Top Banner

of 29

Metoda Delivery Proyek Konstruksi

Jul 07, 2018

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    1/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 1

    KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SISTEM DELIVERY PROJECT  

    A.  PENDAHULUAN

    Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan fisiologi berupa tempat berteduh, yang pada

    hakikatnya merupakan suatu tempat/bangunan yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal

    maupun tempat lainnya.

    Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya manusia dari waktu ke waktu, manusia memerlukan

    tempat tinggal sebagai kebutuhan dasar yang terus berkembang dari jaman dahulu hingga sekarang.

    Sehingga kebutuhan akan tersebut berupa bangunan tempat tinggal, tembat bersekolah, hingga

    tempat bekerja akan selalu ada dan kebutuhannya selalu meningkat.

    Pada proses pemenuhan kebutuhan tempat berteduh melibatkan suatu tahapan kegiatan pembangun

    fisik yang tingkat kompleksitasnya bervariasi tergantung dari tujuan bangunan tersebut didirikan.

    Proses pencapaian/penyelesaian suatu bangunan, merupakan tahapan‐tahapan kegiatan yang

    berkesinambungan satu dengan yang lainnya, dari mulai perencanaan hingga pemeliharaannya.

    Dengan berbagai tatanan jenis kegiatan yang melibatkan berbagai pihak, suatu proses pembangunan

    memerlukan hubungan‐hubungan/keterkaitan baik secara langsung, maupun tidak langsung yang

    mana pada pelaksanaannnya sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembangunan.

    B.  LATAR BELAKANG

    “Proyek” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti1  “rencana pekerjaan dengan sasaran khusus

    (pengairan, pembangkit tenaga listrik, dan sebagainya) dan dengan saat penyelesaian yang tegas”.

    Secara harfiah penulis menerjemahkan pengertian proyek merupakan suatu kegiatan yang

    direncanakan dengan tujuan‐tujuan dan tenggat waktu pelaksanaan tertentu.

    Project Management Institute (PMI) mendefiniskan Proyek2  adalah suatu pekerjaan atau usaha

    sementara yang dilakukan untuk membuat suatu produk, layanan, atau hasil yang unik. Perlakuan

    1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”,

    http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 27 Februari 2016, pukul 10.14 WIB2  Project Management Institute , Guide to the Project Management Body of Knowledge (PMBOK Guide), Edisi

    Kelima, Project Management Institute, Inc, Pennsylvania, 2013, halaman 3.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    2/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 2

    sementara pada proyek‐proyek menunjukkan suatu permulaan dan akhir tertentu yang jelas.

    Sampainya pada akhir tersebut manakala tujuan‐tujuan proyek telah tercapai, atau ketika proyek

    terhenti yang disebabkan tidak akan terpenuhinya tujuan‐tujuan proyek, atau bilamana tidak ada lagi

    kebutuhan dari proyek tersebut. Sebuah proyek juga dapat dihentikan jika klien (pelanggan, sponsor,

    atau pemenang) ingin mengakhiri proyek tersebut. Istilah sementara tidak berarti durasi waktu proyek

    pendek. Hal ini mengacu pada keterlibatan proyek dan umur panjang. Sementara biasanya tidak

    diterapkan untuk produk, layanan, atau hasil yang diciptakan oleh proyek; sebagian besar proyek

    dilaksanakan untuk menciptakan hasil berkelanjutan. Misalnya, proyek untuk membangun sebuah

    monumen nasional akan menciptakan hasil yang diharapkan berlangsung selama berabad‐abad.

    Proyek juga dapat memiliki dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang jauh hidup lebih lama dari

    pada proyek itu sendiri.

    Kegiatan proyek sangat beragam bergantung dari tujuan dan ruang lingkupnya. Salah satu kegiatan

    proyek yang melingkupi proses pemenuhan tempat berteduh sebagai kebutuhan dasar manusia

    secara umum dapat dikaitkan sebagai Proyek Konstruksi. Proyek atau Pekerjaan Konstruksi, menurut

    Undang‐undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, didefinisikan

    keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta

     pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan

    masing‐masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

    Terkait dengan pekerjaan/proyek konstruksi, rangkaian kegiatan tersebut dilaksanakan oleh beberapa

    pihak dalam yang tersebut dalam layanan Jasa Konstruksi. Dalam UU no. 18 Tahun 1999 menyatakan

    bahwa Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan

     jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan

    konstruksi. Penyedia layanan jasa konstruksi adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan

    usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. Pengguna jasa konstruksi adalah orang perseorangan

    atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa

    konstruksi.

    Pihak penyedia jasa konstruksi, secara umum dibagi menjadi tiga pelayanan, yaitu:

    1. 

    Perencana konstruksi yang merupakan penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha

    yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang

    mampumewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk

    fisik lain;

    2. 

    Pelaksana konstruksi, yaitu penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang

    dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    3/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 3

    menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk

    bangunan atau bentuk fisik lain;

    3. 

    Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang

    dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu

    melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai

    selesai dan diserahterimakan.

    Pihak‐pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi akan memiliki sudut pandang masing‐masing dalam

    menindaklanjuti suatu proses konstruksi. Misalnya, pihak pengguna jasa (sering disebut juga sebagai

    owner atau bowheer   atau direksi) melihat pentingnya suatu proyek tidak hanya berdasarkan

    kebutuhan akan perolehan keuntungan secara finansial semata, namun dapat juga dengan tujuan

    sosial, budaya, dan lainnya. Sementara pihak penyedia jasa umumnya akan lebih mengutamakan

    keuntungan secara finansial dalam melaksanakan perannya masing‐masing. Namun kelancaran suatu

    proyek akan bergantung dari penyamaan visi masing‐masing pihak dalam menyelesaikan proyek

    tersebut walaupun tujuan dari masing‐masing pihak berbeda.

    Sebagian besar proyek diinisiasi oleh pengguna jasa yang memiliki kebutuhan dan tujuannya. Dari

    sudut pandang pengguna jasa pada umumnya, siklus suatu fasilitas proyek terbagi menjadi tujuh

    tahap siklus yang berkesinambungan.

    Berikut ditampilkan contoh salah satu tahapan kegiatan proyek atau disebut siklus hidup proyek suatu

    fasilitas terbangun, berdasarkan Chris Hendrickson 3.

    3 Chris Hendrickson, Project Management for Construction: Fundamental Concepts for Owners, Engineers,

     Architects and Builders, Department of Civil and Environmental Engineering, Carnegie Mellon University,http://pmbook.ce.cmu.edu/01_The_Owners'_Perspective.html, diakses pada tanggal 27 Februari pukul 08.22

    WIB.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    4/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 4

    Bagan 1. Siklus Proyek dari Fasilitas Terbangun 

    Siklus dimulai pada saat sebuah proyek disusun –yang pada dasarnya‐ untuk memenuhi tuntutan

    pasar atau kebutuhan secara tepat waktu. Pada tahap ini tujuan dari suatu proyek harus sudah

    didefinisikan dengan jelas.

