Meningitis Tuberkulosis pada Orang DewasaDevi Eliani
Chandra102010111Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana
Alamat Korespondensi :Devi Eliani ChandraMahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara no.
6, JakartaEmail : [email protected]
1.1 Pendahuluan Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang
terjadi pada Iapisan selaput yang membungkus jaringan otak
(arakhnoid, piamater) dan sumsum tulang belakang, yang disebabkan
oleh organisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Meningitis
merupakan masalah kesehatan serius yang perlu diketahui dan diobati
untuk meminimalkan gejala sisa neurologis yang serius dan
memastikan keselamatan pasien. lnfeksi terbatas pada meningeal yang
menyebabkan gejala yang menunjukkan meningitis (kaku kuduk, sakit
kepala, demam) sedangkan bila parenkim otak terkena, pasien
memperlihatkan penurunan tingkat kesadaran, kejang, desit
neurologis fokal, dan kenaikan tekanan intracranial.
1.2 Anatomi dan Fisiologi Selaput OtakOtak dan sum-sum tulang
belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang
halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal.
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu: Lapisan Luar
(Durameter)Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang
membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan
pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar
yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan durameter
bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tcngkorak untuk
membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
Lapisan Tengah (Arakhnoid)Disebut juga selaput otak, merupakan
selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter, membentuk
sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang rneliputi selumh
susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih
menyerupai getah bening. Pada mangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen sena
dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Lapisan Dalam (Piameter)Lapisan
piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang mensuplai darah kc otak dalam jumlah yang banyak.
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus
dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub
arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang. Disini
mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang
belakang. 1
Gambar 1. Lapisan selaput otak1.3 Anamnesis Anamnesis yang baik
akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
dahulu, riwayat obstetric dan ginekologi (khusus wanita), riwayat
penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis
pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan,
obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu pula
dievaluasi status fungsionalnya. Pasien dengan sakit menahun, perlu
dicatat pasang surut kesehatannya, termasuk obat-obatannya dan
aktivitas sehari-harinya. Hal-hal yang perlu ditanya sebagai
berikut : a. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat
dan difus.b. Nyeri punggung seringkali adac. Temperatur biasanya
tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta.d.
Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia )e. Malaise umum, gelisah,
atau tidak enak badanf. Nausea dan vomitusg. Mengantuk dan pusingh.
Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptiki. Meningismus ( laseque
dan kaku kuduk hampir selalu ada )j. Organ-organ lain sering kena
mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosak. Umumnya terdapat
tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabang-cabangnya.11.4
Pemeriksaan Fisika) Pemeriksaan Kaku KudukPasien berbaring
terlentang dan dilakukan pergerakan pasif bempa eksi dan rotasi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan eksi kepala disertai rasa nycri dan spasms
otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.b) Pemeriksaan Tanda
KernigPasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan
eksi pada sendi panggul kernudian ekstensi tungkai bawah pada sendi
lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+)
bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak
dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya
diikuti rasa nyeri.c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski
Leher)Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan
kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
kernudian dilakukan eks kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada leher.d) Pemeriksaan Tanda
Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)Pasien berbaring
terlentang dan dilakukan eksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+)
bila pada pemeriksaan terjadi eksi involunter pada sendi panggul
dan lutut kontralateral.2Gambar 2. Kernigs sign dan brundzinskis
sign1.5 Pemeriksaan Penunjanga) Pemeriksaan Pungsi LumbalLumbal
pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.i. Pada Meningitis Serosa terdapat
tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat,
glukosa dan protein normal, kultur (-).ii. Pada Meningitis
Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menumn, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.b) Pemeriksaan darahDilakukan pemeriksaan
kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar
glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. i. Pada Meningitis
Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada
Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.ii. Pada
Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
c) Pemeriksaan Radiologisi. Pada Meningitis Serosa dilakukan
foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan.ii. Pada
Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.22.1 Definisi Meningitis
TuberkulosisMeningitis tuberkulosis tetap merupakan masalah utama
dan merupakan penyebab kematian penting di beberapa negara.
