MENGGAGAS KEMBALI KONSEP SISTEM PENDIDIKAN ISLAM Oleh Muhammad Ismail Yusanto“Sistem pendidikan nasional di Indonesia masih mewarisi sistem kolonial. Perlu dilakukan perombakan total pada sistem pendidikan nasional agar bisa membentuk watak anak yang mandiri dan kreatif ….. ” (Ajip Rosidi, Ketua Umum Yayasan Rancage, dalam penutupan Konferensi Internasional Budaya Sunda I, di Bandung, Minggu (26/8/2001)) LATAR BELAKANG Benarkah apa yan g dinyatakan oleh Ajip Ro sidi di atas? Bila benar, apa sebenarny a yang masih diwarisi oleh sistem pendidikan nasional dari sistem pendidikan kolonial? Apa indikasi nya? Dan yan g terp enti ng, apa yan g musti dil akuk an untuk memperbaiki sist em pendidik an yang caru t marut itu? Peromb akan total seperti ap a, mengikuti sar an Ajip, yang harus dilakukan? Sal ah satu persoal an peli k yan g dihadapi oleh masyara kat, sela in ekonomi dan politik, adalah persoalan pendidikan . Ketika tawuran antar pelajar marak terjadi di berbagai kot a, dit amb ah dengan sej uml ah peril aku mer eka yang sud ah ter gol ong kri min al, pen yalah gunaan narkoba dan men ing kat nya seks bebas di kal ang an pel aja r, dunia pendidikan kembali dituding sebagai telah gagal membentuk watak mulia pada anak didik. Maka, seperti biasa, segera muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau muatan pada mata ajaran, misalnya seruan un tuk kembali diajar kan budipek erti beberapa waktu lalu . Tapi, bila sebelumnya yang dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, kini Ajip Rosidi dan mungkin banyak dari kalangan pemerhati dan pel aku pendidika n, memperso alk an hal yang leb ih men dasar. Yak ni tentan g sis tem pendidikan nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial. Dia kui atau tidak , sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidi kan kolonial, maka watak sekuler-materialis tik inilah yang paling utama, yang tamp ak jelas pada hilang nya nilai-nilai trans edental pada semua pros es pendidikan, mul ai dari pele taka n filo sofi pendidi kan, peny usunan kuri kulu m dan materi ajar, kualifikasi pengajar, proses belajar mengajar hingga budaya sekolah/kampus sebagai hidden curiculum, yang sebenarny a berperanan san gat penting dal am penanaman nilai-nilai. Sistem pendidika n semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang seka ligu s mampu menj awab tant angan per kembangan mela lui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembag aan, sekularisasi pendidi kan menghasilkan dikoto mi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan pendidik an umum di sisi lain. Pen didikan a gama melalui ma drasah, in stitut aga ma dan pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah dan kejuruan serta per guruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan
21
Embed
Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
“Sistem pendidikan nasional di Indonesia masih mewarisi sistem kolonial.
Perlu dilakukan perombakan total pada sistem pendidikan nasional
agar bisa membentuk watak anak yang mandiri dan kreatif …..”
(Ajip Rosidi, Ketua Umum Yayasan Rancage, dalam penutupan Konferensi Internasional Budaya
Sunda I,
di Bandung, Minggu (26/8/2001))
LATAR BELAKANG
Benarkah apa yang dinyatakan oleh Ajip Rosidi di atas? Bila benar, apa sebenarnyayang masih diwarisi oleh sistem pendidikan nasional dari sistem pendidikan kolonial? Apa
indikasinya? Dan yang terpenting, apa yang musti dilakukan untuk memperbaiki sistem
pendidikan yang carut marut itu? Perombakan total seperti apa, mengikuti saran Ajip, yang
harus dilakukan?
Salah satu persoalan pelik yang dihadapi oleh masyarakat, selain ekonomi dan
politik, adalah persoalan pendidikan. Ketika tawuran antar pelajar marak terjadi di berbagai
kota, ditambah dengan sejumlah perilaku mereka yang sudah tergolong kriminal,
penyalahgunaan narkoba dan meningkatnya seks bebas di kalangan pelajar, dunia
pendidikan kembali dituding sebagai telah gagal membentuk watak mulia pada anak didik.
Maka, seperti biasa, segera muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau muatan pada
mata ajaran, misalnya seruan untuk kembali diajarkan budipekerti beberapa waktu lalu.
Tapi, bila sebelumnya yang dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, kini Ajip Rosidi dan mungkin banyak dari kalangan pemerhati dan
pelaku pendidikan, mempersoalkan hal yang lebih mendasar. Yakni tentang sistem
pendidikan nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang
adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan
nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekuler-materialistik inilah
yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transedental pada semua
proses pendidikan, mulai dari peletakan filosofi pendidikan, penyusunan kurikulum dan
materi ajar, kualifikasi pengajar, proses belajar mengajar hingga budaya sekolah/kampus
sebagai hidden curiculum, yang sebenarnya berperanan sangat penting dalam penanaman
nilai-nilai.
Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yangsekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan
teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan
yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan
pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama melalui madrasah, institut agama dan
pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah
dasar, sekolah menengah dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak
berhubungan dengan agama. Sementara, pembentukan karakter siswa yang merupakan
bagian terpenting dari proses pendidikan di sini justru kurang tergarap secara serius. Agama
ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan
menjadi landasan dari seluruh aspek. Di sisi lain, pengajaran agama dan persoalan
keagamaan digarap oleh Depag, seolah pendidikan Islami identik dengan pengajaran agama
Islam saja. Adanya pesantren yang dalam banyak aspek acap dipuji sebagai sebuah bentukpendidikan Islam alternatif, dalam perspektif ini, sesungguhnya makin mengukuhkan
dikotomi pendidikan itu.
Pendidikan yang sekuler-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang
menguasai sainsteknologi melalui “pendidikan umum” yang diikutinya, tapi pendidikan
semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan
tsaqofah Islam. Berapa banyak lulusan pendidikan umum yang tetap saja “buta agama” dan
rapuh kepribadiannya? Sementara mereka yang belajar di lingkungan “pendidikan agama”,
memang menguasai tsaqofah Islam dan secara relatif sisi kepribadiannya tergarap baik, tapi
di sisi lain, ia buta terhadap perkembangan sains dan teknologi. Akhirnya, sektor-sektor
modern (industri manufaktur, perdagangan dan jasa) diisi oleh orang-orang yang relatif
awam terhadap agama karena orang-orang yang mengerti agama terkumpul di dunianya
sendiri (madrasah, dosen/guru agama, depag), tidak mampu terjun di sektor modern.Pendidikan sekuler-materialistik juga memberikan kepada siswa suatu basis
pemikiran yang serba terukur secara material, kekinian dan serba profan serta memungkiri
hal-hal yang bersifat transedental dan imanen. Disadari atau tidak, berkembang penilaian
bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam.
Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang
setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang
sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai
standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada
faktanya bernilai materi juga.
PENDIDIKAN SEKULER BAGIAN DARI KEHIDUPAN SEKULER
Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalahmerupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga
sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang
tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang
pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan
dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik
tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan
ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan
sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma
pendidikan yang materialistik.
Dalam tatanan ekonomi kapitalistik, kegiatan ekonomi digerakkan sekadar demi
meraih perolehan materi tanpa memandang apakah kegiatan itu sesuai dengan aturan
Islam atau tidak. Aturan Islam yang sempurna dirasakan justru menghambat. Sementaradalam tatanan politik yang oportunistik, kegiatan politik tidak didedikasikan untuk tegaknya
nilai-nilai melainkan sekadar demi jabatan dan kepentingan sempit lainnya.
Dalam tatanan budaya yang hedonistik, budaya telah berkembang sebagai bentuk
ekspresi pemuas nafsu jasmani. Dalam hal ini, Barat telah menjadi kiblat ke arah mana
“kemajuan” budaya harus diraih. Ke sanalah dalam musik, mode, makanan, film bahkan
gaya hidup ala Barat, orang mengacu. Buah lainnya dari kehidupan yang materialistik-
sekuleristik adalah makin menggejalanya kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik.
Tatanan bermasyarakat yang ada memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
2
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
pemenuhan hak dan kepentingan setiap individu. Kebebasan individu harus ditegakkan
karena menurutnya itu adalah hak, tidak peduli kendati itu harus melanggar tuntunan
agama. Koreksi sosial hampir-hampir tidak lagi dilihat sebagai tanggung jawab bersama
seluruh komponen masyarakat.
Sikap beragama sinkretistik intinya adalah menyamadudukan semua agama.
Kebenaran agama menjadi sangat relatif. Semua agama seolah menjadi benar. Sikap
beragama seperti ini menyebabkan sebagian umat Islam memandang rendah, bahkantidak suka, menjauhi dan memusuhi aturan agamanya sendiri. Fenomena penolakan
terhadap seruan pembelakuan syariat Islam, yang justru juga dilakukan oleh sejumlah elit
umat, adalah bukti yang sangat nyata. Sebagian umat telah lupa bahwa seorang Muslim
harus meyakini hanya Islam saja yang diridhai Allah SWT.
