Top Banner
BAB II DASAR TEORI 2.1. Mineral Dalam Batuan 2.1.1. Batuan Beku Batuan beku atau igneous rock adalah batuan yang terbentuk dari proses pembekuan magma di bawah permukaan bumi atau hasil pembekuan lava di permukaan bumi. Bila membeku di bawah permukaan bumi, maka terbentuklah batuan beku dalam atau batuan beku intrusif atau sering diisebut sebagai batuan beku plutonik. Sedangkan bila magma membeku di permukaan bumi maka akan terbentuk batuan beku luar atau batuan beku ekstrusif atau sering disebut batuan beku vulkanik a. Stuktur Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala besar. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu, proses, dan tempat terbentuknya. Macam-macam struktur batuan beku: 1. Struktur Masif Struktur ini tidak mempunyai fragmen batuan lain di dalam tubuhnya. Kenampakan
56

Mineral dalam Batuan

Feb 09, 2016

Download

Documents

Anazth Nasrudin

Menjelaskan tentang keberadaan mineral yang menyusun batuan di lapisan kulit bumi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Mineral dalam Batuan

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Mineral Dalam Batuan

2.1.1. Batuan Beku

Batuan beku atau igneous rock adalah batuan yang terbentuk dari

proses pembekuan magma di bawah permukaan bumi atau hasil

pembekuan lava di permukaan bumi. Bila membeku di bawah

permukaan bumi, maka terbentuklah batuan beku dalam atau batuan

beku intrusif atau sering diisebut sebagai batuan beku plutonik.

Sedangkan bila magma membeku di permukaan bumi maka akan

terbentuk batuan beku luar atau batuan beku ekstrusif atau sering

disebut batuan beku vulkanik

a. Stuktur

Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala

besar. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali dengan

waktu, proses, dan tempat terbentuknya.

Macam-macam struktur batuan beku:

1. Struktur Masif

Struktur ini tidak mempunyai fragmen batuan lain di dalam

tubuhnya. Kenampakan struktur masih berupa batuan pejal,

tanpa retakan-retakan ataupun lubang-lubang gas.

2. Struktur Bantal

Struktur batu seperti ini dicirikan oleh massa dengan

kenampakan seperti kubah-kubah yang saling bersusun dan

tumpang tindih, dimana ukuran dari bentuk ini pada umumnya

antara 30-60 cm. Biasanya jaraknya berdekatan dan terisi oleh

bahan-bahan yang berkomposisi sama dengan “bantal”

tersebut., dan juga sedimen-sedimen klastik. Karena adanya

Page 2: Mineral dalam Batuan

sedimen klastik ini, maka struktur bantal dapat terbentuk di

dalam air dan umunya terbentuk di laut dalam.

Proses terbentuknya struktur bantal adalah sebagai

berikut:

a. Adanya desakan magma dari dasar laut yang memiliki

kemiringan sudut yang kecil sehingga terdapat suatu retakan .

b. Magma lalu keluar dari retakan tersebut. Magma yang keluar

terlebih dahulu secara langsung akan bertemu dengan air laut

dengan suhu yang dingin sehingga akan mengerak, sedangkan

di dalamnya masih dalam kondisi liat. Akibatnya terjadi

retakan pada bagian permukaannya.

c. Pola seperti itu akan terus terlulang seiring dengan keluarnya

magma dari retakan tersebut sehingga membentuk suatu

lapisan bantal.

3. Struktur Vesikuler

Ketika magma mengalir menuju permukaan bumi, terdapat

gas-gas yang keluar setelah tekanan menurun. Keluarnya gas-gas

dari lava akan menghasilkan lubang-lubang yang berbentuk bulat,

elips, silinder, atau tidak beraturan, sehingga ketika lava tersebut

membeku akan membentuk rongga-rongga di dalamnya. Lava

yang sebagian besar terdiri dari lubang-lubang yang tidak

beraturan disebut Terak. Terak yang terjadi pada magma basa akan

menghasilkan batuan beku Skoriaan, sedangkan pada magma asam

akan menghasilkan batuan beku Pumisan atau biasa disebut batu

apung.

4. Struktur Aliran

Lava yang dalam perjalannya menuju permukaan bumi,

tidak ada yang dalam keadaan homogen. Keheterogenan inilah

yang menyebabkan terbentuknya suatu aliran. Aliran tersebut

Page 3: Mineral dalam Batuan

digambarkan dengan bentuk goresan. Goresan-goresan pada

batuan beku tersebut menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan

dalam komposisi dan tekstur mineralnya. Bentuk mineral dalam

batuan yang mempunyai bentuk memanjang atau pipih akan

condong menjadi sejajar dengan arah aliran lava.

5. Struktur Kekar

Kekar biasanya terdapat pada semua jenis batuan yang

terjadi karena adanya proses pendinginan, tetapi ada juga yang

terjadi karena adanya retakan yang disebabkan oleh gaya tektonik

yang terjadi sesudah batuan itu membeku.

Kekar terbagi menjadi 2:

d. Kekar Tiang

Kekar ini terjadi akibat adanya pendinginan dan

penyusutan yang merata di dalam magma. Kekar tiang pada

umumnya terdapat pada batuan basal, tetapi kadang-kadang

juga terdapat pada batuan beku jenis lainnya.

e. Kekar Lempeng

Kekar lempeng terajdi akibat adanya erosi yang sangat

ekstrem. Kekar ini umumnya terbentuk pada batuan-batuan

aliran lava.

6. Struktur Amigdaloidal

Ini adalah struktur pada batuan beku dimana lubang-lubang

gas yang ada telah terisi oleh mineral-mineral sekunder.

7. Struktur Weldeel

Adalah struktur pada batuan beku dengan kenampakan

lubang-lubang dimana lubang tersebut bukanlah lubang gas tetapi

bekas mineral yang terlepas dari batuan induknya akibat suatu

proses pencucian.

Page 4: Mineral dalam Batuan

b. Tekstur

Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang

erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara

mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar

dari batuan Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh

tiga hal yang penting, yaitu:

a. Kristalinitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan

beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas

dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa

banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk

kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan

pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya

berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika

pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus,

akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat

sekali maka kristalnya berbentuk amorf.

Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat

kristalisasi, yaitu:

1) Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya

tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah

karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang

telah membeku di dekat permukaan.

2) Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari

massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

3) Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari

massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai

lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang

lebih kecil dari tubuh batuan.

