalu diakhiri kematian, serta dapat

mempengaruhi dampak perekonomian khususnya bagi pengembangan daerah-

daerah pariwisata di Indonesia yang tertular Rabies, maka usaha pengendalian

penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif

mungkin bahkan menuju pada program pembebasan. 1

Penanggulangan rabies yang menyangkut hewan menjadi tugas dan

tanggung jawab Departemen Pertanian cq. Direktorat Jenderal Peternakan,

sedangkan yang menyangkut manusia menjadi tugas dan tanggung jawab

Departemen Kesehatan. 2

Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama Rabies merupakan

penyakit infeksi akut (bersifat zoonosis) pada susunan syaraf pusat yang

disebabkan oleh virus terutama anjing, kucing dan kera. Penyakit ini bila sudah

menunjukkan gejala klinis pada hewan atau manusia selalu diakhiri dengan

kematian, angka kematian Case Fatality Rate (CFR) mencapai 100% dengan

menyerang pada semua umur dan jenis kelamin. Kekebalan alamiah pada manusia

sampai saat ini belum diketahui. 1

Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosa yang

terpenting di Indonesia karena penyakit tersebut tersebar luas di 18 Propinsi,

dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi setiap tahunnya (16.000 kasus

1

Page 2: mini project fujie.docx

gigitan), serta belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies

sesingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik

manusia maupun pada hewan. 2

Di Bengkulu tahu 2015 terdapat sebanyak 152.000 ekor hewan penular

rabies kepada manusia. Terkait kasus rabies di Bengkulu dari tahun ke tahun

terusmenurun. Seperti pada tahun 2012 sebanyak 11, kemudian tahun 2013

sebanyak 9 kasus dan tahun 2014 sebanyak 7 kasus. Kasus rabies yang terjadi

sepanjang tahun 2014, antara lain terdapat di Kabupaten Kepahiang dan Bengkulu

Selatan masing-,masing satu kasus, Bengkulu Tengah dua kasus dan Kota

Bengkulu sebanyak tiga kasus.

Dari uraian singkat di atas, adalah menarik untuk membuktikan

bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang rabies di wilayah kerja

Puskesmas Pasar Kepahiang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan

permasalahannya yaitu : belum diketahuinya bagaimana tingkat pengetahuan

masyarakat tentang rabies di wilayah kerja Puskesmas Pasar Kepahiang.

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat

pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pasar Kepahiang mengenai

penyakit Rabies.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Bagi masyarakat menjadi masukan ilmu pengetahuan tentang

penanggulangan dan kewaspadaan terhadap bahaya Rabies.

2

Page 3: mini project fujie.docx

2. Bagi petugas Dinas Pertanian sub bagian hewan, dapat meningkatkan

kinerjanya dalam menanggulangi penyebaran Rabies di wilayah yang

berpotensial terkena Rabies.

3. Bagi Petugas Dinas Kesehatan dan Petugas Puskesmas yang ada di

wilayah Pasar Kepahiang, sebagai bahan masukan dan pertimbangan

untuk mengembangkan program peningkatan kesehatan masyarakat yang

menjadi sasaran gigitan hewan peliharaan dalam upaya penanggulangan

tertularnya bahaya Rabies.

4. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan dibidang

manajemen bencana non alam; penyakit Rabies.

5. Bagi penelitian selanjutnya secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi referensi.

3

Page 4: mini project fujie.docx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rabies

2.1.1 Defenisi

Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia terinfeksi melalui

jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera,

musang, serigala, raccoon, kelelawar. 4

2.1.2 Etiologi

Penyebabnya adalah virus rabies yang termasuk genus Lyssavirus, famili

Rhabdoviridae. Virus rabies adalah single stranded RNA, berbentuk seperti

peluru berukuran 180 x 75 μm. Sampai saat ini sudah dikenal 7 genotip

Lyssavirus dimana genotip 1 merupakan penyebab rabies yang paling banyak di

dunia.

Virus ini bersifat labil dan tidak viable bila berada diluar inang. Virus

menjadi tidak aktif bila terpapar sinar matahari, sinar ultraviolet, pemanasan 1

jam, selama 50 menit pengeringan, dan sangat peka terhadap pelarut alkalis

seperti sabun, desinfektan, serta alkohol 70%. Reservoir utama rabies adalah

anjing domestik. 4

Gambar 2.1 Bentuk virus rabies secara mikroskopis

4

Page 5: mini project fujie.docx

2.1.3 Patogenesis

Virus masuk melalui kulit yang terluka atau melalui mukosa utuh seperti

konjungtiva mata, mulut, anus, genitalia eksterna, atau transplantasi kornea.