Kehidupan yang sekularistik nyata-nyata telah menjauhkan manusia dari hakikat
visi dan misi penciptaannya. Sekulerisme oleh Muhammad Qutb (1986) dalam bukunya
Ancaman Sekulerisme , diartikan sebagai iqomatu al-hayati ‘ala ghayri asasin mina al-dini,
atau membangun struktur kehidupan di atas landasan selain agama (Islam). Sementara,
Syekh Taqiyyudin An Nabahani (1953) dalam kitabnya Nidzamu al-Islam, menjelaskan
sekulerisme sebagai fashlu al-din ani al-hayah atau memisahkan agama (Islam) dari
kehidupan. Pemikiran sekulerisme itu sendiri berasal dari sejarah gelap Eropa Barat di
abad pertengahan. Saat itu, kekuasaan para agamawan (rijaluddin) yang berpusat di gerejademikian mendominasi hampir semua lapangan kehidupan, termasuk di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Para ilmuwan dan negarawan melihat kondisi ini sebagai suatu
hal yang sangat menghambat kemajuan, sebab temuan-temuan ilmiah yang rasional
sekalipun tidak jarang bertabrakan dengan ajaran gereja yang dogmatis. Galileo Galilei dan
Copernicus yang menolak mengubah pendapatnya bahwa mataharilah yang menjadi sentra
perputaran planet-planet (heliosentris) dan bukan bumi (geosentris) sebagaimana yang
didoktrinkan gereja selama ini, akhirnya dihukum. Maka sampailah para ilmuwan dan
negarawan itu pada satu kesimpulan bahwa bila ingin maju, masyarakat harus
meninggalkan agama; atau membiarkan agama tetap di wilayah ritual peribadatan
sementara wilayah duniawi (politik, pemerintahan, iptek, ekonomi, tata sosial dan lainnya)
harus steril dari agama. Inilah awal munculnya pemahaman sekulerisme.
Tapi, satu hal yang harus diperhatikan benar adalah bahwa gugatan yangmenyangkut eksistensi atau peran agama di tengah masyarakat ini sebenarnya terjadi khas
pada agama Kristen saja yang ketika itu memang sudah tidak lagi up to date. Karenanya,
menjadi suatu kejanggalan besar bila gugatan tadi lantas dialamatkan pula pada Islam,
agama yang sempurna lagi paripurna dan diridloi Allah SWT bagi seluruh umat manusia.
Islam jelas tidak mengenal pemisahan antara urusan ritual dengan urusan duniawi.
Shalat adalah ibadah yang merupakan bagian dari syariat dimana seluruh umat Islam harus
terikat sebagaimana keterikatan kaum muslimin pada syariat di bidang yang lain, seperti
ekonomi dan sosial politik. Seluruh gerak laku seorang muslim adalah ibadah, karena Islam
adalah sebuah totalitas. Dan merupakan tindak kekufuran bagi seorang muslim bila beriman
kepada ajaran Islam sebagian dan menolak sebagian yang lain. Oleh karena itu, benar-
benar sangat aneh jika umat Islam ikut-ikutan menjadi sekuler.
SOLUSI FUNDAMENTAL
Pendidikan yang materialistik -- sebagaimana dapat dicermati pada Bagan Skematis
Akar Masalah Pendidikan dan Solusi Paradigmatiknya – adalah buah dari kehidupan
sekuleristik yang terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang
utuh, yakni seorang Abidu al-Shalih yang muslih. Hal ini disebabkan oleh dua hal.
Pertama, paradigma pendidikan yang keliru dimana dalam sistem kehidupan sekuler, asas
penyelenggaraan pendidikan juga sekuler. Tujuan pendidikan yang ditetapkan juga
3
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
adalah buah dari paham sekuleristik tadi, yakni sekadar membentuk manusia-manusia yang
berpaham materialistik dan serba individualistik.
Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yakni (1)
kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta
tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan
sebagaimana mestinya, (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung, dan (3) keadaan
masyarakat yang tidak kondusif .Kacaunya kurikulum yang berawal dari asasnya yang sekuler tadi kemudian
mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya
kepada proses penguasaan tsaqofah Islam dan pembentukan kepribadian Islam. Tidak
berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dari peran guru
yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge), tidak sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu
pengetahuan dan kepribadian (transfer of personality), karena memang kepribadian
guru/dosen sendiri banyak tidak lagi pantas diteladani. Lingkungan fisik sekolah/kampus
yang tidak tertata dan terkondisi secara Islami (ditambah dengan minimnya sarana
pendukung, seperti masjid/mushola) turut menumbuhkan budaya yang tidak memacu
proses pembentukan kepribadian peserta didik. Akumulasi kelemahan pada unsur
sekolah/kampus itu akhirnya menyebabkan tidak optimalnya pencapaian tujuan pendidikanyang dicita-citakan.
Begitu halnya dengan kelemahan pada unsur keluarga yang umumnya tampak
dari lalainya para orang tua untuk secara sungguh-sungguh menanamkan dasar-dasar
keislaman yang memadai kepada anaknya. Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan
anak dan minimnya teladan dari orang tua dalam sikap keseharian terhadap anak-
anaknya, makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur
pelaksana pendidikan.