Page 5: Mineral dalam Batuan

b. Granularitas

Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran)

pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok

tekstur ukuran butir, yaitu:

1) Fanerik/fanerokristalin. Besar kristal-kristal dari golongan

ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis

dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat

dibedakan menjadi:

Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari

1 mm.

Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir

antara 1 – 5 mm.

Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5

– 30 mm.

Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter

butir lebih dari 30 mm.

2) Afanitik. Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat

dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan

mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun

oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisa

mikroskopis dapat dibedakan:

Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan

beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan

ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.

Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan

beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan

bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara

0,01 – 0,002 mm.

Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun

oleh gelas

Page 6: Mineral dalam Batuan

3) Bentuk Kristal

Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam

batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan.

Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk

kristal, yaitu:

Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli

dari bidang kristal.

Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya

sudah tidak terlihat lagi.

Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai

bidang kristal asli.

Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat

bentuk kristal, yaitu:

Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga

dimensinya sama panjang.

Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih

panjang dari satu dimensi yang lain.

Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih

panjang dari dua dimensi yang lain.

Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.

4) Hubungan Antar Kristal

Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi

didefinisikan sebagai hubungan antara kristal/mineral yang

satu dengan yang lain dalam suatu batuan.

Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua,

yaitu:

Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran

kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama

besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka

equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:

Page 7: Mineral dalam Batuan

a) Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian

besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-

mineral yang euhedral.

b) Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian

besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-

mineral yang subhedral.

c) Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian

besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-

mineral yang anhedral.

Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya

sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral

yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut

massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau

gelas.

c. Klasifikasi Batuan Beku

Pada umunya digunakan 2 sistem klasifikasi dalam

menentukan nama dari batuan beku berdasarkan kuantitas dan jenis

mineral yang terkandung ddalamnya. Sistem klasifikasi tersebut

dikenal dengan klasifikasi Travis dan klasifikasi Thorpe and

Brown.

Page 8: Mineral dalam Batuan

Tabel 2.1 Klasifikasi batuan beku Thrope and Brown (1985)

Tabel 2.1 Klasifikasi batuan beku Thrope and Brown (1985)

2.1.2. Batuan Sedimen

Page 9: Mineral dalam Batuan

Batuan sedimen merupakan batuan yang tersusun dari material-

material hasil pelapukan batuan induk, baik aktivitas geologi atau

proses kimia, fisika maupun kerja dari organisme. Pada umumnya

batuan sedimen pada lapangan panas bumi terjadi akibat sedimentasi

bahan lepas hasil suatu erupsi gunung api.

a. Struktur

Kebanyakan sedimen ditranspor oleh arus yang akhirnya

diendapkan, sehingga cirri utamanya adalah berlapis. Batas antara

satu lapisan dengan lapisan yang lainnya disebut bidang pelapisan.

Bidang pelapisan dapat terjadi akibat adanya perbedaan: warna,

besar butir, dan jenis batuan antara dua lapisan.

Struktur sedimen lain yang umum dijumpai pada batuan

sedimen adalah lapisan bersusun atau graded bedding dan lapisan

silang-siur atau cross bedding, gelembur gelombang, dan rekah

kerut.

Terjadinya struktur-struktur sedimen di atas disebabkan oleh

mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan

pengendapan tertentu. Dengan mempelajari struktur sedimen yang

dijumpai saat ini, dapat diketahui mekanisme dan lingkungan

pengendapan pada masa lampau saat sedimen terbentuk.

b. Tekstur

Batuan sedimen pada umumnya memiliki tekstur berbentuk

batuan yang runcing tajam, terutama dikenal sebagai “glasshard”

serta adanya batu apung.

c. Komposisi

1. Mineral Sialis

a. Kuarsa yang hanya ditemukan pada batuan gunung

api yang kaya kandungan silikia atau bersifat asam.

b. Feldspar, baik K-Feldspar. Na-Feldspar, maupun

Ca-Feldspar.

Page 10: Mineral dalam Batuan

c. Feldspar merupakan kelompok mineral yang

terjadi jika kondisi larutan magma dalam keadaan

tidak atau kurang jenuh akan kandungan silika.

2. Minreal Ferromagnesia

Mineral-mineral Ferromagnesia merupakan keompok

mineral yang kaya akan kandungan ikatan Fe-Mg silikat dan

kadang disusul dengan Ca-Silikat. Kelompok mineral tersebut

adalah:

a. Piroksen, merupakan mineral penting dalam batuan

gunung berapi

b. Olivin, mineral yang kaya akan besi dan magnesium dan

miskin silika.

3. Mineral Tambahan

a. Homblende

b. Biloit

c. Magnetit

d. Limenit

2.1.3. Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk

yang lain, dapat berupa batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan

metamorf sendiri yang telah mengalami proses/perubahan mineralogi,

tekstur maupun struktur sebagai akibat pengaruh temperatur dan

tekanan yang tinggi.

a. Struktur

1. Foliasi

Yaitu struktur yang ditunjukan oleh adanya penjajaran mineral-

mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini meliputi:

2. Struktur Slatycleavage

Adalah peralihan dari sedimen yang berubah ke metamorf,

merupakan derajat rendah dari lempung. Meneralnya

Page 11: Mineral dalam Batuan

berukuran halus dengan memperlihatkan belahan-belahan yang

rapat.

3. Struktur Filitik

Adalah struktur yang hampir mirip dengan struktur

Slatyclavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai

agak kasar.

4. Struktur Skitstosa

Adalah struktur dimana mineral pipih lebih dominan terhadap

mineral butiran. Struktur ini biasanya dihasilkan oleh proses

metamorfosa regional, yang sangat khas berupa kepingan-

kepingan yang jelas dari mineral pipih.