    Tahap kedua merupakan perencanaan konseptual dan studi kelayakan. Disini berbagai kemungkinan

    yang dapat timbul diperhitungkan dalam menyiapkan studi kelayakan proyek secara ekonomi maupun

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    5/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 5

    teknologi. Setiap alternatif akan dinilai, dan dibandingkan untuk memilih proyek terbaik yang dapat

    dilaksanakan. Demikian pula dengan skema pembiayaan untuk alternatif yang diusulkan harus

    dianalisa dan disiapkan perencanaan arus kas secara keseluruhan yang terkait dengan tahapan waktu

    dan pelaksanaan bagian‐bagian pekerjaannya.

    Tahap ketiga berupa penyiapan rencana teknis detail atau Detail Engineering Design (DED) setelah

    seluruh ruang lingkup, spesifikasi dari proyek ditetapkan dengan jelas. DED akan memberikan cetak

    biru untuk pelaksanaan konstruksi, dan perkiraan biaya yang jelas dan akan berfungsi sebagai dasar

    untuk pengendalian biaya.

    Tahap keempat berupa pengadaan atau pemilihan penyedia jasa dan pelaksanaan konstruksi. Pada

    tahap ini pengguna jasa harus dengan cermat memilih penyedia jasa yang terbaik sesuai dengan

    kebutuhan proyek dan yang tidak kalah pentingnya penyiapan material dan perakitannya di lapangan

    harus direncanakan dan dikendalikan dengan teliti.

    Tahap kelima adalah dimulainya persiapan pemenuhan perlengkapan fasilitas proyek, setelah seluruh

    proses pelaksanaan konstruksi selesai. Pada periode singkat ini diperlukan penyelesaian kelengkapan

    proyek yang dapat diterima dan digunakan.

    Tahap keenam berupa kegiatan operasional dan pemeliharaan. Pada awal tahap ini pengelola proyek

    menyerahkan seluruh hasil fasilitas/kegiatan proyek pada pengguna jasa untuk

    digunakan/dioperasikan. Pada tahap ini pengguna jasa harus mempertimbangkan dan

    menyelenggarakan kegiatan pemeliharaan fasilitas yang telah terbangun agar kelangsungannya dapat

    bertahan selama masa pakai dari fasilitas tersebut habis.

    Tahap ketujuh adalah tahap demolisi atau penghancuran. Hal ini dapat dilaksanakan bila usia pakai

    dari fasilitas telah mencapai batas akhirnya atau adanya rencana konversi/pengubahan fungsi fasilitas.

    Sehingga selesainya tahap ini merupakan akhir dari suatu siklus kegiatan proyek/fasilitas, dan akan

    kembali lagi ke tahap pertama untuk membuat siklus baru dengan rencana, konsep, dan tujuan yang

    baru.

    C.  SISTEM DAN HUBUNGAN KERJA ANTAR PESERTA PROYEK

    Kegiatan pada proyek yang melibatkan berbagai pihak/peserta pada prinsipnya melibatkan pihak

    pengguna jasa/owner  dan penyedia jasa, dimana secara umum terdiri dari perencana/designer , dan

    pelaksana jasa konstruksi/contractor . Mekanisme sistem dan hubungan kerja antar peserta proyek ini

    bervariasi, bergantung dari tujuan, kondisi, kesiapan/ketersediaan para peserta proyek, besaran nilai

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    6/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 6

    proyek, peraturan dan kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi makro dan mikro, kompleksitas proyek

    itu sendiri, dan lain‐lain

    Sistem dan hubungan kerja disiapkan pada tahap perencanaan konseptual dan pada studi kelayakan.

    Pada tahap ini, penyedia jasa dapat menggunakan penyedia jasa (sebagai pihak ketiga) dalam

    membantu menuangkan konsep, tujuan dan rencana jangka waktu proyek tersebut ke dalam bentuk

    kelayakan proyek itu sendiri yang tentunya melibatkan berbagai sektor. Biasanya suatu proyek yang

    berskala cukup besar, baik dari segi nilai maupun skup/luasannya memerlukan beberapa

    pihak/peserta penyedia jasa4, diantaranya:

     

    Konsultan Perencana Keuangan  (Financial Planning Consultant ). Konsultan ini biasanya

    merupakan penyedia jasa yang dihubungi terlebih dahulu untuk mengevaluasi kebutuhan

    serta tujuan proyek dengan kesiapan dan kelayakan finansial dari mulai kondisi institusi

    owner , kondisi sosial, ekonomi secara mikro maupun makro, kebijakan pemerintah terkait

    lingkup proyek hingga pajak dan fiskal, infrastruktur yang telah tersedia, dan lain sebagainya,

    sehingga dapat memberikan usulan‐usulan mengenai sejauh mana rencana investasi proyek

    yang direncanakan tersebut layak untuk dilaksanakan serta resiko‐resiko yang mungkin terjadi

    pada pelaksanaan proyek tersebut.

      Konsultan Teknik dan Arsitekur ( Architectural and Engineering Firms, A/E ). Peserta proyek

    ini biasanya merupakan peserta berikutnya yang berhubungan dengan pihak pengguna jasa.

    Setelah tahap kelayakan dilalui, perencanaan/design teknis yang perlu disiapkan untuk

    memberikan gambaran detail mengenai bagaimana rencana proyek dilaksanakan dengan

    spesifikasi teknis, rencana kerja dan syarat‐syarat yang tepat, metode dan sistem pemilihan

    pelaksana pekerjaan ( procurement ) hingga penentuan lebih spesifik mengenai

    kebutuhan/anggaran biaya dari masing‐masing sektor fisik dari proyek yang direncanakan.

      Kontraktor Pelaksana Pembangunan (Construct Firms). Kontraktor pelaksana pembangunan

    dipilih dengan kategori dan metode tertentu yang sebelumnya disepakati oleh owner   dan

    Konsultan perencana A/E. Kontraktor melaksanakan kegiatan fisik pekerjaan yang telah

    disiapkan/direncanakan sebelumnya sesuai dengan standard, spesifikasi, biaya, dan waktu

    tertentu. Kontraktor dapat melaksanakan seluruh kegiatan fisik atau dapat menunjuk

    kontraktor‐kontraktor lain (seperti kontraktor spesialis atau sub kontraktor) untuk dapat

    membantu penyelesaian pekerjaannya, biasanya atas sepengetahuan/seijin pengguna jasa.

      Manajer Konstruksi Profesional (Professional Construction Managers/CM). Peserta

    Professional CM ini merupakan salah satu opsi dari owner   untuk membantu,

    4 Ibid.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    7/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 7

    mengevaluasi/memonitor, kelangsungan proses pelaksanaan konstruksi dan menjembatani

    pihak penyedia jasa dan pengguna jasa, khususnya dari sisi teknis pelaksanaan pekerjaan.