Infeksi melalui inhalasi virus sangat jarang ditemukan. Setelah virus rabies masuk

melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat

masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung – ujung serabut saraf

posterior tanpa menunjukkan perubahan – perubahan fungsinya. 2, 4

Gambar 2.2 Patogenesis penyakit rabies

Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai dari 7 hari sampai

lebih dari 1 tahun, rata – rata 1 – 2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk,

berat dan luasnya kerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi gigitan

ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka gigitan dan sistem kekebalan tubuh.

Pada gigitan di kepala, muka dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jari

tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60 hari, gigitan di badan

rata – rata 45 hari. Asumsi lain menyatakan bahwa masa inkubasi tidak ditentukan

5

Page 6: mini project fujie.docx

dari jarak saraf yang ditempuh, melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada

tiap bagian tubuh, contohnya gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai

masa inkubasi yang lebih cepat. 4

Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah,

menengah pada gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan

ditungkai dan kaki. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan

menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama predileksi terhadap sel – sel

sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam

neuron – neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen

dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang

hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam

jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya. 2, 4

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada rabies dibuat kedalam 4 stadium, yaitu : 2

1. Stadium Prodromal

Gejala – gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri

ditenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas

luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap

rangsang sensorik.

3. Stadium Eksitasi

Tonus otot – otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala

hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan

stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium

ini ialah adanya macam – macam fobia, yang sangat terkenal diantaranya ialah

hidrofobia.

6

Page 7: mini project fujie.docx

Kontraksi otot – otot Faring dan otot – otot pernapasan dapat pula

ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita

atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat

telinga penderita.

Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi.

Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang – kadang maniakal disertai dengan

saat-saat responsif. Gejala – gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai

penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi

otot – otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot – otot.

4. Stadium Paralisis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi

Kadang – kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala – gejala eksitasi, melainkan

paresis otot – otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum

tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot – otot pernafasan. 2

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam 10 hari dapat

menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis

kadang – kadang belum sempat dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas.

Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama, misalnya gejala paralis yang

dominan dan mengaburkan diagnosis maka pemeriksaan laboratorium sangat

membantu dalam menegakkan diagnosis.

Virus rabies dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal dan urin

penderita. Walaupun begitu, isolasi virus kadang – kadang tidak berhasil

didapatkan dari jaringan otak dan bahan tersebut setelah 1 – 4 hari sakit. Hal ini

berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies. Pemeriksaan Flourescent

Antibodies Test (FAT) dapat menunjukkan antigen virus di jaringan otak,

sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah

teknik isolasi tidak berhasil. FAT ini juga bisa negatif, bila antibodi telah

terbentuk. 2

7

Page 8: mini project fujie.docx

Serum neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak

akan terbentuk sampai hari ke 10 pengobatan, tetapi setelah itu titer akan

meningkat dengan cepat. Peningkatan titer yang cepat juga nampak pada hari ke

6 – 10 setelah onset klinis pada penderita yang diobati dengan anti rabies.

Karakteristik respon imun ini, pada kasus yang divaksinasi dapat membantu

diagnosis.

Walaupun secara klinis gejalanya patognomonik namun Negri bodies

dengan pemeriksaan mikroskopis (Seller) dapat negatif pada 10 % – 20 % kasus,

terutama pada kasus – kasus yang sempat divaksinasi dan penderita yang dapat

bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu. 2

2.1.6 Penatalaksanaan

Terdapat 3 unsur yang penting dalam PEP (Post Exposure Prophylaxis),

yaitu:

1. Perawatan luka

2. Serum antirabies (SAR)

3. Vaksin antirabies (VAR)

Tindakan pertama yang harus dilaksanakan adalah membersihkan luka

dari saliva yang mengandung virus rabies. Luka segera dibersihkan dengan cara

disikat dengan sabun dan air (sebaiknya air mengalir) selama 10 – 15 menit

kemudian dikeringkan dan diberi antiseptik (merkurokrom, alkohol 70%,

povidon – iodine, 1 – 4% benzalkonium klorida atau 1% centrimonium bromida).

