Top Banner
i METODE PEMERIKSAAN SPERMA dr. Ida Ayu Putri Wirawati, Sp.PK (K) PROGRAM STUDI ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/ RUMAH SAKIT UMUM SANGLAH DENPASAR 2018
32

METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

Jan 18, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

i

METODE PEMERIKSAAN SPERMA

dr. Ida Ayu Putri Wirawati, Sp.PK (K)

PROGRAM STUDI ILMU PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/

RUMAH SAKIT UMUM SANGLAH

DENPASAR

2018

Page 2: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas penyertaanNya

sehingga saya bisa menyelesaikan makalah Metode Pemeriksaan Sperma dengan baik.

Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam proses pembuatan

tutor ini. Saya menyadari bahwa tulisan ini masih terdapat kekurangan dari segi penyusunan

dan Bahasa. Oleh karena itu, saya mengharapkan masukan untuk dapat menyempurnakan

tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Denpasar, 2 Oktober 2018

Penulis

Page 3: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGATAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

BAB II PEMERIKSAAN SPERMA ............................................................. 3

2.1 Anatomi Spermatozoa ......................................................................... 3

2.2 Fisiologi Produksi Pria ........................................................................ 4

2.3 Tahap-tahap Spermatogenesis ............................................................. 7

2.3.1 Proliferasi Mitotik ..................................................................... 8

2.3.2 Meiosis ..................................................................................... 8

2.3.3 Pengemasan .............................................................................. 9

2.4 Pengumpulan Spesimen ...................................................................... 10

2.5 Pemeriksaan Sperma ........................................................................... 11

2.5.1 Analisa Sperma Secara Makroskopis ................................ 12

2.5.1.1 Pengukuran Volume ...................................................... 12

2.5.1.2 pH ................................................................................. 13

2.5.1.3 Bau Sperma................................................................... 13

2.5.1.4 Warna Sperma .............................................................. 14

2.5.1.5 Likuefaksi ..................................................................... 15

2.5.1.6 Viskositas ..................................................................... 15

2.5.2 Analisa Sperma Secara Mikroskopik ......................................... 17

Page 4: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

iii

2.5.2.1 Jumlah Sperma per Lapang Pandang ............................. 17

2.5.2.2 Pergerakan Sperma ....................................................... 20

2.5.2.3 Morfologi ...................................................................... 21

2.5.2.4 Perhitungan Sel Bulat .................................................... 23

2.6 Interpretasi Hasil Analisa Sperma ....................................................... 24

BAB III RINGKASAN ................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 28

Page 5: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nilai Normal Analisa Sperma ........................................................ 24

Tabel 1.2 Kelainan Sperma ........................................................................... 25

Page 6: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Anatomi Spermatozoa ................................................................ 3

Gambar 1.2 Anatomi testis yang menggambarkan tempat spermatogenesis ... 5

Gambar 1.3 Potongan melintang dan tampak anterior organ genital pria ........ 6

Gambar 1.4 Tahap-tahap pembentukan spermatozoa ..................................... 10

Gambar 1.5 Kamar hitung Neubauer ............................................................. 19

Gambar 1.6 Struktur normal spermatozoa ..................................................... 22

Gambar 1.7 Bentuk abnormal kepala dan ekor spermatozoa .......................... 2

Page 7: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Sistem reproduksi tidak berperan dalam homestatis dan tidak esensial bagi

kelangsungan individu, namun sistem ini tetap berperan penting dalam kehidupan seseorang.

Sistem reproduksi pada pria memiliki fungsi esensial yang menghasilkan sperma

(spermatogenesis) dan menyalurkan sperma ke wanita. Organ reproduksi primer pada pria

terdiri dari sepasang testis. Pada kedua jenis kelamin, gonad matur akan menghasilkan garnet

(gametogenesis) yaitu spermatozoa pada pria dan ovum pada wanita. Gonad juga akan

menghasilkan hormon testosteron pada pria, serta hormon estrogen dan progesteron pada

wanita

(Sherwood L. 2016)

Analisa sel spermatozoa adalah pemeriksaan yang di lakukan pada pria untuk menilai

adanya gangguan pada sperma. Data dari populasi berdasarkan studi menunjukkan bahwa 10-

15% pasangan di dunia mengalami infertilitas. Dimana diperkirakan kontribusi pria sekitar

25-30% pada semua kasus infertilitas. Di Afrika, prevalensinya sangat tinggi, di sub-Sahara

mulai dari 20% sampai 60% dari pasangan. Namun di Asia khususnya di Indonesia masih

belum diketahui secara pasti gambaran dari keadaan infertil tersebut. Dari tingginya angka

infertilitas di dunia, ini merupakan salah satu penyebab morbiditas psikologi seperti stres dan

depresi pada pasangan yang mengalaminya. Dengan analisa sperma nantinya akan di dapat

gambaran dari kondisi pria dan membuktikan keterlibatannya dalam kasus infertilitas (Putra

CB, Manuaba IB. 2017)

Kemajuan di bidang andrologi dan assited reproductive technology (ART), serta

peningkatan perhatian terhadap fertilitas, terutama oleh pasangan yang memilih untuk

memiliki anak di kemudian hari, menyebabkan adanya peningkatan penekanan pada analisis