    Pemilik pekerjaan/owner   dapat menggunakan layanan jasa CM pada sebagian atau seluruh

    kegiatan konstruksi. CM dapat dipilih/ditunjuk oleh pemilik dari perencana (A/E), maupun dari

    latar belakang kontraktor lain yang memiliki kapabilitas untuk menangani kegiatan harian

    proyek agar sesuai dengan yang direncanakan

    Selain peserta‐peserta di atas, terdapat pihak‐pihak lain yang dapat secara langsung maupun tidak

    langsung terlibat dalam jalannya suatu proyek konstruksi, yaitu:

     

    Institusi Keuangan (Funding Institution). Institusi keuangan dapat merupakan salah satu

    peserta proyek yang tidak kalah pentingnya pada suatu proyek konstruksi, khususnya yang

    bersakala menengah dan besar. Biasanya pembiayaan proyek konstruksi yang besar

    memerlukan dukungan dari pihak ketiga agar keberlangsungan proyek tersebut dapat terjaga

    hingga selesai dan dioperasikan. Institusi keuangan dapat berupa bank hingga investor, baik

    lokal maupun internasional. Hubungan dengan Funding Institution  biasanya tidak hanya

    sebatas pada fase kegiatan pembangunan, namun hingga kegiatan operasional dari proyek

    tersebut. 

      Lembaga Perijinan. Lembaga perijinan merupakan lembaga yang dibentuk maupun ditunjuk

    pemerintah –sebagai regulator seluruh kegiatan masyarakat‐ untuk menyiapkan syarat‐syarat

    tertentu yang harus dipenuhi oleh pihak pengguna jasa konstruksi, dalam melaksanakan

    kegiatan proyeknya. Lembaga perijinan ini menjalankan tugasnya berdasarkan peraturan‐

    peraturan yang berlaku, baik peraturan secara nasional maupun regional. Terdapat berbagai

    ijin yang harus dipenuhi sebelum melaksanakankegiatan konstruksi, seperti Ijin Prinsip,

    Rekomendasi Tata Guna Lahan, Ijin Pemanfaatan Ruang, Ijin/rekomendasi berdasarkan

    kelayakan dari Analisa Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) dan Analisa Dampak Lalu‐lintas

    (ANDALALIN), Ijin rencana utama (Masterplan), hingga Ijin Mendirikan Banguna (IMB) dan

    Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Kegiatan konstruksi tidak dapat dilaksanakan serta bangunan tidak

    dapat dioperasikan tanpa perolehan ijin‐ijin dari lembaga ini.  

      Lembaga Pengelolaan (Lembaga Penyedia Utilitas Umum). Pihak ini berkepentingan dalam

    menyediakan pelayanan utilitas umum, baik bagi kegiatan proyek tersebut, maupun untuk

    kelangsungan operasional fasilitas yang telah dibangun nantinya. Penyedia utilitas ini dapat

    berupa penyedia listrik: PLN, penyedia air bersih: PDAM: penyedia layanan informasi dan

    telekomunikasi: Telkom, First Media, MNC Play, dll. Keterkaitan/hubungan kegiatan proyek

    dengan institusi ini dapat berlangsung dengan satu atau lebih penyedia jasa pengelolaan,

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    8/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 8

    maupun tidak sama sekali (bila pemilik proyek dapat memberikan/membangun layanan

    seperti ini secara mandiri). 

     

    Masyarakat. Masyarakat memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dari pihak lain yang

    terllibat dalam suatu proyek. Dukungan dari masyarakat, baik di sekitar lokasi proyek, maupun

    masyarakat lain yang terkena dampak proyek dapat menjadi salah satu faktor kelancaran dari

    kegiatan proyek. Umumnya, dimana direncanakan lokasi suatu proyek, maka proyek tersebut

    akan menjadi magnet bagi masyarakat sekitar, terutama dari sisi dampak sosial dan

    ekonominya. Pendekatan pemilik proyek kepada masyarakat, akan cukup menentukan sejauh

    mana kelancaran proyek tersebut dilaksanakan hingga dioperasikan kelak. 

    Beberapa pihak yang terlibat di atas dapat berhubungan secara langsung maupun tidak langsung

    dalam sistem dan hubungan kerja antar peserta proyek, bergantung dari bagaimana sistem hubungan

    proyek tersebut diterapkan. Paparan di bawah ini adalah beberapa sistem dan hubungan kerja yang

    umum dilaksanakan pada proyek konstruksi, yang akan ditambahkan dengan masing‐masing

    keuntungan/kerugiannya.

    C. 1  Sistem Design‐Bid‐Build  

    Sistem ini merupakan sistem tradisional yang banyak digunakan oleh kegiatan‐kegiatan

    proyek pada sebagaian besar kegiatan di seluruh dunia pada beberapa dekade terakhir.

    Design‐bid‐build   (D‐B‐B) secara harfiah berarti Perencanaan‐Pelelangan‐Pembangunan,

    dimana metode linier ini dimulai dengan perencanaan yang dilanjutkan dengan tahap

    pelelangan (untuk memilih pelaksana pembangunan yang sesuai), serta tahap ketiganya

    adalah pelaksanaan pembangunan itu sendiri yang dilaksanakan oleh kontraktor yang

    terpilih pada proses kedua.

    Pada metoda ini terdapat tiga peserta hubungan utama, yaitu pemilik/owner ,

    engineer/architect, dan kontraktor. Berikut ilustrasi diagram sistem Design‐Bid‐Build

    menurut Brian Utoft dan Alex Westlind5:

    5

     Brian Utoft dan Alex Westlind, Design Build vs Design Bid Build , The Grain Elevator and Processing Society(GEAPS) Online, http://www.geaps.com/knowledge/proceedings/article.cfm?id=149 diakses pada tanggal 27

    Februari 2016, pukul 10.46 WIB.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    9/29

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    10/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 10

    memiliki durasi yang cukup panjang agar keseluruhan desain benar‐benar lengkap sehingga

    dapat menjadi dasar yang baik untuk diberikan pada calon kontraktor.

    Keuntungan Sistem Design‐Bid‐Build :

    ‐ 

    Owner mengendalikan penuh secara langsung pada seluruh kegiatan

    perencanaan/perancangan dan kegiatan pembangunan/konstruksinya

    ‐ 

    Perubahan‐perubahan rancangan dapat dilaksanakan dengan mudah sebelum proses

    konstruksi dimulai

    ‐  Seluruh design perencanaan selesai sepenuhnya sebeleum proses/fase pelaksanaan

    konstruksi dikerjakan

    ‐  Biaya pelaksanaan konstruksi tetap pada saat kontrak pembangunan ditandatangani

    (bila tidak ada pekerjaan tambah/kurang)

    ‐  Pemilihan penyedia jasa pembangunan (kontraktor) dapat menghasilkan penawar

    dengan biaya paling rendah karena terjadi suatu kompetisi antar kontraktor

    ‐ 

    Pelaksanaan sistem ini relatif mudah untuk dilaksanakan

    ‐ 

    Kualitas hasil perencanaan maupun pekerjaan pembangunan dikontrol/dikendalikan

    penuh oleh owner

    Kerugian Sistem Design‐Bid‐Build :

    ‐  Memerlukan sumber daya dan tingkat keahlian pemahaman konstruksi yang cukup

    tinggi di pihak owner untuk dapat menentukan hasil perancangan maupun kualitas

    bangunan yang dikerjakan

    ‐ 

    Pengguna jasa/pemilik bertanggung jawab kepada kontraktor apabila terdapat

    kesalahan atau kekurangan pada hasil desain perancangannya.