Mycobacterium tuberculosis tipe human sekarang merupakan penyebab
dari sebagian besar meningitis tuberkulosis, tetapi mikobakteria
oportunistik mungkin menjadi penyebab penyakit ini pada pasien
AIDS.22.2 Epidemiologi Meningitis tuberculosis masih banyak
ditemukan di Indonesia karena morbiditasnya selain bergantung
kepada tingkat kekebalan tubuh seseorang juga di pengaruhi oleh
factor social ekonomi, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat
status gizi dan factor genetik tertentu yang berhubungan faktor
imun.Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang
berkembang dibandingkan pada negara maju. Faktor lingkungan
(Environment) yang mempengaruhi terjadinya meningitis bakteri yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah lingkungan
dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau
hidup serumah dengan penderita infeksi saluran pernafasan. Penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan
dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis pumlenta
lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh belum terbentuk sempuna.32.3 Klasifikasi Meningitis
tuberkulosis dibagi dalam empat jenis menurut klasifikasi
patologik. Umumnya terdapat Iebih dari satu jenis dalam setiap
penderita meningitis tuberculosisa) Meningitis miliaris yang
menyebarJenis ini merupakan komplikasi tuberkulosis miliaris,
biasanya dari paru-paru yang menyebar langsung ke selaput otak
secara hematogen. Keadaan ini terutama terjadi pada anak, jarang
pada dewasa. Pada selaput otak terdapat tuberkel - tuberkel yang
kemudian pecah sehingga terjadi peradangan difus dalam ruang
subarakhnoid. Tuberkel - tuberkel juga terdapat pada dinding
pembuluh darah kecil di hemisfer otak bagian cekung dan dasar otak
.b) Bercak-bercak perkejuan fokalDisini terdapat bercak-bercak pada
sulkus-sulkus dan terisi dari perkijuan yang dikelilingi oleh
sel-sel raksasa dan epitel. Dari sini terjadi penyebaran ke dalam
selaput otak. Kadang-kadang terdapat juga bercak-bercak perkejuan
yang besar pada selaput otak sehingga dapat menyebabkan peradangan
yang luas.c) Peradangan akut meningitis perkejuanJenis ini
merupakan jenis yang paling sering dijumpai, lebih kurang 78%. Pada
jenis ini terjadi invasi langsung pada selaput otak dari
fokus-fokus tuberkulosis primer bagian Iain dari tubuh, sehingga
terbentuk tuberkel-tuberkel baru pada selaput otak dan jaringan
otak. Meningitis timbul karena tuberkel-tuberkel tersebut pecah,
sehingga terjadi penyebaran kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid
dan ventrikulus.d) Meningitis proliferatifPembahan-pembahan
proliperatif dapat terjadi pada pembuluh-pembuluh darah selaput
otak yang mengalami peradangan berupa endaneritis dan panarteritis.
Akibat penyempitan lumen arteri-arteri tersebut dapat terjadi
infark otak. Perubahan-perubahan ini khas pada meningitis
proliferatif yang sebelum penemuan kemoterapi jarang terlihat.22.4
Faktor resiko Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan
keadaan sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan
sehari hari, perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal,
hidup dan tinggal atau tidur berdesakan, kekurangan gizi, higiene
yang buruk, faktor suku atau ras, kurang atau tidak mendapat
fasilitas imunisasi.Meningitis tuberkulosis dapat terjadi pada
setiap umur terutama pada anak antara 6 bulan sampai 5 tahun,
jarang terdapat di bawah umur 6 bulan kecuali apabila angka
kejadian tuberkulosis sangat tinggi. Paling sering terjadi di bawah
umur 2 tahun, yaitu antara 9 sampai 15 bulan.2
2.5 Perjalanan PenyakitSebagai akibat penyebaran dari fokus TB
primer, atau penyebaran dari TB milier, tuberkel-tuberkel kecil
masuk ke dalam otak dan selaput otak. Kadang-kadang tuberkel ini
juga dapat masuk ke dalam tulang tengkorak atau tulang belakang.
Mungkin juga masuk ke dalam ruang subarakhnoid dan menyebabkan:
meningitis, pembentukan massa kelabu berbentuk agar-agar di dasar
otak, dan peradangan serta penyempitan arteri yang menuju otak yang
dapat menyebabkan kerusakan otak secara lokal; ketiga proses ini
menyebabkan timbulnya gejala klinis.Meningitis Tuberkulosis selalu
terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak.
Fokus primer biasanya di paru-paru, bisa juga pada kelenjar getah
bening, tulang, sinus nasal, traktus gastrointestinal dan ginjal.