Luka sebisa mungkin tidak dijahit. Jika memang perlu sekali, maka dilakukan

jahitan situasi dan diberi SAR yang disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka

sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan secara intramuskuler ditempat yang

jauh dari tempat inokulasi vaksin. Disamping itu, perlu dipertimbangkan

pemberian serum/vaksin antitetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi, dan

pemberian analgetik. 2

8

Page 9: mini project fujie.docx

Rekomendasi WHO mencegah rabies tergantung adanya kontak :

1. Kategori 1: menyentuh, memberi makan hewan atau jilatan hewan pada kulit

yang intak karena tidak terpapar tidak perlu profilaksis, apabila anamnesis

dapat dipercaya.

2. Kategori 2: termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka,

garukan, atau lecet (erosi ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan, dan

kaki. Untuk luka resiko rendah diberi VAR saja.

3. Kategori 3: jilatan / luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu ( muka,

kepala, leher ), luka pada jari tangan / kaki, genitalia, luka yang lebar / dalam

dan luka yang banyak (multiple) / atau ada kontak dengan kelelawar, maka

gunakan VAR dan SAR. 2

Gambar 2.3 Chart Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka /

Rabies 5

9

Page 10: mini project fujie.docx

2.2 Vaksin dan Serum Anti Rabies

2.2.1 Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies

1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine)

Terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam

syringe.

a. Dosis dan cara pemberiannya sesudah digigit

Cara pemberiannya adalah disuntikkan secara intramuskular (im) di

daerah deltoideus/ lengan atas kanan dan kiri. Dosis untuk anak dan dewasa sama

yaitu 0,5 ml dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian

sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 satu kali pemberian. 4

b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit

Cara pemberiannya sama di atas. Dosis untuk anak dan dewasa sama

yaitu Dasar 0,5 ml dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian

sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 satu kali pemberian.

Ulangan 0,5 ml sama pada anak dan dewasa pada hari ke 90.

Depkes menganjurkan pemberian Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)

dengan regimen 2 – 1 – 1. Vaksin disuntikkan secara intramuskular di deltoid atau

di anterolateral paha (pada anak yang lebih kecil). Cara pemberiannya adalah

diberikan 2 dosis sekaligus pada hari ke 0 dan satu dosis diberikan masing-masing

pada hari ke-7 dan 21. Vaksin tidak boleh diberikan di area gluteal karena

buruknya respons antibodi yang didapat.

Jika VAR diberikan bersama dengan SAR, VAR diberikan dengan cara

yang sama dan diulang pada hari ke-90. Pada daerah dengan keterbatasan vaksin

dan biaya, vaksin dapat diberikan secara intradermal. Dengan cara ini, volume dan

biaya vaksin dapat dikurangi 60 – 80%. 4

10

Page 11: mini project fujie.docx

2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)

Mempunyai kemasan yang terdiri dari dos berisi 7 vial @1 dosis dan 7

ampul pelarut @2 ml dan Dos berisi 5 ampul @1 dosis intra kutan dan 5 ampul

pelarut @0,4 ml.

a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit

Cara pemberian untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara subcutan (sc)

disekitar pusar. Sedangkan untuk vaksinasi ulang disuntikkan secara intracutan

(ic) dibagikan fleksor lengan bawah. Dosis untuk vaksinasi dasar pada anak

adalah 1 ml, dewasa 2 ml diberikan 7 kali pemberian setiap hari, untuk ulangan

dosis pada anak 0,1 ml dan dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke 11,15,30 dan

hari ke 90.

b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit

Cara pemberian sama dengan diatas. Dosis dasar untuk anak 1 ml,

dewasa 2 ml diberikan 7 kali pemberian setiap hari, untuk ulangan dosis pada

anak 0,1 ml dan dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke 11, 15, 25, 35 dan hari ke

90. 4

2.2.2 Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR)

1. Serum heterolog (Kuda), mempunyai kemasan bentuk vial 20 ml

(1 ml = 100 IU)

Cara pemberian: disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak

mungkin, sisanya disuntikkan intramuskular. Dosis 40 Iu/KgBB diberikan

bersamaan dengan pemberian VAR hari ke 0, dengan melakukan skin test terlebih

dahulu.