    Karena kontraktor memberikan penawaran sesuai dengan desain/perencanaan yang

    diberikan sebelumnya oleh pemilik, pada pelaksanaan pembangunannya berpotensi

    besar terjadi perubahan di lapangan sehingga nilai akhir pekerjaan menjadi lebih besar.

    Dalam arti lain, bahwa kontraktor menanggung resiko terhadap

    peningkatan/pembengkakan biaya kontsruksi akibat adanya kesalahan/kekurangan

    pada desain.

    ‐  Kepastian biaya pembangunan tidak dapat dipastikan hingga kontrak pelaksanaan

    ditandatangani

    ‐  Sehubungan proses pelaksanan sistem ini dilaksanakan secara bertahap, biasanya

    berakibat pada durasi proyek mulai dari perencanaan hingga penyelesaian pekerjaanmenjadi relatif lebih lama (tahap pelaksanaan pekerjaan tidak dapat dikerjakan sebelum

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    11/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 11

    proses pelelangan dimulai, dan pelelangan belum dapat dilaksanakan apabila hasil

    perancangan/desain belum diselesaikan sepenuhnya)

    ‐ 

    Kontraktor tidak dapat memberikan masukan‐masukan/saran pada perencanaan,

    perancangan, maupun value enggineering.

    Contoh Proyek dengan skema Design‐Bid‐Build:

    Gambar 1. Contoh Proyek Design‐Bid‐Build: Regatta the Icon, Jakarta

    (Owner: PT Intiland Development, Tbk; A/E: WS Atkins Design and Engineering;

    Kontraktor Utama: PT Total Bangun Persada, Tbk.)

    C. 2 

    Sistem Design‐Build  

    Pada sistem Design‐Build   (D‐B) ini, pemilik/pengguna jasa berhubungan secara langsung

    dengan satu pihak/peserta penyedia jasa. Owner   membuat satu kontrak dengan satu

    kesatuan pihak yang bertanggung jawab atas keberhasilan penyelesaian seluruh proyek 6.

    Tidak seperti pada sistem Design‐Bid‐Build, kontrak pada sistem ini hanya terjadi antara owner  

    dan satu pihak penyedia jasa design‐build   saja. Satu kesatuan pihak penyedia jasa yang

    melaksanakan kontrak ini terdiri dari perencana A/E dan kontraktor pelaksana sekaligus.

    6 Ibid.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    12/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 12

    Bagan 4. Ilustrasi Hubungan Design‐Build

    Pada Gambar 3 terlihat bahwa pemilik/pengguna jasa melakukan relasi kontraktual hanya

    dengan kontraktor pelaksana, dimana kontraktor pelaksana ini yang dapat melakukan

    hubunungan kontraktual dengan A/E untuk mendampingi dalam menyelesaikan desain (yang

    biasanya secara konseptual/draft, telah dimiliki oleh pemilik), mengusulkan rancangan

    spesifikasi teknis, material, metodologi pengerjaan, hingga memberikan saran‐saran yang

    dipandang perlu untuk keberhasilan proyek yang direncanakan.

    Gambaran lebih jauh mengenai tahapan Design‐Build   ini, dimulai ketika owner   –yang telah

    melalui fase studi kelayakan proyek‐ pada umumnya memiliki rancangan awal/konsep

    mengenai proyek tersebut dimana rancangan tersebut biasanya dituangkan dalam dokumen

    perancangan skematik (dapat disebut pula dengan dokumen perantara/bridging documents).

    Dokumen perancangan skematik tersebut yang diberikan pada beberapa calon penyedia jasa

    yang dipilih sebelumnya berdasarkan kriteria tertentu. Penyedia jasa pelaksana konstruksi

    kemudian mengadakan hubungan kontraktual secara internal dengan A/E, untuk melengkapi

    dokumen rancangan tersebut, sesuai dengan tujuan owner . Pada proses pelengkapan

    dokumen rancangan tersebut, calon pelaksana konstruksi dapat mengajukan atau

    mengusulkan hal‐hal yang dipandang perlu (baik dari segi rancangan lanjutan secara garis

    besar/tidak detail, usulan teknis, spesifikasi bahan, metodologi pekerjaan, dll.) untuk

    penyelesaian proyek kepada pemilik. Usulan‐usulan pelaksanaan proyek dilengkapi dengan

    anggaran biaya pelaksanaan yang biasanya merupakan biaya maksimal proyek tersebut

    (dimana biaya ini telah mencakup biaya perencangan detail dan biaya konstruksi) dan

    disampaikan kepada pihak owner   dalam bentuk Proposal Proyek. Proposal yang diusulkan

    setiap calon penyedia jasa akan berbeda bergantung dari usulan, rancangan, spesifikasi, dll

    yang diusulkan oleh masing‐masing.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    13/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 13

    Pada tahap selanjutnya owner   akan melakukan proses evaluasi yang menyeluruh

    (keuntungan‐kerugian, waktu, biaya, dll) dari setiap proposal yang diterima. Pada proses

    evaluasi dan pemilihan ini, penyedia jasa yang terpilih tidak harus berdasarkan penawaran

    biaya termurah, namun lebih pada pertimbangan‐pertimbangan dan kriteria tertentu yang

    pada akhirnya nilai tertinggi yang sesuai dengan harapan pemilik merupakan pemenang yang

    akan ditunjuk oleh owner  sebagai pelaksana dari proyek tersebut.

    Setelah kontrak ditandatangani, maka proses pelaksanaan konstruksi dimulai bersamaan

    dengan pelengkapan Detail Engineering  yang dilakukan oleh kontraktor yang telah memiliki

    hubungan kontraktual pula dengan A/E.

    Pada Ilustrasi tahapan Jadwal Pelaksanan di atas, menggambarkan bahwa tahapan pada

    proses perancangan tidak memakan waktu yang cukup panjang bila dibandingkan dengan

    Metoda Design‐Bid‐Build, karena secara perancangan detail dilaksanakan secara sinergi

    dengan penyedia jasa/kontraktor dengan A/E setgelah dinyatakan sebagai pemenang proyek.

    Rancangan detail dilaksanakan secara sinergi yang bersamaan dengan pelaksanaan

    konstruksinya. Sehingga biasanya penyelesaian proyek dengan metode Design‐Build   lebih

    cepat dibandingkan dengan metode Design‐Bid‐Build . 

    Keuntungan metode Design‐Build :

    ‐ 

    Pihak Penyedia Jasa bertanggung jawab atas keseluruhan desain/rancanan proyek dan

    pelaksanaan konstruksinya, sehingga seharusnya tidak ada kesalahan‐kesalahan

    interpretasi mengenai rencangan teknis di lapangan yang dapat menghambat waktu dan

    berpotensi menambah biaya konstruksi –yang biasanya dapat terjadi pada metode

    Design‐Bid‐Build .

    ‐  Pelaksanaan pekerjaan biasanya dapat dimulai terlebih dahulu (dengan melaksanakan

    pekerjaan‐pekerjaan pendahuluan yang sifatnya umum/tidak prinsipil, sambil

    menunggu penyelesaian tahap‐demi tahap desain detailnya), sehingga dapat

    mengurangi waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan.