Page 8: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

2

semen. Pasien dengan hasil abnormal pada analisis semen rutin yang dilakukan di

laboratorium klinis sering dirujuk ke laboratorium andrologi khusus untuk pemeriksaan lebih

lanjut untuk menentukan kebutuhan in vitro fertilization (IVF). Tenaga laboratorium klinis

juga dapat bekerja di laboratorium andrologi dan melakukan pemeriksaan rutin serta

pemeriksaan khusus. Selain pemeriksaan fertilitas, laboratorium klinis dapat melakukan

analisis semen post vasektomi dan analisis forensik untuk menentukan keberadaan semen

(Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014)

Page 9: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

3

BAB II

PEMERIKSAAN SPERMA

2.1 Anatomi Spermatozoa

Spermatozoa memiliki tiga bagian, terdiri dari kepala yang ditudungi oleh akrosom,

bagian tengah dan ekor. Kepala terutama terdiri dari nukleus, yang mengandung informasi

genetik sperma. Akrosom merupakan vesikel terisi enzim yang menutupi ujung kepala,

digunakan sebagai “bor enzim” untuk menembus ovum. Akrosom merupakan modifikasi

lisosom yang dibentuk oleh agregasi vesikel-vesikel yang diproduksi oleh kompleks golgi-

retikulum endoplasma sebelum organel ini disingkirkan. Enzim akrosomal tetap inaktif

hingga sperma berkontak dengan sel telur saat ketika enzim dilepaskan. Mobilitas

spermatozoa dihasilkan oleh suatu ekor panjang mirip cambuk yang gerakannya dijalankan

oleh energi yang dihasilkan oleh mitokondria yang terkonsentrasi di bagian tengah sperma

(Sherwood L. 2016)

Gambar 1.1 Anatomi Spermatozoa (Sherwood L. 2016)

2.2 Fisiologi Reproduksi Pria

Page 10: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

4

Pada mudigah, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak di bagian belakang

rongga abdomen. Setelah testis turun kedalam skrotum, lubang di dinding abdomen tempat

kanalis inguinalis lewat menutup erat disekitar duktus penyalur sperma dan pembuluh darah

yang melintas diantara masing-masing testis dan rongga abdomen. Meskipun waktunya

bervariasi, penurunan testis biasanya selesai pada bulan ke tujuh gestasi. Karena itu,

penurunan sudah tuntas pada 98% bayi laki-laki aterm (Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall

JE. 2007)

Suhu rerata didalam skrotum beberapa derajat celsius dibawah suhu tubuh normal.

Penurunan testis kedalam lingkungan yang lebih dingin ini adalah hal esensial karena

spermatogenesis bersifat peka suhu, dan tidak dapat terjadi pada suhu tubuh. Posisi skrotum

dalam kaitannya dengan rongga abdomen dapat diubah-ubah oleh mekanisme refleks spinal

yang berperan penting dalam mengatur suhu tubuh (Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall JE.

2007)

Testis memiliki fungsi ganda yaitu menghasilkan sperma dan mengeluarkan

testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari tubulus seminiferosa yang berkelok-kelok

dan menjadi tempat berlangsungnya spermatogenesis. Sel-sel endokrin (sel leydig atau sel

interstisium) yang menghasilkan testoteron terletak di jaringan ikat antara tubulus

seminiferous. Karena itu, bagian testis yang menghasilkan sperma dan mengeluarkan

testosteron secara structural dan fungsional terpisah (Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall JE.

2007).

Page 11: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

5

Gambar 1.2 Anatomi testis yang menggambarkan tempat spermatogenesis (Sherwood L.

2016)

Semen terdiri dari empat fraksi yang disumbangkan oleh testis, epididimis, vesikula

seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretra (Gambar 1.3). Setiap fraksi berbeda

dalam komposisinya, dan pencampuran keempat fraksi selama ejakulasi sangat penting untuk

menghasilkan spesimen semen yang normal (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, Guyton CA,

Hall JE. 2007).

Page 12: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

6

Gambar 1.3 Potongan melintang dan tampak anterior organ genital pria (Sherwood L. 2016)

Testis merupakan sepasang kelenjar di dalam skrotum yang berisi tubulus seminiferus

untuk sekresi sperma. Lokasi eksterna pada skrotum berkontribusi terhadap suhu skrotum

yang lebih rendah yang optimal untuk perkembangan sperma. Sel-sel germinal untuk

produksi spermatozoa terletak di sel epitel tubulus seminiferus. Sel Sertoli secara spesifik

memberikan dukungan dan nutrisi untuk sel germinal saat sel tersebut menjalani mitosis dan

meiosis (spermatogenesis). Ketika spermatogenesis selesai, sperma imatur (nonmotil)

memasuki epididimis. Pada epididimis, sperma matur dan memiliki flagela. Seluruh proses

memakan waktu sekitar 90 hari. Sperma tetap disimpan dalam epididimis sampai ejakulasi,

pada saat itu sperma didorong melalui duktus deferens (vas deferens) ke duktus ejakulatorius

(Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, Guyton CA, Hall JE. 2007).