5. Struktur Gneitosa

Adalah struktur dimana jumlah mineral-mineral yang granural

realtif lebih banyak dari mineral-mineral pipih. Struktur ini

memiliki sifat bended dan mewakili metamorfosa regional

derajat tinggi.

o Nonfoliasi

Adalah struktur yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran

mineral penyusunan batuan metamorf. Struktur ini terbagi atas:

1) Struktur Hornfelsik

2) Struktur Milonitik

3) Struktur Kataklastik

4) Struktur Pilonitik

5) Struktur Flaser

6) Struktur Augen

7) Struktur Granulosa

8) Struktur Liniasi

b. Tekstur

1. Hornfels

a. Tidak menunjukan schistosity

Page 12: Mineral dalam Batuan

b. Tekstur granoblastik

c. Struktur granular

2. Slate

a. Batuan metamorf berbutir halus

b. Struktur saltycleavage

c. Sebagai hasil dari metamorfosa regional

3. Phyllite

a. Batuan metamorf berbutir halus

b. Memperlihatkan schistosity

c. Mulai terlihat segregation banding

d. Memperlihatkan kilap karena timbulnya mineral

muskovit dan klorit

e. Butiran lebih kasar

4. Sekis

a. Batuan metamorf yang sangat schistosity

b. Butiran kasar

c. Struktur close schistose

5. Amphibolite

a. Butiran kasar

b. Hasil metamorfosa berderajat medium tinggi

c. Schistosity timbul akibat orientasi dari mineral-

mineral prismatik

6. Gneiss

a. Butiran kasar

b. Struktur open schistose

c. Hasil metamorfosa regional

7. Granulite

a. Batuan metamorf tanpa mika

b. Tidak ada schistosy

c. Tekstur granublastik

Page 13: Mineral dalam Batuan

d. Hasil metamorfosa fasies granulit

8. Marble

a. Batuan metamorf terdiri dari karbonat

b. Tekstur granublastik

c. Schistosy tidak ada

9. Milonit

a. Batuan berbutir halus

b. Sebagai hasil penggerusan yang kuat

c. Sebagai hasil metamorfosa kataklastik

10. Kataklastik

a. Butiran kasar

b. Penggerusan kuat

c. Tidak ada rekonstitusi kimia

11. Filonit

a. Terjadi rekristalisasi

b. Butiran halus

c. Sebagai hasil penggerusan

Komposisi

Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari

batuan sebelumnya, sehingga ada beberapa mineral dari

batuan asalnya terdapat pula dalam batuan metamorf.

Mineral tersebut adalah:

1. Mineral yang terdapat pada batuan metamorf-beku:

kuarsa, feldspar, muskovit, bionit, hornblende, piroksin,

olivin, dan bijih besi

2. Mineral yang terdapat pada batuan metamorf-sedimen:

kuarsa, muskovit, mineral lempung, kalsit, domolit.

3. Mineral yang terdapat pada batuan metamorf: garnet,

kianit, silimanit, staurolit, kordierit, epidot, dan klorit.

Macam

Page 14: Mineral dalam Batuan

o Metamorfosa Lokal

Jenis ini penyebaran metamorfosanya sangat terbatas

hanya beberapa kilometer saja. Termasuk dalam tipe

metamorfosa ini adalah:

f. Metamorfosa kontak/thermal

Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh

kenaikan temperatur yang tinggi, dan biasanya jenis

ini ditemukan pada kontak antara tubuh intrusi

magma/ekstrusi dengan batuan di sekitarnya dengan

lebar 2 – 3 km.

g. Metamorfosa dinamo/dislokasi/kataklastik

Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh

kenaikan tekanan. Tekanan yang berpengaruh disini

ada dua macam, yaitu: hidrostatis, yang mencakup ke

segala arah; dan stress, yang mencakup satu arah saja.

Makin dalam ke arah kerak bumi pengaruh tekanan

hidrostatika semakin besar. Sedangkan tekanan pada

bagian kulit bumi yang dekat dengan permukaan saja,

metamorfosa semacam ini biasanya didapatkan di

daerah sesar/patahan.

o Metamorfosa Regional

Tipe metamorfosa ini penyebarannya sangat luas,

dapat mencapai beberapa ribu kilometer. Termasuk

dalam tipe ini adalah:

h. Metamorfosa regional/dinamothermal

Terjadi pada kulit bumi bagian dala, dimana

faktor yang mempengaruhi adalah temperatur dan

tekanan yang tinggi. Proses ini akan lebih intensif

apabila diikuti oleh orogenesa.

Page 15: Mineral dalam Batuan

i. Metamorfosa beban/burial

Proses ini tidak ada hubungannya dengan

orogenesa dan intrusi, tetapi terjadi pada daerah

geosinklin, hingga karena adanya pembebanan

sedimen yang tebal di bagian atas, maka lapisan

sedimen yang ada di bagian bawah cekungan akan

mengalami proses metamorfosa.

Page 16: Mineral dalam Batuan

BAB III

HASIL DESKRIPSI

3.1. Peraga Nomor 36

No. Urut : 1

Jenis Batuan : Batuan Beku

Deskripsi Megaskopis :

Batuan ini berwarna abu - abu, berstruktur masif, memiliki

kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal equigranular, granularitas

faneroporforitik, dan bentuk kristal euhedral.

Deskripsi Komposisi :

Plagioklas (35 %) : Rumus kimia (Na,Ca)(Si,Al)4O8, warna putih,

cerat putih, kekerasan 6 - 6,5, transparansi

opaque, kilap kaca.

Kuarsa (10%) : Rumus kimia SiO2, warna bening, cerat putih,

kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, kilap

kaca.

Massa dasar (55 %)

Petrogenesa :

Warnanya yang abu-abu menunjukkan bahwa batuan ini terbentuk

dari magma yang bersifat intermediet. Berdasarkan teksturnya yang

faneroporfiritik, batuan ini mengalami 2 fase pembekuan. Pembekuan

pertama adalah pembekuan mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut.

Pembekuan kedua adalah pembekuan massa dasar dari magma yang

menerobos dan membawa serta mineral-mineral yang telah ada tersebut.

Pembekuan pada fase kedua ini sangat cepat sehingga tidak membentuk

mineral. Jadi batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati

pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.

Page 17: Mineral dalam Batuan

Gambar Batuan :

Gambar 3.1 Peraga Nomor 36

Nama Batuan : Gabro

plagioklaskuarsa

Page 18: Mineral dalam Batuan

3.2. Peraga Nomor 89

No. Urut : 2

Jenis Batuan : Batuan Beku

Deskripsi Megaskopis :

Batuan ini berwarna abu-abu cerah, berstruktur massive, memiliki

kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal inequigranular, granularitas

faneroporforitik, dan bentuk kristal euhedral.

Deskripsi Komposisi :

Plagioklas (10 %) : Rumus kimia (Na,Ca)(Si,Al)4O8, warna putih,

cerat putih, kekerasan 6 - 6,5, transparansi

opaque, kilap kaca.