Sementara itu, masyarakat yang semestinya menjadi media pendidikan yang riil
justru berperan sebaliknya akibat dari berkembangnya sistem nilai sekuler yang tampak
dari penataan semua aspek kehidupan baik di bidang ekonomi, politik, termasuk tata
pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak acuh pada norma agama; berita-berita pada
media masa yang cenderung mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi dankekerasan, serta langkanya keteladanan pada masyarakat. Kelemahan pada unsur keluarga
dan masyarakat ini pada akhirnya lebih banyak menginjeksikan beragam pengaruh negatif
pada anak didik. Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh negatif kepada
pribadi anak didik.
Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan
pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diujudkan dengan melakukan perbaikan
secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi
paradigma Islam. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas
diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan
Islam.
1. Solusi pada Tataran Paradigmatik.Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas aqidah Islam
yang bakal menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan
kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar,
termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen serta budaya sekolah/kampus yang akan
dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya tidak sebesar unsur pendidikan yang lain,
penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu pada asas di atas.
Paradigma baru pendidikan yang berasas aqidah Islam itu semestinya juga
harus berlangsung secara berkesinambungan mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi
4
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
yang pada ujungnya nanti diharapkan mampu menghasilkan keluaran (output)
peserta didik yang berkepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah), menguasai
tsaqofah Islam dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian). Bila dalam orientasi
keluaran dari pendidikan sekuleristik (lihat Bagan Faktual Orientasi Pendidikan.
Sekuleristik ) ketiga unsur tersebut terpisah satu sama lain dan diposisikan berbeda
dimensi (agama – non agama) dengan proporsi sangat tidak seimbang yang
menyebabkan kegagalan pembentukan karakter dan kepribadian peserta didikselama ini, maka dalam pendidikan yang ideal (lihat Bagan Ideal Orientasi
Pendidikan. Integral), ketiga unsur tersebut harus merupakan satu kesatuan yang
utuh.
Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan adalah
optimasi pada proses-proses pembentukan kepribadian Islam (syakhshiyyah
Islamiyyah) dan penguasaan tsaqofah Islam serta meningkatkan pengajaran sains-
teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada dengan menata ontologi,
epistemologi dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam,
sekaligus mengintegrasikan ketiganya seperti yang tampak pada Bagan Solusi
Orientasi Pendidikan. Optimasi dan Integrasi.
2. Solusi pada Tataran Strategi FungsionalPendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu
keluarga, sekolah/kampus dan masyarakat. Bagan Faktual 3 Unsur Pelaksana
Pendidikan. Sinergi Pengaruh Negatif, menggambarkan kondisi faktual obyektif
pendidikan saat ini, di mana ketiga unsur pelaksana tersebut belum berjalan secara
sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belumlah berfungsi secara
benar. Oleh karena di tengah masyarakat terjadi interaksi antar ketiganya, maka
kenegatifan masing-masing itu juga memberikan pengaruh kepada unsur pelaksana
pendidikan yang lain. Maksudnya, buruknya pendidikan anak di rumah memberi
beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah
masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba dan sebagainya.
Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin
sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurangoptimum. Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka
lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.
5
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
struktur dan tempat terjadinya proses tersebut, dikenal adanya pendidikan sekolah dan
pendidikan luar sekolah. Melalui proses ini diperoleh hasil pendidikan yang mengacu pada
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, hasil pendidikan ini dikembalikan kepada supra sistem atau lingkungan.
Di dalam lingkungan inilah, hasil pendidikan efektivitas dan efisiensi proses pendidikan
yang berlangsung dapat dibuktikan. Dari hasil pendidikan ditambah interaksi dengan
lingkungannya, sistem pendidikan memperoleh umpan balik yang dapat digunakan untukmemperbaiki dan meningkatkan mutu proses pendidikan.
Dari gambaran di atas diketahui bahwa kesinambungan tujuan pendidikan dalam
setiap jenjang pendidikan sekolah (formal) sangatlah penting, dan itu akan mempengaruhi
kemampuan anak didik dalam menjalani proses pendidikan. Untuk menjaga
kesinambungan proses pendidikan, penjabaran capaian tujuan pendidikan melalui
kurikulum pendidikan, dengan guru/dosen dan budaya pendidikan yang mendukung
menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Kurikulum pendidikan Islam sendiri
sangatlah khas, unique. Tampak pada penetapan tujuan/arah pendidikan, unsur-unsur
pelaksana pendidikan serta asas dan struktur kurikulum.
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah suatu kondisi ideal dari obyek didik yang akan dicapai,ke arah mana seluruh kegiatan dalam sistem pendidikan di arahkan. Maka,
sebagaimana pengertiannya, pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar yang
terstruktur, terprogram dan sistematis bertujuan untuk membentuk manusia yang (1)
berkepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu kehidupan
(sainsteknologi dan keahlian) yang memadai.
a. Membentuk Kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah)
Tujuan yang pertama ini pada hakikatnya merupakan perwujudan dari
konsekuensi seorang muslim, yakni bahwa sebagai muslim ia harus memegang
erat identitas kemuslimannya dalam seluruh aktivitas hidupnya. Identitas itu
menjadi kepribadian yang tampak pada pola berpikir (aqliyyah) dan bersikapnya
(nafsiyyah) yang dilandaskan pada ajaran Islam.Pada prinsipnya, ada tiga langkah untuk membentuk dan mengembangkan
kepribadian Islam pada diri seseorang, sebagaimana dicontohnya Rasulullah SAW.