Dengan demikian, meningitis tuberkulosis terjadi sebagai komplikasi
penyebaran tuberkulosis paru-paru. Terjadinya meningitis bukan
karena peradangan langsung pada selaput otak. Oleh penyebaran
hematogen, tapi melalui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil
berwarna putih. Terdapat pada permukaan otak, selaput otak, sumsum
tulang belakang tulang. Tuberkel tadi kemudian melunak, pecah dan
masuk ke dalam ruang subarakhnoid dan ventrikulus sehingga terjadi
peradangan yang difuse. Secara mikroskopik tuberkel-tuberkel ini
tidak dapat dibedakan dengan tuberkel-tuberkel di bagian lain dari
kulit dimana terdapat perkijuan sentral dan dikelilingi oieh sel
raksasa, limfosit, sel-sel plasma dan dibungkus oleh jaringan ikat
sebagai penutup atau kapsul.Penyebaran dapat pula terjadi secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat
selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia,
bronkopneumonia, endokarditis, otitis media, mastoiditis, trombosis
sinus kavernosus atau spondilitis. Penyebaran kuman dalam ruang
subarakhoid menyebabkan reaksi radang pada piamater dan arakhnoid,
cairan serebrospinal, ruang subarakhnoid dan ventrikulus. Akibat
reaksi radang ini adalah terbentuknya eksudat kental, serofibrinosa
dan gelatinosa oleh kumankuman dan toksin yang mengandung sel-sel
mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan
fibroblas. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang subarakhnoid
saja, tetapi terkumpul di dasar tengkorak.Eksudat juga menyebar
melalui pembuluh darah piamater dan menyerang jaringan otak di
bawahnya, sehingga proses sebenarnya adalah meningoensefalitis.
Eksudat juga dapat menyumbat aquaduktus silvii, foramen magendi,
foramen luschka, dengan akibat terjadinya hidrosefaius, edema papil
dan peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan juga terjadi pada
pembuluh darah yang berjalan dalam ruang subarakhnoid berupa
kongesti, peradangan, dan penyumbatan sehingga selain arthritis dan
flebitis juga mengakibatkan infark otak, terutama pada bagian
korteks, medula oblongata dan ganglia basalis yang kemudian
menyebabkan perlunakan otak.22.6 Gambaran KlinisBiasanya terdapat
riwayat sakit yang menyeluruh selama 2 sampai 8 minggu-rasa lemah,
lelah, mudah tersinggung, perubahan tingkah laku, kehilangan nafsu
makan, berat badan menurun dan demam ringan. Kemudian sebagai
akibat dari: (1) meningitis, akan terjadi sakit kepala, muntah, dan
kaku kuduk; (2) eksudat abu-abu pada dasar otak dapat mengenai
saraf-saraf otak dan menimbulkan gejala-gejala: penurunan
penglihatan, lumpuhnya salah satu kelopak mata, juling, anisokor,
dan ketulian. Edema papil terdapat pada 40% pasien; (3) terkenanya
arteri yang menuju otak dapat menimbulkan kejang-kejang, afasia
atau kelemahan otot lengan atau tungkai. Akan tetapi, setiap bagian
otak dapat terkena; (4) hidrosefalus umum terjadi. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya sumbatan eksudat pada beberapa saluran
cairan serebrospinal di otak. Hidrosefalus merupakan penyebab utama
dari menurunnya kesadaran. Kerusakan yang diakibatkan mungkin akan
menetap dan penyebab prognosis yang buruk pada pasien yang baru
terdiagnosis setelah kesadarannya menurun; (5) sumbatan spinal oleh
eksudat dapat menyebabkan kelemahan upper motor neuron atau
kelumpuhan tungkai; dan (6) karena penyakit TB di bagian lain dari
tubuh sering kali terjadi, carilah TB pada kelenjar getah bening,
paru (khususnya TB milier), pembesaran hati atau limpa, dan
tuberkel pada koroid yang terlihat pada pemeriksaan retina.22.7
DiagnosisPenyakit utama yang harus dibedakan adalah meningitis
bakterialis, meningitis viral, dan cryptococcal meningitis yang
berkaitan dengan HIV. Pada meningitis bakterial dan viral timbulnya
penyakit lebih akut, sedangkan pada cryptococcal meningitis timbul
lebih lambat. Riwayat TB pada keluarga, atau ditemukannya TB di
tempat lain pada tubuh akan lebih mengarahkan pada TB. Akan tetapi,
bukti yang paling baik adalah pemeriksaan cairan serebrospinal
melalui pungsi lumbal. Hal-hal yang penting adalah sebagai berikut:
(1) peningkatan tekanan; (2) makroskopik: mula-mula jernih, tetapi
dapat membentuk bekuan seperti jaring laba-laba bila didiamkan.