Biotite (20 %) : Rumus kimia K(Mg,Fe)3 (AlSiO3) (OH)2, warna

hitam, cerat hitam, kekerasan 2,5 - 3, transparasi

opaque, kilap kaca.

Hornblende (10 %) : Rumus kimia Ca2[Mg4(Al,Fe3+)]Si7AlO22(OH)2,

warna hitam , cerat putih, kekerasan 5 - 6,

transparansi transparent, kilap kaca.

Ortoklas (5 %) : Rumus kimia K(AlSi3O8), warna merah, cerat

putih, kekerasan 6, transparansi opaque, kilap

kaca.

Massa dasar (55 %)

Petrogenesa :

Warnanya yang abu-abu cerah menunjukkan bahwa batuan ini

terbentuk dari magma yang bersifat intermediet. Berdasarkan teksturnya yang

faneroporfiritik, batuan ini mengalami 2 fase pembekuan. Pembekuan

pertama adalah pembekuan mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut.

Pembekuan kedua adalah pembekuan massa dasar dari magma yang

menerobos dan membawa serta mineral-mineral yang telah ada tersebut.

Page 19: Mineral dalam Batuan

Pembekuan pada fase kedua ini sangat cepat sehingga tidak membentuk

mineral. Jadi batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati

pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.

Gambar Batuan :

Gambar 3.2 Peraga Nomor 89

Nama Batuan : DIORIT PORFIR

Page 20: Mineral dalam Batuan

3.3. Peraga Nomor 10

No. Urut : 3

Jenis Batuan : Batuan Beku

Deskripsi Megaskopis :

Batuan ini berwarna putih keabuan, berstruktur massive, memiliki

kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal inequigranular -

faneroporfiritik, granularitas fanerik, dan bentuk kristal subhedral.

Deskripsi Komposisi :

Biotite ( %) : Rumus kimia K(Mg,Fe)3 (AlSiO3) (OH)2, warna

hitam, cerat hitam, kekerasan 2,5 - 3, transparasi

opaque, kilap kaca.

Kuarsa ( %) : Rumus kimia SiO2, warna bening, cerat putih,

kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, kilap

kaca.

Massa dasar ( %)

Petrogenesa :

Warnanya yang putih keabuan menunjukkan bahwa batuan ini

terbentuk dari magma yang bersifat asam. Berdasarkan teksturnya yang

faneroporfiritik, batuan ini mengalami 2 fase pembekuan. Pembekuan

pertama adalah pembekuan mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut.

Pembekuan kedua adalah pembekuan massa dasar dari magma yang

menerobos dan membawa serta mineral-mineral yang telah ada tersebut.

Pembekuan pada fase kedua ini sangat cepat sehingga tidak membentuk

mineral. Jadi batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati

pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.

Page 21: Mineral dalam Batuan

Gambar Batuan :

Gambar 3.3 Peraga Nomor 10

Nama Batuan : GRANIT PORFIR

Page 22: Mineral dalam Batuan

3.4. Peraga Nomor 3

No. Urut : 4

Jenis Batuan : Batuan Beku

Deskripsi Megaskopis :

Batuan ini berwarna hitam, berstruktur massive, memiliki

kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal equigranular, granularitas

afanitik, dan bentuk kristal anhedral.

Deskripsi Komposisi :

100 % Mineral afanit

Petrogenesa :

Warnanya yang hitam menunjukkan bahwa batuan ini terbentuk dari

magma yang bersifat basa. Berdasarakan strukturnya yang massive, memiliki

kristalinitas holokristalin, hubungan antar kristal equigranular, granularitas

afanitik, dan bentuk kristal anhedral, dapat disimpulkan bahwa batuan ini

terbentuk di permukaan bumi dalam waktu yang sangat cepat.

Gambar Batuan :

Gambar 3.4 Peraga Nomor 3

Nama Batuan : BASALT

mineral afanit

Page 23: Mineral dalam Batuan

3.5. Peraga Nomor 9

No. Urut : 4

Jenis Batuan : Batuan Sedimen

Deskripsi Megaskopis :

Batuan ini berwarna coklat, berstruktur klastik, ukuran butir pasir

sedang (1/4 - 1/2 mm), sortasi baik, kemas tertutup, dan kebulatan well

rounded.

Deskripsi Komposisi :

Fragmen : -

Matriks : pasir sedang (1/4 - 1/2 mm)

Semen : karbonat

Petrogenesa :

Batuan ini berwarna coklat, berstruktur klastik, ukuran butir pasir

sedang (1/4 - 1/2 mm), sortasi baik, kemas tertutup, dan kebulatan well

rounded. Berdasarkan hasil deskripsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

batuan ini terbentuk dari proses erosi, transportasi dengan jarak yang cukup

jauh dan energi transport yang sedang, serta pengendapan dengan energi yang

kecil.

Gambar Batuan :

Gambar 3.5 Peraga Nomor 9

Nama Batuan : BATUPASIR

Page 24: Mineral dalam Batuan

3.6. Peraga Nomor 84

No. Urut : 6

Jenis Batuan : Batuan Sedimen

Deskripsi Megaskopis :

Batuan ini berwarna abu-abu gelap, berstruktur klastik, ukuran butir

kerakal (4 – 64 mm) sampai pasir sedang (1/4 - 1/2 mm), sortasi buruk, kemas

terbuka, dan kebulatan subrounded.

Deskripsi Komposisi :

Fragmen : kerakal (4 – 64 mm) sampai pasir sedang (1/4 - 1/2

mm)

Matriks : pasir sedang (1/4 - 1/2 mm)

Semen : karbonat

Petrogenesa :

Batuan ini berwarna abu-abu gelap, berstruktur klastik, ukuran butir

ukuran butir kerakal (4 – 64 mm) sampai pasir sedang (1/4 - 1/2 mm), sortasi

buruk, kemas terbuka, dan kebulatan subrounded. Berdasarkan hasil deskripsi

di atas, maka dapat disimpulkan bahwa batuan ini terbentuk dari proses erosi,

transportasi dengan jarak yang pendek dan energi transport yang rendah, serta

pengendapan dengan energi yang rendah pula.

Gambar Batuan :

Gambar 3.1 Peraga Nomor 26

Nama Batuan : KONGLOMERAT POLIMIX

kerakalpasir sedang

Page 25: Mineral dalam Batuan

3.7. Peraga Nomor 83

No. Urut : 7

Jenis Batuan : Batuan Metamorf

Deskripsi Megaskopis :

Batuan ini berwarna hijau kehitaman, berstruktur foliasi – gneissic,

dengan granularitas fanerik, bentuk kristal subhedal, ketahanan metamorfisme

kristaloblastik, dan hubungan antar kristal equigranular.