Pertama, menanamkan aqidah Islam kepada yang bersangkutan dengan metode
tepat, yakni yang sesuai dengan kategori aqidah Islam sebagai aqidah aqliyyah
(aqidah yang keyakinannya dicapai melalui proses berfikir). Kedua,
mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bangunan cara
berpikir dan perilakunya di atas pondasi ajaran Islam semata. Ketiga,
mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya untuk
bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqofah Islamiyyah dan
mengamalkan dan memperjuangkannya dalam seluruh aspek kehidupannya
sebagai ujud ketaatan kepada Allah SWT.
Pendidikan, melalui berbagai pendekatan, harus menjadi media untukmemberikan dasar bagi pembentukan, peningkatan, pemantapan dan pematangan
kepribadian anak didik. Semua komponen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan
(guru/dosen/karyawan, orangtua, masyarakat bahkan sesama peserta didik),
termasuk semua kegiatan yang dilakukan baik kurikuler, ko-kurikuler, ekstra
kurikuler maupun interaksi diantara komponen di atas harus diarahkan bagi
tercapainya tujuan yang pertama ini.
b. Menguasai Tsaqofah Islam
11
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
keagungan-Nya. Di sinilah pentingnya peranan akal manusia, dimana melalui
proses pemikirannya akan mampu menghantarkan manusia pada keimanan.
Pada sisi yang lain, akal yang demikian juga akan memacu kehendak untuk
menguasai iptek, sebab dorongan dan perintah untuk maju ternyata berasal dan
sekaligus menjadi buah dari keimanan seorang muslim. Dalam kitab Al Fathul
Kabir , misalnya, diketahui bahwa Rasul pernah mengutus dua orang shahabatnya
ke negeri Yaman guna mempelajari teknik pembuatan senjata yang mutakhirketika itu yang disebut dabbabah, sejenis tank yang terdiri atas kayu tebal berlapis
kulit dan tersusun dari roda-roda. Rasul memahami betul manfaat senjata ini
untuk menerjang benteng lawan.
Dalam kitab Al Furusiyah (Ibnul Qoyyim), diriwayatkan bahwa Rasulullah
suatu ketika melihat busur-busur panah buatan orang-orang Arab, berkata,
“Dengan ini, dengan busur-busur, tombak, Allah SWT mengokohkan kekuasaanmu
di dalam negeri dan menolong kalian atas lawan-lawanmu.” Pada kali yang lain,
Rasulullah SAW memerintahkan Asy-Syifa binti Abdullah agar mengajarkan
kepada Hafshah Ummul Mukminin menulis dan teknik pengobatan. Rasul juga
menganjurkan kaum muslimah agar mempelajari ilmu tenun, menulis dan
merawat orang sakit (pengobatan).
2. Unsur Pelaksana Pendidikan
Berdasarkan pengorganisasian, proses pendidikan bisa dibagi menjadi dua, yakni
secara formal di sekolah/kampus dan secara nonformal di luar kampus-
sekolah/lingkungan, yakni keluarga dan masyarakat.
a. Pendidikan di sekolah/kampus
Pendidikan di sekolah/kampus pada dasarnya merupakan proses pendidikan
yang diorganisasikan secara formal berdasarkan struktur hierarkhis dan kronologis,
dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Selain mengacu pada tujuan pendidikan yang diterapkan secara berjenjang,
berlangsungnya proses pendidikan di sekolah/kampus sangat bergantung pada
keberadaan subsistem-subsistem lain yang terdiri atas: anak didik(pelajar/mahasiswa); manajemen penyelenggaraan sekolah/kampus; struktur dan
jadwal waktu kegiatan belajar-mengajar; materi bahan pengajaran yang diatur
dalam seperangkat sistem yang disebut sebagai kurikulum; tenaga
pendidik/pengajar dan pelaksana yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
kegiatan pendidikan; alat bantu belajar (buku teks, papan tulis, laboratorium, dan
audiovisual); teknologi yang terdiri dari perangkat lunak (strategi dan taktik
pengajaran) serta perangkat keras (peralatan pendidikan); fasilitas atau kampus
beserta perlengkapannya; kendali mutu yang bersumber atas target pencapaian
tujuan; penelitian untuk pengembangan kegiatan pendidikan; dan biaya pendidikan
guna melancarkan kelangsungan proses pendidikan.