Dapat berwarna kekuningan bila terjadi sumbatan spinal; (3) sel:
200-800 per mm3, awalnya terutama terdiri dari neutrofil (tetapi
tidak semuanya neutrofil seperti pada meningitis bakterialis, yang
jumlahnya jauh lebih banyak pada hitung sel), lama-lama terutama
terdiri dari limfosit. Jumlah ini lebih rendah pada AIDS; (4)
glukosa: kadarnya rendah padaa 90% pasien, tetapi mungkin normal
pada stadium awal penyakit TB atau AIDS; dan (5) bakteriologi:
sediaan apus hanya positif pada 10% kecuali jumlah besar (10-12 ml)
yang disentrifus lama dan kencang. Bila si pemeriksa menyediakan
waktu 30 menit atau lebih untuk melihat sediaan yang tebal, dapat
dicapai hasil positif sampai deengan 90%. Biakan harus dilakukan
bila memungkinkan. Biakan biasanya positif, tetapi memberikan
konfirmasi yang terlambat untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis
bakteriologis mungkin dapat diperoleh secara pasti dengan menemukan
mycobacteria pada spesimen lain seperti sputum atau pus. Pada
daerah yang banyak HIV lakukan pemeriksaan indian ink untuk
cryptococcus.22.8 Diagniosis banding a) Meningitis bacterial
(piogenik)Kebanyakan kasus meningitis bacterial disebabkan oleh
infeksi meningen oleh satu dari tiga organism berikut: Neisseria
meningitides (meningokokus), Haemophilus influenza (tipe b)
(jarang, terjadi setelah vaksinasi), Streptococcus pneumonia
(pneumokokus).Organisme lainnya, terutama mycobacterium
tuberculosis, dapat ditemukan pada kelompok berisiko yang spesifik,
misalnya pasien immunocompromised. Di negera maju, insidensi
meningitis bacterial adalah 5-10 per 100.000 per tahun.Gambaran
klinis Umumnnya terdapat nyeri kepala hebat disertai nyeri dan
kekakuan pada leher dan punggung, muntah, serta fotofobia.
Kecepatan onset nyeri kepala cukup cepat (menit hingga jam),
walaupun umumnnya tidak mendadak seperti pendarahan subaracnoid.
Pasien dapat mengalami penurunan kesadaran dan kejang.Pemeriksaan
umum menunjukkan tanda infeksi seperti demam, takikardia, syok, dan
kadang adanya bukti sumber infeksi primer (misalnya pneumonia,
endokarditis, sinusitis, otitis media). Sebagian besar kasus
meningitis meningokokal akan disertai kemerahan, biasanya.4b)
Meningitis VirusMeningitis dan ensefalitis dapat timbul dari
infeksi enterovirus, gondongan, herpes simpleks, arbovirus,
innfluenza, dan yang jarang, rubela atau virus Epstein-Barr.
Meningitis virus dapat menjadi bagian riwayat alami infeksi polio.
Pasien mengalami nyeri kepala, fotofobia, demam, dan kaku leher.
LCS menunjukkan limfositosis; protein sedikit meningkat dengan
kadar glukosa normal. Apus tenggorok, spesimen LCS, dan feses harus
dikirim untuk kultur virus dan uji serologis. Tata laksana bersifat
simtomatik karena sebagian besar pasien sembuh tanpa sisa defisit
dalam beberapa hari.5c) Ensefalitis VirusEnsefalitis virus
disebabkan oleh bermacam-macam virus termasuk herpesvirus dan
arbovirus. Pasien mengalami demam disertai dengan nyeri kepala,
kaku leher, dan gangguan kesadaran. Tanda-tanda neurologis fokal
dapat terjadi; konvulsi sering terjadi. Virus dapat dikultur dari
spesimen LCS, feses, dan tenggorok, dan dideteksi dengan teknik
serologis. Asiklovir digunakan untuk mengobati ensefalitis herpetik
(yang biasanya mengenai lobus temporal) dan menurunkan angka
mortalitas menjadi kurang dari 20%, dan juga menurunkan jumlah
pasien yang mengalami sisa kecacatan yang berat.52.9
KomplikasiMeningitis serosa merupakan komplikasi serius dari
tuberkulosis terutama pada anak-anak. Sarang infeksi tuberkulosis
di luar susunan saraf, pada umumnya di paru akan melepaskan spora
Mycobacterium tuberculosa. Melalui lintasan hematogen ia tiba di
korteks serebri dan akhirnya mati atau dapat berkembang biak dan
membentuk eksudat kaseosa. Leptomeningens yang menutupi sarang
infeksi di korteks dapat ikut terkena dan menimbulkan meningitis
sirkumkripta. Eksudat kaseosa dapat pula pecah dan masuk serta
membawa kuman tuberkulosis ke dalam ruang subarahnoid. Meningitis
yang menyeluruh akan berkembang secara berangsur-angsur dan
membentuk tuberkuloma .Meningitis tuberkulosis dapat berkembang
juga sebagai penjalaran infeksi tuberkulosis di mastoid atau
spondilitis tuberkulosa. Meningens yang paling berat terkena radang
adalah bagian basal. Di bagian basal terdapat sisterna, sehingga
berbagai komplikasi umum sering dijumpai hidrosefalus. Saraf otak
juga dapat tertekan oleh reorganisasi eksudat di bagian basal.