2. Serum homolog, mempunyai kemasan bentuk vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU).

Cara pemberian : disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak

mungkin,sisanya disuntikkan intramuskular. Dosis 20 Iu/ kgBB diberikan

bersamaan dengan pemberian VAR hari ke 0, dengan sebelumnya dilakukan skin

test. 4

11

Page 12: mini project fujie.docx

2.2.3 Dosis dan Cara Pemberian VAR untuk Pengebalan Sebelum Digigit

(Pre Exposure Immunization)

Khusus untuk mereka yang berisiko tinggi mendapat paparan virus

rabies, seperti staf laboratorium, dokter hewan, dan petugas yang menangani

hewan liar.

1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine)

Terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam

syringe.

a. Cara pemberian pertama: disuntikkan secara intramuskular (im) didaerah

deltoideus. Dosisnya: dasar digunakan dua dosis masing-masing 0,5 ml

pemberian pada hari 0, kemudian hari ke 28 dengan dosis 0,5 ml.

Diberikan ulangan pada 1 tahun setelah pemberian I dengan dosis 0,5 ml

dan ulangan selanjutnya 0,5 ml tiap tiga tahun.

b. Cara pemberian kedua: disuntikkan secara intra kutan (dibagian fleksor

lengan bawah) dengan dosis dasar 0,1 ml pemberian hari ke 0, kemudian

hari ke 7 dan hari ke 28 dengan dosis 0,1 ml. Ulangan diberikan tiap 6

bulansatu tahun dengan dosis 0,1 ml. 4

2. Vaksin SMBV (Suckling Mice Brain Vaccine)

Terdiri dari dus yang berisi 7 vial @1 dosis dan 7 ampul pelarut @2 ml,

dus berisi 5 ampul @1 dosis intrakutan dan 5 ampul pelarut @0,4 ml. Cara

pemberian: disuntikkan secara intrakutan dibagian fleksor lengan bawah. Dosis

dasar 0,1 ml untuk anak dan 0,25 ml untuk dewasa, pemberian hari 0, hari 21 dan

hari 42. Untuk ulangan dosis 0,1 ml untuk anak dan 0,25 untuk dewasa setiap

tahun. 4

12

Page 13: mini project fujie.docx

BAB 3

KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Teori Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian

13

Masyarakat

Pengetahuan tentang :

Penyebab dan cara penularan

penyakit rabies

Gejala penyakit rabies Penanganan

awal gigitan hewan

Page 14: mini project fujie.docx

BAB IV

HASIL

IV.1. Profil Komunitas Umum

Puskesmas Pasar Kepahiang, Kabupaten Kepahiang merupakan

puskesmas yang bertanggung jawab terhadap tujuh kelurahan dan limka

desa,kelurahan padang lekat, pasar ujung, sejantung, pensiunan, kampong

pensiunan, pasar kepahiang, dan desa bogor baru, kampung bogor, weskust,

karang endah, dan bogor wetan. Puskesmas Pasar Kepahiang memiliki

beberapa program pencegahan dan pemberantasan penyakit rabies. Program

ini dijalankan oleh petugas puskesmas puskesmas lainnya. Program ini

sudah dijalankan selama kurang lebih 5 tahun sejak 2008 .

Data Umum :

Jumlah kelurahan : 6 kelurahan

Jumlah desa : 5 desa

Jumlah Posyandu : 11buah

Jumlah Penduduk Tahun 2014 : 23.463 jiwa

Jumlah Penduduk Tahun 2015 : 23.935 jiwa

Jumlahh Puskesmas Pembantu : 2 buah

Jumlah kunjungan rawat jalan di puskesmas pasar kepahiang selama

2014: 843.jiwa, tahun 2015: 185 jiwa

Jumlah kunjungan rawat jalan di puskesmas pasar kepahiang bulan

November 2014- maret 2015 : 250 jiwa

Jumlah kunjungan rawat jalan per hari : 25 orang

14

Page 15: mini project fujie.docx

IV.2.Data Geografis

Puskesmas Pasar Kepahiang terletak didaerah yang pemukiman

penduduknya padat dengan sanitasi dan tingkat pendidikan rendah serta

sosial ekonomi menengah ke bawah . Selain itu Puskesmas Pasar Kepahiang

juga terletak di sebelah utara daerah Tebat Monok, sebelah selatan daerah

Kabawetan.