Berdasar sirah Rasul dan tarikh Daulah Khilafah pendidikan formal dapat
dideskripsikan sebagai berikut:• Kurikulum pendidikan, mata ajaran, dan metodologi pendidikan disusun
berdasarkan pada Aqidah Islam.
• Tujuan penyelenggaraan pendidikan merupakan penjabaran dari tujuan
pendidikan Islam yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
• Sejalan dengan tujuan pendidikan, waktu belajar untuk ilmu-ilmu Islam
(tsaqofah Islamiyyah) diberikan dengan proporsi yang disesuaikan dengan
pengajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian).
13
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
Posisi Pendidikan Sekolah/Kampus terhadap Keluarga dan Masyarakat
b. Pendidikan di keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama.Pembinaan kepribadian, penguasaan dasar-dasar tsaqofah Islam dilakukan melalui
pendidikan dan pengamalan hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar
yang ada di keluarga, utamanya orang tua.
Itulah sebabnya, proses pendidikan dalam keluarga disebut sebagai
pendidikan yang pertama dan utama, karena ia menjadi peletak pondasi
kepribadian anak. Keluarga ideal berperan menjadi wadah pertama pembinaan
keislaman dan sekaligus membentenginya dari pengaruh-pengaruh negatif yang
berasal dari luar. Dalam dakwah pun, sebelum kepada masyarakat luas, seorang
muslim diperintahkan untuk berdakwah terlebih dulu kepada anggota keluarga dan
kerabat dekatnya.
Upaya pendidikan dalam keluarga sebenarnya telah dan harus dimulai sejak
usia anak dalam kandungan hingga menginjak usia baligh dan memasuki jenjangpernikahan; dan bahkan akan terus berlangsung hingga usia tua.
c. Pendidikan di tengah masyarakat
Hampir sama dengan pendidikan di keluarga, pendidikan di tengah
masyarakat pada hakikatnya juga merupakan proses pendidikan sepanjang hayat,
khususnya berkenaan dengan praktek kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh
sumber belajar yang ada di masyarakat, yakni tetangga, teman pergaulan,
lingkungan serta sistem nilai yang berjalan.
Dalam sistem Islam, masyarakat merupakan salah satu elemen penting
penyangga tegaknya sistem selain ketaqwaan individu serta keberadaan negarasebagai pelaksana syariat Islam. Masyarakat berperan mengawasi anggota
masyarakat lain dan penguasa dalam pelaksanaan hukum syariat Islam. Masyarakat
Islam terbentuk dari individu-individu yang dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran,
dan peraturan Islam yang mengikat mereka sehingga menjadi masyarakat yang
solid. Lebih dari itu, masyarakat Islam memiliki kepekaan indera bagaikan pekanya
anggota tubuh terhadap sentuhan benda asing. Tubuh yang hidup akan turut
merasakan sakit saat anggota tubuh lain terluka, kemudian ia bereaksi dan
berusaha melawan rasa sakit tersebut hingga lenyap. Dari sinilah amar ma’ruf
nahi munkar menjadi bagian yang paling esensial yang sekaligus membedakan
masyarakat Islam dengan masyarakat lainnya
Ketaqwaan individu anggota masyarakat di samping ditentukan oleh upaya
pribadi, juga sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan anggota masyarakat lain dannilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam masyarakat Islam,
seseorang yang berbuat maksiyat tidak akan berani melakukannya secara terang-
terangan, atau bahkan tidak berani melakukan sama sekali. Kalaupun ada yang
tergoda untuk berbuat maksiyat, ia akan berusaha melakukan secara sembunyi-
sembunyi. Begitu sadar akan kesalahannya, ia akan terdorong segera bertobat
atas kekhilafannya dan kembali kepada kebenaran.
Kisah Ma’iz Al Aslami dan Al Ghomidiyah radliyallahu anhuma yang langsung
menghadap Nabi SAW untuk meminta hukuman sesaat setelah berzina, merupakan
15
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
Tsaqofah Islam dan (3) Ilmu Kehidupan (Iptek dan keahlian). Sebagaimana yang
tercermin dalam tabel di bawah ini, selain muatan penunjang proses pembentukan
syakhshiyyah Islamiyyah yang secara menerus diberikan pada tingkat TK – SD dan SMP –
SMU – PT, muatan tsaqofah Islam dan Ilmu Kehidupan (Iptek dan keahlian) diberikan
secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didikberdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.
Tabel Struktur dan Performa Komponen Kurikulum
JENJANG
PENDIDIKAN TK SD SMP SMU PTKOMPONEN
MATERI
Pembentukan
Syakhsiyyah
Islamiyyah
Pembentukan PematanganDasar-dasar
Tsaqofah Islam
54
32
1
Ilmu Kehidupan
- Iptek /keahlian
- Keterampilan
5
43
21
Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD), penyusunan struktur
kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum, terpadu dan merata bagi semua
anak didik yang mengikutinya. Yang termasuk dalam materi dasar ini antara lain:pengenalan Al Qur’an dari segi hafalan dan bacaan; prinsip-prinsip agama;
membaca; menulis dan menghitung; prinsip-prinsip bahasa Arab; menulis halus; sirah
Rasul dan Khulafaur Rasyidin serta berlatih berenang dan menunggang kuda (menyetir
mobil?).