Duktus ejakulatorius menerima sperma dari duktus deferens dan cairan dari vesikula

seminalis. Vesikula seminalis menghasilkan sebagian besar cairan yang ada dalam semen

(60% hingga 70%), dan cairan tersebut merupakan media transport untuk sperma. Cairan

tersebut mengandung konsentrasi fruktosa dan flavin yang tinggi. Spermatozoa

memetabolisme fruktosa untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan flagela untuk

mendorong spermatozoa melewati saluran reproduksi wanita. Dengan tidak adanya fruktosa,

sperma tidak menunjukkan adanya motilitas pada analisis semen. Flavin bertanggung jawab

atas penampilan abu-abu dari semen. Berbagai protein yang disekresikan oleh vesikula

Page 13: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

7

seminalis terlibat pada koagulasi ejakulasi (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, Guyton CA,

Hall JE. 2007).

Kelenjar prostat yang muskuler, terletak tepat di bawah vesika urinaria, mengelilingi

uretra atas dan membantu mendorong sperma untuk melewati uretra melalui kontraksi selama

ejakulasi. Sekitar 20% hingga 30% volum semen merupakan cairan asam yang diproduksi

oleh kelenjar prostat. Cairan dari prostat bersifat asam dan berwarna seperti susu yang

mengandung konsentrasi asam fosfatase, asam sitrat, zinc, dan enzim proteolitik yang tinggi

yang bertanggung jawab untuk koagulasi dan likuifaksi semen setelah ejakulasi (Strasinger

KS, Lorenzo SM. 2014, Guyton CA, Hall JE. 2007).

Kelenjar bulbouretra, yang terletak di bawah prostat, berkontribusi pada sekitar 5%

dari volum cairan dalam bentuk lendir alkalin tebal yang membantu menetralkan keasaman

dari sekresi prostat dan vagina. Penting bagi semen bersifat alkali untuk menetralkan

keasaman vagina yang terjadi sebagai akibat dari flora vagina bakteri yang normal. Tanpa

netralisasi ini, motilitas sperma akan berkurang (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, Guyton

CA, Hall JE. 2007).

2.3 Tahap – Tahap Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks ketika sel germinativum primordial

yang relatif belum berdiferensiasi (primitive atau awal). Spermatogonia (masing-masing

mengandung komplemen diploid 46 kromosom) berproliferasi dan diubah menjadi

spermatozoa yang sangat khusus dan motil (sperma), masing-masing mengandung set haploid

23 kromosom yang diterima secara acak (Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall JE. 2007).

2.3.1 Proliferasi Mitotik

Spermatogonia yang terletak dilapisan terluar tubulus terus menerus bermitosis,

dengan semua sel baru yang mengandung komplemen lengkap 46 kromosom identik dengan

Page 14: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

8

sel induk. Proliferasi ini menghasilkan pasokan sel germinativum baru yang terus menerus.

Setelah pembelahan mitotik sebuah spermatogonium, salah satu sel anak tetap ditepi luar

tubulus sebagai spermatogonium tidak berdiferensiasi, sehingga turunan sel germinativum

tetap terpelihara. Sel anak yang lain mulai bergerak kearah lumen sambil menjalani berbagai

tahap yang dibutuhkan untuk membentuk sperma, yang kemudian akan dibebaskan kedalam

lumen. Pada manusia, sel anak penghasil sperma membelah secara mitotik dua kali lagi untuk

menghasilkan 4 spermatosit primer identik. Setelah pembelahan mitotik terakhir, spermatosit

masuk ke fase istirahat ketika kromosom-kromosom terduplikasi dan untai-untai rangkap

tersebut tetap menyatu sebagai persiapan untuk pembelahan meiosis pertama (Sherwood L.

2016, Guyton CA, Hall JE. 2007).

2.3.2 Meiosis

Selama meiosis setiap spermatosit primer (dengan jumlah diploid 46 kromosom

rangkap) membentuk dua spermatosit sekunder (masing-masing dengan jumlah haploid 23

kromosom rangkap) selama pembelahan meiosis pertama, akhirnya menghasilkan empat

spermatid (masing-masing dengan 23 kromosom tunggal) akibat pembelahan meiosis kedua

(Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall JE. 2007).

Setelah tahap spermatogenesis, tidak terjadi pembelahan lanjut. Setiap spermatid

mengalami remodeling menjadi spermatozoa. Karena setiap spermatogonium secara mitosis

menghasilakan empat spermatosit primer dan setiap spermatosit primer secara meiosis akan

menghasilkan empat spermatid, rangkaian spermatogenik pada manusia secara teoritis

menghasilkan 16 spermatozoa setiap kali spermatogonium memulai proses ini. Namun

sebagian sel lenyap diberbagai tahap sehingga efisiensi produksi jarang setinggi ini

(Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall JE. 2007).