Deskripsi Komposisi :

Klorit (50 %) : Rumus kimia Mg3 (Si4O10) (OH)2.Mg3 (OH)6,

warna hijau,cerat putih, kekerasan 2,5,

transparansi opaque, kilap kaca sampai mutiara.

Kuarsa (50 %) : Rumus kimia SiO2, warna bening, cerat putih,

kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, kilap

kaca.

Petrogenesa :

Berdasarkan warnanya yang hijau kehitaman, berstruktur foliasi –

gneissic, dengan granularitas fanerik, bentuk kristal subhedal, ketahanan

metamorfisme kristaloblastik, dan hubungan antar kristal equigranular, serta

komposisi yang terdiri dari 50 % klorit dan 50 % kuarsa, maka dapat

disimpulkan bahwa batuan ini terbentuk dari proses metemorfisme regional,

dimana keadaan suhu dan tekanan sama-sama tinggi, namun yang lebih

dominan adalah tekanan.

Page 26: Mineral dalam Batuan

Gambar Batuan :

Gambar 3.7 Peraga Nomor 83

Nama Batuan : SCHIST

kuarsaklorit

Page 27: Mineral dalam Batuan

3.8. Peraga Nomor 98

No. Urut : 8

Jenis Batuan : Batuan Metamorf

Deskripsi Megaskopis :

Batuan ini berwarna putih dan ungu, berstruktur foliasi, dengan

granularitas fanerik, bentuk kristal subhedal, ketahanan metamorfisme

kristaloblastik, dan hubungan antar kristal equigranular.

Deskripsi Komposisi :

Kuarsa (100 %) : Rumus kimia SiO2, warna bening, cerat putih,

kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, kilap

kaca.

Petrogenesa :

Berdasarkan warnanya yang hijau kehitaman, berstruktur foliasi, dengan

granularitas fanerik, bentuk kristal subhedal, ketahanan metamorfisme

kristaloblastik, dan hubungan antar kristal equigranular, serta komposisi yang

berupa 100 % kuarsa, maka dapat disimpulkan bahwa batuan ini terbentuk

dari proses metemorfisme regional, dimana keadaan suhu dan tekanan sama-

sama tinggi, namun yang lebih dominan adalah tekanan.

Gambar Batuan :

Gambar 3.8 Peraga Nomor 98

Nama Batuan : KUARSIT

kuarsa

Page 28: Mineral dalam Batuan

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Peraga Nomor 36

Secara megaskopis batuan ini berwarna abu-abu. Warna yang

demikian mengindikaasikan bahwa batuan ini terbentuk dari pembekuan

magma yang bersifat intermediet. Strukturnya yang massive (pejal)

menunjukkan bahwa batuan ini membeku didalam permukaan bumi atau

dengan kata lain disebut dengan batuan beku intrusif.

Batuan ini terdiri dari beberapa mineral. Mineral-mineral tersebut

menunjukkan tekstur-tekstur tertentu. Dari kristalinitasnya dapat diamati

bahwa batuan ini bersifat holokristalin, artinya penyusun batuan ini semuanya

berupa kristal. Kristal-kristal tersebut memiliki bidang-bidang batas yang

jelas. Ini berarti tekstur bentuk kristal batuan ini adalah euhedral.

Hubungan antar kristal yang satu dengan kristal yang lainnya

cenderung memiliki butir kristal dengan ukuran yang tidak sama. Oleh karena

itu, batuan ini disebut memiliki relasi inequigranular. Mineral yang tampak

disebut fenokris, sedangkan sisanya disebut masa dasar. Komposisi tersebut

disebut faneroporfiritik. Tekstur faneroporfiritik ini terjadi akibat adanya dua

fase pembekuan. Pada fase pertama, terjadi pembekuan magma yang

membentuk mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut. Fase kedua

adalah pembekuan massa dasar dari magma yang menerobos dan membawa

serta mineral-mineral yang telah ada tersebut. Pembekuan pada fase kedua ini

sangat cepat sehingga tidak membentuk mineral. Jika diperhatikan dari proses

pembekuannya, batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati

pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.

Batuan ini terdiri dari 35 % plagioklas, 10 % kuarsa, dan 55 % massa

dasar. Plagioklas ((Na,Ca)(Si,Al)4O8) ber warna putih, cerat putih, kekerasan

6 - 6,5, transparansi opaque, dan kilap kaca. Sedangkan kuarsa (SiO2) ber

warna bening, cerat putih, kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent, dan

kilap kaca.

Page 29: Mineral dalam Batuan

Plagioklas berada pada seri kontinyu dalam seri reaksi Bowen.

Mineral plagioklas dalam peraga nomor 26 ditemukan bersama dengan kuarsa

meskipun dalam kadar yang sedikit. Kuarsa sendiri berada pada urutan paling

bawah Seri reaksi Bowen. Dalam seri reaksi tersebut, mineral ini terbentuk

pada suhu 800°C. Pada keadaan ini kandungan silika pada mineral berada

pada jumlah paling banyak. Inilah yang menyebabkan kuarsa menjadi mineral

paling resisten terhadap keadaan permukaan bumi.

Jika dilihat dari proses pembentukan mineral-mineral tersebut dan

komposisinya dalam peraga nomor 26, mineral yang pertama kali terbentuk

adalah plagioklas. Suhu yang membentuk plagioklas terus turun dan akhirnya

mencapai suhu pembentukan kuarsa. Jika kuarsa terbentuk, berarti suhu

pembentukan plagioklas berada pada titik terendahnya. Ini berarti plagioklas

pada peraga ini lebih kaya Na daripada Ca.

Berdasarkan struktur, tekstur, dan komposisinya, menurut klasifikasi

batuan beku Thorpe dan Brown batuan peraga nomor 26 ini memiliki nama

diorit porfir.

4.2. Peraga Nomor 89

Secara megaskopis batuan ini berwarna abu-abu cerah. Warna yang

demikian mengindikaasikan bahwa batuan ini terbentuk dari pembekuan

magma yang bersifat intermediet. Strukturnya yang massive (pejal)

menunjukkan bahwa batuan ini membeku didalam permukaan bumi atau

dengan kata lain disebut dengan batuan beku intrusif.