Hemiplegia, afasia dan lain lain merupakan manifestasi
ensefalomalasia regional dapat timbul sebagai komplikasi dari
radang tuberkulosis pembuluh darah. Jika plexus koroideus terkena
radang tuberkulosis, maka produksi liquor sangat besar dan
hidrosefalus komunikans akan berkembang. Karena itu atrofi jaringan
otak akan cepat terjadi dan dapat menyebabkan gejala sisa berupa
demensia dan perubahan watak. 62.10 PrognosisKematian sudah pasti
bila penyakit TB tidak diobati: makin dini penyakit ini didiagnosis
dan diobati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan
serius yang menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan
dimulai, makin baik prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma,
prognosis untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya pada 10-30%
pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan
menetap.Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal bila
tidak terdiagnosis, obatilah bila diagnosis sudah sangat
mungkin.22.11 Pengobatan Meningitis TBMeningitis TB merupakan
penyakit yang paling mengancam nyawa pasien dibandingkan dengan
bentuk TB lainnya. Terutama karena meningitis TB paling sering
meninggalkan gejala-gejala serius secara permanen. Oleh karena itu,
pengobatan perlu diberikan setuntas dan selengkap mungkin dan perlu
dimulai sedini mungkin. Pengobatan terbaik terdiri atas: isoniazid
10 mg/kg dengan rifampisin 10 mg/kg dan pirazinamid 35 mg/kg, yang
ditambah dengan etambutol 25 mg/kg atau streptomisin 10 mg/kg pada
awal pengobatan.Apabila keadaan pasien membaik betul, etambutol
(atau streptomisin) dan pirazinamid dapat dihentikan setelah 2-3
bulan. Kemudian dosis isoniazid dapat dikurangi menjadi 5 mg/kg.
Isoniazid dan rifampisin dilanjutkan setidaknya selama 9
bulan.Apabila pasien membaik setelah 2-3 bulan, streptomisin dapat
dihentikan, akan tetapi isoniazid dan tiasetazon harus dilanjutkan
minimal selama 1 tahun. Bahkan lebih baik jika diberikan selama 18
bulan agar lebih aman. Kebanyakan pasien membaik dengan paduan
pengobatan ini, sekalipun pengobatan yang lebih intensif mungkin
agak lebih baik.Peran kortikosteroid (prednisolon) telah terbukti
melalui uji coba dengan kontrol. Khususnya digunakan pada anak
kecil dan jika penyakit amat berat. Mulai dengan 2x30 mg sehari (1
mg/kg dua kali sehari untuk anak) selama 4 minggu, lalu dikurangi
menjelang beberapa minggu sementara keadaan anak membaik. Bagi
pasien yang memakai rifampisin, dosis rifampisin perlu ditambah
dengan setengahnya (mis. Menjadi 45 mg untuk dewasa dan 1,5 mg/kg
untuk anak).Jika tersedia fasilitas, tindakan bedah mungkin bisa
diperlukan untuk mengurangi tekanan intrakranial atau untuk
mencegah pengurangan penglihatan dengan cepat.2-42.12 Pencegahan
Pencegahan PrimerPencegahan primer dilakukan untuk mencegah
timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang belum
mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan penyakit infeksi meningitis dapat dilakukan dengan
pemberian vaksin pada bayi agar mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap bibit penyakit tersebut.2,3Daftar pustaka1. Supartondo,
Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.
25-6.2. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinis. Ed. 2.
Jakarta: Widya Medika, 2002.h.180-6.3. Rubenstein D, Wayne D,
Bradley J. Lecture notes: Kedokteran klinis. Edisi keenam. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2007.h.121-5.4. Ginsberg L. Lecture notes
neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: penerbit Erlangga.2007.h.122-76.5.
Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan
infeksi. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009.h.101.6.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit
Dan Hidayat, 2008.h. 319-20.Meningitis tuberculosis | 6