2.3.3 Pengemasan

Page 15: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

9

Setelah meiosis, spermatid secara struktural masih mirip spermatogonia yang belum

berdiferensiasi, kecuali bahwa komplemen kromosomnya kini hanya separuh. Pembentukan

spermatozoa yang sangat khusus dan bergerak dari spermatid memerlukan proses remodeling

atau pengemasan, ekstensif elemen-elemen sel, suatu proses yang dikenal sebagai

spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua

organel yang tidak dibutuhkan untuk menyampaikan informasi genetik sperma ke ovum telah

disingkirkan. Karena itu sperma dapat bergerak cepat, hanya membawa serta sedikit beban

untuk melaksanakan pembuahan (Sherwood L. 2016, Guyton CA, Hall JE. 2007).

Gambar 1.4 Tahap-tahap pembentukan spermatozoa (Sherwood L. 2016)

2.4 Pengumpulan Spesimen

Page 16: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

10

Spesimen dikumpulkan setelah periode abstinensia seksual minimal 2 hari hingga

tidak lebih dari 7 hari. Spesimen yang dikumpulkan setelah abstinensia yang berkepanjangan

cenderung memiliki volum yang lebih tinggi dan penurunan motilitas. Ketika melakukan

pemeriksaan fertilitas, World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa dua

atau tiga sampel dikumpulkan secara terpisah dengan jarak waktu tidak kurang dari 7 hari

atau lebih dari 3 minggu, dengan adanya dua sampel abnormal dianggap signifikan.

Laboratorium harus menyediakan gelas steril atau wadah plastik yang hangat untuk pasien.

Kapan pun memungkinkan, spesimen dikumpulkan di ruangan yang disediakan oleh

laboratorium. Namun, jika hal tersebut tidak memungkinkan, spesimen harus disimpan pada

suhu kamar dan dikirimkan ke laboratorium dalam waktu 1 jam pengumpulan. Petugas

laboratorium harus mencatat nama pasien dan tanggal lahir, periode abstinensia seksual,

kelengkapan sampel, kesulitan pengumpulan, dan waktu pengambilan spesimen serta tanda

penerimaan spesimen. Spesimen yang tidak langsung dianalisis harus disimpan pada suhu

37°C. Spesimen harus dikumpulkan dengan masturbasi. Jika hal ini tidak mungkin, hanya

kondom non lubrikasi atau kondom poliuretan yang harus digunakan. Kondom biasa tidak

dapat diterima karena mengandung spermisida (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, Sarhar S.

2011).

Adanya variasi komposisi fraksi pada semen mendorong pengumpulan yang tepat dari

spesimen lengkap penting untuk evaluasi secara akurat pada fertilitas pria. Sebagian besar

sperma yang terkandung di bagian pertama ejakulasi penting untuk dikumpulkan secara

lengkap guna pemeriksaan spesimen fertilitas dan post vasektomi secara akurat. Ketika

sperma dari bagian pertama ejakulasi tidak ada, jumlah sperma akan menurun, pH meningkat

secara palsu, dan spesimen tidak akan cair. Ketika bagian terakhir dari ejakulasi tidak ada,

volume semen akan menurun, jumlah sperma meningkat secara palsu, pH menurun secara

Page 17: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

11

palsu, dan spesimen tidak akan membeku. Pasien harus menerima instruksi secara terperinci

untuk pengambilan spesimen (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014)

2.5 Pemeriksaan Sperma

Semua spesimen semen merupakan reservoir yang potensial untuk virus HIV dan

hepatitis, dan tindakan pencegahan standar harus diamati setiap saat selama analisis.

Spesimen dibuang sebagai limbah biohazard. Analisis semen untuk evaluasi fertilitas terdiri

dari pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Parameter yang dilaporkan meliputi

penampilan, volum, viskositas, pH, konsentrasi dan jumlah sperma, motilitas, dan morfologi

(Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014)

2.5.1 Analisa sperma Secara Makroskopis

Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau koagolum diantara

lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan ini akan segera mencair pada

suhu kamar dalam waktu 15 – 20 menit. Peristiwa ini dikatakan sperma mengalami pencairan

(Likuifaksi). Likuifaksi terjadi karena daya kerja dari enzim-enzim yang diproduksi oleh

kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim (Oka TG. 1998, Gandosoebrata R. 2016)

2.5.1.1 Pengukuran Volume

Volum semen yang normal berkisar antara 2 dan 5 ml. Hal tersebut dapat diukur

dengan menuangkan spesimen ke dalam silinder bersih yang dikalibrasi dalam skala

volume 0,1 ml. Peningkatan volum dapat dilihat setelah periode abstinensia yang lama.

Penurunan volum lebih sering berhubungan dengan terjadinya infertilitas dan mungkin

menunjukkan fungsi yang tidak baik dari salah satu organ penghasil semen, terutama

vesikula seminalis. Pengambilan spesimen yang tidak lengkap juga harus

Page 18: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

12

dipertimbangkan (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010, Oka TG. 1998,

Gandosoebrata R. 2016).

Cara kerja:

- Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut lebar

untuk sekali ejakulasi

- Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml.

- Baca hasil

2.5.1.2 PH

pH semen menunjukkan keseimbangan antara nilai pH dari sekresi prostat yang

asam dan sekresi vesikula seminal yang bersifat alkali. pH harus diukur dalam 1 jam

ejakulasi karena dapat terjadi penurunan CO2. pH normal semen bersifat basa dengan

rentang 7,2 hingga 8,0. Peningkatan pH menunjukkan infeksi di dalam saluran

reproduksi. Penurunan pH mungkin berhubungan dengan peningkatan cairan prostat,

obstruksi duktus ejakulataorius, atau vesikula seminalis yang kurang berkembang.

Pemeriksaan pH pada semen dapat diterapkan pada alas strip reagen pH urinalisis dan

warnanya dibandingkan dengan grafik dari pabrikan. Kertas pemeriksaan pH yang

khusus juga dapat digunakan (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010, Oka TG.

1998, Gandosoebrata R. 2016).

Cara kerja:

Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang terdapat dalam botol

penampung

baca hasil

2.5.1.3 Bau Sperma

Sperma yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik, untuk

mengenal bau sperma, seseorang harus telah mempunyai pengalaman untuk membaui

Page 19: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

13

sperma. Baunya sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu

poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat (Oka TG. 1998).

Cara kerja:

- Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium baunya.

- Dalam laporan bau dilaporkan: khas/tidak khas. Dalam keadaan infeksi,

sperma berbau busuk/amis. Secara biokimia sperma mempunyai bau seperti

klor/ kaporit.

2.5.1.4 Warna sperma

Semen yang normal memiliki warna putih kelabu, tampak translusen, dan

memiliki bau basi yang khas. Ketika konsentrasi sperma sangat rendah, spesimen

mungkin tampak hampir jernih. Peningkatan kekeruhan putih menunjukkan adanya sel

darah putih (leukosit) dan infeksi di dalam saluran reproduksi. Variasi jumlah warna

merah berhubungan dengan adanya sel darah merah dan bersifat abnormal. Warna

kuning dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi urin, pengumpulan spesimen setelah

abstinensia yang berkepanjangan, dan obat-obatan. Urin bersifat toksik terhadap

sperma, sehingga mempengaruhi evaluasi motilitas (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014,

WHO. 2010, Lopez, A, et al. 1987).

Cara kerja:

- Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar

belakang warna putih menggunakan penerangan yang cukup

2.5.1.5 Likuifaksi

Spesimen yang segar adalah semen yang ada penggumpalan dan harus mencair

dalam 30 hingga 60 menit setelah penggumpulan. Oleh karena itu, pencatatan waktu

penggumpulan sangat penting untuk mengevaluasi pencairan semen. Kegagalan

likuifaksi yang terjadi dalam waktu 60 menit dapat disebabkan oleh adanya

Page 20: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

14

kekurangan enzim prostat dan harus dilaporkan. Analisis spesimen tidak dapat dimulai

sampai likuifaksi telah terjadi. Jika setelah 2 jam spesimen tidak mengalami likuifaksi,

volum yang sama dari saline buffer fosfat fisiologis Dulbecco atau enzim proteolitik

seperti alfa-kimotrypsin atau bromelain dapat ditambahkan untuk menginduksi

likuifaksi dan memungkinkan sisanya dari analisis yang akan dilakukan. Tindakan

tersebut dapat mempengaruhi pemeriksaan biokimia, motilitas sperma, dan morfologi

sperma, sehingga penggunaannya harus didokumentasikan. Pengenceran semen dengan

bromelain harus diperhitungkan ketika menghitung konsentrasi sperma. Granula

berbentuk seperti jelly (badan gelatin) dapat ditemukan dalam spesimen semen cair dan

tidak memiliki signifikansi klinis. Untaian mukus, jika ada, dapat mengganggu analisis

semen (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010).

2.5.1.6 Viskositas (Kekentalan)

Viskositas spesimen mengacu pada konsistensi cairan dan mungkin berhubungan

dengan likuifaksi spesimen. Spesimen yang mengalami likuifaksi secara tidak lengkap

bersifat menggumpal dan sangat kental. Spesimen semen yang normal harus mudah

ditarik ke dalam pipet dan membentuk tetesan kecil yang tidak tampak menggumpal

atau berserabut ketika jatuh dari pipet akibat gravitasi. Tetesan yang membentuk

benang lebih panjang dari 2 cm dianggap sangat kental dan dicatat sebagai abnormal.

Derajat 0 (cair) hingga 4 (seperti gel) dapat ditetapkan untuk laporan viskositas.

Viskositas juga dapat dilaporkan sebagai rendah, normal, atau tinggi. Peningkatan

viskositas dan likuefaksi yang tidak sempurna dapat menghambat pemeriksaan

motilitas sperma, konsentrasi sperma, deteksi antibodi antisperma, dan pengukuran

marker biokimia (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010, Overstreet JW, Katz

DF. 1987).

Pemeriksaan viskositas ini dapat dilakukan dengan dua cara:

Page 21: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

15

a. Cara subyektif

Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk,

kemudian ditarik maka akan terbentuk benang yang panjangnya 3 – 5 cm.

Makin panjang benang yang terjadi makin tinggi viskositasnya.

b. Cara Pipet Elliason

Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering.

Cara kerja:

- Pipet cairan sperma sampai angka 0,1

- Tutup bagian atas pipet dengan jari

- Arahkan pipet tegak lurus

- Jalankan stopwatch

- Jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan hitung waktunya dengan

detik

2.5.2 Analisa Sperma Secara Mikroskopik

Meskipun fertilisasi dapat dicapai oleh satu spermatozoa, jumlah sperma yang

sebenarnya dalam spesimen semen merupakan ukuran fertilitas yang valid. Berbagai

faktor dapat memengaruhi konsentrasi sperma, seperti jangka waktu abstinensia seksual

sebelum pengumpulan spesimen, infeksi, atau stres. Oleh karena itu, lebih dari satu

spesimen semen harus dievaluasi untuk pemeriksaan infertilitas. Nilai referensi untuk

konsentrasi sperma biasanya dinyatakan sebagai lebih besar dari 20 hingga 250 juta

sperma per mililiter. Konsentrasi antara 10 dan 20 juta per mililiter dianggap garis batas

(borderline). Jumlah sperma total untuk ejakulasi dapat dihitung dengan mengalikan

konsentrasi sperma dengan volum spesimen. Jumlah sperma total lebih dari 40 juta per

ejakulasi dianggap normal (20 juta per mililiter × 2 mL) (Strasinger KS, Lorenzo SM.

2014, WHO. 2010).

Page 22: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

16

2.5.2.1 Jumlah sperma per lapang pandang/ perkiraan densitas sperma

Cara kerja:

- Diaduk sperma hingga homogen

- Diambil 1-3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass lalu ditutup dengan

cover glass

- Lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X

- Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang pandang

Misalnya, dihitung berturut-turut lapang pandang:

I = 10 Spermatozoa

II = 5 Spermatozoa

III = 7 Spermatozoa

IV = 8 Spermatozoa

Dalam laporan dituliskan terdapat 5-10 spermatozoa perlapang pandang. Perkiraan

konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa

adalah 5-10 juta/ml. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti

perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 200 juta/ml. Jika perlapang pandang didapatkan

nol spermatozoa maka tidak usah dilakukan pemeriksaan konsentrasi, dan disebut

Azoospermia (Oka TG. 1998, Gandosoebrata R. 2016).

Pada laboratorium klinis, konsentrasi sperma biasanya dianalisis menggunakan ruang

hitung Neubauer. Sperma dihitung dengan cara yang sama seperti perhitungan jumlah sel

pada cairan serebrospinal, yaitu dengan menipiskan spesimen dan menghitung sel-sel di

ruang Neubauer. Jumlah pengenceran dan jumlah kuadrat dihitung secara bervariasi di antara

laboratorium (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010).

Pengenceran yang paling umum digunakan adalah 1:20 yang disiapkan menggunakan

pipet mekanis (perpindahan positif).

Pengenceran semen sangat penting karena dapat

Page 23: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

17

mengimobilisasi sperma sebelum dilakukan perhitungan. Cairan pengencer tradisional

mengandung natrium bikarbonat dan formalin, yang dapat mengimobilisasi dan menjaga sel-

sel sperma; Namun, hasil yang baik juga dapat dicapai dengan menggunakan larutan salin

dan air suling (WHO. 2010).

Menggunakan hemositometer Neubauer, sperma biasanya dihitung di empat kotak

sudut dan kotak pusat, mirip dengan perhitungan sel darah merah secara manual (Gambar

1.4). Kedua sisi hemositometer diisi dan dibiarkan menetap selama 3 hingga 5 menit,

kemudian dilakukan perhitungan, dan jumlah harus sesuai dalam 10%. Rata-rata dari dua

hitungan digunakan dalam perhitungan. Jika jumlah tidak sesuai, baik pengenceran dan

penghitungan dilakukan pengulangan. Hitungan dilakukan menggunakan mikroskopis fase

atau lapangan terang. Pewarna tambahan, seperti kristal violet, ditambahkan ke cairan

pengencer untuk visualisasi saat menggunakan mikroskop medan terang (Strasinger KS,

Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010).

Page 24: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

18

Gambar 1.5 Kamar hitung Neubauer (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014).

Hanya sperma yang berkembang secara utuh yang dihitung. Sperma imatur dan

leukosit, sering disebut sebagai sel "bulat", tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan.

Namun, adanya sel-sel tersebut dapat berjumlah signifikan, dan sel-sel tersebut mungkin

perlu diidentifikasi dan dihitung secara terpisah. Pewarnaan meliputi cairan pengencer untuk

membedakan antara sel sperma imatur (spermatid) dan leukosit, dan sel-sel tersebut dapat

dihitung dengan cara yang sama seperti sperma matur. Perhitungan leukosit yang lebih besar

dari 1 juta per mililiter berhubungan dengan terjadinya inflamasi atau infeksi pada organ

reproduksi yang dapat menyebabkan terjadinya infertilitas (Strasinger KS, Lorenzo SM.

2014, WHO. 2010).

Page 25: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

19

Adanya spermatid lebih dari 1 juta per mililiter menunjukkan adanya gangguan

spermatogenesis. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh infeksi virus, paparan bahan kimia

toksik, dan kelainan genetik (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010).

2.5.2.2 Pergerakan Sperma

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (200

C - 250

C). Dalam memeriksa

pergerakan spermatozoa sebaiknya diperiksa setelah 20 menit karena dalam waktu 20 menit

sperma tidak kental, sehingga spermatozoa mudah bergerak, akan tetapi jangan lebih dari 60

menit setelah ejakulasi sebab dengan bertambahnya waktu maka spermatozoa akan

memburuk pergerakannya, serta pH dan bau mungkin akan berubah. Gerak spermatozoa yang

baik adalah gerak kedepan dan arahnya lurus, gerak yang kurang baik adalah gerak zig-zag,

berputar-putar dan lain-lain (Oka TG. 1998, Gandosoebrata R. 2016).

Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian dihitung yang bergerak kurang

baik, lalu yang bargerak baik, contoh:

- Yang tidak bergerak = 25%

- Yang bergerak kurang baik = 50%

- Yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25%

Presentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat (umumnya kelipatan 5

misalnya: 10%, 15%, 20%). Jika sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma (banyaknya sperma yang hidup)

sebab sprermatozoa yang tidak bergerakpun kemungkinan masih hidup (Oka TG. 1998,

Gandosoebrata R. 2016).

2.5.2.3 Morfologi

Page 26: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

20

Morfologi sperma dievaluasi berdasarkan dengan adanya struktur kepala, leher

(neckpiece), badan (midpiece), dan ekor. Abnormalitas pada morfologi kepala berhubungan

dengan penetrasi ovum yang buruk, sedangkan abnormalitas pada leher, badan, dan ekor

mempengaruhi motilitas (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010).

Sperma yang normal memiliki kepala berbentuk oval dengan panjang sekitar 5 μm dan

lebar 3 μm dan memiliki satu ekor flagel dengan panjang 45 μm (Gambar. 1.5). Struktur

penting untuk penetrasi pada ovum adalah tudung akrosom yang mengandung enzim yang

terletak di ujung kepala sperma. Tudung akrosom harus mencakup kira-kira setengah dari

kepala sperma dan menutupi kira-kira dua pertiga dari nukleus sperma. Leher melekat pada

ekor dan badan. Badan memiliki panjang kira-kira 7,0 μm dan merupakan bagian paling tebal

dari ekor karena dikelilingi oleh selubung mitokondria yang menghasilkan energi yang

dibutuhkan oleh ekor untuk motilitas (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014, WHO. 2010).

Gambar 1.6 Struktur normal spermatozoa (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014).

Morfologi sperma dievaluasi dengan slide yang dicat tipis di bawah oil immersion.

Pengecatan dibuat dengan menempatkan sekitar 10 μL semen di dekat ujung buram slide

Page 27: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

21

mikroskop yang bersih. Letakkan slide kedua dengan bersih, pada tepi halus di depan tetesan

semen pada sudut 45° dan tarik slide hingga tepi tetesan semen, hal tersebut memungkinkan

semen untuk menyebar hingga ujung slide. Ketika semen didistribusikan secara merata di

seluruh slide penyebar, tarik perlahan slide penyebar ke depan dengan gerakan kontinyu

melintasi slide pertama untuk menghasilkan pengecatan. Pengecatan dapat dilakukan

menggunakan pewarnaan Wright, Giemsa, Shorr, atau Papanicolaou sesuai ketersediaan

laboratorium. Slide yang dikeringkan dengan udara dapat stabil selama 24 jam. Setidaknya

200 sperma harus dievaluasi dan adanya persentase sperma yang abnormal dilaporkan.

Abnormalitas yang diidentifikasi secara rutin dalam struktur kepala meliputi kepala ganda,

kepala besar dan amorf, kepala berbentuk seperti jarum, kepala meruncing, dan kepala

sempit. Ekor sperma abnormal yang sering ditemui adalah ekor ganda, menggulung, atau

menekuk (Gambar 1.6). Leher panjang yang abnormal dapat menyebabkan kepala sperma

menekuk ke belakang dan mengganggu motilitas (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014).

Page 28: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

22

Gambar 1.7 Bentuk abnormal kepala dan ekor spermatozoa (Strasinger KS, Lorenzo SM.

2014).

2.5.2.4 Perhitungan Sel Bulat

Diferensiasi dan enumerasi sel bulat (sperma imatur dan leukosit) juga dapat dilakukan

selama pemeriksaan morfologi. Granulosit yang positif terhadap peroksidase merupakan

bentuk dominan leukosit dalam semen dan dibedakan dari sel spermatogenik dan limfosit

menggunakan pewarnaan peroksidase. Dengan menghitung jumlah spermatid atau leukosit

yang terlihat dalam hubungannya dengan 100 sperma matur, jumlah per mililiter dapat

dihitung menggunakan rumus berikut, di mana N merupakan jumlah spermatid atau neutrofil

yang dihitung per 100 sperma matur, dan S merupakan konsentrasi sperma dalam juta per

mililiter:

Metode ini dapat digunakan jika perhitungan tidak dapat dilakukan pada perhitungan

hemositometer dan untuk memverifikasi jumlah yang dilakukan oleh hemositometer.

Jumlah leukosit lebih dari 1 juta per mililiter per ejakulasi menunjukkan kondisi

inflamasi yang berhubungan dengan infeksi dan kualitas sperma yang buruk dan dapat

mengganggu motilitas sperma serta integritas DNA (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014,

WHO.2010).

2.6 Interprestasi Hasil Analisa Sperma

World Health Organization (WHO) telah mengeluarkan nilai acuan untuk analisa

sperma yang normal, sebagai berikut:6

Page 29: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

23

Jenis Pemeriksaan Nilai normal

Volume

Viskositas

pH

Konsentrasi Spermatozoa

Hitung Jenis Spermatozoa

Pergerakan

Morfologi

Sel bulat

2-5 ml

Banyaknya tetesan

7,2-8

>20 juta/ml

>40 juta/ejakulasi

>50% bergerak lurus kedepan

>14% berbentuk normal

<1 juta/ml

Tabel 1.1 Nilai normal analisa sperma (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014).

No Istilah Jumlah

Spermatozoa

(juta/ml)

Motil Normal

(%)

Morfologi Normal

(%)

1. Normozoospermia > 20 > 80 > 50

2. Oligozoospermia < 20 > 50 > 50

3. Ekstrim

Oligozoospermia

< 50 > 50 > 50

4. Asthenozoospermia > 20 < 50 > 50

5. Teratozoospermia > 20 > 50 < 50

6. Oligo

Asthenozoospermia

< 20 < 50 > 50

7. Oligi Astheno

Teratozoospermia

< 20 < 50 < 50

Page 30: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

24

8. Oligo Teratozoospermia < 20 > 50 < 50

9. Astheno

Teratozoospermia

> 20 < 50 < 50

10. Polizoospermia > 250 > 50 > 50

11. Azoospermia Bila tidak ada spermatozoa dalam cairan sperma

12. Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup

13. Aspermia Tidak ada cairan semen yang keluar saat ejakulasi

Tabel 1.2 Kelainan Sperma (Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014).

BAB III

KESIMPULAN

Analisa sel spermatozoa adalah pemeriksaan yang di lakukan pada pria untuk menilai

adanya gangguan pada sperma. Spermatozoa memiliki tiga bagian, terdiri dari kepala yang

ditudungi oleh akrosom, bagian tengan dan ekor. Proses pembentukan spermatozoa melalui 3

tahapan yaitu proses mitotik, meiosis dan pengemasan. Kelainan spermatozoa dilakukan

pemeriksaan melalui metode Analisa spermatozoa. Pemeriksaan ini di lakukan secara

makroskopik dan mikrospkopik. Pada pemeriksaan makroskopik di lakukan pemeriksaan

volume, pH, viskositas, liquefaksi, warna, bau, dan koagulum. Pada pemeriksaan

mikroskopis dilakukakn perhitungan jumlah spermatozoa per lapangan pandang, pergerakan /

motilitas dan morfologi. Hasil dari pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis di

laporakan dalam ringkasan hasil pemeriksaan Analisa spermatozoa.

Page 31: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

25

Kelainan spermatozoa yaitu aspermia, azoospermia, hypospermia, hyperspermia,

oligozoospermia, asthenozoospermia, teratozoospermia, necrozoospermia, leucospermia,

haemospermia.

DAFTAR PUSTAKA

Gandosoebrata R. 2016. Penuntun Laboratorium Klinik. 16th

Edition. Jakarta: Dian Rakyat.

171-5p.

Guyton CA, Hall JE. 2007. Textbook of medical physiology. 11th

Edition. Rachman LY et al.

Editor. Jakarta: ECG. 798-98p.

Lopez, A, et al. 1987. Suitability of solid-phase chemistry for quantification of leukocytes. In:

Cerebrospinal, Seminal and Peritoneal Fluid. 33(8). Clin Chem. 1475–1476p.

Oka TG. 1998. Penuntun Praktikum Patologi Klinik. Bagian Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar

Overstreet JW, Katz DF. 1987. Semen analysis. 14(3). Urol Clin North Am. 441-9p.

Putra CB, Manuaba IB. 2017. Gambaran Analisa Sperma Di Klinik Bayi Tabung Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2013. 6(5). E.Jurnal Medika. 1-5p.

Sarhar S. 2011. Andrology laboratory and fertility assessment. In: Henry JB. Editor. Clinical

Diagnosis and Management by Laboratory Methods. 22th

Edition. Philadelphia:

Elsevier Saunders.

Sherwood L. 2016. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 8th

. Edition. Ong OH, Mahode AA,

Rahmadani D. Editor. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 782-803p.

Page 32: METODE PEMERIKSAAN SPERMAerepo.unud.ac.id/id/eprint/26314/1/6cf4e002154dbcb... · spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang sebagian besar sitosol dan semua organel yang

26

Strasinger KS, Lorenzo SM. 2014. Urinalysis and Body Fluid. 6th

Edition. Ward MM. Editor.

United State: FA Davis Company. 204-13p

WHO. 2010. WHO Laboratory Manual for The Examination and Processing of Human

Semen. 5th

Edition. Switzerland: 7-44p