Batuan ini terdiri dari beberapa mineral. Mineral-mineral tersebut

menunjukkan tekstur-tekstur tertentu. Dari kristalinitasnya dapat diamati

bahwa batuan ini bersifat holokristalin, artinya penyusun batuan ini semuanya

berupa kristal. Kristal-kristal tersebut sebagian masih memiliki bidang batas

yang jelas dan sebagian lagi tidak. Ini berarti tekstur bentuk kristal batuan ini

adalah subhedral.

Hubungan antar kristal yang satu dengan kristal yang lainnya

cenderung memiliki butir kristal dengan ukuran yang tidak sama. Oleh karena

Page 30: Mineral dalam Batuan

itu, batuan ini disebut memiliki relasi inequigranular. Mineral yang tampak

disebut fenokris, sedangkan sisanya disebut masa dasar. Komposisi tersebut

disebut faneroporfiritik. Tekstur faneroporfiritik ini terjadi akibat adanya dua

fase pembekuan. Pada fase pertama, terjadi pembekuan magma yang

membentuk mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut. Fase kedua

adalah pembekuan massa dasar dari magma yang menerobos dan membawa

serta mineral-mineral yang telah ada tersebut. Pembekuan pada fase kedua ini

sangat cepat sehingga tidak membentuk mineral. Jika diperhatikan dari proses

pembekuannya, batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati

pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.

Batuan ini terdiri dari 10 % plagioklas, 20 % biotite, 10 %

hornblende, 5 % ortoklas, dan 55 % massa dasar. Plagioklas ((Na,Ca)

(Si,Al)4O8) ber warna putih, cerat putih, kekerasan 6 - 6,5, transparansi

opaque, dan kilap kaca. Biotite (K(Mg,Fe)3 (AlSiO3) (OH)2) berwarna hitam,

cerat hitam, kekerasan 2,5 - 3, transparasi opaque, kilap kaca. Hornblende

(Ca2[Mg4(Al,Fe3+)]Si7AlO22(OH)2) berwarna hitam , cerat putih, kekerasan 5 -

6, transparansi transparent, kilap kaca. Sedangkan ortoklas (K(AlSi3O8))

berwarna merah, cerat putih, kekerasan 6, transparansi opaque, kilap kaca.

Plagioklas berada pada seri kontinyu dalam seri reaksi Bowen.

Dalam peraga nomor 89 ini mineral plagioklas ditemukan bersama dengan

mineral biotite, hornblende, dan ortoklas. Jika diperhatikan, ada dua jenis

mineral berbeda didalam batuan ini, yaitu mineral felsik (plagioklas &

ortoklas) dan mineral mafik (biotite & hornblende). Ini berarti kandungan

silika dalam magma yang membentuk batuan masih dalam taraf sedang,

berkisar antara 50% - 60%. Kadar silika yang masih sedang ini terdapat pada

magma yang bersifat intermediet.

Kandungan hornblende, biotite, dan plagioklas yang lebih banyak

dari pada ortoklas menandakan bahwa mineral-mineral tersebut terbentuk

pada suhu 900° - 600° C dimana pada suhu tersebut mineral hornblende,

biotite, dan plagioklas terbentuk. Pembekuan terus terjadi hingga akhirnya

sedikit menyentuh \keadaan suhu pembentukan ortoklas. Ortoklas terbentuk

Page 31: Mineral dalam Batuan

pada fase pembekuan ini. Sebelum suhu sempat turun lebih rendah lagi, fase

pembekuan kedua pembentuk tekstur faneroporfiritik terjadi, sehingga

ortoklas hanya terbentuk dalam jumlah yang sedikit.

Berdasarkan struktur, tekstur, dan komposisinya, menurut klasifikasi

batuan beku Thorpe dan Brown batuan peraga nomor 89 ini memiliki nama

diorit porfir.

4.3. Peraga Nomor 10

Secara megaskopis batuan ini berwarna putih keabuan. Warna yang

demikian mengindikasikan bahwa batuan ini terbentuk dari pembekuan

magma yang bersifat asam. Strukturnya yang massive (pejal) menunjukkan

bahwa batuan ini membeku didalam permukaan bumi atau dengan kata lain

disebut dengan batuan beku intrusif.

Batuan ini tersusun atas mineral-mineral yang dapat dibedakan dan

diidentifikasi secara kasat mata atau dapat dikatakan bahwa granularitasnya

fanerik. Dari kristalinitasnya dapat diamati bahwa batuan ini bersifat

holokristalin, artinya penyusun batuan ini semuanya berupa kristal. Kristal-

kristal tersebut seluruhnya memiliki bidang batas yang jelas. Ini berarti tekstur

bentuk kristal batuan ini adalah euhedral.

Hubungan antar kristal yang satu dengan kristal yang lainnya

cenderung memiliki butir kristal dengan ukuran yang tidak sama. Oleh karena

itu, batuan ini disebut memiliki relasi inequigranular. Mineral yang tampak

disebut fenokris, sedangkan sisanya disebut masa dasar. Komposisi tersebut

disebut faneroporfiritik. Tekstur faneroporfiritik ini terjadi akibat adanya dua

fase pembekuan. Pada fase pertama, terjadi pembekuan magma yang

membentuk mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut. Fase kedua

adalah pembekuan massa dasar dari magma yang menerobos dan membawa

serta mineral-mineral yang telah ada tersebut. Pembekuan pada fase kedua ini

sangat cepat sehingga tidak membentuk mineral. Jika diperhatikan dari proses

pembekuannya, batuan ini terbentuk di daerah yang hampir mendekati

pernukaan (hypabisal) dalam waktu yang relatif cepat.

Page 32: Mineral dalam Batuan

Batuan ini terdiri dari % kuarsa, % biotite, % massa dasar. Kuarsa

(SiO2) berwarna bening, cerat putih, kekerasan 6,6 - 7, transparansi

transparent, dan kilap kaca. Biotite (K(Mg,Fe)3 (AlSiO3) (OH)2) berwarna

hitam, cerat hitam, kekerasan 2,5 - 3, transparasi opaque, kilap kaca.

Berdasarkan struktur, tekstur, dan komposisinya, menurut klasifikasi

batuan beku Thorpe dan Brown batuan peraga nomor 10 ini memiliki nama

granit porfir.