    Bagan 5. Ilustrasi Jadwal Pelaksanaan Metoda Design‐Build

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    14/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 14

    ‐ 

    Biaya pelaksanaan konstruksi telah diketahui sebelumnya dan bersifat tetap, karena

    harga/biaya yang ditawarkan oleh kontraktor telah mencakup keseluruhan biaya atas

    usulan/proposal kontraktor tersebut (tidak ada pekerjaan tambah‐kurang, sepanjang

    tidak ada perubahan konsep proyek oleh owner )

    ‐ 

    Tidak memerlukan sumber daya dan keahlian yang tinggi pada selruh tahap proyek, lebih

    memberikan titik berat pada pengendalian biaya daripada hal teknis.

    ‐ 

    Resiko pembangunan menjadi lebih kecil, karena terdapat pengalihan perancangan

    desain detail kepada penyedia jasa.

    Kerugian metode Design‐Build :

    ‐ 

    Pengawasan/pengendalian pemilik atas mutu hasil desain dan konstruksi menjadi

    kurang, bila dibandingkan dengan metode Design‐Bid‐Build .

    ‐ 

    Bila terjadi perubahan design pada saat pelaksanaan konstruksi biasanya berdampak

    pada biaya yang besar (karena diperlukan penyesuaian design dan pembuatan detail

    baru yang biayanya dibebankan pada nilai konstruksinya)

    ‐ 

    Tidak adanya pihak yang bertanggung jawab untuk mewakili pemilik dalam

    menyampaikan kepentingannya pada saat pelaksanaan konstruksi.

    ‐  Tidak dapat dilaksanakan pada proyek‐proyek tertentu terkait dengan aturan, misalnya

    pada proyek pemerintah/pemerintah sebagai pengguna jasa, tidak dapat memilih opsi

    ini karena adanya aturan yang mengharuskan pelelangan terbuka dengan pemilihan

    harga terendah sebagai pemenang pelaksanaan proyek.

    ‐ 

    Pada umumnya memerlukan biaya yang lebih tinggi (dibanding metode Design‐Bid‐

    Build )

    Gambar 2. Contoh Proyek Design‐Build: Palm Oil Refinery, Pulau Laut Utara, Kota Baru, Kalimantan Utara(Owner: Simedarby Plantation, Sdn. Bhd.; Kontraktor: PT Wijaya Karya (Persero))

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    15/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 15

    C. 3  Sistem Construction Management (CM) 

    Dengan semakin tumbuhnya proyek‐proyek yang berskala besar dan kompleks,

    mengakibatkan metoda‐metoda umum seperti Design‐Bid‐Build, maupun Design‐Build

    belum cukup untuk dapat mengendalikan setiap aspek atau bidang pada tahapan proyek

    besar dengan baik. Berbagai kekurangan‐kekurangan pada metode konvensional

    sebelumnya memerlukan suatu pihak yang secara professional dapat menjembatani celah‐

    celah masalah antara owner   dengan A/E dan kontraktor pelaksana. Demikian pula dengan

    besar dan beragam tingkat kesulitan proyek serta dengan tidak tersedia/minimalnya sumber

    daya internal pengguna jasa dalam mengendalikan dan mengawasi proyek besar tersebut,

    mendorong owner   untuk menunjuk peserta/pihak baru yang dapat dilibatkan secara

    professional sekaligus dapat mewakili kepentingannya kepaa pihak penyedia jasa lain seperti

    A/E dan kontraktor. Pihak penyedia jasa tersebut umumnya disebut Manajer

    Konstruksi/Construction Manager (CM).

    Sebagian ahli berpendapat bahwa CM bukanlah suatu metode penghantaran suatu proyek

    (not a delivery method ), melainkan jasa pelayanan konstruksi yang dapat menggabungkan

    dua metode pengantaran proyek D‐B‐B dan D‐B, yang biasanya dilaksanakan oleh suatu

    firma/perusahaan Manajemen Konstruksi.

    Construction Management Association of America (CMAA) berbendapat bahwa Manajemen

    Konstruksi adalah suatu layanan profesional yang menerapkan teknik manajemen yang

    efektif untuk merencanakan, merancang, dan melaksanakan konstruksi proyek dari awal

    sampai selesai untuk tujuan pengendalian waktu, biaya dan kualitas 7.

    Suatu perusahaan Manajemen Konstruksi (CM) memberikan ilmu/pengetahuan khusus,

    pengalaman, dan sumber daya‐sumber daya yang memiliki keahlian tertentu kepada owner  

    agar dapat memudahkan owner   melalui tahapan‐tahapan dalam suatu proyek konstruksi

    yang kompleks. Jasa Manajemen Konstruksi dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan‐

    kebutuhan owner  sebagai pengguna jasa awam hingga tingkat lanjut. Suatu CM memiliki nilai

    tinggi dengan menambahkan sumber daya‐sumber daya dan keahlian khusus yang

    dibutuhkan untuk mengelola kualitas, biaya, jadwal, ruang lingkup dan resiko‐resiko yang

    7 Construction Management Association of America (CMAA), http://cmaanet.org/faqs , diakses pada tanggal 27

    Februari 2016 Pukul 15.44 WIB

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    16/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 16

    terkait dengan perancangan dan pelaksanaan konstruksi dalam membantu pengguna jasa

    untuk mencapai tujuannya.

    Pada diagram hubungan sistem CM menggambarkan owner /pemilik proyek menunjuk suatu

    Firma/perusahaan CM professional dalam membantu dalam melaksanakan tugas dari mulai

    perencanaan (bahkan dapat mulai dilibatkan sejak penentuan studi kelayakan proyek

    tersebut), perancangan, hingga tahap konstruksi. Umumnya firma CM memperoleh

    keuntungan jasanya berdasarkan prosentase tetap dari nilai proyek secara keseluruhan.

    Namun tidak sedikit pula fee yang diberikan kepada CM berdasarkan sejauh mana CM dapat

    melakukan efisiensi biaya secara keseluruhan pada tahap perencanaan. Pada tahap

    selanjutnya, pihak pengguna jasa menunjuk A/E untuk menyiapkan rancangan detail proyek

    yang pada prosesnya memperoleh masukan‐masukan teknis dari CM. Hubungan kontraktual

    berikutnya dilaksanakan dengan memilih sub‐kontraktor – sub kontraktor yang biasanya

    berupa perusahaan kontraktor dengan keahlian khusus, serta peyedia material untuk

    melaksanakan kegiatan konstruksinya. Pada proses ini, CM mendampingi owner   dalam

    pemilihan sub kontrak dan supplier yang tepat untuk menyelesaikan proyek dengan baik

    sesuai tujuannya. Dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi, pihak CM secara langsung dapat

    mewakili owner dan mengomunikasikan kepada pihak sub kontraktor dan

    mengoordinasikan, melaporkan, seluruh aktifitas/jalannya kegiatan konstruksi dari mulai

    hingga selesai.

    Keuntungan Sistem Construction Managemenr (CM):

    ‐  Pemilik dapat memperoleh keuntungan dari layanan jasa CM sejak dimulainya

    perencanaan pendahuluan/studi kelayakan, jasa value engineering, dan analisa proyek

    secara keseluruhan.

    ‐ 

    Owner   memperoleh pengendalian/pengelolaan secara penuh atas setiap aspek

    pekerjaan proyek, mulai dari perencanaan, perangangan, hingga biaya.