Khalifah Umar bin Khattab dalam wasiat yang dikirimkan kepada gubernur-
gubernurnya menulis, “Sesudah itu, ajarkanlah kepada anak-anakmu berenang dan
menunggang kuda, dan ceritakan kepada mereka adab sopan santun dan syair-syair
yang baik.” Khalifah Hisyam bin Abdul Malik mewasiatkan kepada Sulaiman Al Kalby,
guru anaknya: “Sesungguhnya anakku ini adalah cahaya mataku, saya percayakan
padamu mengajarnya. Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan tunaikanlah
amanah. Dan yang pertama-tama saya wasiatkan kepadamu adalah agar engkau
mengajarkan kepadanya Al Qur’an, kemudian hafalkan kepadanya Al Qur’an,…”
a. Pembentukan Syakhsiyyah Islamiyyah
Pembentukan syakhshiyyah Islamiyyah harus dilakukan pada semua jenjang
pendidikan sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Salah satu
diantaranya adalah dengan menyampaikan tsaqofah Islam kepada para
siswa/mahasiswa. Seperti tampak pada Tabel Struktur dan Performa Komponen
Kurikulum, pada tingkat TK hingga SD materi Syakhsiyyah Islamiyyah yang
diberikan adalah Materi Dasar. Hal ini mengingat anak didik berada pada usia
17
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
Pakaian Selalu menutup aurat. Akhlaq Selalu menampakkan akhlakul
karimah, giat menuntut ilmu
dan memiliki etos berprestasiMuamalah Selalu bermuamalah secara
Islam.Dakwah Bersedia terlibat dalam dakwah
bagi tegaknya kembali izzul
Islam wa al-muslimin.
b. Tsaqofah Islam
Tsaqofah Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasar aqidah Islam,
yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Materi ini diberikan di seluruh
jenjang pendidikan secara proporsional. Materi yang diberikan adalah:
• Aqidah Islamiyyah • Pemikiran Islam
• Bahasa Arab • Ushul Fiqih
• Akhlaq • Fiqh muamalah
• Sirah Nabawiyah • Dakwah Islamiyyah
• Ulumu dan tahfidzu al-Qur’an • Ulumu dan tahfidzu al-Hadits
• Fiqih Fardiyah (ibadah, makanan, minuman dan pakaian)
Materi tsaqofah Islam sebagaimana digambarkan pada Tabel Struktur dan
Performa Komponen Kurikulum, diberikan secara bertingkat sesuai dengan tingkat
kemampuan dan daya serap anak didik dari tingkat TK hingga PT. Sebagai contoh,
target materi tahfidzu al-Qur’an untuk tingkat SD adalah misalnya 5 juz, SMPsebanyak 2,5 juz, SMU sebanyak 2,5 juz, sedang di PT diutamakan menghafal ayat-
ayat yang terkait erat dengan bidang ilmu yang ditekuninya. Sedangkan materi
Ulumu al-Qur’an semakin mantap diberikan pada tingkat SMP sebagaimana
materi Ulumu al-Hadist . Materi Ushul Fiqh mulai diberikan pada tingkat SMU.
Materi Sirah yang diberikan mulai tingkat SD lebih bersifat pengenalan dasar
yang dimaksudkan untuk membina dan mencerapkan nilai-nilainya. Barulah pada
tingkat SMP, materi ini difokuskan lebih tematik, misalnya dengan tema khusus
peperangan, dakwah dan lainnya.
19
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
Muatan yang ketiga ini diberikan secara bertingkat sesuai dengan
perkembangan kemampuan anak. Di jenjang pendidikan tinggi, pengajaran ilmu ini
lebih terfokus.
5. Dana, Sarana dan Prasarana
Berdasarkan sirah Nabi SAW dan tarikh Daulah Khilafah – sebagaimana disarikan
oleh Al Baghdadi (1996) dalam buku Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, negara
memberikan pelayanan pendidikan secara cuma-cuma (bebas biaya) dan kesempatan
seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi
dengan fasilitas (sarana dan prasarana) sebaik mungkin. Kesejahteraan dan gaji para
pendidik sangat diperhatikan. Dana pendidikan ditanggung negara yang diambil dari kas
baitul maal. Sistem pendidikan bebas biaya dilakukan oleh para shahabat (ijma),
termasuk pemberian gaji yang sangat memuaskan kepada para pengajar yang diambil
dari baitul maal.