4.4. Peraga Nomor 3

Secara megaskopis batuan ini berwarna hitam. Warna yang demikian

mengindikasikan bahwa batuan ini terbentuk dari pembekuan magma yang

bersifat basa. Strukturnya yang massive (pejal) menunjukkan bahwa batuan

ini membeku didalam permukaan bumi atau dengan kata lain disebut dengan

batuan beku intrusif.

Batuan ini tersusun atas mineral-mineral, namun tidak dapat dibedakan

dan diidentifikasi secara kasat mata atau dapat dikatakan bahwa

granularitasnya afanitik. Dari kristalinitasnya dapat diamati bahwa batuan ini

bersifat holokristalin, artinya penyusun batuan ini semuanya berupa kristal.

Karena kristal-kristal mineralnya sulit diamati dengan mata telanjang, maka

bidang batas antar kristalnya pun tidak jelas, sehingga disebut memiliki

bentuk kristal anhedral. Hubungan antar kristal yang satu dengan kristal yang

lainnya cenderung memiliki butir kristal dengan ukuran yang sama. Oleh

karena itu, batuan ini disebut memiliki relasi equigranular.

Mineral-mineral pada peraga nomor 3 ini seluruhnya tidak dapat

diamati dan dibedakan dengan mata karena ukurannya yang halus. Maka

dapat dikatakan bahwa batuan ini terdiri dari 100 % mineral afanit.

Berdasarkan kenampakan mineral-mineral pada batuan ini, dapat disimpulkan

bahwa batuan ini merupakan batuan beku volkanik dimana proses pembekuan

magmanya terjadi dipermukaan atau dekat dengan permukaan bumi dalam

waktu yang relatif cepat.

Page 33: Mineral dalam Batuan

Berdasarkan struktur, tekstur, dan komposisinya, menurut klasifikasi

batuan beku Thorpe dan Brown batuan peraga nomor 3 ini memiliki nama

basalt.

4.5. Peraga Nomor 9

Batuan peraga nomor 9 iniberwarna coklat. Di salah satu sisi batuan

ini, tampak pola perlapisan yang sejajar. Perlapisan tersebut tebalnya kurang

dari 1 cm. Oleh sebab itu, batuan ini disebut memiliki struktur laminasi.

Batuan ini terdiri dari butir-butir yang berukuran pasir sedang (1/4 -

1/2 mm) (skala Wentworth). Butir-butirnya berbentuk membulat tapi tidak

sempurna atau disebut rouded. Batuan ini terdiri dari butir-butir yang

ukurannya seragam dan saling bersentuhan satu sama lain tanpa dibatasi oleh

bahan semen. Oleh karena itu, batuan ini disebut memiliki sortasi baik dan

kemas yang tertutup.

Batuan ini tidak memiliki fragmen batuan lain yang ukurannya lebih

besar dibandingkan ukuran butirnya. Tetapi, batuan ini masih memiliki

material pengisi lain berupa matriks yang memiliki ukuran butir pasir sedang

(1/4 - 1/2 mm). Semen batuan ini merupakan karbonatan. Hal ini dibuktikan

dengan berbuihnya batuan saat ditetesi dengan larutan HCl. Semen

karbonatan terbentuk karena adanya pengaruh air laut pada batuan. Ini berarti

batuan ini terbentuk di daerah yang masih bisa tersentuh air laut atau dengan

kata lain berada di daerah transisi dari daratan ke laut.

Berdasarkan tekstur serta komposisinya, batuan ini terendapkan dalam

jarak yang cukup jauh dan dengan energi transport yang besar. Hal ini dibisa

dilihat dari bentuk butirnya yang mulai halus. Semakin halus butir batuan

sedimen, maka semakin jauh jarak transportnya dan semakin besar

energinya.Karena butirannya cukup halus, energi untuk mengendapkan

material-material sedimennya pun hanya membutuhkan energi yang kecil.

Dari hasil deskrpsi di atas, dapat disimpulkan bahwa batuan dengan

nomor peraga 9 memiliki nama batupasir (skala Wentworth).

Page 34: Mineral dalam Batuan

4.6. Peraga Nomor 84

Batuan peraga nomor 9 ini berwarna abu-abu gelap. Tidak nampak

adanya perlapisan atau pun laminasi pada batuan ini. Fragmen dan matriks

tersortasi secara acak dan tidak teratur.

Batuan ini terdiri dari butir-butir yang berukuran pasir sedang (1/4 -

1/2 mm) hingga kerakal (4 – 64 mm) (skala Wentworth). Butir-butirnya

berbentuk membulat tapi agak tanggung dan tidak benar-benar bulat atau

disebut subrouded. Batuan ini terdiri dari butir-butir yang ukurannya tidak

seragam dan dibatasi oleh bahan semen. Oleh karena itu, batuan ini disebut

memiliki sortasi buruk dan kemas yang terbuka.

Batuan ini memiliki fragmen batuan lain yang ukurannya lebih besar

dibandingkan ukuran butirnya, yaitu butir dengan ukuran kerakal sampai pasir

sedang. Tetapi, batuan ini masih memiliki material pengisi lain berupa

matriks yang memiliki ukuran butir pasir sedang (1/4 - 1/2 mm). Semen

batuan ini merupakan karbonatan. Hal ini dibuktikan dengan berbuihnya

batuan saat ditetesi dengan larutan HCl. Semen karbonatan terbentuk karena

adanya pengaruh air laut pada batuan. Ini berarti batuan ini terbentuk di

daerah yang masih bisa tersentuh air laut atau dengan kata lain berada di

daerah transisi dari daratan ke laut.

Berdasarkan tekstur serta komposisinya, batuan ini terendapkan dalam

jarak yang dekat hingga sedang dan dengan energi transport yang cukup

rendah. Hal ini dibisa dilihat dari bentuk butirnya yang masih tergolong kasar.

Karena butirannya kasar, energi untuk mengendapkan material-material

sedimennya pun hanya membutuhkan energi yang besar.

Ukuran butir yang bervariasi pada batuan ini mengindikasikan bahwa

material lepasan pembentuk batuan sedimen ini tidak berasal dari tempat yang

sama. Butir dengan ukuran besar merupakan hasil dari transportasi material

lepasan dalam jarak yang relatif dekat. Sedangakn butir dengan ukuran yang

lebih halus merupakan hasil dari transportasi material lepasan dalam jarak

yang lebih jauh dari material dengan butir yang lebih besar.

Page 35: Mineral dalam Batuan

Dari hasil deskrpsi di atas, dapat disimpulkan bahwa batuan dengan

nomor peraga 9 memiliki nama konglomerat polimix (skala Wentworth).