    OWNER

    Sub‐Contractor   SuppliersSub‐Contractor

    CM FirmA/E

    Hubungan

    Kontraktual

    Hubungan

    Komunikasi

    Bagan 6 Diagram Hubungan pola Construction Management (CM)

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    17/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 17

    ‐ 

    Jangka waktu penyelesaian proyek dapat lebih singkat, karena proses pelaksanaan

    konstruksi dapat dimulai sebelum seluruh dokumen detail perancangan selesai

    sepenuhnya.

    ‐ 

    Fee atas jasa CM ditentukan di awal fase proyek, sehingga estimasi biaya proyek secara

    keseluruhan dapat diketahui sejak dini. 

    ‐ 

    Owner  dapat memilih setiap penyedia jasa, mulai dari firma CM, A/E, hingga penyedia

    material dan jasa konstruksi secara langsung berdasar kompetensi dan kebutuhan yang

    optimal bagi pemilik dan kelangsungan proyeknya. 

    ‐  Biaya proyek secara keseluruhan dapat lebih murah karena biaya atas pengadaan

    material dan jasa konstruksi diperoleh langsung dari pihak penyedia jasanya (tidak ada

    tambahan biaya yang dikeluarkan seperti bila menunjuk General contractor yang

    memperoleh keuntungan tambahan dari supplier material dan sub kontraktor‐sub

    kontraktornya), sehingga pajak yang harus dikeluarkan pun akan lebih sedikit. 

    ‐ 

    Meminimalisasi kelambatan pekerjaan, perubahan‐perubahan dan klaim atas biaya

    perubahannya. 

    Kerugian Sistem Construction Manager (CM).

    ‐  CM tidak memiliki kewengangan penuh untuk mengendalikan/mengontrol penyedia

     jasa material maupun sub kontraktor, karena hubungan kontraktual CM hanya dengan

    Owner  

    ‐  Pihak pengguna jasa/owner  harus membuat dan mengendalikan kontrak‐kontrak yang

    banyak terhadap setiap penyedia jasa.

    ‐ 

    Pemilik menanggung resiko yang cukup besar pada seluruh komponen tahap kegiatan

    proyek.

    ‐ 

    Pemilik memerlukan pengetahuan dan keahlian di bidang proyek yang cukup agar

    kelangsungan proyek dapat selaras dengan kontribusi CM.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    18/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 18

    Gambar 3. Contoh Proyek Menggunakan CM: 1Park Avenue Residence, Gandaria, Jakarta

    (Owner: PT Intiland Development, Tbk.; A/E: CSYA Studio Pte. Ltd., PDW Architects; Kontraktor: PT Total Bangun Persada,

    Tbk, PT Trocon Indah Perkasa, PT Waskita Karya, Tbk)

    C. 4 

    Sistem Owner/Agent  

    Pada suatu kondisi dimana pemilik adalah suatu institusi/organisasi yang memilki cukup

    sumber daya berkeahlian cukup baik di bidang pembangunan suatu proyek, dengan berbagai

    rencana proyek yang biasaynya bersifat tipikal, namun berjumlah banyak, dan dilaksanakan

    secara berulang, sebagian besar owner   tersebut memilih metode ini. Sistem ini

    menempatkan owner pada posisi sebagai General Contractor   yang dapat memilih sub‐

    kontraktor dan penyedia material dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi proyeknya.

    OWNER

    Sub‐Contractor   SuppliersSub‐Contractor

    In‐House Design Contract Design

    Owner’s Contract

    Coordinator

    Bagan 7. Diagram Hubungan Sistem Owner/Agent 

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    19/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 19

    Dalam hubungan seperti tampak pada Gambar 5 di atas, pihak pemilik proyek memiliki tim

    perencana dan desain serta perancang kontrak di dalam organisasi pemilik itu sendiri.

    Semua rancangan/desain disiapkan oleh tim perencang internal. Tim internal lainnya

    menyiapkan semua hal yang berkaitan dengan rencana teknis, administrasi, kontrak dan

    lainnya yang kemudian seluruh dokumen perencanaan tersebut diberikan kepada

    koordinator kontrak yang mewakili pemilik secara langsung dan bertugas memilih penyedia

     jasa pelaksana konstruksinya. Pada sistem ini, seolah‐olah koordinator yang mewakili owner

    bertindak sebagai agent /firma Kontraktor Umum/General Contractori   dimana dari mulai

    pemilihan supplier hingga subkontraktor dilaksanakan sendiri.

    Pola relasi ini umum dilaksanakan oleh pemilik proyek berupa perusahaan‐perusahaan yang

    memiliki kemampuan dan sumberdaya yang cukup, seperti pengembang‐pengembang

    properti pada perusahaan besar. Pengembang ini memiliki sumber daya teknis yang cukup

    untuk membentuk tim/divisi perancangan hingga administrasi proyek. Proyek‐proyek yang

    dikerjakan biasanya memiliki karakteristik yang hampir sama dan dilakukan secara berulang

    (bila telah selesai dengan satu proyek, maka proyek lainnya dilaksanakan dengan

    karakteristik yang hampir sama). Perusahaan/pemilik akan menunjuk orang/tim dari internal

    perusahaan sebagai penanggung jawab proyek yang bertugas mengoordinasikan dengan sub

    kontraktor, melaporkan perkembangan pelaksanaan kepada pemilik, mengendalikan

    seluruh proyek dari mulai pelaksanaan hingga selesai.

    Keuntungan Sistem Owner/Agent :

    ‐ 

    Pemilik memiliki kewenangan dan kendali penuh dalam seluruh proses/tahapan

    konstruksi, dari mulai perencanaan, perancangan hingga pelaksanaan kosntruksi melalui

    perwakilan/koordinatornya.

    ‐ 

    Pemilik dapat mengeluarkan biaya yang rendah dalam proses

    perencanaan/perancangan, karena dikerjakan secara internal yang biasanya dibayar

    dengan nilai/gaji tertentu yang tidak memperoleh benefit/keuntungan tambahan,

    bahkan bila owner meminta perubahan/penyesuaian

    ‐ 

    Biaya konstruksi lebih kecil karena subkontraktor dipilih secara langsug (tanpa melalui

    General Contractor ) dan beberapa supplier diikat dalam suatu kontrak/MoU pengadaan

    dalam jumlah banyak yang pada dasarnya dapat memberikan harga terbaik kepada

    pemilik.

    Kekurangan Sistem Owner / Agent :

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    20/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 20

    ‐ 

    Pemilik memiliki resiko yang sangat besar terhadap proyek secara keseluruhan.

    Kesalahan/kekurangan pada tahap perancangan, desain menjadi tanggung jawab

    pemilik secara langsung, hingga pada proses pelaksanaan konstruksinya.

    ‐ 

    Diperlukan sumber daya yang cukup dengan keahlian yang mumpuni di dalam pihak

    pemilik agar proyek dapat terlaksana dengan baik.

    ‐ 

    Biaya kepastian pelaksanaan pekerjaan proyek secara keseluruhan tidak dapat

    ditentukan/diketahui di awal fase proyek, karena terdapat kemungkinan Change Order  

    pada saat proyek berlangsung yang mempengaruhi biaya proyek keseluruhan.