IV.3. Data Demografis

Seperti yang sudah disebutkan diatas, Puskesmas Pasar Kepahiang

membawahi 6 kelurahan yaitu Pasar Ujung, Pasar Kepahiang, Pensiunan,

Westkust, Karang Endah, dan Kampung Bogor . Enam kelurahan tersebut

terdiri dari 7.857 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk sebanyak

23.935. Dengan rata-rata kepadatan penduduk 509 jiwa/KM2 .

IV.4. Sumber Daya Kesehatan

Sumber daya kesehatan yang tersedia di Puskesmas Pasar Kepahiang

terdiri dari 1 orang dokter umum, 1 orang perawat gigi, 15 orang bidan dan

7 orang perawat serta dibantu oleh TKS (Tenaga Kerja Sukarela) sebanyak

10 orang.

IV.5. Sarana Pelayanan Kesehatan yang Tersedia

Didaerah kecamatan Pasar Ujung, selain terdapat Puskesmas Pasar

Kepahing juga terdapat beberapa klinik swasta, dokter umum serta praktek

bidan swasta.

15

Page 16: mini project fujie.docx

IV.6. Data Kesehatan Masyarakat (Primer)

Data pasien yang mengalami kasus gigitan menular rabies

No. Nama UmurTanggal digigit

Tanggal berobat

1. Tn. Alianto 40 th 28/03/15 06/04/15

2. Ny. Sarmaini 27 th 29/04/15 29/04/15

3. Ny. Susianti 47 th 06/05/15 06/05/15

4. An. Ebian 1,5 th 11/05/15 11/05/15

5. Tn . Effendi 32 th 29/05/15 29/05/15

16

Page 17: mini project fujie.docx

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

6.1.1. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan tingkat

pengetahuan responden mengenai penyakit rabies antara sebelum dan

sesudah intervensi, hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan memang

merupakan hasil dari pengalaman seseorang dalam melakukan

penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini

responden mendapat tambahan pengetahuan dari penyuluhan yang

dilakukan peneliti.

6.1.2. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik sebelum

maupun sesudah intervensi adalah pada tingkat sedang dan baik. Hal ini

menunjukkan bahwa tingginya tingkat kejadian rabies di daerah itu

mungkin bukan akibat dari ketidaktahuan masyarakat, melainkan dari

kebudayaan masyarakat setempat yang mungkin memang susah dirubah.

6.2. Saran

6.2.1. Bagi dinas peternakan, diharapkan dapat terjun langsung untuk

memantau anjing – anjing peliharaan masyarakat yang berkeliaran secara

bebas disana.

6.2.2. Bagi dinas kesehatan, mungkin dapat melakukan penyuluhan tentang

rabies secara berkala ataupun upaya lain sehingga diharapkan dapat

merubah kebudayaan masyarakat yg berisiko tinggi akan penyakit rabies.

17

Page 18: mini project fujie.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Juliandi. 2012. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap

Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies Di

Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012. Diunduh dari :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34598/4/Chapter%20I.pdf.

[Diakses 30 Juni 2014]

2. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PPM & PL. 2000. Petunjuk

Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka /

Rabies di Indonesia. Diunduh dari :

http://www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf.

[Diakses 30 Juni 2014]

3. Harian Analisa. 2014. Kasus Rabies Turun Drastis di Sumut. Diunduh dari :

http://analisadaily.com/news/read/kasus-rabies-turun-drastis-di-sumut/

14439/2014/03/17 [Diakses 3 Agustus 2014]

4. Tanzil K. 2014. Penyakit Rabies Dan Penatalaksanaannya. Diunduh dari :

http://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/kes-ling/article/download/

166/145. [Diakses 10 Juli 2014]

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Subdit Pengendalian Zoonosis,

DIT PPBB, Direktorat Jenderal PP & PL. 2011. Flow Chart

Penatalakasanaan

Kasus Gigitan Hewan Tersangka / Rabies. Diunduh dari :

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Flow_Chart_Rabies.pdf. [Diakses

10 Juli 2014]

6. Winda F. 2010. Tingkat Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak

Terhadap Dampak Negatif Penggunaannya Pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Usu Angkatan 2007 – 2009. Diunduh dari :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22688/3/Chapter%20III-

VI.pdf [Diakses 10 Juli 2014]

7. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung . 117

18