4.7. Peraga Nomor 83

Secara megaskopis batuan ini berwarna hijau kehitaman. Batuan ini

memiliki struktur foliasi. Struktur ini ditandai dengan adanya pola penjajaran

mineral-mineral pada batuan.

Batuan ini terdiri dari beberapa mineral. Mineral-mineral tersebut

menunjukkan tekstur-tekstur tertentu. Berdasarkan ketahanan terhadap proses

metamorfismenya, batuan ini termasuk batuan metamorf dengan tekstur

kristaloblastik, karena batuan asal / protolithnya tidak lagi terlihat. Mineral

pada batuan ini dapat diidentifikasi dengan mata telanjang atau bisa disebut

memiliki granulartas fanerik. Mineral-mineralnya terlihat memiliki ukuran

seragam atau equigranular.

Setelah dilakukan pengamatan, terdapat 2 jenis mineral yang dapat

diidentifikasi pada batuan ini, yaitu kuarsa dan klorit dengan kadar masing-

masing 50 %. Kuarsa (SiO2) berwarna bening, cerat putih, kekerasan 6,6 - 7,

transparansi transparent, dan kilap kaca. Sedangkan klorit (Mg3 (Si4O10)

(OH)2.Mg3 (OH)6) berwarna hijau,cerat putih, kekerasan 2,5, transparansi

opaque,dan kilap kaca sampai mutiara.

Mineral klorit pada batuan ini merupakan indikasi adanya proses

metamorfisme pada protolithnya. Mineral klorit ini berasal dari hasil

dekomposisi piroksen, amphibole, garnet, biotite, dan vesuvianit. Proses

dekomposisi tersebut terjadi karena tingkat resistensi mineral-mineral tersebut

yang rendah. Tingkat resistensi ini tergantung pada kandungan silika di dalam

mineral tersebut. Mineral asal pembentuk klorit mengandung silika dalam

jumlah sedikit sehingga mudah terombakkan dan berubah menjadi mineral

lain lewat proses metamorfisme.

Berbeda dengan kuarsa yang tetap pada bentuknya dan tidak

terdekomposisi. Mineral kuarsa lebih resisten dari pada mineral piroksen,

amphibole, garnet, biotite, dan vesuvianit karena kandungan silikannya yang

Page 36: Mineral dalam Batuan

paling banyak diantara mineral pembentuk batuan yang lain. Semakin tinggi

kandungan silikanya, semakin rendah kemungkinan suatu mineral dapat

terdekomposisi menjadi mineral lain.

Berdasarkan hasil deskripsi di atas dapat diindikasikan bahwa peraga

batuan nomor 83 ini terbentuk akibat metamorfisme regional, yaitu proses

metamorfisme dimana suhu dan tekanan sama-sama tinggi, namun tekanan

lebih dominan. Proses metamorfisme pembentuk batuan ini termasuk kedalam

derajat rendah sampai tinggi.

Sesuai dengan klasifikasi batuan metamorf menurut W. T. Huang,

batuan ini terbentuk dari protolith berupa batuan karbonat atau batuan beku

mafik. Sehingga dapat disimpukan bahwa batuan ini bernama schist.

4.8. Peraga Nomor 98

Secara megaskopis batuan ini berwarna putih dan ungu. Batuan ini

memiliki struktur non foliasi. Struktur ini ditandai dengan tidak adanya pola

penjajaran mineral-mineral pada batuan.

Batuan ini terdiri dari mineral yang menunjukkan tekstur tertentu.

Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfismenya, batuan ini

termasuk batuan metamorf dengan tekstur kristaloblastik, karena batuan asal /

protolithnya tidak lagi terlihat. Mineral pada batuan ini dapat diidentifikasi

dengan mata telanjang atau bisa disebut memiliki granulartas fanerik.

Mineral-mineralnya terlihat memiliki ukuran seragam atau equigranular.

Setelah dilakukan pengamatan, ternyata peraga ini hanya terdiri dari 1

bahan penyusun, yaitu mineral kuarsa. Meskipun warnanya berbeda (putih

dan ungu), keduanya sama-sama mineral kuarsa. Kuarsa dengan warna ungu

kemungkinan terbentuk akibat adany zat pengotor yang mengakibatkan

mineral berubah warna tanpa mengubah sifat fisiknya. Kuarsa (SiO2) pada

peraga ini memiliki cerat putih, kekerasan 6,6 - 7, transparansi transparent,

dan kilap kaca.

Mineral kuarsa berada pada urutan paling bawah dari Seri Reaksi

Bowen. Pada kedudukan ini, kandungan silika pada mineral berada pada kada

Page 37: Mineral dalam Batuan

maksimumya. Kadar silika yang tinggi pada mineral akan membuat mineral

tersebut lebih resisten terhadap berbagai proses eksogen dan endogen,

termasuk proses metamorfisme. Inilah alasannya mengapa penyusun peraga

ini seluruhnya adalah mineral kuarsa. Tingkat resistensi kuarsa yang tinggi

akan membuatnya tidak mudah berubah sementara bagian lain dari

protolithnya terdekomposisi menjadi material lain. Warna yang berbeda pada

beberapa bagiannya hanya merupakan efek dari bahan pengotor yang ikut

terkristalisasi bersama dengan mineral kuarsa, bukan aibat proses

metamoorfisme.

Berbeda dengan kuarsa yang tetap pada bentuknya dan tidak

terdekomposisi. Mineral kuarsa lebih resisten dari pada mineral piroksen,

amphibole, garnet, biotite, dan vesuvianit karena kandungan silikannya yang

paling banyak diantara mineral pembentuk batuan yang lain. Semakin tinggi

kandungan silikanya, semakin rendah kemungkinan suatu mineral dapat

terdekomposisi menjadi mineral lain.

Berdasarkan hasil deskripsi di atas dapat diindikasikan bahwa peraga

batuan nomor 83 ini terbentuk akibat metamorfisme regional, yaitu proses

metamorfisme dimana suhu dan tekanan sama-sama tinggi, namun tekanan

lebih dominan. Proses metamorfisme pembentuk batuan ini termasuk kedalam

derajat sedang sampai tinggi.

Sesuai dengan klasifikasi batuan metamorf menurut W. T. Huang,

batuan ini terbentuk dari protolith berupa batupasir kuarsa. Sehingga dapat

disimpukan bahwa batuan ini bernama kuarsit.