Contohnya, Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan Khalifah Al Muntashir di
kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa sebesar satu dinar (4,25gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya. Fasilitas seperti
perpustakaan, bahkan rumah sakit dan pemandian tersedia lengkap di sana. Begitu
pula dengan Madrasah An-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad keenam
Hijriah oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas
lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan untuk siswa,
staf pengajar dan para pelayan serta ruang besar untuk ceramah. Khalifah Umar Ibnu
Khattab jauh sebelum itu, memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-
anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar setiap bulan.
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI MASA LALU
Di zaman pemerintahan Islam, paling tidak semenjak 4 H telah banyak dibangunsekolah Islam. Tetapi sebelum sekolah semodel itu dikembangkan, pendidikan ketika itu
dilakukan di dalam masjid, majelis-majelis taklim dan tempat-tempat pendidikan lainnya.
Muhammad Athiyah Al Abrasi dalam buku Dasar-dasar Pendidikan Islam, memaparkan
usaha-usaha para khalifah untuk membangun sekolah-sekolah itu. Dalam
perkembangannya, setiap khalifah terus membangun sekolah tinggi Islam dan berusaha
melengkapinya dengan sarana dan prasarananya. Pada setiap sekolah tinggi itu dilengkapi
dengan iwan (auditorium, gedung pertemuan), asrama penampungan mahasiswa,
perumahan dosen dan ulama. Selain itu, sekolah tinggi tersebut juga dilengkapi dengan
kamar mandi, dapur dan ruang makan, bahkan juga taman rekreasi.
Di antara sekolah-sekolah tinggi yang terpenting adalah Madrasah Nizhamiyah dan
Madrasah Al Mustanshiriyah di Baghdad, Madrasah Al Nuriyah di Damaskus, serta Madrasah
An-Nashiriyah di Kairo. Di antara madrasah-madrasah tersebut yang terbaik adalahMadrasah Nizhamiyah. Sekolah ini akhirnya menjadi standar bagi daerah lainnya di Irak,
Khurasan (Iran) dan lainnya.
Madrasah Al Mustanshiriyah di Baghdad didirikan oleh Khalifah Al Mustanir pada abad
ke – 6 Hijriah. Sekolah ini memiliki sebuah auditorium dan perpustakaan yang sangat
lengkap. Selain itu, madrasah ini juga dilengkapi dengan pemandian, rumah sakit yang
dokternya siap di tempat. Madrasah lain yang juga cukup terkenal adalah Madrasah Darul
Hikmah di Kairo yang didirikan oleh Khalifah Al Hakim Biamrillah pada tahun 395 H.
Madrasah ini adalah institut pendidikan yang dilengkapi dengan perpustakaan dan sarana
20
5/10/2018 Menggagas Kembali Konsep Pendidikan Islam_Ismail Y - slidepdf.com
serta prasarana pendidikan lainnya. Perpustakaannya dibuka untuk umum. Setiap orang
boleh mendengarkan kuliah, ceramah ilmiah, simposium, aktifitas kesusastraan, dan telaah
agama. Pada perpustakaan ini, seperti juga pada perpustakaan lainnya, dilengkapi dengan
ruang-ruang studi dan ceramah serta ruang musik untuk refreshing bagi pembaca.
KENDALA
Model pendidikan atau sekolah unggulan seperti itu jelas hanya dapat diterapkan olehnegara karena negaralah yang memiliki seluruh otoritas yang diperlukan bagi
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, termasuk penyediaan dana yang mencukupi,
sarana, prasarana yang memadai dan sumberdaya manusia yang bermutu. Dalam
membangun model pendidikan sebagaimana yang dikehendaki Islam saat ini tentu saja
akan menghadapi kendala utama, yakni belum diterapkannya bangunan sistem Islam
secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
UPAYA
Mengingat kendala di atas, maka tahap pertama bisa ditempuh aksi individual atau
kelompok yang dibenarkan oleh hukum syara dan memenuhi persyaratan sebagai lembaga
pendidikan Islam, dari mulai asas kurikulumnya hingga operasionalisasi pendidikan
keseharian. Tahap berikutnya, secara simultan bersamaan dengan tahap pertama tadi harusdiperjuangkan tegaknya sistem pendidikan Islami oleh negara sebagai bagian dari sistem
Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tahap pertama perlu dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan bermutu bagi anak-anak Islam sekarang ini, yang
diharapkan bisa pondasi penting bagi pembentukan kepribadian Islam dalam dirinya dalam
rangka tumbuhnya tunas-tunas Islam yang amat diperlukan bagi dakwah. Tapi kegiatan ini
tidak boleh melupakan agenda besarnya, yakni perjuangan penegakan kehidupan Islam
yang di dalamnya seluruh aspek kehidupan bermasyarakan dan bernegara, termasuk di
bidang pendidikan, diatur dengan syariah. Hanya dengan cara itu saja, kerahmatan syariah
dapat benar-benar diujudkan. Insya Allah.
- Jurubicara HizbutTahrir Indonesia dan Direktur SEM Institute Jakarta