    Gambar 4. Contoh Proyek Owner/Agent: Kompleks Talaga Bestari, Cikupa, Kab. Tangerang

    (Owner: PT Intiland Development, Tbk)

    C. 5 

    Sistem Kemitraan Pemerintah dan Swasta (Public‐Private Partnership/PPP )

    Kemitraan Pemerintah dan Swasta di Indonesia sesuai dengan istilah pada Peraturan

    Presiden Republik Indonesia disebut Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

    Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sebagian besar terjadi pada sektor

    infrastruktur. KPBU ini telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

    (Perpres) no. 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam

    Penyediaan Infrastruktur yang yang telah beberapa kali diubah hingga perubahan ketiga

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    21/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 21

    pada Perpres No. 66 Tahun 2013. Kemudian pemerintah mengeluarkan aturan terbaru

    mengenai KPBU dengan Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015.

    Pengertian Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) khususnya di bidang

    infrastruktur, tertuang dalam Perpres No. 38 Tahun 2015 pasal 1 ayat 6, yang berbunyi:

    “Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah

    kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk

    kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya

    oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha

    Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha

    dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak ”

    Pengertian lain mengenai PPP ini cukup beragam, terutama bergantung pada

    wilayah/negara dimana PPP ini dilaksanakan. Namun secara global, salah satu pengertian

    dari PPP ini menurut World Bank 8: “ A long‐term contract between a private party and a

    government entity, for providing a public asset or service, in which the private party bears

    significant risk and management responsibility, and remuneration is linked to performance”.

    Dimana terjemahan bebasnya PPP adalah suatu kontrak jangka panjang antara pihak swasta

    dan lembaga pemerintah, untuk memberikan layanan atau asset kepada publik, pihak

    swasta menanggung resiko yang signifikan, serta tanggung jawab manajemen dan

    remunerasi terkait dengan kinerjanya.

    Lebih lanjut World Bank menerangkan bahwa dalam PPP, pihak swasta dibayar sepenuhnya

    oleh pengguna layanan, dimana besaran pembayarannya diatur sebagian atau seluruhnya

    oleh pihak pemerintah. Fungsi‐fungsi proyek dialihkan kepada pihak swasta, seperti

    perencanaan, perancangan, konstruksi, pembiayaan, operasional, dan pemeliharaannya –

    yang mana fungsi pengalihan proyek tersebut dapat berbeda antara satu kontrak dengan

    kontrak yang lainnya, namun pada semua kasus PPP, pihak swasta bertanggung jawab penuh

    atas kinerja proyek, manajemen dan segala resikonya.

    Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS/PPP) ini umumnya dilaksanakan menyangkut sektor‐

    sektor infrastruktur publik, diantaranya sektor transportasi, energi, pengairan. Kemitraan ini

    dilaksanakan di berbagai negara di dunia. Sistem PPP ini lahir akibat adanya beberapa

    8  World Bank, Asian Development Bank, Inter‐American Development Bank, Public‐Private Partnerships:

    Refference Guide Version 2.0, World Bank Publications, Washington, 2014, halaman 14.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    22/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 22

    keterbatasan, khususnya di pihak pemerintah, yang mengakibatkan sulitnya realisasi proyek‐

    proyek infrastruktur publik terutama pada skala yang sangat besar.

    Kendala Infrastruktur dan Keterlibatan PPP

    Gambar 6. Kendala Infrastuktur dan Keterlibatan Sistem PPP

    Sebagaimana digambarkan pada Ggambar 6, terdapat beberapa kendala yang biasa terjadi

    pada kegiatan infrastruktur, diantaranya:

    ‐ 

    Kekurangan Pendanaan

    Pendanaan sebagai salah satu faktor utama dari berhasilnya suatu proyek, seringkali

    mengalami ketidakcukupan untuk membangun proyek‐proyek infrastruktur besar. Hal

    ini dapat diakibatkan karena terbatasnya dana/anggaran suatu negara/pemerintah,

    maupun karena adanya batasan‐batasan tertentu terkait dengan aturan pengerjaan

    suatu proyek (misalnya, adanya keterbatasan aturan mengenai jangka waktu suatu

    proyek pemerintah, sehingga tidak memungkinkannya suatu proyek besar terlaksana).

    PPP dengan berbagai opsi perolehan pendanaan, dapat memberikan alternatif

    pembiayaan sehingga kendala finansial dalam pembangunan proyek infrastruktur dapat

    diatasi.

    ‐ 

    Perencanaan dan Pemilihan Proyek Yang Buruk

    Keterbatasan sumber daya negara seringkali dihabiskan pada proyek‐proyek yang tidak

    tepat sasaran, sehingga kurangnya manfaat publik yang tercapai dari proyek tersebut

    dan menghasilkan asset‐asset yang kurang bernilai baik secara fisik maupun secara

    manfaat dampak sosial ekonominya (bahkan beberapa di antaranya dapat

    menghabiskan biaya yang lebih tinggi dari seharusnya).

    Beberapa faktor penyebab buruknya perencanaan dan pemilihan proyek, diantaranya:

      Koordinasi dan Perencanaan yang buruk

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    23/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 23

      Analisa kelayakan yang tidak tepat

      Intervensi kepentingan pribadi atau politik

    Sektor swasta terbiasa dengan perencanaan kegiatan yang terstruktur dan dirancang

    dengan sangat baik. Berbagai analisa terkait perencanaan suatu kegiatan/bisnis pada

    umumnya dilaksanakan dengan sangat matang. Demikian pula dengan profesionalitas

    simber daya yang dimiliki, cenderung tidak memiliki/memuat kepentingan‐kepentingan

    pribadi dan politik, sehingga pemilihan, analisa kelayakan suatu proyek dapat dibuat

    dengan lebih objektif dan tepat sasaran.

    ‐  Penyelesaian Yang Tidak Efektif dan Efisien

    Kualitas hasil layanan dari beberapa proyek‐proyek infrastruktur pemerintah seringkali

    terkendala dengan adanya terbatasnya kapasitas yang dapat dihasilkan maupun

    lemahnya manajemen pengelolaan proyeknya, sehingga dapat meningkatkan biaya

    penyelesaian yang kemudian dapat mengurangi manfaat yang diperoleh masyarakat

    atas pelayanan tersebut.

    Sebagaimana umum diketahui, bahwa manajemen sektor swasta biasanya lebih efektif

    dan efisien dalam penyiapan, pelaksanaan, pengelolaan suatu kegiatan. Dengan

    fleksibilitas sumber daya dari pihak swasta untuk memenuhi kebutuhan penyelesaian

    suatu proyek akan menciptakan kuatnya manajemen proyek tersebut, yang secara

    langsung dapat berdampak pada kualitas hasil yang lebih baik dengan biaya dan sistem

    yang lebih efisien

    ‐ 

    Pemeliharaan yang Tidak Mumpuni

    Setelah penyerahan suatu aset selesai dikerjakan, tahap berikutnya yang berdurasi

    sangat panjang dan sangat penting adalah kegiatan pemeliharaan aset itu sendiri.

    Pelayanan publik akan menurun seiring dengan kurangnya pemeliharaan aset tersebut.

    Seringkali ditemukan bahwa aset pemerintah semakin lama semakin tidak terpelihara,

    yang dapat disebabkan oleh anggaran pemeliharaan yang tidak mencukupi, maupun

    skala prioritas kegiatan pemeliharaan yang rendah.

    Dengan berbagai perencanaan dan perhitungan yang matang, PPP dapat menjadi solusi atas

    pemeliharaan aset yang sudah terbangun, sehingga degradasi kualitas pelayanan publik

    dapat terjaga hingga waktu yang cukup lama.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    24/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 24

    Keuntungan Sistem PPPs:

    ‐  Pemenuhan infrastruktur publik dapat berjalan lebih cepat (tanpa harus mengunggu

    anggaran pemerintah untuk membangun infrastruktur tersebut)

    ‐ 

    Pembiayaan proyek infrastruktur tidak menggunakan anggaran pemerintah secara

    langsung, sehingga tidak membebani neraca fiskal negara.

    ‐ 

    Memastikan kualitas aset infrastruktur yang terbangun sebanding dengan biaya yang

    dikeluarkan, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan jumlah pelayanan dasar

    masyarakat.

    ‐ 

    Waktu penyelesaian/penyerahan layanan lebih tepat waktu

    ‐  Mengurangi kemungkinan terjadinya korupsi pada dibandingkan dengan proses

    pengadaan dengan sistem konvensional

    ‐  Memungkinkan terjadinya alih teknologi bila proyek yang dikerjakan melibatkan pihak‐

    pihak luar yang berkompeten di bidang tersebut sehingga dapat terjadi transfer silang

    kemampuan, pengetahuan, dan keahlian dari sektor swasta dan pemerintah yang dapat

    menciptakan inovasi dan efisiensi

    ‐ 

    Pembagian resiko diberikan pada pihak yang memiliki kapabilitas terbaik dalam

    menangani/mengendalikan resikonya. Misalnya, Pihak swasta biasanya menanggung

    resiko atas sektor komersial, pendapatan, konstruksi, dkk; sedangkan Pihak Pemerintah

    umumnya bertanggung jawab pada sektor konsistensi atas perubahan terhadap

    peraturan dan perundang‐undangan, perubahan ruang lingkup pada penambahan biaya.

    Kekurangan Sistem PPPs:

    ‐ 

    Pembebanan biaya jasa layanan (service cost ) kepada masyarakat pengguna. Penyediaan

    infrastruktur untuk pelayanan publik dengan skema PPP mengharuskan pihak

    investor/swasta untuk memungut biaya secara langsung kepada pengguna/masyarakat

    untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan. Hal ini tidak terjadi pada sebagian besar

    proyek infrastruktur bila pemerintah yang secara langsung membangun untuk

    masyarakat.

    ‐ 

    Proses awal persiapan membutuhkan waktu yang lama. Dibandingkan dengan

    pembangunan sistem tradisional, proses persiapan PPPs membutuhkan usaha yang

    besar dan waktu yang lama, karena sistem ini memperhitungkan secara detail dan

    matang atas segala sektor dan resiko proyek. Demikian pula dengan evaluasi dan

    penyiapan dasar hukum oleh pemerintah yang dapat menyita waktu yang lama.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    25/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 25

    ‐ 

    Ketidakstabilan kondisi politik dapat menyebabkan terhentinya proyek. Pada sebagian

    besar negara khususnya negara berkembang, faktor ketidakstabilan politik dan

    keamanan di negara tersebut akan dapat berdampak langsung terhadap kelangsungan

    proyek dengan sistem yang berdurasi panjang ini, khususnya bila terjadi pada fase pra

    konstruksi. Perpindahan tampuk pemerintahan misalnya, dapat memberikan kebijakan

    yang berbeda dari sebelumnya yang dapat berpotensi batal/terhentinya proyek, dimana

    bagi pihak swasta yang sudah mengeluarkan sumber dayanya, merupakan suatu

    kerugian tersendiri.

    ‐  Terdapat kemungkinan dimana pihak swasta mengambil keuntungan yang lebih besar

    untuk pihaknya yang akan merugikan masyarakat.

    ‐  Pada proyek‐proyek tertentu, ada kalanya biaya yang dibutuhkan pemerintah (misal bila

    dengan skema peminjaman dana secara langsung) lebih murah bila dibandingkan

    dengan pelaksanaan melalui sekto swasta.

    ‐ 

    Manfaat secara keseluruhan dari proyek yang terbangun dirasakan dalam waktu yang

    lebih lama. Hal ini diakibatkan sifat proyek PPPs yang panjang dengan didahului tahap

    perancangan, perencanaan, dan persiapan yang memakan waktu yang cukup lama.

    Kemitraan Pemerintah dan Swasta di Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden yang secara

    lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

    Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) terakhir No. 3 Tahun 2012 Tentang

    Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan

    Infrastruktur.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    26/29

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    27/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 27

    Beberapa contoh proyek KPS yang diusulkan pemerintah pada tahun 20159:

    9 Republic Indonesia Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency,

    Public Private Partnerships: Infrastucture Projects Plan in Indonesia 2015, Jakarta, 2015.

    Tabel 1 Beberapa Contoh Solicited Projects PPPs Tahun 2015 di Indonesia.

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    28/29

    Deden Heriyusman

    Manajemen Tata Laksana Proyek 28

    Gambar 5. Contoh KPS Sektor Energi: PLTU Batang, Jawa Tengah

    (Pihak Swasta/Konsorsium Investor: PT Bhimasena Power Indonesia)

    Gambar 6. Contoh KPS Sektor Transportasi: Jalan Tol Cikopo‐Palimanan

    (Pihak Swasta/Konsorsium: PT Lintas Marga Sedaya (LMS/Linmas)

  • 8/18/2019 Metoda Delivery Proyek Konstruksi

    29/29

    Deden Heriyusman

    DAFTAR PUSTAKA

    Project Management Institute,  A Guide to the Project Management Body of Knowledge (PMBOK

    Guide), Edisi Kelima, Project Management Institute, Inc, Pennsylvania, 2013.

    Brian Utoft dan Alex Westlind, Design Build vs Design Bid Build , The Grain Elevator and Processing

    Society (GEAPS) Online, http://www.geaps.com/knowledge/proceedings/article.cfm?id=149

    diakses pada tanggal 27 Februari 2016

    Chris Hendrickson, Project Management for Construction: Fundamental Concepts for Owners,

    Engineers, Architects and Builders, Department of Civil and Environmental Engineering,

    Carnegie Mellon University, http://pmbook.ce.cmu.edu/01_The_Owners'_Perspective.html,

    diakses pada tanggal 27 Februari 2016

    Construction Management Association of America (CMAA), http://cmaanet.org/faqs  , diakses pada

    tanggal 27 Februari 2016

    Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) no. 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah

    dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur

    Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan

    Pembangunan Nasional (Bappenas) terakhir No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum

    Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

    Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

    http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 27 Februari 2016

    Republic Indonesia Ministry of National Development Planning/National Development Planning

    Agency, Public Private Partnerships: Infrastucture Projects Plan in Indonesia 2015, Jakarta, 2015

    Undang‐undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi